MODEL PEMBELAJARAN PETTING TUNGGAL UNTUK MENINGKATKAN APRESIASI MUSIK PESERTA DIDIK KELAS XI DI SMAN 1 SIDOMULYO LAMPUNG SELATAN.
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Seni Konsentrasi Pendidikan Seni musik
Disusun Oleh: Prisma Tejapermana
NIM : 1201324
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
(2)
Model Pembelajaran
Petting Tunggal
Untuk Meningkatkan Apresiasi Musik
Peserta Didik Kelas XI di SMAN 1
Sidomulyo, Lampung Selatan
OlehPrisma Tejapermana
S.Sn Universitas Pasundan, 2010
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Seni
© Didi Sukyadi 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
SMAN 1 SIDOMULYO, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Disetujui dan disahkan oleh pembimbing :
Pembimbing I
Dr. Uus Karwati, M.Sn NIP. 196506231991012001
Pembimbing II
Dr. Rita Milyartini, M.Si NIP. 196406231988032001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Seni
Dr. Sukanta, S.Kar., M.Hum NIP. 196209171989031002
(4)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Identifikasi Penelitian ... 6
C.Rumusan Penelitian ... 6
D.Tujuan Penelitian ... 7
E. Signifikan dan Manfaat Penelitian ... 7
F. Asumsi Penelitian ... 8
G.Sistematika Penulisan Tesis ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A.Teori Pembelajaran ... 10
B.Model Pembelajaran ... 13
C.Model Pembelajaran Seni Musik ... 18
D.Apresiasi Musik ... 21
E. Penilaian Pembelajaran ... 25
F. Kesenian Petting tunggal ... 26
BAB III METODE PENELITIAN... 47
A. Subjek dan Lokasi Penelitian ... 47
B. Desain Penelitian ... 49
(5)
G. Teknik Pengolahan Data ... 65
H. Validasi Hasil Penelitian ... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 68
A. Hasil Penelitian ... 67
1. Konsep model pembelajaran petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik ... 67
2. Proses Implementasi Pembelajaran ... 75
3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 107
B. Pembahasan Model Pembelajaran Petting Tunggal Yang Telah Diterapkan ... 120
C. Efektivitas Model Pembelajaran Petting tunggal ... 123
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 126
A. Kesimpulan ... 126
B. Rekomendasi ... 127
DAFTAR PUSTAKA ... 129
(6)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Penilaian kompetensi peserta didik pada tahap observing dan
discussioning ……….....83 Tabel 4.2 Penilaian kompetensi peserta didik pada tahap pembelajaran
experimenting dan asociating………. 96 Tabel 4.3 Penilaian kompetensi peserta didik pada kegiatan communicating…105 Tabel 4.4 Absensi peserta didik selama kegiatan pembelajaran………..112 Tabel 4.5 Indikator Keberhasilan Model ...113
(7)
Gambar 2.2 Rohaeli, Seorang Seniman Petting Tunggal ... 29
Gambar 2.3 Tangga Nada E Minor Harmonik ... 30
Gambar 2.4 Tangga Nada E Byzantine ... 30
Gambar 2.5 Jenis Gambus Balak Dalam Kesenian Petting Tunggal ... 37
Gambar 2.6 Jenis Gambus Lunik Dalam Kesenian Petting Tunggal ... 38
Gambar 2.7 Posisi Tangan Pada Teknik Humbakh Mulokh ... 39
Gambar 2.8 Posisi Tangan Pada Teknik Ujan Lijung ... 40
Gambar 2.9 Partitur Penggalan Melodi Petting Tunggal ... 41
Gambar 2.10 Partitur Penggalan Melodi Syair Petting Tunggal ... 42
Gambar 2.10 Instrumen Petting Tunggal Tampak Depan Dan Tampak Belakang45 Gambar 3.1 Kegiatan Wawancara Peneliti Dengan Seniman Petting Tunggal .. 62
Gambar 3.2 Rohaeli Sedang Menjelaskan Bagian-Bagian Pada Petting Tunggal 62 Gambar 3.4 Peneliti Bertanya Kepada Salah Seorang Peserta Didik Tentang Pengetahuannya Terhadap Kesenian Petting Tunggal ... 65
Gambar 4.1 Peserta Didik Mengisi Lembar Kuisioner ... 77
Gambar 4.2 Peserta Didik Mengamati Video Pertama Yang Ditampilkan ... 77
Gambar 4.3 Peserta Didik Mengamati Video kedua Yang ditampilkan ... 78
Gambar 4.4 Kegiatan Diskusi Kelompok Peserta Didik ... 79
Gambar 4.5 Peserta Didik Menyampaikan Pendapatnya ... 80
Gambar 4.6 Grafik pencapaian kompetensi peserta didik pada tahap observing dan discussioning ... 84
Gambar 4.7 Peserta Didik Secara Individu Menirukan Unsur Ritmik ... 86
Gambar 4.8 Peserta Didik Menirukan Unsur Ritmik Secara Berkelompok ... 87
Gambar 4.8 Peserta Didik Menirukan Unsur Ritmik Yang Ada Pada Petting Tunggal Secara Bersama-sama ... 88
Gambar 4.9 Peserta Didik Menyanyikan Lagu Petting Tunggal Secara Kelompok ... 89
(8)
Gambar 4.11 Peserta Didik Mencoba Menirukan Unsur Melodi Petting Tunggal Pada Gitar Akustik ... 90 Gambar 4.12 Grafik pencapaian kompetensi pada kegiatan experimenting dan
associating ... 97 Gambar 4.13 Peserta Didik Secara Berkelompok Menyanyikan Syair Yang Telah
Dibuat Dengan Melodi Petting Tunggal... 99 Gambar 4.14 Penampilan Peserta Didik Di Depan Kelas ... 101 Gambar 4.15 Peserta Didik Menampilkan Nyanyian Syair Dengan Iringan Gitar
Akustik ...102 Gambar 4.16 Grafik hasil penilaian kompetensi pada kegiatan pembelajaran
communicating ... 105 Gambar 4.17 Grafik indikator keberhasilan model (peningkatan hasil penilaian
peserta didik) ... 111 Gambar 4.18 Observer Sebaya Mengamati Proses Pembelajaran Di Kelas ... 119
(9)
Pembelajaran... 19
Bagan 2.2 Proses Pengalaman Estetik ... 20
Bagan 3.1 Model Penelitian Lewin yang ditafsirkan menurut Kemmis ... 49
Bagan 3.2 Hierarkis jenis perilaku ranah kognitif yang akan dikembangkan pada pembelajaran petting tunggal ... 51
Bagan 3.3 Hierarkis jenis perilaku dan kemampuan afektif diadaptasi dari taksonomi Krathwohl dan Bloom dkk ... 52
Bagan 3.4 Hierarkis jenis perilaku dan kemampuan psikomotorik diadaptasi dari taksonomi Simphson ... 52
Bagan 3.5 Deskripsi Struktural Langkah-langkah Pembelajaran ... 53
Bagan 4.1 Sintaks pembelajaran pertemuan pertama ... 71
Bagan 4.2 Sintaks pembelajaran pertemuan kedua ... 72
Bagan 4.3 Sintaks pembelajaran pertemuan ketiga ... 73
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lapangan ... 132
Lampiran 2 Data Hasil Pengamatan Pre-test ... 134
Lampiran 3 Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik ... 137
Lampiran 4 Silabus Pembelajaran ... 140
Lampiran 5 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran ... 144
(11)
meningkatkan apresiasi musik peserta didik kelas XI di SMAN 1 Sidomulyo, Lampung Selatan. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, wawasan peserta didik terhadap kesenian petting tunggal yang merupakan salah satu seni tradisi berakar pada budaya setempat masih rendah. Terdapat nilai-nilai kesantunan, nilai sosial, dan nilai religi pada kesenian petting tunggal. Yang dapat ditanamkan melalui kegiatan pembelajaran kepada peserta didik. Penelitian ini menggunakan metode action research dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data terdiri dari: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Setelah melakukan dua siklus proses pembelajaran, penelitian ini menghasilkan sebuah model pembelajaran yang dilandasi oleh pendekatan scientific learning, dengan sintaksis observing, discusioning, experimenting, associating, serta communicating. Sistem sosial yang dibangun dalam pembelajaran petting tunggal ini ialah mengonstruksi pengetahuan dan pemahaman peserta didik berdasarkan pemikiran sejumlah anak dalam kelompok. Guru bertindak sebagai fasilitator dan evaluator. Setelah penerapan model tersebut, apresiasi peserta didik mengalami peningkatan, indikasinya dari antusias peserta didik dan keaktifan selama proses pembelajaran berlangsung. Penelitian ini masih memiliki kekurangan, untuk penelitian selanjutnya dapat dikembangkan evaluasi pembelajaran yang lebih baik. Model pembelajaran ini juga dapat diuji-cobakan di sekolah lain untuk mengetahui efektivitasnya.
(12)
ABSTRACT
The study titled “Petting Tunggal” learning model is intended to enhance the music appreciation student from grade XI at SMAN 1 Sidomulyo, South Lampung. Based on preliminary observations made by researchers, students insight to the
art of “Petting tunggal” which is one of the traditional arts from the local culture are limited. There are politeness values, social values, and religious values on a
“Petting tunggal” which can be internalized through student learning activities. This study used an action research with qualitative approach. The technique consists of data collection: observation, interview, and documentation. After doing two cycles of the learning process, this research produce student are in a model of learning which is based on a scientific approach, the syntax of this model consist of observing, discusioning, experimenting, associating and communicating. Teachers act as facilitators and evaluators.After the application of the model, the appreciation of students has increased, with indications the enthusiastic and liveliness during the learning process. There is still a shortage of research, next research is expected to develop better instrumen evaluation for music appreciation. This learning model can also be tested at other schools to determine their effectiveness.
(13)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekayaan kesenian tradisi di Indonesia sangat banyak dan beragam, oleh karena itu amat disayangkan jika kesenian tersebut punah. Oleh karena itu, sudah sepatutnya masyarakat kita mengetahui keberadaan kesenian tradisi sebagai ciri khas daerahnya, dan menjaga kelestariannya, agar tidak terpengaruh budaya asing yang akan merusak budaya yang ada di masyarakat. Akhir-akhir ini banyak generasi muda yang tidak mengetahui perkembangan kesenian khas dari daerah tempatnya berasal, demikian juga terhadap makna filosofis dari kesenian tradisi masyarakat tersebut. Ini didasari oleh kurangnya pengetahuan maupun informasi tentang kesenian tradisional di daerahnya. Hal ini dipengaruhi pula oleh minimnya sumber–sumber penelitian yang berkaitan dengan permasalahan kesenian tradisi.
Kesenian tradisi merupakan sebuah produk kebudayaan yang bernilai tinggi, dan kebudayaan muncul dari kebiasaan sebuah masyarakat tersebut, kesenian yang baik dapat juga menentukan keberlangsungan sebuah nilai kebudayaan di masyarakatnya. Dinyatakan Koentjaraningrat (1987, hlm.85) bahwa nilai budaya adalah tingkah tertinggi dan paling abstrak dari adat istiadat, karena itu nilai budaya terdiri dari konsepsi–konsepsi mengenai segala sesuatu yang dinilai berharga dan penting oleh suatu masyarakat, sehingga keyakinan tersebut dapat berfungsi sebagai suatu pedoman dalam menjalani kehidupan.
Daerah Lampung merupakan salah satu daerah yang mempunyai kesenian tradisi yang cukup beragam, diantaranya tari bedana, tari cangget agung, tari sigekh pengunten, sekura, sulam tapis, musik gamolan pekhing, gitar tunggal (petting tunggal), seruling/serdam, ghunjih dan kulintang. Kesenian-kesenian tersebut tersebar di berbagai daerah di wilayah Lampung. Di wilayah kabupaten Lampung Selatan, salah satu jenis musik tradisi yang masih bertahan hingga sekarang adalah petting tunggal. Kesenian ini menyajikan unsur vokal dan instrument. Alat musik yang digunakan yakni gitar tunggal/gambus dengan
(14)
2
nyanyian yang menyanyikan syair–syair berisi tentang nasehat, ungkapan cinta pada saat ngiban/nganjang, maupun ngababang/memanjakan pasangan.
Gitar tunggal diartikan oleh masyarakat Lampung Selatan sebagai gambus tunggal/petting tunggal. Jenis kesenian ini menyebar hampir di sebagian pulau Sumatera, dengan ciri khasnya masing-masing di setiap wilayahnya. Ciri khas tersebut antara lain pada sebutan namanya, kemahiran permainan gitarnya, dan syair–syair lagunya kebanyakan berbentuk pantun. Salah satu seniman petting tunggal di Lampung Selatan yang masih melestarikan dan memainkan kesenian ini ialah Rohaeli (65 tahun), yang juga merupakan narasumber dalam penelitian ini. Saat ini beliau tergabung sebagai anggota DKL (Dewan Kesenian Lampung) dan anggota DKLS (Dewan Kesenian Lampung Selatan). Menurut beliau, kesenian ini telah lama berkembang di masyarakat, bahkan beliau mempelajari kesenian ini dari ayahnya (wawancara 7 April 2013).
Kesenian petting tunggal menggunakan syair berbahasa Lampung, baik yang berdialek ‘api’ maupun yang berdialek ‘nyow’. Dalam penelitian ini, seni petting tunggal yang diamati yakni yang menggunakan syair berbahasa Lampung berdialek api. Yakni dialek bahasa yang digunakan oleh masyarakat di wilayah Lampung Selatan. Bentuk syair dalam petting tunggal ini disebut segata.
Alat musik yang digunakan dalam petting tunggal berupa gitar balak dan gitar lunik, atau masyarakat Lampung menyebutnya juga dengan istilah gambus balak dan gambus lunik. Pada gambus balak terdapat lima nada yang dawainya berpasangan dan satu nada yang dawainya tidak berpasangan. Sedangkan pada gambus lunik semuanya tersusun menjadi enam nada dalam keadaan open string. Pasangan senar pertama atau yang paling bawah disebut kuin, yang kedua genta, yang ketiga goro, yang keempat tala, yang kelima tala tanggung, dan yang paling atas ialah tala balak. Sedangkan susunan dawai pada gambus lunik hanya ada empat dawai yang berpasangan. Fingerboard pada kedua jenis gitar gambus ini dibuat fretless atau tanpa fret. Sehingga memainkannya perlu kepekaan nada yang baik.
Petting tunggal menggunakan nada–nada yang bersifat monofonik, artinya tidak berdasarkan susunan kontrapung atau harmoni. Adapun tangga nada yang
(15)
digunakan adalah yang disebut maqam (jamak: maqamat), dengan susunan nada-nada yang tidak ditala sempurna (well tempered) seperti halnya musik barat. Namun bila diselaraskan dengan scale/tangga nada dari musik barat, kesenian ini lebih mengacu pada tangga nada minor harmonic. Pada perkembangannya petting atau gambus yang sering digunakan seniman ialah gambus balak, agar dapat menyajikan range suara yang lebih luas.
Pada masa sekarang pertunjukan kesenian petting tunggal sudah jarang ditemui, akibat makin banyaknya kesenian–kesenian modern yang dipilih masyarakat sebagai pilihan hiburannya. Rohaeli, yang merupakan salah satu seniman yang masih aktif memainkan petting tunggal di daerah tersebut, menyatakan bahwa kegiatan pertunjukkannya sudah sangat jarang, bahkan masyarakat yang menanggap keseniannya dalam acara pesta syukuran pernikahan, ataupun acara–acara seperti pesta kampung dan semacamnya sudah sangat langka. Salah satu aktivitas yang masih sering dilakukan Rohaeli yakni mengisi jadwal perform secara on air di TVRI Lampung setiap hari Kamis sore (wawancara 7 April 2013).
Saat ini eksistensi kesenian petting tunggal di masyarakat Lampung Selatan sudah cukup mengkhawatirkan keberadaannya. Rohaeli, mengatakan bahwa respons masyarakat terhadap kesenian ini memang tidak menggembirakan, akibat banyaknya kesenian modern yang disenangi masyarakat Lampung selatan saat ini. Kondisi lainnya adalah adanya beragam suku yang ada di Lampung Selatan, dan ,asing-masing memiliki seni khas daerah asal yang mereka senangi (wawancara 7 April 2013). Mengingat situasi tersebut maka perlahan-lahan seni petting tunggal jarang dipertunjukkan. Guna mengatasi hal tersebut maka diperlukan adanya upaya dari berbagai pihak untuk menjaga eksistensi kesenian petting tunggal ini agar tidak hilang di masyarakat. Mengingat terdapatnya nilai-nilai berharga yang dapat tersampaikan melalui syair-syair lagu yang terkandung di dalamnya.
Oleh karena itu agar seni petting tunggal tidak punah, maka perlu berbagai upaya pelestarian, salah satu upaya pewarisan yang dapat dilakukan yakni melalui pembelajaran di sekolah. Karena sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan tempat generasi pewaris kebudayaan dalam menimba ilmu
(16)
4
pengetahuan dan budaya, dengan demikian kesenian petting tunggal ini diharapkan dapat tetap terjaga keberadaannya di masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Tilaar (2004, hlm. 210) bahwa lembaga-lembaga pendidikan merupakan pranata sosial dari suatu masyarakat yang berbudaya. Fungsi lembaga tersebut tidak lain ialah memelihara, mengembangkan, dan mewujudkan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat.
Penerapan pembelajaran petting tunggal melalui pendidikan formal, memerlukan kesiapan model pembelajaran yang dapat mengimplementasikan kesenian petting tunggal dengan baik. Model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang dapat digunakan guru untuk merancang pembelajaran. Setiap model membimbing kita ketika merancang pembelajaran untuk membantu para siswa mencapai berbagai tujuan sebagaimana dinyatakan oleh Bruce Joys dan Marsha Well (dalam Ruhimat, dkk. 2009, hlm. 180). Menurut Didang (dalam Rohman dan Amri, 2013, hlm. 197) Model pembelajaran merupakan suatu desain yang menggambarkan suatu proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi, sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa. Suatu model pembelajaran telah memuat syntax, yaitu serangkaan tahapan langkah-langkah yang konkrit atau lebih khusus yang harus diperankan oleh guru dan siswa; 2) sistem sosial yang diharapkan; 3) prinsip-prinsip reaksi siswa dan guru; dan 4) sistem penunjang yang disyaratkan.
Model pembelajaran yang digunakan untuk pembelajaran petting tunggal adalah model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered approach), dan bisa dilakukan melalui tatap muka di kelas, yang ditujukan kepada peserta didik, diharapkan dapat mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik. Pembelajaran petting tunggal yang akan diterapkan dimaksudkan juga untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga semua peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Peserta didik diharapkan dapat menjaga perhatian mereka terhadap materi pembelajaran agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
(17)
Pendekatan yang rencananya akan diterapkan dalam model pembelajaran petting tunggal ini ialah pendekatan scientific learning. Diharapkan para peserta didik dapat meningkatkan apresiasi musik melalui kegiatan bekerja sama, menghargai pendapat orang lain, mandiri, tanggung jawab, bekerja keras, kreatif, dan semangat kebangsaan.
Melalui pembelajaran petting tunggal, diharapkan peserta didik mendapatkan pengetahuan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian tersebut sebagai kearifan lokal, dan dapat ditanamkan secara utuh kepada peserta didik sebagai generasi penerus, sehingga pembelajaran tersebut berperan sebagai media pewarisan kesenian petting tunggal di masyarakat.
Berdasarkan data di lapangan, peneliti belum menemukan kajian tentang pembelajaran petting tunggal di sekolah, untuk mewujudkan capaian-capaian tersebut maka perlu dirancang sebuah model pembelajaran petting tunggal yang dilakukan melalui penelitian di sekolah.
Pola pembelajaran dibentuk dari pola-pola sederhana yang bertumpu pada aspek kompetensi, dan dikembangkan secara sistematis, dimulai dari aspek kognitif yang memberikan pengetahuan dan pola fikir peserta didik terhadap kesenian petting tunggal ini, seperti sejarah perkembangan kesenian ini, aspek-aspek musikal yang terdapat di dalamnya, dan memahami bentuk syair yang digunakan dalam kesenian petting tunggal. Untuk ranah afektif yang diharapkan dapat memunculkan kesadaran terhadap nilai-nilai kesenian petting tunggal, sikap menghargai, dan dapat menilai kesenian petting tunggal ini. Untuk ranah psikomotorik peserta didik diharapkan dapat menirukan unsur-unsur musikal yang terdapat dalam kesenian ini, seperti ritmis, melodi dan dinamika melalui kegiatan belajar memainkan secara dasar.
Model pembelajaran petting tunggal ini diterapkan di SMAN 1 Sidomulyo Lampung Selatan, karena daerah tersebut merupakan tempat berkembangnya kesenian petting tunggal, namun keberadaan kesenian petting tunggal di daerah tersebut makin hilang. Diharapkan pembelajaran petting tunggal yang berakar pada budaya setempat dapat meningkatkan apresiasi musik peserta didik, khususnya terhadap musik petting tunggal.
(18)
6
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka ditentukan dengan dengan judul penelitian sebagai berikut: “Model Pembelajaran Petting Tunggal Untuk Meningkatkan Apresiasi Musik Peserta Didik Kelas XI di SMAN 1 Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan”. Dengan maksud hasil temuannya dapat menjaga keberadaan kesenian petting tunggal melalui pembelajaran petting tunggal di sekolah.
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Kesenian petting tunggal merupakan kesenian tradisi yang menjadi ciri khas bagi masyarakat Lampung, dan memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Kesenian petting tunggal sebagai identitas budaya, sudah sepatutnya masyarakat Lampung memiliki kebanggaan terhadap kebudayaannya, dan menjaga keberadaannya di tengah masyarakat melalui upaya pewarisan. Untuk mewariskan kesenian ini kepada generasi muda dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui pembelajaran di sekolah. Pembelajaran petting tunggal yang akan diterapkan di sekolah perlu menyiapkan strategi pembelajaran, diantaranya menyusun perencanaan pembelajaran petting tunggal dalam bentuk model pembelajaran. Selama ini para guru belum pernah menerapkan model pembelajaran petting tunggal, maka pembelajaran petting tunggal ini perlu dikembangkan untuk dapat diaplikasikan di sekolah, sehingga dipandang perlu untuk menyusun model pembelajaran petting tunggal melalui penelitian.
C. Rumusan Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, yang menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimana model pembelajaran petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik kelas XI di SMAN 1 Sidomulyo, Lampung Selatan, agar penelitian dapat terfokus maka ditentukan dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep pembelajaran petting tunggal yang akan diaplikasikan? 2. Bagaimana aplikasi model pembelajaran petting tunggal?
(19)
3. Bagaimana hasil dari pembelajaran petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik kelas XI di SMAN 1 Sidomulyo, Lampung Selatan?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan konsep model pembelajaran petting tunggal untuk meningkatkan sikap apresiatif peserta didik di SMAN 1 Sidomulyo, Lampung Selatan. Untuk mengetahui proses penerapan model pembelajaran petting tunggal, dan mendeskripsikan hasil penerapan model pembelajaran petting tunggal tersebut. Selain itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada peserta didik melalui pembelajaran di sekolah tentang keberadaan petting tunggal ini.
E. Signifikan dan Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk beberapa pihak yang terkait dengan penelitian ini, diantaranya :
1. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi dalam mengembangkan kompetensi lembaga pendidikan melalui peran dosen dan mahasiswa terkait dengan pemanfaatan instrumen musik tradisional setempat dalam menumbuhkan, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi pembelajaran seni budaya (musik).
2. Stakeholder
Hasil penelitian ini dapat menjadi alternatif untuk menjadikan model pembelajaran petting tunggal sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai melalui pendidikan musik di Sekolah, dan selanjutnya model pembelajaran yang dihasilkan dapat dikembangkan dan diterapkan untuk menambah khasanah pendidikan musik.
3. Sekolah
Pemanfaatan petting tunggal sebagai model pembelajaran musik di Sekolah diharapkan dapat menjadi media penanaman kearifan lokal dari nilai-nilai yang
(20)
8
tedapat pada petting tunggal, dan dapat mengembangkan kemampuan musikal peserta didik dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Secara tidak langsung dapat menstimulus guru seni budaya untuk meningkatkan kinerja dan kemampuan profesional guru terhadap model pembelajaran berbasis musik daerah, dengan pemanfaatan petting tunggal.
4. Peserta didik
Melalui penelitian ini diharapkan peserta didik yang mengikuti pembelajaran petting tunggal ini dapat menambah wawasan, pemahaman, keterampilan, dan kecintaannya terhadap kesenian petting tunggal yang berakar pada kebudayaan daerah setempat, sehingga diharapkan juga kesenian petting tunggal tersebut dapat terjaga kelestariannya.
5. Peneliti
Melalui penelitian ini diharapkan peneliti memperoleh pemahaman musik tradisi untuk dijadikan sebagai model pembelajaran, dan sebagai landasan dalam mengembangkan hasil penelitian pada tahap selanjutnya.
F. Asumsi
Model pembelajaran petting tunggal memberi dampak positif dalam meningkatkan apresiasi musik peserta didik di SMAN 1 Sidomulyo. Model pembelajaran petting tunggal dapat menumbuhkan sikap apresiatif peserta didik terhadap musik tradisi yang berakar pada budaya setempat.
G.Sistematika Penulisan
Tesis ini terdiri dari lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari bab pendahuluan, bab landasan teori, bab metodologi penelitian, bab hasil penelitian dan pembahasan, serta bab kesimpulan. Adapun rincian tentang isi dari bab-bab tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bab I, berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari penulisan tesis model pembelajaran petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik di SMAN 1 Sidomulyo, Lampung Selatan. Pendahuluan berisi latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan
(21)
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab II, merupakan kajian pustaka sebagai landasan teoretis dalam membahas teori-teori yang mendukung proses pembelajaran, model pembelajaran, model pembelajaran seni musik, apresiasi seni musik, penilaian pembelajaran, dan konsep-konsep seni petting tunggal, dalam penelitian model pembelajaran petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik kelas XI di SMAN 1 Sidomulyo, Lampung Selatan.
3. Bab III, membahas tentang penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian yang digunakan dalam model pembelajaran petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik kelas XI di SMAN 1 Sidomulyo, Lampung Selatan. Pada bab III ini dibahas juga mengenai beberapa komponen penelitian, antara lain; lokasi dan subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
4. Bab IV, menyajikan pemaparan mengenai hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dari model pembelajaran petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik kelas XI di SMAN 1 Sidomulyo, Lampung Selatan.
5. Bab V, berkaitan tentang simpulan dan saran yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian model pembelajaran petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik kelas XI di SMAN 1 Sidomulyo, Lampung Selatan.
(22)
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Subyek dan Lokasi Penelitian 1. Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah peserta didik kelas XI IPA 2 (kelas sebelas dua kelompok IPA) SMAN 1 Sidomulyo, Lampung Selatan. Peneliti mempunyai beberapa alasan dalam memilih subjek tersebut diantara lain ialah:
a. Menurut salah seorang guru seni budaya di sekolah tersebut kelas XI IPA 2 cukup kooperatif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, dan di kelas tersebut ada beberapa peserta didik yang dapat memainkan alat musik, dengan pertimbangan hal-hal tersebut peneliti memilih kelas XI IPA 2 sebagai subyek penelitian, agar dapat kooperatif saat penelitian berlangsung, dan hal ini dapat berpengaruh kepada kelancaran penelitian di lapangan, sehingga penelitian dapat diupayakan selesai dengan tepat waktu yang telah ditentukan dan tujuan dari penelitian ini dapat tercapai.
b. Dari sikap kooperatif peserta didik juga terhadap model pembelajaran yang diterapkan, akan memunculkan harapan peserta didik untuk terbuka dalam menerima model pembelajaran petting tunggal tersebut, sehingga peserta didik yang belum pernah mendapatkan pengalaman musikal nantinya akan berminat untuk mempelajari kesenian ini, dan yang sebelumnya telah dapat memainkan alat musik maupun peserta didik yang pernah mendapatkan pengalaman musikal dapat menambah wawasan atau kemahirannya dalam bermusik. Sehingga semua peserta didik dapat bersama-sama memahami seni budaya setempat, maupun membangun apresiasi musik mereka terhadap musik tradisi. c. Peserta didik di kelas XI IPA 2 tersebut belum pernah mendapatkan
pembelajaran tentang kajian kesenian tradisi daerah setempat, sehingga model pembelajaran petting tunggal di kelas tersebut diharapkan dapat dikembangkan. Meskipun latar belakang suku peserta didik cukup beragam di kelas ini, dengan menerapkan model pembelajaran petting tunggal ini
(23)
diharapkan dapat menstimulus minat peserta didik untuk mengetahui dan mencintai budaya setempat.
d. Selain hal-hal tersebut, peneliti memilih subyek penelitian kelas XI IPA 2, karena model pembelajaran yang diterapkan terkait dengan kurikulum 2013, yang diterapkan di kelas XI Sekolah Menengah Atas (SMA).
2. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Sidomulyo, Lampung selatan. Di Kabupaten Lampung selatan terdapat 17 (tujuh belas) Kecamatan, yang di masing-masing kecamatan terdiri dari 1 hingga 2 SMA Negeri, dan di Kecamatan Sidomulyo terdapat satu SMA Negeri yaitu SMA Negeri 1 Sidomulyo. Peneliti memilih lokasi ini dikarenakan Kecamatan tersebut merupakan bagian dari Kabupaten Lampung Selatan, yang juga tempat berkembangnya kesenian petting tunggal ini, namun sekarang kesenian di daerah tersebut kurang populer. Masyarakat di kecamatan ini berlatar belakang suku yang beragam, jumlah masyarakat pribumi cenderung lebih sedikit jumlahnya dibanding masyarakat pendatang, ini dikarenakan daerah ini dulunya merupakan salah satu daerah tujuan transmigrasi. Hal ini juga yang menyebabkan peserta didik di SMA tersebut juga berlatar belakang suku yang beragam, dan cenderung mayoritasnya bersuku jawa. Harapan peneliti, meskipun mereka berlatar suku yang beragam namun harus tetap apresiatif terhadap kesenian tradisi dari daerah setempat, karena peserta didik di sekolah tersebut juga sebagai pewaris budaya, maka perlu ada sebuah upaya pembelajaran berorientasi kebudayaan setempat.
Alasan selanjutnya ialah dengan menerapkan pembelajaran di sekolah yang berada di wilayah Lampung Selatan, supaya pembelajaran seni musik tradisi ini dapat masuk di pembelajaran intrakulikuler yang sifatnya lebih tinggi dari ekstrakulikuler dalam latar pendidikan. Karena pengetahuan tentang seni tradisi tidak hanya bersifat praktis, namun juga harus ada diskusi tentang nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah kesenian tradisi tersebut, dan kegiatan-kegiatan pembelajaran tersebut akan lebih baik jika diterapkan pada kegiatan belajar di
(24)
49
kelas, yang merupakan bagian dari sebuah sekolah tempat berlangsungnya pendidikan.
Dari fasilitas-fasilitas penunjang pembelajaran yang terdapat di SMAN 1 Sidomulyo ini diantaranya ialah fasilitas studio musik yang dapat mendukung untuk kegiatan pembelajaran seni musik, dan aula yang dapat dijadikan tempat pementasan seni musik, seni tari dan teater. Namun alat-alat musik yang terdapat di studio musik SMA tersebut masih kurang memadai, apalagi untuk alat seni musik tradisional tidak terdapat sama sekali. Maka dari itu guru seni budaya setempat diharapkan dapat lebih kreatif dalam pembelajaran seni musik khususnya seni musik tradisional setempat.
B. Desain Penelitian
Untuk menentukan proses-proses penelitian yang dilakukan, diperlukan juga sebuah model penelitian yang berfungsi sebagai landasan bagi tahap penelitian berikutnya. Model Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis dapat menggambarkan proses atau tahapan penelitian. Adapun bagan yang memuat tahapan penelitian dalam model Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis adalah sebagai berikut:
Bagan 3.1 Model Penelitian Lewin yang ditafsirkan menurut Kemmis (Wiriaatmadja, 2005, hlm. 62)
Gagasan Awal
Reconnaissance
Rencana Umum
Langkah 1
Langkah 2
Langkah 3,dst..
Implementasi Langkah 1
Evaluasi
Perbaikan rencana Langkah 1 Langkah 2,dst..
Implementasi Langkah
(25)
Penafsiran model tersebut menurut Kemmis (dalam Wiriaatmadja, 2005, hlm. 63), meliputi hal-hal berikut:
1.Penyusunan gagasan atau rencana umum dapat dilakukan jauh sebelumnya. 2.Reconnaissance bukan hanya kegiatan menemukan fakta di lapangan, tetapi
juga mencakup analisis, dan terus berlanjut pada siklus berikutnya.
3.Implementasi tindakan dilakukan seoptimal mungkin, sesuai dengan yang telah direncanakan pada bagian perencanaan awal.
Model tersebut menggambarkan tahapan penelitian secara umum, namun terkait pula dengan dengan desain penelitian yang akan diterapkan pada penelitian ini. Lebih lanjut, Kemmis dkk (dalam Madya, 2011, hlm. 59) merumuskan empat aspek dalam proses penelitian tindakan, yaitu menyusun rencana tindakan, bertindak, mengamati, dan melakukan refleksi. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada setiap pertemuan di kelas.
Penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali kegiatan, dan dibagi menjadi dua siklus, yang masing-masing pertemuannya diadakan 1 minggu sekali, dengan durasi per pertemuan selama 90 menit, adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan dalam penelitian tindakan ini ialah sebagai berikut:
1. Plan (perencanaan)
Sebelum peneliti melakukan penelitian di lapangan penelitian, peneliti terlebih dahulu membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terdiri atas Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode yang digunakan dan pendekatan dalam proses pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran yang akan diuraikan lebih lanjut pada Bab IV.
2. Tindakan
Tindakan disesuaikan dengan rencana yang telah disusun. Pelaksanaan RPP menjadi tiga rancangan dengan waktu pembelajaran di kelas setiap pertemuannya dilangsungkan selama 90 menit. Tindakan ini disusun dengan memberikan aspek-aspek pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan RPP siklus pertama. Pelaksanaan tindakan ini akan dilakukan pada tanggal 27 Maret, 3 April, dan 10 April 2014. Seperti yang telah disinggung pada bab II, tindakan yang akan
(26)
51
dilakukan pada penelitian ini ialah berupa penerapan model pembelajaran petting tunggal yang mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik.
Ranah kognitif dalam taksonomi Bloom yang akan dikembangkan melalui pembelajaran petting tunggal ini meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Jika digambarkan ke dalam bagan akan tersusun sebagai berikut:
Evaluasi Tinggi Sintesis
Analisis
Penerapan
Rendah
Pemahaman Pengetahuan
Bagan 3.2:
Hierarkis jenis perilaku ranah kognitif yang akan dikembangkan pada pembelajaran petting tunggal
(Diadaptasi dari taksonomi Bloom, dalam Dimyati, 2013, hlm. 28)
Peningkatan aspek kognitif peserta didik juga diharapkan dapat diimbangi dengan meningkatknya aspek afektif peserta didik, yang dalam taksonomi Krathwohl mencakup sikap menerima, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. Jika digambarkan ke dalam bagan, maka ranah afektif yang akan dikembangkan melalui pembelajaran petting tunggal akan tersusun seperti sebagai berikut:
Kemampuan mengingat bentuk kesenian petting tunggal, jenis petting tunggal. Kemampuan menafsirkan, memahami syair petting tunggal.
Kemampuan menilai (subjektif) karya
Kemampuan memecahkan masalah, menemukan unsur-unsur musik pada petting tunggal
Kemampuan membedakan jenis-jenis syair, membedakan unsur musik, merinci bagian-bagian organologi petting tunggal
(27)
tinggi Penentuan sikap Partisipasi Penerimaan rendah Bagan 3.3:
Hierarkis jenis perilaku dan kemampuan afektif diadaptasi dari taksonomi Krathwohl dan Bloom dkk (dalam Dimyati, 2013, hlm. 30)
Aspek selanjutnya yang akan dikembangkan melalui pembelajaran petting tunggal ini ialah aspek psikomotorik, dan jika digambarkan ke dalam bagan yang diadaptasi dari taksonomi Simpson, maka akan tersusun pada bagan sebagai berikut: Penyesuaian Tinggi Gerakan kompleks Gerakan terbiasa Gerakan terbimbing
Rendah Kreativitas
Kesiapan Persepsi
Bagan 3.4:
Hierarkis jenis perilaku dan kemampuan psikomotorik diadaptasi dari taksonomi Simphson (dalam Dimyati, 2013, hlm. 33)
Kemampuan menjadi peka terhadap fenomena petting tunggal, dan menerima petting tunggal sebagai sesuatu yang harus dihargai
Kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi melalui diskusi kelompok untuk memecahkan masadalam sebuah kelompok
Kemampuan menentukan sikap, dan berpendapat dalam kelompok
Kemampuan memilah dan kepekaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan seni petting tunggal Kemampuan bersiap diri secara fisik
Kemampuan meniru contoh dan mengembangkan contoh tersebut Keterampilan yang berpegang pada pola
Berketerampilan lincah, gesit, luwes dan aktif berkontribusi dalam kelompok
Kemampuan memainkan ritmik dan menyanyikan melodi petting tunggal
Kemampuan menciptakan syair dan
mengkombinasikannya dengan melodi petting tunggal
(28)
53
3. Pengamatan
Tahap pengamatan dilaksanakan oleh guru kelas yang mengamati. Pengamat mencatat setiap kejadian selama proes pembelajaran berlangsung. Aspek yang akan diamati berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran pada scientific learning (observing, disqutioning/disscusioning, experimenting, associating, dan networking). Adapun langkah-langkah pembelajaran tersebut akan dijelaskan ke dalam tabel sebagai berikut:
Bagan 3.5
Deskripsi Struktural Langkah-langkah Pembelajaran (Sumber: diadaptasi dari model pembelajaran angklung, 2004)
Hasil pengamatan juga nanti akan dijadikan sebagai bahan refleksi terhadap tindakan berikutnya. Pengamatan yang dilakukan dalam setiap siklus dapat mempengaruhi perencanaan tindakan yang akan dilakukan pada tahap berikutnya,
Observing
Peserta didik mengamati dan menganalisa video musik petting tunggal
Questioning/disscusioning
Peserta didik bertanya jawab dan melakukan diskusi dari hasil pengamatan video musik petting tunggal
Experimenting
Peserta didik menirukan unsur-unsur musikal dari petting tunggal
Associating
Peserta didik menerapkan unsur-unsur musikal petting tunggal pada syair yang telah mereka buat pada penugasan
Communicating/networking
(29)
sehingga hal tersebut menghasilkan sebuah refleksi untuk perencanaan selanjutnya.
4. Refleksi
Pada fase ini ialah kegiatan menganalisis data, membahas dan menyimpulkan dari tindakan yang telah terlaksana selama proses pembelajaran, untuk kemudian mengidentifikasi tindak lanjut pada pembelajaran berikutnya.
Pada tahap ini peneliti berkolaborasi dengan guru kelas yang juga menjadi pengamat dalam kegiatan pembelajaran pertama, yang bertugas untuk mengkaji dan mendiskusikan hasil analisis terhadap data, proses pembelajaran, dan hasil pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Pada saat pembelajaran pertama, peneliti mencoba mengajak peserta didik untuk menyaksikan video musik petting tunggal untuk kemudian peserta didik diminta untuk menanggapi video yang telah diamatinya tersebut.
Refleksi tindakan ini bertujuan untuk menentukan, mengoreksi, dan mengevaluasi guna mendapatkan dasar revisi rencana tindakan berikutnya. Jika hasilnya sudah diketahui, maka penelitidapat melakukan rancangan siklus ke dua.
C. Pendekatan dan Metode
Metode yang digunakan pada penelitian ini ialah action research (penelitian tindakan) dengan pendekatan kualitatif. Menurut Metrler (2011. Hlm. 33) hakikat penelitian tindakan (action research) diantaranya merupakan sebuah proses yang meningkatkan pendidikan secara umum, dengan cara memasukkan perubahan sebagai elemennya. Penelitian tindakan juga merupakan sebuah proses bersiklus perencanaan, pengambilan tindakan, pengembangan, dan refleksi. Kemmis dan Mc Taggart (1982) dalam Sukardi (2008, hlm. 14) berpendapat bahwa: “Action research is the way groups people can organize the conditions under which they can learn from their own experiences, and make their experiences accessible to others”. Penelitian tindakan adalah cara suatu kelompok orang untuk mengatur kondisi di mana mereka bisa belajar dari pengalamannya sendiri, dan membuat pengalamannya dapat diakses oleh orang lain. Pada kesempatan yang lain, Kemmis dan McTaggart (dalam dantes, 2012, hlm. 131) juga menguatkan
(30)
55
pendapat sebelumnya, bahwa penelitian tindakan adalah suatu pendekatan yang dilakukan sendiri oleh pelaksana, dalam hal ini guru, untuk memperbaiki pembelajaran dengan cara melakukan perubahan-perubahan dan mempelajari akibat-akibat dari perubahan itu.
Madya (2011, hlm. 25) juga berpendapat bahwa penelitian tindakan (action research) pada hakikatnya merupakan bentuk penelitian sosial; mereka yang terlibat (peserta didik) dalam praktik yang diteliti harus dilibatkan dalam proses penelitian tindakan dalam tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, dan pelaksanaan refleksi secara bersiklus, dan penelitian tindakan dimaksudkan untuk meningkatkan praktik atau kemampuan tertentu dalam situasi tertentu. Dari pendapat-pendapat tersebut maka peneliti menyimpulkan, hakikat penelitian tindakan akan cocok digunakan dalam penelitian ini, karena secara garis besar, penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan apresiasi musik siswa terhadap musik tradisi yang dalam hal ini ialah musik tradisi setempat (petting tunggal) melalui model pembelajaran yang akan diterapkan pada peserta didik, yang juga merupakan sampel penelitian dalam penelitian ini.
Peneliti memilih pendekatan kualitatif dengan metode action research karena pada penerapan model pembelajaran akan diterapkan langkah-langkah penelitian action research, seperti perencanaan, pengamatan, tindakan, dan refleksi yang dilakukan secara menyeluruh terkait dengan aspek-aspek untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik di sekolah. Hasil dari data-data tersebut lebih ditampilkan sebagai data analisis deskriptif, dengan demikian, data– data yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini ialah berupa pernyataan-pernyataan hasil wawancara (berupa catatan, rekaman audio, foto, maupun video), deskripsi mengenai proses penerapan pembelajaran di lapangan, dokumen pribadi, memo, dan dokumen penting lainnya seperti lembar kuisioner peserta didik maupun lembar penilaian, untuk kemudian dianalisis dan disimpulkan. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Bodgan dan Taylor dalam Moelong (2011, hlm. 4-5) yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
(31)
Analisis kualitatif terhadap objek yang diteliti bertujuan untuk memilih substansi pembelajaran dari unsur-unsur petting tunggal yang akan diterapkan kepada peserta didik di kelas. Jadi, setelah mendeskripsikan tentang keseniannya dari berbagai aspek atau elemen-elemen yang terdapat pada petting tunggal tersebut, baik dari sisi teks (syair-syair, teknik, melodi, seniman) maupun konstektualnya (fungsi, makna, nilai-nilai, filosofis), kemudian dipilih aspek-aspek apa sajakah yang tepat digunakan atau dikembangkan sebagai bahan pembelajaran untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik tersebut, khususnya terhadap musik tradisi, karena tidak semua elemen-elemen dari hasil kajian petting tunggal menjadi materi atau bahan ajar sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dari proses pembelajaran ini.
Pendekatan kualitatif ini Alwasilah (2011, hlm. 100) berpendapat bahwa kekuatan paradigma kualitatif terletak pada induktive dan grounded, yang memang tidak sejalan dengan pendekatan atau desain terstruktur. Terstruktur disini yakni berkonotasi kaku, atau tidak fleksibel, sehingga data-data yang mungkin berharga sekalipun tidak terdeskripsikan. Metode kualitatif akan mencari gambaran dari objek penelitian dan mendeskripsikan secara luas tentang keadaan dan objek penelitian.
Mertler (2011, hlm. 12) juga mengungkapkan pendapatnya, bahwa metode-metode penelitian kualitatif lazimnya menggunakan pendekatan penalaran induktif, penalaran induktif bekerja dengan menempuh arah yang berlawanan ketika dibandingkan dengan penalaran deduktif. Dengan menggunakan pendekatan “menanjak keatas (bottom up)”, penalaran induktif bermula dengan spesifik dan berakhir dengan generalisasi teori yang lebih luas. Peneliti melakukan kegiatan penelitian dengan penalaran ini bermula dengan observasi yang spesifik terhadap sampel penelitian yang akan diterapkan model pembelajaran untuk kemudian diteliti, hal ini dilakukan untuk memperoleh data awal, kemudian mencatat pola-pola yang ada dalam data tersebut, lalu merumuskan sebuah hipotesis, dan selanjutnya menarik kesimpulan. Analisis data dengan penalaran induktif selebihnya akan dibahas pada bagian pembahasan hasil penelitian (Bab IV).
(32)
57
D.Definisi Operasional
1. Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen-komponen yang dimaksud terdiri dari empat komponen, diantaranya adalah: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen ini, harus menjadi perhatian utama dalam menentukan model yang akan digunakan dalam pembelajaran.
2. Model pembelajaran merupakan suatu desain yang menggambarkan suatu proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan peserta didik berinteraksi, sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri peserta didik, di dalam model pembelajaran telah mencakup pendekatan, strategi, maupun langkah-langkah pembelajaran.
3. Petting tunggal merupakan sebuah kesenian menggunakan alat musik berupa Gitar atau Gambus, yang memperlihatkan kemahiran permainan gitar yang dimainkan sendiri sambil menyanyikan syair–syair yang kebanyakan berbentuk pantun (segata). Seni petting tunggal ini biasanya dimainkan oleh pemuda-pemudi yang sedang bercengkrama, atau orang tua yang sedang memberikan nasehat kepada anak-anaknya atau pemuda– pemudi di lingkungannya.
4. Model pembelajaran petting tunggal ialah suatu rencana, pola atau desain yang dapat kita gunakan untuk merancang pembelajaran petting tunggal melalui tatap muka di dalam kelas atau dalam latar tutorial dan dalam membentuk material-material pembelajaran, untuk membantu para peserta didik mencapai tujuan dari pembelajaran petting tunggal.
5. Apresiasi ialah kesadaran terhadap nilai-nilai seni dan budaya, atau menilai, menghargai melalui pengamatan terhadap karya seni (petting tunggal).
E.Instrumen Penelitian
Cara pengumpulan data yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam penelitian ini melalui berbagai cara yaitu observasi, studi literatur dari
(33)
berbagai sumber buku, telaah dari beberapa penelitian baik skripsi, tesis, atau jurnal, wawancara langsung dengan objek, studi dokumentasi dan studi lapangan. Instrumen sepeerti lembar observasi, kuisioner, dan instrument pertanyaan penelitian akan dilampirkan pada bagian lampiran.
F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data pada penelitian ini, ada beberapa metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data, diantaranya yaitu:
1. Observasi
Observasi menggunakan gambaran sistematis mengenai peristiwa, tingkah laku, benda atau karya yang dihasilkan dan peralatan yang digunakan. Metode ini digunakan untuk mengamati sesuatu, seseorang, suatu lingkungan, atau situasi secara tajam dan terinci, dan mencatatnya secara akurat dalam beberapa cara. Dalam prosesnya, peneliti mengamati kesenian petting tunggal, melalui beberapa sumber di internet, dan pertunjukkan oleh seniman petting tunggal, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seperti apa bentuk kesenian petting tunggal tersebut,dan perkembangan, serta keberadaan kesenian petting tunggal ini di masyarakat.
Observasi selanjutnya dilakukan pada pembelajaran Seni budaya di kelas XI IPA 2 SMAN 1 Sidomulyo, yang bertujuan untuk mengetahui secara langsung proses pembelajaran Seni Budaya khususnya seni musik di kelas tersebut maupun perilaku peserta didik dalam proses pembelajaran. Pada tahap ini peneliti mengobservasi kegiatan pembelajaran di kelas dengan lembar kuisioner peserta didik yang dibagikan oleh peneliti untuk kemudian diisi oleh peserta didik, guna mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa dan minat siswa dalam mengetahui ataupun rasa ingin mempelajarai kesenian tradisi khususnya petting tunggal. 2. Perekaman
Teknik-teknik perekaman yang digunakan sebagai salah satu cara mengumpulkan data selama penelitian di lapangan, atau bersama-sama, bahkan menjadi alat utama untuk mengobservasi dalam penelitian kesenian petting tunggal dan pembelajarannya di sekolah antara lain, yaitu:
(34)
59
a. Fotografi
Melalui teknik fotografi kita dapat mengidentifikasi jenis-jenis data dan menghadirkannya sebagai bukti yang kuat, misalnya sebagai informasi selama proses penelitian. Teknik fotografi ini penulis gunakan saat mewawancarai seniman petting tunggal yang cukup berpengaruh untuk mengetahui lebih mendalam tentang kesenian ini. Kemudian peneliti menggunakan teknik fotografi ini dalam pembelajaran petting tunggal ini di kelas XI IPA 2 SMAN 1 Sidomulyo sebagai lokasi penelitian.
b. Teknik perekaman video
Dengan teknik ini kita dapat mendapatkan informasi atau data yang bersifat dinamis, misalnya merekam tarian, pertunjukkan, drama, seni kinetik, seni cahaya, dan kolaborasi, maka teknik pengumpulan data melalui rekaman film atau video menjadi sangat penting untuk digunakan. Teknik ini juga peneliti lakukan pada saat mewawancarai seniman petting tunggal, yang kemudian sebagian hasil video dari proses wawancara dengan seniman tersebut peneliti gunakan kembali untuk ditayangkan di kelas selama pembelajaran petting tunggal berlangsung, hal ini dimaksudkan untuk menambah informasi kepada peserta didik melalui video yang ditayangkan, agar peserta didik merasa lebih yakin dengan informasi yang mereka terima. Peneliti juga menggunakan teknik ini untuk merekam kegiatan proses pembelajaran petting tunggal di kelas, hal ini dimaksudkan untuk menjadi bahan penilaian atau evaluasi dari hasil pembelajaran di kelas, dan hal ini juga dimaksudkan sebagai data-data yang bersifat dinamis yang dapat menunjang data-data penelitian lainnya.
c. Teknik perekaman audio
Melalui teknik audio, kualitas ekspresif dari suara-intonasi, frasa, jeda, reaksi dan sebagainya yang mungkin menjadi data yang bermanfaat akan dapat terekam, teknik ini dapat dilakukan saat proses wawancara dengan seniman petting tunggal atau narasumber lainnya (guru dan peserta didik) yang terlibat pada penelitian ini, hasil dari perekaman dengan teknik audio tersebut dapat menunjang data penelitian. Secara khusus teknik audio sangat bermanfaat
(35)
untuk merekam suara dari suatu pementasan kesenian, pertunjukan musik, maupun nyanyian atau senandung dari seniman petting tunggal. Melalui teknik ini, peneliti dapat menangkap bunyi dari alat musik petting tunggal dan iramanya, kualitas dan warna suara, ekspresi suara, serta memungkinkan peneliti menyusun notasi musik secara baku dan menuliskan lirik-lirik nyanyian yang disenandungkan pada petting tunggal ini. Namun dalam penelitian ini peneliti hanya mengunpulkan data dengan teknik fotografi dan video/film saja, karena pada teknik video sudah mencakup gambar beserta audionya. Pada tahap perekaman ini peneliti menggunakan 1 unit camera digital, dan 1 unit handycam. Selama proses perekaman berlangsung, baik saat proses mewawancarai seniman hingga proses pembelajaran di kelas, peneliti meminta bantuan kepada seorang teman untuk merekam proses kegiatan-kegiatan tesebut. Namun pada proses unjuk kerja peserta didik, peneliti merekam sendiri kegiatan tersebut.
3. Wawancara
Rohidi (2012, hlm. 208) mengungkapkan wawancara hanya akan berhasil jika orang atau tokoh yang diwawancara bersedia dan dapat menuturkan dengan kata-kata tentang cara berlaku yang telah menjadi kebiasaan tentang kepercayaan dan nilai-nilai yang dijunjung oleh masyarakat dalam hal ini berkaitan dengan praktek-praktek berkesenian, di mana tokoh yang bersangkutan menjadi bagian daripadanya.
Pada tahap wawancara ini peneliti membagi menjadi beberapa tahapan proses wawancara seperti sebagai berikut:
Sebelum peneliti mewawancarai responden yang akan berkaitan dengan penelitian ini, terlebih dahulu peneliti menentukan siapa saja yang akan diwawancarai, dan peneliti memutuskan untuk mewawancarai seniman petting tunggal yang akan menjadi sumber informasi/data yang sangat penting tentang kesenian ini, para peserta didik sebagai sampel penelitian, dan guru seni budaya di tempat lokasi penelitian. Peneliti mencari informasi tentang seniman petting tunggal yang masih aktif mementaskan kesenian ini, kemudian di suatu kesempatan, peneliti menemui Idhom yang merupakan salah satu anggota Dewan
(36)
61
Kesenian Lampung Selatan (DKLS) yang juga merupakan Pegawai Negeri Sipil di Dinas pariwisata. Kemudian beliau menyebutkan nama Rohaeli dan sedikit menceritakan tentang eksistensi Rohaeli dalam kesenian petting tunggal, Rohaeli merupakan seorang seniman petting tunggal yang sudah lama menekuni petting tunggal ini, dan telah memiliki jam terbang cukup banyak dalam penampilan petting tunggalnya, selain itu Rohaeli sering diundang oleh dinas Pariwisata pada event-event yang melibatkan Dinas Pariwisata untuk melakukan pementasan petting tunggal tersebut, baik pementasan di wilayah Lampung selatan maupun di luar wilayah tersebut. Peneliti pun kemudian mendapatkan nomor telepon seluler Rohaeli dari Idhom. Atas informasi tersebut kemudian peneliti menyusun daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada seniman petting tunggal tersebut (daftar pertanyaan terlampir).
Peneliti kemudian menyiapkan daftar pertanyaan wawancara kepada seniman petting tunggal,pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan ialah seputar petting tunggal. Dalam penelitian kualitatif, pertanyaan yang diajukan harus berdasarkan pengalaman, pendapat, dan perasaan dari seniman yang terkait. Hasil wawancara diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang baik untuk memperkuat data penelitian ini. Sumber informasi dari hasil wawancara tersebut kemudian akan direduksi dan dijadikan sebagai salah satu isi dari materi pembelajaran yang nantinya akan diterapkan di kelas.
Wawancara ini dilakukan di kediaman Rohaeli pada hari kamis tanggal 7 April 2013 pukul 19:00 WIB hingga selesai. Peneliti memang sengaja melakukan wawancara terhadap seniman petting tunggal ini jauh-jauh hari sebelum peneliti memulai penulisan tesis, dikarenakan agar ada efisiensi waktu dalam proses pengumpulan data, baik data yang didapat dari seniman, maupun data yang diperoleh dari peserta didik yang juga sebagai sampel penelitian di lokasi penelitian.
(37)
Gambar 3.1
Kegiatan wawancara peneliti dengan seniman petting tunggal (Dokumentasi: Prisma Tejapermana, 2013)
Dalam bergulirnya proses kegiatan wawancara dengan seniman petting tunggal tersebut, Rohaeli banyak mengungkapkan pengalamannya berkesenian petting tunggal ini, kemudian beliau menjelaskan jenis-jenis petting tunggal, sejarahnya, aspek-aspek musikalnya, kebudayaan lain yang mempengaruhi kesenian tersebut, eksistensinya di masyarakat, dan mencontohkan permainan petting tunggal dengan menyanyikan syair-syairnya kepada peneliti.
Gambar 3.2
Rohaeli menjelaskan bagian-bagian petting tunggal (Dokmentasi: Prisma Tejapermana, 2013)
(38)
63
Setelah data-data sudah terkumpul dari hasil wawancara dengan seniman petting tunggal, maka data-data tersebut disimpan untuk kemudian diredukasi, materi apa saja yang dapat dijadikan sebagai materi pembelajaran di kelas, dan disusun menjadi materi ajar.
Peneliti selanjutnya melakukan kegiatan wawancara dengan Kepala Sekolah SMAN 1 Sidomulyo, sekaligus meminta izin untuk melakukan penelitian di SMA yang beliau pimpin. Menurut beliau pembelajaran seni budaya oleh guru di kelas sudah cukup baik, hanya saja pembelajaran seni yang bersifat tradisi tidak terlalu menonjol, untuk lebih jelasnya peneliti disarankan untuk menemui guru seni budaya yang bersangkutan. Wawancara dengan Kepala sekolah cukup singkat, karena kesibukan beliau pada saat peneliti datang ke ruang kerja beliau.
Kemudian peneliti mewawancarai guru seni budaya di tempat peneliti melakukan penelitian, beliau bernama Desi Novita. Wawancara yang dilakukan lebih bersifat spontanitas, sebelumnya peneliti tidak menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada guru seni budaya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti dalam kegiatan wawancara ini seputar pengetahuan peserta didik terhadap kesenian tradisi, sikap apresiatif siswa terhadap kesenian tradisi, adakah peserta didik yang sudah dapat memainkan alat musik atau dapat bernyanyi dengan cukup baik.
Menurut beliau, wawasan peserta didik seputar musik tradisi masih kurang baik, mungkin dikarenakan informasi yang didapat oleh peserta didik seputar seni musik tradisi masih kurang. Peneliti juga menanyakan kepada beliau apakah sudah pernah memberi pembelajaran seni musik tradisi khususnya petting tunggal di kelas, seperti apa materi ajarnya, bagaimana model pembelajarannya, dan bagaimana sikap peserta didik terhadap pembelajaran tersebut di kelas, namun beliau mengatakan masih sebatas menginformasikan sedikit tentang musik tradisi daerah setempat, dan belum pernah memberikan materi ajar tentang petting tunggal. Beliau juga lebih banyak memberi materi dan penugasan dari cabang seni lain, seperti drama/teater, kerajinan tangan. Hal ini makin memperkuat niat peneliti untuk menerapkan model pembelajaran di sekolah tersebut. Peneliti juga meminta masukan kepada guru seni budaya untuk di kelas mana sebaiknya
(39)
peneliti menerapkan model pembelajaran petting tunggal ini, agar penerapan model lebih efisien dan efektif. Beliau menyarankan kelas XI 2 (kelompok IPA) untuk penerapan model pembelajaran tersebut, menurut beliau kondisi kelas tersebut cukup kondusif, sehingga diharapkan dari situasi kelas yang kondusif tujuan penerapan model pembelajar akan efektif dan efisien. Dari beliau juga peneliti memperoleh gambaran umum dari situasi kelas yang akan diterapkan model pembelajaran petting tunggal ini.
Setelah wawancara dirasa cukup, peneliti melanjutkan kepada wawancara selanjutnya, yaitu kepada peserta didik di kelas, yang juga merupakan sampel dalam penelitian ini, pertanyaan yang diajukan peneliti ialah seputar pengetahuan para peserta didik tentang keberadaan kesenian tradisi di daerahnya. Para peserta didik yang notabene berlatar belakang suku yang beragam (di kelas XI 2 kelompok IPA) jumlah peserta didik yang bukan bersuku Lampung cenderung lebih banyak dari pada peserta didik yang bersuku Lampung), hal ini dimaksudkan agar para siswa dapat terstimulus untuk dapat mengetahui ragam kesenian tradisi yang ada di daerah setempat, karena mereka juga merupakan bagian dari masyarakat Lampung pada umumnya. Setelah wawancara dilakukan secara lisan, maka peneliti juga memberikan lembar wawancara/lembar observasi yang berisi daftar pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana para peserta didik mengetahui kesenian tradisi yang ada di daerahnya, khususnya mengenai kesenian petting tunggal ini.
(40)
65
Gambar 3.4
Peneliti bertanya kepada salah seorang peserta didik tentang pengetahuannya tentang petting tunggal
(Dokumentasi: Prisma Tejapermana, 2014)
G. Teknik Pengolahan Data
Dalam menganalisis data penelitian ini mengacu pada struktur analisis data seni menurut Rohidi (2012, hlm. 221), data seni (bagi peneliti seni dan pendidikan seni) menjadi sangat berguna ketika kita perlu menyempurnakan, mengabsahkan, menjelaskan, menerangkan, atau menafsirkan kembali data yang diperoleh dari latar yang sama. Setelah seorang peneliti telah melakukan pengumpulan data, hal yang perlu dilakukannya adalah menganalisis dan menafsir data tersebut. Dengan pendekatan kualitatif pada penelitian ini, maka data-datanya cenderung lebih bersifat deskriptif, dalam upaya mengolah dan menafsirkan data yang sudah terkumpul kearah yang lebih efektif dilakukan proses pelaksanaan pembelajaran petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik yang relevan, artinya upaya mengetahui pembelajaran petting tunggal tersebut dilakukan komparasi dengan berbagai teori dan pedoman, seperti yang telah dipaparkan pada Bab II, akan tetapi tidak mencari hubungan korelasional. Oleh karena itu pengolahan dan penafsiran data dilakukan dengan teknik analisis kualitatif.
(41)
Teknik pengolahan dan penafsiran data akan menempuh tahapan pelaksanaan sebagai berikut:
1. Reduksi data
Pada tahap ini, semua data yang telah terkumpul akan diolah dengan menemukan hal-hal pokok dalam pembelajaran petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik di kelas yang menjadi objek penelitian yang kemudian memunculkan temuan-temuan penelitian.
2. Display data
Kegiatan pada tahap ini yaitu membuat rangkuman temuan penelitian dalam suasana yang sistematis, sehingga pola maupun tema yang bersifat sentral dari pembelajaran petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi peserta didik tersebut dapat diketahui dengan relatif mudah. Dari kesimpulan inilah nantinya data tersebut akan diberikan makna yang relevan dengan tema penelitian ini.
3. Verifikasi data
Verifikasi data dimaksudkan untuk melakukan pengujian atas kesimpulan yang telah diambil, dengan membandingkan teori-teori yang relevan . Upaya memantapkan pengujian ini dikaitkan dengan data prasurvey, sehingga menghasilkan suatu penelitian yang bermakna. Lebih lanjut bagian-bagian tersebut akan diterangkan kembali pada Bab IV.
H.Validasi Hasil Penelitian
Upaya mencapai keabsahan atas data dan informasi yang dihimpun di lapangan secara actual dilakukan melalui tiga langkah seperti yang diuraikan di bawah ini:
1. Kredibilitas
Dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya. Dalam kepentingan ini, dilakukan kegiatan berupa (a) Triangulasi yakni mengecek kebenaran data dengan membandingkan data yang diperoleh dari sumber lain, seperti membicarakannya dengan guru seni budaya dari objek penelitian di lokasi penelitian. (b) membicarakan
(42)
67
dengan kolega guna memperoleh penajaman analisis, seperti teman seangkatan di kampus. (c) membicarakannya dengan dosen pembimbing agar lebih memantapkan hasil penelitian, dengan masukan-masukan yang sangat menunjang untuk memperkaya pembahasan dan analisis pada penelitian ini (d) menggunakan bahan referensi guna memahami konteks inti pembicaraan. (e) mengadakan pemeriksaan (member check) di setiap akhir wawancara, atau membahas suatu topik dengan diskusi dengan teman sebaya untuk mendapat persepsi yang sama dari hasil wawancara dengan narasumber.
2. Transferbilitas
Dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana hasil penelitian dapat diaplikasikan. Dalam kepentingan ini, peneliti mendeskripsikan secara rinci bagaimana penelitian ini dilaksanakan di lokasi penelitian.
3. Dependenbilitas
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memeriksa terhadap ketelitian penulisan, agar timbul keyakinan bahwa apa yang disampaikan dalam penulisan ini benar adanya.
Dengan cara-cara tersebut yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini, mengasumsikan bahwa bisa saja terjadi perubahan dalam langkah-langkah penelitian, baik itu perubahan yang timbul karena kekeliruan atau kekurang telitian peneliti, maupun kendala-kendala teknis di lapangan selama peneliti melakukan penulisan hasil data-data di lapangan. Dengan demikian dapat meminimalisir kesalahan dalam menyimpulkan data.
(43)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian tentang model pembelajaran petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik di SMAN 1 sidomulyo, Lampung selatan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa kesenian petting tunggal memiliki unsur-unsur musikal (tempo, ritmik, danmelodi), nilai-nilai pendidikan, dapat diangkat sebagai bahan ajar seni musik di sekolah. Bahan ajar tersebut kemudian dibingkai ke dalam sebuah model pembelajaran, dan model pembelajaran tersebut dibutuhkan dalam upaya menumbuhkan/meningkatkan sikap apresiatif peserta didik terhadap seni musik tradisi yang berakar kepada budaya setempat melalui pembelajaran di sekolah, melalui pengalaman belajar berapresiasi dan berekspresi.
Model diawali dengan pertimbangan kondisi objektif para peserta didik. Peneliti mencaritahu terlebih dahulu sejauh mana pengetahuan peserta didik terhadap kesenian tradisi, dan kemudian mengerucut pada pengetahuan mereka tentang petting tunggal dan unsur-unsur musikal serta nilai-nilai yang terkandung dalam petting tunggal tersebut. Proses pembelajaran dipadukan dengan bimbingan dari guru, melalui berbagai strategi pembelajaran.
Hasil adaptasi model dianalisis secara deskriptif untuk membuat keputusan dalam memperbaiki model konseptual yang telah dibuat untuk siap diuji-cobakan, cara mengimplementasikan model diawali dengan proses identifikasi kebutuhan belajar peserta didik, yang selanjutnya disiapkan model pembelajaran petting tunggal dengan pendekatan scientific learning ke dalam tiga pertemuan.
Penilaian dilakukan secara deskriptif melaui pengamatan dan wawancara.Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat peningkatan sikap apresiatif musik peserta didik khususnya terhadap petting tunggal. Selanjutnya model yang sudah dilaksanakan dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan peserta didik, ternyata selain terjadi peningkatan sikap apresiatif peserta didik, kreativitas peserta didik juga makin terasah dengan model
(44)
pembelajaran yang telah diterapkan. Model pembelajaran ini telah menumbuhkan rasa apresiasi peserta didik terhadap petting tunggal secara berurutan, mulai dari mengalami kejutan, empati, rasa estetis, simpati, rasa etis, terpesona dan terharu. Selain urutan rasa apresiasi tersebut, model pembelajaran ini juga mempengaruhi perubahan sikap peserta didik menjadi lebih memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, mau bekerjasama, menghargai pendapat orang lain, dan memiliki rasa percaya diri.
B.Saran
Penelitian ini menghasilkan temuan-temuan yang diperoleh sebagai hasil analisis yang berlandaskan konsepsi keilmuan, sehingga peneliti perlu mengemukakan saran sebagaiberikut:
1. Bagi Guru
Penelitian pendidikan seni yang menyangkut adaptasi model pembelajaran petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik di SMA ternyata memang cukup efektif untuk peningkatan sikap apresiatif peserta didik khususnya terhadap musik tradisi, sehingga implementasi model tersebut dapat ditingkatkan kualitas dan jangkauan pelaksanaannya hingga melibatkan partisipasi dari semua pihak. Guru sebagai fasilitator diharapkan juga dapat berinovasi untuk mengembangkan model pembelajaran ini, karena guru lebih memiliki banyak waktu dalam pertemuan di kelas, sehingga penerapan model pembelajaran dapat lebih maksimal.
2. Bagi Siswa
Pelaksanaan model pembelajaran aktif dengan pendekatan scientific learning untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik yang diadaptasikan melalui pembelajaran petting tunggal dalam materi pembelajaran seni budaya, memberikan peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mempersiapkan menjadi bagian dari masyarakat yang hidup bermakna, dan menjadi bagian dari pergaulan dunia, serta tumbuh rasa cinta kepada kebudayaan bangsa.
(45)
Partisipasi pemerintah khususnya dinas terkait seperti dinas pendidikan dan kebudayaan, serta dinas pariwisata diharapkan saling bersinergi untuk mengupayakan transformasi budaya lewat pendidikan formal di sekolah. Instansi-instansi yang terkait dengan permasalahan pembelajaran kesenian tradisi untuk meningkatkan sikap apresiasi musik di Sekolah selayaknya memfasilitasi dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan seni di sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah.
4. Bagi Sekolah Lainnya
Pembelajaran petting tunggal dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang berakar pada budaya setempat, sehingga menstimulus peserta didik untuk mencintai kebudayaan bangsa, sehingga tercipta sebuah ketahanan budaya. Pembelajaran petting tunggal ini juga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan musik peserta didik jika diterapkan di sekolah lainnya.
5. Bagi Peneliti Lebih Lanjut
Penelitian ini masih belum dapat menjangkau partisipasi semua penyelenggara pendidikan seni di sekolah-sekolah secara efektif. Sekolah dengan berbagai keterbatasan memiliki kepentingan untuk memecahkan permasalahan apresiatif peserta didik terhadap musik tradisi, agar bisa berinovasi dan kreatif dalam menyelenggarakan pembelajaran seni musik di kelas. Sehingga untuk penelitian lebih lanjut direkomendasikan mengadaptasi model pembelajaran petting tunggal dengan mengkolaborasikan antara kondisi lingkungan sekolah dengan berbagai kegiatan pembelajaran sesuai dengan fasilitas yang ada di sekolah.
(46)
129
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A.Chaedar. (2011). Pokoknya Kualitatif: Dasar–Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.Dunia Pustaka Jaya
Amir piliang, Yasraf. (2010). Semiotika dan Hipersemiotika: Gaya, Kode dan Matinya Makna. Bandung: Matahari
Dantes, Nyoman. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi
Dimyati, dan Mudjiono. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Esten, mursal. (1999).Kajian Transformasi Budaya. Bandung: Angkasa
Gere, Anne Ruggles. (1985). Roots in the Sawdust. Illinois: National Council of Teachers of English.
Jazuli, Muhammad. (2008). Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. Semarang: Unesa University Press
Koentjaraningrat. (1987). Pengantar ilmu antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Kristianto, Jubing. (2007). Gitarpedia: Buku Pintar Gitaris. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Kunandar. (2013). Penilaian Autentik. Jakarta: Rajawali Pers
Madya, Suwarsih. (2011). Penelitian Tindakan (Action Research). Bandung: Alfabeta
Maulana, Dani. (2014). Pendekatan Saintifik: Implementasi Untuk Kurikulum 2013. Lampung: Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan
McClain. Ernest G. (1981). Meditation Trough the Quran. New York: Nicolas Hays, inc
Merter. Craig A. (2011). Action Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rohidi, R. T. (2012). Metode Penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara.
Rohman, Muhammad, dan Amri, Sofan. (2013). Strategi dan Desain Pengembangan Sistem Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka
(1)
126
Prisma Tejapermana, 2014
Model Pembelajaran Petting Tunggal Untuk Meningkatkan Apresiasi Musik Peserta Didik Kelas XI di SMAN 1 Sidomulyo Lampung Selatan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian tentang model pembelajaran
petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik di SMAN 1
sidomulyo, Lampung selatan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa kesenian petting tunggal memiliki unsur-unsur musikal (tempo, ritmik, danmelodi), nilai-nilai pendidikan, dapat diangkat sebagai bahan ajar seni musik di sekolah. Bahan ajar tersebut kemudian dibingkai ke dalam sebuah model pembelajaran, dan model pembelajaran tersebut dibutuhkan dalam upaya menumbuhkan/meningkatkan sikap apresiatif peserta didik terhadap seni musik tradisi yang berakar kepada budaya setempat melalui pembelajaran di sekolah, melalui pengalaman belajar berapresiasi dan berekspresi.
Model diawali dengan pertimbangan kondisi objektif para peserta didik. Peneliti mencaritahu terlebih dahulu sejauh mana pengetahuan peserta didik terhadap kesenian tradisi, dan kemudian mengerucut pada pengetahuan mereka tentang petting tunggal dan unsur-unsur musikal serta nilai-nilai yang terkandung dalam petting tunggal tersebut. Proses pembelajaran dipadukan dengan bimbingan dari guru, melalui berbagai strategi pembelajaran.
Hasil adaptasi model dianalisis secara deskriptif untuk membuat keputusan dalam memperbaiki model konseptual yang telah dibuat untuk siap diuji-cobakan, cara mengimplementasikan model diawali dengan proses identifikasi kebutuhan belajar peserta didik, yang selanjutnya disiapkan model pembelajaran petting
tunggal dengan pendekatan scientific learning ke dalam tiga pertemuan.
Penilaian dilakukan secara deskriptif melaui pengamatan dan
wawancara.Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat peningkatan sikap apresiatif musik peserta didik khususnya terhadap petting tunggal. Selanjutnya model yang sudah dilaksanakan dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan peserta didik, ternyata selain terjadi peningkatan sikap apresiatif peserta didik, kreativitas peserta didik juga makin terasah dengan model
(2)
127
Prisma Tejapermana, 2014
Model Pembelajaran Petting Tunggal Untuk Meningkatkan Apresiasi Musik Peserta Didik Kelas XI di SMAN 1 Sidomulyo Lampung Selatan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pembelajaran yang telah diterapkan. Model pembelajaran ini telah menumbuhkan rasa apresiasi peserta didik terhadap petting tunggal secara berurutan, mulai dari mengalami kejutan, empati, rasa estetis, simpati, rasa etis, terpesona dan terharu. Selain urutan rasa apresiasi tersebut, model pembelajaran ini juga mempengaruhi perubahan sikap peserta didik menjadi lebih memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, mau bekerjasama, menghargai pendapat orang lain, dan memiliki rasa percaya diri.
B.Saran
Penelitian ini menghasilkan temuan-temuan yang diperoleh sebagai hasil analisis yang berlandaskan konsepsi keilmuan, sehingga peneliti perlu mengemukakan saran sebagaiberikut:
1. Bagi Guru
Penelitian pendidikan seni yang menyangkut adaptasi model pembelajaran
petting tunggal untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik di SMA
ternyata memang cukup efektif untuk peningkatan sikap apresiatif peserta didik khususnya terhadap musik tradisi, sehingga implementasi model tersebut dapat ditingkatkan kualitas dan jangkauan pelaksanaannya hingga melibatkan partisipasi dari semua pihak. Guru sebagai fasilitator diharapkan juga dapat berinovasi untuk mengembangkan model pembelajaran ini, karena guru lebih memiliki banyak waktu dalam pertemuan di kelas, sehingga penerapan model pembelajaran dapat lebih maksimal.
2. Bagi Siswa
Pelaksanaan model pembelajaran aktif dengan pendekatan scientific learning untuk meningkatkan apresiasi musik peserta didik yang diadaptasikan melalui pembelajaran petting tunggal dalam materi pembelajaran seni budaya, memberikan peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mempersiapkan menjadi bagian dari masyarakat yang hidup bermakna, dan menjadi bagian dari pergaulan dunia, serta tumbuh rasa cinta kepada kebudayaan bangsa.
(3)
128
Prisma Tejapermana, 2014
Model Pembelajaran Petting Tunggal Untuk Meningkatkan Apresiasi Musik Peserta Didik Kelas XI di SMAN 1 Sidomulyo Lampung Selatan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Partisipasi pemerintah khususnya dinas terkait seperti dinas pendidikan dan kebudayaan, serta dinas pariwisata diharapkan saling bersinergi untuk mengupayakan transformasi budaya lewat pendidikan formal di sekolah. Instansi-instansi yang terkait dengan permasalahan pembelajaran kesenian tradisi untuk meningkatkan sikap apresiasi musik di Sekolah selayaknya memfasilitasi dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan seni di sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah.
4. Bagi Sekolah Lainnya
Pembelajaran petting tunggal dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang berakar pada budaya setempat, sehingga menstimulus peserta didik untuk mencintai kebudayaan bangsa, sehingga tercipta sebuah ketahanan budaya. Pembelajaran petting tunggal ini juga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan musik peserta didik jika diterapkan di sekolah lainnya.
5. Bagi Peneliti Lebih Lanjut
Penelitian ini masih belum dapat menjangkau partisipasi semua penyelenggara pendidikan seni di sekolah-sekolah secara efektif. Sekolah dengan berbagai keterbatasan memiliki kepentingan untuk memecahkan permasalahan apresiatif peserta didik terhadap musik tradisi, agar bisa berinovasi dan kreatif dalam menyelenggarakan pembelajaran seni musik di kelas. Sehingga untuk penelitian lebih lanjut direkomendasikan mengadaptasi model pembelajaran petting tunggal dengan mengkolaborasikan antara kondisi lingkungan sekolah dengan berbagai kegiatan pembelajaran sesuai dengan fasilitas yang ada di sekolah.
(4)
129
Prisma Tejapermana, 2014
Model Pembelajaran Petting Tunggal Untuk Meningkatkan Apresiasi Musik Peserta Didik Kelas XI di SMAN 1 Sidomulyo Lampung Selatan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A.Chaedar. (2011). Pokoknya Kualitatif: Dasar–Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.Dunia Pustaka Jaya
Amir piliang, Yasraf. (2010). Semiotika dan Hipersemiotika: Gaya, Kode dan
Matinya Makna. Bandung: Matahari
Dantes, Nyoman. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi
Dimyati, dan Mudjiono. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Esten, mursal. (1999).Kajian Transformasi Budaya. Bandung: Angkasa
Gere, Anne Ruggles. (1985). Roots in the Sawdust. Illinois: National Council of Teachers of English.
Jazuli, Muhammad. (2008). Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. Semarang: Unesa University Press
Koentjaraningrat. (1987). Pengantar ilmu antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta Kristianto, Jubing. (2007). Gitarpedia: Buku Pintar Gitaris. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Kunandar. (2013). Penilaian Autentik. Jakarta: Rajawali Pers
Madya, Suwarsih. (2011). Penelitian Tindakan (Action Research). Bandung: Alfabeta Maulana, Dani. (2014). Pendekatan Saintifik: Implementasi Untuk Kurikulum 2013.
Lampung: Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan
McClain. Ernest G. (1981). Meditation Trough the Quran. New York: Nicolas Hays, inc
Merter. Craig A. (2011). Action Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rohidi, R. T. (2012). Metode Penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara. Rohman, Muhammad, dan Amri, Sofan. (2013). Strategi dan Desain Pengembangan
(5)
130
Prisma Tejapermana, 2014
Model Pembelajaran Petting Tunggal Untuk Meningkatkan Apresiasi Musik Peserta Didik Kelas XI di SMAN 1 Sidomulyo Lampung Selatan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Ruhimat, Toto. dkk. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: jurusan kurtekpen FIP UPI.
Rusman. (2013). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sachari, Agus. (2002). Estetika: Makna, Simbol, danDaya. Bandung: ITB
Sella, Fensy. (2011). Skripsi: Kesenian Antan Delapan Pada Peringatan Upacara
Adat Di Desa Tanjung Lalang Kabupaten Muara enim. Bandung: Repository
UPI
Silverman, M. (2009). Rethingking music ‘appreciation.” Visions of Research in
Music Education, 13. [Online] Tersedia: http://www-usr.rider.edu/~vrme/. Diakses 17 Februari 2014.
Soehardjo. (2011). Pendidikan Seni: Strategi Penataan dan Pelaksanaan
Pembelajaran Seni. Malang: Bayumedia Publishing
Soelaeman, M. Munandar. (1987). Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar. Bandung: Eresco
Surya, Mohamad. (2004). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Suwarno, Wiji (2008). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Grup
Sumardjo, Jakob. (2009). Simbol–Simbol Artefak Budaya Sunda : Tafsir–Tafsir Pantun Sunda. Bandung: Kelir
Sumardjo, Jakob. (2000). Filsafat Seni. Bandung: ITB
Suyadi. (2013). Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Tabrani, Primadi. (2000). Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar. Bandung: ITB Tim penyusun.(1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Tirtarahardja, Umar dan Sula, La. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
(6)
131
Prisma Tejapermana, 2014
Model Pembelajaran Petting Tunggal Untuk Meningkatkan Apresiasi Musik Peserta Didik Kelas XI di SMAN 1 Sidomulyo Lampung Selatan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Verlagsgesellschaft, KÖneman. (2000). The Illustrated Ensyclopedia of Musical
Instruments. Bulgaria: Kibea Publishing Company
Wiriatmadja, Rochiati. (2005). Metode Penelitian Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya
Www.wikipedia.com.(2013). Provinsi Lampung. [Online] Tersedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Provinsi_Lampung. Diakses 17 November 2013
Www.wikipedia.com.(2014). Provinsi Lampung. [Online] Tersedia: