PENGARUH PENDEKATAN BERMAIN TERHADAP KETERAMPILAN GERAK DASAR DAN INDEX MASSA TUBUH PADA SISWA TUNAGRAHITA.

(1)

KETERAMPILAN GERAK DASAR DAN INDEX MASSA

TUBUH PADA SISWA TUNAGRAHITA

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh Gelar Master Pendidikan Olahraga

Agung Praseptiana Putra. S.Pd (1104038)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGA

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

PENDEKATAN BERMAIN TERHADAP KETERAMPILAN GERAK DASAR DAN INDEX MASSA TUBUH SISWA TUNAGRAHITA” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung resiko/sanksi apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Mei 2014 Yang membuat pernyataan


(3)

DUSETUJUI DAN DISYAHKAN Pembimbing 1

Dr. Berliana, M.Pd NIP 196205131986022001

Pembimbing 2

Prof. Dr. H. Adang Suherman, M.A Nip 1963606181988031002

Mengetahui Ketua Prodi Pendidikan Olahraga Sekolah Pasca Sarjana UPI

Prof. Dr. H. Adang Suherman, M.A Nip 1963606181988031002


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATAPENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ………... 8

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 11

F. Struktur Organisasi ... 12

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 14

A. Pendekatan Bermain ... 14

1. Pengertian Pendekatan Bermain ... 14

2. Konsep Dasar Bermain ... 16

3. Permainan dan Tujuan Pendidikan ... 18

B. Keterampilan Gerak Dasar ... 21

1. Pengertian Keterampilan Gerak Dasar ... 21

2. Klasifikasi Berdasarkan Kecermatan Gerak ... 24

3. Keterampilan Gerak Dalam Pendidikan Jasmani ... 26

4. Konsep Belajar Keterampilan Gerak Dasar ... 27

C. Index Massa Tubuh ... 29

1. Pengertian Index Massa Tubuh ... 29

2. Klasifikasi Index Massa Tubuh ... 30

3. Obesitas Pada Anak-anak ... 33


(5)

D. Anak Tunagrahita ... 38

1. Pengertian Anak Tunagrahita ... 38

2. Klasifikasi dan Pre-Valensi Anak Tunagrahita ... 40

3. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan ... 42

4. Pendidikan Anak Tunagrahita ... 43

5. Pengertian Pendidikan Jasmani Adaptif ... 44

6. Peran dan Fungsi Pendidikan Jasmani ... 45

7. Tujuan Pendidikan Jasmani ... 47

8. Gejala Down Syndrome ... 50

E. Asumsi Dasar Penelitian ... 52

F. Hipotesis Penelitian ... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 55

A. Lokasi dan Subjek Populasi ... 55

B. Desain Penelitian ... 57

C. Metode Penelitian …... 60

D. Definisi Oprasional ... 60

E. Instrumen Penelitian... 63

F. Prosedur Pengolahan Data ... 68

G. Deskripsi Data ………... 69

H. Validitas eksternal dan internal …….……... 70

BAB IV PENGOLAHAN DAN PEMBAHASAN ... 75

A. Hasil Pengolahan ... 75

1. Pemaparan Data ... 75

2. Uji Asumsi Statistik ... 79

a. Uji normalitas ... 80

b. Uji homegenitas ... 82

c. Uji hipotesis ... 84

d. Independent sample t-test keterampilan gerak dasar ... 86

e. Independent sample t-test indeks massa tubuh ... 88


(6)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 101

A. Kesimpulan ... 101

B. Rekomendasi ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Kriteria Berat Badan Ideal Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 8

2.1 Discrate-Serial-Continues skill dari Schmidt (1991:8) ... 26

2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (WHO: 2011) ... 30

3.1 Desain Penelitian Pretest–posttes Control Group Design ... 57

3.2 Item tes dalam TGMD-2 ... 64

3.3 Contoh Lembar Kegiatan Penilaian Manipulatif ... 65

3.4 Validitas Internal dan Validitas Eksternal ... 70

3.5 Effectiveness of Experimental Design in Controlling Threats To Internal Validity ... 72

4.1 Nilai Rata-Rata dan Standar Deviasi Penilaian Keterampilan Gerak Dasar ... 76

4.2 Nilai Rata-Rata dan Standar Deviasi Penilaian Keterampilan Gerak Dasar Lokomotor dan Manipulatif ... 77

4.3 Hasil Perhitungan Indeks Massa Tubuh ... 78

4.4 Hasil Perhitungan Gain Indeks Massa Tubuh ... 79

4.5 Hasil Uji Normalitas Data Keterampilan Gerak Dasar Lokomotor dan Manipulatif ... 80

4.6 Hasil Uji Normalitas Data Indeks Massa Tubuh ... 81

4.7 Hasil Uji Homogenitas Data Keterampilan Gerak Dasar ... 82

4.8 Hasil Uji Homogenitas Index Masa Tubuh Komposisi Tubuh ... 83

4.9 Hasil Perhitungan Paired Sample t-Test Keterampilan Gerak Lokomotor dan Manipulatif ... 84

4.10 Hasil Perhitungan Paired Sample t-Test Indeks Massa Tubuh (Komposisi Tubuh) ... 85

4.11 Hasil perhitungan independent sample t-test ... 87

4.12 Independent Sample t-Test ... 87

4.13 Hasil perhitungan independent sample t-test ... 89

4.14 Independent Sample t-Test ... 89


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2,1 Ilustrasi Tingkat Obesitas ... 31

3.1 Alat Ukur Lemak Tubuh (skinfold-callipers) ... 67

3.2 Alat Pengukur Berat Badan ... 67

3.3 Alat Ukur Tinggi Badan ... 67

4.1 Grafik Nilai Rata-Rata Penilaian Keterampilan Gerak Dasar ... 76

4.2 Grafik Nilai Rata-Rata Penilaian Keterampilan Lokomotor dan Keterampilan Manipulatif... 77

4.3 Grafik Nilai Rata-Rata Indeks Massa Tubuh ... 78

4.4 Grafik Rata-Rata Penilaian Keterampilan Gerak Dasar dengan Bermain ... 91


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Perangkat Pembelajaran

A. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 108 B. Treatment Pendekatan Bermain ... 158 C. Artikel ... 163 2. Instrument Penelitian

A. TGMD – 2 Instrumen Lokomotor dan Manipulatif ... 182 B. Instrumen Tinggi dan Berat Badan ... 188 C. Skinfold Calipers ... 189 3. Hasil dan Analisis Data Penelitian

A. Hasil Pretes dan Postes Keterampilan Gerak Dasar Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 190 B. Data Hasil Penilaian Keterampilan Gerak Dasar Pada Saat Bermain 194 C. Sampel Tes Keterampilan Gerak Dasar dan Index Massa Tubuh ... 196 D. Hasil Gain Skor Data Keterampilan Gerak Dasar dan Komposisi

Tubuh ... 198 E. Hasil Pretes Pengukuran % Lemak Kelas Eksperimen dan Kontrol

... 199 F. Index Massa Tubuh Pretest dan Postest kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol ... 201 G. Data Hasil Keterampilan Gerak Dasar dan IMT Menggunakan

SPSS ... 203 H. Uji Normalitas Data Keterampilan Gerak Dasar dan IMT

Menggunakan Perhitungan SPSS ... 204 I. Uji Homogenitas Data Keterampilan Gerak Dasar dan IMT

Menggunakan Perhitungan SPSS ... 205 J. Uji Hipotesis Keterampilan Gerak Dasar dan IMT ... 206 K. Hasil Perhitungan Perbedaan Rata-Rata Skor N-Gain ... 208


(10)

4. Dokumentasi Penelitian

A. Dokumentasi Penelitian ... 210

B. Tabel Statistik ... 212

C. Surat Pengantar Penelitian ... 218


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penelitian ini berangkat dari permasalahan keterampilan gerak dasar yang dimiliki peserta didik tunagrahita rendah. Padahal keterampilan gerak dasar dapat dipunyai melalui mata pelajaran penjas. Salah satu dari keterbatasan mereka dapat saja berakibat dari kreativitas guru pada saat mengajar dan perlengkapan fasilitas dan atau sarana yang kurang memadai untuk keberlangsungan proses belajar mengajar, salah satunya kondisi yang terlihat dari ketersediaan lapangan tempat proses belajar masih dianggap kurang layak untuk digunakan, khususnya saat musim hujan, sehingga memicu anak-anak untuk bermalas-malasan melakukan aktivitas gerak pada saat mata pelajaran penjas yang hanya dilakukan seminggu sekali, padahal jika peserta didik kurang bergerak akan kehilangan kesempatan untuk melatih berbagai keterampilan gerak dasar yang seharusnya dimiliki, seperti melempar, menangkap, meloncat, atau memanjat. Efek lain jika peserta didik kurang bergerak dapat menyebabkan masalah kesehatan pada anak salah satunya adalah masalah obesitas yang harusnya tidak terjadi pada usia anak-anak. Lebih lanjut, obesitas tidak hanya mengganggu kesehatan, tatapi bisa saja susah bergerak dan peserta didik memiliki kepercayaan diri yang rendah.

Akhir-akhir ini pentingnya aktivitas pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah belum terealisasi dengan baik. Jelas terlihat pendidikan jasmani masih dilakukan seminggu sekali dengan durasi yang sedikit, sementara tujuan yang ingin dicapai adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan, kebugaran jasmani, dan prilaku serta dampaknya terhadap pembentukan tubuh yang lebih baik dan proporsional. Keseluruhan itu menjadi percobaan yang berkepanjangan dengan kemajuan jaman, anak-anak sangat dimudahkan untuk melakukan banyak hal dengan kemajuan teknologi. Menurut (Tarigan, 2012, hlm. 1) “Terkait dengan kehidupan manusia yang dikelilingi oleh teknologi berupa perangkat-perangkat yang didesain


(12)

dan diciptakan agar kegiatan kita serba mudah dan praktis, tanpa mengeluarkan banyak energi” dampak dari teknologi dapat mengancam masa pertumbuhan anak-anak memberi efek untuk malas bergerak, oleh karena itu pendidikan jasmani harus dikemas dengan menarik sehingga memberikan program dengan kontribusi positif, khususnya keinginan bergerak pada anak-anak.

Pendidikan jasmani sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah harusnya memiliki peran penting terhadap perkembangan siswa yang dikelilingi oleh teknologi secara menyeluruh, mengenai hal ini ( Lutan, 2001, hlm. 15), menjelaskan bahwa “Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani. Tujuan yang ingin dicapai bersifat menyeluruh, mencakup domain psikomotor, kognitif, dan afektif”. Begitu pula dengan (Supandi, 1990, hlm. 29) yang mengemukakan bahwa, penjas adalah suatu aktivitas fisik untuk menggunakan fisik atau tubuh sebagai alat untuk mencapai tujuan melalui aktivitas fisik jasmani”

Sedangkan defnisi pendidikan jasmani menurut Pangrazi dan Dauer (1992) dalam (Suherman, 2009, hlm. 4) adalah :

Physical education is a part of the general educational program that contributes, primarly through movement experiences, to the total growth and development of all children. Physical education is defined as education of and through movement and must be conducted in a manner that merits this meaning.

Dalam meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan, pendidikan jasmani memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan sebagai suatu sarana yang di dalamnya terdapat proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan jasmani memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk terlibat langsung dalam berbagai macam pengalaman belajar yang dikemas sedemikian rupa, sedangkan proses pembelajarannya dapat melalui aktivitas jasmani, bermain dan berolahraga yang dilakukan secara sistematis, terarah dan terencana sehingga dapat membentuk pola hidup sehat


(13)

diberikan dalam setiap jenjang pendidikan formal, mulai dari pendidikan Pra-sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, bahkan pendidikan jasmani ini pun diberikan kepada siswa–siswi Sekolah Luar Biasa (SLB) dan tentunya tujuan disetiap jenjang dan pendidikan tersebut akan berbeda – beda.

Masalah dalam penelitian ini memfokuskan kepada anak-anak tunagrahita yang memiliki kekurangan dalam keterampilan gerakan yang kompleks dan kelebihan berat badan sehingga bisa menggangu aktivitas sehari-hari. Dalam penelitian ini diharapkan modifikasi permaianan yang diberikan melalui pendekatan bermain dapat memberikan kontribusi dari segi keterampilan gerak dan memberikan motivasi kepada anak yang malas bergerak menjadi senang bergerak, hingga bukan hanya kemampuan geraknya tetapi kemajuan dalam kosakata yang selama ini membuat kendala dalam berkomunikasi antara guru pada saat pembelajaran berlangsung akan lebih baik. Proses pembelajaran pendidikan jasmani bisa dilakukan dengan berbagai cara diantaranya bagaimana caranya siswa tertarik dengan materi yang kita berikan, untuk ke arah itu adalah melalui penerapan berbagai bentuk kegiatan model pembelajaran, salah satunya dengan memberikan modifikasi permainan sederehana yang bisa memberikan motivasi anak untuk mencoba dengan tanpa paksaan dalam melakukannya. Dengan melakukan pendekatan bermain siswa lebih antusias dan aktif terhadap materi yang diberikan, dan khususnya untuk anak-anak Tunagrahita yang harus tetap bergerak. Menurut (Tarigan, 2008, hlm. 8), mengemukakan:

Anak berkebutuhan khusus atau disebut juga dengan anak luar biasa dalam lingkungan pendidikan dapat diartikan seseorang yang memiliki ciri-ciri penyimpangan mental, fisik, emosi, atau tingkah laku yang membutuhkan modifikasi dan pelayanan khusus agar dapat berkembang secara maksimal semua potensi yang dimilikinya.

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam pembelajaran pendidikan jasmani hendaknya dapat menggunakan pendekatan bermain dikarenakan yang dihadapi adalah siswa Tunagrahita yang tingkat emosinya berbeda dengan anak – anak normal.


(14)

Menurut (Hendrayana, 2007, hlm.7) “Pendidikan jasmani adaptif merupakan kegitan yang didesain untuk memperbaiki, merehabilitasi kehidupan penyandang cacat”. Pendidikan jasmani adaptif merupakan sebuah pembelajaran yang dilakukan untuk siswa berkebutuhan khusus.

Dengan pendekatan bermain, diharapkan dapat memberikan macam-macam bentuk keterampilan motorik kasar dan aktivitas bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Salah satu cara penyampaian materi adalah dengan bentuk bermain. Pendekatan bermain dipilih karena berdasarkan pada suatu anggapan bahwa pada dasarnya manusia menyukai kegiatan bermain. Pendekatan bermain adalah salah satu bentuk pembelajaran jasmani yang dapat diberikan di segala jenjang pendidikan. Hanya saja pemberiannya yang berbeda, baik dari gerakan, durasi, dan tingkat kesulitannya. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu faktor usia dan jenjang pendidikan yang sedang dijalani. Pendekatan ini bertolak dari pemikiran bahwa bermain merupakan sarana yang efektif. (Sukintaka, 1992, hlm. 11) menyatakan bahwa :

Permainan atau bermain mempunyai tugas dan tujuan yang sama dengan tugas pendidikan jasmani yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia atau membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang mempunyai sasaran keseluruhan aspek pribadi manusia.

Untuk mengatasi masalah tersebut, dibutuhkan suatu kegiatan pembelajaran untuk membantu anak tunagrahita menjadi lebih efektif dengan melibatkan langsung anak tunagrahita agar berperan aktif dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Salah satunya adalah melalui pendekatan bermain.

Aktivitas bermain merupakan aktivitas yang disenangi oleh anak-anak, dewasa maupun orang yang sudah tua. Bermain bagi anak-anak merupakan suatu kebutuhan yang pokok dalam kehidupanya. Dapat kita amati bahwa hampir dari sebagian waktunya dihabiskan untuk bermain, Dengan bermain anak bisa mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, anak-anak akan lebih senang dan


(15)

menjadikan si anak lebih aktif. Sebagaimana dikemukakan oleh Mayke (dalam Sudono, 2000, hlm. 3)

Belajar dengan bermain akan memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi serta mempraktekkannya. Membahas tentang pengertian pendekatan bermain merupakan bentuk pembelajaran yang dikonsep dalam bentuk permainan Menurut (Wahjoedi, 1999, hlm. 121), ”pendekatan bermain adalah pembelajaran yang diberikan dalam bentuk atau situasi permainan”. Sedangkan (Bahagia dan Suherman, 1999/2000, hlm. 35) berpendapat,

Strategi pembelajaran permainan berbeda dengan strategi pembelajaran skill, namun bisa dipastikan bahwa keduanya harus melibatkan modifikasi atau pengembangan agar sesuai dengan prinsip DAP (developmentally Appropiate

Pactice) dan body scalling (ukuran fisik termasuk kemampuan fisik)

Berdasarkan pendapat dari ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, pendekatan bermain merupakan bentuk pembelajaran yang dikonsep dalam bentuk permainan. Dalam pelaksanaan pembelajaran bermain menerapkan suatu teknik cabang olahraga ke dalam bentuk permainan. Melalui permainan, diharapkan akan meningkatkan motivasi dan minat siswa untuk belajar menjadi lebih tinggi, sehingga akan diperoleh hasil belajar yang optimal.

Maka dari itu harus diciptakan lingkungan yang kondusif, misalnya dengan cara memodifikasi alat dan menciptakan metode-metode pembelajaran bermain yang menyenangkan. Dalam pembelajaran pendidikaan jasmani, terdapat permainan-permainan edukatif yang mengarah kepada kesenangan, permainan-permainan yang menggunakan perlengkapan dan permainan ke arah pengembangan motorik kasar.

Salah satunya adalah permainan “ Bola tembak” yang dilakukan oleh kelompok siswa yang banyak dengan di bagi tugas masing-masing, dengan peraturan permainan adalah : anak di tugaskan masuk ke dalam lapang voli dan enam orang di tugaskan diluar garis lapang voli sebagai penembak dan siswa yang ada didalam lapang voli sebagai sasaranya, tugas yang berada di luar garis lapang voli adalah menembak sasaran yaitu siswa yang berada di dalam lapang voli dengan


(16)

menggunakan bola lunak, apabila penembak mengenai sasaran dia/ siswa yang terkena bola tadi harus ikut menembak bersama teman – temanya di luar garis lapang voli trus menerus seperti itu hingga penembak berhasil mengenai sasarannya, tetapi sebelum sasarannya habis atau terkena semua anak yang tadi ditugaskan 6 orang diluar bergantian menjadi sasaran untuk mencobanya. Dalam permainan tersebut banyak sekali keterampilan gerak dasar yang dilakukan siswa secara tidak sadar, diantaranya: melompat, lari, menangkap bola, melempar, menghindar dengan cara menggerakan badan, dll.

Secara umum karakteristik siswa Tunagrahita adalah anak yang mempunyai kekurangan, keterbatasan dari anak normal dari segi: fisik, intelektual, sosial, dan emosi, tetapi dunia anak adalah bermain. Aktivitas anak masih tergolong dalam bentuk permainan. Contoh kecil yang terjadi pada saat jam istirahat, siswa Tunagrahita ada yang melakukan bermacam–macam gerak dengan temannya, walaupun gerakannya hanya memutar badan, memutar tangan, menggerakan pinggang, berjalan, melompat, melempar, memukul, meskipun gerakannya tidak luwes seperti anak normal. Tanpa disadari mereka sering bermain dengan melakukan keterampilan gerak dasar dalam cabang olahraga. Gerak dasar menurut (Furqon, ,2002, hlm. 9) “merupakan pola gerak yang inheren yang membentuk dasar-dasar untuk keterampilan gerak yang kompleks yang meliputi gerak lokomotor, gerak non lokomotor dan gerak manipulatif”.

Gerak dasar lokomotor merupakan gerak yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain. Gerak dasar non lokomotor merupakan gerak yang dilakukan di tempat (tidak berpindah tempat). Sementara itu gerak dasar manipulatif merupakan gerak untuk bertindak melakukan sesuatu bentuk gerak dari anggota badannya secara lebih terampil atau gerak yang berhubungan dengan penggunaan alat.

Pada jaman sekarang, banyak anak-anak yang kesulitan gerak dan jarang bermain dengan teman sebayanya, apalagi anak-anak yang hidup di perkotaan. Hal ini disebabkan oleh minimnya sarana untuk anak-anak bergerak, ditambah dengan


(17)

munculnya permainan dalam bentuk teknologi, sehingga anak untuk malas bergerak mengerjakan sesuatu. Anak-anak yang malas bergerak dan kurang aktif dalam melakukan kegiatan cenderung akan memiliki banyak masalah kesehatan ketika mereka beranjak dewasa, mulai dari obesitas hingga penyakit jantung. Makanan tidak sehat, gaya hidup yang monoton dan kurang bergerak dinilai menjadi salah satu penyebab berbagai masalah kesehatan tersebut.

Obesitas dapat dikenali dengan tanda dan gejala sebagai berikut: dagu rangkap, panjang leher yang relatif pendek, dada yang menggembung dengan volume payudara yang membesar karena kandungan lemak berlebihan, perut membuncit dan dinding perut berlipat-lipat, kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel. Pada anak laki-laki, penis tampak kecil karena terbenam dalam jaringan lemak suprapubik.

Kelebihan berat badan merupakan penyebab utama beberapa penyakit kronis termasuk diabetes, penyakit kardiovaskular dan kanker. Sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan lingkungan, aktivitas, gaya hidup, tingkat sosial ekonomi dan nutrisi atau pola makan.

Dalam penelitian ini penulis membatasi beberapa keterampilan dan index massa tubuh yang akan dilakukan penelitian terhadap anak tunagrahita, diantaranya hanya memberikan keterampilan lokomotor dan manipulatif saja, karena penulis beranggapan bahwa: keterampilan lokomotor dan manipulatif bisa atau dapat mewakili untuk keterampilan gerak non lokomotor meskipun siswa tersebut tidak sengaja melakukanya tetapi bisa dikatakan mahir atau menguasai gerakan tersebut, dan untuk instrument penulis hanya menemukan keterampilan lokomotor dan manipulatif, penulis tidak bisa merubah instrument yang sudah baku karena beranggapan bahwa penulis bukan ahli dari keterampilan tersebut. Sedangkan untuk index massa tubuh penulis hanya mengukur ketebalan lemak peserta didik siswa tunagrahita, karena penulis mempunyai alasan bahwa berat badan dan tinggi badan sangat sulit untuk mengukur perubahan dari setiap individu peserta didik dengan waktu penelitian yang hanya 18 kali pertemuan, mustahil rasanya hanya pendekatan bermain yang diberikan dapat memberikan perubahan yang signifikan. Belum lagi


(18)

peserta didik yang suka berolahraga dan yang tidak suka berolahraga dengan berat yang sama belum tentu lemak dalam tubuhnya sama, bisa saja yang suka olahraga volume ototnya lebih besar dari pada yang tidak suka berolahraga. Makanya dalam penelitian ini penulis menggunakan alat skinfold untuk pengukuran lemak tubuh peserta didik tunagrahita. Seperti yang dikemukakan oleh (Giriwijoyo, 2007, hlm. 645) dapat dilihat kriteria berat badan ideal pada Tabel 1.1

Tabel 1.1

Kriteria Berat Badan Ideal Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

BB Idaman : IMT = 100% Nilai : 21

BB Kurang : IMT < 90% Nilai : < 18,9

BB Normal : IMT = 90-110% Nilai 18,9 – 23,1

BB Lebih : IMT = 110 – 120% Nilai 23,1 – 25,2

Gemuk/obesitas : IMT = > 120% Nilai > 25,2

Berdasarkan kriteria tersebut, maka seseorang dinyatakan obesitas bila berat badan lebih besar dari 120 % berat badan ideal dengan nilai standar lebih besar dari 23,41. Maka dari itu penulis ingin memberikan metode pembelajaran gerak (Penjas) dengan pendekatan bermain kepada anak – anak khususnya anak yang berkebutuhan khusus yaitu siswa Tunagrahita yang di modifikasi dari ketrampilan gerak dasar yang bertujuan untuk mengetahui Index Massa Tubuh siswa Tunagrahita. Karena dengan menyukai gerak anak bisa menghindari kelebihan berat badan dan terhindar dari penyakit yang seharusnya tidak terjadi pada masa anak - anak.

B. Identifikasi Masalah

Dengan melihat uraian latar belakang di atas, maka peneliti mencoba mengangkat beberapa kondisi yang terjadi pada aktivitas anak-anak Tunagrahita di SLB C. Kegiatan pembelajaran jasmani bukan hanya dilakukan di sekolah umum saja tetapi pendidikan jasmani adaptif sangat bermanfaat bagi anak berkebutuhan khusus


(19)

diantaranya adalah anak Tunagrahita. Dengan adanya pendidikan jasmani disekolah SLB C bukan hanya salah satu syarat harus ada kurikulum penjas, tetapi peran penjas dalam sekolah ABK sangat penting, karena dapat memberikan aktivitas gerak, sikap, dan pengetahuan untuk anak Tunagrahita. Kendala kegiatan belajar mengajar bukan hanya dari peserta didik melainkan dari lingkungan sekolah, fasilitas, sarana prasarana. Oleh karena itu dalam kegiatan pembelajarannya guru harus kreatif agar peserta didik antusias terhadap materi yang diajarkan. Seperti yang di kemukakan oleh (Tarigan, 2008, hlm.12) mengemukakan bahwa :

Anak luar biasa dalam lingkungan pendidikan dapat diartikan seseorang yang memiliki ciri-ciri penyimpangan mental, fisik, atau tingkah laku yang membutuhkan modifikasi dan pelayanan khusus agar dapat berkembang secara maksimal semua potensi yang dimilikinya.

Selain itu, (Dhelpi, 2006, hlm.1) berpendapat tentang karakteristik anak luar biasa :

Karakteristik spesifik student with special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensorimotor, kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi sosial serta kreatifitasnya.

Dari beberapa pernyataan di atas, dapat diketahui macam-macam kekurangan peserta didik. Oleh karena itu untuk memudahkan dan menunjang pembelajaran, anak berkebutuhan khusus dapat digolongkan sesuai dengan kekurangan/kecacatan mereka. Tugas serta peran guru penjas adaptif di sekolah harus mampu mengajarkan peserta didiknya memiliki keterampilan gerak yang baik.

Apabila manusia kurang bergerak akan mudah terkena penyakit yang disebut dengan hipokinetik dan akan berakibat kegemukan atau obesitas yang seharusnya tidak dialami oleh anak-anak dalam masa pertumbuhan.

Oleh karena itu kita sebagai guru olahraga yang harus memberikan perlakuan khusus untuk mengajarkan keterampilan gerak dasar dengan baik dan benar, serta memodifikasi pembelajaran agar lebih mudah dipahami dan menyenangkan. Peran seorang guru pendidikan jasmani adaptif ksususnya, dalam memberikan pelajaran


(20)

penjas siswa tunagrahita harus lebih efektif dan mengurangi olahraga yang sifatnya non kompetitif, karena siswa tunagrahita memiliki tingkat emosional yang tinggi sehingga berakibat gerakan yang salah.

Berdasarkan masalah penelitian yang telah diuraikan, maka peneliti menyimpulkan beberapa identifikasi masalah penelitian sebagai berikut :

1. Kemampuan motorik yang kurang kompleks sehingga siswa tunagrahita harus dilatih salah satunya dengan pendekatan bermain agar mereka tidak malas bergerak yang bisa mengakibatkan kegemukan pada usia dini. Faktor obesitas (kegemukan) yang dijumpai pada anak tunagrahita sangat dipengaruhi oleh faktor malas bergerak. Dengan demikian mata pelajaran pendidikan jasmani dapat dijadikan salah satu solusi dalam memperkecil tingkat obesitas, meskipun mata pelajaran pendidikan jasmani tersebut dikemas sedemikian rupa dengan pendekatan bermain

2. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, siswa tunagrahita pada saat pembelajaran olahraga lebih antusias jika menggunakan alat sebagai media belajar untuk mencapai target, sebagian jika tanpa menggunakan alat, mereka melakukan dengan sukarela dengan tanpa paksaan. Dari hasil observasi awal peneliti, ditemukan bahwa peserta didik tunagrahita lebih memiliki antusiasme dalam melakukan gerak saat mata pelajaran pendidikan jasmani dengan bantuan media belajar dibanding dengan tanpa media belajar

3. Disisi lain, bukan hanya peralatan yang lengkap yang mereka butuhkan tetapi halaman atau tempat mereka melakukan aktivitas bermain pada saat jam istirahat. Terbatasnya ruang gerak (fasilitas/lapangan) menjadi peluang dan pemicu anak tunagrahita untuk bergerak

4. Siswa yang mengalami kegemukan pada umumnya kesulitan dalam melakukan gerakan-gerakan yang harusnya bisa dilakukan dengan mudah oleh anak seusianya. Hingga kekurangan belum juga ditemukan solusi atau penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut.


(21)

menciptakan (kreatifitas) pendekatan bermain dalam mata pelajaran pendidikan jasmani.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka penulis menjabarkan rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan pendekatan bermain terhadap keterampilan gerak dasar siswa tunagrahita ?

2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan pendekatan bermain terhadap Indeks Massa Tubuh siswa tunagrahita?

D. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian harus memiliki tujuan-tujuan yang harus dicapai sehingga dapat menghasilkan informasi dan hasil-hasil penelitian yang benar. Tujuan yang penulis rumuskan adalah:

1. Ingin mengetahui dan menguji apakah terdapat pengaruh yang signifikan pendekatan bermain terhadap ketrerampilan gerak dasar siswa tunagrahita di SLB C Yayasan Teratai

2. Ingin mengetahui dan menguji apakah terdapat pengaruh yang signifikan pendekatan bermain terhadap Index Massa Tubuh siswa tunagrahita di SLB C Yayasan Teratai

E. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan (kontribusi) terhadap teori-teori yang memaparkan pendekatan bermain terhadap keterampilan gerak dasar anak tunagrahita.


(22)

2. Secara praktis

a. Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi guru untuk lebih kreatif, kepala sekolah dan orang tua untuk dapat memberikan keleluasaan gerak atau kebebasan gerak untuk melakukan aktivitas jasmani di sekolah melalui kegiatan pendekatan bermain yang di modifikasi agar peserta didik mempunyai motivasi untuk melakukan gerak dengan sukarela dan tanpa paksaan.

b. Penjaskes adalah salah satu aktivitas keterampilan gerak yang kompleks sehingga peserta didik bisa meningkatkan kualitas keterampilan dengan kegiatan belajarnya dan juga bisa mengurangi resiko kelebihan berat badan yang dialami pada usia dini,

c. Selain itu juga penelitian ini berguna untuk perubahan paradigma berfikir tentang pentingnya pembelajaran melalui pendidikan jasmani di sekolah umum dan sekolah anak berkebutuhan khusus terutanma anak tunagrahita.

F. Struktur Organisasi Tesis

1. Bab I Tesis berisi tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari tesis, pendahuluan berisi latar belakang yang dimaksudkan menjelaskan alasan mengapa masalah tersebut diteliti, pentingnya masalah itu diteliti dan pendekatan untuk mengatasi masalah tersebut yang didalamnya terdiri dari: identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat atau signifikasi penelitian.

2. Bab II tesis berisikan kajian pustaka atau kerangka pemikiran yang mempunyai peran sangat penting. Melalui kajian pustaka ditunjukan “state of the art “ dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah penelitian

dalam bidang ilmu yang diteliti yang berfungsi sebagai landasan teoritis, konsep-konsep, dalil-dalil, hokum-hukum, model-model serta turunanya dalam bidang yang dikaji dan penelitian terdahuku yang relevan.


(23)

3. Bab III Tesis berisikan Metode penelitian atau penjabaran yang rinci mengenai penelitian yang dikaji termasuk beberapa komponen yang lain seperti, lokasi dan subjek, poulasi dan sampel, metode penelitian, definisi oprasional,instrument penelitian, teknik pengumpulan data dan alasan rsionalnya.

4. Bab IV beerisikan hasil penelitian dan pembahasan pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis penelitian, tujuan penelitian serta pembahasan temuan pada saat penelitian .

5. Bab V berisikan simpulan dan saran yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian, baik untuk siswa, guru, sekolah, Dinas yang terkait dan juga penelitian yang selanjutnya.


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Populasi

1. Lokasi

Lokasi penelitian dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Tunagrahita (SLB-C) Yayasan Terate Bandung (YTB) Kp Pasir Kaliki Barat Sadang Serang Kota Bandung 40133, sedangkan Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah selama lima minggu dengan pertemuan satu minggu sebanyak tiga kali pertemuan seperti yang dikatakan oleh (Djoko Pekik, 2004: 83) “latihan untuk membakar lemak tubuh menggunakan intensitas 65% - 75% detak jantung maksimal yang dilakukan 20- 60 menit setiap latihan dan dilakukan 3-5 kali perminggu”.

Penelitian yang dilaksanakan di bulan 8 November 2013 - 19 Desember 2014. Sedangkan untuk populasi penelitian dalam memperoleh data diperlukan sumber data yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Sumber dari penelitian tersebut bisa dari orang, binatang atau pun benda sesuai dari tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian tersebut. Adapun mengenai objek yang hendak diteliti adalah dinamakan dengan populasi dan sampel penelitian.

2. Populasi

Populasi penelitian ini adalah keseluruhan dari siswa Tunagrahita dengan katagori ringan (debil) yang berjumlah 30 responden SLB-C Yayasan Terate Kota Bandung. peneliti mengambil populasi di sekolah ini dengan alasan ingin mengetahui dan meneliti lebih lanjut perkembangan atau peningkatan keterampilan gerak dasar setelah dilakukan observasi oleh beberapa mahasiswa yang berasal dari Belanda. Hasil dari observasi tersebut para mahasiswa dan Dosen FPOK sebagai pendamping membuat dalam sebuah buku yang berjudul (The Joy Of Movment). Alasan lain melakukan penelitian di SLB C adalah kemampuan keterampilan gerak peserta didiknya tidak sesuai dengan usianya, begitu juga penulis melihat peserta didik masih belum memiliki kamampuan keterampilan gerak yang komplek pada saat kegiatan pendidikan jasmani berlangsung. Disamping itu juga kebanyakan peserta didik mengalami kegemukan


(25)

di usia dini yang dapat mengganggu keluwesan gerak peserta didik pada saat melakukan aktivitas bermain atau olahraga.

Untuk populasi, (Arikunto, 2002, hlm. 108) mengatakan bahwa “populasi

adalah keseluruhan subjek penelitian.” Selanjutnya Frankel dan Wallen (2007) dalam (Abidin, 2011, hlm. 101) menyatakan bahwa population ... is the group of

interest to the reseacher, the group to whom the reseacher would like to generalize result of study. Nazir (1999) dalam (Abidin, 2011, hlm. 101) mendefinisikan populasi “sebagai kumpulan individu dengan kualitas serta ciri

-ciri yang telah ditetapkan” . populasi yang akan diambil oleh peneliti berdasarkan karakteristik tujuan penelitian tertentu yang tentunya dapat mewakili pada saat pengambilan sampel. Karena populasi menurut penulis adalah kumpulan siswa atau individu yang sejenis yang berada dalam wilayah tertentu dan pada waktu yang tertentu pula.

3. Sampel

Dalam penelitian ini penulis menggunakan Purposive Sampling yang merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus. Seperti yang dikemukakan oleh (Sukmadinata, 2012, hlm. 254) “Pengambilan sampel

berdasarkan tujuan purposive sampling, disesuaikan dengan tujuan penelitian”.

Artinya proses pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu berdasarkan tujuan penelitian, asalkan tidak menyimpang dari ciri-ciri sampel yang telah ditetapkan, Sampel yang berjumlah 30 responden di pilih menjadi 16 responden dengan tingkat kelebihan berat badan yang di bagi dua kelas atau kelompok, yaitu sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Untuk keterampilan gerak dasar peneliti menggunakan total sampling, artinya seluruh peserta didik dijadikan sampel dengan jumlah 30 responden yang di bagi menjadi kelas eksperimen berjumlah 15 responden dan kelas kontrol berjumlah 15 responden. Pada saat pengambilan sampel dibagi dua dengan cara di acak atau diundi sehingga termasuk kedalam dua kelas eksperimen dan kontrol yang keduanya dapat dianggap setara atau homogen sebelum dilakukan penelitian. Seperti yang dikemukakan oleh (Abidin, 2011, hlm. 104). Total Sampel atau


(26)

sampling jenuh, dengan teknik penentuan sampel bila semua anggota digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil. Dalam pengambilan sampel peneliti haruslah mengambil sampel yang dapat mewakili agar dapat dihasilkan data yang akurat.

B. Desain Penelitian dan Langkah Penelitian

Desain yang digunakan adalah pretest dan posttest control group desain yaitu kelompok diberi tes awal untuk mengukur kondisi siswa. Dengan dibagi 2 kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, selanjutnya pada kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan pendekatan bermain yang dimodifikasi, dan pada kelompok kontrol atau pembanding tidak diberi perlakuan tetapi tetap melakukan kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani seperti biasa bersama gurunya (Penjas Konvensional).

Peneliti mencoba menjelaskan desain yang akan dilakukan dengan meneliti terlebih dahulu variabel terikat (Y) melalui pre-test (A1) sebelum mengadakan pengukuran dan pengidentifikasikan variabel bebas (X) setelah melakukan pre-test kemudian dilakukan perlakuan. Hasil perlakuan dilakukan melalui post-test (A2), dan hasil pengukuran pre-test (A1) dibandingkan dengan hasil post-test (A2) untuk mengetahui hubungan sebab akibat dari munculnya X.

Seperti yang dikemukakan oleh (Sugiyono, 2008, hlm. 112) bahwa

:”dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih kemudian diberi pre-test untuk mengetahui keadaan awal perbedaan antara kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol”. Desain dapat dilihat dalam gambar 3.1 berikut :

(Fraenkel, 1993, hlm. 247) menjelaskan mekanisme penelitian dari dua kelas tersebut digambarkan dalam tabel 3.1 yang tercantum pada halaman 58

Tabel 3.1

Desain Penelitian Pretest–posttes Control Group Design Kelompok Pre test Perlakuan Post test

Eksperimen O X1 O


(27)

Keterangan :

O : Pre test yang dilaksanakan pada kelas eksperimen O : Pre test yang dilaksanakan pada kelas kontrol

X1: Perlakuan berupa pendekatan bermain yang diberikan pada kelas eksperimen

X2 : Penjas Konvensional berupa pembelajaran yang dilakukan oleh gurunya, tanpa perlakuan pendekatan bermain oleh peneliti sebagai kelas kontrol

O : Post test yang dilaksanakan pada kelas kontrol

O : Post test yang dilaksanakan pada kelas eksperimen

Langkah Penelitian

Langkah penelitian ini dibuat dengan dapat mempermudah dalam pelaksanaan sebuah penelitian. Rencana kerja yang diharapkan dapat membantu penulis dapat dilihat dibawah ini

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan adalah sebagai berikut:

a. Menentukan populasi yang akan dijadikan objek dalam penelitian.

b. Membagi sampel ke dalam 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan keterampilan gerak dasar dan index massa tubuh serta kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan dengan pendekatan bermain. c. Memberikan tes awal (pre-test) pengukuran keterampilan gerak dasar dan

indek massa tubuh pada sampel kelompok eksperimen dan sampel kelompok kontrol

d. Memberikan perlakuan (treatment) pada kelompok eksperimen

e. Pada kelompok kontrol, penulis tidak memberikan perlakuan seperti pada kelompok eksperimen. Namun tetap diberi perlakuan dengan pembelajaran penjas disekolah oleh gurunya tetapi waktunya dibedakan dengan kelas eksperimen

f. Melakukan tes akhir (post-test) pengukuran keterampilan gerak dasar dan indek massa tubuh kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah dilakukan treatment.

g. Melakukan pengolahan dan analisis data dari hasil pre-test dan hasil post-test pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.


(28)

h. Menyimpulkan hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan hasil pengolahan dan analisis data.

Langkah penelitian adalah urutan pelaksanaan penelitian yang digunakan sebagai acuan bagi penulis dalam melaksanakan penelitian. Dalam hal ini langkah penelitian akan menjadi patokan urutan kerja dari penelitian. Selain sebagai patokan, langkah penelitian juga dapat memberikan kemudahan dalam bekerja menentukan apa yang seharusnya terlebih dahulu dikerjakan dan apa yang harus dilakukan berikutnya. Adapun rencana penelitian Untuk lebih jelasnya, langkah penelitian atau rancangan kerja dalam penelitian pada gambar 3.2

Gambar 3.2 Rancangan Penelitian

Post-Test

POPULASI

SAMPEL Kontrol

Pre-Test

Non-Treatment

Post-Test

Pengolahan & Analisis Data

Kesimpulan & Rekomendasi

Eksperimen

Pre-Test


(29)

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis untuk mengungkap permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen, pada metode eksperimen terdapat kelompok kontrol sebagai pembanding terhadap kelompok yang diberikan perlakuan (treatment). (Arikunto, 2010, hlm. 4)

menjelaskan bahwa ”Eksperimen adalah suatu cara untuk mencari sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang disengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminir atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang bisa menggangu”. Dan menurut yang di kemukakan (Riduwan, 2008, hlm. 50) menyatakan bahwa, “Penelitian dengan pendekatan eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel

yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat.”

Berdasarkan yang di kemukakan, dapat digambarkan bahwa metode eksperimen digunakan atas dasar pertimbangan bahwa sifat penelitian eksperimental yaitu mencobakan sesuatu untuk mengetahui pengaruh atau akibat dari perlakuan atau treatment. Selain itu juga metode penelitian eksperimen merupakan rangkaian kegiatan percobaan dengan tujuan untuk menyelidiki sesuatu hal atau masalah sehingga diperoleh hasil dari hipotesis yang diajukan. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka metode penelitian eksperimen adalah pendekatan yang cocok dalam penelitian penulisan.

D. Definisi Oprasional

a. Pendekatan Bermain

Pendekatan bermain adalah suatu pendekatan yang disesain untuk menarik minat peserta didik dalam kegiatan pembelajaran agar tercapai secara maksimal. Menurut (Tarigan, 2001, hlm. 17) adalah sebagai berikut, “Pengajaran melalui pendekatan bermain adalah meningkatkan kesadaran siswa tentang konsep bermain melalui penerapan teknik yang tepat sesuai dengan masalah atau situasi


(30)

b. Keterampilan Gerak Dasar (manipulatif dan Lokomotor)

Pada dasarnya anak-anak harus kita bekali dengan keterampilan gerak agar mereka antusias dengan bermain, karena bermain bisa menimbulkan unsur afektif, psikomotor, dan kognitif. Dan kemampuan gerak harus dibiasakan kepada anak-anak guna menningkatkan kualitas hidupnya. Seperti yang dikemukakan (Saputra dan Mamun, 1999, hlm. 20) kemampuan gerak dasar di bagi 3 yaitu lokomotor, non lokomotor, manipulatif.

1. Kemampuan lokomotor : digunakan untuk memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat lain, atau untuk mengangkat tubuh ke atas seperti, lompat dan loncat, untuk kemampuan yang lain, sperti berjalan, berlari, meloncat, skipping, meluncur, dan berlari seperti kuda (gallop)

2. Kemampuan non lokomotor : kemampuan non lokomotor dilakukan dittempat tanpa ada ruang gerak yang memadai. Kemampuan non lokomotor terdiri dari menekuk dan menegang, mendorong dan menarik melipat, dan memutar, mengocok dan melingkar, mealmbungkan dll

3. Kemampuan manipulatif : dikembangkan ketika anak-anak tengah menguasai macam-macam objek. Kemampuan manioulatif lebih banyak melibatkan tangan dan kaki, tetapi bagian tubuh lain juga kita dapat gunakan, amnipulasi objek lebih unggul dari pada koordinasi mata, kaki dan tangan, mata yang mana cukup penting untuk item: berjalan, (gerakan langkah) dalam ruang.

c. Index Massa Tubuh

IMT merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan indeks quatelet {berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2)}. Interpretasi IMT tergantung pada umur dan jenis kelamin anak, karena anak lelaki dan perempuan memiliki kadar lemak tubuh yang berbeda. dan IMT juga merupakan ukuran dari komposisi tubuh yang diukur menggunakan Skinfold dengan subkutan/ otot yang ditentukan.


(31)

d. Siswa Tunagrahita

Tuangrahita adalah siswa yang memiliki penyimpangan sedemikian rupa dari segi fisik, iQ, mental, social. Sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan secara khusus. Ada 3 katagori untuk anak tunagrahita antara lain:

1. Tunagrahita Ringan

Disebut juga moron atau debil. Menurut Skala Binet, kelompok ini memiliki IQ antara 68-52, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55 (Kosasih, 2012, hlm. 143). Mereka masih dapat belajar membaca, menulis dan berhitung secara sederhana dengan bimbingan dari guru dan pendidikan yang baik. Anak tunagrahita ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Anak tunagrahita ringan jika dibimbing dengan baik dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan. Namun demikian, mereka tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita ringan menurut (Efendi, 2008, hlm. 90) antara lain : “(1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung; (2) menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain; (3) keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari.” Anak tunagrahita ringan bahkan sering berbuat kesalahan. Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Secara fisik mereka tampak seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sulit membedakan secara fisik antara anak tunagrahita ringan dengan ank yang normal. Bila dikehendaki mereka ini masih dapat bersekolah, maka mereka akan dilayani pada kelas khusus dengan guru dari pendidikan luar biasa.

2. Tunagrahita Sedang

Imbisil atau disebut juga anak tunagrahita ringan. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 berdasarkan skala binnet sedangkan menurut skala wischler (WISC) memiliki IQ 54-40. Anak Tunagrahita sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca dan berhitung. Walaupun mereka dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung, mengurus diri seperti makan, minum,


(32)

berpakaian dan mandi dalam kehidupan sehari-hari masih membutuhkan pengawasan yang terus menerus agar selalu dibimbing karena dalam melakukan kegiataannya terkadang sesuai dan terkadang tidak sesuai. Oleh karena itu, ada beberapa kemampuan anak tunagrahita yang perlu diberdayakan, hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Efendi (2008:90) yaitu :

(1) belajar mengurus diri sendiri, misalnya :makan, berpakaian, tidur atau mandi sendiri, (2) belajar menyesuaikan di lingkungan rumah atau sekitarnya, (3) mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di bengkel kerja (sheltered workshop), atau lembaga khusus.

3. Tunagrahita Berat

Idiot atau sering disebut juga tunagrahita berat. Kelompok dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat (severe) dan sangat berat (profound). Hal ini seperti dijelaskan oleh Kosasih (2012:143) seperti yang tertera pada halaman 23.

Untuk tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut skala Binet dan antara 39-52 menurut skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ di bawah 19 menurut skala Binet dan IQ di bawah 24 menurut skala Weschler (WISC).

Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan secara total dalam hal berpakaian, mandi, dan makan. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sampai sepanjang hidupnya. Untuk mengurus keperluan hidupnya sendiri sangat membutuhkan orang lain.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen memiliki peran penting dalam sebuah penelitian. Sugiyono (2010:173) menjelaskan bahwa, “Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen

tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.” Dengan

kata lain, sebuah alat ukur harus dapat dipercaya dan diakui oleh banyak orang bahwa alat ukur tersebut layak digunakan untuk mengukur. Instrumen berperan dalam memperoleh data yang dinginkan dari sebuah penelitian, untuk selanjutnya


(33)

diteliti dan ditarik kesimpulannya sebagai hasil penelitian. (Arikunto, 1997, hlm.

23) menyatakan bahwa “Setelah peneliti mengetahui dengan pasti apa yang akan

diteliti dan dari mana data bisa diperoleh, maka langkah yang segera diambil

adalah menentukan dengan apa data akan dikumpulkan”. Kebutuhan instrumen

disesuaikan dengan permasalahan yang hendak diungkap. Mengenai instrumen, ,Arikunto 1997, hlm. 138) menerangkan sebagai berikut:

Berbicara tentang jenis-jenis metode dan instrumen pengumpulan data sebenarnya tidak ubahnya dengan berbicara masalah evaluasi. Mengevaluasi tidak lain adalah memperoleh data tentang status sesuatu dibandingkan dengan standar atau ukuran yang telah ditentukan, karena mengevaluasi juga adalah mengadakan pengukuran.

Instrumen untuk mengukur perkembangan gerak kasar anak menggunakan

Test Groos Motor Development – Second Edition (TGMD-2nd Edition). (Ulrich,

2000). Tes ini mencakup 12 tes gerak di kategorikan menjadi dua Subvariabel

Locomotor (run, gallop, hop, leap, horizontal jump, slide) dan Object Control (striking a stationary ball, stationary dribble, catch, kick, overhand throw and underhand roll). Keterampilan yang diujikan dalam TGMD-2 dapat dilihat pada

Tabel 3.2

Tabel 3.2

Item tes dalam TGMD-2

Subtes Skill Jumlah Kriteria

Penampilan

Skor Maksimal

Locomotor

Hop 5 10

Slide 4 8

Gallop 4 8

Jump 4 8

Leap 3 6

Run 4 8

Object Control

Dribbles 4 8

Kick 4 8

Catch 3 6

Throw 4 8

Roll 4 8


(34)

1. Petunjuk umum penilaian :

 Mengisi informasi yang sesuai pada tabel yang disiapkan (Lampiran);  Penilaian didahului dengan demonstrasi dan penjelasan verbal yang

akurat;

 Melakukan uji coba untuk meyakinkan bahwa siswa memahami apa yang harus dilakukan;

 Menyediakan demonstrasi tambahan ketika siswa nampaknya tidak memahami tugas.

2. Standar Kriteria Penilaian

Setiap keterampilan motorik kasar meliputi tiga dari empat komponen perilaku yang disajikan sebagai kriteria kinerja. Secara umum, perilaku ini merupakan pola keterampilan dari orang dewasa. Langkah-langkah spesifik dalam penilaian dijelaskan sebagai berikut:

 Subjek perlu melakukan dua percobaan dari setiap keterampilan gerak dasar (manipulatif dan lokomotor) dengan beberapa criteria gerakan

 Amati siswa melakukan keterampilan dan berkonsentrasi pada kriteria kinerja;  Apabila siswa melakukan perilaku komponen dua dari tiga percobaan dengan benar, menandai "1" dalam kotak yang sesuai di kolom penilaian yang benar. Dimana siswa tidak melakukan komponen perilaku dua dari tiga percobaan dengan benar, tandai "0."

 Observer harus mengamati setiap gerakan yang tertulis dikriteria gerakan yang sudah pada instrument. Instrument penilaian keterampilan manipulatif dapat dilihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3

Contoh Lembar Kegiatan Penilaian Manipulatif NO Nama siswa Manipulatif

Test

Jarak/area Kriteria gerakan Trial

1

Trial 2

Score

1 Catch 1.Pada fase persiapan, siku

ditekuk dan tangan didepan tubuh

1 1 2

2.lengan memanjang untuk meraih bola yang datang

0 1 1

3.bola ditangkap hanya dengan dua tangan


(35)

 Antara lain keterampilan gerak dasar yang harus diamati oleh observer menurut (Gabbard, Leblanc, 1987, hlm. 147) sebagai berikut:

1. Gerak Lokomotor a. Lari.

b. Lompat c. gallop d. Meloncat

e. Loncat tali (Horizontal jump) f. leap

2. Gerak Manipulatif a. Melempar b. Memukul c. Menendang d. Menangkap

e. Menggelindingkan bola f. Dribbling

 Adapun instrumen untuk BMI yang digunakan adalah :

a. Skinfold-callipers : alat untuk mengukur lemak tubuh dengan satuan milimeter yang dilakukan pada daerah Subscapular skinfold, Abdominal

skinfold, Suprailiac/supraspinale skinfold, Iliac crest skinfold, Midaxillary skinfold, Medial calf skinfold, Front thigh skinfold, Triceps skinfold, Biceps skinfold, Chest skinfold.

b. Semua pengukuran sebaiknya konsisten sebelah kanan badan dan diukur 3 kali. Berbagai peneliti mengukur beberapa lokasi tebal lipatan kulit, dari 3,7 sampai 10 lokasi. dikarenakan sampel rata rata berusia anak-anak jadi Skill score

2 Overarm

Throw

35 Meter 1.Pada fase pertama,siku dibengkokan di samping kepala

1 1 2

2.Lengan dilecutkan barengan bola yang di pegang oleh telapak tangan

1 1 2

3. Pada saat lengan dilecutkan dan bola lepas tangan harus lurus didepan dada

4.Pada saat melempar dengan tangan kanan kaki kiri berada didepan 0 1 0 1 0 0 Skill score


(36)

penulis menggunakan pengukuran (Dormin and 1994) dalam (Indriati. 2010, hlm. 123) mengukur 4 lokasi yaitu (Abdominal, Suprailiac, Trissep, Front thight)

Densitas badan = 1,1610 – 0,0632 Log 4 (Laki-laki dewasa)

Densitas badan = 1’1581 – 0,0720 Log 4 (Perempuan dewasa)

Densitas badan = 1,1533 – 0,0643 Log 4 (anak laki-laki)

Densitas badan = 1,1369 – 0,0598 Log 4 (anak perempuan)

Gambar. 3.3

Alat Ukur Lemak Tubuh (skinfold-callipers)

c. Pengukur Berat Badan (timbang badan) dapat dilihat pada gambar 3.4

Gambar 3.4

Alat Pengukur Berat Badan d. Meter Ukur Tinggi Badan dapat dilihat pada gambar 3.5

Gambar 3.5 Alat Ukur Tinggi Badan


(37)

F. Prosedur Pengolahan Data dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil tes akhir merupakan skor-skor mentah, maka data tersebut harus diolah dan dianalisis berdasarkan penghitungan statistik. Dalam pengolahan data ini penulis menggambarkan melalui cara :

1. Deskripsi data.

Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara melakukan eksperimen.

2. Pengujian persyaratan analisis menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas.

(Abidin, 2011, hlm. 135) mengemukakan pendapatnya, sebagai berikut : a. Jika distribusinya normal, dilanjutkan dengan menghitung perbedaan atau

kesamaan dua rata-rata kedua kelompok (sesuaikan dengan pasangan hipotesis yang diberikan) dengan menggunanan uji-t.

b. Jika distribusinya tidak normal, maka pengujian hipotesis menggunakan uji wilcoxon.

c. Jika kedua kelompok sampel berdistribusi normal tetapi variansnya tidak homogen, maka pengujian hipotesis menggunakan uji-t’.

Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data terhadap hasil uji coba instrumen dengan menggunakan program SPSS Seri 18. Adapun urutan langkah pengujiannya adalah:

a. Melakukan tes keterampilan gerak dasar lokomotor dan manipulatif. b. Memberikan skor tes keterampilangerak dasar lokomotif dan manipulatif

pada masing-masing anak.

c. Melakukan pengukuran kadar lemak / komposisi tubuh yang meliputi abdominal, suprailliac, front tight, dan trisep

d. Memberikan skor hasil pengujian kadar lemak pada masing-masing anak. e. Melakukan input data pada program Microsoft Excell.


(38)

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis data dilakukan guna mendapatkan kesimpulan dari data yang diperoleh. Jenis analisis statistik yang digunakan untuk melakukan uji hipotesis dalam rangka mencari kesimpulan ditentukan oleh hasil uji normalitas dan homogenitas data. Dalam uji hipotesis ini penulis membandingkan hasil tes sikap sebelum dan sesudah perlakuan (pre-test dan post-test). Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari pendekatan bermain terhadap keterampilan gerak dasar dan index massa tubuh

Untuk menguji data antara hasil pre-test dan hasil post-test digunakan penghitungan uji rata-rata sampel berpasangan, yang dalam analisis statistik SPSS dinamakan dengan Paired Sample t-test. Adapun output yang dihasilkan terdiri dari deskripsi data dan uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) antara pretest dan hasil

posttest. Kedua hasil uji dibandingkan dengan tabel dan probabilitas (Sig.). Selain

itu pengujian juga dilakukan dengan membandingkan hasil pre-test antara kelompok sampel eksperimen dan kelompok sampel kontrol, serta membandingkan hasil post-test kelompok sampel eksperimen dan kelompok sampel kontrol. Pengujian ini dilakukan untuk menguji hipotesis, apakah terdapat perbedaan yang signifikan sikap terhadap keterampilan Lokomotor, Manipulatif dan penurunan obesitas/lemak tubuh jasmani antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

Uji hipotesis untuk mengetahui perbedaan antara dua kelompok sampel, digunakan analisis dengan independent sampel t-test. Output yang dihasilkan setelah pengolahan, diperoleh dua uji, yaitu uji-f (Varians) dan uji-t (Uji kesamaan dua rata-rata).

G. Deskripsi Data

Dalam kegiatan analisis dan deskripsi data yang dilakukan adalah menganalisis serta mendeskripsikan angka-angka yang ada, hasil dari penghitungan statistik. Angka atau nilai yang dihasilkan bisa dibandingkan dengan angka tabel atau dideskripsikan secara langsung dengan berbagai pertimbangan dan ketentuan statistik. Analisis didasarkan pada hipotesis yang


(39)

dibuat untuk dapat memaknai nilai dan angka yang dihasilkan dari penghitungan. Selain itu juga dibahas berbagai temuan selama pelaksanaan penelitian di lapangan, serta dianalisis berdasarkan teori-teori dan hasil penelitian yang ada yang telah dilaksanakan peneliti lainnya.

Pasangan hipotesis yang akan diujinya adalah :

Ho : µ1 = µ2, tidak terdapat yang signifikan antara pendekatan bermain

dan tanpa bermain terhadap keterampilan gerak dasar dan Body Mass Index siswa tunagrahita di SLB C Yayasan Terate Kota Bandung.

Ho : µ1 < µ2 terdapat yang signifikan antara pendekatan bermain dan

tanpa bermain terhadap keterampilan gerak dasar dan Body Mass Index siswa tunagrahita di SLB C Yayasan Terate Kota Bandung.

H. Validitas Internal dan Validitas Eksternal

Desain yang penulis gunakan adalah pretest-posttest control group. Desain ini melibatkan sekurang-kurangnya dua kelompok kelas eksperimen dan kelas kontrol, keduanya diberikan pretes dan posttes untuk mengetahui sejauh mana perbandingan antara dua kelompok ekeperimen dan kontrol. Untuk kelas eksperimen diberikan perlakuan pendekatan bermain dengan beberapa modifikasi permainan diantaranya adalah permainan tradisional yang dikemas dengan sederhana agar peserta didik paham untuk melakukan aktivitas permainan tersebut. Dalam penelitian ini penulis memilih desain penelitian menurut (Darmadi, 2011, hlm. 204). Dapat dilihat dalam tabel 3.4 dibawah ini.

Tabel 3.4

Validitas internal dan validitas eksternal

Desain Dalam Luar

S P T I R S M IS IP-X IM-X

Studi Kasus One-Short X0


(40)

Pretest-posttest satu kelompok 0X0

- - - + + + - +

Perbandingan kelompok Statis X1 0

X2 0

+ - + + + - - - + +

Pretest-posttest control group ROX1O

ROX2O

+ + + + + + + - - +

Posttest only control group RX10

RX2O

+ + + + + + - - + +

Empat kelompok solomon ROX1O

ROX2O RX1O RX2O

+ + + + + + + + + +

Kelompok kontrol non ekivalen ROX1O ROX2O RX1O RX2O + + + + - + + + - + Times series OOOO X OOOO - + + - + + + + - +

Dapat dilihat bahwa dalam pretest posttest control group design untuk seluruh aspek internal validity dapat terkontrol namun untuk eksternal validity tidak dapat terkontrol, ini merupakan kelemahan dalam design ini. Seperti dijelaskan di bawah ini :

a. Validitas Internal

Pengontrolan validitas internal adalah pengendalian terhadap variabel-variabel luar yang dapat menimbulkan interpretasi lain. Variabel yang dikontrol meliputi :

1) Pengaruh sejarah. Selama mengikuti aktivitas latihan atau belajar, sampel tidak diperbolehkan mengikuti aktivitas latihan diluar jadwal eksperimen. Hal ini dilakukan agar kualitas penelitian ini tetap terjaga hingga waktu yang telah ditentukan.


(41)

2) Pengaruh pertumbuhan, perkembangan, dan kematangan. Untuk menghindari adanya proses pertumbuhan, perkembangan, dan kematangan, perlakuan diberikan dalam waktu tidak terlalu lama, yaitu selama 18 pertemuan, (satu bulan setengah).

3) Pengaruh instrument. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, harus tetap, tidak ada perubahan sedikit pun di dalam pelaksanaannya, artinya setiap tester mendapat hak yang sama dalam setiap tes yang dilakukan.

4) Pengaruh pemilihan subjek. Seluruh populasi dijadikan sampel dengan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

5) Pengaruh kehilangan peserta instrument. Dikontrol dengan terus-menerus memotivasi dan memonitor kehadiran sampel melalui daftar hadir yang ketat sejak dari awal sampai akhir eksperimen.

6) Pengaruh perlakuan. Dikontrol dengan memberikan perlakuan yang sama kepada kelompok eksperimen.

b. Validitas eksternal

Metode penelitian yang digunakan adalah Matching Only Pretest-Posttest Control Group design. Menganalisis ancaman terhadap metode dapat dilihat pada Tabel 3.5 pada halaman 73.

Tabel 3.5

Effectiveness of Experimental Design in Controlling Threats To Internal Validity ( Dikutif dari Fraenkel, 1993, hlm. 283)

Design Subje ct Chara cterist ic Morta lity Loca tion Instru ment Decay Data Colle ctor Chara cterist ic Data Colle ctor Bias Test ing Hist ory Matu ratio n Atti ude of subj ec Reg ress ion Impl eme nter


(42)

Randomized Pre-posttest

Control Group

+ + + - + - - + + + + - + + -

++ ( strong kontrol, thereat unlikely to occur) + ( some control, threat may possible occur )

- ( weak control, thereat likely to occur ) ? ( can’t determine )

Berdasarkan penjelasan tersebut maka penelitian dengan menggunakan pendekatan desain Static pretest-posttest Control Group mempunyai beberapa validitas internal yang dikontrol secara kuat oleh diantaranya adalah karakteristik subjek, kehilangan sampel, instrument decay, test, sejarah, kematangan, dan regression. Sedangkan ancaman yang dikontrol secara lemah oleh desain ini adalah lokasi, karakteristik pengumpul data, bias pengumpul data, sikap subjek, dan implementasi. Walaupun berdasarkan analisis masih terdapat beberapa ancaman. Yang masih terkontrol secara lemah namun secara praktis peneliti juga berusaha menimalisir ancaman tersebut khususnya ancaman yang tidak terkontrol, antara lain:

a. Location

Lokasi penelitain pada saat test dan atau pemberian treatment untuk kedua kelompok (eksperimen dan kontrol) adalah sama, yakni di SLB C Terate di Sadang Serang kemudain jumlah kelas dan kemampuan siswa dari kedua kelompok tidak jauh berbeda. sehingga diharapkan tidak akan terlalu berpengaruh terhadap skor post-treatment

b. Data Collector characteristic

Dalam proses pengumpulan data peneliti tidak sendiri melainkan di bantu oleh beberapa observer dari PASI dan mahasiswa pasca sarjana, guru olahraga SLB C dan ahli dari penghitungan komposisi tubuh yang sudah diskusi tentang cara pengambilan data baik keterampilan gerak dasar dan index massa tubuh, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dengan pengumpulan data dilakukan oleh orang yang sama


(43)

Agar tidak terjadi bias dalam pengambilan data peneliti merekam proses pengambilan data. Sehingga data yang sudah terkumpul dilapangan dicocokan dengan video tersebut

d. Attiude of subject

Selama proses pengambilan data pretest-postest dan pemberian perlakuan peneliti didampingi oleh guru penjasnya. Tes dan perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan diwaktu yang berbeda, kelompok ekperimen pada pukul 07:00 – 08:15. Sedangkan kelompok kontrol pada pukul 08:20 – 09.15 Hal ini dilakukan agar siswa pada salah satu kelompok tidak merasa dibeerikan perlakuan yang berbeda atau special karena anak tunagrahita memiliki tingkat emosional yang tinggi.

e. Implementation

Kelompok kontrol dalam penelitian ini mendapatkan perlakuan berupa pembelajaran penjas seperti biasa oleh gurunya. Maka penelitian menghadirkan guru penjas ketika memberikan perlakuan terhadap kelompok eksperimen, sehingga kedua kelompok belajar dengan guru yang sama.


(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah dikemukakan pada bab IV, maka kesimpulan hasil penelitian sebagai berikut :

1. Pendekatan bermain terdapat berpengaruh yang signifikan terhadap peningkatan keterampilan Gerak dasar siswa Tunagrahita

2. Pendekatan bermain tidak berpengaruh signifikan menurunkan index massa tubuh (komposisi tubuh) siswa Tunagrahita.

B. Rekomendasi

Mengacu pada kesimpulan penelitian, maka penulis mengajukan beberapa rekomendasi sbagai berikut:

1. Bagi Sekolah

Berdasarkan temuan dilapangan penulis menemukan bahwa masih banyak siswa tunagrahita yang sangat sulit diajak untuk mengikuti kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani, hal ini disebabkan keterbatasan yang mereka miliki. Sehingga aktivitas siswa kurang bergerak, hal ini karena pembelajaran penjas disekolah tidak berjalan sesuai dengan harapan.

2. Bagi siswa

Pendekatan bermain meningkatkan motivasi siswa untuk melakukan kegiatan olahraga agar keterampilan motorik mereka tetap terjaga dan tidak akan mengalami kekurangan gerak yang mengakibatkan kelebihan berat badan. 3. Bagi guru pendidikan jasmani

Pendekatan bermain merupakan suatu inovasi baru dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani yang harus terus dikembangkan di setiap sekolah, karena sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan serta pemberiannya disesuaikan dengan tingkat kecacatan dan kelainan siswa.

4. Bagi Orang Tua

Orang tua hendaknya memberikan dukungan bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran olahraga di sekolah, khususnya yang melibatkan


(45)

aktivitas keterampilan gerak dasar. Karena pada dasarnya, keterampilan gerak dasar mampu mendorong siswa untuk bergerak aktif. Dengan bergerak aktif diharapkan dapat mencegah berbagai penyakit yang terjadi akibat kemajuan teknologi.

5. Bagi Dinas Pendidikan

Diharapkan tidak hanya memperhatikan sekolah negeri dan sekolah umum. sebaiknya selalu memantau dan memberikan penyuluhan kepada sekolah-sekolah yang baru berdiri dan, yayasan dan SLB, bahwa aktivitas bermain dapat meningkatkan keterampilan gerak siswa.

6. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian ilmiah mengenai pengaruh pendekatan bermain terhadap keterampilan gerak dasar dan IMT pada anak-anak Tunagrahita. Dengan menggunakan pendekatan bermain ternyata keterampilan gerak dasar mengalami penigkatan, sehingga pendekatan bermain cocok untuk digunakan. Namun penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan metode pendekatan lain untuk mengetahui pengaruhnya terhadap keterampilan gerak dasar. Sedangkan dengan menggunakan pendekatan bermain, IMT anak tidak banyak mengalami perubahan, karena program penelitian 18 kali pertemuan dirasa kurang cukup untuk menurunkan IMT siswa Tunagrahita. Serta keterlibatan orang tua diperlukan untuk mengontrol pola makan serta aktifitas siswa pada saat dirumah.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

AAMD. Amerika Association on Mental Deficiency (1983). Classification In

Mental Retardation, American Association of Mental Deficiency. Washington

AAMR. Amerika Association on Mental Retradation (1999). Physical Education

For Lifelong Fitness. The Physical Best Teacher’s Guide. Champaign, IL : Human Kinetics, P-78-79.

Abidin, Y. (2011). Penelitian Pendidikan Dalam Gamintan Pendidikan Dasar dan

PAUD. Bandung: Riqki Press.

Amin M, (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anggani, S. (2000). Sumber Belajar dan Alat Permainan, Untuk Usia Dini. Jakarta: Grasindo.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arma, A. dan Manadji A. (1994). Dasar-Dasar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdikbud.

Bandi, D. (2006). Terapi Permainan II. Bandung: Rizqi Press.

Cavill N. (2006). Physical Activity and Health In Europe: evidence for action. Copenhagen: WHO Regional Office for Europe.

Chow, B.C. and Chan, L. (2011). Gross Motor Skills of Hong Kong Preschool Children. Asian Journal of Physical Education & Recreation. 17, (1), 71-77 Darmadi, H. (2011). Metode Penelitian. Bandung: Rineka Cipta.

DEPDIKNAS. (2004). Evaluasi Pengajaran Pendidikan Jasmani Adaptif. Jakarta: Depdiknas.


(47)

Efendi, M. (2008). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Bumi Aksara. Eleanor, (1992) .AAMD. (1983). Classification In Mental Retardation, American

Association of Mental Deficiency. Washington. http://www.down syndrome//

Diakses 23 Maret

Freankel and Norman W. (1993). How To Design And Evaluate Research In Education. San Francisco.

Furqon M. (2002). Keterampilan Gerak Dasar Anak Usia Dini. Surakarta: UNS

Gabbard C. and Leblanc, E. (1987). Physical Education For Children by

Prantice-Hall.

Gallahue D. L. (1995). Developmental Physical Education for Today’s Children. (3rd

eds), Chicago: Brown & Benchmark

Giriwijoyo H.Y.S.. (2007). Ilmu Faal Olahraga, Edisi 7, FPOK UPI, Bandung. Gustiana, D. A. (2011). Pengaruh Permainan Modifikasi terhadap Motorik Kasar

dan Kognitif Anak Usia Dini. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas

Pendidikan Indonesia.

Hendrayana, Y. (2007). Pendidikan Jasmani dan Olahraga Adaptif. Bandung: University of Tsukuba: Universitas Pendidikan Indonesia

http://www.isdikjakarta.org/contact.html.ISDI (Ikatan Syndrome Down Indonesia) [17 Desember 2013]

Indriati, E. (2010). Antropometri. Untuk Kedokteran, Keperawatan, Gizi, dan

Olahraga. Yogyakarta.

Irianto, D. P. (2004). Berolahraga Untuk Kebugaran dan Kesehatan: Andi Publisher. Kirk & Gallagher. (1986): Education Exceptional Children. Boston: Houghton


(48)

Kosasih, E. (2012). Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama Widya.

Kuntaraf. (1992). Olahraga Sumber Kesehatan. Bandung: Indonesia Publishing House, 105 & 178.

Lutan, R. (1998). Belajar Keterampilan Motorik : Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Depdikbud.

Lutan, R. (2001). Asas-asas Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdiknas.

Metzler. (1999). Intructional Models For Physical Education. USA: Allyn and Bacon Mutohir, C. dan Maksum. (2007). Sport Development Index. (Konsep, Metodologi

dan Aplikasi) Alternatif Baru Mengukur Kemajuan Pembangunan Bidang Keolahragaan. Jakarta: PT. Index.

Nurhasan. (2000). Tes dan Pengukuran, Pendidikan olahraga. FPOK. UPI. Bandung. Nurhasan. (2007). Tes dan Pengukuran Keolahragaan. Bandung: FPOK UPI

Bandung.

Purba, A. (2002). Kardiovaskular dan Faal Olahraga. Jatinangor: Bagian Ilmu Faal Olahraga FK UNPAD

Riduwan. (2008). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti

Pemula. Bandung: C.V. ALFABETA

Saputra, Y. M. & Ma’mun, A. (2010). Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik

Anak Taman Kanak-kanak. FPOK UPI: tidak diterbitkan.

Schmidt, R.A. (1991). Motor Learning and performance from principle into practice.

Human Kinetics. Champaign, IL

Septiyani, M. R. (2013). Pengaruh Pendekatan Bermain Terhadap Pemahaman

Pola-pola Permainan Bola Tangan di SMAN 1 Leuwiliang. Tesis, Sekolah


(49)

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suherman, A. (2009). Revitalisasi Pengajaran dalam Pendidikan Jasmani. Bandung: Bintang Warl Artika.

Suherman A. (2012). Kontribusi Unik dan Peranan Strategis Pendidikan Jasmani

dan Olahraga Dalam menunjang Keberhasilan Pendidikan Secara Keseluruhan. Seminar Menyongsong Kurikulum 2012. Prodi POR. UPI.

Sukintaka. (1992). Teori Bermain. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sukmadinata, N. S.. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya

Supandi. (1990). Srategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Dirjen Dikti Proyek Tenaga Kependidikan

Syarif. Childhood obesity. Evaluation and management. Naskah Lengkap Nasional Obesity Simposium II. Surabaya: Perkeni, DNC; 2003;123-139

Taitz, L. S. Obesity. Dalam Textbook Of Pediatric Nutrition, IIIrd ed, McLaren, D.S., Burman, D., Belton, N.R., Williams A.F. (Eds). London: Churchill Livingstone, 1991; 485-509

Tarigan, B. (2000). Penjas Adaptif. Jakarta : Depdikbud. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.

Tarigan, B. (2008). Modul Pendidikan Jasmani Adaptif. FPOK UPI.

Tarigan, B. (2012). Optimalisasi Pendidikan Jasmani dan Olahraga berdasarkan


(50)

Wang, J. H.T. 2004. A Study on Gross Motor Skill of Preschool Children. Journal of Research in Chilghood Education. 19, (1), 32-43

WHO. Obesity: Preventing and Managing The Global Epidemic. WHO Technical Report Series 2000; 894, Geneva

Wong, K. Y. A. Dan Cheung, S. Y. (2010). Confirmatory Factor Analisys of Test of

Gross Motor Development-2. Journal of Measurement in Physical Education

and Exercise Science, 14, 202-209.

World Health Organization. (2009). Physical Activity : Bennefit pof Physical

Activity[online]. Tersedia di:http://www.who.int/ Diakses 13 April 2013

www.yayasan-jantung-indonesia.org/artikel-kesehatan [13 April 2013] [email protected] [4 Oktober 2013]

Yoyo, B. dan Adang S. (1999). Prinsip-prinsip Pengembangan dan Modifikasi

Cabang Olahraga. Depdikbud

Yussac. M.A.A., dkk (2007). Prevalensi Obesitas pada Anak Usia 4-6 Tahun dan

Hubungannya dengan Asupan Serta Pola Makan. Majalah Kedokteran

Indonesia.


(1)

98

aktivitas keterampilan gerak dasar. Karena pada dasarnya, keterampilan gerak dasar mampu mendorong siswa untuk bergerak aktif. Dengan bergerak aktif diharapkan dapat mencegah berbagai penyakit yang terjadi akibat kemajuan teknologi.

5. Bagi Dinas Pendidikan

Diharapkan tidak hanya memperhatikan sekolah negeri dan sekolah umum. sebaiknya selalu memantau dan memberikan penyuluhan kepada sekolah-sekolah yang baru berdiri dan, yayasan dan SLB, bahwa aktivitas bermain dapat meningkatkan keterampilan gerak siswa.

6. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian ilmiah mengenai pengaruh pendekatan bermain terhadap keterampilan gerak dasar dan IMT pada anak-anak Tunagrahita. Dengan menggunakan pendekatan bermain ternyata keterampilan gerak dasar mengalami penigkatan, sehingga pendekatan bermain cocok untuk digunakan. Namun penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan metode pendekatan lain untuk mengetahui pengaruhnya terhadap keterampilan gerak dasar. Sedangkan dengan menggunakan pendekatan bermain, IMT anak tidak banyak mengalami perubahan, karena program penelitian 18 kali pertemuan dirasa kurang cukup untuk menurunkan IMT siswa Tunagrahita. Serta keterlibatan orang tua diperlukan untuk mengontrol pola makan serta aktifitas siswa pada saat dirumah.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

AAMD. Amerika Association on Mental Deficiency (1983). Classification In Mental Retardation, American Association of Mental Deficiency. Washington AAMR. Amerika Association on Mental Retradation (1999). Physical Education For Lifelong Fitness. The Physical Best Teacher’s Guide. Champaign, IL : Human Kinetics, P-78-79.

Abidin, Y. (2011). Penelitian Pendidikan Dalam Gamintan Pendidikan Dasar dan PAUD. Bandung: Riqki Press.

Amin M, (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anggani, S. (2000). Sumber Belajar dan Alat Permainan, Untuk Usia Dini. Jakarta: Grasindo.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arma, A. dan Manadji A. (1994). Dasar-Dasar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdikbud.

Bandi, D. (2006). Terapi Permainan II. Bandung: Rizqi Press.

Cavill N. (2006). Physical Activity and Health In Europe: evidence for action. Copenhagen: WHO Regional Office for Europe.

Chow, B.C. and Chan, L. (2011). Gross Motor Skills of Hong Kong Preschool Children. Asian Journal of Physical Education & Recreation. 17, (1), 71-77

Darmadi, H. (2011). Metode Penelitian. Bandung: Rineka Cipta.

DEPDIKNAS. (2004). Evaluasi Pengajaran Pendidikan Jasmani Adaptif. Jakarta: Depdiknas.


(3)

Efendi, M. (2008). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Bumi Aksara.

Eleanor, (1992) .AAMD. (1983). Classification In Mental Retardation, American Association of Mental Deficiency. Washington. http://www.down syndrome// Diakses 23 Maret

Freankel and Norman W. (1993). How To Design And Evaluate Research In Education. San Francisco.

Furqon M. (2002). Keterampilan Gerak Dasar Anak Usia Dini. Surakarta: UNS Gabbard C. and Leblanc, E. (1987). Physical Education For Children by

Prantice-Hall.

Gallahue D. L. (1995). Developmental Physical Education for Today’s Children. (3rd eds), Chicago: Brown & Benchmark

Giriwijoyo H.Y.S.. (2007). Ilmu Faal Olahraga, Edisi 7, FPOK UPI, Bandung.

Gustiana, D. A. (2011). Pengaruh Permainan Modifikasi terhadap Motorik Kasar dan Kognitif Anak Usia Dini. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Hendrayana, Y. (2007). Pendidikan Jasmani dan Olahraga Adaptif. Bandung: University of Tsukuba: Universitas Pendidikan Indonesia

http://www.isdikjakarta.org/contact.html.ISDI (Ikatan Syndrome Down Indonesia) [17 Desember 2013]

Indriati, E. (2010). Antropometri. Untuk Kedokteran, Keperawatan, Gizi, dan Olahraga. Yogyakarta.

Irianto, D. P. (2004). Berolahraga Untuk Kebugaran dan Kesehatan: Andi Publisher.


(4)

Kosasih, E. (2012). Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama Widya.

Kuntaraf. (1992). Olahraga Sumber Kesehatan. Bandung: Indonesia Publishing House, 105 & 178.

Lutan, R. (1998). Belajar Keterampilan Motorik : Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Depdikbud.

Lutan, R. (2001). Asas-asas Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdiknas.

Metzler. (1999). Intructional Models For Physical Education. USA: Allyn and Bacon

Mutohir, C. dan Maksum. (2007). Sport Development Index. (Konsep, Metodologi dan Aplikasi) Alternatif Baru Mengukur Kemajuan Pembangunan Bidang Keolahragaan. Jakarta: PT. Index.

Nurhasan. (2000). Tes dan Pengukuran, Pendidikan olahraga. FPOK. UPI. Bandung.

Nurhasan. (2007). Tes dan Pengukuran Keolahragaan. Bandung: FPOK UPI Bandung.

Purba, A. (2002). Kardiovaskular dan Faal Olahraga. Jatinangor: Bagian Ilmu Faal Olahraga FK UNPAD

Riduwan. (2008). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: C.V. ALFABETA

Saputra, Y. M. & Ma’mun, A. (2010). Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik Anak Taman Kanak-kanak. FPOK UPI: tidak diterbitkan.

Schmidt, R.A. (1991). Motor Learning and performance from principle into practice. Human Kinetics. Champaign, IL

Septiyani, M. R. (2013). Pengaruh Pendekatan Bermain Terhadap Pemahaman Pola-pola Permainan Bola Tangan di SMAN 1 Leuwiliang. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.


(5)

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suherman, A. (2009). Revitalisasi Pengajaran dalam Pendidikan Jasmani. Bandung: Bintang Warl Artika.

Suherman A. (2012). Kontribusi Unik dan Peranan Strategis Pendidikan Jasmani dan Olahraga Dalam menunjang Keberhasilan Pendidikan Secara Keseluruhan. Seminar Menyongsong Kurikulum 2012. Prodi POR. UPI.

Sukintaka. (1992). Teori Bermain. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sukmadinata, N. S.. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya

Supandi. (1990). Srategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Dirjen Dikti Proyek Tenaga Kependidikan

Syarif. Childhood obesity. Evaluation and management. Naskah Lengkap Nasional Obesity Simposium II. Surabaya: Perkeni, DNC; 2003;123-139

Taitz, L. S. Obesity. Dalam Textbook Of Pediatric Nutrition, IIIrd ed, McLaren, D.S., Burman, D., Belton, N.R., Williams A.F. (Eds). London: Churchill Livingstone, 1991; 485-509

Tarigan, B. (2000). Penjas Adaptif. Jakarta : Depdikbud. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.

Tarigan, B. (2008). Modul Pendidikan Jasmani Adaptif. FPOK UPI.

Tarigan, B. (2012). Optimalisasi Pendidikan Jasmani dan Olahraga berdasarkan ilmu faal. Eidos.


(6)

Wang, J. H.T. 2004. A Study on Gross Motor Skill of Preschool Children. Journal of Research in Chilghood Education. 19, (1), 32-43

WHO. Obesity: Preventing and Managing The Global Epidemic. WHO Technical Report Series 2000; 894, Geneva

Wong, K. Y. A. Dan Cheung, S. Y. (2010). Confirmatory Factor Analisys of Test of Gross Motor Development-2. Journal of Measurement in Physical Education and Exercise Science, 14, 202-209.

World Health Organization. (2009). Physical Activity : Bennefit pof Physical Activity[online]. Tersedia di: http://www.who.int/ Diakses 13 April 2013

www.yayasan-jantung-indonesia.org/artikel-kesehatan [13 April 2013]

[email protected] [4 Oktober 2013]

Yoyo, B. dan Adang S. (1999). Prinsip-prinsip Pengembangan dan Modifikasi Cabang Olahraga. Depdikbud

Yussac. M.A.A., dkk (2007). Prevalensi Obesitas pada Anak Usia 4-6 Tahun dan Hubungannya dengan Asupan Serta Pola Makan. Majalah Kedokteran Indonesia.