HUBUNGAN LAMA KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSIA ‘AISYIYAH MUNTILAN MAGELANG TAHUN 2010

  HUBUNGAN LAMA KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSIA ‘AISYIYAH MUNTILAN

  1 MAGELANG TAHUN 2010

  2

  3 Nurtanti ,Umu Hani EN ABSTRACT

  Amnion’s early opening duration is time’s distance between amnion’s opening and childbirth are more than 24 hours that has important role to the rise of placentitic and amnionitic. This research is aimed to understand the correlation between amnion’s early opening duration with asfiksia’s occurrences at the newborn. This research uses correlated survey research method with kohort retrospective time approach. Data acquiring method uses documentation study. Based from the result, it can be concluded that there is no correlation between amnion’s early opening duration with asfiksia’s occurrences at the newborn.

  Keywords : amnion’s early opening duration, asfiksia.

  

PENDAHULUAN oligohidramnion, sehingga semakin

  Ketuban pecah dini adalah sedikit air ketuban, janin semakin gawat pecahnya selaput janin sebelum proses (Prawirodihardjo, 2002). persalinan dimulai (Sujiyatini,dkk. Dari studi pendahuluan yang 2009). Pada ketuban pecah prematur sudah dilakukan pada bulan Januari biasanya terjadi bila cairan ketuban 2010 sampai Februari 2010 tercatat keluar pada usia kurang dari 37 minggu. kejadian Ketuban Pecah Dini sebanyak Seringkali pecahnya selaput ketuban 22 kasus. Diketahui dari 22 kasus yang terjadi secara spontan dan tidak mengalami Ketuban Pecah Dini terdapat diketahui dengan jelas penyebabnya. Hal bayi yang mengalami asfiksia sedang ini perlu diperhatikan dampak yang akan sebesar 40,1%, dan mengalami asfiksia ditimbulkan terhadap ibu maupun janin ringan atau normal sebesar 59,9%. (Cunningham, dkk, 2006). Berdasarkan latar belakang

  Ketuban pecah dini juga diatas, maka rumusan masalahnya menyebabkan terjadinya adalah ” adakah hubungan lama ketuban oligohidramnion yang dapat menekan pecah dini dengan kejadian asfiksia pada tali pusat hingga terjadi asfiksia. bayi baru lahir di RSIA ‘Aisyiyah Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya Muntilan Magelang Tahun 2010.” merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  3. Asfiksia Ringan (Apgar 7-10) Asfiksia Sedang (Apgar 4-6) Asfiksia Berat (Apgar 0-3)

  2. Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di RSIA ’Aisyiyah Muntilan Magelang tahun 2010

  Tabel 2. Distribusi Frekuensi Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSIA ‘Aisyiyah Muntilan Magelang Tahun 2010

  Sumber data: Data Sekunder Januari-Desember 2010

  Pada Tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa bayi baru lahir yang mengalami asfiksia ringan sebanyak

  No Kategori Frekuensi Persentase (%) 1.

  2.

  Jumlah

  100% Sumber data: Data Sekunder Januari- Desember 2010

  146

  4

  1

  151

  96,7% 2,6% 0,7%

  100%

  Dari data pada Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa ibu yang mengalami KPD < 8 jam sebanyak 22 (14,6%), KPD 8-20 jam sebanyak 76 (63,9%), dan yang mengalami KPD 21-74 jam sebanyak 43 (36,1%).

  1. Tujuan Umum Diketahui hubungan lama ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSIA ‘Aisyiyah Muntilan Magelang Tahun 2010.

  2. Tujuan Khusus a.

  1. Lama Ketuban Pecah Dini (KPD) di RSIA ’Aisyiyah Muntilan Magelang tahun 2010

  Diketahuinya lama ketuban pecah dini di RSIA ‘Aisyiyah Muntilan Magelang Tahun 2010.

  b.

  Diketahuinya kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSIA ‘Aisyiyah Muntilan Magelang Tahun 2010.

  3. Diketahuinya keeratan hubungan antara lama ketuban pecah dini dengan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSIA Aisyiyah Muntilan Magelang Tahun 2010

  Penelitian ini menggunakan desain penelitian survey. Pendekatan waktu yang digunakan ialah pendekatan waktu kohort restrospektif. Kemudian ditelusuri apakah ada pengaruh dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir saat persalinan yang diperoleh melalui studi dokumentasi dan analisis data yang digunakan Spearmen rho.

  

HASIL

  Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Bersalin di RSIA ‘Aisyiyah Muntilan Magelang Tahun 2010

  151

  No Kategori Frekuensi Persentase (%) 1.

  2.

  3. KPD < 8 jam KPD 8-20 jam KPD 21-74 jam

  Jumlah

  22

  76

  43

  14,6% 50,3% 28,5%

METODE PENELITIAN

  146 (96,7%) dari jumlah keseluruhan, asfiksia sedang sebanyak 4 (2,6%), dan asfiksia berat 1 (0,7%).

3. Hubungan Lama KPD dengan Kejadian Asfiksia di RSIA ’Aisyiyah Muntilan tahun 2010

  Spearman rho

  32

  ρ = -0,079 Sig (2-Tailed) = 0,337

   Jumlah 146 93,4 % 4 2,6% 1 0,7%

  0,7% KPD 21-74 jam 42 27,8% 2 1,3% 0%

  1 0%

  1,3%

  2 0%

  72 21,2% 47,7%

  KPD < 8 jam KPD 8-20 jam

  . Dengan Sperman rho maka peneliti dapat dengan mudah mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Lebih lanjut, hubungan antara lama Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSIA ’Aisyiyah Muntilan bulan Januari- Desember 2010 dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini:

  Untuk menganalisa ada tidaknya hubungan Lama Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSIA ’Aisyiyah Muntilan bulan Januari- Desember 2010 peneliti menggunakan analisis data

  Penyebab KPD hingga saat ini belum dapat diketahui dan ditentukan secara pasti. Jumlah grafida merupakan satu indikator

  Lama ketuban pecah dini adalah jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 24 jam yang mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentitis dan amnionitis (Norwitz, 2008). Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa ibu bersalin yang mengalami KPD <8 jam sebanyak 22 (14,6%), lama KPD 8-20 jam sebanyak 76 (50,3%), yang mengalami 21-74 jam sebanyak 43 (28,5%).

  PEMBAHASAN 1. Lama Ketuban Pecah Dini di RSIA ‘Aisyiyah Muntilan Magelang tahun 2010

  Berdasarkan Tabel 3 diatas, dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini ibu yang mengalami lama KPD < 8 jam sebanyak 32 (21,2%) cenderung mempunyai dampak asfiksia ringan. Pada lama KPD 8-20 jam cenderung mempunyai dampak asfiksia ringan atau normal sebanyak 72 (47,7%), asfiksia sedang sebanyak 2 (1,3%), dan asfiksia berat sebanyak 1 (0,7%). Pada ibu yang mengalami lama KPD 21-74 jam dengan asfiksia ringan sebanyak 42 (35,3%), asfiksia sedang sebanyak 2 (1,7%).

  Sumber data: Data Sekunder Januari-Desember 2010

  Tabel 3. Tabel Silang Pengaruh Lama Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSIA ‘Aisyiyah Muntilan Magelang Tahun 2010

   Asfiksia Lama KPD Ringan Sedang Berat F (%) F (%) F (%) untuk mengetahui riwayat kehamilan ibu. Berdasarkan teori Manuaba (2008), riwayat KPD sebelumnya merupakan salah satu faktor penyebab KPD. Namun dari hasil penelitian diatas terlihat bahwa responden yang paling banyak adalah primigrafida yaitu 87 orang (57,6%), yang berarti sebagian besar responden baru pertama kali hamil dan berarti belum pernah mengalami KPD sebelumnya.

  Menurut Sujiyantini, dkk (2009), terdapat beberapa kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi dan faktor risiko ketuban pecah dini, salah satunya adalah serviks inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada serviks uteri akibat grandemulti, namun dari hasil penelitian 79 (52,3%) responden merupakan nulipara, atau belum pernah melahirkan sebelumnya. Selain grandemulti, kanalis servikalis yang terbuka oleh karena kelainan pada serviks uteri juga disebabkan oleh curettage, dari data hasil penelitian sekitar 139 orang atau 92% tidak pernah mengalami abortus, berarti tidak pernah melakukan curettage.

  Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir (Depkes RI, 2007;

  Prawirohardjo, 2006).

  Data pada tabel 3 menunjukkan bahwa dari 151 jumlah kasus yang menjadi sampel penelitian, bayi yang mengalami asfiksia ringan sebanyak 146 (96,7%) dari jumlah keseluruhan, asfiksia sedang sebanyak 4 (2,6%), dan asfiksia berat 1 (0,7%).

  Menurut Yuwielueninet (2008), hal itu umumnya terjadi akibat belum matangnnya paru-paru.

  Sering disebut penyakit membran hialin (PMH), yakni penyakit akibat kekurangan bahan surfaktan yang berfungsi mempertahankan mengembangnya gelembung paru. Bayi akan mengalami sesak napas atau sindrome gangguan napas (SGN). Terlebih lagi sering ditemui pada bayi yang lahir prematur. Masalah pernapasan yang sering ditemukan pada bayi prematur adalah adalah henti napas sementara yang langsung lebih dari 20 detik dan dapat disertai penurunan frekuensi denyut jantung. Lebih bahaya lagi jika ada kombinasi aspek belum matangnya paru dan sistem saraf, yang dapat menimbulkan henti napas secara berulang. Oleh sebab itu, rendahnya angka kejadian asfiksia pada penelitian ini bisa disebabkan karena pematangan paru dan sistem saraf sudah bekerja dengan maksimal sehingga risiko asfiksia menjadi lebih kecil.

2. Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSIA ‘Aisyiyah Muntilan Magelang Tahun 2010

  Asfiksia neonatorum dapat dipengaruhi dari faktor ibu dan faktor bayi. Ibu yang mengalami preeklampsia, eklamsia, plasenta previa, solusio plasenta, partus lama, partus macet, demam sebelum dan selama persalinan, kehamilan lebih bulan dan bayi yang mengalami kelahiran prematur (< 37 minggu kehamilan), air ketuban bercampur mekonium, kelainan kongenital yang berdampak pada pernafasan, prolapsus tali pusat, hipoksia intrauterin, obat-obatan yang menekan spontanitas nafas dan ketuban pecah dini dapat mengakibatkan terjadinya asfiksia neonatorum (Depkes RI, 2007).

3. Hubungan Lama Ketuban Pecah Dini (KPD) Dengan Kejadian Asfiksia di RSIA ‘Aisyiyah Muntilan Magelang tahun 2010

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan lama ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSIA ‘Aisyiyah Muntilan tahun 2010. Pada Tabel 3 dapat dilihat adanya kaitan antara Lama Ketuban Pecah Dini (KPD) saat persalinan dengan kejadian asfiksia pada Bayi Baru Lahir (BBL) di RSIA ‘Aisyiyah Muntilan Periode Januari-Desember 2010.

  Berdasarkan Tabel 3 diatas, dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini ibu yang mengalami lama KPD < 8 jam sebanyak 32 (21,2%), ibu yang mengalami lama KPD 8-20 jam cenderung mempunyai dampak asfiksia ringan atau normal sebanyak 72 (60,5%), asfiksia sedang sebanyak 2 (1,7%), dan asfiksia berat sebanyak 1 (0,8%). Pada ibu yang mengalami lama KPD 21-74 jam dengan asfiksia ringan sebanyak 42 (35,3%), asfiksia sedang sebanyak 2 (1,7%).

  Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetrik dengan penyulit kehamilan prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal (Prawirohardjo, 2007). Antara 50-70% pasien-pasien ketuban pecah dini akan mengalami persalinan spontan dalam waktu 48 jam. Apabila semakin lama periode laten, dan semakin lama pula proses kala satu persalinan, akan semakin besar insiden infeksi. Janin bisa terinfeksi sekalipun tidak terlihat tanda-tanda sepsis pada ibu. Tempat paling sering mengalami infeksi adalah trakus respiratorius (Oxorn, 2003).

  KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSIA ‘Aisyiyah Muntilan bulan Januari-Desember 2010, dapat disimpulkan:

  1. Dari 151 ibu yang mengalami KPD, jumlah terbanyak yaitu ibu dengan lama KPD 8-20 jam sebanyak 76 (50,3%).

  2. Dari 151 bayi yang diteliti sebanyak 146 (96,7%) mengalami asfiksia ringan atau normal (Apgar 7-10).

  3. Tidak ada hubungan antara lama Ketuban Pecah Dini (KPD) pada persalinan dan kejadian asfiksia pada BBL di RSIA ‘Aisyiyah Muntilan tahun 2010. Dengan nilai Sig.(2-tailed) yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 0,337.

  B. Saran 1.

  Bagi RSIA ‘Aisyiyah Muntilan Melengkapi data pasien yang kurang lengkap sebagai dokumentasi dan bukti tertulis dalam memberikan tindakan kepada pasien.

  2. Bagi petugas (Bidan dan Perawat)

  Canangkan Stiker Perencanaan Persalinan dan Penceghan

  , Yogyakarta: Penerbit Mitra Cendekia Press.

  Pengambilan Sampel Pada Penelitian Non-Eksperimental

  Isgiyanto, A., 2009, Tehnik

  2007, Pengantar Kuliah Obstetri , Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

  , Jakarta: Penerbit Hipokrates. Ida Bagus Gede Manuaba,dkk,

  Obstetri dan Ginekologi Ed.2

  , Jakarta: Yayasan Essensia Medica. Hecker, More., 2001, Esensial

  Patologi Persalinan (terjemahan)

  Hakimi,M., 2003, Fisiologi dan

  , Jakarta: Depkes RI.

  Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar

  , Jakarta: Depkes RI. _________, 2007, Pelatihan

  praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal

  . www.dinkes –sulsel.go.id. _________, 2007, Buku panduan

  , Bandung: Penerbit CV. Diponegoro. Dinkes RI, 2007, Menkes

  Bidan sebagai tenaga kesehatan yang profesional, sebaiknya memberikan konseling tanda-tanda bahaya kehamilan seperti KPD pada ibu hamil saat ANC. Agar hal-hal yang berisiko terhadap janin maupun ibu selama kehamilan bisa diketahui lebih dini. Hal tersebut memiliki tujuan untuk mencegah terjadinya keterlambatan penanganan pada ibu dengan ketuban pecah dini yang berisiko terhadap kejadian asfiksia pada bayi baru lahir.

  AL-Quran dan Terjemah

  , Jakarta: Penerbit EGC. Departemen Agama RI, 2004,

  Obstetri Williams

  , Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Cunningham, F.G., dkk, 2006,

  Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan

  Dahlan, Sopiyudin, 2009,

  Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

  , Semarang: Penerbit Wahana Komputer. Arikunto, S., 2010, Prosedur KepMenKes RI NO.1051/MENKES/SK/XI/2008,Pedom

  Statistik dengan SPSS 12

  Anonim, 2004, Pengolahan Data

  , Skripsi STIKES ’Aisyiyah Yogyakarta, Tidak dipublikasikan.

  Jenis Persalinan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Wates Kulon Progo Tahun 2005

  Alta, U.K.M., 2006, Hubungan

  3. Untuk Peneliti Selanjutnya Banyak variabel yang harus secara mendalam dikaji dan diteliti kembali yang dapat mempengaruhi asfiksia pada bayi baru lahir diantaranya: faktor ibu, faktor placenta, faktor fetus, faktor neonatus, faktor pertolongan persalinan.

DAFTAR RUJUKAN

  an Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) , MenKes.

  , cetakan IV, Bandung: CV.Alfabeta. , 2007, Statistik untuk

  , Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

  Ropingah, S., 2005, Karakteristik

  Ibu Bersalin Yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Dengan Persalinan Abnormal di RSUD Sleman Tahun 2003- 2004

  , Sripsi STIKES ’Aisyiyah Yogyakarta, Tidak dipublikasikan.

  Sugiyono, 2002, Statistik untuk

  Penelitian

  Penelitian , cetakan XI, Bandung: CV.Alfabeta.

  Rahayu, 2009, Hubungan Antara

  Sujiyantini, Mufdlilah, Asri, 2009, Asuhan Patologi Kebidanan, Yogyakarta:Numed.

  Suwiyoga, Ketut., Budayasa, A.A. Raka, 2002, Peran Korioamnionitis

  Klinik, Lama Ketuban Pecah, dan Jumlah Periksa Dalam pada Ketuban Pecah Dini Kehamilan Aterm terhadap Insiden Sepsis Neonatorum Dini

  , Cermin Dunia Kedokteran

  Wandita et al. 2006, Diagnostic

  Test Of Apgar Score For Neonatal For Asphyxia

  Lama Ketuban Pecah Dini Terhadap Nilai Apgar Pada Kehamilan Aterm di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu Tahun 2009

  , Jakarta: Penerbit Yayasan Bina Pustaka

  Midwifery,V., 2004, Ilmu

  , Jakarta: Penerbit Erlangga. Notoadmodjo, 2002, Metodologi

  Kebidanan

  , Bandung: Penerbit Sekola Publiser. Machfoedz, I., 2008, Statistika

  NonParametrik, Bidang Kesehatan, Keperawatan, dan Kebidanan ,

  Yogyakarta: Penerbit Fitramaya.

  Norwitz, E.R, 2008, Obstetrics

  and Gynaecology at a Glance

  Penelitian Kesehatan

  Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal

  , Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Oxorn, Harry, Forte William R,

  2003, Fisiologi Dan Patologi

  Persalinan

  , Jakarta:Yayasan Esentia Medica. Prawirohardjo, S., 2007, Ilmu

  Kebidanan

  , Jakarta: Penerbit Yayasan Bina Pustaka. , 2007,

  , Jurnal Ilmu Kedokteran (online), Volume 38, No. 1, (http://i-lib .ugm.ac.id), diakses 6 Mei 2011.