PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI TRANSNASIONAL YANG MELAKUKAN PENYUAPAN TERHADAP PEJABAT PUBLIK INDONESIA DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.

ABSTRAK
Indonesia yang memiliki sumber daya alam dan manusia yang
melimpah menjadi salah satu negara yang potensial untuk mendatangkan
keuntungan sebesar-besarnya bagi Korporasi Transnasional yang
beroperasi di Indonesia. Keberadaan Korporasi Transnasional telah
memberikan sumbangan yang besar baik dalam bentuk pajak maupun
devisa, sehingga selayaknya keberadaan Korporasi Transnasional dapat
memberikan dampak yang positif bagi negara. Namun di sisi lain, saat ini
banyak Korporasi Transnasional yang melakukan perbuatan yang
berdampak negatif dan merugikan banyak pihak. Penyuapan terhadap
pejabat publik Indonesia yang dilakukan oleh Korporasi Transnasional
merupakan salah satu bentuk kejahatan yang membahayakan. Ini
dikarenakan bertambah banyaknya jumlah kasus kejahatan, khususnya
penyuapan yang melibatkan Korporasi Transnasional dan pejabat publik
dalam beberapa tahun ini. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui
implementasi hukum pidana Indonesia yang melakukan penyuapan
terhadap pejabat publik Indonesia dikaitkan dengan Undang-Undang No.
31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan untuk mengetahui dampak
putusan luar negeri terhadap pejabat publik di Indonesia yang menerima
suap dari korporasi transnasional.

Metode penelitian yang digunakan berupa pendekatan yuridis
normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan untuk
memperoleh data sekunder dan studi lapangan untuk memperolej data
primer, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis
normatif kualitatif.
Berdasarkan hasil analisis, disimpulkan bahwa pertama,
berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No.
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Korporasi
Transnasional yang melakukan tindak pidana suap dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana, akan tetapi yang menjadi kendala dalam
implementasi
hukum
pidana
adalah
dalam
Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi masih kurang representatif untuk
digunakan terhadap Korporasi terutama pidana pengganti denda terhadap
Korporasi, aparatur penegak hukum sendiri yang masih kurang dalam

pemahaman undang-undang tersebut dan juga sarana yang mendukung
dalam penegakan hukum itu sendiri. Kedua, implikasi putusan pengadilan
negara lain mengenai Korporasi Transnasional terhadap pejabat publik
Indonesia yang menerima suap dari Korporasi Transnasional tidak
berimplikasi, dikarenakan dalam putusan tersebut yang diputus hanya
Korporasi Transnasional saja, tetapi putusan pengadilan luar negeri
tersebut dapat dijadikan bukti permulaan yang cukup untuk menjerat
pejabat publik Indonesia yang disuap.
iv