PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERMAIN DAN KELOMPOK UMUR TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN GERAK DASAR

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user PERBEDAAN PENG

BERMAIN DAN KELO KEM

( Eksperimen Perbedaa Individual Games dan Group

7,1 – 8,0 Tahun SD M

Untuk Memenuhi Seb Progr

PROGRAM PROG UNIVER

NGARUH PENDEKATAN PEMBELAJAR OMPOK UMUR TERHADAP PENINGK MAMPUAN GERAK DASAR

aan Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Berm oups Games pada Siswa Putra Usia 6,1 – 7,0 Ta

Muhammadiyah Program Khusus Surakarta TESIS

ebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magist ogram Studi Ilmu Keolahragaan

Diajukan oleh : AGUS SUPRIYOKO

A. 120809001

M STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN ROGRAM PASCA SARJANA

ERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

RAN KATAN

Bermain Tahun dan rta )


(2)

commit to user

ii

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERMAIN DAN KELOMPOK UMUR TERHADAP PENINGKATAN

KEMAMPUAN GERAK DASAR

( Eksperimen Perbedaan Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Bermain Individual Games dan Groups Games pada Siswa Putra Usia 6,1 – 7,0 Tahun dan

7,1 – 8,0 Tahun SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta )

Disusun Oleh AGUS SUPRIYOKO

A.120809001

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr. H. M. Furqon H., M.Pd

Prof. Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO

---

---

---

---

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan

Prof. Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO NIP. 194805311976031001


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI

PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERMAIN DAN KELOMPOK UMUR TERHADAP PENINGKATAN

KEMAMPUAN GERAK DASAR

( Eksperimen Perbedaan Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Bermain Individual Games dan Groups Games pada Siswa Putra Usia 6,1 – 7,0 Tahun dan

7,1 – 8,0 Tahun SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta ) Disusun Oleh

AGUS SUPRIYOKO A.120809001

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua

Sekretaris

Anggota Penguji

Prof. Dr. Sugiyanto

Dr. dr. Kiyatno, PFK, M.Or, AIFO

1. Prof. Dr. H. M. Furqon H., M.Pd

2. Prof. Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO

--- --- --- --- --- --- --- --- Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan

Direktur Program Pascasarjana

Prof. Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO NIP. 194805311976031001

Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D NIP. 195708201985031004

---

---

---


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini , saya :

Nama : Agus Supriyoko

NIM : A. 120809001

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis yang berjudul, ” PERBEDAAN

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERMAIN DAN KELOMPOK UMUR TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN GERAK DASAR ” adalah benar-benar karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya

saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, 24 Desember 2010 Yang Membuat Pernyataan

Agus Supriyoko NIM. A120809001


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

Mungkin saja suatu kebaikan dapat diperoleh dari musibah yang menimpa, boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia amat baik bagi kalian.

( QS. Al Baqarah: 216)

Gerak, gairah dan kekuatan berkumpul anak bersama teman-temannya yang lain pada masa kecilnya akan memberikan tambahan akalnya ketika dewasa (HR. Ath Thirmidzi)

Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari kemarin adalah orang yang

beruntung. Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi. Dan jika hari ini lebih jelek dari kemarin adalah orang celaka.

(Ali bin Abi Tholib)

Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan. Selalu berikhtiar ikuti dengan doa, kemudian bertawakallah


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada : Kedua orang tuaku

Sebagai tanda bakti dan terima kasih

Atas doa yang tak pernah henti, nasehat, cinta dan kasih sayang yang selalu hadir, atas keringat serta air mata yang telah menetes

untuk mengasuh dan mendewasakan penulis.

Bapak dan Ibu mertua serta Istri yang selalu bisa membuatku tenang, percaya diri dan selalu bersemangat untuk terus mendorongku maju

serta anakku tercinta (mas Arya)

yang selalu menjadi inspirasiku dan membuatku bahagia untuk tidak menyerah dan terus berjuang.

Kakak-kakakku yang selalu mendukung Keponakan-keponakanku yang imut

Sobatku semua senasib dan seperjuangan Pascasarjana UNS Angkatan 2009, Uztad dan uztazah SD Muhammadiyah PK Surakarta, mas Jujuk, Om Pomo,

dan Keluarga besar FKIP UTP Surakarta. Mudah-mudahan persaudaraan ini abadi selamanya


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Dengan memanjatkan Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkat dan rahmat Nya, sehingga tesis saya yang berjudul ” Perbedaan Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Bermain Dan Kelompok Umur Terhadap Peningkatan Kemampuan Gerak Dasar”, dapat saya selesaikan dengan baik. Tesis ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bimbingan dan bantuan serta dukungan dari semua pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada :

a. Prof. Dr. dr. Moch. Syamsul Hadi, SP.KJ selaku Rektor Universitas Sebelas

Maret Surakarta yang telah memberikan kempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Pasca sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

c. Prof. Dr. H. Sudjarwo, M.Pd. (Alm) selaku ketua program, program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret atas dukungan dan arahan guna kelancaran studi.

d. Prof. Dr. H.M. Furqon H, M.Pd. dan Prof. Dr. Sudjarwo, M.Pd (Alm) serta Dr.

dr. Muchsin Doewes, MARS sebagai pembimbing tesis yang telah secara seksama dan dengan penuh kesabaran dalam mencurahkan pikiran, waktu, serta tenaga untuk memberikan bimbingan sampai tesis ini dapat selasai.

e. Bapak Muhammad Ali, M.Pd selaku kepala SD Muhammadiyah Program

Khusus Surakarta serta staf yang telah membantu terlaksanaannya penelitian ini.


(8)

commit to user

viii

f. Bapak Pungki Indarto, S.Pd. guru pendidikan jasmani SD Muhammadiyah

Program Khusus Surakarta yang juga rekan penulis dalam membantu selesainya penelitian ini dari awal sampai akhir.

g. Kakanda Tutik Keluarga kakanda Yani/Sulis, keluarga kakanda Tri/Ika, adinda

Arham.

h. Keponakan-keponakanku yang imut ( Raisa, Avilia, asqa)

i. Keluarga Besar FKIP UTP yang telah memberikan dorongan dan doa sehingga

penulisan tesis ini dapat terselesaikan.

j. Rekan-rekan program studi IOR angkatan 2009 yang telah membantu dalam

proses penyelesaian penulisan tesis ini.

k. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan baik moril

atau materiil sehingga dapat terselesaikan penulisan tesis ini

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua kebaikan yang diberikan dengan tulus dan ikhlas. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun sebagai bekal demi kesempurnaan tesis ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, 24 Desember 2010 Penulis


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I . PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

BAB II. KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN... . 9

A. Kajian Teori... 9

1. Perkembangan dan Belajar Gerak... 9

2. Pendekatan Pembelajaran Bermain... 21

a) Pendekatan Pembelajaran Bermain Individual games (Permainan perorangan)... 34

1) Karakteristik Permainan Perorangan... 36

2) Kelebihan dan Kekurangan Permainan Peroragan... 36

b) Pendekatan Pembelajaran Bermain Groups games (Permainan beregu)... 37


(10)

commit to user

x

1) Karakteristik Permainan Beregu... 39

2) Kelebihan dan Kekurangan Permainan Beregu... 40

3. Kelompok Umur... 41

a) Pertumbuhan pada Masa Kanak-kanak Awal... 46

b) Pertumbuhan pada Masa Kanak-kanak Akhir... 52

4. Kemampuan Gerak Dasar... 58

a) Perkembaangan Kemampuan Gerak Dasar... 58

b) Gerakan yang Terampil dan Efisien pada Anak-anak... 67

c) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Gerak Dasar... 79

B. Penelitian yang Relevan... 84

C. Kerangka Pemikiran... 86

D. Perumusan Hipotesis... 90

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 91

A. Tempat dan Waktu Penelitian... 91

B. Metode Penelitian... 92

C. Variabel Penelitian... 93

D. Definisi Operasional Variabel... 94

E. Populasi dan Sampel... 96

F. Kerangka Operasional penelitian... 97

G. Teknik Pengumpulan data Data... 98

H. TeknikAnalisis Data... 99

1. Uji Prasarat Analisis... 99

a) Uji Normalitas Tes... 99

b) Uji Homogenitas... 100

2. Analisis Data... 101

a.) ANAVA 2 (dua) Jalur………... 101

b.) Uji Rentang Newman – Keuls setelah ANAVA... 103

c.) Hipotesis Statistik... 104


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 106

A. Deskripsi Data... 106

B. Uji Reliabilitas... 109

C. Pengujian Persyaratan Analisis... 110

1. Uji Normalitas... 110

2. Uji Homogenitas Varians... 111

D. Pengujian Hipotesis... 112

E. Pembahasan Hasil Penelitian... 116

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN... 120

A. Kesimpulan... 120

B. Implikasi... 121

C. Saran... 122

DAFTAR PUSTAKA... 123


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Periodesasi perkembangan berdasarkan usia... 45

Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan gerak dasar... 82

Tabel 3. Rancangan faktorial 2 x 2... 92

Tabel 4. Validitas General motor ability test (Barry & Nelson 1969 : 118)... 98

Tabel 5. Reliabilita Stand, Brandford N, Wilson dikutip Mulyono B... 98

Tabel 6. Ringkasan Anava untuk Eksperimen Faktorial 2 x 2... 101

Tabel 7. Diskripsi data Tes Kemampuan Gerak Dasar tiap kelompok berdasarkan Pendekatan Pembelajaran Bermain dan Usia... 106

Tabel 8. Range Kategori Reliabilitas... 109

Tabel 9. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data... 110

Tabel 10. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data... 110

Tabel 11. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Data... 111

Tabel 12. Ringkasan Nilai rata-rata Kemampuan Gerak Dasar berdasarkan Pendekatan Pembelajaran Bermain dan Usia siswa... 112

Tabel 13. Ringkasan hasil Analisis Varian untuk penggunaan Pendekatan Pembelajaran Bermain (A1 dan A2)... 113

Tabel 14. Ringkasan hasil Analisis Varian untuk Usia Siswa (B1 dan B2)... 113

Tabel 15. Ringkasan hasil Analisis Varian Dua Faktor... 113

Tabel 16. Ringkasan hasil Uji Rentang Newman-Keuls setelah Analisis Varians... 114

Tabel 17. Pengaruh sederhana, Pengaruh utama dan Interaksi faktor A dan B terhadap Kemampuan Gerak Dasar... 117

Tabel 18. Hasil klasifikasi siswa kelompok umur 6,01 - 7.00 tahun dan 7,01 - 8,00 tahun siswa putra Sekolah Dasar Muhammadiyah Program Khusus Surakarta... 126

Tabel 19. Matriks Hasil Klasifikasi Pendekatan pembelajaran Bermain dan Kelompok Umur... 126


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

Tabel 20. Hasil Randomisasi Pengambilan Sampel dan Perlakuan... 127

Tabel 21. Rekapitulasi data tes awal general motor ability siswa putra SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta... 128

Tabel 22. Rekapitulasi data tes akhir general motor ability siswa putra SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta... 130

Tabel 23. Rekapitulasi data tes awal dan tes akhir pada kelompok A1... 132

Tabel 24. Rekapitulasi data tes awal dan tes akhir pada kelompok A2... 134

Tabel 25. Uji Reliabilitas tes awal Standing Broad Jump... 136

Tabel 26. Uji Reliabilitas tes akhir Standing Broad Jump... 139

Tabel 27. Uji Reliabilitas Tes Awal Shot-put... 142

Tabel 28. Uji Reliabilitas Data Tes Akhir Shot-put... 145

Tabel 29. Tabel kerja untuk menghitung nilai Homogenitas dan Analisis Varians... 152

Tabel 30. Hasil perhitungan data unutk uji Homogenitas dan Analisis Varians... 153

Tabel 31. Harga-harga yang diperlukan untuk uji Bartlet... 154

Tabel 32. Ringkasan hasil analisis varians... 156


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tingkatan Perkembangan Keterampilan gerak ... 14

Gambar 2. Tahap Penampilan Keterampilan ... 20

Gambar 3. Komponen gerakan efisien ... 67

Gambar 4. Komponen Gerakan Ketrampilan Dasar ... 95

Gambar 5. Kerangka Operasional Penelitian... 97

Gambar 6. Histogram Nilai rata-rata hasil tes awal dan tes akhir Kemampuan Gerak Dasar tiap kelompok berdasarkan pendekatan pembelajaran dan usia siswa... 107

Gambar 7. Histogram Nilai rata-rata Peningkatan Kemampuan Gerak Dasar pada tiap kelompok perlakuan... 108

Gambar 8. Bentuk Interaksi perubahan besarnya peningkatan Kemampuan Gerak Dasar... 118


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur dan proses terbentuknya sampel ... 126

Lampiran 2. Rekapitulasi data tes awal general motor ability siswa putra SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta... 128

Lampiran 3. Rekapitulasi data tes akhir general motor ability siswa putra SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta... 130

Lampiran 4. Rekapitulasi data tes awal dan tes akhir pada kelompok A1... 132

Lampiran 5. Rekapitulasi data tes awal dan tes akhir pada kelompok A2 ... 134

Lampiran 6. Uji Reliabilitas tes awal Standing Broad Jump... 136

Lampiran 7. Uji Reliabilitas tes akhir Standing Broad Jump ... 139

Lampiran 8. Uji Reliabilitas Tes Awal Shot-put ... 142

Lampiran 9. Uji Reliabilitas Data Tes Akhir Shot-put... 145

Lampiran 10. Uji normalitas data pada kelompok perlakuan pendekatan ` pembelajaran bermain Individual games usia, 6,01-7,00 tahun.. 148

Lampiran 11. Uji normalitas data pada kelompok perlakuan pendekatan pembelajaran bermain Individual games usia, 7,01-8,00 tahun.. 149

Lampiran 12. Uji normalitas data pada kelompok perlakuan pendekatan pembelajaran bermain Groups games usia, 6,01-7,00 tahun... 150

Lampiran 13. Uji normalitas data pada kelompok perlakuan pendekatan pembelajaran bermain Groups games usia, 7,01-8,00 tahun... 151

Lampiran 14. Tabel kerja untuk menghitung nilai Homogenitas dan Analisis Varians... 152

Lampiran 15. Hasil perhitungan data unutk uji Homogenitas dan Analisis Varians... 153

Lampiran 16. Uji Homogenitas dengan Uji Barlet... 154

Lampiran 17. Analisis Varians... 155

Lampiran 18. Uji Rata-rata Rentang Newman-keuls... 157


(16)

commit to user

xvi

Lampiran 20. Program perlakuan pendekatan pembelajaran bermain

Groups games... 160

Lampiran 21. Program perlakuan pendekatan pembelajaran bermain

Individual games... 163

Lampiran 22. Petunjuk Pelaksanaan Tes Kemampuan Gerak Dasar... 170


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

ABSTRAK

AGUS SUPRIYOKO. A.120809001

.

Perbedaan Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Bermain Dan Kelompok Umur Terhadap Peningkatan Kemampuan Gerak Dasar

(Eksperimen Perbedaan Pengaruh Pembelajaran Bermain Individual Games Dan

groups Games Pada Siswa Putra Usia 6,1 – 7,0 Tahun Dan 7,1 – 8,0 Tahun SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta). Tesis. Program Pascasarjana UNS Surakarta, Januari 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Perbedaan pengaruh

pendekatan pembelajaran bermain antara individual games dan groups games pada

kelompok umur 6,1 – 7,0 tahun dan kelompok umur 7,1 – 8,0 tahun terhadap peningkatan kemampuan gerak dasar. (2) Perbedaan pengaruh peningkatan kemampuan gerak dasar anatara kelompok umur 6,1 – 7,0 tahun dan 7,1 – 8,0 tahun. (3) Pengaruh interaksi antara pendekatan pembelajaran bermain dan kelompok umur terhadap peningkatan kemampuan gerak dasar.

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen yang melibatkan tiga variabel, yaitu variabel independent (pendekatan pembelajaran), variabel atributif (kelompok umur) dan variabel dependent (kemampuan gerak dasar). Penelitian menggunakan rancangan faktorial 2x2. Populasi penelitian adalah siswa putra Sekolah Dasar Muhammadiyah Program Khusus Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 yang berumur antara 6 – 8 tahun. Sampel penelitian sebanyak 40 siswa, ditentukan dengan purposive random sampling dengan cara undian. Tes dan pengukuran untuk menaksir kemampuan gerak dasar anak adalah (test of general motor ability) terdiri atas : 1)

Standing Broad Jump, 2) Shot-put, 3) Body weight, (Barry L. Jhonson & Jack K.

Nelson.1969 :118-119). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Analisis Varians (ANAVA) dua jalur yang dilanjutkan dengan uji Rentang

Newman Keuls pada taraf signifikansi α = 0,05.

Penelitian menyimpulkan : (1) Ada perbedaan pengaruh pendekatan

pembelajaran bermain yang bermakna antara individual games dan groups games

terhadap peningkatan kemampuan gerak dasar (Fhitung = 6,56 > Ftabel = 4.11).

Pengaruh pendekatan pembelajaran bermain groups games lebih baik daripada

individual games, dengan rata-rata peningkatan masing-masing yaitu 2,63 dan 2,07. (2) Ada perbedaan pengaruh kemampuan gerak dasar yang bermakna antara siswa

usia 6,1 – 7,0 tahun dan siswa usia 7,1 – 8,0 tahun (Fhitung = 5,22 > Ftabel = 4.11).

Peningkatan kemampuan gerak dasar pada siswa usia 7,1 – 8,0 tahun lebih baik daripada siswa usia 6,1 – 7,0 tahun, dengan rata-rata peningkatan masing-masing yaitu 2,52 dan 2,15. (3) Terdapat pengaruh interaksi yang bermakna antara pendekatan

pembelajaran bermain dan usia terhadap kemampuan gerak dasar. (Fhitung = 16,79 >

Ftabel = 4.11). a). Siswa usia 6,1 – 7,0 tahun lebih cocok jika diberikan pendekatan

pembelajaran bermain individual games. b). Siswa usia 7,1 – 8,0 tahun lebih cocok

jika diberikan pendekatan pembelajaran bermain groups games.

Kata kunci : pendekatan pembelajaran bermain, kelompok umur, kemampuan gerak dasar.


(18)

commit to user

xviii

ABSTRACT

Agus Supriyoko. A. 120809001. The Difference of play learning approach and Age

Group Effects on the Improvement of Basic Motor Ability (An Experiment on the Effect of play learning approach between Individual and Group Games in the Male Students in 6,01-7,00 and 7,01-8,00 Years Age in the Special Program of SD Muhammadiyah Surakarta). Thesis. Postgraduate Program of Surakarta Sebelas Maret University, January 2011.

This research aims to find out : (1) The difference of play learning approach between individual and groups games effect in 6,01-7,00 and 7,01-8,00 years groups on the improvement of Basic Motor Ability. (2) The difference of Basic Motor Ability effect between the 6,01-7,00 years students and 7,01-8,00 years student. (3) In addition, it also aims to find out the interaction between play learning approach type and age group on the improvement of basic movement.

The study was carried out using experimental method involving three variables: independent variable (play learning approach), attributive variable (age group) and dependent variable (Basic Motor Ability). The research design used was a 2x2 factorial design. The population of research was the male students of Special Program SD Muhammadiyah Surakarta in the school year of 2010/2011 in 6-8 year age. The sample taken in this research consisted of 40 students. The sampling technique used was purposive random sampling with lottery method. Test and measurement to estimate the student’s Basic Motor Ability included: test of general motor ability consisting of: 1) Standing broad jump, 2) Shot-put, 3) Body weight, (Barry L. Johnson & Jack K. Nelson. 1969: 118-119). Technique of analyzing data used in this research was a two-way Variance Analysis (ANAVA) followed by Newman Keuls’ Range test at significance level α = 0.05.

The research concludes that: (1) there is a difference of play learning approach

between individual and group games effect on the Basic Motor Ability. ( Fstatistic = 6.56

> Ftable = 4.11). The effect of group games is better than individual game, with the

mean improvement of 2.63 and 2.07, respectively. (2) there is a significant difference of Basic Motor Ability effect between the 6,01-7,00 years students and 7,01-8,00 years

students. (Fstatistic = 5.22 > Ftable = 4.11). The improvement of Basic Motor Ability in

7-8 years students is better than that in 6-7 years students, with the mean improvement of 2.52 and 2.15, respectively. (3) there is a significant interaction effect between the

game type and the age on the Basic Motor Ability. (Fstatistic = 16.79 > Ftable = 4.11). a)

The 6,01-7,00 years students are more appropriate to be given play learning approach with individual game type. b) The 7,01-8,00 years students are more appropriate to be given play learning approach with group games type.


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang

memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam

kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan

jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total,

daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan

mentalnya. Pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas.

Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi,

pendidikan jasmani berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah

pendidikan lainnya: hubungan antara perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran

dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah

pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang

menjadikannya unik. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani

yang berkepentingan dengan perkembangan total manusia.

Pendidikan jasmani diartikan dengan berbagai ungkapan dan kalimat.

Namun esensinya sama, jika disimpulkan bermakna jelas, bahwa pendidikan

jasmani memanfaatkan fisik untuk mengembangkan keutuhan manusia. Dalam

kaitan ini diartikan bahwa melalui fisik, aspek mental dan emosional pun turut

terkembangkan, bahkan dengan penekanan yang cukup dalam. Berbeda dengan


(20)

commit to user

perkembangan moral, tetapi aspek fisik tidak turut terkembangkan, baik langsung

maupun secara tidak langsung. Hasil-hasil pendidikan jasmani tidak hanya

terbatas pada manfaat penyempurnaan fisik atau tubuh semata, definisi pendidikan

jasmani tidak hanya menunjuk pada pengertian tradisional dari aktivitas fisik. Kita

harus melihat istilah pendidikan jasmani pada bidang yang lebih luas dan lebih

abstrak, sebagai satu proses pembentukan kualitas pikiran dan juga tubuh.

Selama ini telah terjadi kecenderungan dalam memberikan makna mutu pendidikan yang hanya dikaitkan dengan aspek kemampuan kognitif. Pandangan ini telah membawa akibat terabaikannya aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni, psikomotor, serta life skill. Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan akan memberikan peluang untuk menyempurnakan kurikulum yang komprehensif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Untuk menjalankan proses pendidikan, kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan suatu usaha yang amat strategis untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pergaulan yang bersifat mendidik itu terjadi melalui interaksi aktif antara siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai pendidik. Kegiatan belajar dilakukan oleh siswa, dan melalui kegiatan ini akan ada perubahan perilaku, sementara kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk memfasilitasi proses belajar. Kedua peranan itu tidak terlepas dari situasi saling mempengaruhi dalam pola hubungan antara dua subyek, meskipun di sini guru lebih berperan sebagai pengelola.


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Kegiatan pembelajaran merupakan masalah yang amat kompleks, dan melibatkan keseluruhan aspek psiko-fisik, bukan saja aspek kejiwaan, tetapi juga aspek neuro-fisiologis. Pada tahap awal pembelajaran, siswa baru mengenal substansi yang dipelajari yang menyangkut aspek pembelajaran kognitif, afektif maupun psikomotor. Bagi siswa materi pembelajaran itu menjadi sesuatu yang asing pada mulanya, namun setelah guru berusaha untuk memusatkan dan menarik perhatian siswa pada peristiwa pembelajaran maka sesuatu yang asing itu menjadi berangsur-angsur berkurang. Siswa sangat peduli dengan apa yang dilakukan oleh gurunya. Oleh karena itu, guru harus mengupayakan semaksimal mungkin penataan lingkungan belajar dan perencanaan materi agar terjadi proses pembelajaran yang menarik dan membangkitkan motivasi siswa di dalam mengikuti pembelajaran.

Untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani, ada beberapa faktor pendukung yang diperlukan antara lain faktor guru sebagai penyampai informasi, siswa sebagai penerima informasi, sarana prasarana, dan juga metode atau cara untuk menyampaikan informasi. Metode yang dipilih dan diperkirakan harus cocok digunakan dalam proses pembelajaran teori dan praktek keterampilan, semata-mata untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses. Proses pembelajaran dapat dikatakan efektif bila perubahan perilaku yang terjadi pada siswa setidak-tidaknya mencapai tingkat optimal. Efisiensinya terletak pada kecepatan dikuasainya materi pelajaran yang disajikan, sekalipun dalam waktu yang relatif pendek. Dengan kata lain hendaknya guru dalam mengajar menggunakan pendekatan yang diharapkan mampu memberikan pengalaman yang


(22)

commit to user

berarti kepada siswa, baik secara fisik maupun psikis sehingga akan meningkatkan partisipasi minat gerak seluruh siswa sehingga tingkat kualitas gerak maksimal. Dengan demikian jika metode yang dipilih itu tepat maka efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran itu akan produktif yaitu memberikan hasil yang banyak.

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan jasmani tersebut, salah satu upaya yang hendaknya dilakukan adalah dengan mengembangkan kemampuan gerak dan dengan olahraga permainan. The ACC/NCAS dalam Dwi Hatmisari A, dkk (2009:133) mengemukakan bahwa ”anak bermain olahraga untuk (1) memperoleh kesenganan; (2) Persahabatan atau memperoleh teman baru; (3) merasa enak; (4) belajar ketrampilan baru”. Tujuan seperti ini dapat dicapai, jika aktifitas olahraga sesuai dengan anak dan disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Permainan merupakan salah satu jenis olahraga yang sangat digemari oleh anak-anak. Permainan memberikan kesenangan yang lebih besar bagi siswa. Menurut A.M.Patty : (1999: 1-175) jenis permainan ada enam macam yaitu : (1) permainan perkenalan, (2) permainan perorangan, (3) permainan beregu, (4) permainan pada upacara pesta, (5) permainan dalam air, (6) permainan pramuka.

Dalam penerapan pembelajaran pendidikan jasmani disekolah guru jarang sekali memperbaharui pendekatan pembelajaran melalui jenis-jenis permainan yang dapat meningkatkan kemampuan gerak dasar siswa. Untuk meningkatkan kemampuan gerak dasar siswa dibutuhkan pendekatan pembelajaran bermain yang sesuai dengan kondisi para siswa. Untuk itu seorang guru harus tepat dalam memilih dan menentukan strategi, cara (metode) atau pendekatan pengajaran, sehingga tujuan belajar dapat tercapai secara efektif. Ada beberapa bentuk


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

pendekatan pembelajaran bermain yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan gerak dasar. Bentuk pendekatan pembelajaran bermain yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan gerak dasar siswa diantaranya adalah pendekatan pembelajaran bermain individual games dan groups game, namun efektifitas dari kedua bentuk pendekatan pembelajaran bermain tersebut belum diketahui sehingga diperlukan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengkaji tentang perbedaan pengaruh pendekatan pembelajaran bermain individual games dan groups game terhadap peningkatan kemampuan gerak dasar. Selain olahraga permainan yang tepat, faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembelajaran untuk peningkatan kemampuan gerak dasar adalah umur.

Penampilan seorang anak dipengaruhi oleh faktor umur. Faktor umur memiliki tingkat perkembangan yang berbeda secara kapasitas. Setiap kelompok umur berbeda kapasitas fisik, mental dan sosial yang disebabkan faktor individu dan lingkungan. Perbedaan ini memiliki implikasi terhadap proses pembelajaran. Anak yang memiliki tahapan umur lebih tinggi memiliki aspek kognisi yang lebih tinggi pula. Aspek kognisi mempengaruhi penerimaan informasi; makin tinggi tingkat kognisi makin mudah menerima informasi. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa pembelajaran khususnya pendidikan jasmani kurang memperhatikan karakteristik siswa yang didasarkan pada perkembangan usia. Sebagai contoh pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar anak-anak kelas II diberikan pembelajaran yang sama dengan anak kelas V. Karakteristik fisik dan motorik, perkembangan kognitif dan afektif, serta implikasi program pengembangan gerak dipastikan memiliki perbedaan, oleh karena itu semestinya


(24)

commit to user

diberikan model pendekatan pembelajaran yang berbeda. Kelompok umur di Sekolah Dasar diperkirakan antara 6 – 12 tahun, maka dalam penelitian ini nantinya akan mengambil sampel siswa kelompok umur 6 – 8 tahun yang diperkirakan duduk dikelas I – III. Uraian diatas menimbulkan permasalahan apakah ada perbedaan hasil pendekatan pembelajaran bermain yang diberikan kepada anak yang memiliki perbedaan usia.

Bertolak dari permasalahan di atas, penelitian ini akan membandingkan pengaruh kedua pendekatan pembelajaran bermain tersebut yaitu individual games dan groups games serta membedakan kriteria sampel atas kelompok umur. Sehubungan dengan permasalahan di atas, sebagai orang coba dalam penelitian ini adalah siswa putra usia 6,01 – 7,00 tahun dan 7,01 – 8,00 tahun SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.

Siswa putra usia 6,01 – 7,00 tahun dan 7,01 – 8,00 tahun SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 menarik untuk diteliti, berdasarkan kenyataan pelaksanaan pendidikan jasmani yang diajarkan kurang berjalan dengan baik. Pendidikan jasmani yang diajarkan selama ini berdasarkan atau berpedoman pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan kurikulum syariah, tetapi sarana prasarana olahraga masih kurang memadai dan kurangnya variasi dalam memberikan materi pelajaran serta kurangnya pemahaman guru tentang karakteristik fisik dan motorik, perkembangan kognitif dan afektif, serta implikasi program pengembangan gerak. Keadaan seperti di atas perlu mendapat perhatian dari pihak sekolah maupun orang tua murid. Kurangnya perhatian dan tidak adanya komunikasi yang baik


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

dari pihak sekolah ke orang tua murid mengakibatkan keadaan tersebut tidak dapat dicegah secara dini. Jika hal ini tidak segera diatasi akan mempengaruhi pencapaian tujuan belajar mengajar secara menyeluruh.

Permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan di atas

melatarbelakangi judul ”Perbedaan Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Bermain Dan Kelompok Umur Terhadap Peningkatan Kemampuan Gerak Dasar”. (Eksperimen Perbedaan Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Bermain Individual Games Dan Groups Games Pada Siswa Putra Usia 6,01 – 7,00 tahun dan 7,01 – 8,00 tahun SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Adakah perbedaan pengaruh pendekatan pembelajaran bermain antara

individual games dan groups games terhadap peningkatan kemampuan gerak dasar ?

2. Adakah perbedaan pengaruh peningkatan kemampuan gerak dasar antara kelompok umur 6,01 – 7,00 tahun dan 7,01 – 8,00 tahun?

3. Adakah pengaruh interaksi pendekatan pembelajaran bermain dan kelompok umur terhadap peningkatan kemampuan gerak dasar?


(26)

commit to user C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh pendekatan pembelajaran dan kelompok umur terhadap peningkatan kemampuan gerak dasar, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mengetahui :

1. Perbedaan pengaruh pendekatan pembelajaran bermain antara individual games dan groups games terhadap peningkatan kemampuan gerak dasar. 2. Perbedaan pengaruh peningkatan kemampuan gerak dasar antara kelompok

umur 6,01 – 7,00 tahun dan 7,01 – 8,00 tahun.

3. Pengaruh interaksi pendekatan pembelajaran bermain dan kelompok umur terhadap peningkatan kemampuan gerak dasar.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nanti diharapkan dapat bermanfaat :

1. Secara teoritik untuk penelusuran yang lebih mendalam mengenai variabel-variabel pendukung yang turut mempengaruhi keberhasilan siswa dalam meningkatkan kemampuan gerak dasar.

2. Secara praktik dapat digunakan sebagai pedoman diadakan pembelajaran dalam rangka meningkatkan kemampuan gerak dasar siswa.

3. Sebagai masukan bagi guru penjaskes di SD Muhammadiyah Program Khusus

Surakarta untuk meningkatkan kemampuan gerak dasar, sehingga dapat mendukung pencapaian prestasi belajar secara maksimal.


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9 aBAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. KAJIAN TEORI

1. Perkembangan dan Belajar Gerak

Pengertian belajar merupakan sesuatu yang kompleks, karena itu pengertiannya bisa bermacam-macam. Belajar bisa dipandang sebagai suatu hasil apabila yang dilihat adalah bentuk terakhir dari berbagai pengalaman interaksi edukatif, bisa dipandang sebagai suatu proses apabila yang dilihat adalah kejadian selama siswa menjalani proses belajar untuk mencapai suatu tujuan, dan bisa juga dipandang sebagai suatu fungsi apabila yang dilihat adalah aspek-aspek yang menentukan terjadinya perubahan tingkah laku siswa.

Belajar perlu dibedakan dengan konsep-konsep yang berhubungan seperti berpikir, berperilaku, perkembangan atau perubahan. Demikian pula Gagne dalam Brophy (1990 : 129), mengemukakan bahwa “ Hirarki belajar adalah dimana belajar disusun berurutan dari yang paling sederhana ke yang paling kompleks “. Sebagai contoh hirarki mengandung tiga kategori yaitu : (1) Belajar signal adalah belajar suatu respon umum ke dalam bentuk isyarat, misalnya menyiapkan kelas dengan bunyi bel. (2) Belajar respon stimulus yaitu belajar suatu respon stimulus yang tepat ke suatu rangsangan yang dibedakan, misalnya memanggil orang dengan nama-nama yang dibedakan (3) Belajar diskriminasi yaitu belajar membedakan antara anggota dalam kumpulan stimulus yang sama

supaya mempunyai respon pada perbedaan ciri individu, misalnya


(28)

commit to user

ditarik kesimpulan bahwasannya metode mengajar adalah merupakan salah satu cara untuk menciptakan suatu bentuk pengajaran dengan kondisi yang diinginkan guna membantu tercapainya tujuan proses belajar mengajar secara efektif.

Piaget dalam Brophy (1990:134) menyatakan dalam pembelajaran gerak disebut “ Skema Sensor Motorik ” yaitu suatu pembelajaran lebih efisien bila diberikan contoh sehingga dapat meniru dan dengan instruksi verbal dan gambaran visual dapat menggunakannya sebagai penuntun terhadap penampilan dan menjadi tambahan kesempatan dalam praktek dengan umpan balik yang korektif. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Adams (1991:134) bahwa “ Umpan balik dalam belajar keterampilan gerak bersifat internal selain umpan balik internal ini keterampilan gerak juga menghasilkan umpan balik external melalui kejadian di lingkungannya “. Pada pembelajaran keterampilan gerak penting untuk mencegah berkembangnya kebiasaan buruk. Bila siswa tidak diajarkan prinsip dasar dan bentuk yang tepat, maka mereka dapat mengembangkan keterampilan yang sangat berfungsi sampai pada tahap tertentu tetapi tidak efisien dan secara potensial tidak produktif.

Menurut Winarno Surakhmad (1992:24) bahwa “ Metode mengajar adalah cara yang mempergunakan teknik yang beraneka ragam yang didasari oleh pengertian yang mendalam dari guru akan memperbesar minat belajar murid- murid, sehingga mempertinggi hasil belajar ”. Program yang diberikan kepada siswa harus disusun secara sistematis, berurutan, berulang-ulang dan kian hari bertambah bebannya dan yang mudah sampai dengan yang sulit sehingga dalam menyampaikan pesan dapat ditangkap oleh siswa dan memperoleh hasil belajar


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

secara optimal yang berupa perubahan-perubahan kemampuan permainan ke arah peningkatan kualitas gerak, karena setiap individu memiliki kemampuan gerak dasar yang berbeda. Nana Sudjana (2000:25) menyatakan bahwa “ Hakikat belajar-mengajar adalah peristiwa belajar yang terjadi pada siswa secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru “. Asumsi yang melandasi hakikat belajar-mengajar tersebut adalah : (a) proses belajar-mengajar yang efektif memerlukan strategi dan teknologi pendidikan yang tepat. (b) program belajar mengajar dirancang dan dilaksanakan sebagai suatu sistem. (c) Proses dan produk belajar perlu memperoleh perhatian seimbang di dalam

pelaksanaan kegiatan-belajar, (d) pembentukan kompetensi profesional

memerlukan pengintegrasian fungsional antara teori dan praktek serta materi penyampaiannya. (e) pembentukan kompetensi profesional memerlukan pengalaman lapangan, latihan keterampilan terbatas sampai dengan pelaksanaan dan penghayatan tugas-tugas kependidikan secara lengkap dan aktual, (f) kriteria keberhasilan yang mana dalam pendidikan adalah pendemonstrasian penguasaan kompetensi, (g) materi pengajaran, sistem penyampaiannya selalu berkembang.

Pendidikan jasmani adalah disiplin akademik yang bersifat interdisipliner

pengembangannya sangat bergantung dari ilmu yang menyangga (psikologi, kesehatan. filsafat, pendidikan, pengajaran dan sebagainya. Untuk dapat mengembangkan pendidikan jasmani sebagai disiplin, prasyarat mutlak yang harus dilaksanakan adalah insan akademik pendidikan jasmani untuk mengeksplorasi ilmu-ilmu penyangganya, tanpa menguasai ilmu penyangga pendidikan jasmani akan semakin jauh tertinggal, karena pengembangan konsep


(30)

commit to user

dan teori ilmu penyangganya maju dengan pesat. Ilmu pengajaran merupakan salah satu penyangga pendidikan jasmani, baik teoritis maupun praktis. Pengajaran pendidikan jasmani tidak akan berkembang tanpa mengikuti perkembangan ilmu pengajaran. Demikian pula ilmu pengajaran itu tidak akan berkembang tanpa mengikuti perkembangan teori belajar.

Menurut Gagne dalam Sugiyanto (1998:267), bahwa “ belajar adalah suatu perubahan pembawaan atau kemampuan yang bertahan dalam jangka waktu tertentu dan tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan “. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Toeti Soekamto (1992:71), bahwa “ Tujuan belajar merupakan komponen sistem pengajaran yang sangat penting di dalamnya meliputi pemilihan metode mengajar yang dipakai, sumber belajar yang dipakai, harus bertolak dari tujuan belajar yang akan dicapai ”. Oleh karena kompleksitas pengembangan teori yang saling berkaitan, maka dalam strategi pengembangan ilmu pendidikan jasmani akan semakin berkembang apabila insan akademiknya mampu mempelajari dan mengembangkan ilmu penyangganya.

Belajar mempunyai makna sebagai proses perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar gerak menurut Magill (1980:8) adalah “ Perubahan dari individu yang didasarkan dari perkembangan permanen dari individu yang dicapai oleh individu sebagai hasil praktek ”. Di dalam belajar gerak, materi yang dipelajari adalah pola-pola gerak keterampilan tubuh, misalnya gerakan-gerakan olahraga. Proses belajarnya meliputi pengamatan gerakan untuk bisa mengerti prinsip bentuk gerakannya, kemudian menirukan dan mencoba melakukannya berulang kali. Dalam


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

menerapkan pola-pola gerak yang dikuasai di dalam kondisi tertentu yang dihadapi dan pada akhirnya diharapkan siswa mampu menyelesaikan tugas-tugas gerak tertentu.

Pada awal tahap pembelajaran siswa yang baru mengenal subtansi yang dipelajari baik yang menyangkut pembelajaran kognitif, afektif, dan psikomotor bagi siswa materi pembelajaran itu menjadi asing pada awalnya, namun setelah guru berusaha untuk menarik dan memusatkan perhatian siswa pada materi pembelajaran, maka diharapkan sesuatu yang asing bagi siswa tersebut berangsur-angsur hilang dengan sendirinya.

Dalam tahap ini seorang guru harus mengupayakan pembelajaran dengan menata lingkungan belajar dan perencanaan materi yang akan dipelajari atau akan dibahas. Guru harus berperan sebagai fasilitator dan motivator sehingga siswa berminat untuk mengikuti pembelajaran. Klasifikasi tingkah laku domain kognitif, afektif dan psikomotor seperti telah dikemukakan sebelumnya. Domain kognitif Guiford dalam Magill (l980:2), menamakan “intelectual activities” yaitu “ kemampuan individu dalam hubungannya dengan pengenalan informasi, dan ingatan yang berkenaan dengan aktivitas berpikir ”. Kemudian domain afektif adalah penalaran yang mempunyai peran penting sebagai motivasi dalam belajar keterampilan gerak dan yang terakhir adalah domain psikomotor sangat penting dalam belajar keterampilan gerak, karena berhasil tidaknya seseorang memahami keterampilan gerak dari gerakan yang sederhana ke dalam gerakan yang lebih kompleks. Belajar gerak terjadi dalam bentuk atau melalui respon-respon muskular yang diekspresikan dalam gerakan-gerakan bagian tubuh.


(32)

commit to user

Menurut Pate, Rotella dan McClenaghan (1993:201), bahwa “ Pembelajaran bertahap keterampilan gerakan yang rumit adalah fenomena yang kompleks dimulai secara periodik dalam kandungan dan berlangsung sampai usia dewasa “. Kemampuan untuk bergerak dengan baik dalam lingkungan seseorang tergantung pada perpaduan aspek sensorik dan aspek sistem syaraf secara efisien”. Sebelum memulai dengan pembahasan tentang perbaikan keterampilan olahraga tingkat lanjut, perlu terlebih dahulu dibahas bagaimana seseorang memperoleh kemampuan untuk dapat bergerak dengan kompleks. Tanpa informasi dasar ini akan sulit bagi guru untuk memahami mengapa beberapa penampilan mempunyai kesulitan yang lebih besar dalam menguasai gerakan yang menuntut keterampilan siswa. Pembelajaran bertahap keterampilan gerak dapat benar-benar dipahami apabila menggunakau model “tingkatan”. Ketika seorang anak menjadi dewasa sistem syaraf otot mulai mampu melakukan gerakan yang makin lama makin sulit.

Gambar 1. Tingkatan Perkembangan Ketrampilan gerak. Sumber. Pate, Rotclla dan McClenaghan (1993:202)


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Perkembangan gerak adalah suatu proses yang terjadi sejalan dengan bertambahnya usia dimana secara bertahap dan bersinambung gerakan individu meningkat dari keadaan sederhana, tidak terorganisasi dan tidak trampil ke arah penampilan gerak yang kompleks dan terorganisasi dengan baik, yang pada akhirnya ke arah penurunan ketrampilan menyertai terjadinya proses menua. Perkembangan gerak dapat dibagi dalam dua periode utama : tahap pra-keterampilan dan tahap perbaikan pra-keterampilan. Dalam masing-masing tahap terdapat tingkatan yang berurutan yang digunakan untuk membantu dalam menggambarkan pengamatan tingkah laku.

Pada tahap pra-keterampilan tingkah laku gerak awal dimulai kira-kira pada periode 6 bulan dalam kandungan dan terus berlangsung sepanjang kehidupan seseorang. Perbaikan kemampuan gerakan selama periode bayi dan masa anak-anak awal terpusat pada perolehan kemampuan yang memberikan dasar pada semua perkembangan keterampilan lebih lanjut. Pada tahap ini pengembangan pra-keterampilan gerak, gerakan bayi diperbaiki dari gerak reflek awal menjadi pola dasar yang sangat terkoordinasikan atau bisa dikatakan bahwa tahap ini adalah merupakan “periode kritis” dalam pencapaian ketrampilan gerak. Tiga tingkatan dalam tahap ini adalah tingkat refleksi, integrasi sensorik (penggabungan sensor) dan pola gerakan dasar. Tingkatan refleksi adalah unit yang paling sederhana dan otot (neoromuskular).

Menurut Sage dalam Pate, Rotella dan McClenaghan (1993:203), bahwa “ Gerakan refleks adalah akibat dari rangsangan reseptor sensoris yang mengirimkan suatu tanda sepanjang jalur syaraf refleks dan balik ke


(34)

serabut-commit to user

serabut otot ”. Biasanya, gerakan-gerakan ini dikendalikan pada tingkat jaringan syaraf tulang belakang gerak reflek ini mempunyai peranan penting dalam olahraga. Misalnya penjaga belakang (catcher) baseball harus melihat bola yang masuk dalam sarung tangannya meskipun naluri alamiah adalah berkedip.

Tingkatan integrasi sensoris adalah gerakan dini terkendali yang cenderung kasar dan tidak teratur. Bayi memperoleh pengaturan terkendali yang makin bertambah atas otot-otot rangka yang lebih besar dan kemudian memperoleh kekuatan untuk membuat penyesuaian sikap tubuhnya dalam belajar bergerak. Selama penampilan gerakan sederhana yang terpisah, anak mulai mengintegrasikan masukan dari berbagai penerima sensoris dengan penampilan gerakan motorik. Proses Perseptual ini penting untuk perolehan tingkah laku gerak yang efisien. Anak-anak segera belajar melalui pengamatan untuk menggunakan masukan sensoris guna membuat keputusan yang sesuai untuk menghasilkan respon gerak. Perkembangan pola gerakan dasar dimulai pada awal masa anak-anak usia 2 – 8 tahun ditunjukan oleh pencapaian dan perkembangan yang cepat dari kemampuan gerak yang semakin kompleks. Pengembangan gerak selama dua tingkatan pertama sangat tergantung pada proses kematangan sebagai akibat dari bertambahnya usia dan tidak terlalu tergantung pada pengalaman anak-anak, tetapi tingkatan pola gerak dasar menandai peralihan yang cepat dari perkembangan yang berdasar pada kematangan menuju suatu proses yang sangat tergantung dari pemikiran dan proses pernbelajaran keterampilan gerak.

Istilah terampil telah digunakan oleh pengarang yang berbeda untuk menggambarkan tingkat kemampuan yang bervariasi. Meskipun istilah ini


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

memiliki banyak pengertian pada umumnya yang dimaksud adalah penampilan gerakan yang lebih tinggi. Sage dalam Pate, Rotella dan McClenaghan (1993:204) bahwa “ Penampilan yang terampil sering ditandai dengan penampilan yang mudah, mulus, dan kemampuan untuk menanggulangi kondisi lingkungan ”.

Keterampilan olahraga adalah gerakan-gerakan tersebut yang dikaitkan dengan kegiatan olahraga. Selama masa awal pra-remaja anak-anak mulai sangat mementingkan keikutsertaan yang berhasil dalam olahraga. Ketika remaja telah membatasi pilihannya dan berkonsentrasi pada keterampilan gerak, tekanan harus diarahkan pada perbaikan keterampilan tersebut. Keterampilan olahraga dapat menjadi lebih baik ketika kesempatan untuk turut serta dalam kegiatan yang cocok bertambah. Tahap-tahap dalam perolehan keterampilan olahraga mencakup periode perkembangan perbaikan, penampilan, dan kemunduran. Satu hal yang sangat penting adalah bahwa cara seseorang dalam tahap-tahap perkembangan tergantung pada kecenderungannya untuk ikut serta kegiatan yang berorientasi pada kegiatan olahraga.

Tingkat perbaikan keterampilan remaja secara terus menerus mulai mengatur pola gerak dasar dengan penuh terpadu. Gerakan dasar secara penuh sudah terkuasai. Latihan diperlukan untuk perbaikan keterampilan dan pengendalian gerakan. Program gerak ini didefinisikan sebagai suatu perangkat perintah gerak yang membantu dalam menampilkan pola keterampilan gerak yang sulit dengan campur tangan susunan syaraf sadar yang terbatas. Latihan yang terus-menerus selama tingkat perkembangan ini penting untuk mengembangkan mekanisme kontrol gerakan. Kemampuan dalam mengontrol gerakan akan


(36)

commit to user

memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk berbuat sesuai dengan yang seharusnya dilakukan akan lebih mudah untuk mengikuti aturan-aturan, termasuk mengikuti aturan agar dirinya dapat menjadi terampil. Belajar gerak adalah mempelajari pola-pola gerak keterampilan tubuh, proses belajarnya melalui pengamatan dan mempraktekkan pola-pola yang dipelajari.

Periode pra-remaja sangat penting dalam pembelajaran gerak yang makin terpadu. Schmidt dalam Pate, Rotella dan McClenaghan (1993;205) menggunakan dasar kognitif dari bagan untuk menolong perolehan penampilan yang terampil bahwa Program gerak yang disimpan dalam selaput otak bukan rekaman khusus dari gerakan-gerakan, tetapi lebih merupakan aturan-aturan umum yang membantu mengatur penampilan. Hal senada diungkapkan oleh Fitts, Adams dalam Pate, Rotella dan McClenaghan (1993 : 205) menandai tiga langkah dalam perolehan yang terampil. Tampaknya semua pelaku tanpa pandang umur, maju melalui langkah-langkah perkembangan berikut ini :

Langkah 1. Tingkat kognitif ditandai oleh usaha pertama siswa untuk menguasai suatu keterampilan gerak baru atau dengan kata lain proses belajarnya diawali dengan aktif berpikir tentang gerakan yang dipelajari. Siswa berusaha untuk mengetahui dan memahami gerakan dari informasi yang diberikan kepadanya

Langkah 2. Tingkat asosiatif yaitu dalam perbaikan keterampilan olahraga ditandai oleh naiknya penampilan melalui latihan dan pada saat program gerak dibuat atau seorang siswa sudah mampu melakukan gerakan-gerakan dalam bentuk rangkaian yang tidak tersendat-sendat dalam pelaksanaannya


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Langkah 3. Tahap otonom. Latihan yang rutin dan terus-menerus menghasilkan perbaikan lebih lanjut dari keterampilan gerak rnenjadi suatu gerak yang otomatis. Dalam kegiatan ini, hanya sedikit perhatian yang dibutuhkan agar siswa dapat memusatkan perhatian pada faktor lingkungan yang mempengaruhi penampilannya.

Guru yang berpengalaman dapat dengan mudah mengamati siswa yang banyak dengan siapa belajar melewati tahap-tahap perbaikan keterampilan. Dampak pengajaran ini sangat jelas, pengalaman belajar awal harus memungkinkan terjadinya waktu untuk pemrosesan kognitif dalam lingkungan yang terkendali. Jika keterampilan membaik, waktu latihan harus dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan seorang siswa menampilkan kegiatan itu dalam berbagai situasi lingkungan. Sebagai contoh, tingkatan awal dalam mengajar teknik ketrampilan melempar sebuah objek ( misalnya, bola ) dari bawah, samping atau atas secara bertahap berkembang dan kemudian di gunakan dalam berbagai ketrampilan olahraga dan rekreasi. Tujuan guru memberikan materi latihan dasar ini adalah tercapainya kemampuan untuk menampilkan segala macam keterampilan yang mungkin dibutuhkan dalam pertandingan yang sebenarnya. Untuk itu siswa harus memperhatikan contoh gerakan dan merespon gerakan tersebut. Dalam tahap otonom ini keterampilan gerak yang dikuasai oleh siswa akan berlanjut sejalan dengan bertambahnya latihan dan berlanjut ke tahap yang lebih kompleks.

Tingkatan penampilan keterampilan bertambah pada saat remaja memasuki tahap perbaikan keterampilan otonom. Minat remaja sudah pada


(38)

commit to user

aktifitas kompetitif. Lingkungan remaja memandang penguasaan keterampilan sebagai suatu prestasi yang perlu ditampilkan. Prestasi puncak sebagian besar nomor-nomor olahraga dicapai pada tahap ini. Pada tahap ini perbaikan keterampilan menjadi kompleks sekali. Schmidt dalam Pate. Rotella dan McClenaghan (1993:205) menunjukkan bagaimana mengubah satu variabel kecepatan mengayun dapat mempengaruhi kemampuan keseluruhan seorang pemukul baseball. la menemukan bahwa menambah kecepatan memukul memberikan lebih banyak waktu untuk memonitor melayangnya bola yang tampak sebelum memulai gerakan. Hal ini dapat di lihat pada gambar 2.

Gambar 2. Tahap Penampilan Keterampilan. Sumber Pate, Rotella dan McClenaghan. (1993:206)

Tahap kemunduran keterampilan merupakan konsekuensi alamiah dari terjadinya proses penuaan. Proses penuaan ditandai dengan merosotnya fungsi fisik dan fisiologis, dan kemunduran keterampilan. Pada tahap ini pemusatan penampilan berubah dari lingkungan yang sangat menantang ke hal-hal yang lebih berkaitan dengan rekreasi. Seseorang yang telah berpartisipasi dalam kegiatan


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

olahraga sejak dini harus mengarahkan tenaga mereka pada aktivitas lain yang sesuai dengan kemampuannya. Namun semua ini tergantung pada keinginan olahragawan tersebut untuk tetap aktif dalam kegiatan olahraga yang mereka ikuti sebelumnya. Seseorang yang sebelumnya ikut serta dengan aktif dalam suatu olahraga yang terorganisasi dengan baik mungkin akan merasa kehilangan akan keterampilan yang dimiliki sebelumnya kesimpulannya adalah bahwa setelah usia 25 tahun ada kemunduran yang bertahap pada semua segi penampilan gerakan cabang olahraga. Faktor lain yang ikut mempengaruhi kemunduran keterampilan gerak. Menurut Scmidt dalam Pate, Rotella dan McClenaghan (1993:207) bahwa “ Penampilan yang optimal biasanya dicapai pada usia lebih awal dalam olahraga yang memerlukan kecepatan dan kekuatan, sedangkan aktivitas yang menekankan pada kemampuan kognitif, seperti halnya strategi, dapat menjadi dikuasai dengan bertambahnya umur ”.

2. Pendekatan Pembelajaran Bermain

Pembelajaran menurut Buku Diknas (2003: 7) mendefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subyek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Dengan demikian jika pembelajaran dipandang sebagi suatu sistem, berati pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain: tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (misalnya layanan remedial).


(40)

commit to user

Sebaliknya bila pembelajaran dipandang sebagai proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar berikut penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain berupa alat peraga, dan alat-alat evaluasi.

Pendekatan menurut Buku Diknas (2003: 9) merupakan suatu rangkaian tindakan yang terpola atau terorganisir berdasar prinsip-prinsip tertentu (misalnya dasar filosofis, prinsip psikologis, prinsip didaktis, atau prinsip ekologis) yang terarah secara sistematis pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian pola tindakan tersebut dibangun di atas prinsip-prinsip yang telah terbukti kebenarannya sehingga tindakan-tindakan yang diorganisir dapan berjalan secara konsisten ke arah tercapainya tujuan dan teratasinya suatau masalah.

Pendekatan merupakan cara untuk mendekati agar hasil pembelajaran menjadi baik. Tujuan pembelajaran adalah anak mampu secara tepat menguasai dasar-dasar keterampilan yang diajarkan. Pembelajaran merupakan usaha untuk merubah perilaku anak, proses perubahan perilaku sebagai akibat anak mampu menerima informasi, meniru dan menguasai keterampilan yang diajarkan. Anak yang semula belum mampu melakukan gerak keterampilan dapat melukukan secara baik. Pendekatan pembelajaran merupakan aset yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Model pendekatan pembelajaran ditinjau dari sisi interaksi guru dan siswa terdiri dari beberapa gaya mengajar maupun pendekatan pembelajaran berdasakan materi yang menjadi bahan pembelajaran.


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, menurut Wina Senjaya (http://smacepiring.wordpress.com/

2008) ”Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran”, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau

berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan

pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered

approach).

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Ada empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :

1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.

2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.

3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.


(42)

commit to user

4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur dan patokan ukuran

(standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah: 1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni

perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.

2) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.

3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur,

metode dan teknik pembelajaran.

4) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

Sementara itu Wina Senjaya (http://smacepiring.wordpress.com/ 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1)

exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning. Ditinjau dari

cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk

mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something”. Jadi, metode

pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Bermain (play) adalah suatu kegiatan yang bentuknya sederhana dan menyenangkan. Kegiatan bermain sangat disukai oleh anak-anak (siswa). Hal ini dapat dilihat pada waktu bel istirahat berbunyi atau bel berakhirnya pelajaran, para siswa langsung berebut keluar kelas untuk bermain di halaman sekolah,

mereka berlari berkejar-kejaran, berjingkrak-jingkrak, melompat-lompat,

melempar-lempar, dan lain-lain. Bermain yang dilakukan tertata, mempunyai manfaat yang besar bagi siswa. Bermain dapat memberikan pengalaman belajar yang sangat berharga untuk siswa. Pengalaman itu bisa berupa membina hubungan sesama teman dan menyalurkan perasaan yang tertekan.

Bermain adalah kegiatan yang tidak berpretensi apa-apa, kecuali sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau menirukan peran. Dengan kata lain aktifitas bermain dalam nuansa keriangan itu memiliki tujuan yang melekat di dalamnya. Menurut Rusli Lutan (2001: 31) Memaparkan karakteristik “ bermain sebagai aktivitas yang dilakukan secara bebas dan sukarela ”. Bermain itu sendiri hakikatnya bukanlah suatu kesungguhan tetapi bersamaan dengan itu pula, kita melihat kesanggupan yang menyerap konsentrasi dan tenaga mereka ketika


(44)

commit to user

sedang bermain. Menurut Sukintaka (1992: 2) “ Apabila bermain bertujuan untuk memperoleh uang atau perbaikan rekor maka bukan merupakan bermain lagi ”. Dengan demikian dapat diambil suatu kesimpulan bahwa dalam bermain merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh tetapi bermain bukan suatu kesungguhan. Rasa senang bermain itu harus disebabkan karena bermain itu sendiri, bukan suatu yang terdapat di luar bermain.

Bermain senantiasa melibatkan perasaan atau emosi kita, melibatkan pikiran atau panca indera kita yang pasti bermain mendatangkan suka cita dan kegembiraan sebagai pelepas dari banyaknya rutinitas, sehingga bermain pada anak berlangsung dengan tidak sungguh-sungguh. Akan tetapi bersamaan itu pula, kita melihat kesanggupan yang menyerap konsentrasi dan tenaga mereka ketika sedang bermain.

Berkaitan dengan tujuan bermain, Gusril dalam desertasinya tahun 2004, menyimpulkan bahwa tujuan anak-anak dalam melakukan permainan dapat ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut: (1) aspek kognitif antara lain menambah wawasan bermain, melatih pola berfikir; (2) aspek psikomotorik antara lain: terampil dalam bermain, melatih fisik; (3) menyenangkan hati; dan (4) aspek sosial antara lain: menambah pergaulan dan keakraban, rekreasi dan agar tidak dihina. Selain itu, perasaan anak sewaktu dan sesudah melakukan bermain antara lain: merasa senang, gembira, bugar, dan bersemangat. Lebih lanjut Gusril menyatakan terdapat hubungan antara aktivitas bermain dengan kemampuan motorik siswa SD Negeri Kota Padang. Dalam artian, semakin tinggi aktivitas


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

bermain yang mengeluarkan energi yang cukup, berguna untuk kesehatan dan pertumbuhan.

Ada beberapa keuntungan yang diperolah dari aktivitas bermain bagi anak-anak sebagai berikut: (1) mengubah ekstra energi, (2) mengoptimalkan pertumbuhan seluruh begian tubuh seperti tulang, otot, dan organ-organ, (3) dapat meningkatkan nafsu makan anak, (4) anak belajar mengontrol diri, (5) berkembangnya berbagai keterampilan yang berguna sepanjang hidupnya, (6) meningkatkan daya kreativitas, (7) mendapat kesempatan menemukan arti benda-benda yang ada di sekitar anak, (8) merupakan cara untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran diri, iri hati, dan kedukaan, (9) kesempatan untuk bergaul dengan anak lainnya, (10) kesempatan menjadi pihak yang kalah atau menang di dalam bermain, (11) kesempatan untuk belajar mengikuti aturan-aturan, dan (12) dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aktifitas bermain adalah: (1) ekstra energi, (2) waktu yang cukup untuk bermain, (3) alat permainan, (4) ruangan untuk bermain, (5) pengetahuan cara bermain, dan (6) teman bermain.

Sedangkan M. Furqon H. (2008: 4) berpendapat, “ Bermain merupakan cara untuk bereksplorasi dan bereksperimen dengan dunia sekitar sehingga menemukan sesuatu dari pengalaman bermain ”. Mempelajari suatu cabang olahraga yang dikonstruksi dalam bentuk bermain menuntut siswa untuk mandiri dan memecahkan permasalahan yang muncul dalam permainan. Dalam pendekatan bermain siswa dituntut mengaplikasikan teknik ke dalam suatu permainan. Tidak menutup kemungkinan teknik yang buruk atau rendah


(46)

commit to user

mengakibatkan permainan kurang menarik. Untuk itu seorang guru harus mampu mengatasinya. Dalam hal ini Rusli Lutan dan Adang Suherman (2000: 35-36) menyatakan:

Manakala guru atau pelatih menyadari bahwa rendahnya kualitas permainan disebabkan oleh rendahnya kemampuan skill, maka guru mempunyai beberapa pilihan sebagai berikut:

a) Guru dapat terus melanjutkan aktivitas permainan untuk beberapa lama sehingga siswa menangkap gagasan umum permainan yang dilakukannya.

b) Guru dapat kembali pada tahapan belajar yang lebih rendah dan membiarkan siswa berlaih mengkombinasikan keterampilan tanpa tekanan untuk menguasai strategi.

c) Guru dapat merubah keterampilan pada level yang lebih simpel dan lebih dikuasai sehingga siswa dapat konsentrasi belajar startegi bermain.

Memahami dan memberikan solusi yang tepat adalah sangat penting dalam pembelajaran bermain, jika pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai seperti yang diharapkan. Selama pembelajaran berlangsung seorang guru harus mencermati kegiatan permainan sebaik mungkin. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama bermain harus dicermati dan dibenarkan. Jika kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama bermain dibiarkan akan berakibat penguasaan skil yang salah, sehingga tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai. Aktivitas bermain sering diidentikkan dengan dunia anak-anak, sebab anak-anak lebih sering menghabiskan waktunya untuk bermain. Akan tetapi, permainan atau bermain sering dimaksudkan dengan suatu aktivitas yang bernada negatif (kurang berarti) setidaknya dilihat dari fungsi seperti kegiatan bernuansa canda, senda gurau dan lebih jauhnya tidak serius, tidak sungguh-sungguh, menghamburkan waktu efektif yang mengarah pada suatu aktivitas atau kegiatan yang tidak berguna. Padahal secara tidak langsung, anak akan memulai kegiatan belajar salah satunya melalui aktivitas bermain. Yudha M


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Saputra (2001: 6) berpendapat bahwa, ” bermain dapat memberikan pengalaman belajar yang sangat berharga untuk siswa, pengalaman itu bisa berupa membina hubungan dengan sesama teman dan menyalurkan perasaan yang tertekan ”. Ahli lain menyatakan, kegiatan bermain bukan hanya sekedar pengisi waktu luang, tetapi menjadi suatu kebutuhan. Apabila kebebasan bermain tersebut atau spontanitasnya ditunda, maka di masa selanjutnya daya kreatif, imajinasi bahkan kemampuan belajar anak akan mengalami hambatan.

Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa, bermain bukanlah suatu perbuatan ataupun aktivitas yang melulu merugikan bagi yang melakukannya, tetapi dapat dipandang juga sebagai suatu media ataupun alat yang kaya akan imajinasi dan kreatifitas. Secara tidak langsung wahana bermain dapat memberikan suatu metode pembelajaran yang menggabungkan segala unsur (kesenangan, motivasi, rasa ingin tahu, minat ataupun simulasi, modelling,

problem solving, dan lain-lain).

Aktivitas yang kita namakan bermain itu sebenarnya adalah media belajar bagi anak-anak, hanya penafsirannya saja yang berbeda. Untuk itu, mengapa kita harus melarang bermain pada anak, sedangkan kegiatan yang kita namakan bermain itu sebenarnya merupakan media belajar buat mereka.

Bermain merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dengan masa kanak-kanak. Dapat dikatakan bahwa, hampir semua waktunya dihabiskan dengan bermain. Namun disisi lain dari bermain yang dilakukan anak mempunyai pengaruh terhadap perkembangannya. M. Furqon H. (2008: 7-9) menyatakan pengaruh bermain terhadap perkembangan anak yaitu:


(48)

commit to user

a. Pengembangan keterampilan gerak

Bermain berisi berbagai keterampilan gerak, mulai dari keterampilan gerak yang sederhana atau dasar hingga keterampilan yang kompleks. Anak perlu belajar keterampilan gerak dasar seperti, lari, lompat, loncat, berbelok, menendang dan melempar. Jika anak memiliki keterampilan gerak dasar yang baik. Selanjutnya anakmemiliki landasan untuk mengembangkan keterampilan gerak yang kompleks. Oleh karena itu, dengan bermain akan memberikan perkembangan keterampilan gerak bagi anak.

b. Perkembangan fisik dan kesegaran jasmani

Bermain penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuh, termasuk mengembangkan daya tahan kardiovaskuler. Bermain juga berfungsi sebagai penyaluran tenaga yang berlebih, bila tidak tersalurkan akan menyebabkan anak tegang, gelisah dan lain-lain.

c. Dorongan berkomunikasi

Di dalam suasana bermain, memberikan peluang anak untuk berkomunikasi dengan teman bermainnya. Di samping itu, agar anak dapat bermain dengan baik, anak secara tidak langsung belajar berkomunikasi dan sebaliknya anak harus belajar belajar berkomunikasi agar dapat saling memahami dan dipahami di antara teman bermain.

d. Penyaluran energi emosional yang terpendam

Bermain merupakan wahana yang baik bagi anak untuk menyalurkan ketegangan yang disebabkan lingkungan terhadap aktivitas anak.

e. Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan

Kebutuhan dan keinginan yang tidak terpenuhi dengan cara lain atau aktivitas lain seringkali dapat terpenuhi dengan bermain. Misalnya, anak yang tidak mendapatkan kesempatan dalam peran tertentu seringkali dapat mendapat peran tertentu dalam bermain.

f. Sumber belajar

Bermain dapat dikatakan sebagai bentuk miniatur dari kehidupan masyarakat. Dengan bermain berarti anak dapat memperoleh kesempatan untuk mempelajari berbagai hal. Bahkan banyak pelajaran dan pengalaman dapat diperoleh melalui bermain daripada di rumah atau di sekolah.

g. Rangsangan bagi kreativitas

Melalui eksprimen dan eksplorasi dalam bermain, anak akan menemukan sesuatu dan terbiasa menghadapi berbagai persoalan dalam bermain untuk dipecahkan. Suasana dan kebiasaan ini biasanya akan memberikan transfer nilai ke dalam situasi lain, sehingga anak terbiasa untuk kreatif dalam menghadapi dan memecahkan persoalan.

h. Perkembangan wawasan diri

Dengan bermain anak mengetahui tingkat kemampuannya dibandingkan dengan teman bermainnya. Kondisi ini memungkinkan anak untuk mengembangkan konsep diri secara lebih nyata.


(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

i. Belajar bermasyarakat

Dengan bermain bersama teman-teman lain, anak belajar tentang tbagaimana membentuk hubungan sosial dan bagaimana menghadapi dan memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan sosial tersebut.

j. Perkembangan kepribadian

Melalui bermain anak terbiasa dengan aturan-aturan yang lebih disepakati dalam bermain, seperti larangan-larangan yang harus ditaati, disiplin sportivitas, kerjasama, menghargai teman lain, jujur dan lain-lain, secara tidak langsung kondisi tersebut membentuk kepribadian anak. Permainan adalah bagian dari bermain yang mempunyai metode atau cara tertentu sesuai situasi, dan memiliki peraturan-peraturan yang tidak boleh dilanggar. Dalam permainan terdapat semangat keberanian, ketangguhan dan kejujuran pemain. Menurut Huizinga, Roger Caillois dalam Rusli Lutan (2001: 33) membagi permainan (games) secara umum menjadi 4 kategori utama yaitu :

a) Agon – permainan yang bersifat pertandingan, perlawanan kedua belah pihak dengan kesempatan yang sama untuk mencapai kemenangan sehingga dibutuhkan perjuangan fisik yang keras.

b) Alea – permainan yang mengandalkan hasil secara untung-untungan, atau hukum peluang seperti dadu, kartu, rolet, dan lain-lain. Sementara kemampuan otot tidak diperlukan.

c) Mimikri – permainan fantasi yang memerlukan kebebasan, dan bukan kesungguhan.

d) Illinx – mencakup permainan yang mencerminkan untuk melampiaskan kebutuhan untuk bergerak, berpetualang, dan dinamis, lawan dari keadaan diam, seperti berolahraga di alam terbuka, mendaki gunung.

Permainan tidak hanya populer di program sekolah dan kegiatan rekreasi, tetapi juga populer di masyarakat luas. Permainan dapat dilakukan dan sesuai dengan semua orang. Permainan dapat dilakukan mulai dari anak bayi sampai orang usia lanjut, laki-laki maupun perempuan, di kota maupun di desa, di dalam ruangan maupun di luar ruangan, dapat menggunakan alat maupun tidak, dan lain-lain. Permainan memiliki makna penting dalam program pendidikan jasmani. Hal ini bukan hanya popularitasnya bagi anak sepanjang usia, namun juga memiliki


(50)

commit to user

potensi nilai yang menyeluruh. Sebagai bagian integral dari program pendidikan jasmani, permainan memerlukan kajian dan pengembangan yang cermat, terutama kaitannya dengan upaya mendidik anak.

Anak dapat menciptakan dan memodifikasi permainan untuk memenuhi kebutuhannya. Melalui pengalaman-pengalaman ini anak dapat belajar tentang komponen permainan dan cara mengubah serta memodifikasi komponen-komponen tersebut dengan cara-cara tertentu. Guru harus memandang permainan sebagai sesuatu yang dapat memberikan kontribusi yang berharga pada perkembangan total anak. Melalui permainan, anak dapat memiliki pengalaman sukses dan berprestasi. Di samping itu, beberapa tujuan sosial dapat dicapai melalui permainan, seperti ketrampilan sosial, menerima aturan, dan pemahaman yang lebih baik pada dirinya dalam situasi kompetitif dan kooperatif.

Permainan merupakan suatu laboratorium di mana anak dapat menerapkan ketrampilan baru yang dipelajari dengan cara yang tepat. Banyak permainan yang dapat membantu mengembangkan kelompok otot-otot besar dan dapat meningkatkan kemampuan berlari, lari berbelok-belok, mulai dan berhenti berlari di bawah kontrol dengan berbagai kesempatan dengan teman yang lain. Perkembangan kognitif juga di tingkatkan karena anak belajar memahami dan mengikuti aturan. Dengan menerapkan strategi di dalam permainan, anak juga belajar tentang pentingnya ketajaman perhatian dan keterlibatan aspek mental. Permainan tampaknya merupakan pokok bahasan yang mudah diajarkan, karena permainan hanya memerlukan sedikit intervensi dari guru, kecuali untuk mengatasi kesulitan atau karena alasan-alasan tertentu. Dalam mengajar


(51)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

permainan perlu memperhatikan dan menciptakan berbagai variasi kesempatan belajar, termasuk mengembangkan ketrampilan gerak anak. Di dalam program semacam ini anak akan memperoleh suatu landasan ketrampilan gerak yang memungkinkan anak berpartisipasi dengan baik. Jika anak telah memperoleh prasyarat ketrampilan permainan maka olahraga menjadi suatu alternatif pengisi waktu luang yang menarik dalam kehidupan anak. Namun olahraga yang menumbuhkan tingkat penguasaan tehnik yang tinggi belum sesuai untuk kebanyakan anak.

Anak dapat dibantu mempelajari banyak hal melaui bermain (play) dan permainan (game), tetapi jika anak tidak merasa senang melakukannya, maka permainan tersebut tidak banyak artinya. Semua anak harus memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai permainan. Permainan memiliki nilai rekreatif yang baik, memberikan kesempatan jasmani, dan memberikan jalan keluar yang diperlukan untuk kegembiraan yang alami. Permainan merupakan alat yang sangat baik untuk mengembangkan aspek sosial dan moral anak, karena ada aturan-aturan tertentu yang harus diikuti oleh semua anak. Jika permainan menjadi lebih terorganisasi dan aturan-aturan dapat diterapkan, maka anak belajar memodifikasi perilakunya untuk menghormati yang lain dan mematuhi batas-batas sosial. Jika anak matang, ia makin sadar mengenai kebutuhan kerja tim. Beberapa permainan yang lebih kompleks memerlukan kerja secara kognitif untuk mengembangkan strategi yang sederhana.

Permainan tidak secara inherent (melekat) suatu kesenangan. Permainan harus diajarkan dalam suasana yang membuat anak percaya bahwa dengan


(1)

commit to user

yang dihasilkan dengan pendekatan pembelajaran bermain groups games lebih

tinggi daripada dengan pendekatan pembelajaran bermain Individual games.

2. Perbedaan Kemampuan Gerak Dasar siswa usia 6,01 – 7,00 tahun dan siswa usia 7,01 – 8,00 tahun

Berdasarkan pengujian hipotesis ke dua ternyata ada perbedaan pengaruh

yang nyata antara kelompok siswa usia 6.01 – 7,00 tahun siswa usia 7,01 – 8,00

tahun terhadap kemampuan gerak dasar. Pada kelompok siswa usia 7,01 – 8,00

tahun mempunyai peningkatan kemampuan gerak dasar lebih tinggi dibanding

kelompok siswa usia 6,01 – 7,00 tahun.

Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan

bahwa perbandingan rata-rata peningkatan kemampuan gerak dasar pada siswa usia

7,01 – 8,00 tahun lebih tinggi dari pada kelompok siswa usia 6,01 – 7,00 tahun.

3. Pengaruh Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran Bermain dan Usia Siswa terhadap Kemampuan gerak Dasar

Dari tabel 13 ringkasan hasil analisis varian dua faktor, nampak bahwa

faktor-faktor utama penelitian dalam bentuk dua faktor menunjukkan interaksi

yang nyata. Untuk kepentingan pengujian bentuk interaksi AB terbentuklah tabel

17 dibawah ini.

Tabel 17. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama, dan Interaksi Faktor, A dan B

Terhadap Kemampuan Gerak dasar

Faktor A = Jenis Permainan

B = Usia Siswa

Taraf A1 A2 Rerata A1 – A2


(2)

commit to user

B2 1,89 3,15 2,52 1,26

Rerata 2,07 2,62 2,34

B1 – B2 0,36 1,05 -

Interaksi antara dua faktor penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 8. Bentuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan Kemampuan

Gerak Dasar

Keterangan :

135 140 145 150 155 160 165

A1 A2

Series1

Series2

135 140 145 150 155 160 165

1 2

B1


(3)

commit to user

: A1 = Pendekatan pembelajaran bermain individual games

: A2 = Pendekatan pembelajaran bermain groups games

: B1 = Usia siswa 6,01 – 7,00 tahun

: B2 = Usia siswa 7,01 – 8,00 tahun

Atas dasar gambar 5 di atas, bahwa bentuk garis perubahan besarnya nilai

kemampuan gerak dasar adalah persimpangan. Garis tersebut memiliki suatu titik

pertemuan antara penggunaan pendekatan pembelajaran bermain dan usia siswa.

Berarti terdapat interaksi yang signifikan diantara keduanya. Gambar tersebut

menunjukkan bahwa usia siswa memiliki pengaruh yang bermakna terhadap

kemampuan gerak dasar.

Keefektifan penggunaan pendekatan pembelajaran bermain untuk

meningkatkan kemampuan gerak dasar dipengaruhi oleh usia siswa. Berdasarkan

hasil penelitian yang dicapai, ternyata siswa usia 7,01 – 8,00 tahun memiliki

peningkatan kemampuan gerak dasar yang besar jika menggunakan pendekatan

pembelajaran bermain groups games. Siswa usia 6,01 – 7,00 tahun lebih baik jika


(4)

commit to user

120 BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan kesimpulan analisis data dan pembahasannya, yang telah

diungkapkan pada BAB IV, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada perbedaan pengaruh pendekatan pembelajaran bermain antara individual

games dan groups games terhadap kemampuan gerak dasar. Pengaruh

pendekatan pembelajaran bermain groups games lebih baik daripada

individual games.

2. Ada perbedaan kemampuan gerak dasar yang bermakna antara siswa usia

6,1 – 7,0 tahun dan siswa usia 7,01 – 8,00 tahun. Peningkatan kemampuan

gerak dasar pada siswa usia 7,01 – 8,00 tahun lebih baik daripada siswa usia

6,1 – 7,0 tahun.

3. Terdapat pengaruh interaksi yang bermakna antara pendekatan pembelajaran

bermain dan usia terhadap peningkatan kemampuan gerak dasar.

a). Siswa usia 6,1 – 7,0 tahun lebih cocok jika diberikan pendekatan

pembelajaran bermain individual games.

b). Siswa usia 7,01 – 8,00 tahun lebih cocok jika diberikan pendekatan


(5)

commit to user

B. Implikasi

Kesimpulan dari hasil penelitian ini dapat mengandung pengembangan ide

yang lebih luas jika dikaji pula tentang implikasi yang ditimbulkan. Atas dasar

kesimpulan yang telah diambil, dapat dikemukakan implikasinya sebagai berikut:

1. Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, memberikan implikasi bahwa

dalam merancang program pembelajaran, khususnya dalam menentukan

pendekatan pembelajaran bermain yang akan digunakan untuk meningkatkan

kemampuan gerak dasar, para pengajar perlu memperhatikan pilihan-pilihan

metode, teknik dan strategi secara tepat. Metode atau bentuk permainan yang

digunakan dalam proses pembelajaran harus dipertimbangkan efektifitas dan

efisiensi dari metode tersebut dalam mencapai hasil pembelajaran yang

maksimal.

2. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pendekatan pembelajaran bermain

dengan groups games memperoleh hasil yang lebih baik dan optimal dalam

pembelajaran. Kebaikan pendekatan pembelajaran bermain groups games ini

dapat dipergunakan sebagai solusi bagi pengajar dan pelatih dalam upaya

meningkatkan kemampuan gerak dasar.

3. Dalam proses pendekatan pembelajaran bermain untuk meningkatkan

kemampuan gerak dasar, karakteristik siswa yang perlu diperhatikan dan

menjadi dasar untuk menetukan pendekatan pembelajaran bermain yang akan

digunakan adalah kelompok umur. Siswa usia 6,1 – 7,0 tahun lebih cocok jika

diberikan pendekatan pembelajaran bermain individual games sedangkan


(6)

commit to user

pembelajaran bermain groups games. Dalam penjelasan diatas maka

perbedaan siswa dalam hal usia akan membawa implikasi bagi pengajar dalam

menentukan metode pendekatan pembelajaran bermain yang tepat dalam

meningkatkan kemampuan gerak dasar.

C. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan melihat hasilnya, maka

dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Kepada guru pendidikan jasmani hendaknya lebih memilih pendekatan

pembelajaran bermain dengan groups games dalam upaya meningkatkan

kemampuan gerak dasar siswa, meskipun sebenarnya kedua jenis pendekatan

pembelajaran bermain tersebut sama-sama dapat meningkatkan kemampuan

gerak dasar. Selain itu guru juga harus memperhatikan faktor usia.

2. Kepada peneliti lain disarankan untuk mengadakan penelitian dengan

menambah variabel lain yang dapat menunjang keberhasilan belajar dan

meningkatkan kemampuan gerak dasar. Selain jumlah variabel ditambah,

hendaknya juga diadakan penelitian dengan menggunakan sampel yang lebih