Analisa Kuat Geser Balok Tinggi Beton Bertulang Berdasarkan Model Strut-And-Tie

(1)

ANALISA KUAT GESER BALOK TINGGI BETON

BERTULANG BERDASARKAN MODEL STRUT-AND-TIE

Tugas Akhir

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

VEGA DINATA P. SIMAMORA 06 0404 042

SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, akhirnya penyusunan tugas akhir ini dapat saya selesaikan dengan baik, dimana tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program Sarjana (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT selaku pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc , ibu Ir. Chainul Mahni, dan ibu Emilia Kadreni, ST, MT selaku pembanding yang telah memberi kritik dan masukan.

5. Bapak / ibu staf pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian administrasi.


(3)

7. Terkhusus kepada seluruh Keluarga Besar Penulis, Ayahanda M. Simamora, Ibunda H. Purba, serta adikku Paduan Negara Simamora, Juliatri Goretti Simamora, dan Aprianta Magdalena Simamora, aku persembahkan ini buat kalian semua.

8. Rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang tidak mungkin disebutkan satu per satu namanya khususnya teman-teman mahasiswa Teknik Sipil angkatan 2006, yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi sehingga selesainya tugas akhir ini.

Kiranya Tugas Akhir saya dengan judul “ Analisa Kuat Geser Balok Tinggi Beton Bertulang Berdasarkan Model Strut-and-Tie “ ini dapat memberikan sumbangsih bagi kemajuan Departemen Teknik Sipil khususnya dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia pada umumnya. Akhir kata tidak ada gading yang tidak retak, demikian juga Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis akan menerima saran dan kritik demi perbaikan tugas akhir ini.

Terima kasih.

Medan, Pebruari 2011 Penulis

Vega Dinata P. Simamora 06 0404 042


(4)

ABSTRAK

Balok tinggi beton bertulang merupakan salah satu contoh daerah terganggu (Disturb Region) pada elemen struktur. Pada D-Region, teori balok (beam theory) tidak tepat diterapkan oleh karena itu diperlukan suatu metode yang rasional untuk diterapkan pada daerah-daerah tersebut. Strut-and-Tie Model (STM) merupakan pengembangan dari analogi rangka, telah diakui cukup baik diterapkan pada daerah-daerah tersebut.

Pada penulisan skripsi ini metode Strut-and-Tie Model (STM) digunakan untuk membandingkan besar beban geser nominal (Vn,manual) yang didapat dari

perhitungan manual dengan besar beban geser nominal (Vn,test

Hasil analisis dari 3 macam balok tinggi dengan data-data geometris yang berbeda menunjukkan bahwa, besar beban geser nominal (V

) yang berasal dari hasil test laboratorium yang telah ada sebelumnya dengan menggunakan data-data geometris balok tinggi yang sama dengan test laboratorium tersebut.

n,manual) yang didapat

dari perhitungan manual nilainya lebih besar daripada beban nominal (Vn,test

Kata kunci : balok tinggi, kuat geser, strut-and-tie model, beton bertulang.

) yang berasal dari hasil test laboratorium yang telah ada sebelumnya,dimana selisihnya 4.05%, 3.24%, 0.47% untuk masing-masing Case I, II, dan III. Pada penulisan skripsi ini juga menjelaskan perhitungan desain penulangan balok tinggi dengan cara perhitungan manual sesuai dengan metode Strut-and-Tie Model (STM) maupun dengan menggunakan bantuan Program CAST (Computer-Aided Strut-and-Tie).


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR NOTASI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Umum ... 1

1.2 Latar Belakang Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 5

1.4 Pembatasan Masalah ... 6

1.5 Metode Pembahasan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Umum ... 8

2.2 Kriteria Terhadap Geser untuk Balok Tinggi yang Dibebani di Atas ... 10

2.3 Metode Strut-and-Tie Model ... 13

2.3.1 Penentuan Daerah D dan B Strut-and-Tie Model ... 15

2.3.2 Asumsi Perancangan Strut-and-Tie Model ... 18

2.3.3 Metode Perambahan Beban (Load-Path Method) ... 23

2.4 Elemen Strut ... 25

2.5 Elemen Tie ... 27

2.6 Elemen Nodal ... 28


(6)

2.8 Batang Tekan dan Batang tarik Pada Balok Langsing ... 31

2.9 Batang Tekan dan Batang tarik Pada Balok Tinggi ... 32

2.10 Prosedur Analisis dengan Metode STM ... 33

BAB III ANALISIS KUAT GESER PADA BALOK TINGGI DENGAN STRUT-AND-TIE MODEL ... 34

3.1 Umum ... 34

3.2 Material Penyusun Beton Bertulang ... 35

3.3 Tulangan ... 36

3.4 Balok Beton ... 37

3.5 Mekanisme Geser Dalam Beton Bertulang ... 38

3.6 Tegangan Pada Balok yang Utuh ... 52

3.7 Metode Penunjang dan Pengikat (Strut-and-Tie Model) ... 55

3.7.1 Model Strut-and-Tie ... 56

3.7.2 Penyebaran Tegangan di Dalam Struts dan Ties, dan Faktor Pengurangan Kekuatan, Φ ... 63

3.7.3 Struts ... 64

3.7.4 Nodes dan Nodal Zones ... 73

3.7.5 Pengikat (Ties) ... 79

3.8 Pendekatan Model Strut-and-Tie untuk Balok Tinggi ... 81

3.9 Perancangan Geser Pada Balok Tinggi ... 89

3.9.1 Pengantar ... 89

3.9.2 Perilaku Balok Tinggi ... 89

3.9.3 Desain Geser Balok Tinggi ... 92

3.10 Contoh Desain untuk Balok Tinggi Dengan Model Strut-and-Tie ... 126


(7)

3.10.2 Prosedur Desain ... 127

3.10.3 Desain Perhitungan ... 128

3.11 Ringkasan ... 136

BAB IV PEMBAHASAN ... 138

4.1 Metode Pemodelan Balok Tinggi untuk Menghitung Beban Nominal yang Dapat Dipikul dengan Strut-and-Tie Model ... 138

4.2 Membandingkan Kuat Geser Nominal Dari Hasil Test Percobaan (Vn,test dari Perhitungan Manual (V ) dengan Kuat Geser Nominal yang Diperoleh n 4.2.1 Case I ... 141

) ... 141

4.2.2 Case II ... 146

4.2.3 Case III ... 150

4.3 Menghitung Desain Tulangan Balok Tinggi dengan Perhitungan Manual Berdasarkan Strut-and-Tie Model ... 155

4.3.1 Perhitungan Desain ... 156

4.4 Menghitung Desain Balok Tinggi dengan Menggunakan Program CAST (Computer Aided Strut-and-Tie) ... 161

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 183

5.1 Kesimpulan ... 183

5.2 Saran ... 184


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Distribusi elastis pada balok biasa ( ln / h ≥ 3.5 sampai 5 ) ... 4

Gambar 1.2 Strut-and-Tie Model untuk Balok Tinggi ... 4

Gambar 1.3 Elemen-elemen dalam Strut-and-Tie Model ... 5

Gambar 2.1 Distribusi elastis pada balok biasa ( ln/h ≥ 3.5 sampai 5 ) ... 9

Gambar 2.2 Elemen-elemen dalam Strut-and-Tie Model ... 14

Gambar 2.3 Penentuan daerah B dan D pada balok ... 17

Gambar 2.4 Trayektori tegangan pada daerah B dan D pada balok ... 17

Gambar 2.5 Distribusi tegangan elastis pada balok tinggi; (a) trayektori tegangan utama akibat beban merata; (b) trayektori tegangan utama akibat beban terpusat ... 22

Gambar 2.6 Aliran load path dengan dua beban reaksi ... 24

Gambar 2.7 Strut-and-tie model dengan beban terpusat ... 24

Gambar 2.8 Idealisasi bentuk-bentuk strut ... 25

Gambar 2.9 Tipe-tipe nodal dalam metode STM ... 28

Gambar 2.10 Distribusi gaya pada daerah nodal zone ... 30

Gambar 3.1 Gaya-gaya dalam pada balok ... 39

Gambar 3.2 Kantilever beton yang bertindak sebagai struts ... 41

Gambar 3.3 Gaya-gaya internal pada sebuah sistem rangka analogi ... 43

Gambar 3.4 Bentuk-bentuk retakan pada balok ... 48

Gambar 3.5 Kontribusi sengkang untuk kekuatan geser ... 51

Gambar 3.6 Normal, geser, dan tegangan utama pada balok homogen utuh ... 53

Gambar 3.7 Trayektori tegangan tarik utama dan pola retak ... 54

Gambar 3.8 Sebuah model strut-and-tie untuk sebuah balok tinggi ... 56


(9)

Gambar 3.11 Sebuah zona nodal yang diperpanjang ... 76

Gambar 3.12 Model strut-and-tie untuk balok tinggi ... 82

Gambar 3.13 Distribusi tegangan pada balok tinggi ... 91

Gambar 3.14 Retak pada balok tinggi ... 91

Gambar 3.15 (a) Struktur dan Pembebanan ... 127

Gambar. 3.15 (b) Model strut-and-tie yang dipilih ... 130

Gambar 3.15 (c) Free-body diagram dari ketiga kiri balok tinggi ... 131

Gambar 3.15 (d) Dimensi model strut-and-tie dan gaya-gayanya ... 132

Gambar 3.15 (e) Wilayah Nodal A dan B ... 133

Gambar 3.8 (f) Rincian susunan tulangan ... 136

Gambar 4.1 Strut-and-tie model untuk balok tinggi ... 138

Gambar 4.2 Flow chart yang menunjukkan solusi algoritma untuk aplikasi ACI 318-02 ... 140

Gambar 4.3 Struktur dan Pembebanan untuk Case I ... 142

Gambar 4.4 Struktur dan Pembebanan untuk Case II ... 147

Gambar 4.5 Struktur dan Pembebanan untuk Case III ... 151

Gambar 4.6 Struktur dan Pembebanan untuk Case III ... 155

Gambar 4.7 Model Strut-and-Tie untuk Case III ... 156

Gambar 4.8 Diagram free body pada bagian kiri dari balok tinggi ... 158

Gambar 4.9 Distribusi Tulangan ... 161

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Spasi maksimum dari tulangan geser ... 96


(10)

DAFTAR NOTASI

a = bentang geser, sama dengan jarak antara sebuah beban dan sebuah tumpuan

dalam struktur, mm

Ac = luas penampang melintang efektif pada salah satu ujung strut dalam model

strut-and-tie, diambil tegak lurus dengan sumbu dari strut, mm2

A

.

n = luasan permukaan dari zona nodal atau bagian yang melalui zona nodal, mm2 A

.

ps = luas tulangan pratekan dalam sebuah tie, mm2 A

.

si = luas tulangan permukaan pada lapisan strut yang terlintas, mm2 A

.

st = luas tulangan nonprategang dalam sebuah tie, mm2 A

.

s’ = luas tulangan tekan dalam sebuah strut, mm2

d = jarak dari serat tekan ekstrim untuk centroid tulangan tekan longitudinal, mm

.

f’c

f

= kuat tekan beton tertentu, MPa

cu

f’

= kuat tekan beton efektif dalam strut atau zona nodal, MPa

s

f

= tegangan dalam tulangan tekan, MPa

se

f

= tegangan efektif setelah kehilangan dalam tulangan pratekan, MPa

y

F

= kuat leleh tulangan nonprategang tertentu, psi

n

F

= kuat nominal dari strut, tie, dan zona nodal, kN


(11)

Fns

F

= kuat nominal sebuah strut, kN

nt

F

= kuat nominal tie, kN

u

l

= gaya terfaktor yang bekerja di daerah strut, tie, atau zona nodal dalam model

strut-and-tie, kN

n

s

= bentang bersih, mm

i

w

= jarak tulangan pada lapisan yang berdekatan dengan permukaan anggota, mm

s

w

= lebar efektif strut, mm

t

β

= lebar efektif tie, mm

s

β

= faktor untuk memperhitungkan pengaruh retak dan membatasi tulangan pada kekuatan tekan beton efektif dalam penyangga

n

γ

= faktor untuk memperhitungkan pengaruh penjangkaran dari tie pada kekuatan tekan efektif zona nodal.

i

Δf

= sudut antara sumbu strut dan bar pada lapisan penguatan dari tulangan yang melintasi strut

p

ɛ

= peningkatan tegangan pada tendon pratekan akibat beban terfaktor, MPa

s

θ = sudut antara sumbu bidang strut atau daerah tekan dan anggota dari tulangan tarik

= regangan pada tulangan longitudinal di zona tekan atau tulangan strut longitudinal


(12)

Φ = faktor reduksi kekuatan

b = lebar balok tinggi, mm

lb

l

= lebar pelat penumpu, mm

p

A

= lebar pelat tumpuan, mm

s = luasan tulangan utama longitudinal, mm d

2

a

s

= kedalaman strut tekan horizontal atas, mm

h, sv

ρ

= jarak tulangan badan horizontal dan vertikal, mm

w = rasio tulangan lentur (As

ρ

/bd)


(13)

ABSTRAK

Balok tinggi beton bertulang merupakan salah satu contoh daerah terganggu (Disturb Region) pada elemen struktur. Pada D-Region, teori balok (beam theory) tidak tepat diterapkan oleh karena itu diperlukan suatu metode yang rasional untuk diterapkan pada daerah-daerah tersebut. Strut-and-Tie Model (STM) merupakan pengembangan dari analogi rangka, telah diakui cukup baik diterapkan pada daerah-daerah tersebut.

Pada penulisan skripsi ini metode Strut-and-Tie Model (STM) digunakan untuk membandingkan besar beban geser nominal (Vn,manual) yang didapat dari

perhitungan manual dengan besar beban geser nominal (Vn,test

Hasil analisis dari 3 macam balok tinggi dengan data-data geometris yang berbeda menunjukkan bahwa, besar beban geser nominal (V

) yang berasal dari hasil test laboratorium yang telah ada sebelumnya dengan menggunakan data-data geometris balok tinggi yang sama dengan test laboratorium tersebut.

n,manual) yang didapat

dari perhitungan manual nilainya lebih besar daripada beban nominal (Vn,test

Kata kunci : balok tinggi, kuat geser, strut-and-tie model, beton bertulang.

) yang berasal dari hasil test laboratorium yang telah ada sebelumnya,dimana selisihnya 4.05%, 3.24%, 0.47% untuk masing-masing Case I, II, dan III. Pada penulisan skripsi ini juga menjelaskan perhitungan desain penulangan balok tinggi dengan cara perhitungan manual sesuai dengan metode Strut-and-Tie Model (STM) maupun dengan menggunakan bantuan Program CAST (Computer-Aided Strut-and-Tie).


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Umum

Perancangan struktur beton berdasarkan analisa batas (limit analysis) telah banyak diselidiki melalui berbagai penelitian selama hampir empat dasawarsa belakangan ini. Berbagai manfaat telah diperoleh melalui penyelidikan dan penelitian tersebut, terutama pada kekuatan struktur balok yang dibebani geser, torsi dan beban kombinasi. Berbagai penelitian terus berlangsung dan berkembang serta berbagai model yang rasional yang dianggap cukup sederhana dan cukup akurat dalam aplikasinya sudah banyak diusulkan. Sampai saat ini model yang dianggap konsisten dan rasional adalah pendekatan melalui Strut-and-Tie Model.

Strut-and-Tie Model merupakan hasil pengembangan dari metode Truss

Analogi yang pertama kali diperkenalkan oleh Mörch (Stuttgart) dan Ritter (Zurrich) pada tahun 1920. Selanjutnya atas inisiatif Schlaich dan Schafer (Stuttgart), Truss Analogi dikembangkan ke dalam suatu bentuk / model yang lebih umum dan konsisten, dan kemudian dikenal sebagai Strut-and-Tie Model (Model Penunjang dan Pengikat). Untuk pertama kalinya Schlaich dan Schafer secara sistematik mengembangkan langkah perancangan struktur beton bertulang dengan

Strut-and-Tie Model, yaitu dengan membagi struktur dalam dua daerah yakni, daerah D dan B.

Dimana, daerah yang tidak lagi datar dan tegak lurus garis netral sebelum dan sesudah ada tambahan lentur yang dirincikan oleh regangan nonlinear, disebut daerah D (Distrubed atau Discontinuity) dan daerah dimana berlaku hukum


(15)

menggambarkan alur gaya (Load Path) sebagai transfer gaya yang terjadi pada struktur beton bertulang pada kondisi retak dari sumber pembebanannya sampai tumpuan (sumber : Hardjasaputra, H dan Tumilar, S, Model Penunjang dan

Pengikat Pada Perancangan Struktur Beton).

Kini Strut-and-Tie Model sudah menjadi bagian dalam berbagai standart peraturan dibanyak negara , antara lain : Euro Code 2 (EC2), Appendix A-ACI 318 (2002), Appendix A-ACI (2005), Canadian Code, Practical Design of Structural Concrete, fib (1999).

1.2 Latar Belakang Masalah

Dalam perencanaan struktur beton bertulang, diperlukan suatu kepastian tentang keamanan struktur terhadap keruntuhan yang mungkin terjadi selama umur bangunan. Salah satu keruntuhan yang cukup fatal dalam konstruksi balok beton bertulang adalah keruntuhan geser yang diakibatkan oleh kombinasi beban lentur, beban aksial, dan beban geser. Beban geser yang melebihi kapasitas penampang balok beton bertulang akan mengakibatkan retakan-retakan diagonal disepanjang balok beton tersebut. Jika balok tersebut tidak mempunyai jumlah tulangan transversal dan tulangan longitudinal yang cukup serta didetail dengan benar, retakan-retakan tersebut dapat terjadi lebih awal dan pada akhirnya akan berakibat terjadi keruntuhan yang tiba-tiba pada balok. Jadi salah satu hal yang sangat perlu untuk diperhatikan dalam merencanakan maupun menganalisa suatu struktur beton bertulang adalah kegagalan geser pada unit-unit struktur, karena kegagalan geser adalah keruntuhan getas yang berakibat fatal.


(16)

Balok tinggi adalah suatu elemen struktur yang mengalami beban seperti pada balok biasa, tetapi mempunyai angka perbandingan tinggi / lebar yang besar, dan angka perbandingan bentang geser / tinggi efektif tidak melebihi 2 sampai 2.5 dimana bentang geser adalah bentang bersih balok untuk beban terdistribusi merata. Lantai beton yang mengalami beban horizontal, dinding yang mengalami beban vertikal, balok berbentang pendek yang mengalami beban sangat berat, dan kebanyakan dinding geser merupakan contoh-contoh jenis elemen struktur ini. Karena geometrinya inilah maka balok tinggi ini lebih berperilaku dua dimensi – bukan satu dimensi – dan mengalami keadaan tegangan dua dimensi. Sebagai akibatnya, bidang datar sebelum melentur tidak harus tetap datar setelah melentur. Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan pada balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan deformasi lentur murni.

Perilaku balok tinggi sangat berbeda dengan balok lentur konvensional, dimana keruntuhan lebih dominan terjadi akibat tegangan geser sehingga perencanaan tulangan geser sebagai perkuatan internal menjadi penting. Tulangan geser tidak hanya dapat meningkatkan kapasitas geser balok, tetapi juga merubah sifat daktilitas balok dimana tulangan geser berfungsi untuk mereduksi resiko terjadi keruntuhan getas. Selain sengkang yang menahan gaya geser maka pada penulisan ini divariasikan penggunaan tulangan geser longitudinal yang diharapkan dapat menyumbangkan tahanan terhadap kapasitas geser balok tinggi.

Menurut prinsip St. Venant dan seperti yang digambarkan oleh analisis elastis, ada keadaan kompleks regangan di dalam balok. Dengan demikian,


(17)

menggunakan model truss chord paralel tidak dapat digunakan untuk desain dalam balok. Model strut-and-tie adalah metode yang digunakan secara luas dan mendapat hormat sebagai metode rasional untuk desain dalam balok. Ketentuan untuk desain dalam balok menggunakan model strut-and-tie telah dimasukkan dalam beberapa kode dan pedoman untuk praktek, termasuk AASHTO LRFD, ACI 318, CEB-FIP, dan kode Kanada.

Gambar 1.1 Distribusi elastis pada balok biasa ( ln / h ≥ 3.5 sampai 5 )

Gambar 1.2 Strut-and-Tie Model untuk Balok Tinggi

Sumber : Park, Jung-woong ; Kuchma, Daniel, “Strut-and-Tie Model Analysis for Strength Prediction of Deep Beams,” ACI Structural Journal, No. 104-S61.


(18)

Gambar 1.3 Elemen-elemen dalam Strut-and-Tie Model

Sumber : The Strut and Tie Models of Concrete Structures oleh Dr. C. C. Fu, Ph. D, P. E

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :

1. Untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang Strut-and-Tie Model baik prosedur perhitungan dan juga fungsi kerja tulangan yang dianalisa dengan Strut-and-Tie Model.

2. Untuk melakukan analisa kuat geser balok tinggi beton bertulang berdasarkan

Strut-and-Tie Model melalui perhitungan secara manual maupun dengan

menggunakan program CAST (Computer-Aided Strut-and-Tie).

3. Untuk mendapatkan pertimbangan dan kapasitas pembatasan sudut θ dalam perhitungan tulangan geser balok beton bertulang dengan Strut-and-Tie


(19)

4. Untuk mempopulerkan metode Strut-and-Tie Model (dalam bentuk beberapa contoh perhitungan) dengan mengenalkan prosedur dan teknik penggunaan dilapangan untuk perhitungan tulangan geser.

5. Untuk mengetahui berapa besar efektifitas metode Strut-and-Tie Model dibandingkan dengan hasil-hasil eksperimen peneliti sebelumnya dan metode yang mengacu pada ketentuan ACI 318-2002 dan ACI 318-2005.

1.4 Pembatasan Masalah

Dalam penyususan skripsi ini, terbatas pada pembahasan :

a. Perumusan dan perhitungan terbatas pada elemen struktur yang sederhana dengan data-data yang logis.

b. Tulangan yang dianalisa adalah tulangan lentur dan tulangan geser.

c. Strut-and-Tie Model direncanakan sesuai dengan aliran beban atau

penyebaran tegangan.

d. Beban yang bekerja adalah beban vertikal statis ekivalen yang bekerja pada balok dengan perletakan sederhana (sendi-roll).

e. Penulisan skripsi ini tidak mengadakan verifikasi berdasarkan eksperimen namun membandingkan beban nominal (Vn) yang didapat dari perhitungan

manual berdasarkan Strut-and-Tie Model dengan beban nominal (Vn

f. Desain struktur dihitung dengan bantuan program CAST ( Computer-Aided

Strut-and-Tie ).

) yang berasal dari hasil uji laboratorium yang telah ada sebelumnya.


(20)

1.5 Aplikasi Balok Tinggi (Deep Beam) pada Struktur Bangunan

Adapun aplikasi balok tinggi (deep beam) pada struktur bangunan adalah sebagai berikut.

• Pada balok struktur jembatan beton.

• Pada struktur bangunan dimana tepat pada tengah balok tinggi ditempatkan kolom diatasnya.

1.6 Metode Pembahasan

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi literatur yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari literatur yang berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan dari dosen pembimbing. Penganalisaan struktur dilakukan dengan bantuan program komputer yaitu Program CAST ( Computer-Aided Strut-and-Tie ) untuk mempercepat perhitungan. Sedangkan dalam perhitungan perbandingan beban nominal (Vn) dari

hasil test laboratorium yang telah ada sebelumnya dengan beban nominal (Vn) yang

didapat dari perhitungan manual dikerjakan dengan bantuan prosedur iterative yang dikenalkan oleh Huang, Lu, dan Lee yang mengadopsi konsep Strut-and-Tie Model.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Balok tinggi adalah struktur yang mengalami beban seperti pada balok biasa, tetapi mempunyai angka perbandingan tinggi / lebar yang besar, dan angka perbandingan bentang geser / tinggi efektif tidak melebihi 2 sampai 2,5 dimana bentang geser adalah bentang bersih balok untuk beban terdistribusi merata. Lantai beton yang mengalami beban horizontal, dinding yang mengalami beban vertikal, balok berbentang pendek yang mengalami beban yang sangat berat, dan kebanyakan dinding geser merupakan contoh-contoh jenis elemen struktur ini.

Karena geometrinya inilah maka balok tinggi ini lebih berperilaku dua dimensi - bukan satu dimensi – dan mengalami keadaan tegangan dua dimensi. Sebagai akibatnya, bidang datar sebelum melentur tidak harus tetap datar setelah melentur. Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan pada balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan deformasi lentur murni. Sebagai akibatnya, blok tegangan menjadi non linier meskipun masih pada taraf elastis. Pada keadaan limit dengan beban batas, distribusi tegangan tekan pada beton tidak akan lagi mengikuti bentuk parabola yang digunakan pada balok biasa.

Beton retak dalam arah tegak lurus trajektori tegangan utama. Apabila bebannya terus bertambah, retak ini akan melebar dan akan menjalar, juga timbul retak lainnya. Dengan demikian semakin sedikit beton yang harus memikul keadaan


(22)

tegangan yang tak menentu. Karena bentang geser untuk balok tinggi itu kecil, tegangan tekan pada daerah perletakan mempengaruhi besar dan arah tegangan tarik utama sehingga menjadi curam dan harganya berkurang.

Dalam banyak hal retak-retak ini hampir selalu vertikal dan mengikuti arah trajektori tegangan, yang pada keadaan runtuh karena geser, balok ini hampir tergeser (lepas) dari perletakannya. Jadi, untuk balok tinggi, selain penulangan geser vertikal di sepanjang bentang, diperlukan juga penulangan horizontal di seluruh tinggi balok.

Selain itu, besarnya angka perbandingan tinggi / bentang dari balok ini menyebabkan bertambahnya tahanan terhadap beban geser luar akibat aksi pelengkung tekan yang cukup tinggi. Dengan demikian dapat diharapkan bahwa gaya geser tahanan nominal Vc untuk balok tinggi akan jauh lebih besar daripada Vc untuk balok biasa.

Sebagai ringkasan, geser pada balok tinggi merupakan tinjauan yang utama dalam desainnya. Besar dan jarak penulangan geser vertikal dan horizontal sangat berbeda dengan yang dipakai pada balok biasa, begitu pula persamaan-persamaan yang digunakan dalam desainnya.


(23)

2.2 Kriteria Desain Terhadap Geser untuk Balok Tinggi yang Dibebani di Atas

Dari penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa balok tinggi ( a/d<2.5

dan ln/d<5.0 ) mempunyai tahanan geser nominal yang lebih tinggi daripada balok

biasa. Pada balok biasa, penampang kritis untuk menghitung gaya geser rencana Vu

diambil pada jarak d dari muka perletakan, sedangkan pada balok tinggi, bidang gesernya sangat miring dan dekat perletakan. Jika x adalah jarak antara bidang keruntuhan dari muka perletakan, ln

Beban terdistribusi merata: x = 0.15 l

adalah bentang bersih untuk beban terdistribusi merata, dan a adalah lengan geser atau bentang untuk beban terpusat, maka persamaan untuk jarak ini adalah:

n

Beban terpusat: x = 0.50 a (2-2)

(2-1)

Dalam kedua hal, jarak x ini tidak boleh melebihi tinggi efektif d.

Gaya geser Vu

V

harus memenuhi kondisi:

u ≤ Ø ( 8 ��′���� < 2.0 untuk ln

Atau

/d < 2 (2-3)

Vu

Jika tidak memenuhi keadaan ini, penampang harus diperbesar. Faktor reduksi kekuatan Ø = 0.85.

≤ Ø �2

3 �10 + ��

�� ��′����� untuk 2 ≤ ��/� ≤5 (2-4)

Gaya geser tahanan nominal Vc

V

untuk beton sederhana dapat diambil sebagai:


(24)

Dimana 1.0 < 3.5 – 2.5 ( Mu/Vu d ) ≤ 2.5. Faktor ini merupakan pengali dari persamaan dasar Vc dari balok biasa untuk memperhitungkan besarnya kapasitas

tahanan balok tinggi. Peraturan ACI mengizinkan kapasitas tahanan yang tinggi ini apabila retak-retak minor pada keadaan Vu

V

melebihi beban retak geser pertama masih dapat ditoleransi. Apabila tidak demikian dapat digunakan:

c

Apabila gaya geser rencana V

= 2 ��′���� (2-6)

u melebihi ØVc, penulangan geser harus diberikan

sehingga memenuhi �� ≤ Ø��+�� dimana Vs

��= ���

��

1+��/

12 + ��ℎ

�ℎ

11−��/

12 � f

adalah gaya yang dipikul oleh penulangan geser:

y

Dimana :

d (2-7)

Av = luas total penulangan vertikal yang berjarak Sv

A

dalam arah horizontal di kedua sisi balok.

vh = luas total penulangan horizontal yang berjarak Sh

S

dalam arah vertikal di kedua sisi balok.

v

S

maksimum ≤ d/5 atau 18 in.

h

A

maksimum ≤ d/3 atau 18 in.

v

A

minimum = 0.0015 bsv


(25)

Penulangan geser yang diperlukan pada penampang kritis harus diberikan pada balok tinggi. Dalam hal balok tinggi menerus, sebagai akibat dari besarnya kekakuan dan sangat kecilnya rotasi pada balok perletakan, faktor kesinambungan pada perletakan interior pertama dapat diambil sebesar 1.0. Dengan demikian – untuk tujuan praktis – penulangan yang sama terhadap geser dapat dipakai untuk seluruh bentang jika semua bentang sama dan mengalami pembebanan yang serupa.

Balok tinggi beton bertulang merupakan salah satu contoh daerah terganggu ( Disturb Region ) pada elemen struktur. Pada D-Region, teori balok ( beam theory ) tidak tepat diterapkan oleh karena itu diperlukan suatu metode yang rasional untuk diterapkan pada daerah-daerah tersebut. Strut-and-tie Model ( STM ) merupakan pengembangan dari analogi rangka, telah diakui cukup baik diterapkan pada daerah-daerah tersebut. Pada tulisan ini diuraikan keakuratan dari metode STM dalam memprediksi kuat geser dari balok tinggi beton bertulang.

Menurut ACI Committe 318, balok tinggi didefinisikan sebagai komponen struktur dengan beban bekerja pada salah satu sisinya dan perletakan pada sisi lainnya sehingga strut tekan dapat terbentuk diantara beban dan perletakan. Balok tinggi juga didefinisikan sebagai balok dengan bentangan bersih Ln tidak lebih dari empat kali tinggi balok ( h ) untuk pembebanan merata atau dua kali tinggi efektif balok ( 2d ) dari permukaan perletakan untuk balok dengan pembebanan terpusat.

Balok tinggi biasanya digunakan sebagai balok transfer ( transfer girder ) baik hanya satu bentang maupun balok menerus. Pada transfer girder, beban dari sebuah kolom atau lebih disalurkan secara horizontal menuju kolom lainnya. Balok


(26)

tinggi juga ditemui pada dinding struktur berpasangan ( coupling structur wall ) dan kepala pondasi tiang pancang ( pile cap ).

2.3 Metode Strut–and-Tie Model

Komponen struktur beton bertulang yang mengalami retak, pada dasarnya gaya yang bekerja akan dipikul oleh tegangan tekan dari beton utuh dan tegangan tarik dari baja tulangan. Penggambaran medan tegangan utama ( trayektori tegangan utama ) pada elemen struktur beton dapat dilakukan berdasarkan analisis elastis. Trayektori tegangan utama tersebut mempunyai tendensi untuk menjadi lurus setelah terjadi retakan yang cukup banyak sehingga dapat diidealisasikan sebagai strut. Berdasarkan perilaku inilah kemudian strut-and-tie model dikembangkan sehingga suatu daerah terganggu ( D-Region ) dapat diidealisasikan terdiri atas: strut dari beton, tie dari baja tulangan dan nodal zone ( daerah nodal ) yang merupakan pertemuan dari strut-and-tie. Seperti halnya pada rangka batang, ada tiga elemen pokok dalam pembentukan keseimbangan dalam model strut-and-tie, yaitu batang tekan ( penunjang atau strut ), batang tarik ( pengikat atau tie ) daan titik simpul (

joints atau node ). Nodal pada STM sering juga disebut “hydrostatic element”.


(27)

Gambar 2.2 Elemen-elemen dalam Strut-and-Tie Model

Sumber : The Strut and Tie Models of Concrete Structures oleh Dr. C. C. Fu, Ph. D, P.

Dimensi yang proporsional dari elemen strut, tie, dan nodal zone didapat berdasarkan kondisi batas tegangan yang sudah jelas. Kondisi ini benar-benar berdasarkan atas lower bound pada analisa plastis karena pada kenyataannya semuanya diasumsikan bedasarkan atas distribusi tegangan yang pasti dan aliran gaya, yang pada akhirnya akan menyebabkan keseimbangan dan kondisi tegangan yang maksimum.

Menggunakan Strut and Tie Model dalam menghitung tulangan geser balok merupakan salah satu langkah yang dilakukan untuk merencanakan struktur konstruksi beton bertulang. Selain cara-cara konvensional yang selama ini diketahui luas oleh para engineer maupun mahasiswa sipil di Indonesia pada umumnya terdapat cara lain yang mungkin masih belum terlalu memasyarakat sampai saat ini yaitu Strut and Tie.

Pada analisis struktur, biasanya digunakan hypotese Bernoulli yaitu penampang dianggap rata dan tegak lurus dengan garis netral sebelum dan sesudah lentur. Dalam


(28)

kenyataannya, pada daerah kerja terpusat, tumpuan dan dimana terdapat konsentrasi tegangan yang besar asumsi kondisi penampang tetap datar pada saat deformasi ini, umumnya tidak berlaku. Penampang struktur terbagi-bagi atas 2 tipe daerah yaitu daerah D dan B. Daerah yang tidak datar disebut daerah D (Disturbed atau

Discontinuity), yaitu pada daerah D dapat ditentukan dengan Saint Venant Principle

yang menyatakan bahwa gaya-gaya yang bekerja pada bidang dan dalam keseimbangan akan mempengaruhi daerah sekitarnya sejauh h dengan tegangan f akan mengecil menjadi nol menjauhi pusat gaya-gaya tersebut. Asas Saint Venant dari penyebaran tegangan yang terlokasikan menyatakan bahwa pengaruh gaya atau tegangan yang bekerja pada suatu luasan yang kecil boleh diperlakukan sebagai suatu system yang secara statis pada jarak selebar atau setebal benda yang dibebani hingga menyebabkan distribusi tegangan dapat mengikuti hukum yang sederhana yaitu f = N/A. Daerah dimana berlaku hukum Bernoulli, disebut daerah B (Bending atau Bernoulli). Pada daerah B ini tegangan dapat dicari dengan menggunakan momen lentur. Perencanaannya dapat menggunakan model rangka batang atau juga

Modified Compression Field (MFC).

2.3.1 Penentuan daerah D dan B Strut and Tie Model

Slaich (1982-1983) telah membangun suatu dasar filosofi perancangan yang konsisten pada struktur yang berada di daerah B dan D yaitu perancangan dengan

Strut and Tie Model. Dengan demikian keseluruhan struktur dapat dirancang

berdasarkan Strut and Tie Model. Tetapi dalam praktek Strut and Tie lebih banyak diterapkan pada daerah D, sedangkan pada daerah B lebih dikhususkan pada


(29)

perancangan terhadap pengaruh geser dan torsi. Penerapan Strut and Tie Model dalam perancangan struktur beton diawali dengan penentuan daerah D dan B.

Konsep daerah (zona) struktur

Setiap bagian dari struktur adalah berbeda. Itu tergantung pada pembebanan dan sifat fisik dari struktur tersebut. Seperti yang telah dibahas, struktur beton bertulang akibat lentur dan geser biasnya mengalami perilaku yang kompleks sebelum gagal. Perilaku yang diamati diambil sebagai anggapan dalam perumusan analisa penunjang dan pengikat. Dalam memilih pendekatan perencanaan sedemikian untuk structur beton, itu perlu untuk mengelompokkan bagian dari structur baik sebagai daerah-B, dimana teori balok digunakan, meliputi analisa regangan linier, dan bagian lain dinamakan daerah diskontiniu, atau daerah D. Kedua daerah ini dibedakan satu dengan yang lainnya mengikuti sifat sebagai berikut:

1. Daerah B (B berarti Balok atau Bernoulli), dimana berdasarkan hipotesa Bernoulli distribusi regangan berupa garis lurus dari lentur terjadi di sini. Suatu regangan dalam dapat dengan mudah diturunkan dari gaya-gaya penampang (lentur dan torsi, momen, geser dan gaya aksial). Daerah B direncanakan sebagai basis dari model kerangka.

2. Daerah D (D berarti diskontiniu) daerah yang berdekatan akan berubah pada daerah pembebanan pada beban terpusat dan pada reaksi tumpuan; atau akan berubah pada suatu perubahan geometri seperti lubang atau perubahan penampang dan daerah diskontiniu lainnya. Pada daerah ini distribusi regangan secara signifikan menjadi nonlinier.


(30)

Gambar 2.3 Penentuan daerah B dan D pada balok

Sumber : Design and Detailing of Structural Concrete Using Strut-and-Tie Model oleh Jorg Schlaich, dan Kurt Schafer

Gambar 2.4 Trayektori tegangan pada daerah B dan D pada balok

Sumber : Design and Detailing of Structural Concrete Using Strut-and-Tie Model oleh Jorg Schlaich, dan Kurt Schafer

Prosedur penentuan daerah D dan B lebih dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Ganti struktur riil dengan struktur fiktif yang dibebani sedemikian rupa hingga hukum Bernoulli berlaku dan keseimbangan dari semua gaya-gaya terpenuhi.

b) Tentukan suatu sistem keseimbangan pada suatu system keseimbangan pada suatu sistem struktur bila yang disuperposisikan dengan keseimbangan akan memenuhi syarat-syarat batas.

c) Terapkan azas Saint Venant pada sistem struktur sejarak d = h dari titik keseimbangan gaya-gaya.


(31)

d) Pada daerah B tegangan sudah tidak dipengaruhi lagi oleh unsur diskontinuitas, dari penjelasan diatas bahwa penentuan daerah B dan D dipengaruhi oleh geometri dan jenis dari lokasi beban yang bekerja.

2.3.2 Asumsi Perancangan Strut and Tie Model

Dasar teori dari strut and tie model adalah teori plastis. Model ini akan memberikan “lower bound solution”. Teori lower bound plasticity menyatakan bahwa struktur tidak akan berada diambang keruntuhan bila terjadi keseimbangan antara beban dan distribusi tegangan dimana pada setiap titik pada struktur tersebut mengalami tegangan lelehnya. Dengan demikian perencana perlu meninjau beberapa model alternatif dan paling sedikit ada dari load-path yang memadai dan memastikan bahwa tidak ada bagian dari load path yang mengalami tegangan yang berlebihan (overstressed). Dengan kata lain model dengan load-path yang dipilih memberikan kapasitas struktur yang terendah (model dengan load-path yang lain akan memberikan kapasitas struktur yang lebih besar dibandingkan dengan model

load-path yang dipilih sebelumnya), dengan demikian penggunaan metode ini

dianggap konservatif. Pemilihan bentuk arah load-path atau pola distribusi tegangan tidak boleh berbeda jauh antara sebelum dan sesudah beton mengalami peretakan sehingga keruntuhan lebih awal (premature) dapat dihindari. Struktur yang ditinjau diidealisasikan sebagai suatu sistem rangka batang plastis (plastic truss analogy) yang berada dalam keseimbangan.

Keseimbangan rangka batang terpenuhi jika :

a) Beban luar dan reaksi-reaksi tumpuan serta semua titik simpul berada dalam keseimbangan .


(32)

b) Semua gaya tarik dipikul oleh baja tulangan dengan atau tanpa tendon prategang.

c) Titik simpul merupakan titik tangkap dari sumbu-sumbu batang dengan atau tanpa garis-garis gaya luar termasuk reaksi perletakan. Semua garis-garis gaya tersebut bertemu pada satu titik sehingga titik simpul tersebut tidak timbul momen.

d) Kehilangan keseimbangan rangka batang terjadi bila beton akan mengalami kehancuran atau sejumlah batang tarik mengalami pelelehan yang mengakibatkan rangka batang berada dalam mekanisme labil.

e) Strut-and-Tie merupakan resultante dari berbagai medan tegangan.

Analisis Penyebaran Tegangan

Konsep tekan dan tarik didasarkan atas pendekatan plastisitas untuk aliran gaya di zona angker dengan menggunakan sejumlah batang-batang lurus tarik dan tekan yang bertemu di titik-titik diskret yang disebut nodal. Sehingga membentuk rangka batang. Gaya tekan dipikul oleh batang tekan (strut) dan gaya tarik dipikul oleh penulangan non prategang dari baja lunak yang berfungsi sebagai tulangan tarik pengekang atau oleh baja prategang. Kuat leleh tulangan pengekang angker digunakan untuk menentukan luas penulangan total yang dibutuhkan di dalam blok angker sesudah retak signifikan terjadi, trayektori tegangan-tegangan tekan beton cenderung memusat menjadi garis lurus yang dapat diidealisasikan menjadi batang lurus yang mengalami tekan uniaksial. Batang tekan ini dapat dipandang sebagai bagian dari unit rangka batang dimana tegangan tarik utama diidealisasikan sebagai batang tarik di unit rangka batang dengan lokasi nodal yang ditentukan oleh arah


(33)

batang tekan. Suatu benda elastis yang dibebani sebelum retak akan menghasilkan medan tekan (compression field) dan medan tarik (tension field). Garis trayektori tegangan utama adalah garis “tempat kedudukan” titik-titik dari suatu tegangan utama (principal stress) yang memiliki nilai (aljabar) yang sama terdiri dari garis trayektori tekan dan trayektori tarik. Garis-garis trayektori menunjukkan arah dari tegangan utama pada setiap titik yang ditinjau. Jadi trayektori tegangan merupakan suatu kumpulan garis-garis kedudukan dari titik-titik yang mempunyai tegangan utama yang mempunyai nilai tertentu. Telah diungkapkan di depan bahwa penggunaan Strut and Tie model perlu didukung oleh pengertian medan tegangan utama yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastisitas. Dari ungkapan tersebut terlihat bahwa adanya hal yang kurang konsisten, yaitu dimana awalnya berorientasi pada distribusi dan trayektori tegangan berdasarkan teori elastis yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastis. Selanjutnya diketahui bahwa struktur beton bukan merupakan bahan yang elastis linear sempurna dan homogen karena struktur beton terdiri dari beton dan berbagai baja tulangan. Pada keadaan retak terjadi redistribusi tegangan dimana tegangan induk tarik pada beton bervariasi dari nol pada lokasi retak dan mencapai nilai maksimum pada lokasi antar retakan, sehingga pada struktur beton akan mengalami perubahan kekakuan struktur. Walaupun demikian hasil dari percobaan dan penelitian menunjukkan bahwa perancangan model struktur beton bertulang berdasarkan teori plastisitas yang berorientasikan trayektori tegangan utama masih cukup konservatif, ini juga dikarenakan kuat tarik beton sangat rendah dibandingkan dengan kuat tekannya. Untuk memperoleh distribusi dan trayektori tegangan yang akurat, Cook dan Mitchell (1988) menyarankan


(34)

penggunaan metode finite-element (elemen hingga) non linear. Kotsovos dan Pavlovic (1995) cukup banyak membahas analisis finite-element (elemen hingga) untuk perencanan struktur beton dalam keadaan batas (limit-state design), tetapi dalam penggunaan praktis masih banyak berorientasi pada distribusi dan trayektori tegangan utama karena dianggap lebih praktis dan cukup konservatif disamping perangkat lunak komputer untuk struktur beton yang non linear masih sangat terbatas untuk penggunaan praktis. Oleh karenanya, pembahasan selanjutnya masih didasarkan pada distribusi dan trayektori tegangan yang berorientasi pada struktur beton elastis dan diikuti dengan perancangan pada teori plastisitas.

Beberapa karakteristik penting dari trayektori tegangan adalah :

a) Di tiap-tiap titik ada trayektori tekan dan trayektori tarik yang saling tegak lurus.

b) Dalam komponen struktur yang dibebani terdapat suatu kelompok trayektori tekan dan kelompok trayektori tarik, dan kedua kelompok trayektori adalah orthogonal. Ini disebabkan karena tegangan utama tekan dan tegangan utama tarik, di dalam suatu titik yang arahnya saling tegak lurus sehingga kelompok trayektori tekan dan kelompok trayektori tarik menyatakan suatu sistem yang orthogonal.

c) Trayektori tekan dan trayektori tarik berakhir pada sisi tepi dengan sudut 90°. d) Di dalam titik-titik di garis netral arah trayektori-trayektori adalah 45°. e) Lebih dekat jarak trayektori-trayektori, lebih besar nilai tegangan utamanya f) Trayektori tegangan pada daerah B jauh lebih teratur (smooth) dibandingkan


(35)

(a)

(b)

Gambar 2.5 Distribusi tegangan elastis pada balok tinggi; (a) trayektori tegangan utama akibat beban merata; (b) trayektori tegangan utama akibat beban terpusat Sumber : Design and Detailing of Structural Concrete Using Strut-and-Tie Model oleh Jorg Schlaich, dan Kurt Schafer


(36)

2.3.3 Metode Perambahan Beban (Load-Path Method)

Trayektori tegangan utama adalah salah satu alat bantu dalam membentuk

Strut and Tie Model. Di samping pemanfaatan trayektori tegangan utama, Sclaich

(1987) memberikan alternatif lain, yaitu penggunaan perambahan beban (load-path

method). Metode ini dapat dijelaskan seperti pada gambar 2.6 dan 2.7, pada awalnya

harus ditentukan terlebih dahulu keseimbangan luar sehingga beban kerja dan reaksi-reaksi pada D-region tersebut berada dalam keseimbangan. Kemudian diasumsikan tegangan p berlangsung linear. Pada gambar 2.5, diagram p yang semuanya dalam keadaan tekan dibagi dalam dua bagian sedemikian rupa, sehingga masing-masing bagian mempunyai resultante sebesar A dan B (bekerja pada titik berat masing-masing). Selanjutnya diasumsikan bahwa load-path rekanan A-A tidak berpotongan dengan load-path rekanan B-B. Load-path dari masing-masing pasangan bermuara dari titik berat masing-masing diagram tegangan dan berakhir pada titik berat tumpuan masing-masing. Karena masing-masing pasangan melengkung dan selanjutnya load-path A-A harus berkolerasi dengan load-path B-B, ini dimungkinkan dengan menambah batang-batang horizontal berupa strut and tie sehingga tercapai keseimbangan horizontal. Dengan mengidealisasikan load-path A-A berupa polygon yang digabungkan dengan batang tarik dan batang tekan, maka terbentuklah Strut and Tie Model.


(37)

Gambar 2.6 Aliran load path dengan dua beban reaksi

Sumber : Design and Detailing of Structural Concrete Using Strut-and-Tie Model oleh Jorg Schlaich, dan Kurt Schafer

Gambar 2.7 Strut-and-tie model dengan beban terpusat

Sumber : Design and Detailing of Structural Concrete Using Strut-and-Tie Model oleh Jorg Schlaich, dan Kurt Schafer


(38)

2.4 Elemen Strut

Elemen strut dalam STM merupakan idealisasi dari medan tegangan tekan beton dimana arah dari strut searah dengan tegangan tekan beton. Strut dapat dimodelkan berbentuk prismatis, botol, dan kipas ( ACI 318-2002, Schlaich et al., 1987 ) seperti pada Gambar 2.8.

Bentuk prisma Bentuk kipas Bentuk botol

Gambar 2.8 Idealisasi bentuk-bentuk strut

Strut yang berbentuk kipas ( fan shape ) mengabaikan kurvatur, dalam hal ini tegangan transversal yang terjadi. Bila medan tegangan mengalami penggelembungan di bagian tengah sehingga tegangan tarik transversal yang besar terjadi maka medan tegangan ini dapat diidealisasikan sebagai strut berbentuk botol (

bottle shape ). Tegangan tarik ini dapat mengawali terjadinya retak pada strut, untuk

itu diperlukan tulangan tarik untuk memikul tegangan yang terjadi tersebut. Bentuk


(39)

tegangan sebelumnya. Pemodelan medan tegangan ini mengabaikan tegangan tarik transversal dan kurvatur yang terjadi.

Kekuatan dari strut ditentukan oleh kuat hancur beton pada strut. Kuat hancur beton ini tidak sama dengan kuat hancur beton hasil pengujian silinder. ACI 318-2002 memperhitungkan kekuatan hancur strut beton sebagai kekuatan efektif (

effective strength ), yang dihitung berdasarkan persamaan:

fcu= 0.85 βs f’c

Dimana :

(2-8)

a. βs = 1 untuk strut prismatis di daerah tekanan yang tidak mengalami retak atau untuk strut yang mempunyai wilayah yang menyilang yang sama panjang tanpa kontrol retak pada daerah penulangan.

b. βs = 0.75 untuk strut yang berbentuk botol dan terdapat kontrol retak pada

daerah penulangan.

c. βs = 0.60λ untuk strut yang berbentuk botol dan tidak terdapat tanpa

tulangan, dimana λ adalah suatu faktor koreksi. d. βs = 0.40 untuk strut di dalam komponen tarik. e. βs = 0.60 untuk kasus-kasus yang lain.

Pada model strut-and-tie, gaya tekan dari strut kemudian dapat dihitung dengan menggunakan kuat tekan nominal dari strut, yaitu:

Fns = fcu Ac

Dimana A

(2-9)


(40)

Ac = bw Ws

2.5 Elemen Tie

(2-10)

Elemen terpenting kedua dari model strut-and-tie adalah komponen tarik (tie). Gaya tarik dari ties, dapat mengakibatkan keruntuhan pada daerah penjangkaran ( noal zone ). Pengangkeran ties di daerah nodal merupakan hal sangat penting untuk meyakinkan ties mencapai kekuatan lelehnya. Kekuatan nominal dari

ties, dapat digunakan dengan persamaan:

Fnt = Ast fy

Pada metode STM, baja tulangan sebagai elemen pemikul tarik dianggap bekerja dalam sebuah grup sehingga komponen ties memiliki suatu lebar efektif ( W

(2-11)

t

). Lebar Wt memiliki nilai terbatas dan dan tergantung dari pendistribusian tulangan

tarik balok. Pembatasan nilai Wt ini berdasarkan atas beban luar dan reaksi-reaksi

tumpuan serta semua titik simpul berada dalam kesetimbangan ( ∑ � =

0 ; ∑ �= 0 ; ∑ � = 0 ). Pada perhitungan nilai Wt, faktor yang harus diperhatikan

adalah kekuatan dari tie itu sendiri ( Fnt = As fy ) dan kekuatan dari nodal zone akibat penjangkaran tulangan ( Fnn = 0.85 βn f’c b Wt

F

). Agar komponen ties dapat mencapai leleh, maka keseimbangan kedua gaya tersebut dapat dipakai dasar untuk menghitung lebar efektif elemen tie.

nt = Fnn As fy = 0.85 βn f’c b W

W

t

t = 0 ����


(41)

2.6 Elemen Nodal

Suatu titik dimana gaya-gaya pada pada strut-and-tie model bertemu. Secara konsep dalam rangka batang, titik ini diidealisasikan sebagai sendi. Beton yang berada pada titik pertemuan dan sekelilingnya disebut nodal zone. Gaya-gaya yang bekerja pada daerah nodal harus memenuhi kesetimbangan:

∑ �� = 0 ; ∑ ��= 0 ; ∑ � = 0

Kondisi ∑ � = 0 menunjukkan bahwa garis aksi dari semua gaya yang bekerja harus melalui titik umum ( common point ).

Gambar 2.9 Tipe-tipe nodal dalam metode STM

Nodal zone dapat dikelompokkan berdasarkan gaya-gaya dalam yang bertemu pada

daerah tersebut:

a) C-C-C : Bila tiga buah gaya tekan bertemu pada titik nodal. b) C-C-T : Bila satu dari ketiga gaya yang bertemu adalah gaya tarik. c) C-T-T : Bila salah satu dari ketiga gaya yang bertemu adalah gaya tekan. d) T-T-T : Bila ketiga gaya yang bertemu adalah gaya tarik.


(42)

Kekuatan tekan pada daerah nodal dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Fcc = fcu An

Dimana : Untuk daerah tekan : A

(2-13)

n = bw W

Untuk daerah tarik : A

c

n = bw Wt

Nilai tegangan efektif beton pada daerah nodal ditentukan seperti halnya pada elemen strut yaitu :

Fcu = 0.85 βn Wt

Ada beberapa nilai β

(2-14)

n yang telah diusulkan untuk menghitung tegangan-tegangan

yang terjadi pada daerah nodal. Menurut ACI 318-02 Appendix A, nilai βn

a. β

ditentukan sebagai berikut :

n

b. β

= 1.0 pada daerah nodal yang terjadi oleh tekanan struts dan daerah landasan ( CCC nodes ).

n

c. β

= 0.8 pada daerah nodal dimana terdapat penjangkaran oleh tarikan tie hanya pada satu arah ( CCT nodes ).

n = 0.6 pada daerah nodal dimana terdapat penjangkaran oleh tarikan tie


(43)

Gambar 2.10 Distribusi gaya pada daerah nodal zone

Sumber : Design and Detailing of Structural Concrete Using Strut-and-Tie Model oleh Jorg Schlaich, dan Kurt Schafer

Persamaan dapat diturunkan berhubungan dengan lebar dari penunjang, pengikat dan luas penumpu jika diasumsikan bahwa tegangan adalah sama pada semua batang yang bertemu pada daerah nodal C-C-T

w s = wt

dimana

cosθ + lb sinθ (2-15)

w s w

= lebar dari penunjang

t

lb = panjang dari pelat penumpu dan

= lebar efektif dari pengikat


(44)

Hubungan ini berguna untuk mengatur ukuran dari daerah nodal dalam model penunjang dan pengikat. Lebar penunjang dapat diatur dengan merubah w

t atau lb, satu kali. Pada saat itu perlu dilakukan juga memeriksa tegangan pada semua daerah nodal.

2.7 Pembuatan Strut and Tie Model

Pada suatu struktur, umumnya hanya terdapat beberapa bentuk standar karena itu dapat dibuat analisis yang mendetail untuk menentukan model standar yang dapat diterapkan pada bentuk yang sama dengan ukuran yang berbeda. Standarisasi ini dapat memudahkan pekerjaan seorang perencana dan menghindari variasi penggunaan model oleh perencana yang berbeda. Pembuatan model Strut and Tie pada dasarnya merupakan prosedur grafis yang bersifat iterative. Tidak ada prosedur yang pasti dalam menentukan model Strut and Tie. Konsep dasar dalam pembuatan model Strut and Tie adalah :

1. Model harus dalam keadaan seimbang. 2. Batang tarik harus tetap lurus.

3. Tulangan geser dapat dimodelkan satu-persatu atau ekivalennya.

4. Jarak antara batang atas dan batang bawah ditentukan oleh momen ultimate. 5. Kemiringan maksimum batang tekan adalah 25° - 65° dimana idealnya 45°.

2.8 Batang Tekan dan Tarik pada Balok Langsing

Balok beton bertulang diasumsikan runtuh akibat geser dapat dimodelkan sebagai suatu rangka batang yang sederhana dimana batang tekan diwakili oleh batang atas (beton dengan atau tanpa tulangan tekan), batang tarik diwakili oleh


(45)

tulangan tarik, dan batang diagonal oleh strut tekan beton, serta sekumpulan tulangan sengkang sejarak jd diwakili oleh batang tegak dari rangka batang tersebut. Pada gambar tersebut batang tekan dinyatakan oleh garis putus-putus dan batang tarik dinyatakan oleh garis utuh.

2.9 Batang Tekan dan Tarik pada Balok Tinggi

American Concrete Institute ACI-Code menjelaskan bahwa suatu balok dinyatakan balok tinggi (deep beam) dalam perencanaan lentur bila rasio bentang bersih balok dibandingkan dengan tinggi balok n / d ≤ 1.25 untuk balok atas dua tumpuan dan n / d ≤ 2.5 untuk balok di atas beberapa tumpuan. Selanjutnya balok juga dinyatakan sebagai balok tinggi dalam perencanaan geser bila n / d ≤ 5.0 dan balok tersebut dibebani dari permukaan atas serta ditumpu pada sisi bawah balok. Permasalahan muncul bila dihadapi suatu keadaan dimana suatu balok dengan n / d

= 6 yang dibebani beban terpusat sejarak d dari salah satu tumpuan. Di sini terlihat

pada sisi bentang geser yang pendek sejarak d tadi dinyatakan sebagai balok tinggi dan pada sisi lainnya dinyatakan sebagai balok biasa ( bukan sebagai deep beam ). Kedua pernyataan tersebut cukup menimbulkan kebimbangan. Untuk menghindari permasalahan tersebut, MacGregor (1988) mendefinisikan suatu balok dinyatakan sebagai balok tinggi apabila sebagian besar beban yang dipikul dapat diteruskan atau dihubungkan langsung ke tumpuan-tumpuannya melalui batang tekan (compression

strut). Sebagai alternatif, kadangkala balok tinggi dianalisis berdasarkan analisa

tegangan dengan menggunakan “elastic continuum finite element method”. Pada struktur balok tinggi yang dikategorikan sebagai D-region, balok tinggi diidealisasikan sebagai suatu rangkaian batang-batang tarik (tie), batang-batang


(46)

tekan (strut), beban-beban kerja dan tumpuan-tumpuan yang saling berhubungan melalui titik-titik simpul (nodes) sehingga terbentuk suatu rangka batang.

2.10 Prosedur Analisis dengan Metode STM

Desain dan analisis dengan metode STM merupakan analisis iterasi yang meliputi:

Pemilihan asumsi model strut-and-tie.

Penentuan dimensi elemen struts, ties, dan nodal.

Pemeriksaan dimensi elemen struts, ties, dan nodal untuk meyakinkan asumsi model struts dan tie adalah valid.


(47)

BAB III

ANALISA KUAT GESER PADA BALOK TINGGI

DENGAN STRUT-AND-TIE MODEL

3.1 Umum

Beton merupakan bahan komposit dari agregat bebatuan dan semen sebagai bahan pengikat, yang dapat dianggap sebagai sejenis pasangan bata tiruan karena beton memiliki sifat yang hampir sama dengan bebatuan dan batu bata (berat jenis yang tinggi, kuat tekan yang sedang, dan kuat tarik yang kecil). Beton dibuat dengan pencampuran bersama semen kering dan agregrat dalam komposisi yang tepat dan kemudian ditambah dengan air, yang menyebabkan semen mengalami hidrolisasi dan kemudian seluruh campuran berkumpul dan mengeras untuk membentuk sebuah bahan dengan sifat seperti bebatuan. Beton mempunyai satu keuntungan lebih dibandingkan dengan bebatuan, yaitu bahwa beton tersedia dalam bentuk semi cair selama proses pembangunan dan hal ini mempunyai tiga akibat penting: pertama, hal ini berarti bahwa bahan-bahan lain dapat digabungkan ke dalamnya dengan mudah untuk menambah sifat yang dimilikinya. Baja yang terpenting dari baja-baja lainnya adalah baja dalam bentuk batang tulangan tipis yang diberikan kepada bahan komposit yakni beton bertulang yang memiliki kekuatan tarik dan kekuatan lentur selain kekuatan tekan. Kedua, tersedianya beton dalam bentuk cairan membuatnya dapat dicetak ke dalam variasi bentuk yang luas. Ketiga, proses pencetakan memberikan sambungan antar elemen yang sangat efektif dan menghasilkan struktur yang menerus yang meningkatkan efisiensi struktur.


(48)

Beton bertulang selain memiliki kekuatan tarik .juga memiliki kekuatan tekan dan karena itu cocok untuk semua jenis elemen struktur termasuk elemen struktur yang memikul beban jenis lentur. Beton bertulang juga merupakan bahan yang kuat, dengan demikian beton dapat digunakan pada berbagai bentuk struktur seperti pada rangka kerja di mana diperlukan bahan yang kuat dan elemen-elemen yang ramping. Beton bertulang juga dapat digunakan untuk membuat struktur bentang panjang, struktur yang tinggi, dan struktur bangunan bertingkat banyak.

3.2 Material Penyusun Beton Bertulang

Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan-ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan pasta semen. Pada prinsipnya pasta semen mengikat pasir dan bahan-bahan agregat lain (batu kerikil, basalt dan sebagainya). Rongga di antara bahan-bahan kasar diisi oleh bahan-bahan halus. Hal ini memberi gambaran bahwa harus ada perbandingan optimal antara agregat campuran yang bentuknya berbeda-beda agar pembentukan beton dapat dimanfaatkan oleh seluruh material. Material penyusun beton secara umum dibedakan atas:

1. Semen: bahan pengikat hidrolik.

2. Agregat campuran: bahan batu-batuan yang netral (tidak bereaksi) dan merupakan pembentuk sebagian besar beton (misalnya: pasir, kerikil, batu-pecah, basalt).


(49)

4. Bahan tambahan (admixtures) bahan kimia tambahan yang ditambahkan ke dalam spesi-beton dan / atau beton untuk mengubah sifat beton yang dihasilkan (misalnya; 'accelerator', 'retarder' dan sebagainya).

Sedangkan produk campuran tersebut dibedakan atas:

a. Batuan-semen: campuran antara semen dan air (pasta semen) yang mengeras. b. Spesi-mortar: campuran antara semen, agregat halus dan air yang belum

mengeras.

c. Mortar: campuran antara semen, agregat halus dan air yang telah mengeras. d. Spesi-beton: campuran antara semen, agregat campuran (halus dan kasar) dan

air yang belum mengeras.

e. Beton: campuran antara semen, agregat campuran dan air yang telah mengeras.

3.3 Tulangan

Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami keretakan. Oleh karena itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam sistem struktur, beton perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan beton menggunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya tarik. Baja beton yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran atau kawat rangkai las (wire mesh) yang berupa batang-batang baja yang dianyam dengan teknik pengelasan.


(50)

3.4 Balok Beton

Suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur, akan mengalami deformasi (regangan) lentur. Dalam hal tersebut, regangan tekan akan terjadi di bagian atas dan regangan tarik di bagian bawah penampang. Regangan-regangan tersebut mengakibatkan tegangan-tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan di bagian atas dan tegangan tarik di bagian bawah penampang. Karena tulangan baja dipasangan pada bagian tegangan tarik bekerja yaitu pada bagian bawah, maka secara teoritis balok ini disebut sebagai balok bertulangan tarik saja. Pada bagian tekan atau bagian atas penampang umumnya tetap dipasang perkuatan tulangan, tetapi bertujuan untuk membentuk kerangka kokoh yang stabil pada masing-masing sudut komponen. Tulangan pada balok selain dipengaruhi oleh beban-beban yang diterimanya, juga dipengaruhi oleh ukuran dan syarat-syarat tumpuan. Tumpuan dianggap kaku jika tidak terdapat deformasi.

Tiga syarat-syarat tumpuan yang dipertimbangkan:

1. Tumpuan bebas, bila tumpuan mengalami perputaran sudut pada perletakannya.

2. Tumpuan terjepit penuh, bila terdapat jepitan penuh sehingga perputaran tidak mungkin terjadi.

3. Tumpuan terjepit sebagian, bila tumpuan pada keadaan yang memungkinkan terjadi sedikit perputaran.


(51)

3.5 Mekanisme Geser Dalam Beton Bertulang

Sebuah balok akibat beban luar maka pada umumnya akan mengakibatkan gaya dalam seperti gaya momen dalam (M) dan geser (V), seperti pada Gambar 3.1. Pada perencanaan balok beton bertulang, lenturan pada umumnya diperhitungkan terlebih dahulu, kemudian ukuran penampang dan susunan penulangan diperlukan untuk menghasilkan momen tahanan yang cukup. Pembatasan diperlukan pada jumlah minimum dari tulangan lentur yang dapat digunakan, untuk meyakinkan bahwa kegagalan dapat terjadi, ini biasanya akan berlangsung secara perlahan-lahan, dan mempunyai tanda-tanda yang cukup sebelum terjadi kegagalan. Balok yang direncanakan sebanding untuk menahan geser, karena kenyataannya bahwa kegagalan geser seringkali tiba-tiba dan bersifat getas, perencanaan geser harus mempunyai kekuatan geser sama atau melebihi dari kekuatan lentur pada semua titik pada balok.

Hal dimana kegagalan geser dapat terjadi sangat bervariasi bergantung pada dimensi, geometri, pembebanan dan sifat dari balok. Untuk alasan ini tidak ada cara yang lain untuk merencanakan geser, balok tinggi yang pendek seperti braket, korbel, konsol, perpindahan geser ke tumpuan adalah dominan akibat tegangan tekan daripada akibat tegangan geser.


(52)

a. Balok utuh

b. Gaya-gaya dalam potongan A-A

c. Gaya-gaya dalam pada potongan A-A dan B-B


(53)

Mekanisme Ketahanan Geser pada Balok Beton Bertulang Dengan Tulangan Badan

a. Peran Tulangan Badan

Keterlibatan perkuatan badan seperti sengkang tidak secara fundamental mengubah mekanisme yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai ketahanan geser. Kantilever beton, yang merupakan unsur utama dari mekanisme balok, akan bertindak sebagai kantilever yang diperkuat. Selain kekuatan ikatan ΔT ', ditahan oleh kombinasi dari ikatan antar agregat, pasak, dan tindakan lentur dari kantilever, gaya ikatan ΔT' yang lainnya dapat ditopang oleh apa yang secara tradisional disebut “aksi rangka”. Dalam sistem rangka ini kantilever bertindak sebagai anggota tekan diagonal (lihat Gambar 3.2).

Kehadiran sengkang adalah berguna untuk aksi balok pada beberapa aspek yang lain juga. Sengkang berkontribusi pada mekanisme kuat geser yang berarti:

1. Meningkatkan kontribusi aksi pasak. Sebuah sengkang secara efektif dapat menopang tulangan longitudinal yang dilewati oleh retak geser lentur dekat dengan sebuah sengkang.

2. Menahan gaya tarik lentur dalam blok kantilever dengan menggunakan gaya tekan diagonal Cd

3. Membatasi pembukaan retak diagonal dalam rentang elastis, sehingga meningkatkan dan mempertahankan transfer geser oleh ikatan antar agregat.

, akibat dari aksi rangka (truss).

4. Memberikan kekangan, ketika sengkang memiliki spasi yang cukup kecil, sehingga meningkatkan kekuatan tekan daerah terutama dipengaruhi oleh tindakan lengkung.


(54)

5. Mencegah kerusakan ikatan ketika terjadi retakan yang berkembang di zona penjangkaran karena terjadinya gaya pada pasak dan penjangkaran.

Gambar 3.2 Kantilever beton yang bertindak sebagai struts. Sumber : Reinforced Concrete Structures oleh R. Park dan T. Paulay

Dapat dikatakan bahwa rincian perkuatan yang sesuai pada badan akan mempertahankan integritas, oleh karena itu kekuatan dari mekanisme balok yang telah didefinisikan terdahulu Vc, mengijinkan gaya geser Vs untuk dipertahankan

oleh mekanisme rangka (truss mechanism).

b. Mekanisme Rangka (Truss Mechanism)

Analogi antara ketahanan geser dari sistem rangka sejajar dan balok beton bertulang dengan perkuatan badan merupakan konsep lama dari struktur beton. Analogi tersebut, didalilkan oleh Mörsch pada permulaan abad, menyiratkan bahwa


(55)

badan pada rangka ekivalen terdiri dari sengkang yang bertindak sebagai anggota tarik dan struts beton bergerak sejajar dengan retak diagonal, umumnya pada sudut 45° terhadap sumbu balok itu. Zona tekan lentur beton dan perkuatan (tulangan) lentur membentuk akord atas dan bawah dari analog truss pin-jointed. Gaya pada rangka dapat ditentukan dari pertimbangan kesetimbangan saja. Perilaku rangka mirip dengan "aksi balok sempurna" sebelumnya yang didefinisikan sebagai tingkat yang dapat mempertahankan kekuatan ikatan diskrit ΔT' pada sendi pin hipotetis sepanjang tulangan lentur, sehingga menahan veriabel momen eksternal pada lengan tuas konstan internal.

Deformasi yang berhubungan dengan balok atau tindakan lengkungan dan mekanisme rangka dalam balok tidak kompatibel. Ketidakcocokan regangan ini, secara umum diabaikan, menjadi semakin kurang signifikan karena kondisi batas (contohnya plastik) adalah mendekati.

Analogi sistem rangka ditunjukkan pada Gambar 3.3 menggambarkan kasus umum perkuatan pada badan pada sudut β terhadap bidang horizontal. Ini akan berfungsi untuk menggambarkan hubungan antara gaya geser eksternal Vs, yang

akan ditahan oleh rangka, dan variasi gaya internal. Struts tekan diagonal, menahan gaya Cd

V

, cenderung pada sudut α terhadap bidang horizontal. Dari poligon kesetimbangan gaya untuk titik simpul x pada Gambar 3.3 membuktikan bahwa:

s = Cd sinα = Ts

dimana T

sinβ (3.1)

s merupakan resultan dari seluruh gaya sengkang yang melintasi retak

diagonal. Gaya baja pada badan per satuan panjang balok adalah Ts/s, di mana dari


(56)

s = jd (cotα + cotβ) (3.2)

Gambar 3.3 Gaya-gaya internal pada sebuah sistem rangka analogi Sumber : Reinforced Concrete Structures oleh R. Park dan T. Paulay

Dari Persamaan 3.1 dan 3.2, gaya sengkang per satuan panjang adalah

��

� =

��

������ (����+����)=

����

(3.3)

dimana Av adalah luas tulangan badan dengan spasi pada jarak s sepanjang balok dan fs

Untuk keperluan perencanaan sangat penting untuk menyatakan dalam ketetapan tegangan nominal, seperti pada desain geser pada balok tanpa perkuatan badan. Geser total V

adalah tegangan pada sengkang.

u diasumsikan ditahan sebagian oleh mekanisme rangka (Vs)


(57)

Dalam istilah tegangan, hal ini dinyatakan sebagai:

υu = υc + υs

dimana

(3.4)

υs

Dengan menggabungkan Persamaan 3.3 dan 3.5, luas tulangan badan yang diperlukan pada kekuatan ideal, ketika f

= �� ����≈

��

��� (3.5)

s = fy

A

, menjadi

v

Gaya tekan diagonal C

= υs

���� (����+����)

���

�� (3.6)

d

f

diasumsikan untuk menghasilkan tegangan seragam di struts dari sistem rangka. Struts memiliki kedalaman efektif s’ = s sinα = jd sinα (cotα + cotβ). Jadi kuat tekan diagonal karena mekanisme rangka dapat ditentukan dengan:

cd

Untuk kasus umum dari pengaturan tulangan badan, Persamaan 3.6 dan 3.7 disederhanakan sebagai berikut:

= �� ���′=

��

�������� (����+����)=

��

���� (����+����) (3.7)

1. SENGKANG VERTIKAL, β = 90°

Kompresi diagonal pada α = 45°

Av

f

= �� ���

�� (3.6a)


(58)

Kompresi diagonal pada α = 30°

Av

f

= �.���� ���

�� (3.6b)

cd = 2.3υs (3.7b)

2. TULANGAN BADAN MIRING, β ˂ 90°

Kompresi diagonal pada α = 45°

Av

f

= ��

(����+����)

���

�� (3.6c)

cd

Tulangan badan dan struts pada 45° = ���

�+���� (3.7c)

Av = 0.71 υs

f

���

�� (3.6d)

cd = υs

Kemiringan dari tekan diagonal secara tradisional diasumsikan 45° terhadap sumbu balok. Telah diamati, bagaimanapun, bahwa kemiringan retak diagonal pada batas-batas struts bervariasi sepanjang balok. Studi yang didasarkan pada pertimbangan energi regangan menunjukkan bahwa sudut optimum struts adalah sekitar 38°. Dari Persamaan 3.6 terbukti bahwa kebutuhan tulangan badan berkurang dengan sudut tekan diagonal menjadi kurang dari 45°, karena sengkang lebih banyak ditemui melewati retak datar. Hal ini sering terjadi, dan persamaan desain berdasarkan struts tekan pada sudut 45° adalah konservatif. Di sisi lain, struts lebih


(59)

curam di sekitar beban terpusat. Namun, dalam area aksi lengkungan lokal meningkatkan kapasitas geser lainnya melalui mekanisme yang lain. Umumnya dalam sebuah balok yang mempunyai kekuatan beton yang tinggi dan kuat tulangan baja rendah, yang mewakili sistem ketegangan kurang kaku, struts tekan berada pada sudut kurang dari 45°, maka sengkang lebih efektif daripada pada rangka 45°. Sebaliknya dengan kuat tulangan baja besar dan kekuatan beton yang lebih rendah, beban pada beton akan dibebankan pada partisipasi sengkang yang lebih besar. Kemiringan retakan diagonal di sekitar titik beban dan titik contraflexure ditampilkan pada Gambar 3.4.

Struts tekan diagonal datar dan sengkang miring berdampak kuat tekan beton yang lebih besar tegangan (lihat Persamaan 3.7d dan 3.7b). Hal ini menunjukkan bahwa tulangan baja badan tidak dapat ditingkatkan tanpa batas. Gambar 3.4 menunjukkan sebuah balok menerus dengan tebal badan dan sayap yang tipis dengan perkuatan baja yang besar. Pada balok seperti itu, kegagalan geser dapat menyebabkan kerusakan tulangan badan yang diakibatkan tekan diagonal (Persamaan 3.7). Ketika menilai dengan kekuatan tekan badan dari balok, perlu mempertimbangkan faktor-faktor tambahan berikut:

1. Struts diagonal juga mengalami momen lentur jika mereka berpartisipasi

dalam aksi balok. Momen sekunder diperkenalkan karena tidak adanya "sendi pin" di truss.

2. Sengkang meneruskan tarik ke bagian struts tersebut melalui ikatan, sehingga secara umum keadaan biaksial regangan berlaku. Kapasitas tekan beton diketahui secara drastis dikurangi ketika regangan tarik transversal simultan dikenakan.


(60)

3. Gaya tekan diperkenalkan pada "titik-titik simpul (joints)" dari analogi rangka (truss), dan gaya-gaya ini tidak terdistribusi merata di seluruh badan (web). Eksentrisitas dan kuat tarik transversal mungkin ada.

4. Beberapa gaya diagonal miring pada sudut lebih kecil dari 45° terhadap bidang horizontal, dan ini akan mengakibatkan kemungkinan adanya lonjakan dalam kuat tekan diagonal (lihat Persamaan 3.7 dan Gambar 3.4).

Observasi ini menandai kebutuhan untuk membatasi kuat beton diagonal menjadi nilai yang sesuai dibawah kuat retak beton. Untuk alasan ini ACI membatasi kontribusi dari mekanisme rangka untuk kuat geser ke sebuah nilai yang sangat konservatif, υs = 8 ��′� (psi). Jadi dari Persamaan terdahulu dan persamaan 3.4 kuat geser nominal maksimum mutlak pada sebuah balok (dalam satuan psi) adalah 10��′� ˂ 11.5��′�, tergantung pada nilai υc. Namun, Kupfer dan Baumann dan yang lain telah menunjukkan bahwa dengan sengkang dengan jarak yang kecilsanggurdi, seperti yang digunakan pada balok beton pracetak dengan sayap ganda pada Gambar 3.4, kuat geser nominal dari yang diinginkan sebesar 20��′� (psi) dapat dicapai bahkan setelah 50 aplikasi pembebanan dengan intensitas satu setengah. Sebagai aturan, kuat geser sebesar ini tidak dapat dicapai dalam balok penampang persegi panjang.


(61)

Gambar 3.4 Bentuk-bentuk retakan pada balok


(62)

Sengkang dapat mengembangkan kekuatan mereka hanya jika mereka cukup dijangkarkan. Sebuah sengkang dapat dilewati oleh retak diagonal pada setiap titik sepanjang bentangnya. Apabila retak yang terjadi sangat dekat dengan tarik atau tekan dari anggota, sengkang harus mampu mengembangkan kuat lelehnya atas tingkat penuh panjangnya. Karena itu, penting bahwa sengkang dibengkokkan sepanjang tulangan longitudinal yang lebih besar dan diperpanjang di luar mereka oleh panjang perkembangan yang memadai. Untuk aksi rangka yang efektif sengkang harus melepaskan bebannya pada atau dekat dengan "titik simpul." Konsentrasi transfer beban pada sudut-sudut sengkang dapat mengakibatkan retak lokal pada beton jika sebuah langkah baik terhadap lentur diagonal tidak terjamin. Sengkang menyimpang sebesar 0.02 inci (0.5 mm) telah diamati pada beberapa anggota. Pada balok dangkal penyimpangan ini dapat meningkatkan lebar retak diagonal.

Kadang satu set sengkang, melewati retak diagonal terus-menerus, leleh; pelebaran tak terbatas dari permulaan retak tersebut, dan salah satu komponen penting dari ketahanan geser, tindakan ikatan antar agregat, menjadi tidak efektif. Ketahanan terhadap geser telah hilang sehingga tidak dapat dialihkan ke dowel dan mekanisme rangka (truss), karena mereka telah sangat lelah, maka kegagalan berikut, dengan deformasi lanjut lebih sedikit. Untuk mencegah kegagalan

nonductile seperti itu sangat baik - memang, dalam desain seismik itu adalah wajib -

untuk memastikan bahwa sengkang tidak akan leleh sebelum kapasitas lentur telah benar-benar habis.


(63)

Peran utama dari sengkang adalah untuk mentransfer geser melintang (vertikal) melewati potensi retak diagonal.. Penggunaan perkuatan mesh di badan ini dianjurkan dari waktu ke waktu dan kemampuan menahan kekuatan baik horisontal dan vertikal, tetapi tidak lebih efektif dalam melawan geser. Hal ini karena perkuatan horizontal pada badan dalam balok normal jaringan normal balok tidak dapat berkontribusi pada ketahanan melintang (vertikal) selain dari membantu pengendalian retak dan meningkatkan tindakan dowel. Perkuatan badan horizontal akan memperkuat "kontribusi beton" υc tapi tidak akan mempengaruhi kekuatan

geser dari mekanisme rangka υs (lihat Persamaan 3.4). Pada balok tinggi,

bagaimanapun, mekanisme lengkungan dapat substansial didorong oleh penambahan tulangan horizontal yang dijangkarkan.

c. Desain Geser pada Balok dengan Tulangan Badan

Telah ditunjukkan bahwa mekanisme ketahanan geser dari sebuah balok tanpa perkuatan badan, tindakan berpaut terutama agregat, akan berfungsi selama lebar retak tidak menjadi berlebihan. Oleh karena itu dengan adanya perkuatan pada badan, tindakan balok untuk manahan gaya geser, regangan pada perkuatan badan tidak menjadi besar (contohnya sengkang tidak mengalami leleh). Sebelum atau sesudah leleh pada sengkang, oleh karena itu mungkin untuk menggandakan kekuatan dari dua aksi yaitu:

υu = υc + υs

Nilai konservatif untuk υ

(3.4)

c, ditetapkan oleh ACI, diberikan oleh Persamaan


(64)

fungsi dari kekuatan tarik beton. Oleh karena itu geser sisa υs = υu - υc, harus dialokasikan untuk perkuatan badan sesuai dengan Persamaan 3.6 dengan menggunakan sengkang vertikal, tulangan-tulangan bengkok, atau kombinasi keduanya. Hubungan sederhana antara kekuatan geser total yang dibutuhkan υu dan

kekuatan yang diperlukan pada sengkang vertikal υs diperlihatkan pada Gambar 3.5. Harus diingat bahwa pada spesifikasi ACI tekan pada strut diasumsikan cenderung pada α = 45°. Sebuah pandangan alternatif adalah bahwa kontribusi beton υc

diabaikan dan kecenderungan dari strut diagonal beton adalah kurang dari 45°, karena itu, sengkang lebih berpotensi mengalami retak. (Lihat misalnya, Gambar 3.4). Garis putus-putus pada Gambar 3.5 menunjukkan hubungan variasi dari nilai α. Bagi sebagian besar kekuatan geser balok diprediksi oleh dua pendekatan yang sangat mirip.

Gambar 3.5 Kontribusi sengkang untuk kekuatan geser Sumber : Reinforced Concrete Structures oleh R. Park dan T. Paulay


(65)

3.6 Tegangan Pada Balok yang Utuh

Dari diagram free-body pada gambar 3.1c dapat dilihat bahwa dM/dx = V. Jadi gaya geser dan tegangan geser akan terjadi pada sebagian balok dimana momen berubah dari penampang ke penampang. Dengan teori konvensional untuk bahan yang homogen, elastis untuk balok utuh, tegangan geser (v), pada elemen pada potongan balok dapat dihitung menggunakan persamaan:

τ = �.�

�.� (3.8)

Dimana :

V = Gaya geser pada potongan penampang.

I = Momen inersia dari potongan penampang

Q = Statis momen

b = Lebar dari balok dimana tegangan dihitung

Seharusnya dicatat pula bahwa tegangan geser yang sama terjadi baik pada bidang horizontal maupun vertikal melalui suatu elemen, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.6a. Tegangan geser horizontal adalah penting dalam perencanaan sambungan konstruksi, sambungan badan ke sayap, atau daerah sekitar lubang pada balok. Untuk balok persegi yang utuh Gambar 3.6 memberikan distribusi tegangan geser seperti pada Gambar 3.6b. Elemen-elemen pada Gambar 3.6a akibat dikenai kombinasi tegangan normal akibat lentur f dan tegangan geser v. Tegangan normal terbesar dan terkecil terjadi pada elemen disebut sebagai tegangan utama. Tegangan utama dan bidang tempat terjadinya diperoleh dengan menggunakan suatu lingkaran


(66)

tegangan Mohr’s. Arah dari tegangan utama pada elemen seperti pada Gambar 3.6a ditunjukkan pada Gambar 3.6c.

a. Tegangan lentur dan geser pada elemen pada bentang geser

b. Distribusi tegangan geser

c. Tegangan utama pada elemen pada bentang geser


(67)

Permukaan pada tegangan tarik utama terjadi pada balok yang utuh diplot pada Gambar 3.7. Trayektori permukaan atau tegangan berada di dekat sebelah bawah balok dan lebih mendatar dekat bagian atas. Ini berhubungan dengan arah dari elemen seperti pada Gambar 3.6c, karena beton retak ketika tegangan tarik utama melewati kekuatan tegangan tarik dari beton, pola retak akan mengikuti suatu jaringan garis seperti pada Gambar 3.7a.

a. Trayektori tegangan tekan pada balok yang tidak retak

b. Pola retak dari setengah bentang balok beton bertulang


(68)

Pengamatan secara normal pola retak pada balok beton bertulang melalui percobaan seperti pada Gambar 3.7b. Ada dua jenis retak yang terjadi, retak vertikal terjadi pertama kali, akibat tegangan lentur. Ini mulai dari bawah balok dimana tegangan lentur terbesar. Jenis kedua adalah retak miring pada ujung dari balok yang mana akibat dari kombinasi pengaruh geser dan lentur. Pada umumnya terjadi pada retak miring, retak geser, atau retak tarik diagonal. Suatu retak sedemikian harus nampak sebelum balok dapat menjadi gagal akibat geser. Beberapa dari retak miring mempunyai perpanjangan sepanjang penulangan menuju ke arah tumpuan, memperlemah pengangkuran tulangan pada balok. Suatu analisa mekanisme kegagalan dari balok dengan tumpuan sederhana ditampilkan di sini. Beton dan tulangan dimodelkan secara material yang benar-benar kaku.

3.7 Metode Penunjang dan Pengikat (Strut-and-Tie Model)

ACI Code 2002 termasuk Lampiran A baru, "Strut-and-Tie Model" dan perubahan sejumlah bagian kode memungkinkan untuk penggunaan model

strut-and-tie (STM) dalam desain. Dalam pengembangan Lampiran A, konsep-konsep

yang diambil dari Spesifikasi AASHTO LRFD (1998), CEB / FIP Model Code (1993) sebagaimana ditafsirkan dalam Rekomendasi FIP (1999), dan kode desain beton Kanada, CSA A23.3-94 (1994). Laporan penelitian [Komite ACI 445 (1997)] juga memberikan beberapa dasar untuk lampiran. Tulisan ini, dalam kombinasi dengan Penilaian ACI 318 untuk Lampiran A [ACI (2002)] menjelaskan keputusan dan asumsi yang dibuat dalam pengembangan Lampiran A.


(1)

Kemudian klik Nodal N1, N4, N5, dan N9. Lalu klik Node Type untuk menentukan jenis Nodalnya. Pada kolom Defined Property Type-Name pilih tipe CCT.

→ Setelah itu lakukan hal yang sama untuk Nodal N2, N3, N7, N8. Pada kolom

Defined Property Type-Name pilih tipe CCC.

Kemudian program dirun dengan mengklik Analysis > Run Design Calculations

Hasilnya seperti gambar di bawah dengan batang tekan (beton) untuk strut dan batang tarik (baja) untuk tie dengan properties dari strut dan tie belum dimasukkan


(2)

Setelah itu dilakukan pengisian data-data properties dari setiap batang-batang yang ada pada pemodelan Strut-and-Tie, dengan cara klik kanan pada setiap batang yang akan diisi data-data properties yang diperlukan.

Data properties yang perlu diisi untuk setiap batang adalah pada kolom Provided Effective Width dimana angka yang akan diisi pada kolom tersebut nilainya harus lebih besar dari nilai Min. Effective Width, dan disesuaikan.

Setelah dilakukan pengisian data properties yang perlu pada setiap batang, kemudian program di Run kembali sehingga diperoleh hasil pada gambar di bawah ini.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah untuk mendapatkan perbandingan nilai beban geser nominal (Vn) dari hasil test laboratorium yang telah ada sebelumnya

(Vn,test) dengan beban nominal dari hasil perhitungan manual (Vn,manual

Tabel perbandingan nilai V

), dimana setelah dilakukan analisa perhitungan didapat kesimpulan seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini.

n,test dan V No.

n,manual

Case Vn,test (kN) Vn,manual (kN) Selisih (%)

1. I 144.3 150.144 4.05

2. II 253.66 261.885 3.24

3. III 425.24 427.236 0.47

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sesuai dengan metode Strut-and-Tie Model, balok tinggi dengan data-data dari hasil test laboratorium yang sama dapat memikul beban geser nominal yang lebih besar daripada beban geser nominal yang diberikan pada saat pengujian di laboratorium.


(4)

Dari hasil analisa yang telah dilakukan juga dapat disimpulkan bahwa metode Strut-and-Tie Model dapat juga secara praktis dan akurat digunakan untuk desain penulangan balok tinggi (deep beam), baik analisa yang dilakukan secara perhitungan manual maupun dengan menggunakan bantuan program CAST (Computer-Aided Strut-and-Tie).

5.2 Saran

1. Didalam perencanaan Strut-and-Tie Model diharapkan akan menguasai truss analogi atau analisa rangka batang dengan benar.

2. Perencanaan sebaiknya memilih pola aliran gaya yang realistis dalam struktur yang dimodelkan.

3. Untuk pembebanan dengan gaya gempa diharapkan ada penelitian untuk tugas akhir selanjutnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

MacGregor, James G. 1997. “ Reinforced Concrete Mechanics and Design, “ 3rd

Park, R., and Paulay, T., Reinforced Concrete Structures, John Wiley and Sons, 1974.

edition, Prentice-Hall, New Jersey.

Park, Jung-woong ; Kuchma, Daniel, “Strut-and-Tie Model Analysis for Strength Prediction of Deep Beams,” ACI Structural Journal, No. 104-S61.

Russo, Gaetano ; Venir, Raffaele ; Pauletta, Margherita, “Reinforced Concrete Deep Beams – Shear Strength Model and Design Formula,” ACI Structural Journal, No. 102-S43.

Schlaich, Jorg ; Schafer, Kurt ; Jennewein, Mattias, “Toward a Consistent Design of Structural Concrete,” PCI Journal, 1987.

Schlaich, Jorg ; Schafer, Kurt, “Design and Detailing of Structural Concrete Using Strut-and-Tie Models,” The Structural Engineering, 1991.

ACI Committee 318, “Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-02) and Commentary (318R-02),” American Concrete Institute, Farmington Hills, Mich., 2005, 430 pp.

ACI Committee 318, “Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-05) and Commentary (318R-05),” American Concrete Institute, Farmington Hills, Mich., 2005, 430 pp.


(6)

Pakpahan, Ridwan H., Analisis Perencanaan Dinding Geser Dengan Metode Strut and Tie Model, Tugas Akhir, 2010.

Berbagai tulisan mengenai analisis dan perencanaan Strut and Tie yang didownload dari website http://www.cee.uiuc.edu/kuchma/strut_and_tie