PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK STORY TELLING TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA JEPANG.

(1)

(Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas XI IPA2 SMA Pasundan 3 Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Jepang

Oleh :

Teti Rohaeti NIM 1002721

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

Story Telling terhadap Keterampilan

Berbicara Bahasa Jepang

Oleh Teti Rohaeti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Teti Rohaeti 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

xiii Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK BAHASA INDONESIA ABSTRAK BAHASA JEPANG SINOPSIS BAHASA JEPANG

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Identifikasi Masalah Penelitian... 4

C. Rumusan Masalah Penelitian... 5

D. Tujuan Penelitian... 5

E. Manfaat/ Signifikansi Penelitian... 6

F. Struktur Organisasi Skripsi... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Pustaka... 8

1. Belajar dan Pembelajaran Bahasa Jepang... 8

a. Belajar Bahasa Jepang... 10

b. Mengajar Bahasa Jepang... 11

c. Pembelajaran Bahasa Jepang... 12

2. Pembelajaran Kooperatif... 13


(5)

xiv Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

d. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif... 18

e. Metode dan Teknik Pembelajaran Kooperatif... 19

3. Berbicara... 22

a. Konsep Berbicara... 22

b. Tujuan Berbicara... 26

c. Faktor-faktor Penghambat Kegiatan Berbicara ... 27

d. Penilaian Kegiatan Berbicara... 28

4. Story Telling atau Bercerita... 29

a. Story Telling atau Bercerita... 29

b. Kelebihan dan Kekurangan Story Telling atau Bercerita... 32

c. Prosedur Peaksanaan Story Telling atau Bercerita ... 34

5. Penelitian Terdahulu... 35

B. Kerangka Pemikiran... 36

C. Hipotesis Penelitian... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian... 38

B. Desain Penelitian... 39

C. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian... 40

D. Variabel Penelitian... 40

E. Definisi Operasional... 41

1. Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik Story Telling... 41

2. Keterampilan Berbicara Bahasa Jepang... 41

F. Instrumen Penelitian... 42

1. Tes... 42

2. Non-tes... 45

G. Pengembangan Instrumen Penelitian... 47

H. Teknik Pengumpulan Data... 47


(6)

xv Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Analisis Data Tes... 56 2. Analisis Data Angket... 60 B. Pembahasan... 71 BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan... 76 B. Rekomendasi...,... 78 DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN


(7)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

TETI ROHAETI

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

tetirohaeti53@yahoo.com Abstrak

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK STORY TELLING TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA JEPANG

Keterampilan berbicara sebagai salah satu komponen yang penting untuk membangun keterampilan berbahasa yang baik. Akan tetapi, pada kenyataannya untuk mengembangkan keterampilan berbicara itu sendiri bukanlah hal yang mudah. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan banyaknya latihan berbicara itu sendiri. Namun pada kenyataanya pembelajar bahasa Jepang sering merasa kesulitan mendapatkan kesempatan untuk berlatih berbicara dalam bahasa Jepang. Bahkan di dalam proses belajar mengajar di kelas pun pembelajar jarang mendapat kesempatan dan motivasi untuk mengembangkan keterampilan berbicara bahasa Jepangnya. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk menerapkan pembelajaran kooperatif teknik story telling dalam pembelajaran bahasa Jepang untuk meningkatkan keterampilan berbicara.

Penelitian ini bertujuan untuk mencari perbedaan yang signifikan antara keterampilan berbicara bahasa Jepang pembelajar yang menjadi sampel penelitian sebelum dan sesudah melaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story telling dalam pembelajaran bahasa Jepang. Yaitu dengan menganalisis data hasil pretest dan postest yang telah dilaksanakan oleh sampel penelitian. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mencari tahu pendapat siswa tentang pembeajaran kooperatif teknik story telling dalam meningkatkan keterampilan Bahasa Jepang.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen semu atau

quasi eksperiment dengan menggunakan One Group Pretest – Postest Design. Adapun

pembelajar bahasa Jepang yang menjadi sampel penelitian ini adalah 16 orang siswa kelas XI SMA Pasundan 3 Bandung.

Dari hasil anailisis didapatkan nilai t-hitung 3,18, t-tabel 2,13 dan 2,95. Degan kata lain, t-hitung > t-tabel yang berarti ada perbedaan yang signifikan terhadap keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa atara sebelum dan sesudah dilaksanakannya pembelajaran kooperatif teknik story telling dalam pembelajaran bahasa Jepang.Adapun dari hasil analisis data angket yang dikumpulkan dari responden dapat disimpukan bahwa lebih dari setengahnya responden menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif teknik story telling ini menarik dan sangat memberikan lebih banyak kesempatan untuk berbicara dalam bahasa Jepang.


(8)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Abstract

COOPERATIVE LEARNING THROUGH STORY TELLING TECHNIQUES IN IMPROVING JAPANESE SPEAKING ABILITY

Speaking ability has been viewed as one of the most important aspects to build a comprehensive communicative ability. But in fact, developing speaking ability itself is not an easy thing to do. One of the solution for the problem mentioned before is by doing speaking practice as much as possible. However, the Japanese language learners are hardly to get sufficient opportunities to practice speaking in Japanese language itself. It is also found that even in the classroom environment the students are quite hard to get adequate chance and motivations to develop their speaking ability. Therefore, this study try to employ the cooperative learning through story telling technique to develope speaking ability in Japanese language.

This study is aimed to find out the significant differences between the Japanese speaking ability of the students participant before and after conducting the cooperative learning through story telling technique in leaning the Japanese language. The purpose of the study could be achieved through analyzing the results of the pretest and posttest has been conducted before. In the other hand, this study is also aimed to find out students’s opinion about cooperative learning through story telling technique in improving their Japanese speaking abiity.

The research method used in this study was quasi eksperimental one group pretest-postest design. As for Japanese language learners who were the samples of this study were 16 students of level 2 SMA Pasundan 3 Bandung.

The results of the analysis shows that the score is 3,18 and table is 2,13. score > t-table which means that there were significant differences between the speaking ability of the students before and after conducting the cooperative learning through story telling technique in the learning process. In addition, the result of the data analysis of the questionnaire which has been collected from the respondent shows that more than half of the respondents stated that the cooperative learning through story telling technique is interesting and could provide sufficient opportunities for the students to speak in the target language (Japanese).


(9)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Keterampilan bahasa fungsional digambarkan dengan mengacu pada keterampilan performansi dan perilaku tertentu dalam modalitas-modalitas bahasa yakni mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis (Ghazali, 2010: 60).

Keterampilan berbicara sebagai salah satu dari modalitas-modaitas tersebut merupakan hal yang akan diteliti dalam penelitian ini. Pada kenyataannya keterampilan berbicara ini tidak serta merta dapat berkembang dalam diri setiap orang, dan bukan juga keterampilan yang dapat diwariskan, walaupun pada dasarnya setiap orang mampu berbicara. Contohnya banyak orang yang seringkali memiliki gagasan atau ide yang baik, namun karena keterbatasan keterampilan berbicara yang dimiliki, gagasan yang baik tersebut tidak dapat tersampaikan pada lawan bicara dengan baik. Atau sebaliknya, ada orang yang keterampilan bicaranya baik, seringkali mampu menyampaikan gagasan yang sangat sederhana pada lawan bicaranya dengan baik dan sangat menarik.

Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Arsjad (1988: 1) bahwa dari kenyataan berbahasa, seseorang lebih banyak berkomunikasi secara lisan dibandingkan dengan cara lain. Lebih dari separuh waktu kita digunakan untuk berbicara dan mendengarkan, dan selebihnya barulah untuk menulis dan membaca.

Arsjad (1988: 1) juga mengungkapkan bahwa, sebagai anggota masyarakat, secara alamiah seseorang mampu berbicara. Namun, dalam situasi formal sering timbul rasa gugup, sehingga gagasan yang dikemukakan menjadi tidak teratur. Bahkan ada yang sampai tidak berani berbicara. Anggapan bahwa setiap orang dengan sendirinya dapat berbicara telah menyebabkan pembinaan kemampuan berbicara sering diabaikan.

Sebagai pembelajar bahasa asing, seringkali para pelajar bahasa Jepang pun mengalami banyak kesulitan, diantanya adalah masalah keterampilan berbicara.


(10)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Jangankan dalam situasi formal, hanya untuk sekedar berbicara hal-hal sederhana yang menggunakan kosakata maupun tata bahasa yang sudah dipelajarinya saja, masih banyak yang mengalami kesulitan.

Seringkali ditemukan siswa bahasa Jepang yang terbentur masalah keterampilan berbicara ini ketika hendak bertanya maupun mengemukakan gagasannya kepada orang lain dalam bahasa Jepang. Tidak jarang pula ditemukan pelajar yang tidak mau berbicara dengan native speaker asli orang jepang, walaupun sekedar kata sapaan atau kalimat-kalimat sederhana yang sudah dipelajarinya. Penyebabnya diantaranya adalah tidak adanya keberanian dan kepercayaan diri dalam menggunakan bahasa Jepang karena takut melakukan kesalahan dalam mengucapkan kosakata maupun tata bahasa yang sudah dipelajarinya, yang memang pada umumnya banyak memiliki perbedaan dengan bahasa ibu pembelajar.

Selain itu, sulit menemukan orang yang bertutur bahasa Jepang selain orang Jepangnya sendiri atau orang yang mempelajari bahasa Jepang saja. Oleh karena itu, kesempatan para pembelajar bahasa Jepang untuk mengembangkan keterampilan berbicara langsung lewat percakapan menjadi sedikit karena kurangnya waktu untuk berlatih berbicara.

Dari alasan di atas, para pembelajar bahasa Jepang kurang terbiasa mengucapkan kata-kata atau berbicara dengan menggunakan bahasa jepang sehingga tidak ada kepercayaan dalam dirinya untuk mengemukakan kata-kata maupun kalimat dalam bahasa Jepang.

Selain itu juga, pembelajaran bahasa Jepang di dalam kelas saat ini masih banyak yang menggunakan metode pembelajaran yang kurang memberi kesempatan siswa untuk aktif dalam mengembangkan keterampilan berbicara bahasa Jepangnya, dengan kata lain kurang memberikan kesempatan dan latihan kepada siswa untuk berbicara di dalam kelas. Selain itu, metode maupun pengajar sendiri kurang memberikan motivasi pada pembelajar untuk mengembangkan kemampuan berbicaranya.

Seperti yang dikatakan oleh Stubbs (dalam Ghazali 2010: 2) bahwa dalam banyak situasi kelas, interaksi verbal antara guru dan siswa digambarkan sebagai


(11)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bentuk komunikasi yang sangat terbatas sekali, siswa berperan pasif, tidak pernah memulai diskusi dan biasanya berbicara hanya bila disapa oleh guru.

Morelent (2012: 5) mengatakan bahwa pengajaran berbicara dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Cara mana yang baik dan tepat bergantung kepada situasi dan tujuan pengajaran. Salah satu cara mengajarkan berbicara tersebut adalah dengan bercerita.

Dalam penelitian ini akan mencoba melaksanakan eksperimen berupa pembelajaran kooperatif, yang diwujudkan dengan teknik story telling atau bercerita dalam pembelajaran bahasa Jepang.

Dari hasil meta-analisis Johnson dan beberapa rekannya terhadap 122 studi yang meneliti pengaruh-pengaruh pembelajaran kooperatif, kompetitif dan individualistik terhadap prestasi belajar siswa, didapatkan hasil yang menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memberikan pencapaian dan produktivitas yang lebih tinggi. Selain itu juga ternyata pembelajaran kooperatif lebih diminati oleh siswa-siswa yang heterogen, siswa-siswa yang berasal dari kelompok etnik yang berbeda, baik yang cacat maupun yang noncacat (Huda, 2011: 13).

Dari hasil penelitian di atas, pembelajaran kooperatif adalah salah satu metode pembelajaran yang mampu meningkatkan peran aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas, khususnya pembelajaran kooperatif ini akan lebih banyak memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan keterampilan berbicaranya.

Adapun teknik story telling adalah suatu cara untuk memberikan anak kesempatan untuk dapat berbicara dalam bahasa Jepang. Selain itu, teknik story

telling ini adalah teknik yang dapat melatih keempat keterampilan bahasa,

khususnya keterampilan berbicara. Karena secara tidak langsung dalam pelaksanaan teknik ini akan sangat membantu jika didahului oleh kegiatan mendengarkan, membaca, maupun menulis point-point tertentu untuk story telling atau kegiatan bercerita dilaksanakan.

Keterampilan berbicara yang baik memerlukan pengarahan dan bimbingan yang efektif. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk melaksanakan


(12)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembelajaran kooperatif teknik story telling atau teknik bercerita/ mendongeng terhadap keterampilan berbicara Bahasa Jepang.

Penelitian yang berjudul Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling

terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa Jepang ini diharapkan mampu melatih

dan membiasakan agar keterampilan berbicara dan kepercayaan diri para pelajar bahasa Jepang untuk bekomunikasi dalam bahasa Jepang menjadi lebih baik.

B.Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi identifikasi masalah adalah bagaimana cara untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jepang pembelajar, khususnya pembelajar bahasa Jepang di kelas XI IPA 2 SMA Pasundan 3 Bandung. Sebelum mencari dan melaksanakan cara tertentu dalam proses pembelajaran bahasa Jepang di kelas, tentunya harus mengetahui terebih dulu penyebab dan kendala/ hambatan yang dialami pembelajar dalam berbicara bahasa Jepang, serta mengetahui dulu kemampuan bahasa Jepang yang dimiliki siswa

Penyebab dan kendala yang dialami pembelajar, diantaranya yaitu proses pembelajaran yang kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk dapat berlatih berbicara bahasa Jepang di kelas. Sehingga siswa kurang terbiasa dalam mengungkapakan sesuatu dalam bahasa Jepang sekalipun itu adalah kata atau ungkapan sederhana yang telah dipelajarinya.

Setelah mengetahui penyebab dan hambatan, maka harus memilih proses pembelajaran yang dianggap tepat. Diantaranya adalah proses pembelajaran kooperatif dengan teknik story teling. Dimana pembelajaran kooperatif akan lebih memberikan banyak kesempatan siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan teknik

story telling sendiri akan banyak memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk

berlatih berbicara dalam bahasa Jepang.

Setelah proses pembelajaran yang dianggap tepat tersebut dilaksanakan, maka perlu untuk mengetahui kembali keterampian berbicara bahasa Jepang pembelajar.


(13)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dengan membandingkan keterampilan bahasa Jepang pembelajar sebelum dan sesudah pelaksanaan proses pembelajaran yang dimaksud, maka akan diketahui apakah hasilnya signifikan atau tidak, serta akan berdampak pada kesimpulan apakah anggapan dan hipotesis yang mengatakan bahwa proses pembelajaran yang dimaksud dapat meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jepang atau tidak.

C.Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis utarakan di atas, penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana keterampilan berbicara Bahasa Jepang siswa sebelum dilaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story telling?

2. Bagaimana keterampilan berbicara Bahasa Jepang siswa sesudah dilaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story telling?

3. Adakah hasil yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story telling?

4. Bagaimana respon siswa mengenai pembelajaran kooperatif teknik story telling terhadap keterampilan berbicara bahasa Jepang?

D.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menjawab seluruh pertanyaan yang telah dirumuskan. Adapun tujuan tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengetahui keterampilan berbicara Bahasa Jepang siswa sebelum

dilaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story telling.

2. Mengetahui keterampilan berbicara Bahasa Jepang siswa sesudah dilaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story telling.

3. Untuk mengetahui ada tidaknya hasil yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story telling.

4. Untuk mengetahui respon siswa pembelajaran kooperatif teknik story telling terhadap keterampilan berbicara bahasa jepang.


(14)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu E.Manfaat/ Signifikansi Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan di bidang ilmu khususnya dalam bidang pendidikan bahasa Jepang, yaitu tentang pembelajaran kooperatif teknik story telling terhadap keterampilan berbahasa khususnya keterampilan berbicara. Hasil penelitian ini juga dapat sebagai pedoman untuk penelitian yang relevan serta memberi masukan dalam rangka penyusunan teori atau konsep-konsep baru.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pengajar, penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi mengenai proses pembelajaran dan teknik mengajar bahasa Jepang yang dapat meningkatkan keterampilan berbahasa khususnya keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa.

b. Bagi pembelajar, diharapkan siswa mampu membangun sendiri pengetahuannya, terutama untuk memahami cerita dalam bahasa Jepang dan menemukan caranya sendiri untuk mengungkapkannya kembali dengan teknik

story telling demi mengembangkan kemampuan berbicara bahasa Jepang siswa

pada khususnya. Selain itu, dengan pembelajaran kooperatif siswa mampu lebih berperan aktif dan bekerja sama serta saling membatu dalam proses belajar bahasa Jepang.

c. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan menjadi wawasan baru dan menambah motivasi untuk melaksanakan penelitian untuk memecahkan masalah yang masih menjadi kekurangan dalam penelitian ini dimasa mendatang.

d. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya. Misalnya penelitian serupa mengenai teknik story telling terhadap objek yang lebih tinggi tingkatannya, maupun terhadap keterampilan berbahasa yang lainnya, selain keterampilan berbicara.


(15)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu F. Struktur Organisasi Skripsi

Bab I pada bab ini berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi. Bab II memaparkan kajian pustaka mengenai teori-teori belajar terutama pengertian dan penjelasan tentang pembelajaran kooperatif, khususnya teknik story telling dan keterampilan berbicara, penelitian terdahulu yang relevan, kerangka pemikiran serta hipotesis penelitian.

Bab III memaparkan lokasi dan subjek populasi/ sampel penelitian, metode penelitian, desain penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

Bab IV memaparkan pengolahan atau analisis data hasil penelitian serta pembahasan atau analisis umum.

Bab V, peneliti menyampaikan kesimpulan dari penelitian dan analisis data, serta berisi saran untuk penelitian selanjutnya sesuai dengan hasil yang telah didapatkan dalam penelitian.


(16)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan prosedur dan langkah kerja yang digunakan dalam kegiatan penelitian secara teratur dan sistematis, mulai dari tahap perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data, sampai pada tahap pengambilan kesimpulan (Sutedi, 2009: 47).

Metode penelitian adalah cara atau prosedur yang harus ditempuh untuk menjawab masalah yang diteliti. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian eksperimen semu atau kuasi eksperimen. Metode eksperimen semu atau dikenal juga dengan istilah Pre Eksperimental Design/ kuasi eksperimental yaitu penelitian yang dilakukan pada satu kelompok tanpa kelompok kontrol atau pembanding.

Penelitian ini tidak membandingkan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, melainkan membandingkan antara hasil pretest dan posttest kelompok eksperimen. Oleh karena itu, hasil penelitian ini adalah perbandingan keterampilan berbicara kelompok eksperimen antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan atau treatment.

Sedangkan menurut Setyadi, eksperimen semu merupakan penelitian penyempurnaan dari jenis praeksperimen dan berusaha untuk memenuhi kriteria penelitian yang mempunyai validitas tinggi. Dalam penelitian jenis ini peneliti mencoba memenuhi kriteria eksperimen dengan mengadakan tes awal dan tes akhir untuk mengukur perolehan dari perilaku uji dan sudah mempunyai kelompok kontrol (Setyadi, 2006:135).


(17)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Perbedaan antara tingkat kemampuan awal yang tercermin pada perolehan skor pretest dan tingkat kemampuan akhir yang tercermin pada hasil postest, diinterpretasikan sebagai akibat dan hasil dari program pembelajaran yang telah diselenggarakan selama jangka waktu penyelenggaraan program. Untuk itu perlu diupayakan penggunaan tes yang sama atau setara antara pretest dan postest. (Djiwandono, 2011: 94) .

Oleh karena itu, penelitian ini mengacu pada teori tersebut di atas bahwa perbandingan hasil posttest dan pretest kelas eksperimen mampu menunjukan hasil perlakuan atau treatment yang telah dilaksanakan di kelas eksperimen, serta mampu menjawab hipotesis kerja bahwa ada perbedaan yang signifikan antara keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa sebelum dan sesudah melaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story telling.

B. Desain Penelitian

Sedangkan desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

Pre-test and Post-tes One Group. Dalam desain ini dilakukan observasi sebanyak

dua kali yaitu sebelum eksperimen ( ) disebut juga pre-test, dan observasi sesudah eksperimen ( ) disebut post-test. Perbedaan antara dan yakni –

diasumsikan merupakan efek dari treatment atau ekperimen (Arikunto, 2010: 124).

X

Keterangan: : Pre-test

X: Treatment atau perlakuan : Post-test.


(18)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sebelum siswa diberikan perlakuan atau treatment, terlebih dahulu peneliti melakukan pre-test dalam bentuk tes lisan, yaitu meminta siswa menceritakan tentang rutinitas/kegiatan sehari-hari dengan bahasa Jepang, untuk mengetahui keterampian berbicara siswa sebelum dilaksanakannya pembelajaran kooperatif dengan teknik story telling ini dilaksanakan di kelas. Kemudian siswa diberi perlakuan yang diberikan sebanyak empat kali. Proses terakhir dari eksperimen ini adalah pelaksanaan post-test untuk mengukur keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif yaitu dengan meminta siswa menceritakan kembali kegiatan yang dilakukannya saat waktu liburan.

C.Lokasi, Populasi dan Sampel

Manusia yang dijadikan sumber data disebut dengan populasi penelitian, kemudian sebagian dari populasi tersebut yang dianggap bisa mewakili seluruh karakter dari populasi yang ada dapat dipilih untuk dijadikan subjek penelitian. Subjek penelitian tersebut disebut dengan sampel. Jadi sampel adalah sebagian dari populasi yang dianggap mewakili untuk dijadikan sumber data. (Sutedi, 2011:179).

Adapun teknik penyampelan yang digunakan adalah teknik random atau acak. Menurut Sutedi (2011: 180), teknik ini hanya bisa dilakukan jika populasinya dianggap memiliki karakter yang sama atau mendekati homogen dengan jumlah yang relatif banyak. Dengan adanya kesamaan karakter pada diri populasi, maka dapat diasumsukan bahwa siapapun yang dijadikan sampelnya akan menghasikan data yang tidak terlalu banyak perbedaan. Dalam penelitian ini yang menjadi populasinya adalah Siswa SMA Pasundan 3 kelas XI yang memiliki tingkat kemampuan bahasa Jepang, khususnya keterampilan berbicaranya yang homogen. Selanjutnya yang menjadi sampel dari penelitian ini adalah siswa SMA Pasundan 3 kelas XI IPA2.


(19)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Variabel adalah gejala yang bervariasi, yang menjadi objek penelitian. Dalam penelitian yang mempelajari pengaruh sesuatu treatment, terdapat variabel penyebab atau variabel bebas (independent variable) dan variabel akibat atau variabel terikat, tergantung, atau dependent variable (Arikunto, 2010: 169). Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas, yaitu variabel yang mempengaruhi variabel lainnya yang tidak bebas, fungsinya untuk menerangkan variabel lain, maka yang menjadi variabel bebas pada penelitian ini adalah penerapan pembelajaran kooperatif dengan teknik story telling dalam pembelajaran berbicara bahasa Jepang. 2. Variabel terikat, yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain, fungsinya

diterangkan oleh variabel lain, maka variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan berbicara bahasa Jepang pembelajar.

E. Definisi Operasional

1. Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik Story Telling

Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran di mana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar (Huda, 2011: 33).

Dalam penelitian ini siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang siswa dengan prosedur poses pembelajaran: masing-masing kelompok diberikan bacaan tentang cerita sederhana berbahasa Jepang. Setelah itu, guru membacakan cerita tersebut dengan intonasi dan pelafalan yang wajar. Kemudian siswa mendiskusikan teks bacaan tentang isi cerita dalam kelompoknya dengan bimbingan guru dan media lainnya, seperi kamus bahasa Jepang.

Setelah siswa mengerti isi cerita tersebut, setiap kelompok berdiskusi untuk menceritakan kembali isi cerita tersebut di depan kelas. Kelompok yang lain


(20)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bertindak sebagai observer yang akan menyampaikan penilaian dan komentarnya terhadap penampilan setiap kelompok di akhir pembelajaran.

2. Keterampilan Berbicara Bahasa Jepang

Tarigan (2008: 16) mengatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Adapun pada penelitian ini keterampilan berbicara yang dimaksud adalah keterampian berbicara yang tercermin dari kegiatan story telling atau bercerita. Dimana kegiatan ini dapat didahului oleh kegiatan menyimak atau membaca dan mendiskusikan sebuah cerita untuk mempermudah kegiatan story telling atau bercerita.

Adapun penilaian berbicara pada penelitian ini mengacu pada lima unsur yang disebutkan oleh Halim, dkk., yaitu (1) lafal atau ucapan (termasuk vocal dan konsonan, intonasi serta tekanan), (2) tata bahasa, (3) kosakata, (4) kefasihan (kemudahan dan kecepatan bicara), dan (5) pemahaman.

F. Instrumen Penelitian

Penelitian ini diakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keterampilan berbicara bahasa Jepang serta respon siswa setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif teknik story telling. Hal utama yang harus dilakukan untuk memperoleh data yang tepat adalah dengan cara penyusunan alat bantu berupa instrumen penelitian yang tepat. Menurut Arikunto (2010: 193), instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian atau dapat disebut juga sebagai alat evaluasi untuk memperoleh suatu data.

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(21)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang didalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik (Arifin, 2012: 118).

Selanjutnya tes menurut Arikunto adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2010: 193).

Adapun intrumen tes yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi

pre-test dan post-pre-test. Tujuan dari penggunaan intrumen ini adalah mengukur

keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa sebelum dan sesudah diadakannya perlakuan/ treatment yang berupa pembelajaran kooperatif dengan teknik story

telling.

Perbedaan antara tingkat kemampuan awal yang tercermin pada perolehan skor pretes dan tingkat kemampuan akhir yang tercermin pada hasil postes, diinterpretaikan sebagai akibat dan hasil dari program pembelajaran yang teah diselenggarakan selama jangka waktu penyelenggaraan program. Untuk itu perlu diupayakan penggunaan tes yang sama atau setara antara pretes dan postes. (Djiwandono, 2011: 94) .

Dalam penelitian ini, baik pre-test maupun post-test menggunakan instrumen yang sama, yaitu dilakukan dengan jenis tes lisan, menceritakan kembali tentang kegiatan/ rutinitas sehari hari dan kegiatan diwaktu liburan yang dilakukan masing-masing siswa. Pada tes ini siswa dapat membuat karangan sederhana terlebih dahulu atau catatan-catatan kecil untuk membantu kegiatan story telling tersebut.

Data yang diambil dari hasil pre-test dan post-test diolah berdasarkan kriteria penilaian sebagai berikut:


(22)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Pemberian skor untuk masing-masing komponen yang dilakukan dengan memberi tanda (√) pada lembar penilaian sesuai aspek kemampuan yang dinilai sebagai berikut:

a. Lafal dan intonasi b. Tata bahasa c. Kosakata

d. Kefasihan atau kelancaran e. Pemahaman

2. Jenis penilaian pada penelitian ini menggunakan penilaian berskala. Dengan jenis skala likert atau likert scale. Setyadi (2006), mengungkapakan bahwa skala jenis ini memberikan pilihan dengan rentangan yang berlawanan arah, misalnya dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju atau sangat sering hingga tidak pernah.

Adapun pada penelitian ini rentangan yang digunakan adalah dari sangat baik hingga sangat kurang dengan arti skala secara umum, adalah:

1 = sangat kurang 3 = cukup 5 = sangat baik

2 = kurang 4 = baik

Untuk mempermudah proses evaluasi, dapat dilihat dalam deskripsi/ penjabaran lebih lengkap mengenai skala penilaian aspek keterampilan berbicara berikut ini:

a. Lafal dan intonasi

(5) pelafalan bunyi bahasa jelas, tidak ada pengaruh bahasa ibu si penutur serta intonasi tepat dan sempurna.

(4) tidak ada kesalahan/ penyimpangan yang berarti dalam peafalan dan intonasi penutur mendekati sempurna

(3) terdapat sedikit kesalahan pelafalan dan intonasi, namun secara kebahasaan masih dapat dipahami

(2) kesalahan pelafalan dan intonasi cukup sering dan terasa mengganggu (1) terdapat banyak kesalahan dalam pelafalan dan intonasi bahasa lisan


(23)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Tata bahasa

(5) penggunaan struktur kalimat sudah tepat, tidak ditemui penyimpangan dari kaidah bahasa

(4) pada umumnya struktur bahasa sudah tepat, tidak ditemui penyimpangan yang berarti dan dapat merusak bahasa

(3) terdapat beberapa kesalahan atau penyimpangan tetapi tidak merusak bahasa

(2) terdapat cukup banyak kesalahan bahasa

(1) banyak sekali penyimpangan dalam menggunakan tata bahasa

c. Kosakata

(5) kata yang digunakan dipiih secara tepat dan bervariasi sesuai dengan isi cerita

(4) kata-kata yang digunakan umumnya sudah tepat dan bervariasi, hanya ada sesekali kata yang tidak cocok

(3) kata-kata yang digunakan sudah cukup baik hanya kurang bervariasi (2) agak banyak menggunakan kata-kata yang tidak tepat

(1) kata-kata yang digunakan banyak sekali yang tidak tepat dan tidak sesuai d. Kepasihan atau Kelancaran

(5) pembicaraannya sangat lancar/ fasih, baik dari segi penguasaan isi maupun bahasa

(4) pembicaraan lancar/ fasih, hanya ada beberapa gangguan yang tidak berarti (3) pembicaraan agak lancar, agak sering berhenti

(2) pembicaraan kurang lancar

(1) pembicaraan sangat tidak benar, banyak diam dan gugup e. Pemahaman

(5) isi cerita sangat bagus dan sesuai, serta semua hal yang diceritakan dapat dipahami dengan sangat baik

(4) isi cerita sudah bagus dan sesuai, serta dapat dipahami, tapi belum pada tingkat istimewa


(24)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(3) isi cerita sudah sesuai dan cukup dapat dimengerti namun hanya sedikit hal yang diceritakan

(2) isi cerita cukup baik, namun dirasakan masih sulit dimengerti (1) isi cerita tidak sesuai dan sangat sulit untuk dipahami

2. Nontes

Arifin (2012) mengungkapkan instrumen non-tes dapat digunakan jika kita ingin mengetahui kualitas proses dan produk dari suatu pekerjaan serta hal-hal yang berkenaan dengan domain afektif, seperti sikap, minat, bakat, dan motivasi. Arifin juga menambahkan banyak aspek pembelajaran termasuk jenis hasil belajar yang hanya dapat diukur dengan teknik nontes. Jika evaluator hanya menggunakan teknik tes saja, tentu data yang dikumpulkan menjadi kurang lengkap dan tidak bermakna, bahkan dapat merugikan pihak-pihak tertentu. (Arifin, 2012: 152)

Adapun instumen nontes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau kuisioner. Angket merupakan salah satu instrumen pengumpul data penelitian yang diberikan kepada responden (manusia dijadikan subjek penelitian). Menurut Faisal (1981: 2), teknik angket ini dilakukan dengan cara pengumpulan datanya melalui daftar pertanyaan tertulis yang disusun dan disebarkan untuk mendapatkan informasi atau keterangan dari responden (dalam Sutedi: 164)

Untuk mengetahui respon dari responden mengenai pembelajaran kooperatif teknik story telling ini, maka penulis membuat angket tertutup yang berisi sebelas pertanyaan dan satu nomor angket terbuka.

Adapun pada tabel berikut ini memaparkan tentang kisi-kisi angket yang menjadi pedoman pembuatan angket pada penelitian ini:

Tabel 3.1 Kisi-kisi Angket


(25)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No Indikator Nomor

Soal

Jumlah Soal 1 Pendapat siswa terhadap kegiatan berbicara dalam

bahasa Jepang

1 1

2 Kesempatan berbicara siswa dalam bahasa Jepang 3, 4, 7 3 3 Pendapat siswa terhadap metode dan teknik

pembelajaran bahasa Jepang yang selama ini digunakan

2 1

4 Pendapat siswa terhadap pembelajaran koopratif teknik

story telling

5, 6, 8 3

5 Kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story telling dalam pembelajaran bahasa Jepang

9 1

6 Hubungan pembelajaran kooperatif teknik story telling dengan keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa

10, 11 2

G. Pengembangan Instrumen

Pengembangan dari dua jenis instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa expert judgement. Expert Judgement diambil dari bahasa Inggris

expert yang berarti ahli dan judgement yang berarti pendapat atau pertimbangan.

Pengertian praktisnya adalah pertimbangan atau pendapat ahli atau orang yang berpengalaman. Dalam hal ini expert judgment adalah pendapat seorang ahli terkait dengan layak atau tidaknya instrumen penelitian yang peneliti rancang guna kelengkapan perangkat penelitian.

Kesahihan tes akan terlihat bila alat tersebut mempunyai kesesuaian dengan tujuan dan deskripsi bahan pelajaran yang diajarkan. Untuk mengetahuinya, alat tersebut dapat dikonsultasikan dan dievaluasikan kepada orang yang ahli dalam bidang yang bersangkutan (expert judgement).

Pada penelitian ini, penulis meminta seorang dosen jurusan pendidikan bahasa Jepang, FPBS UPI untuk memberikan expert judgement nya terhadap instrumen yang penulis usung.


(26)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu H. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan pada penelitian ini mengacu pada langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan sampel penelitian, yaitu siswa kelas XI IPA 2 SMA Pasundan 3 Bandung

2. Mengidentifikasi masalah yang dialami pembelajar dalam berbicara bahasa Jepang

3. Melakukan studi pustaka mengenai pembelajaran kooperatif teknik story

telling terhadap keterampilan berbicara

4. Merumuskan cerita yang dijadikan instrumen penelitian, serta bahan ajar untuk pelaksanaan eksperimen

5. Membuat instrumen penelitaian berupa tes lisan untuk pre-test dan post-test 6. Membuat skala penilaian keterampilan berbicara

7. Melakukan eksperimen dengan rincian sebagai berikut:

a. Menentukan cerita bahasa Jepang sederhana yang sesuai dengan kemampuan siswa yang menjadi sampel penelitian

b. Memberikan pre-test untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum pembelajaran kooperatif teknik story telling

c. Penerapan pembelajaran kooperatif teknik story telling dengan bahan ajar yang telah dirumuskan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1). Menjelaskan tujuan dan aturan sebelum pembelajaran kooperatif teknik story telling dalam pembelajaran bahasa Jepang

2). Membentuk kelompok yang terdiri dari 4 orang

3). Setiap kelompok diberikan sebuah cerita bahasa Jepang sederhana. Selanjutnya setiap kelompok mendiskusikan isi cerita tersebut masing-masing.

4). Setelah selesai berdiskusi, masing-masing kelompok menceritakan kembali cerita yang telah didiskusikan pada kelompok lain.


(27)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5). Seluruh siswa dipimpin oleh guru berdiskusi dan mengevaluasi secara bersama-sama keseluruhan kegiatan pada setiap pertemuan.

6). Memberikan post-test untuk mengetahui untuk mengetahui keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa setelah sebelum pembelajaran kooperatif teknik story telling.

7). Memberikan angket 8. Mengolah data hasil tes dan angket

9. Membuat penafsiran dan pembahasan dari data yang telah diolah 10. Membuat kesimpulan berdasarkan hipotesis

11. Laporan hasil penelitian

I. Pengolahan dan Analisis Data 1. Uji t-test

a. Mencari Gain (d) antara pre-test dan post-test

d = postest - pretest

b. Mencari nilai rata-rata (mean) gain antara pre-test dan post-test dengan rumus:

Keterangan: Md : mean gain

: jumlah gain secara keseluruhan N : jumah sampel/ banyaknya subjek


(28)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c. Mencari deviasi masing-masing sampe (xd) dengan rumus: xd = d –Md

Keterangan:

xd : deviasi masing-masing sampel d : gain

Md : mean gain

d. Menghitung jumlah kuadrat deviasi (Σ )

Keterangan:

Σ : jumlah kuadrat deviasi

: jumlah gain setelah dikuadratkan : jumlah gain secara keseluruhan : jumlah sampel/ banyaknya subjek

e. Mencari nilai (uji t) untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif teknik story telling yang diterapkan dengan rumus sebagai berikut.

=


(29)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Md : Mean gain

: jumlah kuadrat deviasi N : jumah sampel/ banyaknya subjek f. Memberi interpretasi terhadap nilai g. Uji hipotesis

Merumuskan Hipotesis Kerja ( ), yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel X dan variabel Y, dan merumuskan Hipotesis Nol ( ), yaitu tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel X dan variabel Y. Kebenaran dua hipotesa di atas diuji dengan membandingkan dan

, dengan terlebih dulu menetapkan derajat kebebasan dengan rumus: df atau db = N – 1

dengan menggunakan df atau db ini maka akan diperoleh nilai pada taraf signifikasi 5% atau 1%. Jika lebih kecil atau sama dengan ( ) maka diterima dan ditolak, dengan kata lain tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel X dan variabel Y. Dan jika

lebih besar ( ) maka ditolak dan diterima, dengan kata lain antara variabel X dan variabel Y terdapat perbedaan yang cukup signifikan.

2. Pengolahan Data Angket

Untuk mengolah data angket dapat dilakukan dengan menggunakan langkah- langkah sebagai berikut:

a. Menjumlahkan setiap jawaban angket b. Menyusun frekuensi jawaban


(30)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

d. Menghitung presentase frekuensi dari setiap jawaban dengan rumus sebagai berikut:

P = x 100% Keterangan:

P : Persentase frekuensi dari setiap jawan responden f : frekuensi dari setiap jawaban responden

n : jumlah responden

e. Menafsirkan hasil angket dengan berpedoman pada tabel dan data berikut ini: Tabel 3.2

Tabel Penafsiran Data Angket

Persentase (P) Jumlah Responden (n)

0% Tidak ada seorang pun

1% - 5% Hampir tidak ada

6% - 25% Sebagian keci

26% - 49% Hampir setengahnya

50% Setengahnya

51% - 75% Lebih dari setengahnya

76% - 95% Sebagian besar

96% - 99% Hampir seluruhnya

100% Seluruhnya


(31)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang


(32)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan

Pada penelitian ini telah mengujicobakan pembelajaran kooperatif teknik

story telling dalam pembelajaran bahasa Jepang terhadap keterampilan berbicara

bahasa Jepang pembelajar yang menjadi sampel penelitian, yakni 16 orang pembelajar bahasa Jepang di kelas XI IPA 2 SMA Pasundan 3 Bandung. Dari hasil penelitian, pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan peran siswa dalam proses pembelajaran, dan lebih mendominasi dari pada peran pengajar di kelas. Disamping itu juga, pembelajaran kooperatif mampu membuat pembelajar saling bekerjasama dan membantu satu sama lain dalam proses pembelajaran di kelas.

Dengan peran pembelajar yang lebih dominan inilah yang mampu memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk lebih banyak berlatih dan mengembangkan keterampilan berbicara bahasa Jepangnya. Adapun teknik story

telling pun dapat menjadi salah satu cara untuk memanfaatkan dan menggunakan

bahasa Jepang yang telah dipelajari oleh pembelajar dalam kegiatan berbicara yakni menceritakan kembali cerita berbahasa Jepang yang setara dengan kemampuan bahasa Jepang yang telah dipelajarinya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan beberapa hal untuk menjawab rumusan masalah penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

1. Hasil pretest yang dilaksanakan sebelum dilaksanakannya pembelajaran kooperatif teknik story telling dalam pembelajaran bahasa Jepang di kelas, menunjukan bahwa rata-rata keterampilan berbicara bahasa Jepang pembelajar yang menjadi sampel penelitian adalah 57,75%.


(33)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Setelah dilaksanakan treatment dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik story telling dalam pembelajaran bahasa Jepang di kelas sebanyak empat kali treatment, dilaksanakan postest yang menunjukan keterampilan berbicara bahasa Jepang pembelajar setelah diaksanaknnya pembelajaran kooperatif teknik story telling dalam pembelajaran bahasa Jepang di kelas. Dari hasil postest dapat diketahui bahwa rata-rata keterampian berbicara bahasa Jepang siswa meningkat menjadi 62,75%. 3. Hasil analisis pada kedua data tes ini secara statistik, dapat disimpukan bahwa

ada perbedaan yang signifikan. Yaitu dengan membandingkan nilai t-test yang didapakan sebesar 3,18 dengan nilai t-tabel pada db 15 untuk 5% yaitu 2,13 dan untuk 1% yaitu 2,95. Dengan demikian, t-hitung 3,18 > t-tabel 2,13 untuk 5% dan t-hitung 3,18 > t-tabel 2,95 untuk 1%. t-hitung > t-tabel yang berarti Hk diterima. Hal ini membuktikan bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa antara sebelum dan sesudah dilaksanakannya pembelajaran kooperatif teknik story

telling dalam pembelajaran bahasa Jepang.

4. Hasil analisis data angket yang telah diisi oleh responden dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengahnya responden menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif teknik story telling ini sangat memberikan lebih banyak kesempatan untuk berbicara dalam bahasa Jepang. Selain itu, lebih dari setengahnya responden yang menyatakan bahwa intensitas berlatih berbicara bahasa sangat mempengaruhi terhadap keterampilan berbicara bahasa Jepang. Sementara itu, sebagian kecil responden menyatakan sangat mengalami kesulitan saat melaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story

telling dalam pembelajaran bahasa Jepang. Akan tetapi, terlepas dari kesulitan

yang dialami sebagian responden, dari analisis data angket dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden menyatakan cukup merasakan perbedaan/ pengaruh terhadap keterampilan berbicara bahasa Jepangnya setelah melaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story telling ini, dan lebih dari


(34)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

setengahnya responden yang menyatakan pembelajaran kooperatif teknik

story teling ini cukup menarik.

B. Rekomendasi

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa teknik story telling ini adalah teknik yang mampu dan harus memadupadankan keterampilan berbahasa yang lainnya selain keterampilan berbicara. Karena pada dasarnya kegiatan menceritakan kembali sebuah cerita tidak akan dapat dilaksanakan tanpa melaului kegiatan mendengarkan atau membaca dan memahami isi cerita yang akan diceritakan. Bila perlu kegiatan menulis untuk membantu proses bercerita dapat dilakukan sebelum proses menceritakan kembali tersebut dilaksanakan.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa beberapa sampel penelitian mengalami kesulitan untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story

telling ini dalam pembelajaran bahasa Jepang. Hal ini memungkinkan mengingat

sampel penelitian ini adalah pembelajar tingkat dasar yang pengalaman belajar bahasa Jepangnya masih terbatas. Walaupun pada dasarnya cerita yang digunakan pada penelitian ini telah dibuat dan dinyatakan setara dengan kemampuan bahasa Jepang sampel penelitian, namun beberapa sampel penelitian menyatakan belum mahir dalam memadupadankan beberapa keterampilan berbahasa yang lainnya untuk melaksanakan kegiatan story telling ini, terutama pada proses memahami isi cerita dan melafalkan serta menceritakan kembali sebuah cerita.

Oleh karena itu, bagi penelitian selanjutnya peneliti merekomendaikan untuk mengujicobakan pembelajaran kooperatif teknik story telling ini pada pembelajar tingkat menengah maupun tingkat tinggi yang mempunyai keterampilan berbahasa Jepang yang lebih banyak dan memadai untuk melaksanakan proses

story telling ini. Selain itu, penilaian keterampilan berbicaranya pun dapat

dikembangkan tidak hanya terbatas pada aspek-aspek penilaian pada penelitian ini. Salah satunya dengan menambahkan aspek non-kebahasaan seperi gerak-gerik atau mimik saat proses bercerita agar teknik story telling ini dapat dilaksanakan lebih menarik dan keterampilan berbicara yang menjadi sasaran juga lebih luas


(35)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lagi lingkup pengembangannya. Bila perlu pembelajaran kooperatif teknik story

telling ini tidak hanya dilaksanakan terhadap keterampilan berbicara saja, namun


(36)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Arsjad, Maidar G & U.S. Mukti. (1988). Pembinaan Kemampuan Berbicara

Bahasa Indonesia, Jakarta: Erlangga.

Baharuddin dan Esa N Wahyuni. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Cahyo, N Agus. (2013). Panduan Aplikasi Teori-teori Belajar Mengajar

Teraktual dan Terpopuler, Jogjakarta: Diva Press.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Keempat, Jakarta: Balai Pustaka.

Djatmika. 2004. Buku Kolita “Konferensi Linguistik Tahunan” 2, Jakarta: Atmaja Djiwandono, Soenardi. (2011). Tes Bahasa: Pegangan Bagi Pengajar Bahasa,

Jakarta: PT Indeks.

Ghazali, Syukur. (2010). Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan

Pendekatan Komunikatif-Interaktif, Bandung: Refika Aditama.

Halim, Amran, dkk. (1982). Ujian Bahasa, Jakarta: PT Wira Nurbakti.

Huda, Miftahul. (2011). Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan

Model Terapan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Iskandarwassid & Sunendar, Dadang. (2008). Strategi Pembelajar Bahasa, Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI dengan PT Remaja Rosdakarya. Kida, M., Kodama, Y., dan Nagasaka, M. (2009). Hanasu Koto o Kangaeru,

Tokyo: Hitsuji Shobou

Morelent, Yetty. (2012). Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa Melalui

Kegiatan Bercerita Berbasis Karakter di Sekolah Menengah Atas,


(37)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Musfiroh, Tadkiroatun. (2008). Bercerita Untuk Anak Usia Dini, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Nuke, Dewi Utami H. (2010). Efektivitas Metode Cooperative Learning Tipe

Paired Story Telling dalam Pembelajaran Sakubun, Skripsi pada FPBS

UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Resmini, Novi & Juanda, Dadan. (2008). Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia di Kelas Tinggi, Bandung: UPI Press.

Sagala, Syaiful. (2008). Konsep & Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta Setyadi, Bambang. (2006). Metode Penelitian untuk Pengajaran Bahasa Asing

Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta: Graha Imu.

Sudarmadji, dkk. (2010). Teknik Bercerita, Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta. Sudjianto. (2010). Metodologi Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Jepang,

Bekasi: Kesaint Blanc

Sudjiono, Anas. (2001). Pengantar Evauasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sutedi, Dedi. (2011). Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang, Bandung: UPI Press dengan Humaniora Utama Press.

Tarigan, H.G. (2008). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung: Angkasa.

Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta: Kencana Prenanda Media Group.

Wahyu, Novena Puji L. (2009). Pembelajaran Keterampian Berbicara Bahasa

Jepang dengan Teknik “Tes Monolog Langsung”, Skripsi pada FPBS UPI


(1)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Pada penelitian ini telah mengujicobakan pembelajaran kooperatif teknik

story telling dalam pembelajaran bahasa Jepang terhadap keterampilan berbicara

bahasa Jepang pembelajar yang menjadi sampel penelitian, yakni 16 orang pembelajar bahasa Jepang di kelas XI IPA 2 SMA Pasundan 3 Bandung. Dari hasil penelitian, pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan peran siswa dalam proses pembelajaran, dan lebih mendominasi dari pada peran pengajar di kelas. Disamping itu juga, pembelajaran kooperatif mampu membuat pembelajar saling bekerjasama dan membantu satu sama lain dalam proses pembelajaran di kelas.

Dengan peran pembelajar yang lebih dominan inilah yang mampu memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk lebih banyak berlatih dan mengembangkan keterampilan berbicara bahasa Jepangnya. Adapun teknik story

telling pun dapat menjadi salah satu cara untuk memanfaatkan dan menggunakan

bahasa Jepang yang telah dipelajari oleh pembelajar dalam kegiatan berbicara yakni menceritakan kembali cerita berbahasa Jepang yang setara dengan kemampuan bahasa Jepang yang telah dipelajarinya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan beberapa hal untuk menjawab rumusan masalah penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

1. Hasil pretest yang dilaksanakan sebelum dilaksanakannya pembelajaran kooperatif teknik story telling dalam pembelajaran bahasa Jepang di kelas, menunjukan bahwa rata-rata keterampilan berbicara bahasa Jepang pembelajar yang menjadi sampel penelitian adalah 57,75%.


(2)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Setelah dilaksanakan treatment dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik story telling dalam pembelajaran bahasa Jepang di kelas sebanyak empat kali treatment, dilaksanakan postest yang menunjukan keterampilan berbicara bahasa Jepang pembelajar setelah diaksanaknnya pembelajaran kooperatif teknik story telling dalam pembelajaran bahasa Jepang di kelas. Dari hasil postest dapat diketahui bahwa rata-rata keterampian berbicara bahasa Jepang siswa meningkat menjadi 62,75%. 3. Hasil analisis pada kedua data tes ini secara statistik, dapat disimpukan bahwa

ada perbedaan yang signifikan. Yaitu dengan membandingkan nilai t-test yang didapakan sebesar 3,18 dengan nilai t-tabel pada db 15 untuk 5% yaitu 2,13 dan untuk 1% yaitu 2,95. Dengan demikian, t-hitung 3,18 > t-tabel 2,13 untuk 5% dan t-hitung 3,18 > t-tabel 2,95 untuk 1%. t-hitung > t-tabel yang berarti Hk diterima. Hal ini membuktikan bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa antara sebelum dan sesudah dilaksanakannya pembelajaran kooperatif teknik story

telling dalam pembelajaran bahasa Jepang.

4. Hasil analisis data angket yang telah diisi oleh responden dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengahnya responden menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif teknik story telling ini sangat memberikan lebih banyak kesempatan untuk berbicara dalam bahasa Jepang. Selain itu, lebih dari setengahnya responden yang menyatakan bahwa intensitas berlatih berbicara bahasa sangat mempengaruhi terhadap keterampilan berbicara bahasa Jepang. Sementara itu, sebagian kecil responden menyatakan sangat mengalami kesulitan saat melaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story

telling dalam pembelajaran bahasa Jepang. Akan tetapi, terlepas dari kesulitan

yang dialami sebagian responden, dari analisis data angket dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden menyatakan cukup merasakan perbedaan/ pengaruh terhadap keterampilan berbicara bahasa Jepangnya setelah melaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story telling ini, dan lebih dari


(3)

setengahnya responden yang menyatakan pembelajaran kooperatif teknik

story teling ini cukup menarik.

B. Rekomendasi

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa teknik story telling ini adalah teknik yang mampu dan harus memadupadankan keterampilan berbahasa yang lainnya selain keterampilan berbicara. Karena pada dasarnya kegiatan menceritakan kembali sebuah cerita tidak akan dapat dilaksanakan tanpa melaului kegiatan mendengarkan atau membaca dan memahami isi cerita yang akan diceritakan. Bila perlu kegiatan menulis untuk membantu proses bercerita dapat dilakukan sebelum proses menceritakan kembali tersebut dilaksanakan.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa beberapa sampel penelitian mengalami kesulitan untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif teknik story

telling ini dalam pembelajaran bahasa Jepang. Hal ini memungkinkan mengingat

sampel penelitian ini adalah pembelajar tingkat dasar yang pengalaman belajar bahasa Jepangnya masih terbatas. Walaupun pada dasarnya cerita yang digunakan pada penelitian ini telah dibuat dan dinyatakan setara dengan kemampuan bahasa Jepang sampel penelitian, namun beberapa sampel penelitian menyatakan belum mahir dalam memadupadankan beberapa keterampilan berbahasa yang lainnya untuk melaksanakan kegiatan story telling ini, terutama pada proses memahami isi cerita dan melafalkan serta menceritakan kembali sebuah cerita.

Oleh karena itu, bagi penelitian selanjutnya peneliti merekomendaikan untuk mengujicobakan pembelajaran kooperatif teknik story telling ini pada pembelajar tingkat menengah maupun tingkat tinggi yang mempunyai keterampilan berbahasa Jepang yang lebih banyak dan memadai untuk melaksanakan proses

story telling ini. Selain itu, penilaian keterampilan berbicaranya pun dapat

dikembangkan tidak hanya terbatas pada aspek-aspek penilaian pada penelitian ini. Salah satunya dengan menambahkan aspek non-kebahasaan seperi gerak-gerik atau mimik saat proses bercerita agar teknik story telling ini dapat dilaksanakan


(4)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lagi lingkup pengembangannya. Bila perlu pembelajaran kooperatif teknik story

telling ini tidak hanya dilaksanakan terhadap keterampilan berbicara saja, namun


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Arsjad, Maidar G & U.S. Mukti. (1988). Pembinaan Kemampuan Berbicara

Bahasa Indonesia, Jakarta: Erlangga.

Baharuddin dan Esa N Wahyuni. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Cahyo, N Agus. (2013). Panduan Aplikasi Teori-teori Belajar Mengajar

Teraktual dan Terpopuler, Jogjakarta: Diva Press.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Keempat, Jakarta: Balai Pustaka.

Djatmika. 2004. Buku Kolita “Konferensi Linguistik Tahunan” 2, Jakarta: Atmaja Djiwandono, Soenardi. (2011). Tes Bahasa: Pegangan Bagi Pengajar Bahasa,

Jakarta: PT Indeks.

Ghazali, Syukur. (2010). Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan

Pendekatan Komunikatif-Interaktif, Bandung: Refika Aditama.

Halim, Amran, dkk. (1982). Ujian Bahasa, Jakarta: PT Wira Nurbakti.

Huda, Miftahul. (2011). Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan

Model Terapan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Iskandarwassid & Sunendar, Dadang. (2008). Strategi Pembelajar Bahasa, Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI dengan PT Remaja Rosdakarya. Kida, M., Kodama, Y., dan Nagasaka, M. (2009). Hanasu Koto o Kangaeru,

Tokyo: Hitsuji Shobou

Morelent, Yetty. (2012). Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa Melalui

Kegiatan Bercerita Berbasis Karakter di Sekolah Menengah Atas,


(6)

Teti Rohaeti, 2014

Pembelajaran Kooperatif Teknik Story Telling Terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Jepang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Musfiroh, Tadkiroatun. (2008). Bercerita Untuk Anak Usia Dini, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Nuke, Dewi Utami H. (2010). Efektivitas Metode Cooperative Learning Tipe

Paired Story Telling dalam Pembelajaran Sakubun, Skripsi pada FPBS

UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Resmini, Novi & Juanda, Dadan. (2008). Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia di Kelas Tinggi, Bandung: UPI Press.

Sagala, Syaiful. (2008). Konsep & Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta Setyadi, Bambang. (2006). Metode Penelitian untuk Pengajaran Bahasa Asing

Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta: Graha Imu.

Sudarmadji, dkk. (2010). Teknik Bercerita, Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta. Sudjianto. (2010). Metodologi Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Jepang,

Bekasi: Kesaint Blanc

Sudjiono, Anas. (2001). Pengantar Evauasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sutedi, Dedi. (2011). Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang, Bandung: UPI Press dengan Humaniora Utama Press.

Tarigan, H.G. (2008). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung: Angkasa.

Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta: Kencana Prenanda Media Group.

Wahyu, Novena Puji L. (2009). Pembelajaran Keterampian Berbicara Bahasa

Jepang dengan Teknik “Tes Monolog Langsung”, Skripsi pada FPBS UPI