Perilaku Balok Komposit Bambu Betung-Beton Dengan Bambu Diisi Di Dalam Balok Beton (Eksperimen)

(1)

PERILAKU BALOK KOMPOSIT BAMBU BETUNG - BETON

DENGAN BAMBU DIISI DI DALAM BALOK BETON

(EKSPERIMEN)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil

Oleh :

070404108

FRISKA SILITONGA

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan

kasih dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan

dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil

bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara, dengan judul “Perilaku Balok Komposit Bambu Betung-Beton Dengan Bambu Diisi Di Dalam Balok Beton (Eksperimen).”

Sungguh suatu hal yang luar biasa dimana akhirnya tugas akhir ini dapat

diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu yang diharapkan. Tugas akhir adalah

merupakan salah satu unsur yang sangat penting sebagai pemenuhan nilai-nilai tugas

dalam mencapai gelar Sarjana Teknik dari Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil

di universitas ataupun perguruan tinggi manapun di seluruh Nusantara, termasuk pula

di Universitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas

dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya

ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa

pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Ir.Besman Surbakti, MT selaku pembimbing, yang telah banyak

memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga

dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof Dr Ir Bustami Syam MSME, selaku Dekan Fakultas Teknik


(3)

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, M.T selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir.Robert Panjaitan, Ibu Ir. Chainul Mahni, dan Ibu Rahmi Karolina, ST,

MT selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada

Penulis terhadap Tugas Akhir ini.

6. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas teknik

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada

saya.

8. Buat keluargaku, terutama kepada kedua orang tuaku, ayahanda Ir. Eddy

Silitonga dan ibunda Dame Ristawati Gultom, SE yang telah banyak

memberikan motivasi, semangat dan nasehat kepada saya, adik-adikku Jessica

dan Ruben yang telah banyak membantu saya.

9. Buat Teman-teman seperjuangan, Ray, Afrye, Juwita, David, Yossi, Ari Manalu,

Emsi, Christian, Nopandi, Endra, Doan siahaan dan Sinurat, Rodo, Boy, Fadly,

Falah, Josua, Desmon, Ghufran, Foloe, Rilly, Roy, abang-abang dan kakak

senior, Adik-adik 08,09,10, serta teman-teman angkatan 2007 yang tidak dapat

disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

10. Buat Ruth dan keluarga, bang patar, bang hotman dan teman-teman yang lain

yang sudah banyak membantu selama saya melakukan penelitian.


(4)

12. Dan segenap pihak yang belum Penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam

mendukung dan membantu Penulis dari segi apapun, sehingga tugas akhir ini

dapat diselesaikan dengan baik.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata

sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahamahan

saya dalam hal ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang

konstruktif dari para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga Tugas Akhir ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Oktober 2011

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR NOTASI... x

ABSTRAK ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 4

I.3. Tujuan Penelitian ... 5

I.4. Batasan Masalah ... 5

I.5. Mekanisme Pengujian ... 6

I.6. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II. TINJAUANPUSTAKA ... 11

II.1. Bambu ... 11

II.1.1. Sifat Bahan Bambu ... 12

II.1.2. Sifat Fisis Bambu ... 13

II.1.2.1 Kadar Air Bambu ... 13

II.1.2.2 Berat Jenis Bambu ... 13

II.1.3. Sifat Mekanika Bambu ... 14

II.1.3.1 Kuat Tarik Bambu ... 14

II.1.3.2 Kuat Tekan Bambu ... 16

II.1.3.3 Kuat Geser Bambu... 18

II.1.3.4 Kuat Lentur Bambu ... 19

II.1.4. Tegangan Ijin Bambu untuk Perancangan ... 20

II.1.5. Kuat Acuan Berdasarkan Pemilihan Secara Mekanis ... 21

II.1.6. Bambu Betung (Dendrocalamus Asper) ... 23

II.2. Beton... 24

II.2.1. Bahan-Bahan Penyusun Beton ... 26

II.2.1.1. Semen ... 26

II.2.1.2. Agregat ... 28

II.2.1.2.1 Agregat Halus ... 29

II.2.1.2.2 Agregat Kasar ... 30

II.2.1.3. Air ... 31

II.2.1.4.Faktor Air Semen (fas) ... 32

II.2.2. Sifat-Sifat Beton... 33

II.2.2.1. Kuat Tekan... 33


(6)

II.2.2.3. Kekuatan Tarik... 37

II.2.2.4. Sifat Rangkak dan Susut pada Beton ... 38

II.2.3. Metode Perencanaan Kekuatan Batas ... 40

II.3. Konstruksi Komposit ... 43

II.3.1. Penghubung Geser (Shear Connector) ... 45

II.3.2. Paku ... 47

II.3.2.1 Prinsip Perencanaan Struktur Komposit ... 48

II.3.2.2 Penempatan Paku Berdasarkan Metode Ultimate ... 50

II.3.2.3 Tahanan Lateral Terkoreksi ... 52

BAB III. METODE PENELITIAN ... 54

III.1. Pendahuluan ... 54

III.2. Pengujian Bambu ... 54

III.2.1. Persiapan Pengujian ... 54

III.2.2. Pelaksanaan Pengujian ... 55

III.2.3. Pengujian Physical Properties ... 55

III.2.3.1 Kadar Air Bambu ... 56

III.2.3.2 Berat Jenis Bambu ... 57

III.2.4. Pengujian Mechanical Properties ... 57

III.2.4.1 Kuat Tekan Bambu... 57

III.2.4.2 Pengujian Kuat Lentur dan Elastisitas pada Kondisi Ultimate ... 59

III.3. Pengujian Beton ... 62

III.3.1. Persiapan Pengujian ... 62

III.3.1.1 Semen ... 62

III.3.1.2 Agregat Halus ... 63

III.3.1.3 Agregat Kasar ... 63

III.3.2. Pembuatan Benda Uji Beton ... 64

III.3.3. Pengujian Kuat Tekan beton ... 64

III.4. Pengujian Kuat Lentur Komposit Balok Bambu-Beton ... 66

III.4.1. Persiapan Pengujian Komposit ... 66

III.4.2. Pengujian Komposit ... 68

BAB IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 69

IV.1 Hasil Pengujian Physical dan Mechanical Properties ... 69

IV.1 1. Hasil Pemeriksaan Kadar Air ... 69

IV.1.2. Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Bambu ... 70

IV.1.3. Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat ... 72

IV.1.4. Pengujian Kuat Lentur dan Elastisitas Lentur Bambu ... 73

IV.1.5. Kesimpulan Hasil Pengujian Pysical dan Mechanical Properties... 81

IV.2. Perencanaan Komposit Balok – Bambu Betung ... 83


(7)

IV.4. Hasil Pengujian Komposit... 95

IV.5 Pengamatan Pada Percobaan ... 111

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

V.1 Kesimpulan ... 115

V.2 Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... xiv


(8)

DAFTAR GAMBAR

BAB VI.

Gambar I.1 : Pemberian Beban pada struktur komposit balok bambu-beton ... 8

BAB VII. Gambar II.1 : Diagram tegangan-regangan Bambu dan Baja ... 16

Gambar II.2 : Batang Bambu menerima gaya tarik ... 16

Gambar II.3 : Batang Bambu menerima gaya tekan sejajar serat ... 17

Gambar II.4 : Batang Bambu menerima gaya tekan tegak lurus serat ... 17

Gambar II.5 : Batang Bambu menerima Gaya Geser ... 18

Gambar II.6 : Batang Bambu yang menerima beban lentur... 19

Gambar II.7 : Bambu Betung (Dendrocalamus asper) ... 23

Gambar II.8 : Diagram Tegangan-Regangan Batang Tulangan Baja Terhadap Kuat Tekan Beton ... 34

Gambar II.9 : Ilustrasi dari perubahan bentuk beton yang dibebani terhadap waktu ... 36

Gambar II.10 : Analisa Balok Persegi ... 40

Gambar II.11 : Bentuk Distribusi Tekan... 41

Gambar II.12 : Hubungan non linier antara tegangan – regangan ... 42

Gambar II.13 : Perbandingan antara balok komposit dan balok tanpa komposit yang melendut ... 46

Gambar II.14 : Sambungan paku dengan variasi penetrasi ... 53

BAB VIII.... Gambar III.1 : Sampel pengujian Physical Properties ... 56

Gambar III.2 : Benda Uji Kuat Tekan Bambu ... 58

Gambar III.3 : Pengujian Kuat Tekan Bambu ... 58

Gambar III.4 : Benda Uji Kuat Lentur ... 60

Gambar III.5 : Penempatan Dial Beban pada Sampel... 60

Gambar III.6 : Model pengujian benda uji silinder beton ... 65

Gambar III.7 : Pengujian kuat lentur balok Komposit Bambu – Beton ... 67


(9)

BAB IX.

Gambar IV.1 : Tegangan regangan hasil pengujian elastisitas sampel bambu 1 ... 75

Gambar IV.2 : Regresi Linear Tegangan – Regangan sampel Bambu 1... 75

Gambar IV.3 : Tegangan regangan hasil pengujian elastisitas sampel bambu 2 ... 77

Gambar IV.4 : Regresi Linear Tegangan – Regangan sampel Bambu 2... 77

Gambar IV.5 : Tegangan regangan hasil pengujian elastisitas sampel bambu 3 ... 79

Gambar IV.6 : Regresi Linear Tegangan – Regangan sampel Bambu 3... 79

Gambar IV.7 : Desain Balok Komposit ... 83

Gambar IV.8 : Gambar distribusi tegangan balok menahan momen ultimate ... 84

Gambar IV.9 : Mekanisme runtuh ... 87

Gambar IV.10 : Sket shear connector paku ... 91

Gambar IV.11 : Diagram Momen dan Gaya Lintang ... 92

Gambar IV.12 : Grafik Hubungan Beban – Lendutan Dial 1 dan Dial 3 pada Sampel 1 ... 99

Gambar IV.13 : Grafik Hubungan Beban – Lendutan Dial 2 pada Sampel 1 ... 100

Gambar IV. 14 : Grafik Hubungan Beban – Lendutan Dial 1 dan Dial 3 pada Sampel 2 ... 101

Gambar IV. 15 : Grafik Hubungan Beban – Lendutan Dial 2 pada Sampel 2 ... 102

Gambar IV. 16 : Grafik Regresi Linier Beban - Penurunan (Dial 1) pada komposit Sampel 1 ... 103

Gambar IV. 17 : Grafik Regresi Linier Beban - Penurunan (Dial 3) pada komposit Sampel 1 ... 104

Gambar IV. 18 : Grafik Regresi Linier Beban - Penurunan (Dial 2) pada komposit Sampel 1 ... 105

Gambar IV. 19 : Grafik Regresi Linier Beban - Penurunan (Dial 1) pada komposit Sampel 2 ... 106

Gambar IV. 20 : Grafik Regresi Linier Beban - Penurunan (Dial 3) pada komposit Sampel 2 ... 107

Gambar IV. 21 : Grafik Regresi Linier Beban - Penurunan (Dial 2) pada komposit Sampel 2 ... 108

Gambar IV. 22 : Grafik Hubungan Tegangan – Regangan sampel 1 ... 111


(10)

DAFTAR TABEL

BAB.II

Tabel II.1 : Kadar air dan Berat Jenis Betung (Dendrocalamus Asper) ... 14

Tabel II.2 : Kuat Tarik Bambu Kering Oven ... 15

Tabel II.3 : Kuat Batas dan Tegangan Ijin Bambu ... 20

Tabel II.4 : Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan atas pemilihan secara mekanis pada kadar air 15% (berdasarkan) PPKI NI – 5 2002 ... 23

Tabel II.5 : Perbandingan kuat tekan beton pada berbagai umur untuk benda uji silinder yang dirawat di laboratorium ... 35

Tabel II.6 : Nilai Modulus Elastis Beton Normal ... 37

Tabel II.7 : Tebal kayu yang diperkenankan untuk beberapa ukuran pak ... 47

Tabel II.8 : Tahanan lateral acuan satu paku (Z) untuk satu alat pengencang dengan satu irisan yang menyambung dua komponen ... 50

Tabel II.9 : Kuat lentur paku untuk berbagai diameter paku bulat ... 51

Tabel II.10: Berbagai Ukuran Diameter dan Panjang Paku ... 52

BAB.IV Tabel IV.1 : Hasil pemeriksaan kadar air bambu... 69

Tabel IV.2 : Hasil pemeriksaan berat jenis bambu ... 70

Tabel IV.3 : Hasil pemeriksaan kuat tekan sejajar serat bambu ... 72

Tabel IV.4 : Hasil pemeriksaan elastisitas bambu ... 73

Tabel IV.5 : Tabulasi perhitungan tegangan dan regangan sampel-1 ... 74

Tabel IV.6 : Tabulasi perhitungan tegangan dan regangan sampel-2 ... 76

Tabel IV.7 : Tabulasi perhitungan tegangan dan regangan sampel-3 ... 78

Tabel IV.8 : Rangkuman penelitian mechanical properties (PPKI 2002) ... 81

Tabel IV.9 : Rangkuman penelitian mechanical properties (PPKI 1961) ... 82

Tabel IV.10: Tahanan lateral acuan satu paku (Z) untuk satu alat pengencang dengan satu irisan yang menyambung dua komponen ... ..89


(11)

Tabel IV.12: Data Lendutan (Y) Balok Komposit Beton – Bambu Betung

dari hasil Percobaan di Laboratorium ... 95

Tabel IV.13: Nilai EI dari hasil percobaan komposit Sampel – 1 ... 96

Tabel IV.14: Nilai EI dari hasil percobaan komposit Sampel – 2 ... 96

Tabel IV.15: Nilai kekakuan dari hasil percobaan komposit Sampel 1 ... 97

Tabel IV.16: Nilai kekakuan dari hasil percobaan komposit Sampel 1 ... 97

Tabel IV.17: Perhitungan Elastisitas Balok komposit Beton – Bambu Betung Sampel 1 dari regresi linear... 98

Tabel IV.18: Perhitungan Elastisitas Balok komposit Beton – Bambu Betung Sampel 2 dari regresi linear... 98

Tabel IV.19: Hasil Percobaan Balok Komposit ... 99

Tabel IV.20: Hasil Teoritis Balok Komposit ... 99

Tabel IV.21: Hasil Pengujian Regangan pada balok pada sampel 1 ... 110

Tabel IV.22: Tabel Tegangan – Regangan Balok Sampel 1 ... 111

Tabel IV.23: Hasil Pengujian Regangan pada balok pada sampel 2... 112


(12)

DAFTAR NOTASI

E adalah modulus elastis Fby adalah kuat lentur (MPa)

Ft// adalah kuat tarik sejajar serat (MPa) Fc// adalah kuat tekan sejajar serat (MPa) Fv adalah kuat geser yang diizinkan (MPa) Fc┴ adalah kuat tekan tegak lurus serat (MPa)

W adalah Persentase berat pasir terhadap berat kerikil K adalah Modulus halus butir kerikil

P adalah Modulus halus butir pasir C adalah Modulus halus butir campuran

fc’ adalah kuat tekan beton (kg/cm2)

Ec adalah modulus elastisitas beton (MPa) fas adalah faktor air semen

Wc adalah Berat Isi Satuan Beton (kg/m3) Fr adalah Tegangan Retak

adalah Kadar air bambu (%)

adalah Berat sampel kering udara (gr) adalah Berat sampel kering oven (gr) BJ adalah Berat Jenis bambu (gr / cm³)

Wx adalah Berat sampel bambu kering oven (gr) Vx adalah Volume sampel (cm³)

σtk // adalah Tegangan tekan sejajar serat (kg / cm²) P adalah Beban (kg)

A adalah Luas bagian yang tertekan (cm²) d2 adalah Diameter luar bambu (cm) d1 adalah Diameter dalam bambu (cm)

σ

b adalah Tegangan lentur yang terjadi (kg/cm2)

Eb adalah Modulus elastisitas bambu (kg/cm2)

Pult adalah Beban pada saat mencapai kondisi ultimate (kg) L adalah Panjang bentang


(13)

b adalah Lebar sampel

h adalah Tinggi (Tebal bambu) ε adalah Regangan yang terjadi

∆l adalah Perpendekan yang terjadi pada benda uji (mm) n adalah safety factor adalah 2.25

Ew adalah modulus elastis lentur (MPa)

Ɛc adalah regangan beton (mm/mm)

Ɛb adalah regangan bambu (mm/mm)

Ec adalah modulus elastisitas beton tekan (kg/cm2)

c

w adalah berat isi beton (kg/m3) Fr adalah kuat tarik beton (Mpa)

b adalah lebar penampang komposit (cm) C adalah gaya tekan beton (kg)

D adalah gaya lintang (kg) δ, Δ adalah lendutan (cm)

EI adalah faktor kekakuan (kgcm²)

Fb adalah tegangan lentur bambu (kg/cm²) h adalah tinggi total penampang komposit (cm) I adalah inersia tampang (cm4)

M adalah momen (kgcm)

N adalah Jumlah penghubung geser S adalah statis momen (cm³) τ adalah tegangan geser (kg/cm²) V adalah gaya geser (kg)

W adalah tahanan momen (cm³) D adalah diameter batang paku (mm)

kd

σ adalah kokoh desak kayu (kg/cm2) Vh adalah gaya geser horizontal (kg)

Qn adalah kuat nominal penghubung geser (kg) Z adalah tahanan lateral acuan satu paku (N) ts adalah tebal kayu sekunder (mm)


(14)

p adalah kedalaman penetrasi efektif batang alat pengencang pada komponen pemegang (mm)

Fyb adalah kuat lentur paku (N/mm2) λ adalah angka kelangsingan Z’ adalah tahanan lateral terkoreksi Cd adalah faktor kedalaman penetrasi Ceg adalah faktor serat ujung adalah 0.67

Cm adalah faktor koreksi untuk sambungan paku miring adalah 0.83 Cdi adalah faktor koreksi untuk sambungan diafragma

CM adalah faktor koreksi layan basah

Cf adalah faktor koreksi ukuran adalah 1.0 Ct adalah faktor koreksi temperatur

Cpt adalah faktor koreksi pengawetan kayu Crt adalah faktor koreksi tahan api

λ adalah faktor waktu adalah 1.0 Zw adalah tahanan cabut, Newtons (N) nf adalah jumlah alat pengencang Zw’ adalah tahanan cabut terkoreksi

Ctn adalah faktor koreksi pada sambungan paku miring adalah 0.67

α adalah sudut yang dibentuk oleh beban dan permukaan kayu, dalam derajat (0º < α < 90º)

Zu adalah gaya perlu pada sambungan

φz adalah faktor reduksi tahanan untuk sambungan adalah 0.65 σb adalah tegangan lentur yang terjadi, (kg/cm)


(15)

PERILAKU BALOK KOMPOSIT BAMBU BETUNG-BETON DENGAN BAMBU DIISI DI DALAM BALOK BETON

(EKSPERIMEN)

ABSTRAK

Penelitian ini mengenai komposit balok bambu-beton. Dimana bambu bulat utuh digunakan sebagai pengganti tulangan. Bambu yang digunakan adalah bambu betung, karena sifatnya yang keras, berdiameter besar, berdinding tebal dan memiliki kuat tarik dan elastisitas yang cukup tinggi.

Perencanaan balok komposit dengan metode kuat batas (ultimate strength design). Diameter bambu 11 cm dengan tebal 2 cm, beton mutu K175 dimensi 23cm x 35 cm dan menggunakan paku 4.2 inchi sebagai penghubung geser. Panjang bentang balok adalah 3 m dan dibuat 2 sampel. Dari hasil pengujian diperoleh beban runtuh sampel pertama adalah 14 Ton dan balok kedua 13.5 Ton sedangkan secara teoritis beban runtuhnya adalah 10.5 Ton. Maka perbandingan hasil penelitian dan teoritis untuk sampel pertama adalah 1.333 dan sampel kedua 1.286. Dari hasil pengamatan tidak terjadi slip antara kedua bidang kontak hal ini menunjukkan penghubung geser cukup kuat membentuk aksi komposit.

Dari hasil penelitian ini diharapkan bambu betung dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti tulangan, terutama pada konstruksi rumah dan jembatan di daerah terpencil. selain harganya yang relatif murah dan terjangkau juga sangat mudah ditemukan dan jumlahnya yang cukup melimpah.


(16)

PERILAKU BALOK KOMPOSIT BAMBU BETUNG-BETON DENGAN BAMBU DIISI DI DALAM BALOK BETON

(EKSPERIMEN)

ABSTRAK

Penelitian ini mengenai komposit balok bambu-beton. Dimana bambu bulat utuh digunakan sebagai pengganti tulangan. Bambu yang digunakan adalah bambu betung, karena sifatnya yang keras, berdiameter besar, berdinding tebal dan memiliki kuat tarik dan elastisitas yang cukup tinggi.

Perencanaan balok komposit dengan metode kuat batas (ultimate strength design). Diameter bambu 11 cm dengan tebal 2 cm, beton mutu K175 dimensi 23cm x 35 cm dan menggunakan paku 4.2 inchi sebagai penghubung geser. Panjang bentang balok adalah 3 m dan dibuat 2 sampel. Dari hasil pengujian diperoleh beban runtuh sampel pertama adalah 14 Ton dan balok kedua 13.5 Ton sedangkan secara teoritis beban runtuhnya adalah 10.5 Ton. Maka perbandingan hasil penelitian dan teoritis untuk sampel pertama adalah 1.333 dan sampel kedua 1.286. Dari hasil pengamatan tidak terjadi slip antara kedua bidang kontak hal ini menunjukkan penghubung geser cukup kuat membentuk aksi komposit.

Dari hasil penelitian ini diharapkan bambu betung dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti tulangan, terutama pada konstruksi rumah dan jembatan di daerah terpencil. selain harganya yang relatif murah dan terjangkau juga sangat mudah ditemukan dan jumlahnya yang cukup melimpah.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Struktur komposit merupakan gabungan antara dua atau lebih bahan

bangunan yang berbeda sehingga merupakan satu kesatuan dalam menahan gaya atau

beban luar. Struktur komposit memanfaatkan sifat fisik dan mekanik masing masing

bahan sehingga akan diperoleh komponen yang lebih baik dan mempunyai

kelebihan-kelebihan tertentu bila dibandingkan dengan bahan yang membentuknya.

Beton merupakan bahan konstruksi yang sangat penting dan paling dominan

digunakan pada struktur bangunan. Beton merupakan bahan konstruksi yang

mempunyai banyak kelebihan antara lain, mudah dikerjakan dengan cara mencampur

semen, agregat, air dan bahan tambahan lain bila diperlukan dengan perbandingan

tertentu. kelebihan beton yang lain adalah, ekonomis (dalam pembuatannya

menggunakan bahan dasar lokal yang mudah diperoleh), dapat dibentuk sesuai

dengan kebutuhan yang dikehendaki, mampu menerima kuat tekan dengan baik,

tahan aus, rapat air, awet dan mudah perawatannya, maka beton sangat populer

dipakai baik untuk struktur – struktur besar maupun kecil.

Namun beton memiliki kelemahan yaitu tidak mampu menahan gaya tarik,

dimana nilai kuat tarik beton berkisar 9% - 15% dari kuat tekannya

(Dipohusodo,1994). Oleh karena itu umumnya beton diperkuat dengan batang

tulangan baja untuk menahan gaya tarik yang terjadi.

Namun saat ini harga bahan bangunan termasuk bahan tulangan beton cukup

tinggi, oleh karena itu perlu dicari bahan bangunan alternatif pengganti tulangan baja


(18)

Bambu adalah tumbuhan yang banyak tumbuh di indonesia, mudah di dapat

dan harganya cukup murah. Selain itu dari beberapa penelitian bambu memiliki kuat

tarik yang cukup tinggi. Oleh karena itu bambu dapat dijadikan alternatif untuk

memperkuat balok beton untuk menahan tegangan tarik.

Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, bambu memegang

peranan sangat penting. Bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang

baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah

dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah

diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan

lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Bambu menjadi

tanaman serbaguna bagi masyarakat pedesaan.

Karena perannya sebagai tumbuhan serba guna, bambu dapat digunakan

sebagai alternatif pengganti kayu. Dengan pemakaian bambu diharapkan penggunaan

kayu menjadi berkurang yang akhirnya dapat mengurangi penebangan hutan. Hal ini

merupakan upaya dalam pelestarian hutan.

Sebagai bahan bangunan, bambu mempunyai beberapa keuntungan :

1. Bambu dapat tumbuh dengan cepat sekitar 7 cm sampai 40 cm dalam kondisi

ideal dan dapat dipergunakan dalam waktu yang relatif singkat serta

pertumbuhannnya kontinu (3 - 5 tahun sudah dapat ditebang)

2. Memiliki sifat mekanik yang baik dan rasio yang tinggi antara kekuatan dan

berat.

3. Bambu mempunyai kekuatan tarik yang cukup tinggi (Beberapa Jenis bambu


(19)

4. Bambu mempunyai serat yang sejajar, sehingga kekuatan terhadap gaya

normal cukup baik.

5. Bambu berbentuk pipa sehingga momen lembamnya cukup tinggi oleh karena

itu bambu cukup baik untuk memikul momen lentur.

Dalam penelitian ini bambu yang digunakan bambu betung (Dendrocalamus Asper), karena serat bambu betung cukup rapat dan ruasnya panjang. Selain itu, bambu ini bersifat keras dan dinding batangnya relatif tebal yakni sekitar 1-3 cm.

Lebih tahan lama dam memiliki kuat tarik yang cukup tinggi. Itulah sebabnya bambu

betung lazim dipakai untuk bahan bangunan. Selain itu Bambu Betung ini juga cukup

mudah di dapat di Indonesia.

Komposit bambu–beton memungkinkan untuk menjadi alternatif pilihan.

Pada penelitian ini bambu diisi di di dalam beton, selain sebagai perkuatan untuk

menahan tegangan tarik yang terjadi pada balok juga untuk mengurangi jumlah

material penyusun beton sehingga biaya konstruksi akan lebih murah, khususnya

bagi daerah yang sulit mendapatkan material penyusun beton, sementara banyak

terdapat material bambu sehingga tercapai harga yang ekonomis.

Dengan demikian penggunaan bambu betung dan beton sebagai komposit

dapat dilakukan. Kekuatan batang struktur bambu meningkat karena berada di dalam

beton, sedangkan keretakan beton dapat dicegah oleh kekuatan Bambu. Tegangan

tekan dapat ditahan oleh lapisan beton dan tegangan tarik oleh Bambu. Tulangan

yang digunakan pada beton dapat mencegah retak susut beton.

Perilaku komposit hanya akan terjadi jika potensi terjadinya slip antara kedua

material ini dapat dicegah. Penghubung geser adalah alat sambung mekanik yang


(20)

tersebut, sehingga pada keadaan komposit kedua material bekerja sama sebagai satu

kesatuan. Penghubung geser yang dipasang pada bidang kontak balok dapat berupa

penghubung geser menerus seperti perekat /lem, atau dapat juga penghubung geser

yang dipasang secara discrete seperti baut,paku, pasak, dan alat penghubung geser lainnya yang sifatnya dipasang secara satuan.

Untuk itu perlu dilakukan perencanaan untuk mengetahui struktur komposit

Bambu Betung – beton memiliki kekuatan yang cukup baik untuk suatu struktur

dengan biaya yang cukup ekonomis. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk

mengetahui apakah komposit ini layak dan aman dipakai dalam struktur bangunan.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini antara lain:

a. Apakah bambu betung dan beton dapat dipadukan menjadi sebagai suatu struktur

komposit yang layak dan aman dipakai dalam struktur bangunan?

b. Bagaimana perilaku balok komposit Bambu Betung yang berada di dalam beton

terhadap kekuatan lentur?

c. Seberapa besar Bambu Betung mampu memikul tegangan tarik akibat

pembebanan?

d. Bagaimana bentuk grafik hubungan beban dan lendutan dari benda uji yang

diteliti?

e. Bagaimana pola retak yang terjadi akibat pembebanan pada komposit Bambu


(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Melakukan pengujian pembebanan terhadap komposit Bambu Betung yang

dimasukkan di dalam beton di laboratorium

b. Mengetahui besarnya lendutan dan beban maksimal dari pengujian

c. Memperoleh gambaran tentang kuat lentur komposit bambu–beton

d. Mengetahui kekakuan struktur komposit dari hubungan beban–lendutan (P-Δ) e. Mengetahui pola retak yang terjadi pada komposit bambu beton

f. Membandingkan hasil teoritis dengan eksperimen

1.4 Batasan Masalah

Dalam penelitian yang akan dilakukan, ada beberapa lingkup masalah yang

dibatasi, yaitu karakteristik bahan yang digunakan sebagai benda uji adalah sebagai

berikut :

a. Bambu yang dipakai adalah bambu Betung

b. Komposit Bambu – Beton berprilaku sebagai Balok

c. Benda uji berupa Balok persegi, dengan bambu dimasukkan di dalam beton

d. Mechanical Properties dipakai adalah small sample dimana bambu yang diteliti

merupakan bambu yang masih alami dan tidak ada perubahan bentuk fisik akibat

proses pengawetan atau proses kimia lainnya

e. Bahan bambu bersifat homogen dan autotropis

f. Mechanical properties konstan dari setiap jenis bambu pada suatu balok komposit

Bambu – beton


(22)

h. Kuat tekan beton rencana adalah K-175

i. Tulangan yang digunakan pada beton adalah tulangan minimum yaitu tulangan

polos yang berdiameter 6 mm

j. Pengaruh tulangan beton diabaikan

k. Bentang benda uji balok komposit yang diuji adalah ± 3 meter

l. Beban dianggap bekerja pada pusat geser (shear center) sehingga balok tidak

dibebani puntiran

m. Beban yang berkerja adalah beban terpusat

n. Komposit yang terjadi pada bambu-beton dianggap penuh (fully connected)

o. Balok komposit didesain dengan metode Ultimate sebanyak 2 buah.

p. Penghubung geser yang dipakai dan diuji dalam penelitian ini adalah paku

1.5 Mekanisme Pengujian

Adapun metodologi dan tahapan pelaksanaan yang digunakan dalam

eksperimen tugas akhir ini adalah :

1. Pengujian physcal dan mechanical properties bambu untuk mendapatkan:

a. Kadar air

b. Berat jenis

c. Kuat tekan sejajar serat

d. Teganan lentur ultimate


(23)

2. Pengujian kuat tekan beton

3. Pendesainan komposit balok bambu-beton dengan metode ultimate sebanyak 2

buah

4. Pembuatan 2 buah benda uji komposit balok bambu-beton dilakukan di

Laboratorium Bahan Rekayasa Program Strata Satu ( S 1 ) Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara

5. Pemberian beban dengan Hydraulic Jack setelah benda uji berumur 28 hari akan dilakukan di Laboratorium Struktur Program Magister (S 2) Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

6. Pengujian dilakukan dengan cara meletakkan balok komposit di atas 2 tumpuan,

sendi dan rol. Kemudian diberi Beban statik dengan menggunakan Hydraulic

Jack dengan kondisi dimana beton sudah mencapai umur 28 hari sampai benda

uji runtuh. Beban P diberikan secara bertahap dan pada tiap tahap pembebanan

dicatat lendutan yang terjadi pada titik-titik dimana dial gauge terpasang. Retak

yang terjadi diberi tanda dan dicatat. Kemudian akan dilihat fenomena apa yang

akan terjadi pada komposit Bambu – beton ini. Penelitian akan diamati dari

keadaan elastis sampai plastis. Sampai di dapat beban maksimum yang mampu


(24)

Gambar I.1 Pemberian Beban pada struktur komposit balok bambu-beton

P

½P

½P

3.00 m

1

1

B

H

Ø 11 cm

(Bambu Betung)

Tul Ø 6 mm

BETON K175

Paku

pot I-I

POT I-I

7. Pengujian regangan balok komposit dilakukan bersama dengan pengukuran

lentur, hanya pada pengukuran regangan balok lebih dahulu ditentukan 3 (tiga)

titik pengamatan yaitu: pada daerah tarik, garis tengah penampang, dan pada

daerah tekan benda uji. Pada setiap tahap pembebanan, dibaca dan dicatat

besarnya pertambahan dan pengurangan panjang diserat atas, tengah dan bawah


(25)

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika Pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara

garis besar isi setiap bab yang dibahas pada Tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah,

sistematika penulisan dari tugas akhir ini.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian tentang Bambu yaitu struktur anatomi bambu, sifat fisik

dan mekanika bambu, beton yaitu bahan penyusun beton serta kuat tekan beton yang

akan digunakan sebagai suatu struktur komposit dan shear connector paku.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang mekanisme pelaksanaan penelitian yaitu mulai

tahap persiapan, pembuatan benda uji, pengujian benda uji dan sampai pada tahap

pengambilan data.

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi analisa dan hasil pengujian benda uji dalam penelitian ,meliputi

pengujian sifat fisik bambu, pengujian sifat mekanika bambu, hasil pengujian kuat

tekan silinder beton, pengujian balok komposit bambu-beton serta perbandingan

antara perhitungan teoritis dengan penelitian yang dilakukan dilakukan dan


(26)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan – kesimpulan yang didapat dari seluruh proses

kegiatan tugas akhir ini serta saran – saran untuk pengembangan penelitian serta

saran – saran yang membangun agar dapat diperoleh penulisan skripsi yang lebih


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Bambu

Bambu merupakan tanaman berumpun dan termasuk dalam family gramineae

dan terdapat hampir diseluruh dunia kecuali di Eropa. Jumlah yang ada di daerah

Asia Selatan dan Asia Tenggara kira-kira 80% dari keseluruhan yang ada di dunia

(Uchimura, 1980). Di seluruh dunia diperkirakan ada sekitar 1.000 jenis bambu

dimana Indonesia memiliki 142 jenis, baik yang endemik (hanya terdapat di satu

kawasan) maupun yang tersebar di Asia Tenggara (Rahardi 2008).

Bambu merupakan salah satu dari beberapa material atau bahan konstruksi

yang sudah cukup lama dikenal di masyarakat. Sebagai material bangunan, bambu

sangat mudah didapatkan bahkan di pelosok-pelosok desa bambu telah menjadi

tanaman ‘wajib’ penghias pekarangan. Tanaman rakyat ini dikenal pertumbuhannya

sangat cepat, bambu dengan kualitas tinggi dapat diperoleh pada umur 2 sampai 5

tahun. (Morisco, 1999) Panennya pun cukup ramah lingkungan. Proses panen yang

masih menyisakan rumpun bambu tidak mengganggu keseimbangan kondisi tanah

sehingga erosi dapat dihindari.

Seperti diketahui bahwa Indonesia termasuk sebagai daerah rawan gempa

sehingga penggunaan bambu sebagai material bangunan lebih baik karena

strukturnya yang ringan menyebabkan ketahanan yang lebih tinggi terhadap getaran

gempa. Meski ringan bambu memiliki kekuatan yang cukup baik, sifat mekanika

berdasarkan penelitian yang dilakukan Morisco (1994) menunjukan bahwa kekuatan


(28)

Sebagai bahan konstruksi alami, bambu mempunyai sifat – sifat fisis dan

mekanis yang khas dan sangat berbeda dengan bahan konstruksi yang lain. Oleh

karena itu, dalam pemanfaatan bambu sebagai bahan konstruksi kita harus sedikit

banyaknya mengetahui tentang beberapa sifat – sifat tersebut tersebut agar dalam

penggunaannya dapat dikembangkan secara maksimal.

II.1.1 Sifat Bahan Bambu

Bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk

dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah,

mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut.

Selain itu tanaman bambu mempunyai ketahanan yang luar biasa. Rumpun

bambu yang telah dibakar, masih dapat tumbuh lagi, bahkan saat Hiroshima dijatuhi

bom atom sampai rata dengan tanah, bambu adalah satu-satunya jenis tanaman yang

masih dapat bertahan hidup. Ditambah lagi sifat bambu elastis sehingga struktur

bambu mempunyai ketahanan yang tinggi baik terhadap angin maupun gempa.

II.1.2 Sifat Fisis Bambu

Physical Properties atau Sifat fisis adalah sifat yang berhubungan dengan faktor-faktor dalamyang bekerja pada benda itu sendiri. Sifat fisis bambu ditentukan

oleh faktordalam yang meliputi :

1. Banyaknya zat dinding sel yang ada pada bambu,

2. Susunandan arah mikrofibril dalam sel-sel,

3. jaringan-jaringan dan Susunan kimia zatdinding sel.


(29)

II.1.2.1 Kadar Air Bambu

Bambu termasuk zat higroskopis, artinya bambu mempunyai afinitas terhadap

air, baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kayu atau bambu mempunyai

kemampuan mengabsorpsi atau desorpsi yang tergantung dari suhu dan kelembaban

udara disekelilingnya. Menurut Liese (dalam Pathurahman, 1998), kandungan air

dalam batang bambu bervariasi baik arah memanjang maupun arah melintang. Hal

itu tergantung dari umur, waktu penebangan dan jenis bambu.

Kadar air dinyatakan sebagai kandungan air yang berada dalam bambu.

Namun bambu selalu berusaha mencapai keseimbangan, EMC (Equilibrium Moisture Content). Semua nilai sifat-sifat kekuatan bambu meningkat seiring dengan menurunnya kadar air dan berkolerasi positif dengan berat jenis.

II.1.2.2 Berat Jenis Bambu

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan bambu adalah berat

jenis bambu. Berat jenis dinyatakan sebagai perbandingan antara berat kering tanur

suatu benda terhadap berat suatu volume air yang sama dengan volume benda itu.

Berat jenis bambu merupakan banyaknya zat kayu atau zat dinding sel.

Bambu yang mempunyai berat jenis besar berarti mempunyai jumlah zat dinding sel

persatuan volume besar. Selanjutnya zat kayu ditentukan oleh beberapa faktor antara

lain tebal dinding sel, besarnya sel dan jumlah sel berdinding tebal.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Triwiyono dan Morisco (2000)


(30)

petung..Adapun hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel II.1 Perbedaan tidak

Nampak nyata pada analisis varian berat jenis bambu petung basah dan kering.

Tabel II.1 Kadar air dan Berat Jenis Betung (Dendrocalamus Asper)

Posisi Nomor Bambu Basah Bambu Kering Udara

Kadar Air (%) Berat Jenis Kadar Air (%) Berat Jenis

Pangkal

1 28.610 0.634 5.381 0.646

2 34.256 0.680 4.390 0.663

3 35.361 0.603 5.909 0.682

Rata-rata 36.076 0.639 5.227 0.664

Tengah

1 41.129 0.695 6.250 0.711

2 36.402 0.701 6.926 0.702

3 35.965 0.712 6.859 0.769

Rata-rata 37.832 0.703 6.678 0.727

Ujung

1 38.699 0.754 6.034 0.763

2 36.078 0.712 8.756 0.697

3 35.517 0.686 6.818 0.820

Rata-rata 36.765 0.717 7.203 0.706

(Sumber : Triwiyono dan Morisco, 2000 dalam Morisco, 2004)

II.1.3 Sifat Mekanis Bambu

Sifat mekanis adalah sifat yang berhubungan dengan kekuatan bahan dan

merupakan ukuran kemampuan bahan untuk menahan Gaya luar (Membebani benda

tersebut) yang bekerja padanya dan cenderung untuk merubah bentuk dan ukurannya.

Sifat mekanis meliputi Kuat Tarik, Kuat Tekan, Kuat Geser dan Kuat Lentur.

II.1.3.1 Kuat Tarik Bambu

Kuat tarik bambu yaitu suatu ukuran kekuatan bambu dalam hal


(31)

terlepas satu sama lain. Kekuatan tarik dibedakan menjadi dua macam yaitu kekuatan

tarik tegak lurus serat dan kekuatan tarik sejajar serat. Kekuatan tarik sejajar arah

serat merupakan kekuatan tarik yang terbesar pada bambu. Kekuatan tarik tegak

lurus serat mempunyai hubungan dengan ketahanan bambu terhadap pembelahan

(Yododibroto, 1979).

Tabel II.2 Kuat Tarik Bambu Kering Oven

Jenis Bambu Kuat Tarik (Kg/cm

2 ) Tanpa Nodia Dengan Nodia

Ori 2968 1305

Betung 1938 1183

Wulung 1693 1499

Tutul 2203 755

Sumber : Morisco (1996)

Dari tabel diatas terlihat bahwa kekuatan bambu dengan nodia lebih rendah

dari bambu tanpa nodia. Turunnya kekuatan ini disebabkan karena serat bambu di

sekitar nodia tidak lurus, sebagian berbelok menjauhi sumbu batang sedang sebagian

lain berbelok menuju sumbu batang.

Menurut Morisco berdasarkan penelitiannya pada tahun 1994-1999 dalam

membandingkan kuat tarik bambu Ori dan petung dengan baja struktur bertegangan

leleh 2400 kg/cm2 mewakili baja beton yang banyak terdapat dipasaran, dilaporkan

kuat tarik kulit bambu Ori cukup tinggi yaitu hampir mencapai 5000 kg/cm2 atau

sekitar dua kali tegangan leleh baja. Sedang untuk spesimen dari bambu petung kuat

tarik rata-ratanya juga lebih tinggi dari tegangan luluh baja, hanya satu spesimen saja


(32)

P

P

Serat Bambu

Gambar II.1 Diagram tegangan-regangan Bambu dan Baja (Morisco, 1999)

Janssen (1980) menyatakan bahwa kekuatan tarik bambu akan menurun

dengan meningkatnya kadar air, kekuatan tarik maksimum bagian luar bambu paling

besar dibandingkan dengan bagian-bagian yang lain.

Gambar II.2 Batang Bambu menerima gaya tarik

II.1.3.2 Kuat Tekan Bambu

Kekuatan tekan merupakan kekuatan bambu untuk menahan gaya dari luar

yang datang pada arah sejajar serat yang cenderung memperpendek atau menekan


(33)

Gaya tekan yang bekerja sejajar serat bambu akan menimbulkan bahaya

tekuk pada bambu sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus arah serat akan

menimbulkan retak pada bambu.

Bahaya Tekuk

P

P

Gambar II.3 Batang Bambu menerima gaya tekan sejajar serat

P

P

Bambu

Gambar II.4 Batang Bambu menerima gaya tekan tegak lurus serat

Kekuatan tekan bambu semakin tinggi dari pangkal menuju ujung, sesuai

dengan meningkatnya jumlah serat sklerenkim yang merupakan pendukung utama

keteguhan bambu dan dipengaruhi oleh berat jenis dan masa dari bambu tersebut.

Jadi kekuatan tekan dari bambu meningkat dari pangkal menuju ujung seiring

dengan berkurangnya kadar air/kenaikan berat jenis dari bambu tersebut juga

diakibatkan prosentase kulit (bagian yang keras) terhadap tebal dinding pada ujung


(34)

P

P

Gaya Geser

Beberapa hal penting tentang Kuat Tekan sejajar arah serat bambu pada

beberapa jenis bambu :

 Keteguhan tekan sejajar arah serat pada bambu berumur 3 tahun ternyata

lebih tinggi dari pada keteguhan sejenis pada bambu berumur 6 tahun.

 Keteguhan tekan sejajar arah serat mengalami peningkatan sejalan dengan

meningkatnya posisi vertikal contoh uji dari pangkal ke arah ujung batang.

Hal ini disebabkan oleh kondisi kerapatan berkas pengangakutan yang

semakin meningkat pula mengikuti peningkatan posisi vertikal pada batang.

 Keteguhan tekan sejajar arah serat tidak berpengaruh oleh kehadiran nodia

pada contoh uji.

II.1.3.3 Kuat Geser

Kekuatan geser adalah ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya

menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian bambu bergeser dari bagian lain

didekatnya.

Gambar II.5 Batang Bambu menerima Gaya Geser

Kekuatan geser berbeda-beda pada tebalnya dinding batang bambu (kekuatan

geser pada dinding bambu 10 mm menjadi 11% lebih rendah daripada dinding

bambu setebal 6 mm), dan pada bagian ruas dan bagian di antara ruas batang bambu.


(35)

Nilai kuat geser bambu memiliki prinsip dan hubungan yang sama dengan

kuat tekan bambu dimana kekuatan geser bambu juga turut dipengaruhi oleh berat

jenis bambu dan masa serat dari bambu itu sendiri.

II.1.3.4 Kuat Lentur Bambu

Kuat Lentur merupakan ukuran kemampuan suatu bahan menahan lentur

(Beban) yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang serat di tengah-tengah bahan

yang di tumpu pada kedua ujungnya tanpa terjdi perubahan bentuk yang tetap.

Kuat Lentur dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kuat Lentur statik

dan kuat Lentur pukul. Kuat Lentur statik menunjukkan kekuatan bambu dalam

menahan gaya yang mengenainya perlahan-lahan, sedangkan kuat Lentur pukul

adalah kekuatan bambu dalam menahan gaya yang mengenainya secara mendadak.

Gambar II.6 Batang Bambu yang menerima beban lentur

Balok bambu yang terletak pada dua tumpuan atau lebih, bila menerima

beban berlebihan akan melengkung/melentur. Pada bagian sisi atas balok akan terjadi

tegangan tekan dan pada sisi bawah akan terjadi tegangan tarik yang besar (lihat

Gambar II.6). Akibat tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan bambu maka


(36)

II.1.4 Tegangan Ijin Bambu untuk Perancangan

Dalam perancangan struktur, bangunan yang akan dibuat harus ekonomis,

aman dan tidak mengkhawatirkan. Kekuatan bambu sangat dipengaruhi oleh keadaan

lingkungan, kesuburan tanah serta lokasi tempat tumbuh. Perancangan struktur harus

didasarkan kekuatan bambu dengan memperhitungkan faktor aman secukupnya.

Tegangan Ijin untuk Perancangan Penelitian-penelitian yang pernah

dilakukan telah mendapatkan angka-angka yang menunjukan kekuatan bambu, tetapi

perlu diingat bahwa bambu merupakan bahan organik yang tumbuh secara alami

sehingga memiliki kekuatan yang tidak seragam pada satu jenisnya dan pada

kenyataannya bambu dari jenis yang sama memiliki kekuatan yang tidak selalu sama.

Menyadari bahwa pemakaian bambu sebagai bahan bangunan cukup banyak

dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum melalui

Pusat penelitian dan Pengembangan Pemukiman telah melakukan penelitian

mendalam tentang bambu khususnya dalam upaya untuk membuat pedoman bagi

masyarakat untuk mengetahui sifat fisik dan mekanika bambu. Adapun hasil

penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel II.5.

Tabel II.3 Kuat Batas dan Tegangan Ijin Bambu (Morisco, 1999)

Jenis Tegangan

Kuat Batas (Kg/cm2)

Tegangan Ijin (Kg/cm2)

Tarik 981 – 3920 294.2

Lentur 686 – 2940 98.07

Tekan 245 – 981 78.45

E Tarik 98070 – 294200 196.1 x 103


(37)

Pada tabel II.5 merekomendasikan tegangan ijin yang dapat dipakai oleh

berbagai macam bambu. Tentunya tegangan ijin yang direkomendasikan ini

cenderung berada pada posisi yang aman untuk pemakaian. Dengan demikian

angka-angka tersebut jika dipakai sebagai dasar dalam perancangan tentunya akan

menghasilkan struktur yang konservatif.

Jika diinginkan hasil perancangan yang baik, yaitu aman dan ekonomis, maka

pengujian kekuatan bahan perlu dilakukan. Hasil yang diperoleh, sebelum dipakai

untuk perancangan perlu dikombinasikan dengan faktor aman secukupnya.

Dalam praktek bambu sering dipasang dalam keadaan masih segar sehabis

dipotong dari rumpun. Setelah terpasang pada bangunan, secara berangsur-angsur air

bambu akan menguap. Prawirohatmodjo (1990) telah membuktikan bahwa

pemakaian bambu segar tidak membahayakan, karena setelah bambu kering

kekuatannya bahkan sedikit meningkat.

II.1.5 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis

Pemilihan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur

harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku.

Berdasarkan modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan

lainnya dapat diambil mengikuti tabel II.6 Kuat acuan yang berbeda dengan Tabel

II.6 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti


(38)

Tabel II.4 Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar air 15% ( berdasarkan PKKI NI - 5 2002 )

Kode

Mutu Ew Fb Ft// Fc// Fv Fc┴

E26 E25 E24 E23 E22 E21 E20 E19 E18 E17 E16 E15 E14 E13 E12 E11 E10 25000 24000 23000 22000 21000 20000 19000 18000 17000 16000 15000 14000 13000 14000 13000 12000 11000 66 62 59 56 54 56 47 44 42 38 35 32 30 27 23 20 18 60 58 56 53 50 47 44 42 39 36 33 31 28 25 22 19 17 46 45 45 43 41 40 39 37 35 34 33 31 30 28 27 25 24 6,6 6,5 6,4 6,2 6,1 5,9 5,8 5,6 5,4 5,4 5,2 5,1 4,9 4,8 4,6 4,5 4,3 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 11 10 9

Dimana : Ew = Modulus elastis lentur

Fb = Kuat lentur

Ft// = Kuat tarik sejajar serat

Fc// = Kuat tekan sejajar serat

Fv = Kuat Geser


(39)

II.1.6 Bambu Betung (Dendrocalamus asper)

Pada ekperimen kali ini bambu yang akan digunakan sebagai bahan untuk

komposit Balok Bambu – beton adalah Bambu Betung (Dendrocalamus asper). Bambu betung termasuk dalam famili Graminae sub famili Bambusoidae

yang memiliki nama botani Dendrocalamus asper (Schult.F). Bambu ini memiliki nama-nama daerah diantaranya bambu betung coklat (Bengkulu), betung hijau

(Lampung), buluh batung (sumatera utara) dan betung hitam (Banyuwangi).

Bambu betung memiliki rumpun yang agak sedikit rapat. Dapat tumbuh di

dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 2000 m diatas permukaan

laut. Pertumbuhannya cukup baik khususnya untuk daerah yang tidak terlalu kering.

Warna kulit batang hijau kekuning-kuningan. Batang dapat mencapai panjang 10 -

14 meter, Panjang ruas 40-60 cm dengan diameter 6 – 15 cm, tebal dinding cukup

tebal yaitu 1-3 cm.

Bambu betung banyak dipakai sebagai bahan bangunan, perahu, kursi, dipan,

saluran air, penampungan air aren hasil sedapan, dinding (gedeg), dan berbagai jenis

kerajinan. Rebung betung terkenal paling enak.


(40)

II.2 Beton

Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang

lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang

membentuk masa padat (SK SNI 03-2847-2002). Kadang-kadang dalam

pencampuran ditambahan bahan lain (additif) yang masih plastis pada perbandingan tertentu sampai menjadi satu kesatuan yang homogen. kemudian dengan

menambahkan secukupnya bahan perekat semen dan air sebagai bahan pembantu

guna rekasi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung.

Beton akan meningkat kekuatannya seiring dengan bertambahnya umur.

Yang dimaksud umur di sini dihitung sejak beton dibuat. Kenaikan kekuatan beton

mula-mula cepat, yaitu antara umur 1 hari sampai 28 hari, akan tetapi semakin lama

kenaikan kekuatannya menjadi semakin lambat. Oleh karena itu sebagai standar

kekuatan beton dipakai kekuatan beton pada umur 28 hari.

Nilai Kuat Tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya.

Nilai kuat tarik beton hanya berkisar antara 9–15 % kuat tekannya. Pada

penggunaannya sebagai bahan bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang

tulangan baja atau bahan lain sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu

membantu kelemahan beton yaitu pada bagian yang menahan gaya tarik.

Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton merupakan fungsi dari:

a. Nilai perbandingan campuran dan mutu bahan susun,

b. Metode pelaksanaan pengecoran,

c. Pelaksanaan finishing,

d. Temperatur,


(41)

Beton keras yang baik adalah beton yang kuat, tahan lama, kedap air, tahan

aus, dan kembang susutnya kecil (Tjokrodimulyo 1996 : 2).

Sebagai bahan konstruksi beton juga memiliki kelebihan dan kekurangan

(Tjokrodimulyo 1996 : 2) antata lain sebagai berikut.

 Kelebihan beton sebagai bahan konstruksi adalah:

1. Beton mampu menahan gaya tekan dengan baik, serta mempunyai sifat

tahan terhadap korosi dan pembusukan oleh kondisi lingkungan.

2. Beton segar dapat dengan mudah dicetak sesuai dengan keinginan.

Cetakan dapat pula dipakai berulang kali sehingga lebih ekonomis.

3. Beton segar dapat disemprotkan pada permukaan beton lama yang retak

maupun dapat diisikan kedalam retakan beton dalam proses perbaikan.

4. Beton segar dapat dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang

pada tempat–tempat yang posisinya sulit.

5. Beton tahan aus dan tahan bakar, sehingga perawatannya lebih murah.

 Kekurangan Beton sebagai bahan konstruksi antara lain:

1. Beton dianggap tidak mampu menahan gaya tarik, sehingga mudah

retak. Oleh karena itu perlu di beri baja tulangan atau bahan lain sebagai

penahan gaya tarik.

2. Beton keras menyusut dan mengembang bila terjadi perubahan

suhu,sehingga perlu dibuat dilatasi (expansion joint) untuk mencegah terjadinya retakan – retakan akibat terjadinya perubahan suhu


(42)

3. Untuk mendapatkan beton kedap air secara sempurna, harus dilakukan

dengan pengerjaan yang teliti.

4. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan diteliti

secara seksama

II.2.1 Bahan- Bahan Penyusun Beton II.2.1.1 Semen

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam

pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi

pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar,

sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton

segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete).

Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk

suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat atau

dengan kata lain semen berfungsi sebagai bahan perekat bahan susun beton.

Semen Portland (PC) dibuat dari semen hidraulis (hydraulic binder) yang

dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terbuat dari batu kapur (CaCO3)

yang jumlahnya amat banyak serta tanah liat dan bahan dasar berkadar besi, terutama

dari silikat – silikat kalsium yang bersifat hidraulis ditambah dengan bahan yang

mengatur waktu ikat. (SK SNI 03 - 2847 – 2002).

Unsur utama Semen Portland terdiri dari: Trikalsium silikat (C3S atau


(43)

atau 3CaO.Al2O3),dan Tetrakalsium aluminoferit (C4AF atau 4CaO.Al2O3.Fe2O3).

(Neville, 1975).

Menurut SK SNI 03 – 2847 – 2002 Semen untuk bahan konstruksi harus

memenuhi salah satu dari ketentuan berikut:

1. SNI 15-2049-1994, Semen portland.

2. “Spesifikasi semen blended hidrolis” (ASTM C 595 ), kecuali tipe S dan SA yang tidak diperuntukkan sebagai unsur pengikat utama struktur beton.

3. "Spesifikasi semen hidrolis ekspansif" (ASTM C 845).

Menurut SNI 15-2049-1994 Semen Portland diklasifikasikan dalam lima

jenis, yaitu :

 Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Digunakan

untukbangunan-bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.

 Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Digunakan untuk konstruksi

bangunan dan beton yang terus-menerus berhubungan dengan air kotor atau

air tanah atau untuk pondasi yang tertahan di dalam tanah yang mengandung

air agresif (garam-garam sulfat) dan saluran air buangan atau bangunan yang

berhubungan langsung dengan rawa.

 Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal yang tinggi dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi. Semen

jenis ini digunakan pada daerah yang bertemperatur rendah, terutama pada


(44)

 Tipe IV, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah. Digunakan untuk pekerjaan-pekarjaan yang besar dan

masif, umpamanya untuk pekerjaan bendung, pondasi berukuran besar atau

pekerjaan besar lainnya.

 Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan

dengan air laut, air buangan industri, bangunan yang terkena pengaruh gas

atau uap kimia yang agresif serta untuk bangunan yang berhubungan dengan

air tanah yang mengandung sulfat dalam persentase yang tinggi.

Di dalam syarat pelaksanaan pekerjaan beton harus dicantumkan dengan jelas

semen yang boleh dipakai, dan harus selalu dipertahankan sesuai dengan yan dipakai

pada waktu penentuan rencana campuran.

II.2.1.2 Agregat

Dalam SK SNI 03 – 2847 – 2002 agregat didefinisikan sebagai material

granuler, misalnya pasir, kerikil, batu pecah dan kerak tungku pijar yang dipakai

bersama–sama dengan media pengikat untuk membentuk suatu beton atau adukan

semen hidraulik.

Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu

berkisar 70%-75% dari volume beton. Untuk mencapai kuat beton yang baik perlu

diperhatikan kepadatan dan kekerasan massanya, karena umumnya semakin padat

dan keras massa agregat akan makin tinggi kekuatan dan durability-nya (daya tahan terhadap penurunan mutu akibat pengaruh cuaca).


(45)

Untuk membentuk massa padat diperlukan susunan gradasi butiran agregat

yang baik. Di samping bahan agregat harus mempunyai cukup kekerasan, sifat kekal,

tidak bersifat reaktif terhadap alkali, dan tidak mengandung bagian – bagian kecil

(<70 micron) atau lumpur. Nilai kuat beton yang dicapai sangat ditentukan oleh mutu

agregat ini.

Indek yang dipakai untuk ukuran kehalusan dan kekasaran butir agregat

ditetapkan dengan modulus halus butir. Pada umumnya pasir mempunyai modulus

halus antara 1,5 sampai 3,8 dan kerikil antara 5 dan 8. Modulus halus butir campuran

dihitung dengan rumus :

W

=

Dimana: W = Persentase berat pasir terhadap berat kerikil,

K = Modulus halus butir kerikil,

P = Modulus halus butir pasir,

C = Modulus halus butir campuran.

II.2.1.2.1 Agregat Halus

Agregat Halus adalah Pasir alam sebagai hasil disintegrasi 'alami' batuan atau

pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir

terbesar 5,0 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200.

Pasir tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% terhadap berat

keringnya. Apabila kadar lumpur melebihi 5%, maka pasirnya harus dicuci. Lumpur

pada pasir dapat menghalangi ikatan dengan pasta semen. Selain itu agregat halus ini

tidak boleh mengandung zat-zat organik yang dapat merusak beton. Kegunannya


(46)

II.2.1.2.2 Agregat Kasar

Agregat kasar (kerikil/batu pecah) berasal dari disintegrasi ‘alami’ dari batuan

alam atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu (stone crusher) dengan ukuran butiran antara 5 mm sampai 40 mm. agregat kasar dinamakan kerikil, kricak, batu pecah atau split.

Ukuran maksimum nominal agregat kasar harus tidak melebihi:

1) 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan, ataupun

2) 1/3 ketebalan pelat lantai, ataupun

3) 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan-tulangan atau kawat-kawat, bundel

tulangan, atau tendon-tendon prategang atau selongsong-selongsong.

Agregat kasar harus terdiri dari butir–butiran yang keras, dan tidak berpori.

Agregat kasar yang mengandung butir–butir pipih hanya boleh dipakai apabila

jumlah butir–butir pipih tersebut tidak lebih 20% dari agregat seluruhnya. Agregat

harus memenuhi syarat kebersihan yaitu, tidak mengandung lumpur lebih dari 1 %,

dan tidak mengandung zat–zat organik yang dapat merusak beton.

Beberapa faktor dalam menentukan jenis Agregat kasar yang akan dipakai:

a. Gradasi, mempengaruhi kekuatan

b. Kadar air, mempengaruhi perbandingan air semen

c. Kebersihan, mempengaruhi kekuatan dan keawetan

Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih

kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk

pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan


(47)

II.2.1.3 Air

Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang sangat penting. Di dalam

campuran beton, air mempunyai dua buah fungsi, yang pertama, untuk

memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya

pengerasan, dan yang kedua, sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat agar

mudah dikerjakan dan dipadatkan.

Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sesuai

dengan SK SNI 03 – 2847 – 2002 yaitu sebagai berikut :

1) Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari

bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan-bahan organik,

atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.

2) Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di

dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung

dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang

membahayakan.

3) Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali

ketentuan berikut terpenuhi:

a. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran

beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.

b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang

dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus

mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari


(48)

II.2.1.4 Faktor Air Semen (fas)

Faktor air semen (fas) atau Water Cement Ratio (W.C.R) sangat mempengaruhi

kekuatan beton, fas merupakan perbandingan antara berat air dengan semen dalam

adukan beton. Agar terjadi proses hidrasi yang sempurna dalam adukan beton, pada

umumnya dipakai nilai faktor air semen (fas) antara 0.40 – 0.60 tergantung mutu

beton yang hendak dicapai. Kelebihan air meningkatkan kemampuan pengerjaan,

akan tetapi menurunkan kekuatan. Untuk menambah daya tahan workability

(kelecakan, sifat mudah dikerjakan) diperlukan nilai fas yang lebih tinggi.

Defenisi istilah perbandingan air semen perlu dijelaskan. Kesulitannya timbul

dari adanya air dalam takaran beton yang berasal dari tiga sumber :

1. air yang diserap dalam agregat (w)

2. air permukaan pada agregat (ws)

3. air yang ditambahkan selama mencampur (wm)

c w c

w m s semen air

Perbanding =ω +ω = ω

Rasio air tertentu diperlukan untuk memberikan aksi kimiawi didalam

pengerasan beton. Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai fas, semakin

rendah mutu kekuatan beton. Namun fas yang semakin rendah tidak selalu berarti

bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Nilai fas yang rendah akan menyebabkan

kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan

mutu beton menurun. Rata–rata ketebalan lapisan yang memisahkan antara partikel

dalam beton sangat bergantung pada faktor air semen yang digunakan dan kehalusan


(49)

II.2.2 Sifat – Sifat Beton

Dalam pengerjaan beton segar, sifat yang sangat penting harus diperhatikan

adalah kelecakan. Kelecakan adalah kemudahan pengerjaan beton (workability), dimana pada penuangan (placing) dan memadatkan (compacting) tidak menyebabkan munculnya efek negatif berupa pemisahan (segregation) dan pendarahan (bleeding).

Istilah kelecakan (workability) dapat didefinisikan dari tiga sifat berikut: a. Kompaktibilitas yaitu kemudahan dimana beton dapat dipadatkan dan

mengeluarkan rongga – rongga udara,

b. Mobilitas yaitu kemudahan dimana beton dapat mengalir ke dalam cetakan

dan membungkus tulangan,

c. Stabilitas yaitu kemampuan beton untuk tetap menjadi massa homogen

tanpa pemisahan selama dikerjakan.

Pada adukan yang tidak stabil, air dapat terpisah dari benda padat, kemudian

naik ke permukaan. Fenomena ini disebut pendarahan (bleeding). Sebaliknya, agregat kasar bisa terpisah dari mortar. Sedangkan fenomena ini disebut pemisahan

(segregation).

II.2.2.1 Kuat Tekan

Karena beton mempunyai sifat yang kuat terhadap tekan dan mempunyai sifat

yang relatif rendah terhadap tarik maka umumnya beton hanya diperhitungkan


(50)

tegangan-regangan yang timbul karena pengaruh pengaruh gaya tekan tersebut

digunakan sebagai dasar pertimbangan.

Nilai dari kuat tekan beton ditentukan dari tegangan tekan tertinggi (fc’) yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Dengan

demikian, seperti tampak pada gambar, harap dicatat bahwa tegangan fc’ bukanlah tegangan yang timbul pada saat benda uji hancur melainkan tegangan maksimum

pada saat regangan beton (εb) mencapai nilai ± 0,002. Selanjutnya nilai tegangan fc’ akan turun dengan bertambahnya nilai regangan sampai benda uji hancur pada nilai ε' mencapai 0.003 – 0.005.

Gambar II.8 Diagram Tegangan-Regangan Kuat Tekan Beton [Dipohusodo, 1999]

Pada SK SNI 03 – 2847 – 2002 menetapkan regangan kerja maksimum yang

diperhitungkan di serat tepi beton tekan terluar adalah 0.003 sebagai batas hancur


(51)

Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara nilai ± 10 – 65 MPa. Untuk

struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan

berkisar 17 – 30 MPa, sedangkan untuk beton prategang digunakan beton dengan

kuat tekan lebih tinggi berkisar antara 30 – 45 MPa. [Dipohusodo, 1999].

Faktor – faktor penting lainnya yang mempengaruhi kuat tekan beton yaitu

antara lain:

1. Jenis semen dan kualitasnya, mempengaruhi kekuatan rata – rata dan kuat

batas beton.

2. Perawatan (curing), kehilangan kekuatan sampai 40 % dapat terjadi bila

pengeringan diadakan sebelum waktunya.

3. Suhu, pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan

bertambahnya suhu. Pada titik beku kuat hancur akan tetap rendah untuk

waktu yang lama.

4. Umur, pada keadaan yang normal kekuatan beton bertambah dengan

umurnya. Kecepatan bertambahnya kekuatan tergantung pada jenis semen.

Misalnya dengan kadar alumina yang tinggi menghasilkan beton yang kuat

hancurnya pada 24 jam sama dengan Semen Portland biasa pada umur 28

hari. pengerasan berlangsung terus secara lambat sampai beberapa tahun.

Table II.5 Perbandingan kuat tekan beton pada berbagai umur untuk benda uji silinder yang dirawat di laboratorium

Umur Beton (hari) Portland Type I

3 7 14 21 28

0,46 0,70 0,88 0,96 1,00


(52)

II.2.2.2 Modulus Elastisitas Beton

SK SNI 03 – 2847 – 2002 memberikan nilai modulus elastisitas beton yaitu:

 Untuk nilai wc di antara 1500 kg/m3 dan 2500 kg/m3, nilai modulus elastisitas beton (Ec) :

Ec = 0.043 (dalam MPa)  Untuk beton normal Ec dapat diambil sebesar :

Ec= 4700

Dimana: Wc = Berat Satuan Beton (kg/m3)

= Kuat Tekan Beton yang disyaratkan (MPa)

Sesuai dengan teori elastisitas,secara umum kemiringan kurva pada tahan

awal (Gambar II.8) menggambarkan nilai modulus elastisitas suatu bahan.

B Y

Beban C

diambil

A

0

X Waktu

Aliran plastis atau rayapan

Pengembalian bentuk elastis

Perubahan bentuk elastis

Pengembalian bentuk plastis

Perubahan bentuk

tetap Benda uji dibebani Perubahan bentuk


(53)

Gambar II.9 Ilustrasi dari perubahan bentuk beton yang dibebani terhadap waktu (Sumber : L.J. Murdock; Bahan dan Praktek Beton, hal. 11)

Nilai regangan tidak berbanding lurus dengan nilai tegangannya berarti bahan

beton tidak sepenuhnya bersifat elastis, sedangkan nilai modulus elastisitas

berubah-ubah sesuai dengan kekuatannya.

Modulus elastisitas beton berubah-ubah tergantung kepada umur beton,

sifat-sifat dari agregat dan semen, kecepatan pembebanan, jenis dan ukuran dari benda uji.

Pada umumnya nilai kuat maksimum untuk mutu beton tertentu akan

berkurang pada tingkat pembebanan yang lebih lamban atau slower rates of strain. Nilai kuat beton beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya nilai kuat beton

ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari setelah pengecoran. Umumnya

pada umur 7 hari kuat beton mencapai 70 % dan pada umur 14 hari mencapai 85 % -

90 % dari kuat beton umur 28 hari.).

Tabel II.6 Nilai Modulus Elastis Beton Normal

F’c (Kg/cm2) Ec (MPa)

175 19500

200 20800

225 22100

250 23300

II.2.2.3 Kekuatan Tarik

Nilai kuat tarik beton relatif jauh lebih rendah daripada nilai kuat tekan beton.

Nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9% - 15% dari kuat

tekannya. Kuat tarik beton yang tepat sulit untuk diukur. Kekuatan tarik beton


(54)

tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos (tanpa

tulangan). Nilai ini sedikit lebih besar dari nilai tarik sesungguhnya.

SNI-Beton-2002 membatasi untuk beton normal, kekuatan beton dalam

menahan tarik akibat lentur adalah:

Fr = 0,70 f'c ini biasa dikenal dengan tegangan retak

Dengan Ec dan f’c dalam Mpa. Harga ini harus dikalikan faktor 0,75 untuk

beton ringan total dan 0,85 untuk beton ringan berpasir.

Dari berbagai hasil percobaan terlihat bahwa kekuatan tarik beton sangat

kecil dibandingkan kekuatan tekannya, sehingga dalam analisis atau desain kekuatan

tarik beton diabaikan, dan beton dianggap hanya dapat menahan gaya tekan.

II.2.2.4 Sifat Rangkak dan Susut Pada Beton

Pada beton yang sedang menahan beban akan terbentuk suatu hubungan

regangan dan tegangan yang merupakan fungsi dari waktu pembebanan. Beton

menunjukkan sifat elastis murni hanya pada waktu menahan beban singkat.

Sedangkan pada beban tidak singkat beton mengalami regangan dan tegangan akibat

pembebanan terjadi pula peningkatan regangan sesuai jangka waktu pembebanan

yang disebut deformasi rangkak (creep).

Rangkak adalah sifat dimana beton mengalami perubahan bentuk (deformasi)

permanen akibat beban tetap yang bekerja padanya. Rangkak timbul dengan

intensitas yang semakin berkurang untuk selang waktu tertentu dan kemungkinan


(55)

Pada umumnya beton mutu tinggi mempunyai tingkat nilai rangkap yang

lebih tinggi dibandingkan dengan beton mutu rendah. Besarnya deformasi rangkap

sebanding dengan beban yang ditahan dan juga jangka waktu pembebanan.

Pada umumnya rangkak tidak mengakibatkan dampak langsung terhadap

kekuatan struktur tetapi akan mengakibatkan timbulnya redistribusi tegangan pada

beban kerja dan kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan lendutan

(defleksi). Pada umumnya proses creep (rangkak) selalu dihubungkan dengan susut karena keduanya terjadi bersamaan dan sering kali memberikan pengaruh sama, yaitu

deformasi yang bertambah sesuai dengan berjalannya waktu.

Faktor yang mempengaruhi besarnya rangkak (creep) pada suatu struktur adalah sebagai berikut:

1. Sifat bahan dasar, seperti komposisi dan kehalusan semen, kualitas adukan,

dan kandungan mineral dalam agregat

2. Rasio air terhadap jumlah semen atau kadar air

3. Suhu pada waktu proses pengerasan

4. Kelembaban nisbi selama penggunaan

5. Umur beton pada saat beban bekerja

6. Lama pembebanan

7. Nilai tegangan

8. Nilai perbandingan luas permukaan dan volume komponen struktur

9. Nilai slump.

Sedangkan proses susut secara umum didefinisikan sebagai perubahan


(56)

mempengaruhi terjadinya rangkak juga mempengaruhi susut, khususnya

faktor-faktor yang berhubungan dengan hilangnya kelembaban.

Proses susut pada beton apabila dihalangi secara tidak merata (oleh

penulangan misalnya), akan menimbulkan deformasi yang umumnya meningkatkan

deformasi rangkak. Oleh karena itu, agar dapat dicapai tingkat kelayanan yang baik

diperlukan pengendalian dan perhitungan dalam proses susut tersebut.

II.2.3 Metode Perencanaan Kekuatan Batas/Ultimate

Pengujian terhadap balok beton bertulang memberikan suatu hasil bahwa

regangan bervariasi menurut jarak garis pusatnya ke serat tarik bahkan pada saat

beban mendekati beban batas. Tegangan tekan bervariasi hampir menurut suatu garis

lurus hingga tegangan dan regangan kira-kira akan mencapai seperti yang terlihat

pada gambar berikut:

Gambar II.10 Analisa Balok Persegi

Tegangan tekan bervariasi mulai dari nol pada garis netral hingga mencapai

nilai maksimum pada suatu titik yang dekat dengan serat terluar sisi tekan.


(57)

beberapa bentuk asumsi dapat digunakan secara praktis jika hasil perbandingan hasil

analisa sesuai dengan hasil pengujian. Bentuk yang umum digunakan adalah bentuk

persegi, parabola, dan trapesium.

Gambar II.11 Bentuk Distribusi Tekan

Whitney menggantikan blok kurva tegangan dengan suatu balok persegi

ekivalen dengan intensitas 0.85f’c dan kedalaman a = β1.c, seperti tampak pada

gambar diatas, luas balok persegi harus sama dengan luas balok kurva tegangan yang

sebenarnya dan pusat berat dari kedua balok ini juga harus berhimpit.

Dalam peraturan SK SNI 03-2847-2002, untuk nilai f’c yang lebih kecil atau sama dengan 30 Mpa nilai β1 ditentukan sebesar 0.85, dan nilai ini berkurang 0.05

untuk tiap kenaikan f’c sebesar 7 Mpa. Tetapi nilai ini tidak diambil kurang dari 0.65. Beberapa alasan digunakannya metode kuat batas (ultimate strength design) sebagai trend perencanaan struktur beton adalah:

1. Struktur beton bersifat in-elastis saat beban maksimum, sehingga teori elastis

tidak dapat secara akurat menghitung kekuatan batasnya. Untuk struktur yang


(58)

beban (beban batas/beban kerja) tidak diketahui dan dapat bervariasi dari struktu

dengan struktur lainya.

2. Faktor keamanan dalam bentuk faktor beban lebih rasional, yaitu faktor beban

rendah untuk struktur dengan pembebanan yang pasti, sedangkan faktor beban

tinggi untuk pembebanan yang fluktuatif (berubah-ubah).

3. Kurva tegangan-regangan beton adalah non-linier dan tegangan dari kurva,

misalnya regangan rangkak (creep) akibat tegangan yang konstan dapat beberapa kali lipat dari regangan elastis awal. Oleh karena itu, nilai rasio modulus yang

digunakan dapat menyimpang dari kondisi sebenarnya. Regangan rangkak dapat

memberikan redistribusi tegangan yang lumayan besar pada penampang struktur

beton, artinya tegangan sebenarnya yang terjadi pada struktur tersebut bias

berbeda dengan tegangan yang diambil dalam perencanaan.

4. Metode perencanaan kuat batas memanfaatkan kekuatan yang dihasilkan dari

distribusi tegangan yang lebih efisien yang dimungkinkan oleh adanya regangan

in-elastis.

5. Metode perencanaan kuat batas menghasilkan penampang struktur beton yang

lebih efisien.

6. Metode perencanaan kuat batas dapat digunakan untuk mengakses daktilitas


(59)

Gambar II.12 Hubungan non linier antara tegangan – regangan.

II.3 Konstruksi Komposit.

Menurut SK SNI 03 – 2847 – 2002 komponen struktur lentur beton komposit

adalah komponen struktur lentur beton yang dibuat secara pracetak dan/atau yang

dicor di tempat, yang masing-masing bagian komponennya dibuat secara terpisah,

tetapi saling dihubungkan sedemikian hingga semua bagian komponen bereaksi

terhadap beban kerja sebagai suatu kesatuan.

Komposit secara sederhana didefenisikan sebagai gabungan dari dua macam

atau lebih bahan bangunan yang modulus elastisnya berbeda digabungkan

sedemikian rupa, sehingga bekerja sama memikul beban yang bekerja sehingga

kelebihan sifat masing–masing bahan yang membentuk komponen struktur komposit

tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Struktur komposit adalah struktur yang tediri dari dua jenis bahan konstruksi


(60)

penghubung geser (shear connector). Penghubung geser ini dipasang untuk menghubungkan dua bahan tersebut sehingga secara bersama-sama dapat memikul

beban yang bekerja pada struktur.

Apabila struktur bekerja komposit sempurna, maka slip antara kedua bahan

tidak akan terjadi. Konsep analisis penampang komposit penuh didasarkan pada dua

kondisi, yaitu kondisi elastis dan non elastis. Kondisi elastis adalah kondisi dimana

kedua bahan masih berada dalam batas-batas elastis. Pada kondisi inelastis,

pembahasan dibatasi pada keadaan plastis.

Beberapa batasan dalam analisis struktur komposit ini diantaranya adalah:

1. Defleksi vertikal mempunyai nilai yang sama untuk kedua elemen, hal ini

berarti tidak ada gap antara bahan.

2. Penampang tetap rata baik sebelum atau sesudah dibebani, deformasi geser

antara dua elemen diabaikan.

3. Perilaku bahan yang digunakan adalah tidak elastis linier sehingga retak dan

keplastisan beton diperhitungkan.

4. Jarak antar penghubung geser adalah sama.

5. Friksi antara kedua bahan tidak diperhitungkan.

6. Gaya geser pada bidang batas sepenuhnya diambil oleh penghubung.

Bahan konstruksi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah balok komposit

bambu dengan beton. Komponen komposit bambu–beton adalah komposit yang

terbentuk dari bahan bambu dan beton, dengan perantara alat sambung geser,


(61)

Pada penggunaananya sebagai struktur bangunan, beton diperkuat dengan

batang tulangan baja untuk menahan gaya tarik yang terjadi, karena beton memiliki

nilai kuat tarik yang relatif rendah. Namun pada percobaan kali ini tegangan tarik

yang terjadi pada balok beton akan di perkuat dengan Bambu.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menghemat penggunaan bahan

bangunan, yaitu dengan cara menggabungkan bambu dan beton dalam satu kesatuan

struktur komposit. Dengan memanfaatkan kelebihan sifat mekanik masing–masing

bahan secara maksimal, akan didapat struktur gabungan yang lebih kuat

dibandingkan dengan masing–masing bahan penyusunnya

II.3.1 Penghubung Geser (Shear Connector)

Penghubung geser adalah alat sambung mekanik yang berfungsi memikul

beban geser yang timbul pada bidang kontak kedua material tersebut, sehingga pada

keadaan komposit kedua material bekerja sama sebagai satu kesatuan.

Alat penghubung geser yang kita kenal ada bermacam-macam diantaranya

paku, baut dan pasak. Dalam hal kekuatan sambungan tidak dibedakan apakah itu

sambungan desak atau sambungan tarik, yang menetukan kekuatan sambungan

bukan kekuatan–kekuatan tarik dan geser melainkan kuat desak pada lubang serta

kekuatan alat penghubung geser tersebut. Biasanya dalam analisis tegangan–

tegangan dalam arah sambungan maupun pada penampang penghubung geser

dianggap rata.

Beton dan bambu merupakan dua bahan bangunan yang berbeda sifat

mekanis dan fisiknya. Beton merupakan bahan konstruksi anorganis material yang


(62)

merupakan organis material yang peka terhadap lembab atau kadar air yang

dikandungnya, dan mempunyai kuat tarik yang cukup tinggi.

Bila dua bahan tersebut yakni beton dan bambu disatukan dengan cara

tertentu, yaitu dengan menggunakan penghubung geser yang sesuai, maka keduanya

akan menyatu dan mampu bereaksi sebagai komponen struktur komposit. Agar aksi

komposit dapat tercipta dengan sempurna, maka pada bidang kontak antara kedua

bahan tersebut tidak boleh terjadi geser dan atau pemisahan.

Pada balok tidak komposit (Gambar II.10a), jika gesekan antara kedua bahan

diabaikan, maka masing-masing bahan kan memikul suatu bagian beban secara

terpisah.

Gambar II.13 Perbandingan antara balok komposit dan balok tanpa komposit yang melendut.

Permukaan bawah beton mengalami perpanjangan akibat deformasi tarik,

sedangkan permukaan atas bambu akan mengalami perpendekan akibat deformasi

tekan. Apabila lekatan beton terhadap bambu diabaikan, maka tidak ada gaya geser


(1)

(Kg) atas tengah bawah atas tengah bawah Ɛc Ɛb

0 0 0 0 0 0 0 0 0

1000 -15 2 16 -0.05000 0.00667 0.05333 -0.075 0.043 2000 -29 11 30 -0.09667 0.03667 0.10000 -0.145 0.080 3000 -48 20 50 -0.16000 0.06667 0.16667 -0.240 0.133 4000 -63 31 62 -0.21000 0.10333 0.20667 -0.315 0.165 5000 -91 45 88 -0.30333 0.15000 0.29333 -0.455 0.235 6000 -118 51 115 -0.39333 0.17000 0.38333 -0.590 0.307 7000 -133 67 130 -0.44333 0.22333 0.43333 -0.665 0.347 8000 -169 89 167 -0.56333 0.29667 0.55667 -0.845 0.445 9000 -191 91 186 -0.63667 0.30333 0.62000 -0.955 0.496 10000 -214 101 210 -0.71333 0.33667 0.70000 -1.070 0.560 11000 -243 121 240 -0.81000 0.40333 0.80000 -1.215 0.640 12000 -272 142 270 -0.90667 0.47333 0.90000 -1.360 0.720 13000 -309 165 307 -1.03000 0.55000 1.02333 -1.545 0.819

13500 Patah

Perhitungan Tegangan – regangan pada sampel 2: Diketahui : f'c = 14.5 MPa (K175)

Ɛo = 0.002 Nilai tegangan balok beton:

fc = f'c ≤ Ɛo

Pada sampel 1 ketika diberikan beban P = 1000 kg, = 0.000075

fc = 14.5

fc = 1.3448 MPa.

Tabel IV.24 Tabel Tegangan – Regangan Balok Sampel 2

Beban

(Kg) Ɛ

c (mm/mm)

fc (MPa)


(2)

2000 0.000145 2.0263 3000 0.000240 3.2712 4000 0.000315 4.2078 5000 0.000455 5.8470 6000 0.000590 7.2931 7000 0.000665 8.0394 8000 0.000845 9.6642 9000 0.000955 10.5414 10000 0.001070 11.3647 11000 0.001215 12.2662 12000 0.001360 13.0152 13000 0.001545 13.7495 13500 PATAH

Dari table diatas dapat dibuat grafik hubungan tegangan – regangan non linear balok sampel 2 adalah sebagai berikut:

Gambar IV.23 Grafik Hubungan Tegangan – Regangan IV.5 Pengamatan Pada Percobaan


(3)

Dari hasil pengamatan secara visual pada percobaan di laboratorium pada pengujian pertama, tahap–tahap pembebanan awal belum tampak adanya retak–retak pada sampel 1 maupun sampel 2.

Pada sampel pertaman keretakan struktur mulai terjadi pada saat diberikan beban 2 ton yang terjadi pada bagian bawah balok, kemudian seiring dengan bertambahnya beban yang diberikan pada balok retak mulai merambat naik baik di sisi kanan maupun sisi kiri struktur. Keretakan sisi bawah beton bertambah yang besar pada daerah disekitar Dial 1 sehingga terjadi penurunan yang lebih besar. pada beban 13,5 ton lendutan yang terjadi pada Dial-1 adalah 5.335 cm, Dial-2 adalah 5.250 dan Dial-3 adalah 5.100 cm Penambahan beban selanjutnya mengakibatkan keruntuhan struktur yaitu pada beban 14 ton.

Pada sampel kedua keretakan struktur mulai terjadi pada saat diberikan beban 1.5 ton yang terjadi pada bagian bawah balok. Keretakan sisi bawah beton bertambah yang besar pada daerah disekitar Dial 3 sehingga terjadi penurunan yang lebih besar. pada beban 13,0 ton lendutan yang terjadi pada Dial-1 adalah 4.25 cm, Dial-2 adalah 4.455 dan Dial-3 adalah 4.650 cm Penambahan beban selanjutnya mengakibatkan keruntuhan struktur yaitu pada beban 13.5 ton.

Sedangkan dari pengamatan mata tidak terlihat adanya kerusakan pada penghubung geser (shear connector), pergeseran (slip) ataupun pemisahan (uplift) pada kedua benda uji. Hal ini menunjukkan penghubung geser (shear connector) cukup kuat dalam membentuk aksi komposit. Bambu juga tidak mengalami kerusakan baik pada sampel 1 maupun sampel 2.


(4)

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Dari hasil perhitungan secara teoritis beban runtuh balok komposit bambu betung – beton adalah 10.5 Ton.

2. Dari hasil pengujian di Laborarium sampel yang didesain secara ultimate mengalami runtuh pada pemberian beban:

a. Sampel 1 adalah 14 Ton dengan perbandingan 25 % dari hasil teoritis

b. Sampel 2 adalah 13.5 Ton dengan perbandingan 22.22 % dari hasil teoritis

Beban runtuh pada penelitian ini didapat pada pembacaan dial pada jacking hydraulic yang tidak naik lagi.

3. Shear connector yang digunakan adalah paku yang di desain secara ultimate dan Pada saat struktur komposit patah, penghubung geser (shear connector) paku tidak mengalami perubahan bentuk.

4. Pola retak lentur struktur dimulai dengan terjadinya retak-retak rambut di bagian bawah balok pada daerah bawah beban, kemudian merambat naik hingga terjadi keruntuhan.

5. Kekuatan dan kekakuan struktur komposit, banyak dipengaruhi oleh kemampuan penghubung geser dalam menahan geseran ( slip ), Semakin besar intensitas beban, nilai kekakuan struktur semakin menurun.


(5)

1. Perlu diadakan penelitian untuk jenis bambu lain yang juga memiliki kuat tarik dan lentur yang tinggi memakai alat yang lebih canggih dan modern dan jumlah sampel yang lebih banyak untuk mendapatkan hasil yang mempunyai nilai akurasi yang cukup tinggi.

2. Bambu yang digunakan pada penelitian ini tidak mengalami perubahan kimia, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lain apabila bambu diawetkan lebih dahulu.

3. Perlu dilakukan pemahaman penggunaan peralatan yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.


(6)

1. Dipohusodo, Istimawan. 1996, Struktur Beton Bertulang, Gramedia, Jakarta.

2. Surbakti, Besman. 2009, Catatan Kuliah :Pengantar Mata Kuliah Struktur Kayu. Departemen Teknik Sipil Fakultas Universitas Sumatra Utara.

3. Morisco, 1999, “Rekayasa Bambu”, Nafiri Offset,Yogyakarta.

4. Frick, Heinz. 2004, Ilmu Konstruksi Bangunan bambu, Kanisius, Soegijapranata University Press, Yogyakarta.

5. Surbakti, Besman. 2010, Catatan Kuliah :Teori Plastisitas. Departemen Teknik Sipil Fakultas Universitas Sumatra Utara

6. SK SNI 03-2847-2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, Badan Standar Nasional.

7. ISO 22157-1:2004 (E), Bamboo-Determination of physical and mechanical properties, International Standar.

8. Kh, Sunggono. 1995. Buku Teknik Sipil. Bandung : Nova.

9. Panitia Teknik Konstruksi dan Bangunan. 2002. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI – 5). Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.