HUBUNGAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR Wahyu Utami Ekasari

  

HUBUNGAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA

PADA BAYI BARU LAHIR

1 2 Wahyu Utami Ekasari , Dita Septiyanti Rahayu

Akademi Kebidanan An-Nur Purwodadi

ABSTRAK

Latar Belakang : Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram memiliki resiko

  terjadinya asfiksia sebesar 79,5%, sedangkan berat badan lahir normal berisiko sebesar 20,5%. Penelitian yang dilakukan oleh Fajarwati di Kabupaten Purworejo pada tahun 2007 menyatakan bahwa dari 14 variabel yang diteliti, salah satu faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia di 4 rumah sakit yang diteliti di Purworejo adalah berat badan lahir rendah 7% kasus, penyakit infeksi 23% kasus, asfiksia, 7% kasus, kelainan bawaan 27% kasus (Fajarwati, N.dkk. 2007).

  Asfiksia adalah keadaan ketika bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur sesaat setelah lahir. Asfiksia akan bertambah buruk jika penanganan bayi tidak dilakukan secara benar. Oleh sebab itu, tindakan perawatan ditunjukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul (Rochmah, dkk 2012:19). Metode : Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2017. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dan menggunakan desain penelitian cross sectional. Obyek pada penelitian ini adalah bayi baru lahir di Ruang Bersalin Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi yang mengalami BBLR dan Asfiksia pada tahun 2016 sejumlah 87 bayi, dengan kejadian BBLR sejumlah 46 bayi dan Asfiksia sejumlah 41 bayi baru lahir. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) sebanyak 37 kasus (42,5%), dan BBLSR (Berat Badan Lahir Sangat Rendah) sebanyak 50 kasus (57,5%). Sedangkan bayi yang mengalami asfiksia ringan sebanyak 29 kasus (33,3%), bayi asfiksia sedang sebanyak 15 (17,2%), dan bayi yang mengalami asfiskia berat sebanyak 43 kasus 2 2

  (49,4%). Uji Chi Square X hitung > X tabel (11.979 > 5,991) maka HO ditolak dan H1 diterima, jadi hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang lemah antara bayi berat badan lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Kesimpulan : Dari bayi yang menderita BBL dengan 87 responden, yang dikatagorikan yaitu dari BBLR sebanyak 37 kasus (42,5%), dan BBLSR sebanyak 50 kasus (57,5%). Hal ini membuktikan bahwa masih banyak responden yang mengalami BBLR. Dari bayi yang menderita asfiksia dengan 87 responden, dengan bayi yang asfiksia ringan sebanyak 29 kasus (33,3%), bayi asfiksia sedang sebanyak 15 (17,2%) , dan bayi yang mengalami asfiskia berat sebanyak 43 kasus (49,4%). Dari hasil penelitian hubungan bayi berat badan lahir ringan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dilakukan pada 87 responden di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang lemah. 2 2 Dapat dilihat dari output crosstabulation, kemudian menggunakan Uji Chi Square X hitung > X O 1 tabel (11.979 > 5,991) maka H tidak ada hubungan ditolak dan H ada hubungan diterima, dan dari

  

output symmetric measures dapat diketahui jika nilai koefisen kotingensi adalah 0,348. Karena nilai

  mendekati 0 maka artinya terdapat hubungan yang lemah. Hal ini dapat diartikan bahwa antara variabel independen dan dependen yaitu bayi berat badan lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir memiliki hubungan yang lemah.

  

Kata Kunci : Berat Badan lahir Rendah, Asfiksia, Hubungan Berat Badan lahir Rendah

dengan Kejadian Asfiksia

  

ABSTRACT

Background: Infants born with weight less than 2500 grams have an asphyxia risk of 79.5%, whereas

normal birth weight is at risk of 20.5%. A study conducted by Fajarwati in Purworejo District in 2007

stated that of 14 variables studied, one of the risk factors affecting the incidence of asphyxia in 4

hospitals studied in Purworejo was low birth weight 7% of cases, infectious disease 23% , asphyxia,

7% of cases, congenital abnormalities 27% of cases (Fajarwati, N.dkk. 2007). Asphyxia is a condition

when a newborn can not breathe spontaneously and regularly shortly after birth. Asphyxia will get

worse if the baby's handling is not done properly. Therefore, treatment measures are shown to

maintain survival and to overcome the possible advanced symptoms (Rochmah, et al. 2012: 19).

Method: The research was conducted in August 2017. The type of this research is descriptive

correlation and using cross sectional study design. The object of this research is newborn infant in

Maternity Room of Permata Bunda Purwodadi Hospital experiencing LBW and Asphyxia in 2016 of

87 babies, with LBW incidence of 46 babies and Asphyxia of 41 newborns. Data source in this

research is secondary data obtained from medical record data of Permata Bunda Purwodadi

Hospital. Results: The results showed that infants with low birth weight (LBW) were 37 cases

(42.5%), and BBLSR (Very Low Birth Weight) of 50 cases (57.5%). While infants with mild asphyxia

were 29 cases (33.3%), moderate asphyxia infants 15 (17.2%), and severe asphysiologic infants as

many as 43 cases (49.4%). Chi Square X2 test count> X2 table (11.979> 5,991) then HO is rejected

and H1 accepted, so the result found in this research is there is a weak relationship between low birth

weight baby with the incidence of asphyxia in newborn. Conclusion: Of the BBL-infected infants with

87 respondents, categorized were 37 cases (42.5%) and BBLSR (50 cases (57.5%). This proves that

there are still many respondents who experience LBW. Of asphyxia-infected infants with 87

respondents, with mild asphyxia infants as many as 29 cases (33.3%), moderate asphyxia infants 15

(17.2%), and severe asphyxia infants by 43 cases (49.4% ). From the results of the study of the

association of mild birth weight infants with the incidence of asphyxia in newborns performed on 87

respondents at Permata Bunda Purwodadi Hospital, the results obtained that there is a weak

relationship. Can be seen from the output of crosstabulation, then use Chi Square X2 test count> X2

table (11.979> 5,991) then HO no relationship is rejected and H1 there is relation received, and from

output symmetric measures can be known if coefficient coefficient value is 0.348. Because the value is

close to 0 then it means there is a weak relationship. This can be interpreted that between

independent and dependent variables of low birth weight babies with the incidence of asphyxia in

newborns have a weak relationship. Keywords: Low Birth Weight, Asphyxia, Low Birth Weight Relation with Asphyxia Occurrence

  Pendahuluan

  Bayi berat lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (2500-2499 gram). Bayi berat badan lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya asfiksia, infeksi, dan ikterus (Rukiyah dan Yulianti, 2009:242).

  Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram memiliki resiko terjadinya asfiksia sebesar 79,5%, sedangkan berat badan lahir normal berisiko sebesar 20,5%. Penelitian yang dilakukan oleh Fajarwati di Kabupaten Purworejo pada tahun 2007 menyatakan bahwa dari 14 variabel yang diteliti, salah satu faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia di 4 rumah sakit yang diteliti di Purworejo adalah berat badan lahir rendah 7% kasus, penyakit infeksi 23% kasus, asfiksia, 7% kasus, kelainan bawaan 27% kasus (Fajarwati, N.dkk. 2007).

  Asfiksia adalah keadaan ketika bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur sesaat setelah lahir. Asfiksia akan bertambah buruk jika penanganan bayi tidak dilakukan secara benar. Oleh sebab itu, tindakan perawatan ditunjukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul (Rochmah, dkk 2012:19).

  Asfiksia terjadi karena terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Asfiksia dapat mempengaruhi organ vital lainnya dan dapat mendorong terjadinya infeksi, kerusakan otak atau kematian (Fajarwati, N.dkk. 2007).

  Menurut Angka Kematian Bayi Baru Lahir (AKB) berdasarkan WHO, (World Health Organization) setiap tahunnya, kira- kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami kematian dengan kejadian asfiksia. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain, dan kelainan congenital (JNPK-KR, 2008).

  Angka Kematian Bayi di Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 7,2 per kelahiran hidup. Berdasarkan data kematian bayi dengan AKB tertinggi yaitu Kabupaten Grobogan 17,44 per 1000 kelahiran hidup, Magelang 11,9 per 1000 kelahiran hidup, dan Temanggung 11,1 per 1000 kelahiran hidup (DinKes Provisi Jawa Tengah, 2015).

  Angka Kematian Bayi berdasarkan data di Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan tahun 2015 dan tahun 2016, Angka Kematian Bayi (AKB) tahun 2015 yakni 17,44 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun 2016 turun menjadi 17,21 per 1000 kelahiran hidup. Jumlah bayi baru lahir dengan kejadian BBLR di tahun 2015 ada 171 kasus sedangkan bayi baru lahir dengan kajadian Asfiksia ada 48 kasus. Dan pada tahun 2016 bayi baru lahir dengan kejadian BBLR mengalami peningkatan yaitu 189 kasus, sedangkan bayi baru lahir dengan kejadian Asfiksia ada 54 kasus (Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan, 2016).

  Jumlah Angka Kematian Bayi baru lahir berdasarakan data dari Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi pada tahun 2015 jumlah AKB 13,78 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2016 jumlah AKB 3,88 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2017 dibulan Januari-Febuari terdapat AKB 6,80 per 100,000 kelahiran hidup (Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi, 2017).

  Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi, dari jumlah bayi ditahun 2015 terdapat bayi baru lahir dengan kejadian BBLR ada 11 kasus dan Asfiksia ada 79 kasus. Di tahun 2016 terdapat bayi baru lahir dengan kejadian BBLR ada peningkatan 46 kasus dan Asfiksia ada 41 kasus. Dan pada tahun

  2017 dibulan Januari-Febuari bayi baru lahir dengan kejadian BBLR mengalami peningkatan 26 kasus sedangkan Asfiksia 23 kasus (Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi, 2017).

  Bayi Asfiksia Jumlah Asfiksia Prosentase (%)

  X 2 tabel 5,991

Koefisien

Kotingensi 0.348

  X 2 hitung 11,979

  25 28% 18 20,6% 43 (49,4%)

Total

37 42,5% 50 57,4% 87 (100%)

  7 8% 8 9,1% 15 (17,2%)

Asfiksia

Berat

  5 5,7% 24 27,5% 29 (33,3%)

Asfiksia

Sedang

  BBL BBLR % BBLSR % Tot al %

Asfiksia

Ringan

  Tabel 3. Tabel Kontingensi (Tabel silang 3 x 2)

  Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa bayi yang mengalami asfiksia ringan sebanyak 29 kasus (33,3%), bayi asfiksia sedang sebanyak 15 (17,2%), dan bayi yang mengalami asfiskia berat sebanyak 43 kasus (49,4%).

  

Total

87 (100%)

  Asfiksia Ringan 29 (33,3%) Asfiksia Sedeng 15 (17,2%) Asfiksia Berat 43 (49,4%)

  Menurut bayi yang asfiksia

  Setelah melihat banyaknya kematian bayi baru lahir karena disebabkan oleh BBLR dan Asfiksia serta dampak yang di timbulkan oleh kejadian BBLR dan Asfiksia, maka diperlukan upaya untuk pencegahan dan penanganan yang tepat terhadap kasus tersebut. Tenaga kesehatan dituntut untuk meningkatkan pelayanan pada bayi baru lahir dengan baik dan memberikan asuhan yang tepat dalam penanganan, penyelenggaraan praktek berdasarkan pada Permenkes No.13/MenKes/Per/X/2017 pasal 1 yaitu pelayanan kebidanan kepada bayi baru lahir (Kepmenkes, 2017).

  Data responden berdasarkan bayi yang asfiksia dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2 : Distribusi Frekuensi Responden

  Berdasarkan tabel diatas maka dapat dijelaskan bahwa responden BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) sebanyak 37 kasus (42,5%), dan BBLSR (Berat Badan Lahir Sangat Rendah) sebanyak 50 kasus (57,5%).

  

Total

87 (100%)

  BBLR 37 (42,5%) BBLSR 50 (57,5%)

  Jenis BBL Jumlah Prosentase BBLR (%)

  Data responden berdasarkan berat lahir bayi dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Berat Lahir Bayi

  Hasil

  Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling, sehingga jumlah sampel yang didapat dari populasi bayi yang mengalami BBLR dan Asfiksia di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi sebanyak 87 bayi. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi.

  Obyek pada penelitian ini adalah bayi baru lahir di Ruang Bersalin Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi yang mengalami BBLR dan Asfiksia pada tahun 2016 sejumlah 87 bayi, dengan kejadian BBLR sejumlah 46 bayi dan Asfiksia sejumlah 41 bayi baru lahir.

  Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dan menggunakan desain penelitian cross sectional. Jadi dalam penelitian hubungan bayi berat lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan penelitan sekai dalam waktu yang bersamaan.

  Metode

  Dari tabel 3 hasil penelitian ini bayi yang mengalami BBLR dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir ini dapat dibuktikan dengan hasil penelitian BBL dengan BBLR dengan kejadian asfiskia ringan sebanyak 5 kasus (5,7%), BBLR dengan kejadian asfiksia sedang sebanyak 7 kasus (8%), BBLR dengan kejadian asfiksia berat 25 kasus (28,7%), sedangkan BBLSR dengan kejadian asfiksia ringan 24 kasus (27,5), BBLSR dengan kejadian asfiksia sedang 8 kasus (9,1%), BBLSR dengan kejadian asfiksia berat 18 kasus (20,6%). Dan dari penelitian ini terdapat BBLR dengan kejadian asfiksia 37 kasus (42,5%), BBLSR dengan kejadian asfiksia 50 kasus (57,4%), dan didapatkan hasil semua bayi yang mengalami BBLR maupun BBLSR dengan Kejadian Asfiksia terdapat 87 kasus (100%).

  Distribusi analisa kofisien kontingensi dengan menggunakan output symmetric

  measures dapat diketahui jika nilai koefisen

  kotingensi adalah 0,348 yaitu mempunyai hubungan yang lemah antara kedua variabel.

  Uji Chi Square

  X 2 hitung > X 2 tabel (11.979 > 5,991) maka HO ditolak dan H1 diterima, jadi hasil yang ditemukan dalam penelitian ini di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi bahwa ada hubungan yang lemah antara bayi berat badan lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir.

  Pembahasan 1.

  Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Bayi berat badan lahir rendah memiliki resiko permasalahan pada sistem tubuh, karena kondisi tubuh yang tidak stabil disebebkan karena terjadinya komplikasi neonatal seperti salah satunya bayi mengalami asfiksia dan penyakit lainya (Fajar, N.dkk. 2015).

  Dalam penelitin ini diperoleh data dari Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi, dapat dijelaskan bahwa 87 responden, BBLR sebanyak 37 kasus (42,5%), dan BBLSR sebanyak 50 kasus (57,5%).

2. Asfiksia

  Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara sepontan dan teratur pada bayi baru lahir atu beberapa saat sesudah dilahirkan (Sudarti dan Fauzoah, 2013:64). kelainan pada bayi seperti bayi mengalami infeksi, kelainan bawaan, trauma lahir, tetanus neonatorum, dan kelainan congenital (JNR-KR, 2008).

  3. Hubungan bayi berat lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir Bayi berat badan lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya, karena mempunya kecenderungan ke arah peninggkatan terjadinya asfiksia pada bayi. Berat badan lahir merupakan salah satu faktor resiko yang berhubungan secara signifikan dan sangat dominan pada saat kejadian asfiksia pada bayi baru lahir (Saputro, 2015).

  Asfiksia banyak dialami oleh bayi BBLR dikarenakan bayi BBLR memiliki beberapa masalah yang timbul dalam jangka pendek diantaranya gangguan metabolik, gangguan imunitas seperti ikterus, gangguan pernafasan seperti asfiksia, paru belum berkembang sehingga belum kuat melakukan adaptasi dari intrauterin ke ekstrauterin. BBLR cenderung mengalami kesulitan dalam melakukan transisi akibat berbagai penurunan pada sistem pernapasan, diantaranya : penurunan jumlah alveoli fungsional, defisiensi kadar surfaktan, lumen pada sistem pernapasan lebih kecil, jalan napas lebih sering kolaps dan mengalami obstruksi, kapiler-kapiler paru mudah rusak dan tidak matur, otot pernapasan yang masih lemah sehingga sering terjadi apneu, asfiksia dan sindroma gangguan pernapasan (Agustini, 2014).

  Dapat disimpulkan hubungan antara bayi berat badan lahir ringan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dilakukan penelitian pada 87 responden di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang lemah antara BBLR dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Dapat dilihat dari output crosstabulation bahwa bayi berat badan lahir rendah dapat mengalami terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir.

  Kemudian menggunakan Uji Chi

  Square

  X 2 hitung > X 2 tabel (11.979 > 5,991) maka H tidak ada hubungan ditolak dan H 1 terdapat hubungan diterima, dan dari output symmetric measures dapat diketahui jika nilai koefisen kotingensi adalah 0,348. Karena nilai mendekati 0 maka artinya terdapat hubungan yang lemah.

  Hal ini dapat diartikan bahwa antara variabel independen dan dependen yaitu bayi berat badan lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir memiliki hubungan yang lemah, karena terdapat faktor penyebab lainya seperti gizi yang kurang saat ibu hamil, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, kemudian terdapat

  Bayi yang mengalami asfiksia berdasarkan hasil penelitian di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi dapat dijelaskan dari 87 responden, bayi yang mengalami asfiksia ringan sebanyak 29 kasus (33,3%), bayi asfiksia sedang sebanyak 15 (17,2%), dan bayi yang mengalami asfiskia berat sebanyak 43 kasus (49,4%).

  Kesimpulan 1.

  Dari bayi yang menderita BBL dengan 87 responden, yang dikatagorikan yaitu dari BBLR sebanyak 37 kasus (42,5%), dan BBLSR sebanyak 50 kasus (57,5%). Hal ini membuktikan bahwa masih banyak responden yang mengalami BBLR.

  2. Dari bayi yang menderita asfiksia dengan 87 responden, dengan bayi yang asfiksia ringan sebanyak 29 kasus (33,3%), bayi asfiksia sedang sebanyak 15 (17,2%) , dan bayi yang mengalami asfiskia berat sebanyak 43 kasus (49,4%). Hal ini membuktikan bahwa masih banyak bayi baru lahir yang menderita asfiksia karena mengalami BBLR.

  3. Dari hasil penelitian hubungan bayi berat badan lahir ringan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dilakukan pada 87 responden di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang lemah. Dapat dilihat dari

  output crosstabulation , kemudian

  menggunakan Uji Chi Square X 2 hitung >

  X 2 tabel (11.979 > 5,991) maka H O tidak ada hubungan ditolak dan H 1 ada hubungan diterima, dan dari output

  symmetric measures dapat diketahui jika nilai koefisen kotingensi adalah 0,348.

  Karena nilai mendekati 0 maka artinya terdapat hubungan yang lemah. Hal ini dapat diartikan bahwa antara variabel independen dan dependen yaitu bayi berat badan lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir memiliki hubungan yang lemah.

  Saran 1.

  Bagi peneliti yang lain Hasil penelitian ini dapat menambah dan memberikan masukan dan informasi tentang hubungan bayi berat badan lahir rendah dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir.

  2. Bagi Tenaga Kesehatan Dapat meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien dan memberikan informasi kepada ibu hamil yang beresiko bayinya mengalami BBLR dan asfiksia pasca bersalin.

  3. Bidang Peneliti Dari hasil penelitian ini dapat membuat referensi bagi peneliti lain untuk bahan masukan penelitian berikutnya.

  4. Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan informasi untuk masyarakat khusunya para ibu hamil agar dapat menjaga pola nutrisi yang sehat dan aktivitas sehari-hari sehingga dapat terhindar bayi mengalami berat badan lahir ringan dan mengalami asfiksia saat bayi lahir.

DAFTAR PUSTAKA

  Metodologi Penelitian Kesehatan . Edisi

  Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

  Berat Badan Lahir Rendah Dengan Kejadian Asfiksia Neonatus .

  Medika. Yogyakarta. Saputro, D., S. 2015. Hubungan Antara

  NEONATUS Risiko Tinggi dan Kegawatan. Edisi Pertama. Nuha

  CV. Sagung Seto. Jakarta. Sudarti dan Fauziah A., 2013. ASUHAN

  Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis . Edisi ke empat.

  Info Media. Jakarta. Sastroasmoro S., dan S. Ismael. 2011.

  Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Edisi Pertama. CV. Trans

  EGC. Jakarta. Rukiyah, A.Y., dan Yulianti, L. 2010.

  Edisi ke empat. Alfabeta. Bandung. Rochmah, dkk 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita . Edisi Pertama.

  Mudah Penelitian Untuk Guru- Karyawan dan Peneliti Pemula .

  Ridwan, Dr.,M.B.A. 2010. Belajar

  Pertama. PT RINEKA CIPTA. Jakarta.

  Agustini, S. 2014. Hubungan Bayi Berat

  Lahir Rendah Dengan Kejadian Asfiksia di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Bantul .

  Neonatus Bayi dan Balita . Edisi Pertama. Fitramaya. Yogyakarta.

  Muslihatun W.N., 2010. Asuhan

  Pertama. CV. Trans Info Media. Jakarta.

  Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus. Edisi

  Maryunani A., dan Nurhayati. 2009.

  Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika. Jakarta.

  Banjarmasin. Hidayat, A.A., 2010. Metode Penelitian

  Hubungan Antara Bayi Berat Lhair Rendah Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum . Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Makurat.

  Fajar, N, A., Pudji, dan R, Lena. 2015.

  kedokteran dan kesehatan. Edisi Ke Lima. Salemba Medika. Jakarta.

  Dahlan, S. M., 2009. Statistik untuk

  Pertama. Nuha Medika. Yogyakarta.

  Penelitian Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi . Edisi

  Program Studi Bidan Universitas Aisyiyah. Yogyakarta. Ariani, P. A., 2014. Aplikasi Metodologi

  Notoatmodjo S. 2010.