SEIYUU SEBAGAI UPAYA MEMOTIVASI KEINGINAN BELAJAR BERBICARA BAHASA JEPANG.

(1)

SEIYUU SEBAGAI UPAYA MEMOTIVASI

KEINGINAN BELAJAR BERBICARA BAHASA JEPANG (Studi Kasus Kelas VAEX dan Kelas Guntai Lembaga Kursus

Bahasa Jepang Aki No Sora Bandung)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Pendidikan Bahasa Jepang

oleh

Robiatun Kurnia Sholihat 1105525

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

SEIYUU SEBAGAI UPAYA MEMOTIVASI

KEINGINAN BELAJAR BERBICARA BAHASA JEPANG (Studi Kasus Kelas VAEX dan Kelas Guntai Lembaga Kursus

Bahasa Jepang Aki No Sora Bandung)

oleh

Robiatun Kurnia Sholihat 1105525

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Departemen Pendidikan Bahasa Jepang

Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra

© Robiatun Kurnia Sholihat 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2015

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, diphotocopy, atau cara lainnya tanpa izin penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

ROBIATUN KURNIA SHOLIHAT

SEIYUU SEBAGAI UPAYA MEMOTIVASI KEINGINAN BELAJAR BERBICARA BAHASA JEPANG (Studi Kasus Kelas VAEX dan Kelas Guntai Lembaga Kursus Bahasa

Jepang Aki No Sora Bandung) disetujui dan disahkan oleh pembimbing :

Pembimbing I

Drs. Sugihartono, M.A. NIP. 196301041988031003

Pembimbing II

Linna Meilia Rasiban, S.Pd, M, Pd. NIP. 198005072008012010

Mengetahui

Ketua Departemen Pendidikan Bahasa Jepang

DR. Herniwati, S.Pd., M.Hum. NIP. 197206021996032001


(4)

SEIYUU SEBAGAI UPAYA MEMOTIVASI KEINGINAN BELAJAR BERBICARA BAHASA JEPANG

(Studi Kasus Kelas VAEX dan Kelas Guntai Lembaga Kursus Bahasa Jepang Aki no Sora Bandung)

Robiatun Kurnia S 1105525 ABSTRAK

Bahasa Jepang merupakan bahasa yang tergolong sulit untuk dipelajari, seperti salah satu keterampilan diantaranya, yaitu berbicara. Penelitian ini meneliti tentang teknik seiyuu yang digunakan sebagai upaya memotivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang yang dilakukan oleh lembaga kursus Aki No Sora kepada kelas VAEX(Voice Acting Experience). Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk memperoleh informasi mengenai pelaksanaan teknik seiyuu di kelas VAEX dan, 2) Untuk memperoleh informasi mengenai motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang pada kelas VAEX dan kelas Guntai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan dan pengolahan data diperoleh dari menyebarkan angket ke peserta didik, kemudian menghitungnya dan membuat simpulan. Data angket diolah dengan cara menggunakan rumus P = f / N x 100% yang kemudian ditafsirkan sesuai dengan tabel interpretase hasil presentase dan disimpulkan. Pelaksanaan teknik seiyuu di kelas VAEX pada pertemuan pertama perkenalan satu sama lain dan langsung menentukan anime. Pertemuan kedua dan ketiga, diberikan skrip anime untuk dipahami dan dihafalkan di rumah, sambil pengajar memberikan sedikit penjelasan makna dialog, pendalaman karakter dan gaya berbicara di kelas. Pertemuan keempat, mulai memperhatikan cara melafalkan yang benar. Pertemuan kelima dan keenam menonton anime dengan teknik shadowing sambil mengikuti cara melafalkan karakter anime dan terakhir menjalani sesi rekaman. Motivasi instrinsik keinginan belajar berbicara bahasa Jepang kelas VAEX yaitu seiyuu, sedangkan kelas Guntai, anime. Kelas VAEX yang belum fasih berbicara bahasa Jepang, menjawab tertarik mempelajari cara berbicara bahasa Jepang. Kelas VAEX mengatakan memiliki keyakinan akan ada teknik lain yang lebih menarik dan bisa dikembangkan. Sedangkan, kelas Guntai sangat tertarik untuk mengetahui akan pelaksanaan teknik seiyuu. Kelas VAEX yang sering menggunakan kata-kata bahasa Jepang yang muncul dalam anime/dorama, lebih banyak dari pada kelas Guntai. Ditambah lagi dengan kelas VAEX yang kadang menggunakan bahasa Jepang lebih banyak dari pada kelas Guntai. Seringnya muncul bahasa Jepang tersebut di dalam keseharian merupakan wujud motivasi intrinsik dari kegemaran menonton anime dan membuat bahasa Jepang terlontar secara alami. Kemudian kelas VAEX mengatakan cara yang paling mudah dalam mempelajari berbicara bahasa Jepang yaitu melalui menonton anime kemudian meniru (sebagai motivasi ekstrinsik). Teknik seiyuu dan anime merupakan pemicu motivasi belajar berbicara bahasa Jepang. Sedangkan, kelas Guntai memilih guru memberikan contoh kemudian meniru. Motivasi intrinsik pada kelas VAEX terhadap penggunaan teknik seiyuu lebih besar dari pada motivasi yang dimiliki kelas Guntai.


(5)

iv

SEIYUU AS AN EFFORT TO MOTIVATE JAPANESE SPEAKING LEARNING INCLINATION

(Case Study About VAEX Class and Guntai Class Japanese Langauge Institute Aki no Sora Bandung)

Robiatun Kurnia S 1105525 ABSTRACT

Japanese language is one of the most diffciult language to learn, such as speaking skill. This research is about seiyuu technique used as an effort to motivate Japanese speaking learning inclination established by Aki No Sora in VAEX(Voice Acting Experience) class. The aim of this research are: 1) To get information about how seiyuu technique is going in VAEX class, 2) To get information about Guntai’s class and VAEX’s class speaking Japanese learningmotivation. This research is using descriptive method. Data collection is obtained from the questionnaire students responded using this formula P = f / N x 100%. The next step is interpreting the score and matching them with interpretted tabel of percentage final score and make conclusion. The first meetingof Seiyuu technique in VAEX class, was doing an introduction for each students and the syllabus from the instructure. The second and third meeting, the instructure gave the decided anime script for the students to learn and to remind all of the dialogue at home, also the instructure taught the students about the meaning of the dialogue, learn anime’s characteristic and their speaking style. The fourth meeting, the students have to pay attention to the way they pronounce their Japanese. The fifth and the sixth meeting , started to read the script while watched the anime , also used shadowing technique while listening to the characters. Intrinsic motivation shown from Japanese speaking learning inclination in VAEX class are seiyuu and anime, while Guntai class is more into anime than seiyuu.Respondents from VAEX class who answered not speaking Japanese fluent yet, said that they are interested in learning how to speak Japanese using seiyuu techinique. Whether, Guntai class are very interested in learning so, for they were anxious about how the class will be if they used seiyuu techinque to learn speaking in Japanese. Respondents from VAEX class who oftenly used anime/dramas’ word in their daily live, are more than respondents from Guntai class. In addition, VAEX class who sometimes speaking Japanese more than Guntai class. Respondents who speak in Japanese shows that they have motivated intrinsically, for they hav an interest into animeand it caused them to speak Japanese naturally. Next, VAEX class said that the easiest way to learn Japanese speaking is watching anime then imitating it (this shows extrinsic motivation) . Seiyuu technique and anime is a media to support Japanese speaking learning, and is also intrinsic motivation. While, Guntai class said that it is best to learn from the teacher and imitate it rather than from anime.


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II. LANDASAN TEORITIS ... 9

A. Seiyuu ... 9

1. Definisi Seiyuu dan Seiyuu di Jepang ... 9

2. Sejarah Seiyuu ... 10

3. Istilah Lain Seiyuu ... 12

B. Motivasi Keinginan Belajar Berbicara Bahasa Jepang ... 13

1. Teori Motivasi ... 13

2. Teori Belajar ... 14

3. Berbicara Bahasa Jepang ... 15


(7)

xiii

BAB III. METODE PENELITIAN ... 18

A. Pendekatan dan Desain Penelitian ... 18

B. Partisipan dan Sampel Penelitian ... 18

C. Tahapan Penelitian ... 19

D. Rancangan Instrumen dan Pengumpulan Data ... 20

1. Pengamatan ... 20

2. Angket ... 20

E. Analisis Data ... 22

BAB IV. TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 24

A. Hasil Pengolahan Data dan Analisis ... 24

1. Pelaksanaan Teknik Seiyuu di Kelas VAEX ... 24

2. Pengolahan Data Angket ... 33

3. Analisis Angket ... 61

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 66

A. Simpulan ... 66

B. Implikasi ... 68

C. Rekomendasi ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 72

LAMPIRAN GAMBAR... 107


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dalam pembelajaran bahasa Jepang, banyak pembelajar di Indonesia berpendapat bahwa bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa yang sangat sulit dipelajari. Informasi yang ditemukan oleh peneliti dalam situs web Japanesestation.com yang diinformasikan tanggal 7 Februari 2014, menurut NSA (National Security Agency) Amerika Serikat, bahasa Jepang merupakan bahasa yang paling sulit bagi penutur yang menggunakan huruf abjad. Adapun berikut kriteria kesulitan bahasa yaitu sistem suara (phonology), struktur bahasa, pembentukan pola kalimat, makna dan penggunaan kata-kata, sistem menulis I (karakter non Latin ), sistem menulis II (lebih dari 1000 karakter), sistem menulis III (lebih dari 1 cara baca per karakter dan ilmu gaya bahasa).

Huruf yang digunakan dalam bahasa Indonesia yaitu huruf abjad (a – z), sama seperti bahasa Inggris. Berbeda dengan huruf dalam bahasa Jepang yaitu huruf Kana dan Kanji. Bagi pembelajar bahasa Jepang, mempelajari huruf Kana masih terbilang mudah, karena jumlah coretannya yang tidak banyak sehingga dapat diingat dengan cepat dan cara bacanya hanya satu cara baca. Berbeda dengan huruf Kanji, satu huruf Kanji yang kompleks terdiri dari banyak karakter yang berbeda dan maknanya dapat berubah saat karakter tersebut dibaca bersama dengan karakter lain atau bergabung dengan bushu karakter lain. Terlebih lagi kerumitan coretan karakter yang variatif dari 1 coretan hingga 30 coretan, seperti yang tercantum di kanji jiten online pada situs http://jiten.go-kanken.com. Hal-hal seperti perbedaan huruf, banyaknya ragam cara baca karakter, dan banyaknya jumlah huruf Kanji yang harus diingat menjadi suatu kendala bagi pembelajar bahasa Jepang khususnya di Indonesia.

Seperti yang telah disebutkan pada paragraf pertama, melafalkan huruf dan kata dalam bahasa Jepang merupakan salah satu kesulitan pembelajar bahasa. Menurut Kusuma(2012) yang dikutip dari http://bahasaindonesiayh.blogspot.c


(9)

2

om/2012/06/pemahaman-terhadap-lafal-tekanan.html pada tanggal 29 Juni 2015, Lafal adalah cara mengucapkan lambang-lambang bunyi. Orang Indonesia susah melafalkan suatu kata yang terdapat 2 sampai 3 deretan konsonan. Biasanya kata yang memiliki urutan konsonan berturut-turut terdapat dalam kumpulan kata bahasa Inggri. Misal, kata serapan dari bahasa Inggris yang digunakan dalam bahasa Jepang, kata milk dan test (Sudjianto & Dahidi, 2012, hlm. 22). Bagi orang Indonesia yang belum tahu bunyi kedua kata tersebut saat dibacakan (dalam bahasa Inggris), kata milk dibaca /milek/ dan kata test dibaca /tes/. Padahal seharusnya untuk mengetahui cara baca kata serapan tersebut dalam bahasa Jepang (gairaigo) harus memahami sistem bahasa Jepang karena bahasa asing tersebut dijepangkan (Sudjianto & Dahidi, 2012, hlm. 104). Kemudian penggunaan huruf bahasa Indonesia yang berbeda dengan bahasa Jepang mengakibatkan tata cara pengucapan yang berbeda. Huruf bahasa Jepang yang susah dilafalkan oleh orang Indonesia seperti huruf

‘tsu’ biasanya malah dilafalkan ‘tu’, ‘cu’, bahkan ada yang melafalkan ‘su’. Padahal, ‘tsu’ tidak sama dengan ‘tu’, ‘cu’, dan ‘su’. Kemudian huruf ‘shi’ malah dilafalkan ‘si’, padahal seharusnya pelafalannya mendekati ’syi’. Hal ini dikarenakan perbedaan sistem Phonology (sistem suara) dalam bahasa Jepang dengan bahasa Indonesia.

Setiap kata dalam bahasa Jepang memiliki aksen yang berbeda, terutama pada kata yang kata dan tulisannya sama, namun berbeda arti (homofon). Penggunaan aksen dalam bahasa Jepang sangat penting, sampai-sampai terdapat kamus-kamus khusus yang membahas mengenai aksen setiap kata dalam bahasa Jepang seperti situs accent.u-biq.org untuk digunakan para guru bahasa Jepang(dibuat oleh tim U-biq). Untuk beberapa kata yang pengucapannya sama namun artinya berbeda, hanya dengan mengetahui perbedaan aksen orang Jepang akan tahu bahwa kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda. Sedangkan aksen tidak ada di dalam bahasa Indonesia. Menurut Sudjianto dan Dahidi (2012, hlm.50) “Di dalam bahasa Indonesia tidak ada aksen, walaupun ada kata yang sama namun tidak ada perbedaan nada suaranya baik dalam tinggi rendah maupun kuat lemahnya suara.


(10)

3

Pengucapan kata bisa yang berarti ‘mampu’ atau ‘dapat’ sama dengan pengucapan kata bisa yang berarti ‘racun ular’.”

Kemudian, terdapat satu hal lagi yaitu intonasi. Saat seseorang berbicara pasti ada suatu maksud dari pembicaraan seseorang tersebut. Misal saat bertanya, biasanya seseorang cenderung menaikkan nada di akhir kalimat, sedangkan saat menyatakan, menjelaskan, menegaskan nada di akhir

kalimatnya cenderung menurun. “Pada umumnya intonasi muncul di akhir

kalimat untuk menyatakan keputusan, pertanyaan, maksud, rasa kagum atau

rasa heran, rasa kecewa, dan sebagainya.” (Kitahara di dalam Sudjianto &

Dahidi, 2012, hlm.52) Intonasi bahasa Indonesia dengan bahasa asing seperti bahasa Jepang tidak jauh berbeda, karena pada umumnya penggunaan intonasi berlaku secara universal, sehingga kalimat tanya nada di akhir kalimatnya cenderung menaik, kalimat perintah di akhir kalimat cenderung tegas dan nadanya menurun, begitu pula saat terkejut, terkagum-kagum dan sebagainya. Walaupun bahasa Jepang dirasa sulit, maraknya festival Jepang yang diadakan berbagai sekolah dan perguruan tinggi begitu pula komunitas di Indonesia merupakan fakta bahwa penggemar budaya Jepang sangat banyak. Hal ini searah dengan bertambahnya jumlah pembelajar bahasa Jepang di Indonesia yang kian meningkat. Berikut tabel perubahan jumlah pembelajar bahasa Jepang di Indonesia oleh Japan Foundation di dalam laporan tim investigasi PT.Oriental Konsultan (2014, hlm.2)

Gambar 1.1


(11)

4

Berkaca pada pengalaman peneliti, bahwa pembelajaran yang dilakukan karena tertarik akan sangat berpotensi membangkitkan gairah belajar peserta didik. Seperti yang dikatakan oleh Naim,

“Aktivitas apa pun, kalau dilaksanakan dengan penuh minat dan

kegembiraan, akan membawa hasil yang memuaskan. Demikian juga dengan belajar. Belajar yang dilakukan dengan penuh minat dan rasa suka akan membawa hasil yang jauh lebih baik dibandingkan dengan belajar

yang dilaksanakan karena terpaksa.” (Naim, 2011 hlm.93)

Salah satu pengalaman yang pernah dilalui oleh peneliti yaitu mengikuti kelas VAEX (Voice Acting Experience). VAEX adalah kelas kreatif yang merupakan gerakan inisiatif dari tempat kursus bahasa Jepang Aki No Sora (dikutip tanggal 8 Agustus 2015 dari situs web http://autumnskyid.com/VAEX-v-2/). Adapun kelas Guntai dalam studi kasus ini juga merupakan salah satu kelas di Aki No Sora. Kelas Guntai merupakan kelas yang diperuntukkan

kepada pembelajar tingkat dasar. “Di kelas Guntai, peserta didik akan

mempelajari bahasa Jepang yang sederhana dari level pemula dalam hal kosakata, tata bahasa, dan percakapan agar mereka dapat memahami bahasa Jepang pemula.“ (dikutip tanggal 7 Oktober 2015 dari situs http://autumnskyid.com/autumn-sky-v-02/).

Kembali ke kelas VAEX, di dalam kelas ini peserta didik memperoleh pengalaman belajar bahasa Jepang dengan kesempatan memperoleh pengalaman mengisi suara (voice acting) atau melakukan seiyuu karakter anime yang disukai peserta didik. Peserta didik dituntut dapat berbicara layaknya penutur asli bahasa Jepang, atau melakukan teknik seiyuu Jepang seperti seorang Seiyuu. Teknik belajar ini dapat dikatakan teknik belajar baru, karena peneliti belum pernah menemukan penelitian yang berkaitan dengan teknik seiyuu menggunakan anime.

Target pembelajaran utama teknik seiyuu ini bukan tata bahasa(bunpou) atau huruf Jepang seperti Kana, melainkan motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang. Bahkan bagi peserta didik yang sering menonton anime dan drama pun berbicara layaknya penutur asli bukanlah hal yang mudah. Seperti target pembelajaran yang telah dijelaskan sebelumnya,


(12)

5

diperoleh di kelas pembelajaran bahasa Jepang di sekolah. Teknik seiyuu berperan sebagai teknik pembelajaran baru yang digunakan oleh peserta didik. Diungkapkan Alwasilah (2009, hlm.14), yang memberikan alternatif pembelajaran CTL adalah “sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis dan siswa akan lebih memahami apabila mereka dapat mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman baru yang sudah mereka miliki. Apabila peserta didik dapat membuat keterkaitan yang bermakna, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif dan melakukan pekerjaan yang berarti untuk mencapai standar yang tinggi.” Apabila pembelajar mampu menggunakan teknik ini sebaik-baiknya sampai dapat berbicara layaknya penutur asli, peserta didik akan lebih termotivasi dalam belajar berbicara bahasa Jepang.

Selanjutnya dijelaskan oleh Alwasilah (2009, hlm.15) “Pentingnya peran pendidik sebagai sosok profesional yang dapat menunjukkan perilaku yang terkait dengan keinginan siswa belajar berbicara, dan sebagai pengarah sistem sosial di kelas yang berujung pada motivasi keinginan belajar berbicara siswa.” Teknik belajar baru seperti teknik seiyuu yang akan dijadikan teknik pembelajar tentu harus dikuasai oleh pengajar. Pentingnya peran pengajar dalam pembelajar diungkapkan oleh Holden sebagai berikut,

“The teacher also has a role in the discussion which normally follows each scene. He(the teacher) can probe and direct this discussion by asking certain question himself. The students should be encouraged to describe what they did, interpret what they saw or explain why they choose to do something particular way. This can lead to discussion of different ways of doing the excercise. “(Holden, 1981, hlm.14)

Pernyataan di atas dapat diartikan “Seorang guru juga memiliki peran dalam sebuah diskusi yang biasanya diperlukan pada saat-saat tertentu. Guru dapat menelusuri dan mengarahkan ke mana arah diskusi yang siswa lakukan dengan menanyakan beberapa hal kepada diri gurunya(karena guru juga berperan sebagai evaluator). Siswa harus bisa menggambarkan tindakan apa yang mereka lakukan, menjelaskan apa yang mereka lihat atau mendefinisikan mengapa mereka memilih melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Hal ini akan membimbing siswa pada sebuah diskusi yang dapat menjadi suatu


(13)

6

pelatihan yang berbeda.” Apabila kegiatan yang disarankan dijalankan, yaitu diskusi antar murid dan diarahkan oleh pengajar seperti yang telah diungkapkan oleh Holden di atas, maka peserta didik akan menunjukan motivasi keinginan belajar yang besar.

Mengingat bahwa dalam pembelajaran di dalam KTSP dan Kurikulum 2013, kompetensi pembelajar bahasa diarahkan ke dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan; membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan, semua aspek tersebut dapat diperoleh dengan teknik seiyuu. Dalam pelaksanaan teknik seiyuu, untuk dapat menguasai keempat aspek keterampilan tersebut, pertama, pembelajar memahami jalan cerita suatu anime. Kedua, memilih karakter yang suaranya disesuaikan dengan kesanggupan peserta didik dalam memilih karakter yang diinginkan. Apabila peserta didik bingung memilih karakter yang sesuai, pengajar akan membantu memilihkan karakter yang mendekati karakter suara peserta didik. Ketiga, peserta didik memahami cara berbicara karakter meliputi pelafalan, aksen dan intonasi secara sedikit demi sedikit. Peserta didik menyaksikan anime tersebut berulang-ulang, sehingga semakin memahami ekspresi karakter yang diperankan. Terakhir, peserta didik menyaksikan sambil menirukan karakter anime berulang-ulang sampai terbiasa. Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, peserta didik tidak hanya meningkatkan keinginan belajar berbicara, tetapi juga aspek keterampilan berbahasa lain.

Dengan pemikiran di atas peneliti memperkirakan bahwa berbagai aspek berbahasa khususnya aspek belajar berbicara, dapat mendukung pembelajaran secara maksimal. Dengan demikian, penulis mencoba mencari informasi mengenai teknik seiyuu yang sudah dijalankan oleh lembaga kursus Aki No Sora kepada kelas VAEX sebagai upaya motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang, dan menentukan judul ‘Seiyuu sebagai Upaya Memotivasi Keinginan Belajar Berbicara Bahasa Jepang (Studi Kasus kelas VAEX dan kelas Guntai Lembaga Kursus Bahasa Jepang Aki no Sora Bandung).


(14)

7

B. Rumusan Masalah Penelitian

1. Bagaimana pelaksanaan teknik seiyuu di kelas VAEX?

2. Bagaimana motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang pada kelas VAEX dan kelas Guntai?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk memperoleh informasi terkait maksud dari istilah seiyuu yang diadopsi dalam pembelajaran bahasa Jepang di kelas VAEX

2. Untuk memperoleh informasi mengenai motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang pada kelas VAEX dan kelas Guntai

D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan lebih khususnya dalam bidang bahasa Jepang, yakni teknik seiyuu sebagai teknik pembelajaran baru. Dengan kata lain, penelitian ini dapat bermanfaat untuk disiplin ilmu pendidikan. Penelitian ini juga dapat dijadikan salah satu metode pembelajaran baru bahasa Jepang guna memotivasi keinginan belajar berbicara pembelajar bahasa Jepang level dasar.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, Penelitian ini dapat bermanfaat bagi:

1. Bagi penulis, penelitian teknik seiyuu ini merupakan teknik pembelajaran yang terbilang baru yang dapat digunakan oleh pendidik bahasa Jepang dalam pembelajaran guna memotivasi keinginan peserta didik untuk belajar berbicara bahasa Jepang. 2. Bagi lembaga pendidikan, penelitian teknik seiyuu diharapkan

dapat memberikan kontribusi yang baik bagi lembaga kursus yang bersangkutan (Aki No Sora), maupun lembaga pendidikan lain yang terlibat dalam pembelajaran bahasa Jepang.

3. Bagi pembaca, diharapkan penelitian motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang ini dapat diteliti kembali dan


(15)

8

dikembangkan oleh peneliti yang memiliki minat yang kaitannya erat dengan motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang.

E. Sistematika Penulisan

Urutan Penelitian yang penulis susun diawali dengan Bab I pendahuluan berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian yakni rumusan masalah penelitian dan batasan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Kemudian dilanjutkan dengan Bab II yang berisi landasan teori yang terdiri dari subbab penjelasan istilah seiyuu, motivasi keinginan belajar, dan berbicara bahasa Jepang. Setelah landasan teori dilanjutkan dengan Bab III, yakni metode penelitian yang memuat mengenai pendekatan, desain penelitian, partisipan, sampel penelitian, tahapan penelitian, yakni angket dan wawancara, rancangan instrumen dan pengumpulan data, dan analisis data. Kemudian Bab IV pelaksanaan teknik seiyuu di kelas VAEX dan hasil analisis angket motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang untuk menjawab masalah pada rumusan masalah. Pembahasan terakhir yaitu Bab V yang berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi, agar para pembaca maupun peneliti lain yang berminat pada bidang yang serupa dengan penelitian ini dapat melakukan revisi apabila ada kekurangan atau melanjutkan penelitian ini.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dalam pengambilan data, pengolahan data dan analisis data. Menurut Narbuko dan Achmadi (2004, hlm.44),

“Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan

pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi. Ia juga bisa bersifat komperatif dan korelatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk pemecahan masalah secara sistematis dan faktual mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi.”

Berdasarkan pemaparan para ahli di atas mengenai penelitian deskriptif, metode ini merupakan metode yang dapat digunakan untuk meneliti kondisi sesuai faktanya seperti perilaku peserta didik, keaktifan peserta didik dalam keikutsertaannya dan latar belakang peserta didik terhadap bahasa Jepang, khususnya belajar berbicara. Oleh karena penelitian ini lebih difokuskan kepada motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang peserta didik, peneliti memutuskan untuk menggunakan metode penelitian deskriptif.

Menurut Sugiyono (2010, hlm. 31), “Rumusan masalah adalah pertanyaan penelitian yang disusun berdasarkan masalah yang harus dicarikan jawabannya

melalui pengumpulan data.” Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

bagaimana pelaksanaan teknik seiyuu di kelas VAEX dan bagaimana motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang pada kelas VAEX dan kelas Guntai.

B. Partisipan dan Sampel Penelitian

“Perlu diingat bahwa dalam penelitian, pemilihan sampel bukan saja

diterapkan pada manusia sebagai responden, melainkan juga pada latar (setting), kejadian dan proses”(Alwasilah, 2002, hlm.145). Penentuan sampel penelitian ini


(17)

19

ditentukan dengan teknik random sampling. “Teknik random sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama kepada populasi untuk dijadikan sampel.”(Darmawan, 2013, hlm.146) Peneliti memilih teknik random sampling atas dasar kemudahan komunikasi peserta didik kelas VAEX dan kelas Guntai dan populasi yang relatif homogen (level bahasa Jepang seluruh sampel rata-rata level dasar). Sampelnya yaitu kelas VAEX sebanyak 9 orang dan kelas Guntai sebanyak 9 orang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang pada peserta didik kelas VAEX dan kelas Guntai. Pembelajaran VAEX(Voice Acting Experience) memiliki tujuan agar peserta didik dapat merasakan pengalaman menjadi seorang seiyuu sambil belajar berbicara berbahasa Jepang, sehingga peserta didik diharapkan dapat berbicara layaknya penutur asli. Berbeda dengan kelas Guntai yang tidak menggunakan teknik seiyuu pada pembelajarannya. Untuk itu diperlukan peserta didik yang telah benar-benar siap untuk mengikuti penelitian ini.

C. Tahapan Penelitian

1. Pertama peneliti mencari informasi mengenai maksud istilah seiyuu dan teori –teori motivasi dan belajar, kemudian menjelaskan motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang

2. Kemudian melakukan pengamatan dan memberikan angket kepada peserta didik kelas VAEX dan kelas Guntai untuk memperoleh informasi motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang

3. Melakukan wawancara kepada peserta didik untuk memperoleh informasi lebih apabila terjadi ketidaksesuaian dalam pengisian angket atau penguat data angket apabila diperlukan

4. Setelah semua data terkumpul, peneliti mengolah data, menganalisis data, menyampaikan dan menyimpulkan.


(18)

20

D. Rancangan Instrumen dan Pengumpulan Data 1. Pengamatan

Menurut Riduwan (Riduwan, 2013, hlm.30),Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat

kegiatan yang dilakukan.” Obsrvasi dilakukan untuk mengungkap

pelaksanaan teknik seiyuu di kelas VAEX. Selain itu, pengamatan juga dilakukan untuk memberikan gambaran secara detail tentang pelaksanaan teknik seiyuu disertai dokumentasi yang dilaksanakan oleh pihak lembaga kursus Aki No Sora.

2. Angket

Menurut Riduwan (2013, hlm.25-26) “Angket adalah daftar pernyataan yang diberikan kepada orang lain bersedia memberikan respons (responden) sesuai dengan permintaan pengguna. Tujuan penyebaran angket ialah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dan responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyatan dalam pengisian daftar pertanyaan.”

Tahap ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang pada peserta didik kelas VAEX dan kelas Guntai. Berikut tabel kisi-kisi angket.

Tabel 3.1

Tabel Kisi-kisi Angket

Kriteria Variabel Jumlah Soal Nomor dalam Angket

Latar belakang mempelajari bahasa Jepang

1 1 dan 2

Frekuensi masuk kelas 1 3

Kefasihan responden berbicara bahasa Jepang


(19)

21

Minat peserta didik terhadap pembelajaran berbicara

4 4, 8, 10 dan 11

bahasa Jepang

Frekuensi penggunaan bahasa Jepang dalam sehari-hari

4 6,7,8 dan 9

Cara mudah belajar berbicara bahasa Jepang

1 14

Angket yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan angket terbuka dan angket tertutup. Seperti yang dijelaskan oleh Riduwan (2013, hlm.

26-27) “Angket terbuka (angket tidak berstruktur) ialah angket yang disajikan

dalam bentuk sederhana sehingga responden dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak dan keadaannya. Sedangkan, angket tertutup (angket berstruktur) adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan cara memberikan tanda silang atau tanda checklist.

Berdasarkan skala sikap dalam peneltian, pertanyaan angket nomor 5 dan 10 menggunakan skala Guttman yang merupakan skala kumulatif. “Skala Guttman merupakan skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten.”(Riduwan, 2013, hlm. 16)

Pertanyaan angket nomor 3, 6, 8, 9, dan 11 menggunakan skala Likert. “Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial.”(Riduwan, 2013, hlm.12)

Pertanyaan nomor 1, 2, 4, 7, 12, 13, dan 14 walaupun pertanyaan ini jawabannya berupa multiple choices, pertanyaan ini merupakan angket terbuka, karena didalam pilihannya peneliti menentukan tiga pilihan tertutup


(20)

22

sesuai dengan faktanya atau sikap yang responden rasakan. Responden juga diberi kebebasan memilih satu atau lebih dari multiple choices dalam menjawab pertanyaan tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Riduwan (2013,

hlm. 26), “Keuntungan angket terbuka bagi responden : dapat mengisi sesuai

dengan keinginan yang sesuai dengan keadaan yang dialaminya; bagi peneliti : mendapat data yang bervariasi, bukan hanya yang sudah disajikan karena sudah diasumsikan oleh peneliti.”

Wawancara dilakukan agar peneliti dapat memperoleh kedetailan informasi terkait motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang. Seperti yang diungkapkan oleh Alwasilah (2009, hlm.154), “Interviu dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak mungkin diperoleh lewat observasi. Untuk mengetahui proses kreatif penulisan fiksi, misalnya, sejumlah penulis fiksi diinterviu secara mendalam, karena proses kreatif lebih merupakan proses kejiwaan yang tidak nampak sehingga sulit untuk diobservasi.” Dalam pelaksanaannya, peneliti menggunakan wawancara bebas yang merupakan tanya jawab bebas antara pewawancara dan responden, tetapi pewawancara menggunakan tujuan penelitian sebagai pedoman. Kebaikan wawancara ini adalah responden tidak menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang diwawancarai. (Riduwan, 2013, hlm. 30)

E. Analisis Data

Dalam menganalisis data, peneliti menyampaikan hasil analisis data yang diperoleh dari pengamatan dan penyebaran angket. Dalam angket ini, peneliti menggunakan skala Guttman dan skala Likert. Hasil dari angket yang menggunakan skala Guttman akan dijabarkan secara langsung karena hanya terdiri dari dua pertanyaan yang tegas, misal: “yakin- tidak yakin” atau “ya-

tidak”.(Riduwan, 2013, hlm.16)

Sedangkan hasil dari angket dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(21)

23

Keterangan :

P : presentasi jawaban f : frekuensi setiap jawaban N : jumlah responden

100% : presentasi frekuensi dari setiap jawaban responden

Presentase kelompok responden akan ditafsirkan seperti berikut dan dibandingkan antara kelas VAEX dengan kelas Guntai:

Tabel 3.2

Penafsiran Hasil Presentasese Angket

Interval Presentase Interprestasi

0% Tidak seorang pun

1%-5% Hampir tidak ada

6%-25% Sebagian kecil

26%-49% Hampir setengahnya

50% Setengahnya

51%-75% Lebih dari setengahnya

76%-95% Sebagian besar

96%-99% Hampir seluruhnya

100% Seluruhnya


(22)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A Chaedar.(2009).Pokoknya Kualitatif.Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Asih, Nur S F.(2007).Efektivitas Penggunaan Metode Oral Drill untuk Latihan

Kemampuan Berbicara bahasa Jepang di Kelas Dasar. Jakarta.

Basrowi dan Suwandi.(2008).Memahami Penelitian Kualitatif.Jakarta: PT Rineka Cipta.

Dahidi, Ahmad.(2008).Kajian Terhadap Pengejawantahan Pendekatan Komunikatif dalam Keterampilan Berbicara Bahasa Jepang.Bandung. Darmawan, Deni.(2013).Metode Penelitian Kuantitatif.Bandung: PT Remaja

Rosdakarya Offset.

Houston, John P.(1985).Motivation.Canada: Macmillan Publishing Company. Meece, Pintrich, dan Schunk.(2010).Motivation in Education.New Jersey: Pearson

Education, Inc., Upper Saddle River.

Naim, Ngainun.2011.Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan.Jogjakarta:Az-Ruzz Media.

Narbuko, Cholid & Achmadi,Abu.(2004).Metodologi Penelitian.Jakarta:PT.Bumi Aksara.

Nuraini, Siti.(2014). Pengaruh Konteks Kalimat Terhadap Memperkirakan Makna Kanji Yang Tidak Diketahui.(Skripsi).Sekolah Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Prasetyo, Bambang.(2010).Metode Penelitian Kuantitatif.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada

Putri, Ghyna A.(2013).Model Pembelajaran Keterampilan Berbicara pada Pembelajar Bahasa Jepang Tingkat Dasar dengan Menggunakan DVD Erin Ga Chousen! Nihongo Dekimasu.(Skripsi).Sekolah Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Purwanto.(2010).Metodologi Penelitian Kuantitatif.Yogyakarta:Pustaka Pelajar Riduwan.(2013).Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian.Bandung:

ALFABETA

Sardiman.(2004).Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Sudjianto&Dahidi, Ahmad.(2012).Pengantar Linguistik Bahasa Jepang.Jakarta:Kesaint Blanc


(23)

71

Akane, Tokunaga.(2009). 多文化共生社会 期待さ 母語話者の日本語運用力

- 研究 の動 向 今後 の課 題に つい .(Jurnal).Diakses dari : https://www.kandagaigo.ac.jp/kuis/about/bulletin/en/021/pdf/006.pdf(17 Oktober 2015)

Ermawan, Mikhael Ari.(2012).Keterampilan Berbahasa:Aspek Berbicara.Diakses dari: :http://ariermawan.blogspot.com/2012/09/keterampilan-berbicara.html(22 Januari 2015)

James Educenter Bogor.(2015).Mengapa Berbahasa Inggris Sulit Bagi Sebagian Orang.Diakses dari: http://www.jeducenter.com/wmview.php?ArtID=7 (1 Juli 2015)

Kusuma, Jan.(2012).Pemahaman Terhadap Lafal, Tekanan, dan Jeda.Diakses dari : http://bahasaindonesiayh.blogspot.com/2012/06/pemahaman-terhadap-lafal-tekanan.html (29 Juni 2015)

Masruroh, Jazilatul.(2011).Apa Sih Syntax itu?.Diakses dari: http://www.englishindo.com/2011/01/apa-sih-syntax-itu.html (29 Juni 2015)

Sangjaya, Sabri.(2012).Sejarah Anime dan Masuknya Anime ke Indonesia.Diakses dari : http://pakdhegirang.blogspot.com/2012/12/sejarah-anime-dan-masuknya-anime-ke.html (8 Juli 2015)

Suarez, Philip.(2008).The Pronounciation of the Aspirated Consonants p, t, k in English by Native Speakrs ofSpanish and French.Diakses dari : http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.426.1563&rep= rep1&type=pdf (8 Juli 2015) Miami: Florida International University. (research)

Tim Investigasi PT. Oriental Konsultan.(2014).インドネシアにおけ 日本語教育 分野草の根文化無償資金協力の案件形成 等.Diakses dari : http://www.mofa.go.jp/mofaj/files/000038954.pdf (19 Oktober 2015) Trys, Sutisna.(2014).Pengertian Pendekatan, Metode, Teknik, Model, dan Strategi

Pembelajaran. Diakses dari :

https://trys99.wordpress.com/2014/03/28/pengertian-pendekatan-metode-teknik-model-dan-strategi-pembelajaran/ (28 September 2015)

Wikipedia.(2105).Voice Acting in Japan.Diakses dari :

https://en.wikipedia.org/wiki/Voice_acting_in_Japan (9 Juli 2015)

Wikipedia.(2015). 声 優 . Diakses dari :

https://ja.wikipedia.org/wiki/%E5%A3%B0%E5%84%AA (17 Oktober 2015)


(1)

D. Rancangan Instrumen dan Pengumpulan Data 1. Pengamatan

Menurut Riduwan (Riduwan, 2013, hlm.30),Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat

kegiatan yang dilakukan.” Obsrvasi dilakukan untuk mengungkap pelaksanaan teknik seiyuu di kelas VAEX. Selain itu, pengamatan juga dilakukan untuk memberikan gambaran secara detail tentang pelaksanaan teknik seiyuu disertai dokumentasi yang dilaksanakan oleh pihak lembaga kursus Aki No Sora.

2. Angket

Menurut Riduwan (2013, hlm.25-26) “Angket adalah daftar pernyataan yang diberikan kepada orang lain bersedia memberikan respons (responden) sesuai dengan permintaan pengguna. Tujuan penyebaran angket ialah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dan responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan

kenyatan dalam pengisian daftar pertanyaan.”

Tahap ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang pada peserta didik kelas VAEX dan kelas Guntai. Berikut tabel kisi-kisi angket.

Tabel 3.1

Tabel Kisi-kisi Angket

Kriteria Variabel Jumlah Soal Nomor dalam Angket Latar belakang mempelajari

bahasa Jepang

1 1 dan 2

Frekuensi masuk kelas 1 3

Kefasihan responden berbicara bahasa Jepang


(2)

21

Minat peserta didik terhadap pembelajaran berbicara

4 4, 8, 10 dan 11

bahasa Jepang

Frekuensi penggunaan bahasa Jepang dalam sehari-hari

4 6,7,8 dan 9

Cara mudah belajar berbicara bahasa Jepang

1 14

Angket yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan angket terbuka dan angket tertutup. Seperti yang dijelaskan oleh Riduwan (2013, hlm. 26-27) “Angket terbuka (angket tidak berstruktur) ialah angket yang disajikan dalam bentuk sederhana sehingga responden dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak dan keadaannya. Sedangkan, angket tertutup (angket berstruktur) adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan cara memberikan tanda silang atau tanda checklist.

Berdasarkan skala sikap dalam peneltian, pertanyaan angket nomor 5 dan 10 menggunakan skala Guttman yang merupakan skala kumulatif. “Skala Guttman merupakan skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten.”(Riduwan, 2013, hlm. 16)

Pertanyaan angket nomor 3, 6, 8, 9, dan 11 menggunakan skala Likert.

“Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial.”(Riduwan, 2013, hlm.12)

Pertanyaan nomor 1, 2, 4, 7, 12, 13, dan 14 walaupun pertanyaan ini jawabannya berupa multiple choices, pertanyaan ini merupakan angket terbuka, karena didalam pilihannya peneliti menentukan tiga pilihan tertutup dan satu pilihan tebuka yang memberikan kebebasan responden mengisi


(3)

sesuai dengan faktanya atau sikap yang responden rasakan. Responden juga diberi kebebasan memilih satu atau lebih dari multiple choices dalam menjawab pertanyaan tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Riduwan (2013,

hlm. 26), “Keuntungan angket terbuka bagi responden : dapat mengisi sesuai dengan keinginan yang sesuai dengan keadaan yang dialaminya; bagi peneliti : mendapat data yang bervariasi, bukan hanya yang sudah disajikan

karena sudah diasumsikan oleh peneliti.”

Wawancara dilakukan agar peneliti dapat memperoleh kedetailan informasi terkait motivasi keinginan belajar berbicara bahasa Jepang. Seperti

yang diungkapkan oleh Alwasilah (2009, hlm.154), “Interviu dapat digunakan

untuk mengumpulkan informasi yang tidak mungkin diperoleh lewat observasi. Untuk mengetahui proses kreatif penulisan fiksi, misalnya, sejumlah penulis fiksi diinterviu secara mendalam, karena proses kreatif lebih merupakan proses kejiwaan yang tidak nampak sehingga sulit untuk

diobservasi.” Dalam pelaksanaannya, peneliti menggunakan wawancara bebas

yang merupakan tanya jawab bebas antara pewawancara dan responden, tetapi pewawancara menggunakan tujuan penelitian sebagai pedoman. Kebaikan wawancara ini adalah responden tidak menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang diwawancarai. (Riduwan, 2013, hlm. 30)

E. Analisis Data

Dalam menganalisis data, peneliti menyampaikan hasil analisis data yang diperoleh dari pengamatan dan penyebaran angket. Dalam angket ini, peneliti menggunakan skala Guttman dan skala Likert. Hasil dari angket yang menggunakan skala Guttman akan dijabarkan secara langsung karena hanya terdiri dari dua pertanyaan yang tegas, misal: “yakin- tidak yakin” atau “ya-

tidak”.(Riduwan, 2013, hlm.16)

Sedangkan hasil dari angket dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(4)

23

Keterangan :

P : presentasi jawaban f : frekuensi setiap jawaban N : jumlah responden

100% : presentasi frekuensi dari setiap jawaban responden

Presentase kelompok responden akan ditafsirkan seperti berikut dan dibandingkan antara kelas VAEX dengan kelas Guntai:

Tabel 3.2

Penafsiran Hasil Presentasese Angket

Interval Presentase Interprestasi

0% Tidak seorang pun

1%-5% Hampir tidak ada

6%-25% Sebagian kecil

26%-49% Hampir setengahnya

50% Setengahnya

51%-75% Lebih dari setengahnya

76%-95% Sebagian besar

96%-99% Hampir seluruhnya

100% Seluruhnya


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A Chaedar.(2009).Pokoknya Kualitatif.Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Asih, Nur S F.(2007).Efektivitas Penggunaan Metode Oral Drill untuk Latihan

Kemampuan Berbicara bahasa Jepang di Kelas Dasar. Jakarta.

Basrowi dan Suwandi.(2008).Memahami Penelitian Kualitatif.Jakarta: PT Rineka Cipta.

Dahidi, Ahmad.(2008).Kajian Terhadap Pengejawantahan Pendekatan Komunikatif dalam Keterampilan Berbicara Bahasa Jepang.Bandung. Darmawan, Deni.(2013).Metode Penelitian Kuantitatif.Bandung: PT Remaja

Rosdakarya Offset.

Houston, John P.(1985).Motivation.Canada: Macmillan Publishing Company. Meece, Pintrich, dan Schunk.(2010).Motivation in Education.New Jersey: Pearson

Education, Inc., Upper Saddle River.

Naim, Ngainun.2011.Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan.Jogjakarta:Az-Ruzz Media.

Narbuko, Cholid & Achmadi,Abu.(2004).Metodologi Penelitian.Jakarta:PT.Bumi Aksara.

Nuraini, Siti.(2014). Pengaruh Konteks Kalimat Terhadap Memperkirakan Makna Kanji Yang Tidak Diketahui.(Skripsi).Sekolah Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Prasetyo, Bambang.(2010).Metode Penelitian Kuantitatif.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada

Putri, Ghyna A.(2013).Model Pembelajaran Keterampilan Berbicara pada Pembelajar Bahasa Jepang Tingkat Dasar dengan Menggunakan DVD Erin Ga Chousen! Nihongo Dekimasu.(Skripsi).Sekolah Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Purwanto.(2010).Metodologi Penelitian Kuantitatif.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Riduwan.(2013).Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian.Bandung: ALFABETA

Sardiman.(2004).Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Sudjianto&Dahidi, Ahmad.(2012).Pengantar Linguistik Bahasa Jepang.Jakarta:Kesaint Blanc


(6)

71

Akane, Tokunaga.(2009). 多文化共生社会 期待さ 母語話者の日本語運用力 - 研究 の動 向 今後 の課 題に つい .(Jurnal).Diakses dari : https://www.kandagaigo.ac.jp/kuis/about/bulletin/en/021/pdf/006.pdf(17 Oktober 2015)

Ermawan, Mikhael Ari.(2012).Keterampilan Berbahasa:Aspek Berbicara.Diakses dari: :http://ariermawan.blogspot.com/2012/09/keterampilan-berbicara.html(22 Januari 2015)

James Educenter Bogor.(2015).Mengapa Berbahasa Inggris Sulit Bagi Sebagian Orang.Diakses dari: http://www.jeducenter.com/wmview.php?ArtID=7 (1 Juli 2015)

Kusuma, Jan.(2012).Pemahaman Terhadap Lafal, Tekanan, dan Jeda.Diakses dari : http://bahasaindonesiayh.blogspot.com/2012/06/pemahaman-terhadap-lafal-tekanan.html (29 Juni 2015)

Masruroh, Jazilatul.(2011).Apa Sih Syntax itu?.Diakses dari: http://www.englishindo.com/2011/01/apa-sih-syntax-itu.html (29 Juni 2015)

Sangjaya, Sabri.(2012).Sejarah Anime dan Masuknya Anime ke Indonesia.Diakses dari : http://pakdhegirang.blogspot.com/2012/12/sejarah-anime-dan-masuknya-anime-ke.html (8 Juli 2015)

Suarez, Philip.(2008).The Pronounciation of the Aspirated Consonants p, t, k in English by Native Speakrs ofSpanish and French.Diakses dari : http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.426.1563&rep= rep1&type=pdf (8 Juli 2015) Miami: Florida International University. (research)

Tim Investigasi PT. Oriental Konsultan.(2014).インドネシアにおけ 日本語教育 分野草の根文化無償資金協力の案件形成 等.Diakses dari : http://www.mofa.go.jp/mofaj/files/000038954.pdf (19 Oktober 2015) Trys, Sutisna.(2014).Pengertian Pendekatan, Metode, Teknik, Model, dan Strategi

Pembelajaran. Diakses dari :

https://trys99.wordpress.com/2014/03/28/pengertian-pendekatan-metode-teknik-model-dan-strategi-pembelajaran/ (28 September 2015)

Wikipedia.(2105).Voice Acting in Japan.Diakses dari : https://en.wikipedia.org/wiki/Voice_acting_in_Japan (9 Juli 2015)

Wikipedia.(2015). 声 優 . Diakses dari :

https://ja.wikipedia.org/wiki/%E5%A3%B0%E5%84%AA (17 Oktober 2015)