HORMAT KEPADA ORANG TUA DAN GURU.docx

HORMAT KEPADA ORANG TUA DAN GURU
4.1 Menjelaskan isi Q.S Al-Isra / 17:23-24
Al-Qur’an Surat Al-Isra’ (17) ayat 23-24.
‫ف ووولا تون لوهلرقهوما ووققلل‬
‫وووقوضى وربفقوك أ و ف ولا تولعبققدوا كإ ف ولا كإ فوياقه ووكبال لووالكودي لكن كإلحوساننا كإ ف وما ي وبلل قوغ فون كعن لودوك ال لككبوور أ ووحقدقهوما أ ولو ككولاقهوما وفولا توققلل ل وقهوما أ ق ف ف‬
‫ل وقهوما وقلونلا ك وكرينما‬
“ Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
(Qs. Al Israa’ [17]:23)
‫ب الروحلمقهوما ك ووما وربف ووياكني وصكغينرا‬
‫ووالخكفلض ل وقهوما وجوناوح ال فقذ ف كل كمون ال فورلحومكة ووققلل ور ك ف‬.
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah,
‘Wahai Tuhanku,kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
waktu kecil’.”
(Qs. Al Israa’ [17]:24)
Surat Al-Isra ayat 23-24 memiliki kandungan mengenai pendidikan berkarakter. Definisi dari
karakter adalah satu kesatuan yang membedakan satu dengan yang lain atau dengan kata lain
karakter adalah kekuatan moral yang memiliki sinonim berupa moral, budipekerti, adab, sopan

santun dan akhlak. Akhlak dan adab sumbernya adalah wahyu yakni berupa Al-Qur’an dan
Sunah. Sedangkan budi pekerti, moral, dan sopan santun sumbernya adalah filsafat. Kembali
kepada pengertian dari Surah Al-Isra ayat 23 disebutkan bahwa yang pertama Allah
memerintahkan kepada hamba-hambanya untuk menyembah Dia semata, tidak ada sekutu bagiNya.yang kedua, kita harus berbakti kepada orang tua. Lalu pada ayat 24 disebutkan bahwa anak
hendaknya mendoakan kedua orang tuanya. Ulama menegaskan bahwa doa kepada kedua orang
tua yang dianjurkan adalah bagi yang muslim, baik yang masih hidup atau telah meninggal.
Sedangkan bila ayah atau ibu yang tidak beragama islam telah meninggal, maka terlarang bagi
anak untuk mendoakannya. Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa ketika kita menghargai
dan menyayangi orang tua kita dengan baik maka akan menumbuhkan akhlak serta moral yang
baik pula bagi anak sedangkan jikalau kita acuh maka akan timbuh akhlak dan moral yang tidak
baik. Dengan kata lain, hal ini sangat berpengaruh dalam pendidikan karakter. Antara orangtua
sebagai pendidik dan anak. Segala sesuatu yang diajarkan dengan baik pada mulanya akan
menanamkan karakter yang baik pula pada anak. Untuk itu berbakti kepada orang tua merupakan
suatu cara yang harus dilakukan.

4.2 Menjelaskan isi hadis-hadis yang terkait dengan hormat dan patuh kepad orang tua
dan guru
1. Hadis Abdullah ibnu Umar tentang ridho Allah terletak pada ridho orang tua.
‫خقط‬
‫ كروضى اللقه فى كروضى الووالكودي لكن و وس و‬:‫علمفرو رضي الله عنهما قال قال رسوقل الله صلى الله عليه وسلم‬

‫عبلقد الله بن و‬
‫علن و‬
‫و‬
‫خقط الووالكودي لكن ) اخرجه الترمذي وصححه ابن حبان والحاكم‬
‫)الله فى وس و‬
Artinya: dari Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “
Keridhoaan Allah itu terletak pada keridhoan orang tua, dan murka Allah itu terletak pada
murka orang tua”. ( H.R.A t-Tirmidzi. Hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
[1][1]

1. Hadis Abu Hurairah tentang siapakah yang berhak dipergauli dengan baik.
‫علن ا وكبي قهوريوروة رضي الله عنه قال وجاوء ورقجلل الى رسوكل الله صلى الله عليه وسلم فقال ويا رسوول الله وملن ا ووح ف نق الفناكس‬
‫و‬
‫ ثم ا وبقلووك )اخرجه‬: ‫ ثم من؟ قال‬:‫ثم ا فقمك قال‬: ‫ ثم من؟ قال‬:‫ ث قفمو ا ق فقمك قال‬:‫ ث قفمو وملن؟ قال‬:‫ ا ق فقمك قال‬:‫حابوكتي؟ قال‬
‫كب ق‬
‫حلسكن وص و‬
‫)البخاري‬
Artinya: dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: “ Suatu saat ada seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah SAW, lalu bertanya: “ Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak aku pergauli dengan
baik?” Rasulullah menjawab : “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “ Ibumu!”, lalu

siapa? Rasulullah menjawab: “Ibumu!”. Sekali lagi orang itu bertanya: kemudian siapa?
Rasulullah menjawab: “ Bapakmu!”(H.R.Bukhari).[1][2]
1. Hadis Abdullah bin Mas’ud tentang amal yang paling disukai Allah SWT.
‫ ثم اي‬:‫ ال ف وصولاقة على وولقكتوها قال‬:‫ب الى الله قال‬
‫ت الن فوكب فوي صلى الله عليه وسلم ا فقي ال لوعومكل ا ووح فق‬
‫عبلقد الله بن وملسقعوفد قال وسا و ل ل ق‬
‫و‬
‫ الكجوهاقد فى وسكبي لكل الله ) اخرجه البخاري و مسلم‬:‫ ثم اي قال‬:‫ث قفمو كب فقر ال لووال لودي لكن قال‬:‫)قال‬
Artinya: “ dari Abdullah bin Mas’ud r.a. ia berkata: “ Saya bertanya kepada Nabi saw: amal
apakah yang paling disukai oleh Allah Ta’ala?” beliau menjawab: “ shalat pada waktunya. “
saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berbuat baik kepada kedua orang
tua. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berjihad(berjuang) di jalan
Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).[1][3]
1. Hadis Al-Mughirah bin Su’bah tentang Allah mengharamkan durhaka kepada ibu,
menolak kewajiban, meminta yang bukan haknya.

‫ ان الله حرم عليكم عقوق المهات ووأد البنات ومنع وهات وكره‬: ‫عن المغيرة بن شعبة قال النبي صلى الله عليه وسلم‬
‫)لكم قيل وقال وكثرة السؤال واضاعة المال )اخرجه البخاري‬
Artinya: dari Al-Mughirah bin Syu’ban r.a. ia berkata, Nabi Saw telah bersabda: “ Sungguh
Allah ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang

bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci orang yang
banyak bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.” (H.R.Bukhari).[1][4]
1. Hadis Abdullah ibnu Umar tentang dosa-dosa besar.
‫ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان من اكبر الكبا ئر ان يلعن الر‬: ‫عن عبد الله بن عمر ورضى الله عنهما قال‬
‫ يسب الرجل ابا لرجل فيسب أبا لرجل فيسب أبا ه و‬:‫و كيف يلعن لر جل والديه ؟ قا ل‬.‫ قيل رسول الله‬. ‫جل والديه‬
‫)يسب ) أخر جه امام بخاري‬
Artinya: “ dari Abdullah bin ‘amr bin al-ash ia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda: “
diantara dosa-dosa besar yaitu seseorang memaki kedua orang tuanya. “ para sahabat
bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki kedua orang tuanya?”
Beliau menjawab: “ Ya, apabila seseorang memaki ayah orang lain, kemudian orang itu
membalas memaki ayahnya kemudian ia memaki ibu orang lain, dan orang itu memaki ibunya.
(H.R. Bukhari).[1][5]
4.3 Menunjukkan contoh perilaku yang mencerminkan hormat dan patuh kepada orang
tua dan guru
PEMBAHASAN
A.

Birrul Walidain
1. Pengertian Birrul Walidain


Istilah Birrul Walidain terdiri dari kata Birru dan al-Walidain. Birru atau al-birru artinya
kebajikan dan al-walidain artinya kedua orang tua atau ibu bapak. Jadi, Birrul Walidain adalah
berbuat kebajikan terhadap kedua orang tua.
2. Kedudukan Birrul Walidain
Birrul Walidain mempunyai kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Allah dan Rasul-Nya
menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istimewa, sehingga berbuat baik pada keduanya
juga menempati posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada keduanya menempati
posisi yang sangat hina. Karena mengingat jasa ibu bapak yang sangat besar sekali dalam proses
reproduksi dan regenerasi umat manusia.
Secara khusus Allah juga mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu dalam
mengandung, menyusui, merawat dan mendidik anaknya. Kemudian bapak, sekalipun tidak ikut
mengandung tapi dia berperan besar dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi,

membesarkan dan mendidik anaknya, sehingga mempu berdiri bahkan sampai waktu yang sangat
tidak terbatas.
Berdasarkan semuanya itu, tentu sangat wajar dan logis saja, kalau si anak dituntut untuk berbuat
kebaikan kepada orang tuanya dan dilarang untuk mendurhakainya.[1][6]
3. Bentuk-Bentuk Birrul Walidain
Adapun bentuk-bentuk Birrul Walidain di antaranya:
1. Taat dan patuh terhadap perintah kedua orang tua, taat dan patuh orang tua dalam nasihat,

dan perintahnya selama tidak menyuruh berbuat maksiat atau berbuat musyrik, bila kita
disuruhnya berbuat maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara yang halus dan kita
tetap menjalin hubungan dengan baik.
2. Senantiasa berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap hormat, sopan santun, baik
dalam tingkah laku maupun bertutur kata, memuliakan keduanya, terlebih di usia senja.
[1][7]
3. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah
pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Selama keinginan dan saransaran itu sesuai dengan ajaran Islam.
4. Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materil. Misalnya, sebelum berkeluarga dan
mampu berdiri sendiri anak-anak membantu orang tua terutama ibu. Dan mengerjakan
pekerjaan rumah.
5. Mendoakan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah kemampuan, rahmat dan kesejahteraan
hidup di dunia dan akhirta.
6. Menjaga kehormatan dan nama baik mereka.
7. Menjaga, merawat ketika mereka sakit, tua dan pikun.
8. Setelah orang tua meninggal dunia, Birrul Walidain masih bisa diteruskan dengan cara
antara lain:


Mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya




Melunasi semua hutang-hutangnya



Melaksanakan wasiatnya



Meneruskan sillaturrahmi yang dibinanya sewaktu hidup



Memuliakan sahabat-sahabatnya



Mendoakannya.

4. Doa Anak untuk Orang Tua

Seorang anak yang ingin mendoakan kedua orang tuanya dapat mengambil contoh dari ayat suci
Alquran yaitu, doa Nabi Ibrahim as ketika mengajukan permohonan kepada Allah Swt agar dapat
lah kiranya Allah memberi ampunan pada kedua orang tuanya dari dosa-dosa yang telah mereka
perbuat.
Doa Nabi Ibrahim as dalam Q.S.Ibrahim:41
41. Ya Tuhan Kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang
mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”.
Permohonan Nabi Ibrahim dalam Q.S. Al-Israa’: 24
24. dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil”.
1. ‘Uququl Walidain
‘Uququl Walidain artinya mendurhakai kedua orang tua. Durhaka kepada kedua orang tua adalah
dosa besar yang dibenci oleh Allah Swt, sehingga adzabnya disegerakan oleh Allah di dunia ini.
Hal ini mengingat betapa istimewanya kedudukan kedua orang tua dalam ajaran Islam dan juga
mengingat betapa besarnya jasa kedua orang tua terhadap anaknya, jasa itu tidak bisa diganti
dengan apapun.
Adapun bentuk pendurhakaan terhadap orang tua bermacam-macam dan bertingkat-tingkat,

mulai dari mendurhaka di dalam hati, mengomel, mengatakan “ah” ( uffin, berkata kasar,
menghardik, tidak menghiraukan panggilannya, tidak pamit, tidak patuh dan bermacam-macam
tindakan lain yang mengecewakan atau bahkan menyakitkan hati orang tua.) di dalam Q.S. AIsraa:23 di ungkapkan oleh Allah dua contoh pendurhakaan kepada orang tua yaitu,
mengucapkan kata “uffin” dan menghardik ( lebih-lebih lagi bila kedua orang tua sudah berusia
lanjut)
Akhlak Kepada Guru


Guru adalah orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik murid-muridnya untuk menjadi
lebih baik sebagaimana yang diridhoi Alloh ‘azza wa jalla. Sebagaimana wajib
hukumnya mematuhi kedua orang tua, maka wajib pula mematuhi perintah para guru
selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan syari’at agama.



Di antara akhlaq kepada guru adalah memuliakan, tidak menghina atau mencaci-maki
guru, sebagaimana sabda Rosululloh saw :




‫ل وي لوس كم فونا وملن ل ولم ي قووكفقلر ك وكبيورونا وو ي ولروحلم وصكغيورونا‬

“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dan tidak
menyayangi orang yang lebih muda.” ( HSR. Ahmad dan At-Tirmidzi )


Di antara akhlaq kepada guru adalah mendatangi tempat belajar dengan ikhlas dan penuh
semangat, sebagaimana sabda Rosululloh saw :



‫جن فوكة‬
‫وملن وسل ووك وطكرينقا ي ول لتوكمقس كفيكه كعل لنما وس فوهول الل ف وقه ل وقه كبكه وطكرينقا كإولى ال ل و‬

“Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu padanya, Alloh mudahkan baginya
dengannya jalan menuju syurga.” ( HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu
Majah )


Di antara akhlaq kepada guru adalah datang ke tempat belajar dengan penampilan yang

rapi, sebagaimana sabda Rosululloh saw :



‫جوماول‬
‫كإ فون الل ف ووه وجكميلل ي قكح فق‬
‫ب ال ل و‬

“Sesungguhnya Alloh itu indah dan suka kepada keindahan.”( HR. Ahmad, Muslim dan AlHakim )




Di antara akhlaq kepada guru yaitu diam memperhatikan ketika guru sedang
menjelaskan, sebagaimana hadits Abu Sa’id Al-Khudri ra :
‫عولى قرقءوكسكهلم ال ف وطي لور‬
‫ت ال فوناقس ك وأ و فون و‬
‫وو وسك و و‬

“Orang-orang pun diam seakan-akan ada burung di atas kepala mereka.” ( HR. Al-Bukhori )


Imam Sufyan Ats-Tsauri rohimahullohberkata : “Bila kamu melihat ada anak muda yang
bercakap-cakap padahal sang guru sedang menyampaikan ilmu, maka berputus-asalah
dari kebaikannya, karena dia sedikit rasa malunya.”( AR. Al-Baihaqi dalam Al-Madkhol
ilas-Sunan )



Di antara akhlaq kepada guru adalah bertanya kepada guru bila ada sesuatu yang belum
dia mengerti dengan cara baik. Alloh berfirman :



‫وفالسأ ول قلوا أ ولهول الكفذك لكر كإلن ك قن لتقلم ل و تولعل وقملوون‬

“Bertanyalah kepada ahli dzikr ( yakni para ulama ) bila kamu tidak tahu.”( Qs. An-Nahl : 43 dan
Al-Anbiya’ : 7 )


Rosululloh saw bersabda :



‫أ ول و وسأ ول قلوا كإلذ ل ولم ي ولعل وقموا وفكإن ف ووما كشوفاقء ال لكعكفي ال فقسوؤاقل‬

“Mengapa mereka tidak bertanya ketika tidak tahu ? Bukankah obat dari ketidaktahuan adalah
bertanya ?” ( HSR. Abu Dawud )




Dan menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada faedahnya, sekedar mengolokolok atau yang dilatarbelakangi oleh niat yang buruk, oleh karena itu Alloh berfirman :
‫علن أ ولشوياوء كإلن تقبلود ل وك قلم توقسلؤك قلم‬
‫ويا أ وي فقوها ال ف وكذي لون آومن قلوا ل و تولسأ ول قلوا و‬

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan sesuatu yang bila dijawab
niscaya akan menyusahkan kalian.” ( Qs. Al-Maidah : 101 )


Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :



‫حكفروم كملن أ ولجكل وملسأ ول وكتكه‬
‫ح فورلم وف ق‬
‫كإ فون أ و ل‬
‫عوظوم ال لقملسلككمي لون قجلرنما وملن وسأ وول و‬
‫علن وشليفء ل ولم ي ق و‬

“Sesungguhnya orang muslim yang paling besar dosanya adalah orang yang bertanya tentang
sesuatu yang tidak diharamkan, lantas menjadi diharamkan lantaran pertanyaannya itu.” ( HR.
Ahmad, Al-Bukhori dan Muslim )


Ketika bertanya mestinya dilakukan dengan cara dan bahasa yang bagus.

Berkata Imam Maimun bin Mihron : “Pertanyaan yang bagus menunjukkan separuh dari
kefahaman.” ( AR. Al-Khothib Al-Baghdadi dalam Al-Jami’ )




Di antara akhlaq kepada guru adalah menegur guru bila melakukan kesalahan dengan
cara yang penuh hormat, sebagaimana sabda Rosululloh :
‫عا ف ومكتكهلم‬
‫ لكوملن ؟ وقاول لكل ف وكه وو لكككوتاكبكه وو لكورقسولككه وو ل وكئ فومكة ال لقملسلككميون وو و‬: ‫ ققل لونا‬, ‫حقة‬
‫الكفدي لقن الن فوكصي ل و‬

“Agama adalah nasihat.” Kami ( Shahabat ) bertanya : “Untuk siapa ?” Beliau menjawab :
“Untuk menta’ati Alloh, melaksanakan Kitab-Nya, mengikuti Rosul-Nya untuk para pemimpin
kaum muslimin dan untuk orang-orang umum.” ( HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi
dll )
1. Akhlak terhadap orang tua menurut etika :
Orang tua adalah oran yang telah merawat kita, menjaga, memelihara, dan mendidik kita
sejak kecil hingga kita menjadi dewasa. Mereka melakukannya secara sunguh-sungguh dan
penuh kasih sayang demi mengharapkan kehidupan kita yang lebih baik. Bahkan orang tua
dengan susah payah bekerja mencari nafkah untuk membahagiakan kita.
Sedemikian besar peran orang tua dalam hidup kita, sehingga sudah sepantasnya kita sebagai
orang yang berpengetahuan haruslah menjaga etika kita terhadap orang tua. Diantara bentukbentuk perbuatan kita yang sesuai dengan etika adalah :

1. Selalu taat kepada keduanya dan menjalankan segala perintahnya, asalkan perintah itu
tidak bertentangan dengan ajaran agama dan tidak melanggar hukum yang berlaku di
suatu tempat. Meskipun orang tua kita berbuat aniaya kepada kita, tetaplah kita tidak
boleh menyinggung perasaan mereka ataupun membalas perbuatan yang mereka terhadap
kita. Baik bagaimanapun mereka tetaplah orang tua kita yang telah merawat kita
semenjak kita kecil.
Menurut ukuran umum, orang tua tidak akan berbuat aniaya kepada anaknya sendiri. Jikalau
terjadi aniaya, biasanya disebabkan oleh perbuatan si anak yang berbuat keterlaluan kepada
orang tua.
2. Jika hendak pergi hendaklah meminta izin kepada keduanya. Apabila tidak diizinkan kita
harus menerimanya dengan lapang dada.
3. Berbicaralah dengan lemah lembut, bermuka manis, dan berseri-seri. Janganlah
meninggikan suara ketika berbicara kepada orang tua dan jangan pula menggunakan
kata-kata yang kasar kepada keduanya.
4. Perhatikan nasihat-nasihat orang tua dan janganlah memotong pembicaraannya.
5. Membantu pekerjaan orang tua dengan sekuat tenaga, terutama jika orang tua sudah
berusaha lanjut.
6. Selalu bersikap baik dan sopan santun baik dalam perbuatan maupun perkataan.
7. Selalu menyambung silaturahim kepada keduanya meskipun kita dalam perantauan
ataupun kita sudah memiliki keluarga sendiri, selalu menepati janji kita, dan
menghormati sahabat-sahabat orang tua dengan baik.
8. Selalu mendoakan orang tua agar diampuni dosa-dosanya oleh Allah swt.
Sementara itu menurut imam al-Ghazali, etika anak terhadap orang tuanya adalah sebagai
berikut:
1. Mendengarkan pembicaraannya.
2. Melaksanakan perintahnya.
3. Tidak berjalan di depannya.
4. Tidak mengeraskan suara ketika berbicara kepadanya.
5. Menjawab panggilannya.
6. Berkemauan keras menyenangkan hatinya.

7. Menundukkan badannya.
8. Tidak mengungkit kebaikan kita terhadap mereka.
9. Tidak memandang dengan mata melotot dan tidak menatap matanya.
Itulah sebagian kecil bentuk akhlak anak terhadap orang tua menurut etika
1. Akhlak Kepada Guru Menurut Etika
Murid adalah orang yang sedang belajar dan menuntut ilmu kepada seorang guru. Demi untuk
keberkahan dan kemudahan dalam meraih dan mengamalkan ilmu atau pengetahuan yang telah
diperoleh dari seorang guru, maka seorang murid haruslah memiliki akhlak atau etika yang benar
terhadap gurunya.
Beberapa contoh etika murid terhadap guru (Mu’allim), diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Seorang murid hendaklah hormat kepada guru, mengikuti pendapat dan petunjuknya.
2. Seorang murid hendaklah memberi salam terlebih dahulu kepada guru apabila
menghadap atau berjumpa dengan beliau.
3. Seorang murid hendaklah memandang gurunya dengan keagungan dan meyakini bahwa
gurunya itu memiliki derajat kesempurnaan, sebab hal itu lebih memudahkan untuk
mengambil manfaat dari beliau.
4. Seorang murid hendaklah mengetahui dan memahami hak-hak yang harus diberikan
gurunya dan tidak melupakan jasanya.
5. Seorang murid hendaklah bersikap sabar jika menghadapi seorang guru yang memiliki
perangai kasar dan keras.
6. Seorang murid hendaklah duduk dengan sopan di hadapan gurunya, tenang, merendahkan
diri, hormat sambil mendengarkan, memperhatikan, dan menerima apa yang disampaikan
oleh gurunya.
Jangan duduk sambil menengok kanan kiri kecuali untuk suatu kepentingan.
7. Seorang murid hendaklah ketika mengadap gurunya dalam keadaan sempurna dengan
badan dan pakaian yang bersih.
8. Seorang murid hendaklah jangan banyak bicara di depan guru ataupun membicarakan
hal-hal yang tidak berguna.
9. Seorang murid hendaklah jangan bertanya dengan tujuan untuk mengujinya dan
menampakkan kepandaian kepada guru.

10. Seorang murid hendaklah jangan bersenda gurau di hadapan guru
11. Seorang murid hendaklah jangan menanyakan masalah kepada orang lain ditengah majlis
guru.
12. Seorang murid hendaknya tidak banyak bertanya, apalagi jika pertanyaan itu tidak
berguna
13. Jika guru berdiri, Seorang murid hendaklah ikut berdiri sebagai penghormatan kepada
beliau.
14. Seorang murid hendaklah tidak bertanya suatu persoalan kepada guru ketika sedang di
tengah jalan.
15. Seorang murid hendaklah tidak menghentikan langkah guru di tengah jalan untuk hal-hal
yang tidak berguna.
16. Seorang murid hendaklah tidak berburuk sangka terhadap apa yang dilakukan oleh guru
( guru lebih mengetahui tentang apa yang dikerjakannya).
17. Seorang murid hendaklah tidak mendahului jalannya ketika sedang berjalan bersama.
18. Ketika guru sedang memberi penjelasan/ berbicara hendaklah murid tidak memotong
pembicaraannya. Kalaupun ingin menyanggah pendapat beliau maka sebaiknya
menunggu hingga beliau selesai berbicara dan hendaknya setiap memberikan sanggahan
atau tanggapan disampaikan dengan sopan dan dalam bahasa yang baik.
19. Apabila ingin menghadap atau bertemu untuk sesuatu hal maka sebaiknya murid
memberi konfirmasi terlebih dahulu kepada guru dengan menelphon atau mengirim
pesan, untuk memastikan kesanggupannya dan agar guru tidak merasa terganggu.
20. Murid haruslah berkata jujur apabila guru menanyakan suatu hal kepadanya.
21. Seorang murid hendaklah menyempatkan diri untuk bersilaturahim ke rumah guru di
waktu-waktu tertentu, sebagai bentuk rasa saying kita terhadap beliau.
22. Meskipun sudah tidak dibimbing lagi oleh beliau ( karena sudah lulus) murid hendaklah
tetap selalu mengingat jasanya dan tetap terus mendoakan kebaikan –kebaikan atas
mereka.
Bagaimanapun juga guru merupakan orang tua kedua kita setelah orang tua kita yang di rumah.
Mereka adalah orang tua kita saat kita berada di luar rumah. Jadi sebagaiman kita menghormati
orang tua kandung kita, maka kitapun juga harus menghormati guru kita.
Sebagaimana disyiratkan dalam sabda Rasulullah SAW :

“Tidak termasuk umatku orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua dari kami, tidak
mengasihi orang yang lebih kecil dari kami dan tidak mengetahui hak orang alim dari kami.”
(HR.Ahmad, Thabrani, dan Hakim dari Ubadah bin Shamit Ra.)
“Pelajarilah oleh kalian ilmu, pelajarilah oleh kalian ilmu(yang dapat menumbuhkan)
ketenangan, kehormatan, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kalian menuntut ilmu
darinya.” (HR. Thabrani dari Abu Hurairah. Ra)
1. Kedudukan Guru
“ Bapak Guru lebih mulia dari bapak kandung “. Sebab, Ibu Bapak itu mendewasakan dari segi
jasmani yang bersifat material, sedangkan Bapak/Ibu Guru mendewasakan dari segi rohani yang
bersifat spiritual dan universal.
Para Guru, Ustadz, Ustadzah, atau Mua’lim, Mursyid, selain mengantarkan kita menjadi orang
yang beramal sholih, mereka termasuk pewaris Nabi-Nabi, justru merekalah penyalur pusaka
dalam menjalankansyari’at, akhlak, aqidah, dan mereka pula contoh yang terdekat dengan kita.
Berkaitan dengan hal tersebut, Nabi bersabda :
Ulama adalah penerima pusaka Nabi-Nabi. (HR. al-Tirmizi dan Abu Daud).
Sehubungan dengan hadist tersebut, maka kita diperintahkan untuk menghormati para Ulama,
meski bukan Guru kita. Begitupula dengan para Da’I dan Muballigh selaku penyalur risalah
kenabian, yang kini disebut Da’wah atau Kulyah Agama. Adapun Ulama yang sebenarnya adalah
yang berilmu, dan beramal dengan ilmunya itu, serta ilmudan amalanya tersebut sesuai dengan
Al-Qur’an dan Hadist.

ETIKA ORANG BERIMAN : UCAPAN YANG BAIK, MEMULIAKAN TETANGGA DAN
MENGHORMATI TAMU
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas:
‫خي لنرا‬
‫ )) وملن وكاون ي قلؤكمقن كباللكه ووال لي ولوكم لالكخكر وفل لي وققلل و‬: ‫عل وي لكه وووسل ف ووم وقاول‬
‫علن ورقسلوكل اللكه وص ف ولى اللقه و‬
‫عن لقه و‬
‫علن أ وكبلي قهوري لوروة وركضوي اللقه و‬
‫و‬
‫و‬
‫ك‬
‫ وروواقه‬.((‫ وووملن وكاون ي قلؤكمقن كباللكه ووال لي ولوكم لالكخكر وفل لي قك لكرلم وضي لوفقه‬، ‫ وووملن وكاون ي قلؤكمقن كباللكه ووال لي ولوكم لالكخكر وفل لي قك لكرلم وجاورقه‬، ‫ت‬
‫م‬
‫ص‬
‫ي‬
‫ل‬
‫و‬
‫أ‬
‫ل ول ق ل‬
‫ال لبق و‬.
‫خاكر فقي ووقملسلكمل‬
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau
bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau
diam. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia menghormati
tetangganya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan
tamunya”. [HR al-Bukhâri dan Muslim].

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri (no. 6018, 6136, 6475), Muslim (no. 47),
Ahmad (II/267, 433, 463), Abu Dawud (no. 5154), at-Tirmidzi (no. 2500), Ibnu Hibban (no. 507,
517-at-Ta’lîqâtul-Hisân), al-Baihaqi (VIII/164).
SYARAH HADITS
1. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari
Akhir, hendaklah ia mengerjakan ini dan itu”.
Menunjukkan bahwa perbuatan-perbuatan tersebut adalah perkara iman. Sebagaimana yang telah
jelas bahwa amal perbuatan termasuk dari iman.
Perbuatan-perbuatan iman terkadang terkait dengan hak-hak Allah, seperti mengerjakan
kewajiban-kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan. Dan termasuk dalam cakupan
perbuatan-perbuatan iman, ialah berkata yang baik atau diam dari selainnya. Perbuatanperbuatan iman juga terkadang terkait dengan hak-hak hamba Allah, misalnya memuliakan tamu,
memuliakan tetangga, dan tidak menyakitinya. Ketiga hal itu diperintahkan kepada seorang
mukmin, salah satunya dengan mengucapkan perkataan yang baik dan diam dari perkataan yang
jelek.[1]
Dalam Shahîhain dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda:
‫ب‬
‫كإ فون ال فورقجول ل وي وتوك ول ف وقم كبال لك ولكومكة وما ي وتوبوي فوقن وما كفي لوها ي وكز فقل كبوها كفي ال فوناكر أ وبلوعود وما بوي لون اللـوملشكركق وواللـوملغكر ك‬.
Sesungguhnya seseorang mengucapkan kata-kata yang tidak ia teliti kebenarannya, ucapannya
itu menyebabkannya tergelincir di neraka lebih jauh dari pada jauhnya antara timur dan barat.[2]
Dalam Shahîh al-Bukhâri disebutkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
‫خكط اللكه ولا‬
‫كإ فون ال لوعبلود ل وي وتوك ول ف وقم كبال لك ولكومكة كملن كرلضوواكن اللكه ل و ي قل لكقي ل ووها وبانلا ي ولروفقع اللقه كبوها ودوروجا ف‬
‫ ووكإ فون ال لوعبلود ل وي وتوك ول ف وقم كبال لك ولكومكة كملن وس و‬، ‫ت‬
‫ي قل لكقي ل ووها وبانلا ي ولهكوي كبوها كفي وجوهن فووم‬.
Sesungguhnya seseorang mengatakan satu kalimat yang diridhai Allah dan ia tidak menaruh
perhatian terhadapnya, melainkan Allah akan mengangkatnya beberapa derajat. Sesungguhnya
seorang hamba mengatakan kalimat yang dimurkai Allah dan ia tidak menaruh perhatian
terhadapnya melainkan ia terjerumus dengan sebab kalimat itu ke Jahannam.[3]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
‫كإ فون أ وك لثوور وخوطاويا ابلكن آودوم كفلي لكوساكنكه‬.
Sesungguhnya kesalahan anak Adam yang paling banyak terletak pada lisannya.[4]

2. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Hendaklah ia berkata baik atau diam”.
Adalah perintah untuk berkata baik dan diam dari perkataan yang tidak baik atau sia-sia. Jadi,
adakalanya perkataan itu baik sehingga diperintahkan diucapkan. Dan adakalanya perkataan itu
tidak baik dan sia-sia, sehingga diperintahkan untuk diam darinya. Allah Ta’ala berfirman:
‫عكتيلد‬
‫ب و‬
‫وما ي ول لكفقظ كملن وقلوفل كإ ف ولا ل وودي لكه وركقي ل‬
Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu
siap (mencatat). [Qaf/50:18].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ وول لي وبلقصلق‬، ‫كا‬
‫علن ي وكمي لكنكه ومل و ن‬
‫علن ي وكمي لكنكه وفكإ فون و‬
‫ ووولا و‬، ‫كإوذا وقاوم أ ووحقدك قلم كإولى ال ف وصولاكة وفل و ي وبلقصلق أ ووماومقه وفكإن ف ووما ي قوناكجى اللوه وما وداوم كفي قموص ف ولاقه‬
‫ وفي ولدكفن قوها‬، ‫ت وقودكمكه‬
‫ أ ولو تو ل‬، ‫علن ي ووساكركه‬
‫ و‬.
‫ح و‬
Jika salah seorang dari kalian berdiri shalat, maka janganlah ia meludah di depannya karena
sesungguhnya ia sedang bermunajat kepada Rabb-nya selama ia berada di tempat shalatnya;
jangan pula ke sebelah kanannya karena di sebelah kanannya ada seorang malaikat; tetapi
hendaklah ia meludah ke sebelah kiri atau ke bawah kakinya, dan hendaklah ia mengubur
ludahnya itu.[5]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
‫ وووكاون ل وقهلم وحلسورةل‬، ‫علن كمثلكل كجي لوفكة كحومافر‬
‫جلكفس ولا ي ولذك ققرلوون اللوه كفي لكه كإ ف ولا وقاقملوا و‬
‫وما كملن وقلوفم ي وققلوقملوون كملن وم ل‬.
Tidaklah satu kaum berdiri dari satu majelis, mereka tidak mengingat (berdzikir) kepada Allah di
dalamnya, melainkan mereka seperti berdiri dari bangkai keledai dan mereka mendapatkan
kesedihan.[6]
Dari sini dapat diketahui bahwa perkataan yang tidak baik hendaknya tidak diucapkan, lebih baik
diam, kecuali jika sangat dibutuhkan. Sebab, banyak berbicara yang tidak bermanfaat membuat
hati menjadi keras.
‘Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barang siapa banyak bicara, banyak pula kesalahannya;
barang siapa banyak kesalahannya, banyak pula dosanya; dan barang siapa banyak dosanya,
maka nerakalah yang lebih layak baginya”.[7]
Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu pernah memegang lidahnya lalu berkata: “Lidah inilah yang
membuatku berada di tempat-tempat yang membinasakan”.[8]
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi
dengan benar selain Dia, tidak ada sesuatu pun yang lebih berhak di penjara dengan lama
daripada lisan.”[9]
Alangkah indahnya apa yang dikatakan ‘Ubaidullah bin Abi Ja’far, seorang faqih penduduk
Mesir pada zamannya, ia termasuk salah seorang ahli hikmah, beliau berkata: “Apabila

seseorang berbicara di suatu majlis lalu perkataannya membuatnya takjub, maka hendaklah ia
diam. Dan apabila ia diam lalu diam itu membuatnya takjub, hendaklah ia berbicara”.[10]
Kesimpulannya, selalu diam secara mutlak, atau menganggap diam sebagai bentuk taqarrub di
sebagaian ibadah seperti haji, i’tikaf, dan puasa adalah dilarang.[11]
3. Di antara perkara yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan kepada kaum
mukminin dalam hadits ini, ialah memuliakan tetangga.
Dalam sebagian riwayat terdapat larangan menyakiti tetangga karena menyakiti tetangga
hukumnya haram. Sebab, menyakiti tanpa alasan yang benar itu diharamkan atas setiap orang.
Tetapi dalam hak tetangga perbuatan menyakiti itu lebih berat keharamannya.
Dalam Shahîhain dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
bahwa beliau ditanya: “Dosa apakah yang paling besar?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Engkau menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia-lah yang menciptakanmu,”
ditanyakan lagi: “Kemudian apa?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau
membunuh anakmu karena takut ia makan bersamamu,” ditanyakan lagi, “Kemudian apa?”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau berzina dengan istri tetanggamu”.[12]
Dalam Shahîh al-Bukhâri, dari Abu Syuraih Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ ال ف وكذلي ولا ي وأ لومقن وجاقرقه بووواكئوققه‬: ‫ وو وملن ويا ورقسلوول اللكه؟ وقاول‬:‫ كقي لول‬. ‫ وواللكه ولا ي قلؤكمقن‬، ‫ وواللكه ولا ي قلؤكمقن‬، ‫وواللكه ولا ي قلؤكمقن‬.
“Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman,”
ditanyakan, “Wahai Rasulullah, siapa dia?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya”[13].
Adapun memuliakan tetangga dan berbuat baik kepadanya adalah diperintahkan. Allah Ta’ala
berfirman:
‫جن قكب‬
‫جاكر ال ل ق‬
‫ووا ل‬
‫جاكر كذي ال لققلربوىى ووال ل و‬
‫عبققدوا الل ف ووه ووولا تقلشكرقكوا كبكه وشي لنئا ووكبال لووالكودي لكن كإلحوساننا ووكبكذي ال لققلربوىى ووال لي ووتاومىى ووال لوموساككيكن ووال ل و‬
‫و‬
‫و‬
‫ك‬
‫ك‬
‫خونرا‬
‫ح‬
‫ي‬
‫لا‬
‫ه‬
‫ل‬
‫ال‬
‫ن‬
‫و‬
‫إ‬
‫م‬
‫ق‬
‫ك‬
‫ن‬
‫ما‬
‫ي‬
‫أ‬
‫ت‬
‫ك‬
‫ل‬
‫م‬
‫ما‬
‫و‬
‫ل‬
‫بي‬
‫س‬
‫ال‬
‫ن‬
‫ب‬
‫وا‬
‫ب‬
‫ن‬
‫ج‬
‫ل‬
‫ل‬
‫با‬
‫ب‬
‫ح‬
‫صا‬
‫وال‬
‫و‬
‫و‬
‫و‬
‫ف‬
‫ك‬
‫ك‬
‫ك‬
‫ك‬
‫ك‬
‫خوتانلا وف ق‬
‫ب وملن وكاون قم ل‬
‫ك‬
‫و‬
‫ق‬
‫فو ك و و و ل ل و ل ف‬
‫و ق فق‬
‫و ف‬
‫و ل و ل‬
Beribadahlah kepada Allah dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan
berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu
miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. [anNisâ`/4:36].
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menggabungkan hak-Nya atas manusia dan hak-hak manusia
terhadap manusia. Dan Allah menyebutkan orang-orang yang harus disikapi dengan baik.
Mereka ada lima kelompok.
Pertama. Orang yang masih dalam hubungan kekerabatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyebutkan orang tua secara khusus di antara mereka, karena keduanya memiliki keistimewaan

atas seluruh sanak kerabat, dan tidak ada satu pun dari mereka yang mempunyai keistimewaan
tersebut bersama keduanya, karena keduanya menjadi sebab keberadaan anak, mempunyai hak
mendidik, mengasuhnya, dan lain-lain.
Kedua. Orang lemah yang membutuhkan kebaikan. Ini terbagi dua, yaitu: orang yang
membutuhkan karena kelemahan badannya, seperti anak-anak yatim; dan orang yang
membutuhkan karena sedikitnya harta, yaitu orang-orang miskin.
Ketiga. Orang yang memiliki hak kedekatan dan pergaulan. Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjadikannya menjadi tiga kelompok, yaitu tetangga dekat, tetangga jauh, dan teman sejawat.
Dalam Shahîh al-Bukhâri, dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma , ia berkata: “Aku berkata, ‘Wahai,
Rasulullah! Sesungguhnya aku memiliki dua orang tetangga. Kepada siapakah aku memberikan
hadiah?’ Beliau menjawab, ‘Kepada tetangga yang paling dekat pintunya denganmu’.”[13]
Adapun teman sejawat, maka sebagian ulama menafsirkannnya dengan istri. Sebagian lagi -di
antaranya Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma – menafsirkannya dengan teman dalam safar.
Mereka tidak ingin mengeluarkan teman sejawat di tempat mukim dari makna
berkawan/persahabatan, namun persahabatan dalam safar itu sudah cukup sebagai persahabatan.
Jika demikian, tentu persahabatan terus-menerus di tempat mukim itu lebih utama.
Oleh karena itulah, Sa’id bin Jubair berkata: “Ia adalah teman yang shâlih”. Zaid bin Aslam
berkata: “Ia adalah teman dudukmu ketika mukim dan temanmu ketika safar”.
Dalam Musnad Imam Ahmad dan Sunan at-Tirmidzi, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash, dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
‫جاكركه‬
‫حا ك‬
‫ وووخي لقر اللـكجي لوراكن كعن لود اللكه و‬، ‫ب كعن لود اللكه وخي لقرقهلم لكوصاكحكبكه‬
‫خي لقرقهلم كلـ و‬
‫وخي لقر ا لل ولص و‬.
Sebaik-baik teman di sisi Allah ialah yang paling baik kepada temannya, dan sebaik-baik
tetangga di sisi Allah ialah tetangga yang paling baik kepada tetangganya.[15]
Keempat. Orang yang datang kepada seseorang dan tidak menetap bersamanya, yaitu ibnu sabil.
Ia adalah musafir apabila singgah di suatu negeri.
Ada ulama yang menafsirkannya dengan tamu. Maksudnya, jika musafir singgah sebagai tamu
pada seseorang.
Kelima. Hamba sahaya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamsering kali mewasiatkan kaum
muslimin agar berbuat baik kepada mereka. Diriwayatkan bahwa wasiat terakhir beliau ketika
kematian menjemput ialah, “Shalat dan berbuat baik kepada hamba sahaya yang kalian
miliki.”[16]
Sebagian ulama Salaf memasukkan ke dalam ayat ini apa saja yang dimiliki manusia berupa
hewan ternak.

Kemudian dalam ash-Shahîhain, dari ‘Aisyah dan Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
‫ت أ ون ف وقه وسي قووكفرث ققه‬
‫جاكر وح ف وتى وظن ون ل ق‬
‫وما وزاول كجبلكري لقل ي قلوكصي لكنلي كباللـ و‬.
Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga, sehingga aku mengira bahwa
tetangga akan mewarisi.[17]
Di antara bentuk berbuat baik kepada tetangga, ialah memberikan keluasan dan kemudahan
ketika ia butuh. Dari Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: Kekasihku (yakni Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) berwasiat kepadaku:
‫ف‬
‫ ث قفمو ان لقظلر أ ولهول بوي ل ف‬، ‫ت ومورنقا وفأ وك لكثلر وماوءقه‬
‫ت كملن كجي لوراكنوك وفأ وكصبلقهلم كمن لوها كبوملعقرلو ف‬
‫كإوذا وطبو ل‬.
‫خ و‬
“Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya, kemudian lihatlah keluarga tetanggamu,
berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan baik”.
Dalam riwayat lain disebutkan:
‫ت وموروقنة وفأ وك لكثلر وماوءوها ووتووعاوهلد كجي لوران ووك‬
‫ويا أ ووبا وذفر! كإوذا وطبو ل‬.
‫خ و‬
“Wahai, Abu Dzarr! Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya dan berikan
sebagiannya kepada tetangga-tetanggamu”.[18]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
‫ولا ي ولمن ولع وجالر وجاورقه أ ولن ي ولغكروز وخوشبونة كفلي كجوداكركه‬.
Janganlah salah seorang dari kalian melarang tetangganya menancapkan kayu di temboknya.
Setelah itu, Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Mengapa kalian, aku lihat kalian
berpaling dari nasihat tersebut? Demi Allah, aku pasti melemparkan kayu-kayu tersebut ke
pundak-pundak kalian”.[19]
Pendapat Imam Ahmad rahimahullah ialah, hendaklah seseorang mengizinkan tetangganya
meletakkan kayu di temboknya jika dibutuhkannya, dan itu tidak merugikan orang berdasarkan
hadits yang shahîh ini.
Zhahir perkataan Imam Ahmad rahimahullah ialah, seseorang wajib membantu tetangganya
dengan kelebihan yang dimilikinya yang tidak merugikannya jika tetangganya membutuhkannya.
[20]
Dijelaskan oleh para ulama bahwa tetangga itu ada tiga.
• Tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat, maka ia memiliki tiga hak, yaitu: hak
tetangga, hak Islam, dan hak kekerabatan.

• Tetangga muslim, maka ia memiliki dua hak, yaitu: hak tetangga, dan hak Islam.
• Tetangga kafir, ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga.[21]
Dan kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda:
‫ل وي لوس اللـقملؤكمقن ا ف ولذلي ي ولشبوقع وووجاقرقه وجاكئلع إولى وجن لكبكه‬.
Tidak dikatakan seorang mukmin, seorang yang kenyang, sedangkan tetangga di sampingnya
kelaparan.[22]
Al-Hasan berkata: “Bertetangga yang baik bukanlah menahan diri dari mengganggunya, tetapi
bertetangga yang baik ialah bersabar terhadap gangguannya”.[23]
Pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ada seorang wanita yang rajin shalat
malam, puasa dan shadaqah, akan tetapi dia selalu mengganggu tetangganya dengan lisannya,
maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk
penghuni neraka”. Kemudian disebutkan lagi, ada wanita yang melakukan shalat wajib lima
waktu dan dia suka bershadaqah dengan keju dan tidak mengganggu seorang pun juga, maka
Nabi bersabda: “Dia termasuk ahli surga”.[24]
4. Di antara perkara yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamperintahkan kepada kaum mukminin
dalam hadits ini, ialah memuliakan tamu, yaitu menjamunya dengan baik.
Dari Abu Syuraih Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: Kedua mataku melihat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam , dan kedua telingaku mendengar ketika beliau bersabda:
‫ ووالكفضوياوفقة ث وولاث وقة‬، ‫ ي ولولم وول وي لل ولة‬: ‫ ويا ورقسلوول اللكه ؟ وقاول‬، ‫ وووما وجاكئوزتققه‬: ‫ وقاول‬.‫وملن وكاون ي قلؤكمقن كباللكه ووال لي ولوكم لالكخكر وفل لي قك لكرلم وضي لوفقه وجاكئوزتوقه‬
‫عل وي لكه‬
‫ وووما وكاون وووراوء وذلكوك وفقهوو وصودوقلة و‬، ‫أ و فويافم‬.
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya dengan
memberikannya hadiah”. Sahabat bertanya, “Apa hadiahnya itu, wahai Rasulullah?” Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “(Menjamunya) sehari semalam. Jamuan untuk tamu
ialah tiga hari, dan selebihnya adalah sedekah”.[25]
Muslim juga meriwayatkan hadits Abu Syuraih Radhiyallahu ‘anhu , dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
َ‫ و‬،‫ ويا ورقسلوول اللكه‬: ‫ وقال قلوا‬.‫ وو ولا ي وكح فقل لكورقجفل قملسلكفم أ ولن ي قكقي لوم كعن لود أ وكخي لكه وح ف وتى ي قلؤكثومقه‬، ‫ وووجاكئوزتققه ي ولولم وول وي لل ولة‬، ‫الكفضوياوفقة ث وولاث وقة أ و فويافم‬
‫ ي قكقي لقم كعن لودقه وو ولا وشليوء ل وقه ي ولقكري لكه كبكه‬: ‫ووك وي لوف ي قلؤكثقمقه ؟ وقاول‬.
“Jamuan untuk tamu adalah tiga hari dan hadiah (untuk bekal perjalanan) untuk sehari semalam.
Tidak halal bagi seorang muslim menetap di rumah saudaranya kemudian membuatnya berdosa”.
Para sahabat bertanya: “Wahai, Rasulullah! Bagaimana ia membuatnya berdosa?” Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab: “Ia (tamu tersebut) menetap padanya, namun tuan rumah
tidak mempunyai sesuatu untuk memuliakannya”.[26]

Dalam hadits-hadits di atas dijelaskan, bahwa jamuan bagi tamu ialah untuk bekal perjalanan
sehari semalam dan jamuan ialah tiga hari. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan
antara hadiah untuk tamu dan jamuan, bahkan terdapat riwayat yang menegaskan hadiah untuk
tamu.
Dalam ash-Shahîhain, dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: “Wahai,
Rasulullah! Sesungguhnya engkau mengirim kami, kemudian kami singgah di kaum yang tidak
menjamu kami, bagaimana pendapatmu?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepada kami:
‫خقذلوا كمن لقهلم وح ف وق ال ف وضي لكف ال ف وكذلي ي ون لبوكغي ل وقهلم‬
‫ وفكإلن ل ولم ي ولفوعل قلوا ؛ وف ق‬، ‫ وفأ وومقرلوا ل وك قلم كبوما ي ون لبوكغي كلل ف وضي لكف ؛ وفالقبول قلوا‬، ‫كإلن ن ووزل لتقلم كبوقلوفم‬.
“Jika kalian singgah di salah satu kaum, lalu mereka memberikan untuk kalian apa yang layak
diterima tamu, maka terimalah. Jika mereka tidak melakukannya, ambillah dari mereka hak tamu
yang harus mereka berikan”.[27]
Nash-nash ini menunjukkan wajibnya menjamu tamu selama sehari semalam, ini adalah
pendapat al-Laits dan Ahmad.
Imam Ahmad t berkata: “Tamu berhak menuntut jamuan, jika tuan rumah tidak memberikannya,
karena jamuan adalah hak wajib baginya.”
Adapun dua hari lainnya bagi tamu, yaitu hari kedua dan ketiga, itu adalah puncak menjamu
tamu. Setelah tiga hari, tuan rumah juga berhak menyuruh tamu pindah dari rumahnya, karena ia
telah menunaikan kewajibannya. Hal tersebut dikerjakan Imam Ahmad.
Diriwayatkan dari Imam Ahmad, bahwa menjamu tamu itu wajib bagi orang muslim dan orang
kafir. Banyak sekali sahabat-sahabat Imam Ahmad yang mengkhususkan kewajiban tersebut bagi
orang muslim sebagaimana nafkah kerabat yang berbeda agama itu tidak diwajibkan menurut
satu riwayat dari Imam Ahmad.
Dalam sebagian riwayat ada perkataan, “Tamu tidak halal tinggal di rumah tuan rumah,
kemudian menyulitkannya”.
Sesungguhnya menjamu tamu tidak wajib, kecuali atas orang yang memiliki sesuatu untuk
menjamu –ini pendapat sejumlah ulama hadits, di antaranya Humaid bin Zanjawaih- maka tamu
tidak boleh meminta dijamu oleh orang yang tidak bisa menjamu.
Diriwayatkan dari hadits Salman Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata:
‫عل وي لكه وووسل ف ووم أ ولن ن وتوك ول ف ووف كلل ف وضي لكف وما ل وي لوس كعن لودونا‬
‫ن ووهاونا ورقسلوقل اللكه وص ف ولى اللقه و‬.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami membebani diri untuk tamu dengan
sesuatu yang tidak kami miliki.[28]

Jika tuan rumah dilarang membebani diri untuk tamu dengan sesuatu yang tidak dimilikinya,
maka ini menunjukkan bahwa tuan rumah tidak wajib membantu tamunya kecuali dengan
sesuatu yang dimilikinya. Jika tuan rumah tidak memiliki sesuatu pun, ia tidak wajib memberi
tamunya. Namun, jika tuan rumah mengutamakan tamunya daripada dirinya sendiri seperti yang
dilakukan orang-orang Anshar, dimana ayat berikut diturunkan tentang mereka,
‫عل وىى أ ون لقفكسكهلم وول ولو وكاون كبكهلم وخوصاوصلة‬
‫ووي قلؤكثقروون و‬
“…Dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga
memerlukan….” – Hasyr/59 ayat 9-[29] maka itu hal yang baik dan mulia, tetapi tidak wajib.
Jika tamu mengetahui tuan rumah tidak menjamunya kecuali dengan makanannya dan makanan
anak-anaknya, serta anak-anak menderita karenanya, maka tamu tidak boleh meminta dijamu
tuan rumah tersebut sebagai bentuk pengamalan dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
… ‫حكروجقه‬
‫وو ولا ي وكح فقل ل وقه أ ولن ي وثلكووي كعن لودقه وح ف وتى ي ق ل‬.
… Tidak halal seorang bertamu hingga menyulitkan tuan rumah.[30]
Selain itu, menjamu tamu adalah bentuk infaq yang wajib. Jadi, infak tersebut hanya diwajibkan
kepada orang-orang yang makanan dirinya dan makanan orang-orang yang ditanggungnya lebih,
seperti infak kepada sanak kerabat dan zakat fithri.
FAWÂ`ID HADITS
1. Iman adalah keyakinan dengan hati, ikrar dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota
tubuh, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan sebab perbuatan maksiat.
2. Amal masuk bagian dari iman.
3. Iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari Akhir adalah rukun iman yang penting,
karena mengingatkan kita kepada Allah yang pertama menciptakan, dan mengingatkan kita
bahwa kita akan kembali