KEJADIAN ANDROPAUSE PADA LANSIA DI PERSATUAN WREDHATAMA REPUBLIK INDONESIA (PWRI) KOTA DENPASAR TAHUN 2016.
UNIVERSITAS UDAYANA
KEJADIAN ANDROPAUSE PADA LANSIA DI PERSATUAN
WREDHATAMA REPUBLIK INDONESIA (PWRI) KOTA
DENPASAR TAHUN 2016
NI LUH KOMANG SETIA PURWANINGSIH
NIM. 1420015030
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
(2)
UNIVERSITAS UDAYANA
KEJADIAN ANDROPAUSE PADA LANSIA DI PERSATUAN
WREDHATAMA REPUBLIK INDONESIA (PWRI) KOTA
DENPASAR TAHUN 2016
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
NI LUH KOMANG SETIA PURWANINGSIH
NIM. 1420015030
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
(3)
iv
(4)
(5)
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat dan rahmat-Nya skripsi yang berjudul “Kejadian Andropause
Pada Lansia Di Persatuan Wredhatama Republik Indonesia (PWRI) Kota
Denpasar Tahun 2016” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Skripsi ini
diajukan sebagai persyaratan kelulusan dalam rangka menyelesaikan kuliah di Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak dr. I Md. Ady Wirawan, MPH., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana.
2. Bapak Ketut Hari Mulyawan, S.Kom., MPH., selaku Kepala Bagian Peminatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
3. Ibu Ni L.P. Suariyani, S.KM., MHlth&IntDev., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta masukan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak I Made Slamet selaku ketua Persatuan Wredhatama Republik Indonesia (PWRI) Kota Denpasar beserta para staff yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi.
5. Seluruh Dosen, Staf dan Pegawai Program Studi Kesehatan Masyarakat atas dukungan dan kerjasamanya.
6. Bapak, ibu, keluarga tercinta, serta pacar yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi penelitian ini.
7. Semua teman-teman angkatan 2014 yang selalu memberikan saran dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.
(6)
vii
8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi penelitian ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Denpasar, Juli 2016
(7)
viii
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA PEMINATAN KIA-KESPRO
Skripsi, Juni 2016
Ni Luh Komang Setia Purwaningsih
Kejadian Andropause Pada Lansia Di Persatuan Wredhatama Republik Indonesia (PWRI) Kota Denpasar Tahun 2016
ABSTRAK
Lansia merupakan proses seseorang dari usia dewasa menjadi usia tua karena terjadinya penurunan fungsi organ tubuh sehingga menurunkan kualitas hidup seseorang. Andropause merupakan keadaan pria berumur di atas tengah baya yang mempunyai keluhan, gejala, dan tanda menyerupai menopause pada wanita. Pengetahuan mengenai andropause akan mempengaruhi cara mengatasi gejala dan keluhan pada lansia. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan gambaran mengenai kejadian andropause pada lansia di PWRI Kota Denpasar.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian adalah 90 lansia di PWRI Kota Denpasar yang diambil dengan teknik porposive sampling, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan kemudian dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan lansia tentang andropause mayoritas tergolong cukup (58,9%) dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi (61,4%) dan dengan kelompok umur 45-59 tahun sebanyak (100%). Berdasarkan kuesioner ADAM lansia yang mengalami gejala andropause (56,6%) dengan tingkat pengetahuan baik (76,7%). Lansia dengan kelompok umur diatas 90 tahun mengalami kejadian andropause (100%) sedangkan kelompok umur 45-59 tahun (44,4%). Lansia yang mengalami gejala andropause mayoritas memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus (75,0%). Berdasarkan kuesioner AMS didapatkan lansia dengan keluhan ringan sampai sedang (91,1%). Lansia dengan pengetahuan rendah memiliki keluhan sedang (71,4%) dan mayoritas dialami oleh kelompok umur 45-59 tahun (66,1%).
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu lansia di PWRI Kota Denpasar memiliki pengetahuan cukup tentang andropause dan mayoritas mengalami gejala andropause dengan keluhan sedang. Lansia diharapkan mencari informasi yang dari sumber yang dapat dipercaya misalnya tenaga kesehatan sehingga lansia dapat bersikap positif dalam menghadapi andropause. Keluarga lansia juga di harapkan agar lebih peduli dan perhatian kepada lansia dan dapat membantu lansia dalam hal melakukan pencegahan andropause
(8)
ix
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA PEMINATAN KIA-KESPRO
Script, Juni 2016
Ni Luh Komang Setia Purwaningsih
Genesis Andropause On Elderly In Persatuan Wredhatama Republik Indonesia at the City of Denpasar in 2016
ABSTRACT
Elderly is a process of a person of adulthood into old age because of the decline in organ function resulting in lower quality of life. Andropause is a condition in men over the age of middle-aged who have a complaint, symptoms, and symptoms resembling menopause in women. Knowledge of andropause affects the way to overcome the symptoms and complaints in the elderly. The purpose of this study is to get an overview of the events in elderly andropause in PWRI Denpasar.
This research is quantitative descriptive cross-sectional design. The sample was 90 elderly people in PWRI Denpasar taken by purposive sampling techniques, data collection using questionnaires and then analyzed descriptively.
The results showed that the elderly knowledge about andropause majority of the fairly (58.9%) with the latest educational College (61.4%) and in the age group 45-59 years as many as (100%). Based on the ADAM questionnaire elderly who have symptoms of andropause (56.6%) with a good level of knowledge (76.7%). Elderly in the age group over 90 years experience andropause incidence (100%), while the age group 45-59 years (44.4%). Seniors who experience symptoms of andropause majority have a history of diabetes mellitus (75.0%). Based on the questionnaire obtained AMS elderly with complaints of mild to moderate (91.1%). Elderly with low knowledge complaints moderate (71.4%) and experienced by the majority of the age group 45-59 years (66.1%).
The conclusion from this research that the elderly in PWRI Denpasar have enough knowledge of andropause and the majority experiencing symptoms of andropause with moderate complaints . Elderly expected to seek information from reliable sources eg health personnel so that the elderly can be positive in the face of andropause . Families elderly are also expected to be more caring and considerate to the elderly and to help the elderly in terms of prevention andropause
(9)
x
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ... i
Halaman Judul Dengan Spesifikasi ... ii
Halaman Persetujuan ... iv
Kata Pengantar ... vi
Abstrak ... xiii
Abstract ... ix
Daftar Isi... x
Daftar Tabel ... xii
Daftar Gambar ... xiii
Daftar Lampiran ... xiv
Daftar Singkatan... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1 Tujuan Umum ... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.4.1 Manfaat Teoritis ... 5
1.4.2 Manfaat Praktis ... 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Pengetahuan ... 6
2.2 Lansia ... 8
2.3 Andropause ... 11
2.3.1 Definisi Andropause... 11
2.3.2 Faktor-faktor Penyebab dan Gejala Andropause ... 12
(10)
xi
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 15
3.1 Kerangka Konsep ... 15
3.2 Variabel Penelitian ... 16
3.3 Definisi Operasional ... 16
BAB IVMETODE PENELITIAN ... 18
4.1 Desain Penelitian ... 18
4.2 Tempat dan Waktu Pengumpulan Data ... 18
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 18
4.3.1 Populasi ... 18
4.3.2 Sampel Penelitian ... 18
4.3.3 Besar Sampel ... 19
4.4 Alat dan Teknik Pengumpulan Data ... 20
4.4.1 Alat Pengumpulan Data ... 20
4.4.2 Teknik Pengumpulan Data ... 20
4.5 Teknik Analisa Data ... 20
4.5.1 Pengolahan Untuk Data Pengetahuan ... 22
4.5.1 Pengolahan Data Untuk Kuisioner ADAM ... 22
4.5.1 PengolahanData Untuk Kuisioner AMS ... 23
BAB V. HASIL DAN ANALISI PENELITIAN ... 24
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 24
5.2 Karakteristik Responden ... 24
5.3 Distribusi Pengetahuan Berdasarkan Karakteristik Responden ... 26
5.4 Distribusi Kejadian Andropause Berdasarkan Karakteristik Responden .... 27
5.5 Distribusi Tingkat Keluhan yang Dirasakan Berdasarkan Karakteristik Responden ... 29
BAB VI. PEMBAHASAN ... 32
6.1 Karakteristik Responden ... 32
6.2 Pengetahuan Lansia Tentang Andropause ... 33
6.3 Kejadian Andropause di PWRI Kota Denpasar ... 35
6.4 Keterbatasan Penelitian ... 39
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 41
7.1 Simpulan ... 41
7.2 Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN
(11)
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 16
Tabel 5.1 Karakteristik Responden ... 25
Tabel 5.2 Gambaran Tingkat Pengetahuan Responden tentang Andropause ... 26
Tabel 5.3 Pengetahuan Responden Tentang Andropause berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 26
Tabel 5.4 Pengetahuan Responden Tentang Andropause berdasarkan Umur ... 27
Tabel 5.5 Gambaran Kejadian Andropause berdasarkan ADAM Questionnaire .... 27
Tabel 5.6 Kejadian Andropause berdasarkan Tingkat Pengetahuan Responden ... 28
Tabel 5.7 Kejadian Andropause berdasarkan Umur ... 28
Tabel 5.8 Kejadian Andropause berdasarkan Riwayat Penyakit ... 29
Tabel 5.9 Gambaran Tingkat Keluhan Dirasakan Responden Berdasarkan AMS Scale ... 29
Tabel 5.10 Tingkat Keluhan Berdasarkan Tingkat Pengetahuan ... 30
Tabel 5.11 Tingkat Keluhan Berdasarkan Umur ... 30
(12)
xiii
DAFTAR GAMBAR
(13)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Penelitian
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
Lampiran 4 Output Data Lampiran 5 Dokumentasi Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian
(14)
xv
DAFTAR SINGKATAN
ADAM : Androgen Deficiency in Aging Males AMS : Aging Male Sympthoms
BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional DHEA : Dehydroephyandosterone
DHEAs : Dehydroephyandosterone sulfat Lansia : Lanjut Usia
PADAM : Partial Androgen Deficiency in Aging Males PNS : Pegawai Negeri Sipil
PT : Perguruan Tinggi
PWRI : Persatuan Wredhatama Republik Indonesia SHBG : Sex Hormone-Binding Globulin
SMP : Sekolah Menengah Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas UHH : Usia Harapan Hidup WHO : World Health Organization
(15)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lansia merupakan tahap akhir dari penuaan. Pada tahap ini biasanya individu sudah mengalami kemunduran fungsi fisiologis organ tubuhnya (Wahyunita, 2010). Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup yang menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (Lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun (BKKBN, 2014). Menurut UU No 13 Th 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, yang dimaksudkan dengan lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun keatas.
Proses seseorang dari usia dewasa menjadi usia tua merupakan suatu proses yang harus dijalani dan disyukuri. Proses ini biasanya menimbulkan suatu beban karena menurunnya fungsi organ tubuh orang tersebut sehingga menurunkan kualitas hidup seseorang. Namun disisi lain masih banyak orang yang menginjak usia senja juga mengalami kebahagiaan (Wahyunita, 2010).
Jumlah penduduk lansia di Indonesia merupakan terbesar keempat setelah negara Cina, India dan Jepang. Berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2014, saat ini lansia Indonesia berjumlah 20,8 juta atau empat kali jumlah penduduk Singapura. Pada tahun 2035, jumlah lansia diperkirakan akan mencapai 80 juta, dimana setiap empat orang Indonesia terdapat satu orang berumur diatas 60 tahun (BKKBN, 2014).
Menurut Data Cakupan Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut Provinsi Bali tahun 2014 jumlah lansia yang berusia 60 tahun keatas sebanyak 565.276 jiwa. Sedangkan jumlah lansia di kota Denpasar didapatkan sebanyak 19.845 jiwa dengan lansia
(16)
2
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 9.725 jiwa dan lansia yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 10.120 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa lansia laki-laki memiliki harapan hidup yang lebih rendah dibandingkan lansia perempuan. Memendeknya harapan hidup pria ini mungkin dikarenakan tekanan pekerjaan, stress, dan sebagainya. Saat ini golongan pria yang mampu melewati umur tengah baya dengan status sosial yang cukup, jauh lebih banyak. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya kesempatan hidup seiring dengan meningkatnya kemakmuran dan standar pelayanan kesehatan di Indonesia.
Dengan kondisi seperti ini tentu golongan pria juga membutuhkan perhatian, informasi, dan pelayanan yang terarah menjelang usia tua (Dinkes Provinsi Bali,2014).
Seseorang yang usianya menuju pada fase lansia biasanya akan merasakan perubahan-perubahan bertahap pada dirinya. Meskipun perubahan yang terjadi pada setiap individu tersebut tidak selalu sama namun secara pelan dan bertahap seorang lansia akan mengalami kemunduran dan penurunan baik kondisi fisik maupun mentalnya. Gangguan-gangguan fisik yang dirasakan lansia juga disebabkan oleh penyakit-penyakit kronis yang dideritanya. Selain itu kemampuan hubungan seksual dapat bertahan sampai orang mencapai usia lanjut dengan kondisi penurunan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Keadaan ini tergantung pada perubahan dari masing-masing orang, seperti perubahan-perubahan hormon (BKKBN 2014).
Menopause dan andropause merupakan suatu perubahan hormon yang dialami oleh lansia. Andropause merupakan suatu keadaan pria yang berumur diatas tengah baya yang mempunyai keluhan, gejala dan tanda yang menyerupai menopause pada wanita. Berbeda dengan wanita yang mengalami menopause secara mendadak, pada pria proses andropause ini terjadi secara perlahan-lahan. Pada proses andropause ini
(17)
3
terjadi penurunan produksi spermatozoa, testosterone, dan lain-lain. Andropause biasanya terjadi pada laki-laki yang berumur mulai dari 50 sampai 60 tahun, tetapi andropause bisa juga terjadi pada umur yang sangat bervariasi, tetapi tidak semua laki-laki akan mengalami keluhan-keluhan andropause (Wahyunita, 2010).
Berbeda dengan menopause, dimana laki-laki andropause mengalami penurunan kadar hormone testosterone dan perkembangan gejala berjalan lebih bertahap dibanding ketika terjadi menopause pada wanita. Sekitar 30% laki-laki pada usia 50 tahun akan mengalam andropause yang disebabkan karena menurunnya kadar hormone testosterone. Keluhan-keluhan tersebut mirip dengan keluhan yang dialami oleh wanita yang mengalami menopause (Saryono, 2010).
Data menyebutkan bahwa 10-15% laki-laki di Amerika mengalami andropause pada usia 60 tahun, sedangkan 54% laki-laki menunjukkan gejala andropause pada kelompok umur 60-90 tahun. Seiring dengan bertambahnya angka harapan hidup maka jumlah penderita gejala andropause akan meningkat pesat (Saryono, 2010). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Taher (2005) dengan responden pengujung Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo di Jakarta didapatkan 70,9% responden laki-laki berusia 40-90 tahun mengalami andropause.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Darma (2013) di Desa Alur Gadung Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat mengenai pengetahuan lansia tentang andropause didapatkan bahwa dari 57 responden lansia yang berusia 60 tahun keatas memiliki pengetahuan baik sebanyak 2 orang (3,5%), pengetahuan cukup sebanyak 38 orang (66,7%), pengetahuan kurang sebanyak 17 orang (29,8%). Agar para lansia memiliki pengetahuan yang baik diharapkan lansia mencari informasi-informasi yang tepat mengenai andropause sehingga lansia bisa menghadapi masa andropause dengan sikap yang positif.
(18)
4
Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) merupakan lembaga swadaya yang beranggotakan pensiunan PNS. PWRI ini mempunyai tujuan untuk memfasilitasi para lansia pensiunan PNS untuk tetap memiliki kegiatan-kegiatan yang positif dalam masa tuanya. Berdasarkan laporan semester II PWRI Kota Denpasar (Bulan Juli 2015-Desember 2015) jumlah total anggota PWRI sebanyak 1.489 orang dengan anggota laki-laki sebanyak 626 orang dan anggota perempuan sebanyak 863 orang. Berdasarkan absensi kehadiran kegiatan senam lansia yang diadakan setiap Hari Selasa dan Kamis, didapatkan lansia yang aktif mengikuti kegiatan sebanyak 80-100 orang.
Dari studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara terhadap 4 orang staf laki-laki di PWRI Kota Denpasar didapatkan bahwa 3 orang tidak mengetahui apa itu andropause dan 1 orang mengatakan hanya mendengar istilah andropause. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang dimiliki oleh lansia tentang andropause masih kurang, dilihat dari usia mereka yang sudah menginjak 60 tahun keatas dan memasuki masa andropause.
1.2 Rumusan Masalah
Lansia merupakan suatu proses seseorang dari usia dewasa menjadi usia tua. Dimana pada fase ini seseorang akan merasakan perubahan-perubahan bertahap. Meskipun perubahan tersebut tidak selalu sama namun secara pelan dan bertahap seorang lansia akan mengalami kemunduran dan penurunan baik kondisi fisik, mental, dan seksualitas. Andropause merupakan suatu kondisi penurunan hormon testosteron yang dialami oleh lansia laki-laki yang mempunyai keluhan, gejala dan tanda yang menyerupai menopause pada wanita. Informasi-informasi mengenai andropause juga sangat penting untuk diketahui oleh lansia agar mereka mengetahui
(19)
5
cara mengatasi gejala-gejala andropause serta penanganannya. Maka dari itu penelitian dilakukan untuk mengetahui kejadian andropause pada lansia di PWRI Kota Denpasar Tahun 2016.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui kejadian andropause pada lansia di PWRI Kota Denpasar
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan lansia tentang andropause di PWRI Kota
Denpasar
2. Untuk mengetahui gejala andropause pada lansia di PWRI Kota Denpasar
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai pengembangan wawasan dan informasi mengenai pengetahuan serta kejadian andropause pada lansia.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dapat dipergunakan sebagai bahan acuan bagi petugas kesehatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan status kesehatan lansia.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah Lansia laki-laki di PWRI Kota Denpasar yang berfokus pada pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada lansia.
(20)
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil pengindraan terhadap suatu obyek yang dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek tersebut. Pengetahuan akan memberikan pengaruh terhadap sikap atau perilaku seseorang (Notoadmojo, 2007).
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pengetahuan meliputi pendidikan, pekerjaan, dan umur (Mubarak, 2006). Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu (Wawan & Dewi,2010).
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan seperti lingkungan, sosial ekonomi, kebudayaan dan informasi. Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi pengembangan sifat dan perilaku individu. Sosial ekonomi, penghasilan sering dilihat untuk menilai suatu hubungan antara tingkat penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kebudayaan adalah perilaku norma, kebiasaan, nilai, dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat yang
(21)
7
akan menghasilkan suatu pola hidup. Sedangkan informasi adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan yang dapat menimbulkan kesadaran dan mempengaruhi perilaku (Notoadmojo, 2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri seseorang tersebut terjadi proses yang berurutan,
yakni : Awareness (kesadaran) adalah seseorang menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). Interest (merasa tertarik) adalah dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada stimulus. Evaluation (menimbang-nimbang) adalah individu akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah baik lagi. Trial (mencoba) yaitu dimana individu mulai mencoba perilaku baru. Adoption (adopsi) adalah subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoadmojo, 2007).
Pengetahun yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan. Tingkat pengetahuan yang paling rendah adalah “tahu” (know) yang didapat berdasarkan proses mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya yang kemudian akan masuk dalam tingkatan memahami (comprehention) ketika ia sudah dapat mengintepretasikan suatu obyek dengan benar. Tingkatan berikutnya adalah mulai muncul kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya (application) sehingga kemudian mampu untuk menganalisis suatu obyek (analalysis) suatu materi kedalam komponen-komponen yang masih
(22)
8
berkaitan satu sama lain. Ketika telah mampu untuk menyatakan, maka tingkatan pengetahuan selanjutnya adalah menghubungkan bagian-bagian untuk menyusun suatu formula baru (synthesis). Tahapan yang paling tinggi dalam suatu proses pengetahuan adalah melakukan evaluasi (evaluation) dengan memberikan penilaian terhadap suatu obyek atau materi dengan menggunakan kriteria-kriteria atau yang telah ada (Notoadmojo, 2007).
Pada masing-,masing individu memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda-beda. Menurut Notoadmodjo (2007), tingkat pengetahuan seseorang dibedakan menjadi 3 kategori yaitu kategori baik bila nilai akumulasinya 76%-100%, kategori cukup bila nilai akumulasinya 56%-75%, dan kategori kurang bila nilai akumulasinya <56%. Tingkat pengetahuan ini diperoleh dari suatu pengukuran pengetahuan yang dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari individu tersebut.
2.2 Lansia
Lanjut Usia (Lansia) adalah adalah tahap akhir dari proses penuaan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 1998 yang dimaksud lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Pada tahap ini biasanya individu tersebut sudah mengalami kemunduran fungsi fisiologis dan organ tubuhnya. (Kemenkes RI, 2014). WHO (World Health Organization) dalam Wahyunita 2010 menetapkan 65 tahun sebagai usia yang yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Batasan lansia menurut WHO dalam Wahyunita (2010) dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu usia pertengahan (midlle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly)
(23)
9
60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Keberhasilan pembangunan Negara di dunia dalam segala bidang termasuk kesehatan akan memperbaiki kualitas hidup dan kesehatan masyarakat yang berdampak pada peningkatan usia harapan hidup (UHH) dan semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia dari tahun ketahun. Didapatkan jumlah penduduk di dunia pada tahun 2013 sebanyak 7,2 milyar dan akan meningkat pada tahun 2100 sebanyak 10,9 milyar penduduk, sedangkan jumlah lansia di negara berkembang pada tahun 2013 didapatkan sebanyak 554 juta jiwa dan akan meningkat pada tahun 2100 sebanyak 2,3 milyar (Kemenkes RI, 2014).
Proyeksi presentase kelompok umur lansia (60 tahun keatas) di Indonesia pada tahun 2013 sampai tahun 2100 akan meningkat dari 8,9% menjadi 41%. Komposisi penduduk lansia di Indonesia yang berjenis kelamin perempuan pada tahun 2012 sebanyak 10.046.073 jiwa (54%) lebih banyak dari lansia laki-laki yaitu 8.538.832 (46%) jiwa (Kemenkes RI, 2014).
Pada tahapan lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Sehingga di dalam tubuh akan menumpuk semakin banyak distorsi metabolik dan struktural yang menyebabkan lansia mengalami penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, Diabetes Mellitus, Obesitas, Kolesterol, Alzheimer, dll. Selain itu ciri-ciri perubahan fisik lansia yang dapat dijumpai seperti penglihatan dan pendengaran menurun, kulit tampak mengendur, aktivitas menurun, serta adanya penumpukan lemak di bagian perut dan panggul (Wahyunita, 2010).
(24)
10
Beberapa persoalan dan keluhan-keluhan yang timbul pada usia lanjut seperti: persoalan pada organo biologi (meliputi: demetia, gangguan-gangguan fungsi afektif, sulit tidur, diabetes mellitus, hipertensi dll), Psiko-edukatif (meliputi: perasaan kesepian, kehilangan, ditolak, dll) serta persoalan sosio-ekonomik dan budaya(meliputi: kesulitan keuangan, kesulitan mendapatkan pekerjaan, tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, dll) (Wahyunita, 2010).
Pada proses menua seluruh sistem atau fungsi tubuh mengalami penurunan. Penurunan fungsi tersebut kemudian menimbulkan berbagai tanda atau keluhan yang menunjukkan manifestasi proses penuaan yang dapat dilihat dari luar, baik dalam tahap transisi maupun klinik. Delapan sistem yang mengalami perubahan pada proses penuaan seperti : sistem endokrin, sistem imun, sistem metabolisme, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, sistem otot, sistem saraf tepi dan sistem saraf pusat serta sistem seksual dan reproduksi (Pangkahila, 2011)
Pada lansia pria perubahan sistem seksual dan reproduksi ditandai dengan penurunan hormon testosteron yang disertai dengan berkurangnya kekuatan fisik, disfungsi seksual, kekuatan otot serta fungsi kognitif yang sering disebut sebagai andropause. Andropause umumnya terjadi pada usia 50-60 tahun namun andropause juga bisa terjadi pada usia yang sangat bervariasi (Wahyunita, 2010). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryandari (2005) berdasarkan kuisioner ADAM di Sleman Yogyakarta, didapatkan dari 56 pria dengan kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 27 orang (48,21%) yang sudah memasuki masa andropause, dari 48 pria dengan kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 24 orang (50%) mengalami gejala andropause serta dari 6 pria dengan kelompok umur 50-60 tahun keatas sebanyak 16 orang (50%) mengalami gejala andropause. Presentase andropause pada pria
(25)
11
meningkat seiring bertambahnya usia dikarenakan produksi hormon testosteron berkurang.
2.3 Andropause
2.3.1 Definisi Andropause
Andropause berasal dari kata yunani yang dimulai dengan awalan andro yang berarti pria dan pause yang berarti penghentian. Istilah andropause menunjukkan suatu sindrom (kumpulan gejala) yang disebabkan karena hormon testosteron menurun pada pria usia lanjut. Istilah lain yang yang kerap digunakan sebagai istilah lain andropause ialah ADAM (Androgen Deficiency in Aging Males, PADAM (Partial Androgen Deficiency in Aging Males), Male Menopause, Male Climacterium, Viropause, Andropenia, dan Penopenia. Penurunan hormone testosterone pada pria mengakibatkan penurunan dalam beberapa aspek seperti kenyamanan fisik secara umum, fungsi seksual, fungsi kognitif, volume sel darah merah, kekuatan otot, masa tulang disertai resiko fraktur yang meningkat, serta sistem imun. Di pihak lain terjadi peningkatan dalam masa lemak sehingga mengubah komposisi tubuh, terutama obesitas viseral, penyakit kardiovaskular, serta gangguan perasaan dan tidur (Pangkahila, 2011).
Pada pria usia lanjut, dorongan seksual dan fungsi ereksi bereaksi hanya terhadap testosteron yang levelnya lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang lebih muda. Pria berusia lanjut memerlukan level testosteron lebih tinggi untuk mencapai fungsi seksual yang normal. Selain mengakibatkan disfungsi seksual, testosteron yang berkurang juga mengakibatkan pembentukan sel spermatozoa terganggu, kelelahan, depresi, perasaan bingung, rasa panas, keringat malam hari. Perubahan komposisi tubuh, khususnya obesitas visceral merupakan akibat lain testosteron yang
(26)
12
menurun. Maeskipun istilah andropause atau ADAM ditujukan bagi pria usia lanjut, tetapi gejala yang sama juga terjadi pada pria yang berusia lebih muda yang mengalami penurunan atau kekurangan hormone testosteron karena penyebab tertentu. (Pangkahila, 2011).
2.3.2 Faktor-faktor Penyebab dan Gejala Andropause
Timbulnya gejala dan tanda andropause dapat terjadi karena pengaruh faktor internal dan faktor eksternal. Pengaruh dari faktor internal bisa tumbuh dari diri sendiri atau genetik yang terjadi karena adanya perubahan hormonal atau organik. Selain itu bisa juga karena seseorang sudah mengidap penyakit tertentu seperti hipertensi, hiperkolesterol, obesitas atau diabetes mellitus. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2014) menyatakan bahwa obesitas sentral menjadi salah satu faktor resiko terjadinya andropause yang disebabkan pada seorang pria dewasa dengan obesitas biasanya memiliki karakteristik profil hormone yang digambarkan sebagai ''hyperestrogenic hypogonadotropic hipogonadisme''. Dimana peningkatan estrogen pada laki-laki obesitas dalam sirkulasi menyebabkan feddback negatif kepada hipotalamus dan hipofisis anterior, sehingga mengakibatkan penurunan produksi testosteron.
Pengaruh dari faktor eksternal juga bisa didapat dari faktor lingkungan yang tidak lagi kondusif. Dapat bersifat fisik seperti kandungan bahan kimia yang bersifat estrogenik yang sering digunakan dalam bidang pertanian, pabrik dan rumah tangga. Faktor psikis yang berperan yaitu kebisingan dan perasaan tidak nyaman, sering terpapar sinar matahari dan polusi yang menyebabkan stress. Gaya hidup tidak sehat juga juga ditengarai dapat mempengaruhi gejala andropause, misalnya merokok, mengkonsumsi alkohol, kebiasaan begadang dan pola makan yang tidak seimbang (Wahyunita, 2010). Hal tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh
(27)
13
Setiawan (2010) pada lansia pria di kecamatan Laweyan Surakarta didapatkan bahwa lansia yang mempunyai kebiasaan merokok mempunyai faktor resiko 4 kali lebih besar untuk lebih cepat terjadinya andropause daripada lansia yang tidak merokok. Menurut Gandaputra (2001), selain itu etanol yang digunakan oleh para pemakai alcohol kronis dapat menyebabkan penurunan dosis kadar testosteron sebesar 19-27%, penurunan ini bersifat reversibel bila pemakaian alkohol dihentikan.
Beberapa kumpulan gejala yang timbul pada lansia yang mengalami andropause antara lain : gangguan vasomotor (meliputi : tubuh terasa panas, berkeringat, gangguan tidur, rasa gelisah, takut), gangguan fungsi kognitif dan suasana hati (meliputi : mudah lelah, menurunnya motivasi, berkurangnya ketajaman mental, keluhan depresi, hilangnya rasa percaya diri, dan menghargai diri sendiri), gangguan virilitas (meliputi : menurunnya kekuatan tubuh, berkurangnya tenaga, menurunnya kekuatan dan masa otot, kehilangan rambut tubuh, penumpukan lemak di daerah abdominal, dan osteoporosis), gangguan seksual (meliputi : menurunnya minat terhadap seksual (libido), perubahan tingkah laku dan aktifitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan ereksi, berkurangnya kemampuan ejakulasi, dan menurunnya volume ejakulasi) (Wahyunita, 2010).
2.3.3 Cara Mendiagnosa Andropause
Andropause sering tidak dapat di diagnosa dengan pasti sebab dan gejala yang muncul terkadang tidak jelas dan sangat bervariasi bahkan banyak pria yang tidak mengakui bahwa mereka mengalami masalah. Diagnosis andropause secara sederhana dapat ditegakkan dengan menggunakan ADAM screening questionnaire. Kuisioner ini menunjukkan sensitifitas 88 persen dan spesivisitas 60 persen untuk mendeteksi hypogonadism pada pria di atas 40 tahun. Selain itu, instrumen lain yang lebih ekstensif dan telah divalidasi yaitu menggunakan The Aging Males Symptoms
(28)
14
(AMS) untuk mengetahui penurunan kesehatan dan kualitas hidup. Namun, kedua kuesioner tersebut tidak dapat menggantikan anamnesis yang mendalam karena untuk mendiagnosa andropause juga harus dilakukan tahap-taphap seperti: (Pangkahila, 2011)
1. Pemeriksaan laboratorium untuk mengukur kadar testosterone serum, total testosterone bebas, SBHG, DHEA, DHEAs
2. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi tubuh dan pemeriksaan psikologi 3. Alloanamnesa (anamnesa terhadap keluarga atau saudara).
(1)
60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Keberhasilan pembangunan Negara di dunia dalam segala bidang termasuk kesehatan akan memperbaiki kualitas hidup dan kesehatan masyarakat yang berdampak pada peningkatan usia harapan hidup (UHH) dan semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia dari tahun ketahun. Didapatkan jumlah penduduk di dunia pada tahun 2013 sebanyak 7,2 milyar dan akan meningkat pada tahun 2100 sebanyak 10,9 milyar penduduk, sedangkan jumlah lansia di negara berkembang pada tahun 2013 didapatkan sebanyak 554 juta jiwa dan akan meningkat pada tahun 2100 sebanyak 2,3 milyar (Kemenkes RI, 2014).
Proyeksi presentase kelompok umur lansia (60 tahun keatas) di Indonesia pada tahun 2013 sampai tahun 2100 akan meningkat dari 8,9% menjadi 41%. Komposisi penduduk lansia di Indonesia yang berjenis kelamin perempuan pada tahun 2012 sebanyak 10.046.073 jiwa (54%) lebih banyak dari lansia laki-laki yaitu 8.538.832 (46%) jiwa (Kemenkes RI, 2014).
Pada tahapan lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Sehingga di dalam tubuh akan menumpuk semakin banyak distorsi metabolik dan struktural yang menyebabkan lansia mengalami penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, Diabetes Mellitus, Obesitas, Kolesterol, Alzheimer, dll. Selain itu ciri-ciri perubahan fisik lansia yang dapat dijumpai seperti penglihatan dan pendengaran menurun, kulit tampak mengendur, aktivitas menurun, serta adanya penumpukan lemak di bagian perut dan panggul (Wahyunita, 2010).
(2)
Beberapa persoalan dan keluhan-keluhan yang timbul pada usia lanjut seperti: persoalan pada organo biologi (meliputi: demetia, gangguan-gangguan fungsi afektif, sulit tidur, diabetes mellitus, hipertensi dll), Psiko-edukatif (meliputi: perasaan kesepian, kehilangan, ditolak, dll) serta persoalan sosio-ekonomik dan budaya(meliputi: kesulitan keuangan, kesulitan mendapatkan pekerjaan, tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, dll) (Wahyunita, 2010).
Pada proses menua seluruh sistem atau fungsi tubuh mengalami penurunan. Penurunan fungsi tersebut kemudian menimbulkan berbagai tanda atau keluhan yang menunjukkan manifestasi proses penuaan yang dapat dilihat dari luar, baik dalam tahap transisi maupun klinik. Delapan sistem yang mengalami perubahan pada proses penuaan seperti : sistem endokrin, sistem imun, sistem metabolisme, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, sistem otot, sistem saraf tepi dan sistem saraf pusat serta sistem seksual dan reproduksi (Pangkahila, 2011)
Pada lansia pria perubahan sistem seksual dan reproduksi ditandai dengan penurunan hormon testosteron yang disertai dengan berkurangnya kekuatan fisik, disfungsi seksual, kekuatan otot serta fungsi kognitif yang sering disebut sebagai andropause. Andropause umumnya terjadi pada usia 50-60 tahun namun andropause juga bisa terjadi pada usia yang sangat bervariasi (Wahyunita, 2010). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryandari (2005) berdasarkan kuisioner ADAM di Sleman Yogyakarta, didapatkan dari 56 pria dengan kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 27 orang (48,21%) yang sudah memasuki masa andropause, dari 48 pria dengan kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 24 orang (50%) mengalami gejala andropause serta dari 6 pria dengan kelompok umur 50-60 tahun keatas sebanyak 16 orang (50%) mengalami gejala andropause. Presentase andropause pada pria
(3)
meningkat seiring bertambahnya usia dikarenakan produksi hormon testosteron berkurang.
2.3 Andropause
2.3.1 Definisi Andropause
Andropause berasal dari kata yunani yang dimulai dengan awalan andro yang berarti pria dan pause yang berarti penghentian. Istilah andropause menunjukkan suatu sindrom (kumpulan gejala) yang disebabkan karena hormon testosteron menurun pada pria usia lanjut. Istilah lain yang yang kerap digunakan sebagai istilah lain andropause ialah ADAM (Androgen Deficiency in Aging Males, PADAM (Partial Androgen Deficiency in Aging Males), Male Menopause, Male Climacterium, Viropause, Andropenia, dan Penopenia. Penurunan hormone testosterone pada pria mengakibatkan penurunan dalam beberapa aspek seperti kenyamanan fisik secara umum, fungsi seksual, fungsi kognitif, volume sel darah merah, kekuatan otot, masa tulang disertai resiko fraktur yang meningkat, serta sistem imun. Di pihak lain terjadi peningkatan dalam masa lemak sehingga mengubah komposisi tubuh, terutama obesitas viseral, penyakit kardiovaskular, serta gangguan perasaan dan tidur (Pangkahila, 2011).
Pada pria usia lanjut, dorongan seksual dan fungsi ereksi bereaksi hanya terhadap testosteron yang levelnya lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang lebih muda. Pria berusia lanjut memerlukan level testosteron lebih tinggi untuk mencapai fungsi seksual yang normal. Selain mengakibatkan disfungsi seksual, testosteron yang berkurang juga mengakibatkan pembentukan sel spermatozoa terganggu, kelelahan, depresi, perasaan bingung, rasa panas, keringat malam hari. Perubahan komposisi tubuh, khususnya obesitas visceral merupakan akibat lain testosteron yang
(4)
menurun. Maeskipun istilah andropause atau ADAM ditujukan bagi pria usia lanjut, tetapi gejala yang sama juga terjadi pada pria yang berusia lebih muda yang mengalami penurunan atau kekurangan hormone testosteron karena penyebab tertentu. (Pangkahila, 2011).
2.3.2 Faktor-faktor Penyebab dan Gejala Andropause
Timbulnya gejala dan tanda andropause dapat terjadi karena pengaruh faktor internal dan faktor eksternal. Pengaruh dari faktor internal bisa tumbuh dari diri sendiri atau genetik yang terjadi karena adanya perubahan hormonal atau organik. Selain itu bisa juga karena seseorang sudah mengidap penyakit tertentu seperti hipertensi, hiperkolesterol, obesitas atau diabetes mellitus. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2014) menyatakan bahwa obesitas sentral menjadi salah satu faktor resiko terjadinya andropause yang disebabkan pada seorang pria dewasa dengan obesitas biasanya memiliki karakteristik profil hormone yang digambarkan sebagai ''hyperestrogenic hypogonadotropic hipogonadisme''. Dimana peningkatan estrogen pada laki-laki obesitas dalam sirkulasi menyebabkan feddback negatif kepada hipotalamus dan hipofisis anterior, sehingga mengakibatkan penurunan produksi testosteron.
Pengaruh dari faktor eksternal juga bisa didapat dari faktor lingkungan yang tidak lagi kondusif. Dapat bersifat fisik seperti kandungan bahan kimia yang bersifat estrogenik yang sering digunakan dalam bidang pertanian, pabrik dan rumah tangga. Faktor psikis yang berperan yaitu kebisingan dan perasaan tidak nyaman, sering terpapar sinar matahari dan polusi yang menyebabkan stress. Gaya hidup tidak sehat juga juga ditengarai dapat mempengaruhi gejala andropause, misalnya merokok, mengkonsumsi alkohol, kebiasaan begadang dan pola makan yang tidak seimbang (Wahyunita, 2010). Hal tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh
(5)
Setiawan (2010) pada lansia pria di kecamatan Laweyan Surakarta didapatkan bahwa lansia yang mempunyai kebiasaan merokok mempunyai faktor resiko 4 kali lebih besar untuk lebih cepat terjadinya andropause daripada lansia yang tidak merokok. Menurut Gandaputra (2001), selain itu etanol yang digunakan oleh para pemakai alcohol kronis dapat menyebabkan penurunan dosis kadar testosteron sebesar 19-27%, penurunan ini bersifat reversibel bila pemakaian alkohol dihentikan.
Beberapa kumpulan gejala yang timbul pada lansia yang mengalami andropause antara lain : gangguan vasomotor (meliputi : tubuh terasa panas, berkeringat, gangguan tidur, rasa gelisah, takut), gangguan fungsi kognitif dan suasana hati (meliputi : mudah lelah, menurunnya motivasi, berkurangnya ketajaman mental, keluhan depresi, hilangnya rasa percaya diri, dan menghargai diri sendiri), gangguan virilitas (meliputi : menurunnya kekuatan tubuh, berkurangnya tenaga, menurunnya kekuatan dan masa otot, kehilangan rambut tubuh, penumpukan lemak di daerah abdominal, dan osteoporosis), gangguan seksual (meliputi : menurunnya minat terhadap seksual (libido), perubahan tingkah laku dan aktifitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan ereksi, berkurangnya kemampuan ejakulasi, dan menurunnya volume ejakulasi) (Wahyunita, 2010).
2.3.3 Cara Mendiagnosa Andropause
Andropause sering tidak dapat di diagnosa dengan pasti sebab dan gejala yang muncul terkadang tidak jelas dan sangat bervariasi bahkan banyak pria yang tidak mengakui bahwa mereka mengalami masalah. Diagnosis andropause secara sederhana dapat ditegakkan dengan menggunakan ADAM screening questionnaire. Kuisioner ini menunjukkan sensitifitas 88 persen dan spesivisitas 60 persen untuk mendeteksi hypogonadism pada pria di atas 40 tahun. Selain itu, instrumen lain yang lebih ekstensif dan telah divalidasi yaitu menggunakan The Aging Males Symptoms
(6)
(AMS) untuk mengetahui penurunan kesehatan dan kualitas hidup. Namun, kedua kuesioner tersebut tidak dapat menggantikan anamnesis yang mendalam karena untuk mendiagnosa andropause juga harus dilakukan tahap-taphap seperti: (Pangkahila, 2011)
1. Pemeriksaan laboratorium untuk mengukur kadar testosterone serum, total testosterone bebas, SBHG, DHEA, DHEAs
2. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi tubuh dan pemeriksaan psikologi 3. Alloanamnesa (anamnesa terhadap keluarga atau saudara).