Hubungan Antara Dukungan Sosial Dari Anak Dengan Psychological Well Being Pada Lansia Yang Tinggal Bersama Anak.

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DARI ANAK DENGAN
PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA LANSIA YANG TINGGAL
BERSAMA ANAK
DHENISYA WIDIANINGTYAS
Dosen Pembimbing : Esti Wungu., S.Psi., M.Ed

ABSTRAK
Dukungan

sosial

merupakan

salah

satu

faktor

eksternal


yang

mempengaruhi tingkat psychological well being seseorang. Bagi lansia yang
tinggal bersama anak dukungan sosial dari anak merupakan hal yang diharapkan
didapatkan oleh lansia tersebut. Selain itu pula terlihat ada perbedaan tingkat
psychological well being yang dirasakan pada lansia tersebut. Sehingga peneliti
ingin mengetahui bagaimana hubungan antara dukungan sosial dari anak dengan
psychological well being pada lansia yang tinggal bersama anak.
Rancangan

penelitian

yang digunakan

adalah

metode

penelitian


korelasional. Penelitian ini dilakukan terhadap 35 orang responden dengan usia
diatas 60 tahun, tinggal bersama anak selama minimal 3 bulan, sudah ditinggalkan
pasangannya, dan masih dapat berkomunikasi dengan baik. Alat ukur yang
digunakan adalah Dukungan Sosial dari Anak (r = 0,951) dan Psychological Well
Being dari Carol Ryff (r = 0,846). Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah accidental sampling.
Hasil penelitian ini menunjukan dukungan sosial dari anak dengan
psychological well being pada lansia yang tinggal bersama anak memiliki
hubungan yang signifikan dengan jenis korelasi positif dan tingkat korelasi yang
sedang.

Kata Kunci : Dukungan Sosial dari Anak, Psychological Well Being, Lansia,
Tinggal Bersama Anak.

PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan di Indonesia berhasil mengingkatkan usia
harapan hidup penduduk Indonesia. Sehingga proporsi penduduk usia lanjut di
Indonesia pun cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini juga terjadi di
kota-kota besar termasuk kota Bandung, dimana proporsi penduduk lansia kota
Bandung telah mencapai 9,33%. Namun, kota Bandung sendiri masih jauh dari

kondisi lingkungan yang dikatakan ramah lansia. Sehingga pemerintah juga
mulaimelakukan studi terhadap lansia di kota Bandung untuk mewujudkan kota
ramah lansia di tahun 2030.
Studi mengenai lansia ini merupakan studi yang jarang dilakukan padahal
merupakan hal yang menarik karena karakteristik lansia itu sensidri. Masa lanjut
usia (lansia) dimulai dari rentang usia 60 – 70 tahun sampai dengan kematian
(Santrick, 2011). Masa lansia terjadi kurang lebih selama 50 – 60 tahun lamanya.
Pada masa yang panjang dibandingkan dengan dengan periode lain ini, lansia
mengalami penuaan (aging) diamana perubahan yang terjadi cenderung menurun
(degeneratif). Perubahan tersebut terjadi dari berbagai aspek yaitu aspek fisik,
kognitif, dan sosioemosional. Selain itu, lansia juga tetap memiliki tugas
perkembangannya sendiri, dilihat dari tugas perkembangan yang dikemukakan
Havinghurst (1972, dalam Gallahue, 2012), tugas perkembangan yang harus
dilakukan pada dasarnya merupakan penyesuaian diri terhadap segala perubahan
akibat proses penuaan tersebut. Dengan kata lain perubahan yang ada harus
mampu dilewati oleh lansia dengan sukses.
Di masa lansia terdapat masalah unik, yaitu mencari orang orang baru
untuk menggantikan peran pasangan dan teman-teman lama yang telah meninggal
atau sulit ditemui dan rumah menawarkan kesempatan untuk mengatasi masalah
tersebut (David Strickeler, dalam Hurlock 1990). Sehingga biasanya dilakukan

kembali pengaturan tempat tinggal (living arrangement) bagi lansia. Di Indonesia,
pengaturan tempat tinggal dipengaruhi budaya yang masih berorientasi pada asas
keekeluargaan dan kebersamaan, yaitu anak harus berbakti pada orang tua. Hal ini
yang menjadikan tinggal bersama anak menjadi sering dipilih oleh lansia.
Namun menurut Afida (2000) pola keluarga yang semakin mengarah pada
keluarga ini (nuclear family) bisa menyebabkan lansia merasa kesepian karena

anak-anak sibuk dengan masalahnya sendiri sehingga kurang peduli terhadap
kehadilan lansia dan komunikasi yang terjalin pula semakin berkurang. Hal ini
menjadikan tinggal bersama anak bukan jaminan lansia akan selalu mendapatkan
harapan yaitu dirawat oleh anaknya.
Berdasarkan data awal yang diperoleh melalui proses wawancara kepada 6
responden lansia yang tinggal besama anak. Kondisinya berbeda-beda ada yang
sering berkonflik dengan anaknya, beban bertambak, tetap merasa kesepian, dan
ada pula yang merasa sangat dicintai oleh anaknya.
Kemampuan individu dalam menyesuaikan diri terhadap kondisi yang
berubah tersebut pada akhirnya membawa pengaruh terhadap penilaian mengenai
kesejahteraan hidup (well being) meraka. Hal ini mernurut Carol Ryff (Ryff 1989;
Ryff & Keyes 1996; Ryff & Singer, 2006) mengemukakan bahwa psychological
well being adalah kemampuan individu untuk mengenali potensi unik dari dirinya

dan mengoptimalkan potensi tersebut dalam berbagai aspek kehidupan terutama
dalam menghadapi berbagai tantangan dan berbagai perubahan hidup.
Melakukan penyesuaian diri ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi
lansia. Lansia memerlukan berbagai dukungan agar tetap melakukan segal ahal
dengan baik. Dukungan sosial merupakan salah satu dukungan yang memebrikan
peranan penting bagi kehidupan seseorang.
Menurut Cobb (1976), dukungan sosial adalah informasi yang membuat
seseorang percaya bahwa dirinya diperhatikan dan dicintai, dihargai dan
dihormati, dan dianggap sebagai bagian dari sebuah jaringan. Peranan dukungan
sosial ini bukan tercermin dari banyaknya dukungan yang diberikan, melainkan
dari informasi yang tersampaikan kepada penerima dukungan tersebut. Sumber
dukungan sosial dapat dari berbagai sumber dan sumber tersebut akan berubah
sepanjang rentang kehidupan. Padaa lansia yang tinggal bersama anak, dukungan
sosial tersebut terfokus dari keluarga, khususnya anak. Dukungan yang diberikan
pun bentuknya bermacam-macam seperti dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasional.
Berdasarkan data awal kepada 6 responden ketika diwawancarai mengenai
dukungan sosial dari anak dan psychological well being yang dimiliki tersebut
terlihat bahwa kondisi dukungan sosial dari anak terlihat berbeda-beda dirasakan


oleh lansia. Begitu pula psychological well being yang dimiliki oleh lansia
tersebut.
Selain itu, menurut Young (2006) penelitian mengenai kedua variabel ini
perlu dilakukan lebih lanjut karena penelitian-penelitian sebelumnya menunjukan
ketidakkonsistenan mengenai model teori yang dapat menjelaskan interaksi antara
keduanya.
Kemudian, banyaknya penelitian menganai proses penuaan yang identik
dengan hal negatif (seperti depresi, kecemasan, kesendirian, dll) membuat peneliti
semakin ingin melakukan penelitian mengenai hal positif yang dapat
dikembangkan oleh lansia itu sendiri.
Oleh karena itu, maka peneliti tertarik untuk melihat hubungan antara
dukungan sosial dari anak dengan psychological well being pada lansia yang
tinggal bersama anak

METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan penelitian non-ekperimantal bersifat kuantitatif dengan menggunakan
metode korelasional. Metode korelasional adalah suatu studi yang mencari
gambaran derajat hubungan yang ada diantara dua variabel yang diukur
(Christensen, 2007). Rancangan penelitian ini dipilih karena sesuai dengan

maksud dan tujuan penilitian dari penelitian ini.
Partisipan
Partisipan dari penelitian ini adalah individu dengan usia lebih dari 60
tahun, tinggal bersama anak minimal selama 3 bulan, sudah ditinggalkan
pasangannya (cerai mati atau cerai hidup), dan masih memiliki kemampuan
komunikasi yang baik.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental
sampling. Teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang
secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dan dipandang cocok sebagai

sumber data (Sugiyono, 2012). Sedangkan, jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah sebanyak 35 orang
Pengukuran
Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan dua alat ukur berupa
kuesioner untuk mengukur dua variabel yang harus diukur dalam penelitian ini.
Untuk mengukur variabel dukungan sosial dari anak, peneliti menurunkan
berdaarkan teori dukungan sosial dari Cobb (1976) dan membuatnya agar sesuai
dengan konteks yang akan diteliti yaitu spesifik dukungan dari anak. Alat ukur ini
terdiri dari 52 item, dimana item yang valid dan digunakan dalma pengolahan data
hanya sebanyak 36 item. Kemudian untuk mengukur variabel psychological well

being penelitian ini menggunakan kuesioner Psychological Well Being (PWB)
yang merupakan adaptasi (terjemahan) dari alat ukur yang dikembangkan oleh
Carol Ryff (1995) yang dibuat oleh Christian Sugiarto dalam tesisnya pada tahun
2010. Alat ukur ini terdiri dari 42 item pernyataan.

HASIL
Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis yang dilakukan peneliti
didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Lansia yang tinggal bersama anak dalam penelitian ini merasakan
dukungan sosial dari anak yang tinggi, begitu pula psychological well
being yang dimilikinya berada pada skor yang tinggi.
2. Hubungan antara kedua variabel ini yaitu dukungan sosial dari anak dan
psychological well being menunjukan hasil hubungan yang signifikan.
Dimana hubungan kedua merupakan korelasi positif dengan tingat korelasi
yang sedang. Hubungan yang positif menunjukan arti bahwa semakin
tinggi dukungan sosial dari anak yang dirasakan oleh lansia tersebut
semakin tinggi pula psychological well being yang dimiliki, dan begitu
pula sebaliknya. Kontribusi dukungan sosial dari anak ini sebesar 39,8%
terhadap psychological well being. Sedangkan sisanya yaitu 60,2%


merupakan kontribusi dari faktor-faktor lain, seperti jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status pekerjaan, usia, religiusitas, penyakit yang dirasakan,
dan faktor lainnya. Dengan melihat hal ini, maka kita sebaiknya
memberikan pengetahuan ataupun ketrampilan kepada masyarakat agar
memberikan dukungan sosial yang baik agar membantu meningkatkan
psychological well being lansia.
3. Dari keempat dimensi dukungan sosial, dukungan penghargaan (esteem
support) merupakan dukungan yang paling tinggi dirasakan oleh lansia
yang tinggal bersama anak dan ternyata memiliki hubungan yang paling
besar dengan psychological well being. Hal ini menunjukan bahwa
apresiasi, persetujuan ide, dan pujian berupa perbandingan secara positif
dengan orang lain dari anak merupakan sesuatu yang dirasakan bermakna
bagi lansia itu sendiri sehingga membuat dirinya menilai keadaan diri
menjadi lebih positif apapun masalah atau tantangan yang terjadi, menilai
diri mampu menyelesaikan masalah dan tantangan yang ada, dan juga
menjadi lansia merasakan memiliki hubungan yang hangat dengan orang
terdekatnya dalam hal ini adalah anak.

DAFTAR PUSTAKA


Buku:
Christensen, Larry. 2007. Experimental Methodology 10th edition. Pearson
Education, Inc : USA.
Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use.
Massachusetts : Allyn & Bacon.
Hurlock, Elizabeth B. 1990. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Papalia, Diane E., Sterns, Harvey., et al. 2007. Adult Development and Aging
3rd edition. New York : Mc Graw Hill
Santrock, John W. 2002. Life-Span Development : Perkembangan Masa
Hidup Edisi 5, Jilid I. Jakarta : Erlangga
Sarafino, Edward P. 1990. Health Psychology. Singapore : John Wiley &
Sons, Inc.
Sugiyono. 2012. Statsitika untuk Penelitian. Alfabeta : Bandung
Taylor, Shelley E. 2012. Health Psychology 8th edition. Los Angeles :
McGraw - Hill International Edition.
Skripsi/Tesis:
Ika Soraya. (2007). Perbandingan Psychological Well Being pada Lansia
yang tinggal di bersama keluarga di rumahnya sendiri, bersama

keluarga di rumah anaknya, dan di panti werdha. Skripsi. Jakarta :
Universitas Indonesia
Indiani, Novie. (2012). Perbedaan Kepuasan Hidup Lansia Dini yang
Tinggal Bersama anak, mandiri, dan di panti wredha. Skripsi. Jakarta
: Universitas Indonesia
Kusumawardhani, Arianti. (2014). Hubungan Antara Dukungan Sosial dan
Kualitas Hidup pada Lansia Penderita Hipertensi. Fakultas Psikologi
Universitas Apdjadjaran Jatinangor : Skripsi
Meirosa, Theresia. (2013). Hubungan antara dukungan sosial teman dengan
Psychological Well Being pada Mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Padjadjaran yang sedang Menyusun Skripsi. Fakultas
Psikologi Universitas Padjadjaran Jatinangor: Skripsi

Rahayu, Malika Lia. (2008). Psychological Well Being pada Wanita Dewasa
Muda yang Menjadi istri kedua dalam Pernikahan Poligami. Skripsi.
Jakarta : Universitas Indonesia
Sugiarto, Christiani. (2010). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan
Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) pada Lansia di
Panti Wredha “X” Bandung. Thesis. Bandung : Program Pasca
Sarjana Universitas Padjadjaran.
Sulastri, Tati. (2009). Harapan Lansia Terhadap Perhatian Keluarga.
Kepanjen : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Tisela Wardoyo. (2010). Psychological Well-Being pada Individu Lanjut
Usia. Skripsi. Bandung : Universitas Padjadjaran

Jurnal:
Cobb, S. 1976. “Social Support as a Moderator of Life Stress”.
Psychosomatic Medicine Vol. 38, No. 5:300-314
Isnutomo,Maulita Dwasti. 2012. Identifikasi Permintaan Kelompok Usia
Lanjut Tehadap Kegiatan Rekreasi Di Kota Bandung. Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 23 No. 2, Agustus 2012
Kooshiar, Hadi, dkk 2012. Living Arrangements and Life Satisfaction in
Older Malaysian: The Mediating Role of Social Support Function.
PLOS One
Nurmalasari, Yanni. 2007. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Harga
Diri pada Remaja Penderita Penyakit Lupus. Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
Ryff, C. D. 1989. Happiness is everything, or is it? Explorations on the
meaning of Psychological Well Being. Journal of Personality and
Social Psychology Vol 57, No. 6, 1069 -1081
Ryff, C. D. 1995. Psychological Well Being in Adult Life. Current Directions
in Psychological Science, Vol. 4, No. 4, 99 – 104
Ryff, C. D & Keyes, C.L.M. 1995. The Structure of Psychological Well Being
Revisited. Journal of Personality and Social Psychology, Vol 69, No.
4, 719 – 727
Ryff, C. D., Keyes, C.L.M, etc. 2002. Optimizing Well Being : The Empirical
Encounter of Two Traditions. Journal of Personality and Social
Psychology, Vol 82, No. 6, 1007 – 1022

Ryff, C. D & Singer, B. H. 2006. Know Theyself and Become What you are :
A Eudaimonic approach to Psychological Well Being. Journal of
Happiness Studies, 9: 13 – 39
Supartini, Siti dan Sri Iswanti. 2005. Fenomena Lanjut Usia Bertempat
Tinggal Di Rumah Anak (Studi Dalam Budaya Jawa)
Internet:
Kota Bandung dalam Angka (Bandung City in Figure). 2014.
(http://bandungkota.bps.go.id/publikasi/kota-bandung-dalam-angkatahun-2014). 10 Maret 2015 (09.07 WIB).
Emotional
and
Social
Development
in
Late
Adulthood.
(http://www.pearsonhighered.com/showcase/berkexploring2e/assets/B
erk_ch18.pdf). 27 Maret 2014 (19.00 WIB).
Buletin Lansia. 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Pusat
Data
dan
Informasi
Kementrian
Kesehatan
RI
(http://www.depkes.go.id/) 19 Maret 2013 (18.43 WIB).
An Overview Of Life Satisfaction Literatures Social Work Essay.
(http://www.ukessays.com/essays/social-work/an-overview-of-lifesatisfaction-literatures-social-work-essay.php). 12 Mei 2013 (18.00
WIB).
Penduduk
Lanjut
Usia.
(http://storage.jakstik.ac.id/ProdukHukum/MenPAN/index.php-option=com).
6
November 2014 (19.00 WIB).