Peran Radio Perhubungan dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia - USD Repository

  

PERAN RADIO PERHUBUNGAN DALAM PERJUANGAN

MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah

  

Oleh

:

  

Theresia Sundari Eko Wati

NIM: 034314010

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2010

  

Motto:

“Ada usaha pasti ada jalan.

  

Lebih baik terlambat dari pada gagal sama sekali”

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis adalah asli kreasi saya sendiri tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.

  Yogyakarta, 20 Sepetember 2010 Penulis

  (Theresia Sundari Eko Wati)

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Theresia Sundari Eko Wati Nomor Mahasiswa : 034314010

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  PERAN RADIO PERHUBUNGAN DALAM MEMPERJUANGKAN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini saya susun dengan sebenarnya. Yogyakarta, 20 September 2010 Yang menyatakan

  Theresia Sundari Eko Wati

  

PERSEMBAHAN

  Skripsi ini kupersembahkan untuk:  Tuhan Yesus Kristus.

   Bapak, ibu dan adik-adikku yang tercinta.  Eko Davied Safryanto, seseorang yang sangat aku cintai dan kelak akan menjadi pendamping hidupku.

  

ABSTRAK

Theresia Sundari Eko Wati

  UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Penulisan sejarah yang membahas konflik antara Indonesia dengan Belanda telah banyak dikaji oleh para sejarawan. Namun demikian pada umumnya sejarawan hanya menulis mengenai strategi perjuangan dengan mengangkat senjata dan strategi diplomasi di meja perundingan. Tulisan ini bermaksud mengkaji berbagai upaya penyelesaian konflik antara Indonesia dengan Belanda melalui media komunikasi massa, yaitu dengan menggunakan radio Perhubungan (PHB) milik AURI.

  Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran tentang peranan radio PHB AURI dalam menyelesaikan konflik antara Indonesia dengan Belanda khususnya pada masa PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia). Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah metode deskriptif-analitis. Penulisan ini didasarkan pada sumber- sumber yang didapatkan melalui studi pustaka berupa buku, surat kabar serta internet.

  Hasil dari penelitian ini menunjukaan bahwa stasiun radio perhubungan milik AURI sangat berperan besar dalam proses pencarian jati diri bangsa Indonesia, khususnya dalam rangka perjuangan mempertahankan eksistensi RI.

  Secara garis besar, tulisan ini ingin menunjukkan bahwa perjuangan dalam melawan penjajah Belanda tidak hanya ditempuh dengan cara berjuang mengangkat senjata dan diplomasi di meja perundingan saja, tetapi ada cara lain yaitu dengan media komunikasi radio yaitu radio PHB milik AURI. Peran radio pada waktu itu sangat penting, yaitu sebagai bagian dari sarana diplomasi, khususnya diplomasi ke luar wilayah pengaruh Belanda. Dengan sarana radio para pejuang kemerdekaan dapat menginformasikan bahwa pada masa Agresi Militer Belanda Kedua pemerintah RI masih ada yaitu dalam bentuk PDRI sehingga dunia internasional dapat mengetahui keadaan yang sebenarnya dan ikut menyelesaikan masalah RI dengan Belanda.

  

ABSTRACT

Theresia Sundari Eko Wati

  UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA There are a lot of historical essays about the conflict between Indonesia and

  Netherlands which have been discussed by many historians. And most of the historians only wrote about the war strategies and diplomatic ways like negotiations. Related to that topic, this study wants to discuss about the using of mass communication media, in here the writer took Network Radio (PHB) from Indonesian Air Force, to end the conflict between Indonesia and Netherlands.

  This analysis was written to give the clear description about the using of Network Radio (PHB) from Indonesian Air Force to end the conflict between Indonesia and Netherlands especially in Indonesia Emergency State government (PDRI) era. In this study, the writer employed descriptive and analytic methods and this analysis was written based on a lot of sources such as written books, newspapers, and also internet. Through this study, the writer found that Indonesian Air force's Network Radio Station had a big role in finding Indonesian identity especially as a way to keep Indonesian Republic existence.

  As a conclusion, this study was written in order to show that people in the past did not only do wars and do some negotiations, but they also used Network Radio from Indonesian's Air Force to keep struggling and defeating the Dutch. At that time, Radio had significant role as one of diplomatic media, especially to do some diplomacy to the foreign countries which were free from Netherlands's influence. Besides that, Radio was also used by the freedom fighter to inform the Second Military Aggression so that the foreign countries from all over the world knew about Indonesia's condition and helped to end the conflict between Indonesia and Netherland.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Radio Perhubungan dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia”.

  Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana sastra jurusan Ilmu Sejarah. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu dengan kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

  Bapak. Drs . Hery Santosa M. Hum.

  1. selaku Kepala Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Romo Dr. F.X. Baskara Tulus Wardaya, S.J., selaku pembimbing yang

  memberikan pengetahuan, pengalaman, pengarahasn serta motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi serta meluangkan waktu ditengah kesibukannya untuk memberikan koreksi atas skripsi ini. Para dosen sastra sejarah, Drs. Silverio R.L. Aji Sampurno, M. Hum., Drs.H.

  3. Purwanta M.A., Drs. Ig. Sandiwan Suharso, Dra. Lucia Juningsih, M.Hum, Dr.

  St. Sunardi, Prof. Dr. P.J. Suwarno. S.H., Drs. G. Moedjanto. M.A., dan Drs. Manu Joyoatmojo.

  4. Mas Tri di Sekretariat Fakultas Sastra yang selalu melayani keperluan administrasi mahasiswa Ilmu Sejarah.

  5. Kedua orang tuaku, Bapak Sunaryo dan ibu Yohana Estri Resmi Wati, yang telah memberikan cinta dan kasih sayangnya tanpa henti.

  6. Ketiga adikku, Ii, Nely, Dedy yang selalu mengisi hari-hariku dengan kenakalan

  7. Keluarga besar dari Eko Davied, terimakasih atas dukungan dan doanya.

  8. Teman-teman Ilmu Sejarah angkatan 2003, Ineke (Qeqe), Hafda, Irena, Reny, Domi, Anggie, Dedy, Yoga, Atic. Terimakasih atas kebersamaan yang selama ini kita jalin, semoga kita bisa bertemu di lain kesempatan.

  9. Dawin Awat terima kasih atas kritik, saran dan bantuannya dalam mengoreksi sekripsi ini.

  10.Teman Ilmu Sejarah angkatan 2002, Nana, Eka Rama, Daniel, Yuhan, Mamik, Villa.

  11.Bulik Wening, Om Agus dan ravael, Terimakasih atas semua jasamu, saya tidak akan perna melupakan.

  12. Ivan, Eva, Evi, Evan, terimakasih de atas dukungannya.

  13. Semua pihak yang telah membantuku dan tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ingin mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya.

  Penulis Sekripsi ini tidak lepas dari kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan daran dan kritik yang membangun untuk penulisan selanjutnya.

  Yogyakarta 13 Juli 2010 Penulis

  

DAFTAR ISI

  2.1 Perjuangan Kemerdekaan Sebelum Penjajahan Jepang............................16

  ............................................................................57

  

BAB IV STRATEGI DIPLOMASI DAN UPAYA MEMPERTAHANKAN

KEMERDEKAAN RI

  3.3 Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)…………………….…..52

  3.2 Strategi Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Menghadapi Agresi Militer Belanda II...................................................................................................45

  3.1 Strategi Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Menghadapi Agresi Militer Belanda I....................................................................................................39

  BAB III STRATEGI PERJUANGAN DAN UPAYA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN RI…………………………………………………....39

  2.4 Perjuangan Kemerdekaan Setelah Pendudukan Jepang di Indonesia........32

  2.3 Perjuangan Kemerdekaan Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945....24

  2.2 Perjuangan Kemerdekaan Melalui Radio .................................................21

  BAB II PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA PRA-1945……………………………………………................…...….............……16

  HALAMAN JUDUL...……………………………………….....................................i HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………..……..............ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………….iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………………….iv MOTTO………………………………………………………………..……………..v HALAMAN PERSEMBAHAN………………………….................…………..….vi ABSTRAK…………………………………………….....................……….............vii ABSTRACT……………………………………………………...........……...........viii KATA PENGANTAR ...............................................................................................ix DAFTAS ISI............................................................................................................... xi

  1.9 Sistematika Penulisan................................................................................14

  1.8 Kajian Pustaka ..........................................................................................13

  1.7 Metode Penelitian......................................................................................11

  1.6 Landasan Teori............................................................................................8

  1.5 Manfaat Penelitian.......................................................................................7

  1.4 Tujuan Penelitian.........................................................................................7

  1.3 Rumusan Masalah........................................................................................6

  1.2 Batasan Masalah.........................................................................................5

  1.1 Latar Belakang.............................................................................................1

  BAB I PENDAHULUAN

  4.1 Strategi Diplomasi Dalam Perjanjian Linggajati.......................................58

  4.2 Strategi Diplomasi Dalam Perundingan Renville......................................62

  4.3 Strategi Diplomasi Dalam Roem-Royen...................................................68

  BAB V RADIO SEBAGAI BAGIAN DARI PERJUANGAN KEMERDEKAAN ........................................................................................74

  5.1 StasiunRadio PHB (Perhubungan) AURI dan Perannya Dalam Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)................................................................74

  5.1.1 Stasiun Radio PHB AURI “UDO” di Bidar Alam...........................74

  5.1.2 Stasiun Radio PHB AURI “ZZ” di Kototinggi.................................80

  5.1.3 Stasiun Radio PHB AURI di Aceh.................................................. 85

  5.1.4 Stasiun Radio PHB AURI “PC-2” di Playen....................................89

  5.2 Radio dan Perjuangan Kemerdekaan setelah PDRI...................................94

  5.2.1 Pemimpin di Bangka Memprakarsai Perundingan Dengan Belanda......................................................................................................94

  5.2.2 Konferensi Meja Bundar..................................................................98

  BAB VI PENUTUP..................................................................................................100 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................102 LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Pada tanggal 17 Agustus 1945 Sukarno memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Bagi bangsa Indonesia Proklamasi Kemerdekaan berarti kembalinya kedaulatan seluruh wilayah RI ke tangan bangsa Indonesia sendiri.

  Sementara itu Belanda menganggap bahwa Indonesia masih sebagai daerah jajahannya dan bermaksud untuk memilikinya kembali. Hal itu tampak dari NICA (Netherlands Indies Civil Administrasion) yang membonceng Sekutu datang ke Indonesia pada tanggal 29 September 1945. Tujuan kedatangan Sekutu ke Indonesia adalah untuk melucuti tentara Jepang yang masih ada di Indonesia dan menyelamatkan warga negara Belanda yang ditawan oleh Jepang. Namun Sekutu diboncengi oleh Belanda yang ingin menduduki kembali wilayah Indonesia. Rakyat Indonesia mengecam keras tindakan Belanda tersebut dan berusaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

  Usaha Bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dilakukan dengan dua cara, yaitu strategi diplomasi di meja perundingan dan strategi perjuangan

  1

  militer. Strategi diplomasi dan strategi perjuangan militer merupakan alat perjuangan

1 G. Moedjanto, Indonesia Abad ke-20 jilid I, ( Yogyakarta: Kanisius, 1988 ), hlm 157.

  yang saling melengkapi satu sama lain. Apabila diplomasi mengalami jalan buntu,

  2

  maka perjuangan bersenjata dengan sendirinya siap mengambil tempat. Demikian pula sebaliknya.

  Strategi diplomasi dalam mempertahankan kemerdekaan dilakukan dengan cara berunding dengan pihak Belanda. Setiap perundingan antara Indonesia dengan Belanda selalu melibatkan pihak ketiga untuk menghindari perselisihan. Perjuangan diplomasi tersebut terwujud melalui berbagai perundingan. Perundingan yang pertama adalah perundingan Linggajati. Dalam perundingan Linggajati tersebut Belanda mengakui kekuasaan pemerintah Indonesia secara de facto atas pulau Jawa, Sumatra dan Madura. Akan tetapi perjanjian tersebut diingkari oleh Belanda dengan melakukan Agresi Militer Pertama tanggal 21 Juli 1947.

  Agresi Militer Belanda Pertama mengakibatkan fenomena baru dalam

  3 masalah RI dengan Belanda, yaitu campur tangan DK PBB sebagai penengah.

  Memanasnya hubungan antara RI dan Belanda membawa kedua negara ke perundingan yang kedua yaitu perundingan Renville. Perundingan tersebut ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948.

  Keadaan menjadi semakin tidak menentu karena hasil persetujuan Renville yang telah disepakati dilanggar oleh Belanda. Usaha damai yang diprakarsai Komisi Tiga Negara untuk menyelesaikan masalah antara RI dan Belanda megalami jalan

  2 Departemen Luar negeri, Sejarah Diplomasi Republik Indonesia: Dari Masa Ke Masa Periode 1945-1950, (Jakarta: Departemen Luar Negeri RI, 2004) hal 112.

  3 T.B Simantupang, Laporan Dari Banaran, (Jakarta:PT. Pembangunan, 1960), hal 46. buntu. Hal ini terjadi karena Belanda melanggar keterapan-ketetapan dslsm Perjanjian Renville yang tidak mungkin diterima oleh RI. Sebagai contoh Belanda melakukan blokade ekonomi di wilayah RI dan menghalangi perdagangan penduduk Indonesia

  4

  dengan penduduk luar daerah. Itikad baik bangsa Indonesia dalam melaksanakan perundingan dengan Belanda tidak selalu memperoleh balasan yang sama dari pihak Belanda. Belanda dengan berbagai cara dan tipu muslihat selalu mengingkari perundingan yang dilakukan dengan Indonesia. Hal tersebut merupakan cara Belanda untuk menjajah Indonesia kembali. Pada tanggal 11 Desember 1948 delegasi Belanda yang dipimpin oleh Abdul Kadir Wiryoadmojo menyatakan tidak dapat melanjutkan perundingan lagi. Itu berarti bahwa persetujuan Renville yang telah ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 mengalami kegagalan. Akhirnya pada tanggal 19 Desember 1948 mulai pukul 00.00 WIB Belanda tidak mengakui persetujuan

  5 Renville dan melakukan Agresi Militer Belanda yang kedua di wilayah Indonesia.

  Dalam menghadapi serangan militer Belanda, para pejuang RI menggunakan berbagai cara. Pertama menggunakan strategi diplomasi untuk mencari dukungan ke luar negeri. Kedua, menempuh taktik bumi hangus. Ketiga, mereka menggunakan

  4 Baskara T Wardaya. SJ, Indonesia Melawan Amerika, (Yogyakarta: Penerbit GALANGPRESS, 2008) hlm 58-59.

  5 Anwar Sanusi, Replika sejarah Perjuangan Rakyat Yogyakarta I, (Yogyakarta, Dinas propinsi DIT, 1983). Hal. 83. prinsip non-kooperasi di kota-kota yang diduduki musuh. Keempat, perang rakyat

  6 semesta.

  Dengan melakukan Agresi Militer Kedua, Belanda dapat menguasai wilayah Indonesia dan menangkap para pemimpin Indonesia. Selain itu Belanda juga memutus sarana komunikasi sehingga antara wilayah yang satu dan yang lainnya tidak bisa saling mengetahui keadaan. Hal tersebut dimanfaatkan oleh Belanda untuk melakukan propaganda melalui siaran radio dan menyatakan bahwa dengan aksi militernya yang kedua, Belanda dapat menguasai Ibukota RI serta menangkap para pemimpin Indonesia dan menghancurkan TNI. Padahal kenyataannya pada waktu itu pemerintahan RI masih ada yakni dalam bentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berada di Sumatra. Pada awalnya PDRI tidak dikenal di luar negeri karena sarana komunikasi diputus oleh Belanda. Beruntung pada waktu itu ada radio Perhubungan milik AURI yang sangat berarti sebagai sarana komunikasi untuk membantu melanjutkan perjuangan RI. Radio Perhubungan (PHB) AURI pada waktu itu digunakan untuk sarana komunikasi pada saat bergerilya. Dengan bantuan pemancar radio milik AURI yang berada di Jawa, Sumatra Barat dan Aceh, informasi baru mengenai peristiwa-peristiwa di Indonesia dan sebaliknya reaksi dunia

6 TB. Simantupang, Laporan Dari Banaran,(Jakarta: PT. Pembangun, 1960), hlm. 165.

  Internasional terhadap tindakan militer Belanda di Indonesia dapat dipantau oleh

  7 siaran radio dunia, termasuk Dewan Keamanan PBB.

  Semua itu menunjukkan bahwa perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia dalam melawan penjajah Belanda ternyata tidak hanya dilakukan melalui pertempuran bersenjata dan meja perundingan, melainkan juga dengan menggunakan alat-alat komunikasi, yaitu melalui radio. Siaraan radio dapat mencapai sasaran dengan mudah dan tidak melalui proses yang kompleks. Salah satu radio yang berperan dalam perjuangan mempertahankan RI adalah radio perhubungan milik AURI. Dengan adanya radio tersebut perjuangan melawan penjajah dapat terus berlangsung meskipun ada blokade dan serangan militer Belanda. Tanpa radio tersebut belum tentu keinginan bangsa ini untuk lepas dari belenggu penjajahan Belanda dapat terwujud.

  Tulisan ini penulis ingin membahas peran radio dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, dan radio yang akan dikaji adalah radio perhubungan milik AURI yang digunakan sebagai sarana komunikasi pada masa PDRI. Radio tersebut antara lain adalah radio PHB AURI “PC-2” di Playen, radio PHB AURI “UDO” di Bidar Alam, Sumatra Barat, radio PHB AURI “ZZ” Kototinggi, Sumatra Barat dan radio PHB AURI di Aceh. Alasan pemilihan radio sebagai objek kajian dikarenakan radio merupakan sarana yang efektif dalam perjuangan pada masa PDRI mengingat pada waktu itu semua sarana komunikasi diputus semua oleh Belanda.

7 Mestika Zed, Pemerintah Darurat Republik Indonesia (Sebuah Mata Rantai Sejarah Yang Terlupakan), (Jakarta:PT Pustaka Utama Grafiti,1997), hlm. 219.

  Secara intensif radio telah menyampaikan berita, khususnya bagi para pejuang yang ada di Jawa dan Sumatra. Penulis ingin menunjukkan bahwa melalui radio bangsa Indonesia dapat berhubungan dengan dunia Internasional sehingga Indonesia mendapat dukungan dari luar negeri.

1.2 Batasan Masalah

  Skripsi ini akan mengkaji peran radio perhubungan AURI. Untuk memperjelas permasalahan dan menghindari salah tafsir, maka perlu diberikan batasan untuk memberikan pengertian. Istilah “Peran” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Radio mempunyai pengertian siaran (pengiriman) suara atau bunyi melalui udara.

  Perhubungan adalah segala yang berkaitan dengan lalulintas dan telekomunikasi. Oleh karena itu judul skripsi “Peran Radio Perhubungan Dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia” mempunyai pengertian bahwa radio mempunyai tugas utama mengenai siaran (pengiriman) yang berkaitan dengan telekomunikasi.

  Hal ini terkait dengan peralatan elektronik yang dimiliki oleh AURI.

  Tahun yang di ambil dalam penelitian ini adalah periode 1925-1949, mulai dari adanya radio di Indonesia sampai perang kemerdekaan kedua. Dalam penelitian ini tidak terlalu banyak membahas media radio karena bahan tentang media radio pada waktu itu belum banyak, meskipun ada hanya sebatas media cetak tahun 1945an. Untuk itu supaya tidak terlalu singakat dalam bab dua penelitian ini Belanda, Jaman Jepang sampai Belanda kembali lagi menjajah Indonesia. Ruang lingkup penelitian ini berkisar di daerah Jawa dan Sumatra. Daerah Jawa yang dibahas adalah Banaran, Playen, Gunungkidul sedangkan daerah Sumatra yang disoroti adalah Bidar Alam, Kototinggi dan Aceh.

  1.3 Rumusan Masalah

  Berdasarkan batasan masalah di atas ada beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas:

  1. Bagaimana perjuangan para pejuang kemerdekaan Indonesia dalam mengusir penjajah Belanda ?

  2. Strategi apa yang digunakan oleh para pejuang tersebut dalam mengusir penjajah Belanda?

  3. Bagaimana peran radio Perhubungan (PBH) AURI pada masa PDRI sebagai sarana komunikasi yang efektif dalam perjuangan demi kemerdekaan ?

  4. Bagaimana dampak siaran radio PHB AURI bagi PDRI dan bangsa Indonesia?

  1.4 Tujuan Penelitian

  Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan skripsi ini, yaitu untuk:

  1. Mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana perjuangan (bangsa Indonesia) dalam melawan penjajah Belanda, baik secara militer maupun melalui diplomasi.

  2. Mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana perkembangan dan eksistensi radio PHB AURI serta pengoperasiannya dalam mendukung perjuangan bangsa Indonesia pada masa PDRI.

  3. Mendeskripsikan dan menganalisis akibat yang terjadi setelah adanya radio PHB AURI pada masa PDRI.

  .

1.5 Manfaat penelitian

  Penulisan ini diharapkan bisa bermanfaat bagi masyarakat umum dan bukan bagi kalangan akademis saja. Dengan adanya penulisan ini diharapkan masyarakat akan bisa membuka pengetahuan baru mengenai latar belakang terjadinya PDRI serta peranan radio perhubungan AURI pada waktu itu, serta apa yang dilakukan para pejuang Indonesia dalam menghadapi serangan bangsa Belanda. Selain itu ingin ditunjukkan pula bahwa keberhasilan melawan penjajah tidak dapat dilepaskan dari peranan radio milik AURI, karena radio diperlukan untuk mengetahui informasi tentang berita-berita dari musuh yang sifatnya menghasut, untuk mendongkrak semangat juang rakyat dalam melawan musuh, serta untuk menyiarkan perjuangan gerilya ke pelosok-pelosok.

  Tulisan ini juga diharapkan mampu membuka pengetahuan masyarakat melawan penjajah Belanda hanya dilakukan dengan strategi diplomasi di meja perundingan dan strategi perjuangan di meda tempur saja saja. Padahal di samping keduanya ada cara lain yaitu cara diplomasi komunikasi melalui radio sebagaimana yang telah dilakukan oleh radio perhubungan AURI.

1.6 Landasan Teori

  Tulisan ini membahas usaha memperjuangkan kemerdekaan melalui jalur diplomasi dari luar negeri melalui media radio untuk memperoleh dukungan dari luar negeri. Untuk itu teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori politik yang mengacu pada hubungan internasional.

  Teori politik hubungan internasional ini digunakan untuk menganalisa sengketa antara Indonesia dengan Belanda pada masa perang kemerdekaan yang melibatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menurut Pitirim Sorokin, dalam hubungan internasional bisa terdapat konfik-konflik bersenjata, ambisi untuk menaklukan antara kedua belah pihak, dimana perbuatan yang merusak ini tidak akan berkurang selama masyarakat belum berpindah ke periode kebenaran. Sorokin juga menggambarkan adanya tanda-tanda dari sifat kebendaan dan perbuatan-perbuatan yang tidak adil, baik dalam hubungan masalah dalam negeri maupun dalam masalah internasional. Ia juga menunjukkan cara bagaimana orang bisa mengubah sikapnya dan menemukan suatu jalan keluar dari keadaan yang gawat itu. Caranya adalah dengan menyebarkan ajaran filsafat dan perbuatan tanpa pamrih yang membuka jalan untuk membangun kembali umat manusia dan mengadakan koreksi atas akses-

  8 akses kebendaan itu.

  Apa yang dikemukakan oleh Pitirim Sorokin relevan dalam melihat perjuangan bangsa Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan politik dengan Belanda. Sejak awal, kemerdekaan Indonesia diwarnai dengan pertikaian dan peperangan dengan Belanda. Masuknya Sekutu dan Belanda yang tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia menimbulkan bentrokan bersenjata yang menimbulkan banyak korban jiwa. Berbagai cara telah dilakukan baik dengan strategi diplomasi di meja perundingan maupun dengan strategi perjuangan di medan tempurur guna mengakhiri sengketa. Namun usaha-usaha itu gagal karena Belanda selalu melanggar perjanjian yang telah disepakati bersama. Hal tersebut menunjukkan besarnya keinginan Belanda untuk menguasai kembali Indonesia.

  Keinginan Belanda untuk menguasai kembali Indonesia membuat usaha perdamaian menjadi sulit. Untuk itu jalan satu-satunya adalah mendatangkan pihak ketiga dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai penengah dalam perundingan.

  Menurut Morgenthau, hubungan internasional merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam relasi antar manusia. Salah satu sifat dasar manusia adalah mementingkan dirinya sendiri dan mengejar kekuasaan, sehingga dapat dengan mudah mengakibatkan agresi. Morgenthau mengatakan bahwa pada 1930an

8 Charles A. Mcclelland, Ilmu Hubungan Internasional teori dan system, (Jakarta:CV Rajawali, 1981), hal. 59.

  tidaklah sulit menemukan bukti yang mendukung pandangan seperti itu. Hitler secara terang-terangan melakukan kebijaksanaan luar negeri yang agresif, yang

  9

  ditempuh melalui konflik dan bukan kerja sama. Selain itu melalui radio Hitler mempropagandakan ide-idenya ke dalam dan ke luar negeri. Propaganda macam itu secara luas disiarkan melalui radio kepada seluruh bangsa Jerman. Lewat radio sebagai sarana kumunikasi yang sangat ampuh ini Hitler mempropagandakan ide-

  10 idenya sampai ke berbagai tempat bahkan di luar Jerman.

  Perang siaran dengan mengganggu siaran musuh juga pernah dialami oleh Indonesia dalam masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Belanda dengan kekuatan radionya mempropagandakan kepada dunia luar bahwa RI telah berhasil dikuasai kembali. Melalui siaran propagandanya itu, diharapkan negara-negara luar akan mengakui keberadaan Belanda di Indonesia. Akan tetapi usaha Belanda ini dapat diatasi oleh para pejuang Indonesia. Dengan bekal radio perhubungan milik AURI yang tidak dikuasai musuh, para pejuang kemerdekaan dapat menyangkal semua berita yang dipropagandakan oleh Belanda, dan dengan bantahan itu pula dunia internasional dapat mengetahui keadaan Indonesia yang sebenarnya.

1.7 Metode Penelitian

  9 Robet Jackson dan George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998) ,hlm. 55.

  10 T.A. Lathief Rousydiy, Dasar-dasar Rhetorica komunikasi dan Informasi, (MedanFirma Rimbow, 1989), hal. 50.

  Skripsi ini merupakan penulisan sejarah politik yang memerlukan metode dan pendekatan dalam mengkajinya. Oleh sebab itu perlu untuk mengetahui apa itu metode sejarah serta langkah-langkah dalam penulisan sejarah. Menurut Louis Gottschalk metode sejarah adalah proses mengkaji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu secara imajinatif berdasarkan fakta-fakta yang

  11

  ada, dimana fakta-fakta ini diperoleh melalui proses historiografi. Historiografi ini sangat memberi manfaat bagi sejarawan untuk merekonstruksi kembali peristiwa di masa lampau.

  Guna mencari sumber-sumber tertulis dalam penulisan ini menggunakan data historis yang didapat melalui dokumen-dokumen, surat kabar dan buku yang diperoleh dari perpustakaan Universitas Sanata Dharma, Balai Kajian Sejarah dan perpustakaan-perpustakaan lain yang ada di Yogyakarta.

  Metode penulisan sejarah memiliki empat tahap yaitu: Heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Heuristik atau pengumpulan sumber merupakan suatu proses pengumpulan data yang relevan sesuai objek yang dikaji. Dalam penelitian ini sebagian besar menggunakan sumber buku. Langkah selanjutnya adalah kritik sumber atau verifikasi data. Langkah ini bertujuan untuk mengetahui keaslian dan kredibilitas sumber. Kritik sumber merupakan langkah yang penting yang harus dilakukan untuk menghindari adanya kepalsuan sumber atau untuk mengetahui apakah data dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Salah satunya

11 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta, UI-Press,1985) hlm 32.

  adalah dengan kritik interen dengan membandingkan sumber supaya dapat

  12 mengetahui kebenarannya.

  Langkah selanjutnya adalah Interpretasi. Interpretasi adalah tahap penguraian informasi dan fakta satu dengan fakta yang lainnya tanpa meninggalkan ketentuan dalam penelitian sejarah. Dalam hal ini peneliti dituntut untuk secermat mungkin dan mengungkapkan data secara akurat. Dengan melakukan langkah ini juga dapat meminimalisir subyektifitas terhadap sumber pustaka.

  Langkah yang terakhir adalah historiografi. Historiografi merupakan tahap ini menberikan gambaran dan penyusuran hasil dari peneltian mengenai rangkaian suatu peristiwa yang didapatkan dari berbagai sumber sejarah. Dalam tahap ini yang penting untuk diperhatikan adalah aspek kronologis, sistematika dan sentralisasi gaya bahasa. Dalam penulisan sejarah aspek kronologis suatu peristiwa sangat penting .sehingga dapat dengan mudah memberikan suatu pengertian dasar tentang kapan peristiwa itu terjadi.

1.8 Kajian Pustaka

  Kajian pustaka yang meneliti topik yang sama dengan penelitian ini adalah buku karya Mestika Zed yang berjudul Pemerintah Darurat Republik Indonesia,

  

Sebuah Mata Rantai Yang Terlupakan, diterbitkan oleh Pustaka Utama Grafiti,

  Jakarta. Buku ini memberikan informasi rinci dan kronologis sejarah PDRI dalam

12 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Jakarta: Yayasan Bentang Budaya,1995) hlm 99.

  masa revolusi di Sumatra dan hubungannya dengan pemerintah yang berada di Jawa. Disinggung pula aktifitas radio, terutama radio PHB AURI serta dukungan yang diberikan oleh negara-negara sahabat kepada Indonesia. Kelemahan dalam buku ini hanya membahas perjuangan bergerilya pada masa PDRI tanpa memaparkan perjuangan diplomasi.

  Sumber kedua adalah buku yang disusun oleh Masyarakat Sejarawan Indonesia, berjudul PDRI Dikaji Ulang, diterbitkan oleh Kanisius Yogyakarta. Buku ini berisi rekontruksi serta persepsi dari para sejarawan mengenai PDRI serta perjuangannya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Buku tersebut masih punya kelemahan karena hanya membahas pendapat tokoh-tokoh PDRI dan tidak menjelaskan terjadinya PDRI secara menyeluruh selain itu radio yang digunakan oleh para pejuang pada waktu itu tidak di uraikan secara jelas.

  Selain itu digunakan juga skripsi Teguh Wiyono yang berjudul Peran Radio

  

PHB “PC 2” Dalam Rangka Diplomasi Internasional 1948-1949, Universitas Gadjah

  Mada, Yogyakarta, tahun 1995. Dalam skripsi tersebut dijelaskan latar belakang Agresi Militer Belanda Kedua serta peran Radio PHB “PC 2” yang berjasa dalam menyiarkan berita-berita Serangan Umum 1 Maret 1949. Kelemahan dalam sekripsi ini hanya menjelaskan radio PHB di Playen saja sedangkan radio PHB yang ada di Sumatra tidak dijelaskan.

  Penulisan tentang radio Perhubungan (PHB) AURI memang sudah pernah ditulis tetapi kebanyakan hanya beberapa radio PHB saja yang ditulis. Dalam tulisan Sumatra secara historis. Selain itu penelitian ini juga menguraikan radio yang digunakan oleh penjajah Belanda dan dan penjajah Jepang dalam menguasai wilayah Indonesia. Dibahas pula mengenai cara perjuangan melawan penjajah Belanda dengan perjuangan militer maupun diplomasi.

1.9 Sistematika Penulisan Tulisan ini dibagi dalam enam bab. Tiap bab memuat beberapa sub bab.

  Adapun pembagiannya adalah BAB I berisi Pendahuluan, membahas tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II hingga BAB V merupakan pembahasan masalah, dan BAB

  VI merupakan bab penutup.

  Bab II akan membahas perjuangan kemerdekaan Indonesia pra-1945 . Pada

  bab ini akan diuraikan bentuk-bentuk perjuangan rakyat Indonesia secara umum untuk memperoleh kemerdekaan. Bab ini akan dibagi menjadi empat sub-bab. Pertama, perjuangan kemerdekaan sebelum penjajahan Jepang Kedua, perjuangan kemerdekaan melalui radio. Ketiga, perjuangan bangsa Indonesia dalam memperoleh kemerdekaan pada masa Jepang 1942-1945. Keempat, perjuangan kemerdekaan setelah pendudukan Jepang di Indonesia.

  Bab III akan membahas Strategi perjuangan dan upaya mempertahankan kemerdekaan RI.. Selanjutnya hal itu akan diuraikan dalam tiga sub-bab. Pertama, Belanda I. Kedua, strategi perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II. Ketiga, Pemerintah Darurat Republik Indonesia

  Bab IV akan membahas strategi diplomasi dan upaya mempertahankan kemerdekaan RI. Bab ini akan dibagi menjadi tiga sub-bab. Pertama, strategi diplomasi dalam Perjanjian Linggajati. Kedua, strategi diplomasi dalam Perjanjian Renville. Ketiga, strategi diplomasi dalam Perundingan Roem-Royen.

  Bab V akan membahas radio sebgai bagian dari perjuangan kemerdekaan. Bab ini akan dibagi menjadi tiga sub-bab. Pertama, stasiun radio PHB (Perhubungan ) AURI dan peranannya dalam PDRI. Kedua, radio dan perjuangan kemerdekaan detelah PDRI. Ketiga, Konferensi Meja Bundar (KMB).

  Bab VI, Penutup dan saran, berisi kesimpulan dari keseluruhan tulisan mengenai peran radio perhubungan dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.

BAB II PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA PRA-1945

2.1 Perjuangan Kemerdekaan Sebelum Penjajahan Jepang

  Pada tahun 1930an perjuangan rakyat Hindia Belanda untuk memperoleh kemerdekaan ditempuh dengan membentuk organisasi-organisasi nasional. Hal tersebut dilakukan karena pada waktu itu rakyat Hindia Belanda belum mempunyai senjata yang cukup untuk melawan penjajah Belanda dengan cara bertempur. Untuk itu jalan satu-satunya adalah membentuk organisasi sosial politik untuk melawan penjajah.

  Pada tahun 1931 terjadi krisis ekonomi global. Sebagai negara jajahan Hindia Belanda sangat menderita, karena dijadikan sebagai sarana untuk mengatasi krisis ekonomi di negara Belanda. Pemerintah Hindia Belanda meningkatkan hasil produksi pertanian dan perkebunan, akan tetapi para pekerja (rakyat) mendapatkan upah minimum sehingga kesejahteraan rakyat menurun.

  Dalam bidang politik, krisis ekonomi tersebut mempunyai pengaruh besar walaupun secara tidak langsung. Kebijakan Pemerintah Belanda yang sangat keras terhadap rakyat menimbulkan aspirasi anggota Volksraad seperti Muhammad Husni Thamrin dan Sutarjo Kartohadikusumo untuk memperjuangkan nasib rakyat melalui

  1

  langkah-langkah politik dengan pemerintah kolonial Belanda. Pada masa itu pemerintah kolonial Belanda dipimpin oleh Gubernur Jendral De Jonge yang bersifat menindas dan reaksioner. Politik keras G.B De Jonge tidak hanya melumpuhkan gerakan partai politik tetapi juga organisasi-organisasi pemuda. De Jonge juga mendirikan ordonansi sekolah-sekolah liar. Melihat hal tersebut pemuda Hindia Belanda melakukan protes dengan cara mengadakan konggres tapi gagal karena tidak

  2 ada ijin dari pemerintah.

  Sebelum pendudukan Jepang ke wilayah Hindia Belanda terdapat beberapa organisasi nasional yang menonjol dan berasaskan nonkooperasi. Organisasi itu

  3

  antara lain adalah Partindo (Partai Indonesia) yang berdiri tanggal 17 April 1931

  4

  dan dipimpin oleh Sartono, dan PNI Baru (Pendidikan Nasional Indonesia) yang 1 Marwati Djoned, Sejarah Nasional Indonesia V, (Jakarta:Balai Pustaka,1984), hlm. 86.

  2 Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional Indonesia V, (Jakarta: Balai Pustaka 1977) hlm198.

  3 Tujuan didirikannya Partindo adalah untuk mencapai suatu negara Republik

  Indonesia yang merdeka. Tujuan ini akan dicapai dengan jalan perluasan hak-hak politik dan penteguhan keinginan menuju suatu pemerintah rakyat yang berdasarkan demokrasi, perbaikan perhubungan-perhubungan dalam masyarakat dan perbaikan keadaan ekonomi rakyat Indonesia. Lihat http://swaramuslim.net/galery/sejarah. Data di akses tanggal 9 Mei 2009. Partindo menolak perjuangan kelas dan lebih menekankan perjuangan rasial dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan. Partindo menyelenggarakan kongresnya pada tanggal 15-17 Mei 1932. Dalam konggres tersebut disepakati bahwa Partindo menghendaki kemerdekaan Indonesia yang didasarkan atas nasib sendiri, kebangsaan dan demokrasi. Realisasi perjuangan Partindo tetap dengan cara nonkooperasi. AK. Pringgodigo, Sejarah pergerakan Rakat,(Jakarta: Dian Rakyat,1980), hlm.114-115.

  4 PNI Baru memusatkan usaha untuk memperoleh dan mendidik kader-kader

  yang berdisiplin tinggi dan pembangunan sebuah struktur organisasi. PNI Baru berdiri di Yogyakarta pada bulan Desember 1931 dan dipimpin oleh Hatta. Partai- partai yang menonjol tersebut menggunakan taktik nonkooperasi dalam mencapai tujuan Indonesia merdeka. Berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan

  5 tersebut, namun perjuangannya mengalami banyak hambatan.

  Pergerakan yang menggunakan haluan kooperasi itu antara lain adalah Parindra dan Gerindo. Parindra (Partai Indonesia Raya) yang berdiri bulan Desember 1935 bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia berdasarkan kekuatan dan persatuan rakyat Indonesia sendiri. Tokoh Parindra yang terkenal adalah Dr. Soetomo dan MH. Thamrin. Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia) didirikan pada tanggal 24 Mei 1937. Pemimpinnya adalah Drs. A.K.Gani, Mr. Muhamad Yamin dan Mr.

6 Sartono. Tujuan Gerindo adalah tercapainya bentuk masyarakat yang bersendikan demokrasi politik, ekonomi dan sosial.

  Pada tahun 1935 perekonomian Hindia Belanda mulai membaik. Hal itu mendorong para pejuang Indonesia untuk mengusulkan adanya perubahan sistem pemikiran sosial dan ekonominya dengan cara berpikir yang lebih sistematis mengenai perubahan sosial dan ekonomi. Lihat, Suhartono, Sejarah Pergerakan

  

nasional, Dari Budi Utomo Sampai Proklamasi Kemerdekaan,(Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1994), hlm. 80-82.

  5 Hambatan tersubut dikarenakan pemerintah Belanda melakukan pengawasan

  yang ketat terhadap rapat-rapat yang diadakan oleh Partindo dan PNI Baru sehingga partai tersebut tidak bebas bergerak dan mengalami kevakuman. Tindakan pemerintah berupa penangkapan dan pembuangan para pemimpin politik inilah yang menyebabkan hubungan partai-partai politik dengan rakyat terputus Demikian juga diadakan penangkapan terhadap tokoh-tokoh pergerakan tanpa ada proses hukum.

  6 Hasan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru -Van Holeve, 1980), hlm. 1120. ketatanegaraan. Perubahan tersebut diusulkan oleh Soetardjo Kartohadikusumo, selaku ketua dan wakil dari PPBB (Persatuan Pegawai Bestuur/Pamong Praja Bumiputra) dan wakil Volksraad. Ia mengajukan suatu petisi kepada pemerintah Belanda yang dikenal dengan Petisi Sutarjo. Isi petisi itu pada prinsipnya meminta kepada pemerintah Belanda agar mengadakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan negeri Belanda, di mana anggota-anggotanya mempunyai hak yang

  7

  sama. Usul ini muncul sebagai akibat dari ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan yang diterapkan di bawah pemerintahan Gubernur Jendral De Jonge. Setelah mengalami perjuangan yang panjang petisi itu dilarang oleh pemerintah Hindia Belanda. Alasan penolakannya adalah bahwa perkembangan politik di Indonesia belum mantap dan pertumbuhan ekonomi belum memadai.

  Meskipun ditolak, petisi itu ternyata tetap mempunyai pengaruh bagi pejuang Hindia Belanda, yaitu “membantu membangkitkan gerakan nasionalis”. Pada bulan Mei 1939 partai-partai politik Indonesia mendirikan Gabungan Politik Indonesia

  8

  (GAPI). Pada tanggal 4 Juni 1939 GAPI melaksanakan rapat umum mengenai berbagai program yang diajukan oleh para anggotanya. Program itu antara lain berisi tuntutan supaya pemerintah Hindia Belanda memberikan otonomi kepada Indonesia sehingga dapat dibentuk aksi bersama Belanda-Indonesia dalam melawan fasisme.

  7 Tujuan dari petisi ini adalah untuk menyusun suatu rencana yang isinya

  adalah pemberian kepada Indonesia suatu pemerintahan yang berdiri sendiri dalam