SOSIALISASI NILAI RUKUN DAN NILAI HORMAT OLEH ORANG TUA KEPADA ANAK MELALUI PARENTING: KONTEKS BUDAYA JAWA.

(1)

KONTEKS BUDAYA JAWA

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persayaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1

Diajukan Oleh:

PANDU WIBISONO F. 100 050 029

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2009


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karakteristik keluarga dengan segala macam latar belakang budaya yang berbeda-beda menimbulkan corak pendidikan nilai yang berbeda pula antara keluarga satu dengan yang lain. Keluarga Jawa adalah salah satu bagian modal sosial yang memiliki kekayaan tata nilai. Menyadari bahwa budaya Jawa sarat dengan nilai-nilai luhur yang dapat diterapkan dalam proses pendidikan untuk penanaman tata nilai, maka sudah waktunya untuk menggali lagi materi klasik-tradisional atau warisan luhur yang pantas dihadirkan dalam situasi yang relevan. Warisan kultural tak hanya sebagai aset yang tersimpan dalam musium, tetapi perlu diwujudkan dalam tingkah laku yang konkret.

Secara umum nilai dapat bersumber dari keluarga, masyarakat, agama, media massa, tradisi maupun dari kelompok sebaya. Sebagai salah satu sumber nilai, keluarga menduduki posisi strategis dan memiliki arti penting bagi perkembangan nilai kehidupan anak yang bersumbu pada ikatan emosional.

Dalam hal mengasuh dan mengajarkan kebudayaan serta memasukkan nilai-nilai budaya yang ada pada anak, orang tua harus menyamakan persepsi terlebih dahulu sehingga nantinya dapat meminimalisir kebingungan pada anak dalam mempelajari kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, orang tua juga harus menggunakan metode pengasuhan yang bersifat universal, yaitu tidak memihak pada salah satu kebudayaan tertentu, dan mengutamakan kebaikan


(3)

yang bersifat universal. Hal lainnya yang penting juga dilakukan oleh orang tua adalah menutupi kekurangan yang ada pada satu kebudayaan dan lebih mengutamakan hal-hal positif yang ada pada kebudayaan tersebut serta mengajarkan atau setidaknya memperkenalkan pada anak seluruh kesenian yang ada pada kebudayaan orang tuanya (Ulloa dalam Alvita, tt).

Jika dicermati sistem pengendalian sosial di Jawa yang utama adalah menempatkan masyarakat beserta perangkat adat istiadatnya secara dominan yang menentukan arah perilaku individu-individu warganya. Otonomi individu beserta penampilan kepribadiannya memainkan peran agak sekunder. Kepentingan individu diserasikan secara harmonis dengan kepentingan kolektif atau masyarakat keseluruhan. Masyarakat Jawa dikategorikan dalam sistem budaya yang mengutamakan nilai keserasian hidup kolektif institusi sosial yang ada atau diadakan agar berfungsi untuk memainkan peran yang mengkontribusi kepada kepaduan formasi keseluruhan masyarakat yang utuh. Kebutuhan-kebutuhan individu dengan sendirinya akan terpenuhi langsung terkait dengan berfungsinya lembaga-lembaga sosial itu (Suhardi, tt).

Perwujudan dari nilai keserasian hidup dapat dilihat dalam praktek kerja sama yang populer disebut gotong royong. Kerukunan semacam ini didasari oleh empat sifat dasar manusia yakni simpati, keramahan, rasa keadilan, dan kepentingan pribadi yang selaras dengan tatanan sosial menurut adat istiadat (Martindale dalam Suhardi, tt). Dengan demikian, konsep keserasian hidup bermasyarakat di Jawa diwujudkan dalam nilai-nilai hormat dan rukun. Dalam konstelasi hidup serasi, setiap orang harus berikhtiar untuk bertindak sesuai,


(4)

cocok, selaras, seirama dengan teladan yang telah diterapkan (Lombard dalam Suhardi, tt).

Berdasarkan cara berfikir tertentu, manusia Jawa memandang nilai hormat dan rukun memiliki makna amat penting dan berharga dalam hubungan interaksi dengan sesamanya. Geertz (dalam Suhardi, tt) menyatakan bahwa kedua-duanya bukan saja merupakan petunjuk moral yang mendasari tindak tanduk kekeluargaan Jawa, melainkan merupakan pusat pengertian bagi dirinya. Pengertian tersebut yang pertama ialah sekelompok nilai yang berkenaan dengan pandangan kejawen tentang tata krama penghormatan dan yang kedua nilai-nilai yang berkenaan dengan pengutamaan orang Jawa terhadap terpeliharanya penampilan sosial yang harmonis.

Perubahan-perubahan deras terjadi akibat interaksi antara sistem-sistem kebudayaan yang berbeda-beda. Interaksi antara budaya kebudayaan Jawa dengan kebudayaan manca negara mampu membawa sebuah perubahan nilai-nilai. Hasan (dalam Jatman, 1997) menggambarkan suatu suasana dimana terjadi pemaksaan nilai-nilai karena masyarakat sedang kehilangan pegangan, padahal nilai-nilai tidak dapat dilepaskan dari makna hidup tidak dapat dilepaskan dari aktualisasi diri. Maka krisis nilai menyebabkan munculnya krisis identitas, orang menjadi tidak tahu fungsi, peran dan posisinya dalam masyarakat.

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh sangat besar bagi tumbuh kembangnya anak. Secara ideal perkembangan anak akan optimal apabila mereka bersama keluarganya yang harmonis, sehingga berbagai kebutuhan yang diperlukan dapat terpenuhi. Dalam


(5)

kenyataannya kehidupan sehari-hari tidak semua keluarga dapat memenuhi gambaran keluarga yang ideal tersebut. Perubahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dewasa ini akan sangat berpengaruh pada kehidupan keluarga. Orang tua yang sibuk dengan pekerjaan di kantor sampai larut malam tanpa memikirkan anak akan mempengaruhi psikis seorang anak. Kondisi yang demikian ini akan menyebabkan komunikasi dan interaksi antara sesama anggota keluarga menjadi kurang harmonis. Hubungan kekeluargaan yang semula kuat dan erat, cenderung longgar dan rapuh. Ambisi karir dan materi yang tidak terkendali, telah mengganggu hubungan interpersonal dalam keluarga (Puspitawati, tt, dalam http://groups.yahoo.com/group/pengajaran_kimia_sma/message/355).

Terbentuknya kerukunan dan saling menghormati antar sesama individu merupakan keadaan yang diharapkan oleh orang tua kepada anak-ananya, akan tetapi dengan berdasar pada keadaan yang terjadi saat ini, masih banyak terjadi perkelahian atau tawuran yang terjadi di kalangan remaja, selain perkelahian terdapat juga sikap-sikap yang dilakukan oleh anak yang terkesan tidak hormat kepada orang tuanya, misalnya bertutur kata yang tidak sopan kepada orang tua mereka bahkan ada yang berani berbicara kasar kepada orang tuanya.

Perkelahian diantara pelajar, yang sering disebut tawuran merupakan salah satu bentuk perilaku maladjusmnet yang dapat dikatakan sebagai bentuk value

confusion yang semakin lama semakin mengerikan. Tawuran ini sering terjadi

terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan besar kemungkinan untuk meluas ke daerah-daerah lainnya. Data Bimmas Polri Metro Jaya untuk tawuran pelajar di Jakarta menunjukkan pada tahun 1992 tercatat 157


(6)

kasus per menewask meninggal yang men berikutnya tahun ke dalam Ma atas nilai-n Be (http://gro diketauhi Menengah 5 100 150 200 250 rkelahian pe kan 10 oran l 13 pelajar newaskan 1

a jumlah ko tahun juml aharani & A

nilai hidup Gam erdasarkan oups.yahoo.c bahwa jum h Kejuruan-0 0 0 0 0 0 perkelahia 1 elajar. Tah ng pelajar. r dan 2 oran

15 orang p orban menin

lah perkela Andyani, 20

yang ada pa

mbar 1. Grafik Sumber D hasil pe com/group/ mlah respo -Teknik Ind an tewas  (pelajar)

183 kasu

157 kasus 194

hun 1994 m Tahun 199 ng anggota m

pelajar dan ngkat deng ahian dan k

003). Keada ada diri rem

k Perkelahian Data Bimmas

enelitian y /pengajaran_ onden stud dustri (SMK

us 4 kasus

230 kasus

meningkat m 95 terdapat masyarakat.

2 orang a an 37 korb korban cend

aan ini mer maja saat ini

Antar Pelajar Polri Metro J

yang dila _kimia_sma di yang be K-TI) dan sa

menjadi 18 194 kasus . Tahun 199 anggota Po an meningg derung men rupakan kon

.

r di Jakarta, Jaya akukan ole a/message/3 erlokasi di atu sekolah 1992 1994 1995 19

83 kasus de s dengan ko 98 ada 230 k olri. Pada gal. Terliha ningkat (Se ndisi yang i

eh Puspit 355) empat Se umum swa 5 998 engan orban kasus tahun at dari etiono ironis tawati dapat kolah asta di 1992 1994 1995 1998


(7)

kota Bogor sebanyak 667 pelajar yang terdiri dari 540 putra dan 127 putri dengan pengambilan sampel menggunakan metode acak sederhana pada kelas dua, sebanyak 67% persen pelajar laki-laki dan perempuan SMK-TI dan 50% pelajar perempuan SMU melakukan jenis kenakalan umum seperti membolos, minggat, merokok, pesta sampai malam, dan menggoda cewek atau cowok. Untuk kenakalan kriminal, sebanyak 12,25 % pelajar SMK-TI dan 11% pelajar SMU mengkonsumsi narkoba, morphin, aibon. Sebelas persen SMK-TI dan lima persen pelajar SMU minum-minuman keras dan membawa alat senjata tajam ke sekolah. Pelajar kedua sekolah juga pernah melakukan seks bebas yakni 10% pelajar SMK-TI dan 5% pelajar SMU.

Keberadaan bahasa lokal sebagai aset budaya, sekarang kian tergerus. Banyaknya generasi muda yang sudah tidak bisa memakai bahasa lokal, adalah ancaman serius, terutama terhadap aset budaya peninggalan nenek moyang. Subroto dalam Solopos (2007) mengemukakan keprihatinannya bahwa setelah dilakukan riset tentang kemampuan generasi muda Jawa dalam memakai bahasa Jawa krama inggil. Kesimpulan yang ditarik Subroto, ternyata generasi muda Jawa sekarang mayoritas tak mampu memakai bahasa Jawa krama dengan tepat. Kondisi demikian dapat berimbas kepada budi pekerti, sopan santun, serta etika yang kian mengalami kemerosotan. Subroto menyatakan terdapat dua faktor utama sebagai penyebab tergerusnya bahasa lokal. Pertama, desakan dari bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Menurut Subroto, keberadaan bahasa nasional sebagai bahasa resmi akan mempengaruhi bahasa lokal, karena setiap hari bahasa nasional menjadi alat komunikasi. Kedua, desakan globalisasi, faktor kedua ini


(8)

menurut Subroto lebih disebabkan adanya ekspansi secara ekonomi maupun politik dari negara-negara yang memiliki ketangguhan ekonomi.

Berdasarkan penelitian awal yang telah dilakukan oleh peneliti di salah satu SLTP Negeri di Surakarta tentang penggunaan bahasa Jawa dalam kehidupan remaja, dari jumlah populasi 228 kemudian sampel yang digunakan adalah 115 siswa menunjukkan hasil bahwa 90,4% siswa dalam kehidupan sehari-harinya menggunakan bahasa Jawa dan 7,82% mengguanakan bahasa Indonesia. Bahasa yang digunakan siswa ketika berkomunikasi dengan orang tua mereka yang masih menggunakan bahasa Jawa Krama inggil hanya 11,3%, sedangkan yang menggunakan bahasa Jawa Krama alus 38,2% dan yang paling banyak adalah dengan menggunakan bahasa Jawa Ngoko yaitu mencapai 47,8%. Kondisi ini hampir sama ketika siswa berkomunikasi dengan teman sebaya mereka, 91,2% siswa menggunakan bahasa Jawa Ngoko ketika berkomunikasi dengan temannya dan terdapat 28,6% yang menggunakan bahasa Jawa Krama alus. Berdasarkan angket yang diberikan, 51.3% siswa memperoleh pelajaran bahasa Jawa dari orang tua mereka dan 39,1% dari sekolah, akan tetapi intensitas pengajaran yang dilakukan oleh orang tua kepada anak menunjukkan 51,3% orang tua tidak terlalu sering dalam mengajarkan bahasa Jawa kepada putra-putri mereka dan 43,4% siswa mengatakan orang tua mereka sering mengajarkan bahasa Jawa kepada mereka.


(9)

Be penelitian dalam me budaya Ja Sosialisas Melalui P Tu melakukan hormat, ke nilai terseb Gam erdasarkan , dan penu endidik ana awa. Oleh k

si Nilai Ru

Parenting D

ujuan dari p n sosialisas epada anak but dalam k

4

mbar 2. Grafik Oleh R

uraian di a ulis juga in

ak-anak me karena itu p

ukun Dan N Dalam Kont B. penelitian in si nilai-nila dalam kelu kehidupan o 7.82 3 47.8%

k Prosentase P Remaja Kepa atas, penuli ngin menget ereka atas penulis mem Nilai Horm teks Buday

. Tujuan Pe

ni memaha ai hidup or uarga dan m oleh anak.

2% 11.3%

8.2 %

Penggunaan B da Orang Tua

is merasa t tahui bagai nilai-nilai milih judul

mat Oleh O ya Jawa.

enelitian

mi secara m rang tua, k mengetahui b Bahasa Jawa a tertarik unt imana cara rukun dan untuk pene Orang Tua

mendalam u khususnya bentuk pene Ba Ba Ba Ba tuk mengad a para oran

n hormat d elitiannya a

a Kepada A

upaya oran nilai rukun erapan dari ahasa Indone ahasa Jawa K ahasa Jawa K ahasa Jawa N

dakan g tua dalam adalah Anak ng tua n dan nilai-esia Krama Inggil Krama Alus Ngoko l


(10)

C. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan akan diketahui cara orang tua melakukan sosialisasi nilai-nilai hidup orang tua pada anak dalam keluarga, dan dari hasil tersebut dapat diambil manfaat:

1. Untuk orang tua, dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan sosialisasi nilai-nilai hidup kepada putra-putrinya dengan baik.

2. Untuk anak, dapat dijadikan pertimbangan dalam menginternalisasi nilai-nilai hidup, khususnya nilai rukun dan hormat dengan baik.

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritik bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan untuk memperkaya khasanah ilmu psikologi khususnya psikologi sosial karena hasil penelitian ini memberi penjelasan tentang sosialisasi nilai-nilai hidup dalam budaya Jawa, khususnya nilai rukun dan hormat.


(1)

kenyataannya kehidupan sehari-hari tidak semua keluarga dapat memenuhi gambaran keluarga yang ideal tersebut. Perubahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dewasa ini akan sangat berpengaruh pada kehidupan keluarga. Orang tua yang sibuk dengan pekerjaan di kantor sampai larut malam tanpa memikirkan anak akan mempengaruhi psikis seorang anak. Kondisi yang demikian ini akan menyebabkan komunikasi dan interaksi antara sesama anggota keluarga menjadi kurang harmonis. Hubungan kekeluargaan yang semula kuat dan erat, cenderung longgar dan rapuh. Ambisi karir dan materi yang tidak terkendali, telah mengganggu hubungan interpersonal dalam keluarga (Puspitawati, tt, dalam http://groups.yahoo.com/group/pengajaran_kimia_sma/message/355).

Terbentuknya kerukunan dan saling menghormati antar sesama individu merupakan keadaan yang diharapkan oleh orang tua kepada anak-ananya, akan tetapi dengan berdasar pada keadaan yang terjadi saat ini, masih banyak terjadi perkelahian atau tawuran yang terjadi di kalangan remaja, selain perkelahian terdapat juga sikap-sikap yang dilakukan oleh anak yang terkesan tidak hormat kepada orang tuanya, misalnya bertutur kata yang tidak sopan kepada orang tua mereka bahkan ada yang berani berbicara kasar kepada orang tuanya.

Perkelahian diantara pelajar, yang sering disebut tawuran merupakan salah satu bentuk perilaku maladjusmnet yang dapat dikatakan sebagai bentuk value

confusion yang semakin lama semakin mengerikan. Tawuran ini sering terjadi

terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan besar kemungkinan untuk meluas ke daerah-daerah lainnya. Data Bimmas Polri Metro Jaya untuk tawuran pelajar di Jakarta menunjukkan pada tahun 1992 tercatat 157


(2)

kasus per menewask meninggal yang men berikutnya tahun ke dalam Ma atas nilai-n Be (http://gro diketauhi Menengah 5 100 150 200 250 rkelahian pe kan 10 oran l 13 pelajar newaskan 1

a jumlah ko tahun juml aharani & A

nilai hidup Gam erdasarkan oups.yahoo.c bahwa jum h Kejuruan-0 0 0 0 0 0 perkelahia 1 elajar. Tah ng pelajar. r dan 2 oran

15 orang p orban menin

lah perkela Andyani, 20

yang ada pa

mbar 1. Grafik Sumber D hasil pe com/group/ mlah respo -Teknik Ind an tewas  (pelajar)

183 kasu

157 kasus 194

hun 1994 m Tahun 199 ng anggota m

pelajar dan ngkat deng ahian dan k

003). Keada ada diri rem

k Perkelahian Data Bimmas

enelitian y /pengajaran_ onden stud dustri (SMK

us 4 kasus

230 kasus

meningkat m 95 terdapat masyarakat.

2 orang a an 37 korb korban cend

aan ini mer maja saat ini

Antar Pelajar Polri Metro J

yang dila _kimia_sma di yang be K-TI) dan sa

menjadi 18 194 kasus . Tahun 199 anggota Po an meningg derung men rupakan kon

.

r di Jakarta, Jaya akukan ole a/message/3 erlokasi di atu sekolah 1992 1994 1995 19

83 kasus de s dengan ko 98 ada 230 k olri. Pada gal. Terliha ningkat (Se ndisi yang i

eh Puspit 355) empat Se umum swa 5 998 engan orban kasus tahun at dari etiono ironis tawati dapat kolah asta di 1992 1994 1995 1998


(3)

kota Bogor sebanyak 667 pelajar yang terdiri dari 540 putra dan 127 putri dengan pengambilan sampel menggunakan metode acak sederhana pada kelas dua, sebanyak 67% persen pelajar laki-laki dan perempuan SMK-TI dan 50% pelajar perempuan SMU melakukan jenis kenakalan umum seperti membolos, minggat, merokok, pesta sampai malam, dan menggoda cewek atau cowok. Untuk kenakalan kriminal, sebanyak 12,25 % pelajar SMK-TI dan 11% pelajar SMU mengkonsumsi narkoba, morphin, aibon. Sebelas persen SMK-TI dan lima persen pelajar SMU minum-minuman keras dan membawa alat senjata tajam ke sekolah. Pelajar kedua sekolah juga pernah melakukan seks bebas yakni 10% pelajar SMK-TI dan 5% pelajar SMU.

Keberadaan bahasa lokal sebagai aset budaya, sekarang kian tergerus. Banyaknya generasi muda yang sudah tidak bisa memakai bahasa lokal, adalah ancaman serius, terutama terhadap aset budaya peninggalan nenek moyang. Subroto dalam Solopos (2007) mengemukakan keprihatinannya bahwa setelah dilakukan riset tentang kemampuan generasi muda Jawa dalam memakai bahasa Jawa krama inggil. Kesimpulan yang ditarik Subroto, ternyata generasi muda Jawa sekarang mayoritas tak mampu memakai bahasa Jawa krama dengan tepat. Kondisi demikian dapat berimbas kepada budi pekerti, sopan santun, serta etika yang kian mengalami kemerosotan. Subroto menyatakan terdapat dua faktor utama sebagai penyebab tergerusnya bahasa lokal. Pertama, desakan dari bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Menurut Subroto, keberadaan bahasa nasional sebagai bahasa resmi akan mempengaruhi bahasa lokal, karena setiap hari bahasa nasional menjadi alat komunikasi. Kedua, desakan globalisasi, faktor kedua ini


(4)

menurut Subroto lebih disebabkan adanya ekspansi secara ekonomi maupun politik dari negara-negara yang memiliki ketangguhan ekonomi.

Berdasarkan penelitian awal yang telah dilakukan oleh peneliti di salah satu SLTP Negeri di Surakarta tentang penggunaan bahasa Jawa dalam kehidupan remaja, dari jumlah populasi 228 kemudian sampel yang digunakan adalah 115 siswa menunjukkan hasil bahwa 90,4% siswa dalam kehidupan sehari-harinya menggunakan bahasa Jawa dan 7,82% mengguanakan bahasa Indonesia. Bahasa yang digunakan siswa ketika berkomunikasi dengan orang tua mereka yang masih menggunakan bahasa Jawa Krama inggil hanya 11,3%, sedangkan yang menggunakan bahasa Jawa Krama alus 38,2% dan yang paling banyak adalah dengan menggunakan bahasa Jawa Ngoko yaitu mencapai 47,8%. Kondisi ini hampir sama ketika siswa berkomunikasi dengan teman sebaya mereka, 91,2% siswa menggunakan bahasa Jawa Ngoko ketika berkomunikasi dengan temannya dan terdapat 28,6% yang menggunakan bahasa Jawa Krama alus. Berdasarkan angket yang diberikan, 51.3% siswa memperoleh pelajaran bahasa Jawa dari orang tua mereka dan 39,1% dari sekolah, akan tetapi intensitas pengajaran yang dilakukan oleh orang tua kepada anak menunjukkan 51,3% orang tua tidak terlalu sering dalam mengajarkan bahasa Jawa kepada putra-putri mereka dan 43,4% siswa mengatakan orang tua mereka sering mengajarkan bahasa Jawa kepada mereka.


(5)

Be penelitian dalam me budaya Ja Sosialisas Melalui P Tu melakukan hormat, ke nilai terseb Gam erdasarkan , dan penu endidik ana awa. Oleh k

si Nilai Ru

Parenting D

ujuan dari p n sosialisas epada anak but dalam k 4

mbar 2. Grafik Oleh R

uraian di a ulis juga in

ak-anak me karena itu p

ukun Dan N Dalam Kont B. penelitian in si nilai-nila dalam kelu kehidupan o 7.82 3 47.8%

k Prosentase P Remaja Kepa atas, penuli ngin menget ereka atas penulis mem Nilai Horm teks Buday

. Tujuan Pe

ni memaha ai hidup or uarga dan m oleh anak.

2% 11.3% 8.2 %

Penggunaan B da Orang Tua

is merasa t tahui bagai nilai-nilai milih judul

mat Oleh O ya Jawa.

enelitian

mi secara m rang tua, k mengetahui b Bahasa Jawa a tertarik unt imana cara rukun dan untuk pene Orang Tua

mendalam u khususnya bentuk pene Ba Ba Ba Ba tuk mengad a para oran

n hormat d elitiannya a

a Kepada A

upaya oran nilai rukun erapan dari ahasa Indone ahasa Jawa K ahasa Jawa K ahasa Jawa N

dakan g tua dalam adalah Anak ng tua n dan nilai-esia Krama Inggil Krama Alus Ngoko l


(6)

C. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan akan diketahui cara orang tua melakukan sosialisasi nilai-nilai hidup orang tua pada anak dalam keluarga, dan dari hasil tersebut dapat diambil manfaat:

1. Untuk orang tua, dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan sosialisasi nilai-nilai hidup kepada putra-putrinya dengan baik.

2. Untuk anak, dapat dijadikan pertimbangan dalam menginternalisasi nilai-nilai hidup, khususnya nilai rukun dan hormat dengan baik.

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritik bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan untuk memperkaya khasanah ilmu psikologi khususnya psikologi sosial karena hasil penelitian ini memberi penjelasan tentang sosialisasi nilai-nilai hidup dalam budaya Jawa, khususnya nilai rukun dan hormat.