Peran IPPHOS dalam revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949.
ABSTRAK
PERAN IPPHOS
DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA
1945 -1949
Oleh: Yudhi Raharjo Universitas Sanata Dharma
2015
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang: (1) Latar belakang berdirinya IPPHOS; (2) Peran IPPHOS dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia 1945-1949; (3) Kontribusi IPPHOS saat ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah historis faktual dengan tahapan: menentukan topik atau tema penelitian, mengumpulkan sumber, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan politik dan sosiologi, dan ditulis secara deskriptif analitis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Latar belakang berdirinya IPPHOS adalah untuk ikut ambil peran dalam perjuangan bangsa mempertahankan kemerdekaan melalui foto-foto hasil karyanya. (2) Peran IPPHOS dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia yaitu ikut berperan dalam mengambil gambar setiap peristiwa yang terjadi di Indonesia, agar dapat membangkitkan semangat kebangsaan pada masyarakat. (3) Karya IPPHOS memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.
(2)
ABSTRACT
THE ROLE OF IPPHOS
IN INDONESIAN INDEPENDENCE REVOLUTION
1945 -1949
By: Yudhi Raharjo Sanata Dharma University
2015
This research aims to describe and analyze about: (1) The Background of the establishment of IPPHOS, (2) The role of IPPHOS in Indonesian independence revolution on 1945 - 1949, and (3) The IPPHOS contribution to the present day.
This research has been completed based on factual historical research methods with multiple stages, the collection of data from various sources, review the critiques of the other interviewees, interpretations, and histography. The approach in this study is the political and sociological approaches, and this reasearch is written in descriptive-analysis way.
The results of this research show that: (1) The Background of the IPPHOS establishment is its participation in the Nation struggle to defend its independence through photographs taking which recorded any events happening in the homeland of Indonesia, especially during the revolution of independence of Indonesia. (2) The role of IPPHOS in the revolution of independence of Indonesia is taking images of any events that happened in the homeland Indonesia as to raise the spirit of nationalism for society. (3) IPPHOS has contributed to science and to society.
(3)
PERAN IPPHOS
DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA
1945 -1949
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
YUDHI RAHARJO NIM : 101314015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(4)
i
PERAN IPPHOS
DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA
1945 -1949
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
YUDHI RAHARJO NIM : 101314015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan kepada:
Orang tuaku, saudara-saudaraku yang menyertai dan mengiringi
perjuanganku dalam menimba ilmu, baik itu lewat doa, materi, dan hingga
(8)
v
HALAMAN MOTTO
Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi
cakrawala, dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. (Paman
Doblang-Kantata Takwa)
Nrimo artinya, saya berdoa sungguh, saya bekerja
sungguh-sungguh, selanjutnya biarlah Tuhan yang menentukan. (F. G. Joyner)
Sebebas camar engkau berteriak, setabah nelayan menembus badai, seikhlas
karang menunggu ombak, seperti lautan engkau bersikap. (Sang
(9)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang telah saya tulis
ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 26 Februari 2015
Penulis,
(10)
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Yudhi Raharjo Nomor Mahasiswa : 101314015
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PERAN IPPHOS
DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA 1945 – 1949
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 26 Februari 2015 Yang menyatakan,
(11)
viii
ABSTRAK
PERAN IPPHOS
DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA
1945 -1949
Oleh: Yudhi Raharjo Universitas Sanata Dharma
2015
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang: (1) Latar belakang berdirinya IPPHOS; (2) Peran IPPHOS dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia 1945-1949; (3) Kontribusi IPPHOS saat ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah historis faktual dengan tahapan: menentukan topik atau tema penelitian, mengumpulkan sumber, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan politik dan sosiologi, dan ditulis secara deskriptif analitis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Latar belakang berdirinya IPPHOS adalah untuk ikut ambil peran dalam perjuangan bangsa mempertahankan kemerdekaan melalui foto-foto hasil karyanya. (2) Peran IPPHOS dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia yaitu ikut berperan dalam mengambil gambar setiap peristiwa yang terjadi di Indonesia, agar dapat membangkitkan semangat kebangsaan pada masyarakat. (3) Karya IPPHOS memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.
(12)
ix
ABSTRACT
THE ROLE OF IPPHOS
IN INDONESIAN INDEPENDENCE REVOLUTION
1945 -1949
By: Yudhi Raharjo Sanata Dharma University
2015
This research aims to describe and analyze about: (1) The Background of the establishment of IPPHOS, (2) The role of IPPHOS in Indonesian independence revolution on 1945 - 1949, and (3) The IPPHOS contribution to the present day.
This research has been completed based on factual historical research methods with multiple stages, the collection of data from various sources, review the critiques of the other interviewees, interpretations, and histography. The approach in this study is the political and sociological approaches, and this reasearch is written in descriptive-analysis way.
The results of this research show that: (1) The Background of the IPPHOS establishment is its participation in the Nation struggle to defend its independence through photographs taking which recorded any events happening in the homeland of Indonesia, especially during the revolution of independence of Indonesia. (2) The role of IPPHOS in the revolution of independence of Indonesia is taking images of any events that happened in the homeland Indonesia as to raise the spirit of nationalism for society. (3) IPPHOS has contributed to science and to society.
(13)
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan sebesar-besarnya kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkah rahmat yang melimpah sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran IPPHOS dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia 1945-1949”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi
Pendidikan Sejarah.
Penulis menyadari betul bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
2. Dra. Th. Sumini, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
Universitas Sanata Dharma yang telah sabar membimbing, mengarahkan,
serta memberi banyak masukan yang berguna kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Drs. A. K. Wiharyanto, M. M., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah membimbing penulis selama penyusunan skripi ini, serta dalam
melaksanakan studi di Universitas Sanata Dharma.
4. Hendra Kurniawan, M.Pd., yang telah memberikan banyak masukan dan
(14)
xi
5. Seluruh dosen dan karyawan sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah
yang membantu penulis menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.
6. Teman-teman seperjuangan Program Studi Pendidikan Sejarah angkatan
2010, yang telah bersama-sama berjuang mencari ilmu dan pengalaman untuk
berkarya.
7. Kakak-kakak angkatan Program Studi Pendidikan Sejarah, Kak Cahyo, yang
membantu dan memberikan ide dan saran yang berguna bagi penulis untuk
menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.
8. Keluarga Besar MAPASADHA yang telah membantu penulis belajar segala
aspek kehidupan, serta membuat penulis dapat bertahan dari keras dan
lembutnya hidup di Yogyakarta.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang turut
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
penulis maupun para pembaca. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi para pembaca.
Yogyakarta, 26 Februari 2015
Penulis,
(15)
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTARISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Tinjauan Pustaka ... 11
F. Landasan Teori ... 12
G. Metodologi Penelitian dan Pendekatan ... 20
H. Model dan Sistematika Penulisan ... 26
BAB II : LATAR BELAKANG BERDIRINYA IPPHOS ... 28
A. Kondisi Pers pada Masa Kemerdekaan Indonesia tahun 1945, sebelum berdirinya IPPHOS ... 28
B. Proses Berdirinya IPPHOS ... 34
1. Tokoh-tokoh Pendiri IPPHOS ... 34
(16)
xiii
b) Frans Mendur ... 36
c) Frans F. Umbas dan Justus K. Umbas ... 39
2. Kelahiran IPPHOS ... 41
a) Latar Belakang ... 41
b) Maksud dan Tujuan ... 42
c) Kantor Berita Foto IPPHOS ... 43
BAB III : PERAN IPPHOS DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA... 46
A. Perkembangan IPPHOS ... 46
1. Tenaga Kerja Wartawan Foto IPPHOS ... 46
2. Perluasan Cabang IPPHOS ... 47
3. Hubungan dengan Pemerintah ... 50
B. Hasil Karya IPPHOS pada Masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia Tahun 1945-1949 ... 54
1. Peristiwa di Tahun 1945 ... 55
2. Peristiwa di Tahun 1946 ... 62
3. Peristiwa di Tahun 1947 ... 70
4. Peristiwa di Tahun 1948 ... 74
5. Peristiwa di Tahun 1949 ... 81
6. Peran IPPHOS pada Media Massa (Harian Merdeka)... 88
C. Hasil Foto IPPHOS menurut Sudut Pandang Fotografi ... 92
BAB IV : KONTRIBUSI IPPHOS PADA SAAT INI ... 96
A. Kontribusi bagi Ilmu Pengetahuan ... 96
B. Kontribusi bagi Masyarakat ... 100
BAB V : KESIMPULAN ... 102
DAFTAR PUSTAKA ... 105
(17)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Bagan kerangka konseptual peran IPPHOS dalam Revolusi
Kemerdekaan Indonesia ... 19
Gambar 2 : Alex Mendur ... 107
Gambar 3 : Para pendiri IPPHOS ... 107
Gambar 4 : Foto bersama di depan kantor IPPHOS cabang Yogyakarta ... 107
Gambar 5.a : Presiden Soekarno membaca naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia ... 108
Gambar 5.b : Pengibaran Sang Saka Merah Putih ... 108
Gambar 5.c : Peserta Upacara Proklamasi Kemerdekaan ... 108
Gambar 6.a : Suasana pelantikan anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) ... 109
Gambar 6.b : Kabinet pertama RI ... 109
Gambar 7.a : Perawat PMI bertugas saat Agresi Militer Belanda ke II ... 110
Gambar 7.b : Korban pertempuran sedang dalam perawatan medis ... 110
Gambar 8.a : Presiden Soekarno tiba di Lapangan Ikada ... 111
Gambar 8.b : Suasana rapat raksasa di Lapangan Ikada ... 111
Gambar 8.c : Pengibaran Bendera Merah Putih di Lapangan Ikada ... 111
(18)
xv
Gambar 9.b : Presiden Soekarno dan Kabinet pertama RI diwawancarai
wartawan asing ... 112
Gambar 10 : Rapat Badan Pekerja KNIP ... 112
Gambar 11 : Presiden Soekarno bertemu dengan Letnan Jenderal Christison ... 113
Gambar 12 : Kapal terbakar di Pelabuhan Tanjung Perak ... 113
Gambar 13 : Peresmian Kabinet Sjahrir oleh Presiden Soekarno ... 113
Gambar 14 : Pertemuan antara Indonesia, Belanda, dan Sekutu ... 114
Gambar 15 : Daerah Karawang - Bekasi yang hancur ... 114
Gambar 16 : Suasana Kongres wartawan ... 114
Gambar 17.a : Bandung Lautan Api ... 115
Gambar 17.b : Satuan TKR dan pemuda menjaga pos-pos ... 115
Gambar 18.a : Pengangkutan bekas tawanan Sekutu ... 115
Gambar 18.b : Pengangkutan bekas tawanan Sekutu ... 116
Gambar 18.c : Pengangkutan APWI ... 116
Gambar 19.a : Jenderal Soedirman dan Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo di kamp tawanan Jepang ... 116
Gambar 19.b : TRI menjaga evakuasi 1.200 serdadu Jepang ... 117
Gambar 20 : Perdana Menteri Sjahrir memeriksa barisan siswa Sekolah Tinggi Polisi Negara ... 117
Gambar 21 : Pembukaan BNI ... 117
(19)
xvi
Gambar 23 : R. C. Kirby berbincang dengan Perdana Menteri Sutan
Sjahrir ... 118
Gambar 24.a : Kegiatan pengangkutan padi untuk dikirim ke India ... 118
Gambar 24.b : Kegiatan pengangkutan padi untuk dikirim ke India ... 119
Gambar 25 : Rakyat Jakarta menukar uang Jepang dengan ORI ... 119
Gambar 26.a : Para wartawan asing menyiapkan naskah berita di tangga Hotel Linggarjati ... 119
Gambar 26.b : Makan siang saat istirahat Perundingan Linggarjati antara RI dan Belanda ... 120
Gambar 26.c : Para peserta perundingan Linggarjati berfoto bersama ... 120
Gambar 27.a : Upacara pelantikan Dewan kelaskaran Pusat dan Seberang .... 120
Gambar 27.b : Laskar Pemuda Indonesia Maluku ... 121
Gambar 27.c : Laskar Hisbullah ... 121
Gambar 27.d : Laskar Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS). ... 121
Gambar 28 : Suasana rapat Konferensi Denpasar ... 122
Gambar 29.a : Demonstrasi pesawat terbang dan terjung payung ... 122
Gambar 29.b : Rakyat melihat demonstrasi pesawat terbang dan terjun payung ... 122
Gambar 30 : Upacara penandatangan Perjanjian Linggarjati ... 123
Gambar 31 : Acara perploncoan mahasiswa baru UGM ... 123
Gambar 32.a : Pelantikan pucuk pimpinan TNI ... 123
(20)
xvii
Gambar 33.a : Evakuasi korban serangan udara saat agresi Militer I Belanda 124
Gambar 33.b : Reruntuhan pesawat Dakota VT-CLA ... 124
Gambar 33.c : Jenderal Soedirman menghadiri pemakaman Komodor Udara Adisucipto dan Komodor Udara Abdulrachman Saleh ... 125
Gambar 33.d : Para pekerja membersihkan puing akibat pemboman kota oleh AURI saat Agresi Militer I Belanda ... 125
Gambar 34.a : Pesawat terbang yang membawa tiga dokter dari India beserta obat-obatan ... 125
Gambar 34.b : Obat-obatan dari India sedang diturunkan dari pesawat ... 126
Gambar 35 : Peninjauan oleh anggota KTN ... 126
Gambar 36 : Perundingan di atas Kapal Renville ... 126
Gambar 37 : Suasana Kongres Wanita di tahun 1948 ... 127
Gambar 38 : Suasana perundingan Kaliurang ... 127
Gambar 39 : Penandatanganan perjanjian Renville ... 127
Gambar 40.a : Para Pemudi menyambut Divisi Siliwangi di Stasiun Kereta Yogyakarta ... 128
Gambar 40.b : Divisi Siliwangi tiba di Stasiun kereta Yogyakarta ... 128
Gambar 40.c : Pasukan hijrah ke Stasiun Yogyakarta disambut oleh Wakil Presiden Moh. Hatta ... 128
Gambar 40.d : Pasukan Hijrah yang dipimpin Mayor Jenderal Mokoginta, sedang memberi laporan kepada Panglima Besar Jenderal Soedirman ... 129
(21)
xviii
Gambar 41.b : Pengambilan sumpah R. A. A. Wiranatakusumah sebagai
“Wali Negara Pasundan” ... 129
Gambar 41.c : Rakyat Bandung yang berada di Yogyakarta mengadakan demonstrasi menentang dibentuknya “Negara Pasundan” ... 130
Gambar 42 : Obat-obatan dari Mesir ... 130
Gambar 43 : Suasana rapat pembentukan “Negara Sumatera Timur” ... 130
Gambar 44.a : Suasana dalam Konferensi Federal di Bandung ... 131
Gambar 44.b : Para anggota BFO berfoto bersama ... 131
Gambar 45.a : Serdadu Belanda yang ditawan oleh TNI ... 131
Gambar 45.b : Penyerahan anggota TNI yang ditawan Belanda ... 132
Gambar 46.a : PON pertama ... 132
Gambar 46.b : PON pertama ... 132
Gambar 47.a : Pasukan Batalyon Prabu Kian Santang melakukan eksekusi terhadap pemberontak PKI/FDR ... 133
Gambar 47.b : Batalyon Kosasih dari Brigade 12 Divisi Siliwangi tiba di Yogyakarta ... 133
Gambar 48 : Upacara pemberangkatan jenazah Lenan Jenderal Oerip Soemohardjo ke Taman Makam Pahlawan Semaki ... 133
Gambar 49.a : Pasukan TNI yang terdiri dari Brigade X/Garuda Mataram, Akademi Militer, Brigade XVI/ KRIS, Tentara Pelajar, dan Tentara Genie Pelajar melancarkan gerilya terhadap tentara pasukan Belanda ... 134
(22)
xix
Gambar 49.c : Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, dan K.H. Agus Salim tiba di Lapangan Udara Maguwo untuk diterbangkan ke Sumatera ... 134
Gambar 50 : Letnan Kolonel Soeharto, berfoto bersama kesatuan TNI ... 135
Gambar 51 : Perundingan Roem – Royen, ... 135 Gambar 52 : Pasukan TNI memasuki kota Yogyakarta ... 135
Gambar 53.a : Puji syukur atas kembalinya para pemimpin di Yogyakarta .... 136
Gambar 53.b : Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta disambut oleh rakyat Yogyakarta ... 136
Gambar 54.a : Pasukan TNI mengawal Panglima Besar Jenderal Soedirman kembali ke Yogyakarta ... 136
Gambar 54.b : Panglima Besar Jenderal Soedirman ditandu oleh tentara dan rakyat dalam perjalanannya kembali ke Yogyakarta ... 137
Gambar 54.c : Presiden Soekarno memeluk Panglima Besar Jenderal Soedirman ... 137
Gambar 54.d : Wakil Presiden Moh. Hatta giliran memeluk Panglima Besar Jenderal Soedirman ... 137
Gambar 55.a : Suasana Konferensi Inter-Indonesia pertama di Yogyakarta ... 138
Gambar 55.b : Suasana Konferensi Inter-Indonesia Kedua di Jakarta ... 138
Gambar 56 : Solo kembali ... 138
Gambar 57 : Upacara penandatanganan Piagam Konstitusi RIS ... 139
Gambar 58 : Pelantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden RIS... 139
(23)
xx
Gambar 60 : Upacara penyerahan kedaulatan dari pemerintah Belanda kepada pemerintah RIS ... 140
Gambar 61.a : Presiden Soekarno dan Sultan Hamengku Buwono IX disambut rakyat ... 140
Gambar 61.b : Presiden Soekarno berpidato di Istana Merdeka ... 141
Gambar 62 : Para pekerja koperasi penggilingan Sumberhardjo di pabrik gula Rendeng Kudus ... 141
Gambar 63 : Suasana Pelabuhan Tanjung Priok ... 142
Gambar 64 : Pengangkutan APWI, warga Belanda dan Indo dari kamp tahanan Jepang ... 142
(24)
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar ... 107
Silabus ... 143
(25)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebuah kebenaran akan peristiwa sejarah tidak terlepas dari bukti dan data
yang tersedia. Sebuah peristiwa sejarah tersebut tidak dengan mudah diakui
kebenarannya tanpa adanya sebuah pengkajian atau penelitian. Dalam melakukan
pengkajian dan penelitian tersebut dibutuhkan bukti atau data sumber sejarah.
Masyarakat sudah mengetahui, bahwa telah terdapat banyak sejarawan yang
melakukan berbagai penelitian sejarah, baik itu di dalam maupun di luar negeri.
Dalam melakukan penelitian tersebut, selain dibutuhkan kemampuan ilmu
pengetahuan, juga dibutuhkan data dan sumber sejarah yang masih tersedia. Oleh
karena itu, betapa pentingnya mengetahui data dan sumber sejarah yang dapat
menceritakan dan mendeskripsikan sebuah peristiwa yang terjadi pada masa
lampau.
Dalam melakukan penelitian serta pengkajian peristiwa sejarah,
dibutuhkan sumber data dan bukti sejarah. Munculnya Revolusi Industri,
memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia. Berbagai macam penemuan
akan teknologi membuka pandangan baru terhadap sumber sejarah. Dalam dunia
jurnalistik, penemuan mesin cetak memiliki peran besar terhadap kemajuan di
bidang pers. Percetakan masuk ke Indonesia pada medio abad ke-17 atau tahun
(26)
dalam tulisannya “Zae-en Lantreise” atau “Pengelolaan Laut dan Darat”1. Keberadaan mesin cetak bukan lantas menjadi permulaan bagi sejarah pers, jika
pers didefinisikan sebagai media komunikasi. Memang adanya pers berkaitan erat
dengan adanya mesin cetak yang fungsinya adalah menggandakan berita dan
informasi untuk perluasan komunikasi. Pada masa penjajahan Belanda telah
muncul surat kabar pertama yaitu Bataviase Nouvelles, tahun 1745. Bangsa
Indonesia memiliki koranyang berawal dari semangat kebangsaan pada tahun
1907, dan Koran Medan Priaji adalah surat kabar pertama penyuluh kebangsaan
anak negeri.
Pada masa awal kemerdekaan telah lahir lembaga yang berkaitan dengan
pers, seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Serikat Penerbit Surat Kabar
(SPS). PWI dan SPS sebagai komponen penting dalam rangka pembinaan pers,
didirikan pada tahun 1946. Pada waktu itu, di Indonesia sedang berkobar revolusi
fisik atau konfrontasi bersenjata melawan kolonialisme Belanda, yang hendak
mencoba menjajah kembali negeri ini, setelah selama Perang Dunia Kedua di
Pasifik tahun 1942-1945 jatuh ke tangan Jepang.2 Perjuangan bangsa Indonesia
dalam bidang pers dan berita menjadi sisi tersendiri, sebab dari sana akan muncul
lembaga-lembaga pers yang mengubah cara berfikir bangsa Indonesia ke depan.
Menurut pendapat seorang ahli komunikasi, Wilbur Schramm, pers bagi
masyarakat adalah “watcher, forum, teacher” (pengamat, forum dan guru).
Maksudnya, pers itu setiap harinya memberikan laporan dan ulasan mengenai
berbagai macam kejadian dalam dan luar negeri, menyediakan tempat (forum)
1
Taufik Rahzen, Seabad Pers Kebangsaan 1907-2007, Jakarta, I:Boekoe, 2007, hlm. iii. 2
(27)
3
bagi masyarakat untuk mengeluarkan pendapat secara tertulis, dan turut
mewariskan nilai-nilai kemasyarakatan dari generasi ke generasi.3
Orang sering mengatakan bahwa pers memberikan penerangan,
pendidikan, ulasan, hiburan, maupun kontrol sosial kepada masyarakat. Dengan
jalan memberikan hal-hal tersebut kepada masyarakat, pers Indonesia diharapkan
akan mampu menciptakan iklim sosial yang dapat memberi kesempatan
berkembangnya dinamika masyarakat, dalam kondisi stabilitas nasional yang
dinamis. Bertolak dari hal tersebut, dapat dilihat betapa besar peran yang
diberikan pers bagi masyarakat Indonesia. Pers juga menjadi faktor dalam
memacu usaha pergerakan kebangsaan, yaitu pergerakan nasional.
Pers sudah ada sejak bangsa Indonesia masih dijajah oleh kolonial
Belanda, hal ini yang membuat terus meningkatnya semangat nasionalisme
bangsa Indonesia melalui media pemberitaan surat kabar. H.O.S. Tjokroaminoto
yang dikenal sebagai salah satu tokoh pergerakan adalah pemimpin redaksi surat
kabar, serta juga tiga serangkai yang juga memiliki surat kabar. Kesemuanya itu
merupakan bentuk perjuangan bangsa Indonesia dengan semangat nasionalisme.
Apa yang para penulis asing sebut dengan istilah vernacular press atau pers
pribumi, merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap usaha
membangkitkan kesadaran nasional bangsa Indonesia sejak awal abad ke-20.
Dimulai dari usaha menanamkan kesadaran berbangsa, sampai kemudian menjadi
bangsa yang merdeka hingga sekarang, apa yang tadinya disebut pers pribumi,
telah memberikan pencerminan dari aspirasi dan cita-cita bangsa dalam arti yang
3
(28)
luas. Setelah merdeka, tradisi perjuangan pers nasional sebagai pengemban
aspirasi dan cita-cita bangsa akhirnya dituangkan dalam Undang-Undang Pokok
Pers, yang antara lain berbunyi bahwa “Pers Nasional merupakan pencerminan
yang aktif dan kreatif dari pada penghidupan dan kehidupan bangsa berdasarkan
Demokrasi Pancasila”.4
Pers tidak hanya dilihat dari surat kabar, koran, maupun
berbagai catatan tulisan tentang semangat nasional bangsa, pers juga berkaitan
dengan dokumentasi sebuah peristiwa sejarah yang sangat tinggi nilainya pada
saat itu.
Selain mesin cetak, dalam dunia pers terdapat juga kamera sebagai
teknologi untuk pewartaan sebuah berita. Setelah ditemukannya kamera,
menciptakan sebuah bentuk pengabadian terhadap sebuah peristiwa ataupun
objek. Perlu diketahui pada abad-19, ketika perang berkecamuk, masih sedikit
orang yang memiliki kamera, apalagi orang Indonesia. Padahal kamera sangat
berguna bagi pemberitaan sampai sumber sejarah, kita akan mengetahui berita
melalui dokumentasi foto, ataupun dokumentasi video. Pada tahun 1932, muncul
tokoh Alex Mendur yang merupakan tokoh penting dalam perjuangan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui kamera. Pada usia 25 tahun,
tepatnya pada tahun 1932, Alex Mendur diterima bekerja pada harian De Java
Bode sebagai wartawan foto. Pada waktu itu di Jakarta juru potret hanya sedikit,
hanya tiga orang, yaitu dua orang Belanda dan Alex Mendur sendiri.5
Beruntunglah bangsa ini, sebab Alex Mendur kelak akan menjadi aktor di balik
dokumentasi foto berbagai peristiwa sejarah di Indonesia.
4
Ibid., hlm. 5. 5
(29)
5
Pada masa menjelang kemerdekaan dan pada masa perang kemerdekaan
Alex Mendur muncul sebagai tokoh pejuang kemerdekaan. Ia merupakan salah
satu tokoh wartawan foto besar di Indonesia. Pada saat para pejuang Indonesia
berjuang dengan senjata dan diplomasi, beliau berjuang dengan kameranya,
dengan tujuan untuk memberikan sumbangsih terhadap Indonesia. Ia meliput
segala kegiatan sekitar kemerdekaan Indonesia. Alex Mendur berjuang bersama
rekan-rekannya seperti Justus Kopit Umbas, Frans Ferdinand Umbas, serta
adiknya Frans Soemarto Mendur, mereka sering berkumpul untuk merundingkan
segala sesuatu yang berhubungan dengan bidang fotografi.
Dalam perkembangannya, mereka menemukan ide untuk mendirikan
kantor berita foto. Kantor berita foto tersebut merupakan benih-benih munculnya
IPPHOS (Indonesian Press Photo Service). Melalui semangat perjuangan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Alex Mendur dan kawan-kawan mau
ikut turun ke lapangan, mendokumentasikan setiap peristiwa baik itu perang
maupun berbagai diplomasi yang terjadi.
(…)Matanya menyipit, berfokus pada satu titik. Telunjuk kanannya siap menekan, menempel panel kecil dikameranya. Tangan kirinya melingkar, memutar memainkan diafragma dan memaju-mundurkan lensa secara manual. Bilur peluh yang menyusuri pipitnya tak ia hiraukan, pandangannya tetap awas pada objek di depannya kendati nyalinya tak cukup terusik, bisa saja tentara Jepang sekonyong-konyong muncul dan membikin kisruh peristiwa sakral yang sedang memuncaki khusyuk itu. Ia bersiap membidik.
Satu…dua…tiga…dan, terekamlah momen bersejarah.6
Seperti itulah gambaran saat Alex Mendur dan saudaranya mengabadikan
peristiwa yang terjadi pada masa kemerdekaan Indonesia, serta yang paling
(30)
dikenal yaitu peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia.Kegiatan IPPHOS
sangat banyak pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Begitu banyak hasil
dokumentasi berupa foto peristiwa penting yang dihasilkan, namun tidak banyak
yang mengetahui siapa aktor di peristiwa itu. Padahal hasil kerja mereka pada
masanya sangat berguna bagi sejarah bangsa Indonesia. Tidak hanya sekedar
sejarah, hasil foto-foto karya IPPHOS merupakan sumber sejarah, sumber belajar,
dan sumber pengetahuan, bagi bangsa Indonesia. Melalui foto, bangsa Indonesia
dapat merasakan semangat perjuangan dan semangat nasionalisme.
Sampai saat sekarang ini, kamera dan foto sudah sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Pada masa kemerdekaan Indonesia, masih sedikit orang
yang memegang kamera untuk mengabadikan peristiwa, hanya ada beberapa
lembaga berita foto. Dapat diketahui, betapa pentingnya para pejuang fotografer
bagi bangsa Indonesia. Melalui kerja keras mereka, dapat diketahui peristiwa
sejarah pada masa lampau secara visual. IPPHOS, merupakan elemen penting
bagi bangsa ini, yang memiliki peran besar dalam memacu semangat kebangkitan
dan semangat nasional melalui foto. Bertolak dari hal tersebut, peneliti akan
mendeskripsikan lebih lanjut mengenai IPPHOS secara lebih dalam. Penulisan
skripsi ini mendeskripsikan peran IPPHOS, pada masa Revolusi Kemerdekaan
Indonesia tahun 1945-1949.
Rumusan masalah yang pertama, mendeskripsikan mengenai latar
belakang berdirinya IPPHOS di Indonesia yang tidak lepas dari peran Alex
Mendur dan kawan-kawan. Alex Mendur telah menjadi tokoh yang penting dalam
(31)
7
organisasi berita. Dibekali keterampilan dalam bidang fotografi, Alex Mendur
berfikir untuk memberikan pengabdiannya bagi bangsa Indonesia. Dari sana, ia
memiliki pemikiran yang besar, yaitu membuat sebuah lembaga yang bekerja
khusus untuk mencari dokumentasi kenegaraan. Lembaga tersebut yang pada
akhirnya dikenal dengan sebutan IPPHOS (Indonesian Press Photo Service).
Rumusan masalah yang kedua, mendeskripsikan tentang peran IPPHOS
dalam masa Revolusi Kemerdekaan 1945-1949. Dalam berbagai peristiwa yang
terjadi menyangkut perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan,
IPPHOS berusaha untuk mengabadikan momen tersebut. Terlebih lagi, IPPHOS
memiliki hak dan akses lebih fleksibel dalam meliput foto yang terjadi di setiap
daerah. Wewenang dan hak yang dimiliki dalam mendokumentasikan sebuah
peristiwa bukan tidak ada kendala, acap kali juru foto IPPHOS menghadapi
penjagaan dari pihak Belanda ataupun Jepang saat akan mengambil dokumentasi.
Apa yang dilakukan IPPHOS dalam acaranya mencari dokumentasi foto, sangat
berguna bagi arsip dan sejarah kenegaraan. Terlebih dalam periode Revolusi
Kemerdekaan tahun 1945-1949 merupakan masa krusial bagi bangsa Indonesia.
Dimana pada masa tersebut terjadi berbagai peristiwa penting yang menjadikan
negara Indonesia terbebas dari penjajahan bangsa asing. Dari banyaknya perang
yang berkecamuk di daerah Indonesia, hingga perjuangan diplomasi para tokoh
pemimpin bangsa seperti Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta,
Perdana Menteri Sutan Sjahrir, bahkan Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengku
(32)
Rumusan masalah yang ketiga, mendeskripsikan mengenai kontribusi yang
diberikan IPPHOS sebagai lembaga pendokumentasian kenegaraan. Kontribusi
yang diberikan oleh IPPHOS sangat berguna bagi ilmu pengetahuan dan informasi
di negara Indonesia. Dapat diketahui bahwa, banyaknya foto yang dihasilkan oleh
IPPHOS digunakan oleh banyak peneliti sebagai sumber belajar dan penulisan
buku sejarah. Lebih tepatnya kita dapat merasakan apa yang telah disumbangkan
IPPHOS bagi negara ini. Banyak buku pelajaran yang berkaitan dengan sejarah
terutama pada masa revolusi hingga orde baru, yang menggunakan foto karya
dokumentasi fotografer IPPHOS. Jika ditelusuri lebih lanjut, masih banyak
masyarakat kita belum mengetahui akan pentingnya mempelajari sejarah, melalui
hasil karya IPPHOS dapat diharapkan menjadi acuan dan pemicu motivasi bagi
masyarakat dalam mempelajari peristiwa sejarah bangsa Indonesia. Bagi ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan sejarah, IPPHOS dapat membantu kita
mempelajarinya melalui foto.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana latar belakang berdirinya IPPHOS?
2. Bagaimana peran IPPHOS dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia
1945-1949?
(33)
9
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis latar belakang berdirinya IPPHOS.
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis peran IPPHOS dalam Revolusi
Kemerdekaan Indonesia 1945-1949.
3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kontribusi IPPHOS saat ini.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi dunia keguruan dan Ilmu Pendidikan
Penelitian ini akan menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sejarah
nasional, yang terjadi di dalam negara Indonesia. Banyak sekali peristiwa
sejarah yang digambarkan melalui foto IPPHOS tersebut. Dalam dunia
keguruan dan ilmu pendidikan, pembelajaran sejarah melalui foto dan
gambar, akan menambah minat dan semangat dalam mempelajari sejarah,
khususnya peristiwa sejarah pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia.
Pada dasarnya IPPHOS yang tumbuh sejak masa awal kemerdekaan memiliki
ambil andil dalam pendokumentasian berbagai peristiwa kenegaraan, hingga
Indonesia diakui kedaulatannya oleh bangsa asing. Dalam dunia keguruan
tentu diperlukan pengetahuan pasti tentang sebuah peristiwa sejarah, melalui
(34)
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini akan menambah wawasan dan pengetahuan civitas akademika
Universitas Sanata Dharma. Dimana masih sedikit mahasiswa yang
mengetahui aktor dibalik layar foto-foto sejarah. Saat ini hanya sedikit orang
yang mengetahui Alex Mendur dan kawan-kawan yang notabene adalah
pendiri IPPHOS. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi referensi dan
contoh bagi mahasiswa yang ingin menulis tugas akhir, terutama yang
berhubungan dengan jurnalistik, pers, media massa, surat kabar, maupun
fotografi pada era revolusi kemerdekaan Indonesia. Sepak terjang Alex
Mendur dan kawan-kawan pada masa perjuangan mempertahankan
kemerdekaan bersama rekan-rekan di dunia jurnalistik, perlu mendapat
sorotan lebih, karena perjuangan yang mereka lalukan tidak kalah penting
dengan perjuangan oleh pejuang bersenjata.
3. Bagi Masyarakat Luas
Penelitian ini akan menambah pengetahuan bagi masyarakat mengenai sepak
terjang IPPHOS pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia tahun
1945-1949. Masyarakat umum akan mengetahui hasil dokumentasi IPPHOS
berupa foto-foto yang memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi. Dari
penelitian ini pula diharapkan, agar masyarakat lebih membuka mata terhadap
berbagai sisi sebuah peristiwa sejarah. Baik itu hasil foto dokumentasi yang
ternyata anak negeri dapat melakukannya meskipun dimasa Revolusi
Kemerdekaan, yang notabene rakyat lebih disibukkan dengan perjuangan
(35)
11
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini menggunakan sumber dari buku, adapun beberapa buku
pokok yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, di antaranya:
Alexius Impurung Mendur (Alex Mendur), buku karangan Wiwi Kuswiah
berisi tentang biografi Alex Mendur. Beliau adalah salah satu tokoh yang berjasa
dalam mendirikan IPPHOS. Secara lebih khusus, buku ini akan menjawab
permasalahan mengenai latar belakang Alex Mendur, sampai ia menjadi pejuang
kemerdekaan melalui foto hasil karyanya. Alex Mendur adalah tokoh pers yang
mengabdikan dirinya untuk kepentingan nusa bangsa serta negara Indonesia,
khususnya dalam dunia fotografi.
Semangat ’45, dalam Rekaman Gambar IPPHOS, buku karya A. B.
Lapian ini merupakan buku sejarah perjuangan kemerdekaan bergambar, yang
menampilkan peristiwa penting dalam periode perang kemerdekaan tahun
1945-1949. Buku ini akan membantu menjelaskan dan mendeskripsikan hasil karya
foto di masa perjuangan, terutama hasil karya foto milik IPPHOS. Judul dan isi
buku ini, mengisyaratkan semangat perjuangan, semangat kemerdekaan yang
terus dikobarkan melalui setiap foto dokumentasi oleh IPPHOS terhadap berbagai
peristiwa yang terjadi di Indonesia. Melalui foto-foto tercermin bahwa IPPHOS
memiliki peran besar dalam setiap peristiwa, meskipun dalam perang
mengabadikan peristiwa menjadi sebuah foto dokumentasi.
Jagat Wartawan Indonesia, buku karangan Soebagijo ini berisi tentang
deskripsi berbagai tokoh dalam dunia pers. Di dalam buku tersebut,
(36)
wartawan di Indonesia. Secara khusus, buku ini akan menjawab mengenai
pembahasan salah seorang tokoh pendiri IPPHOS, yaitu Frans Soemarto Mendur.
Frans Mendur merupakan salah satu tokoh pendiri IPPHOS, ia memiliki sepak
terjang yang cukup luas dalam dunia pers. Seperti anggota IPPHOS yang lain,
beliau memiliki peran besar dalam proses dokumentasi berbagai peristiwa yang
terjadi di Indonesia, terlebih pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia.
IPPHOS Indonesian Press Photo Service, buku karya Yudhi Soerjoatmojo
merupakan buku yang berisi foto-foto hasil karya IPPHOS. Dirancang lengkap
dan modern, buku tersebut menceritakan lebih spesifik dan menarik mengenai
sepak terjang wartawan IPPHOS dalam mencari dokumentasi foto-foto. Buku ini
akan menjawab permasalahan tentang sejarah berdirinya IPPHOS, perjalanan
Alex Mendur dan kawan-kawan dalam membangun kantor berita foto, sampai
foto-foto hasil jepretan wartawan IPPHOS di berbagai peristiwa di Indonesia.
Melalui buku ini kita dapat menyaksikan betapa besar dan gigih juru foto IPPHOS
meliput setiap peristiwa, hingga menghasilkan foto peristiwa yang memiliki nilai
sejarah tinggi.
F. Landasan Teori
Untuk mempermudah dalam menjelaskan penelitian ini, penulis akan
menjelaskan terlebih dahulu mengenai konsep pembahasan di dalamnya. Ada 3
hal yang dijadikan sebagai landasan teori dalam penyusunan penelitian ini,
(37)
13
teori untuk menjelaskan terlebih lanjut mengenai konsep teori yang akan penulis
sampaikan dalam penelitian ini.
1. Peran
Suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran semula dipinjam dari
kalangan drama atau teater yang hidup subur pada zaman Yunani kuno atau
Romawi. Dalam arti ini, peran menunjuk pada karakterisasi yang disandang untuk
dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas drama.7 Dalam kehidupan
sosial nyata, membawakan peran berarti menduduki suatu posisi sosial dalam
masyarakat. Dalam hal ini seorang individu harus patuh pada skenario, yang
berupa norma sosial, tuntutan sosial dan kaidah-kaidah. Peran diartikan sebagai
suatu penjelasan yang merujuk pada konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran
sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu
karakterisasi dalam struktur sosial.8
Konsep peran selalu dikaitkan dengan posisi. Istilah posisi ini sering
dijelaskan pula dalam istilah lain, seperti niche, status, dan office.9 Posisi pada
dasarnya adalah suatu unit dari struktur sosial. Dengan demikian posisi tidak lain
merupakan suatu kategori secara kolektif tentang orang-orang yang menjadi dasar
bagi orang lain dalam memberikan sebutan, perilaku atau reaksi umum
terhadapnya. Kendati peran merupakan gagasan sentral dari pembahasan tentang
teori peran, ironisnya, kata tersebut lebih banyak mengundang silang pendapat di
antara para pakar. Yang paling sering terjadi adalah bahwa peran dijelaskan
7 Edy Suhardono, Teori Peran: Konsep, Derivasi dan Implikasinya, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm. 3.
8
Idem. 9
(38)
dengan konsep-konsep tentang pemilahan perilaku. Definisi yang paling umum
disepakati adalah bahwa peran merupakan seperangkat patokan, yang membatasi
apa perilaku yang mesti dilakukan oleh seseorang yang menduduki suatu posisi.
Dalam mempelajari teori peran, akan dijumpai istilah-istilah yang
diperuntukan bagi pelaku peran, seperti ego, alter, self, other, reference group,
actor, dan group.10 Terdapat 4 konsep untuk pelaku-pelaku peran ini. Pertama
adalah pelaku-pelaku yang dikaji, cara yang paling mudah untuk menangkap
gagasan ini adalah dengan membuat perbedaan antara pelaku yang dikaji dan yang
tidak dikaji, misalnya membedakan antara subyek dan nir-subyek. Subyek adalah
pelaku yang terlibat dalam fenomena peran, sedangkan nir-subyek adalah si
peneliti, pengamat atau penyelidik. Kedua, orang yang sedang berperilaku, orang
yang sedang membawakan suatu perilaku peran disebut sebagai pelaku atau
penampil. Kedua istilah tersebut sama-sama dapat menerangkan perihal mana
yang sedang membawakan perilaku peran. Di antara pihak-pihak tersebut, masih
dapat dibedakan pihak mana yang menciptakan perilaku, serta pihak mana yang
mendapatkan akibat dari perilaku tersebut.11 Ketiga, jumlah pelaku, dilihat dari
jumlah subyek, diperlukan istilah-istilah seperti individu untuk pelaku tunggal,
kumpulan untuk jumlah yang lebih dari satu orang, dan semua orang. Keempat,
pelaku tertentu, konsep peran dikatakan sebagai terkhususkan kalau didalamnya
diterapkan atau dikembangkan suatu penggolongan umum secara lazim atau
secara khusus, sehingga menempatkan individu tertentu, terpisah dari yang lain.
10
Ibid., hlm. 12. 11
(39)
15
Dapat disimpulkan bahwa peran adalah perilaku yang diharapkan dari
seseorang berdasarkan status dan fungsi sosialnya. Peran apapun yang diemban
oleh personal diharapkan dapat ditingkatkan secara maksimal baik dari segi
individu, organisasi maupun masyarakat. Peran memiliki definisi ikut ambil
bagian dalam suatu kegiatan atau kejadian. Seseorang dikatakan menjalankan
peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan bagian tidak
terpisah dari status yang disandangnya.
2. Pers
Pers dapat diandalkan sebagai media komunikasi. Istilah pers merupakan
terjemahan dari bahasa Inggris press, yang mempunyai pengertian luas dan
sempit. Dalam pengertian luas, pers mencangkup semua media komunikasi massa,
seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan / menyebarkan
informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok
orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik
televisi, dan juga jurnalistik pers. Dalam pengertian sempit, pers hanya
digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti
surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan, dan sebagainya
yang dikenal sebagai media cetak. 12
Pers dan media massa menjadi hasil karya budaya masyarakat manusia
yang semakin berkembang meluas, sehingga keperluan berekspresi dan
berkomunikasi tidak lagi memadai jika tidak dibantu oleh instrumen yang
sanggup menyampaikan pesan secara serentak, cepat, menjangkau luas, dan
12
(40)
instrumen tersebut adalah media massa. Pers sebagai suatu kesatuan sistem
ditinjau dari relasi-relasi interennya lebih nyata jika ditangkap sebagai
kecenderungan-kecenderungan yang saling berlawanan arah, atau sebagai
dinamika-dinamika yang saling mengisi dan arena itu membuat pers lebih efektif
menjalankan peranan-peranannya.13
Pers menjadi saluran untuk berekspresi diri, tetapi ekspresi diri itu
dimaksudkan untuk diketahui orang lain dan dengan demikian terjadilah proses
komunikasi. Orang menerbitkan surat kabar tidak pernah untuk dirinya sendiri,
melainkan selalu untuk ditujukan atau disebarluaskan kepada masyarakat luas.
Dengan kata lain, pers sangat berhubungan erat dengan masyarakat. Suatu entitas
kemasyarakatan disebut lembaga, jika ia ada dan tumbuh karena terikat kepada
tugas melaksanakan sejumlah peranan. Peranan pers relevan jika mengindahkan
dua hal, yaitu: pertama, peranan yang melekat secara eksistensial pada kehadiran
pers sebagai extension of men. Kedua, apabila peranan itu senantiasa diperbaharui
dan digugat kembali dengan mempersoalkan, peranan apakah kiranya diharapakan
dari pers.14 Media massa yang terdapat di Indonesia dapat dikatakan sebagai pers,
dan sangat memberikan pengaruh besar bagi perjuangan bangsa Indonesia.
3. Revolusi
Revolusi merupakan suatu perubahan yang mendadak dan tajam dalam
siklus kekuasaan sosial. Ia tercermin dalam perubahan radikal terhadap proses
pemerintahan yang berdaulat pada segenap kewenangan dan legitimasi resmi, dan
sekaligus perubahan radikal dalam konsepsi tatanan sosialnya. Transformasi
13
Jakob Oetama, Perspektif Pers Indonesia, Jakarta,LP3ES, 1987, hlm. 11. 14
(41)
17
demikian pada umumnya telah diyakini, tak akan mungkin dapat terjadi tanpa
kekerasan. Seandainya mereka melakukannya tanpa pertumpahan darah, tetap
masih dianggap sebagai revolusi.15 Revolusi juga berarti perubahan
ketatanegaraan / pemerintahan / keadaan sosial yang dilakukan dengan kekerasan,
seperti contoh dengan perlawanan senjata. Revolusi yang dilakukan oleh sebuah
kelompok tentunya dalam tujuan mencapai hasil, seperti kemerdekaan. Merdeka
memiliki definisi yaitu bebas dari penjajahan. Revolusi Kemerdekaan dapat
diartikan sebagai suatu perubahan sistem pemerintahan / ketatanegaraan / keadaan
sosial suatu masyarakat untuk mencapai kebebasan dari penjajahan. Proses
revolusi dipahami sebagai proses yang amat luar biasa, sangat kasar, dan
merupakan suatu gerakan yang paling terpadu dari seluruh gerakan-gerakan sosial
apapun. Ia dipahami sebagai ungkapan pernyataan akhir dari suatu keinginan
otonom dan emosi-emosi yang mendalam serta mencakup segenap kapasitas
keorganisasian maupun ideologi protes sosial yang dikerjakan secara seksama.
Khususnya citra utopis atau pembebasan yang bertumpu pada simbol-simbol
persamaan, kemajuan, kemerdekaan dengan asumsi sentral, bahwa revolusi akan
menciptakan suatu tatanan sosial baru yang lebih baik.16
Ada beberapa revolusi besar yang telah menghantar dunia ke era modern.
Pemberontakan Besar (1640-1660) dan Revolusi Kejayaan (1688) di Inggris,
Revolusi Amerika (1761-1766) dan Revolusi Perancis (1787-1799) serta
peristiwa-peristiwa yang membawa pesan revolusioner di seluruh dunia seperti
revolusi-revolusi Eropa sekitar tahun 1848, Komune Paris (1870-1871) dan yang
15
S. N. Eisenstadt, Revolusi dan Transformasi masyarakat, Jakarta, CV. Rajawali, 1986, hlm. 5. 16
(42)
terpenting Revolusi Rusia (1917-1918) serta Revolusi Cina (1911-1948).17
Peristiwa revolusi yang terjadi di berbagai belahan dunia tersebut telah
mempengaruhi gambaran diri masyarakat modern. Ada berbagai gambaran
tentang pengaruh atau akibat dari revolusi. Pertama, perubahan secara kekerasan
terhadap rezim politik yang ada, yang didasari oleh legitimasi maupun
simbol-simbolnya sendiri. Kedua, penggantian elit politik atau kelas yang sedang
berkuasa dengan yang lainnya. Ketiga, perubahan secara mendasar seluruh bidang
kelembagaan utama yang menyebabkan modernisasi di segenap aspek kehidupan
sosial, pembaharuan ekonomi dan industrialisasi, serta menumbuhkan sentralisasi
dan partisipasi dalam dunia politik, keempat, pemutusan secara radikal dengan
segala hal yang telah lampau. Kelima, memberikan kekuatan ideologis dan
orientasi kebangkitan mengenai gambaran revolusioner. Dari kelima gambaran
pengaruh revolusi tersebut, semuanya berkembang dalam kehidupan masyarakat
Indonesia.
Revolusi yang terjadi di berbagai belahan dunia memberikan pengaruh
pula bagi bangsa Indonesia. Terpuruk dari penjajahan bangsa asing, bangsa
Indonesia menginginkan kemerdekaan dan kebebasan dalam berbangsa dan
bernegara. Pada abad ke-20, revolusi terjadi di Indonesia, perjuangan dan
semangat kebangsaan akan sebuah kemerdekaan muncul demi melepaskan diri
dari penjajahan. Revolusi Kemerdekaan Indonesia dimulai pada masa proklamasi
kemerdekaan Indonesia, yakni 17 Agustus 1945. Perjuangan bangsa akan
kemerdekaan Indonesia tidak berhenti pada tanggal tersebut, selama periode 17
17
(43)
19
Agustus 1945 hingga 27 Desember 1949, bangsa dan tokoh pejuang bangsa
Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Hal tersebut terjadi
karena pengakuan kemerdekaan belum diakui oleh Belanda, hingga pada
menjelang akhir bulan Desember 1949, terjadi penyerahan kedaulatan atau
pengakuan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Kerangka konseptual dalam penulisan skripsi ini, dapat digambarkan
seperti bagan dibawah ini:
Gambar 1: Kerangka konseptual peran IPPHOS dalam Revolusi
Kemerdekaan Indonesia.
Keterangan bagan:
1. Pada bagan pertama, akan dijelaskan mengenai latar belakang berdirinya
IPPHOS. Baik itu mengenai tokoh-tokoh yang berperan serta proses
terbentuknya lembaga tersebut.
2. Pada bagan kedua, akan dijelaskan mengenai peran yang disumbangkan oleh
IPPHOS, terutama anggota yang terdapat di dalamnya. Peran tersebut adalah
(44)
3. Pada bagan ketiga, akan dijelaskan mengenai kontrbusi yang diberikan
IPPHOS, pada masa sekarang. Kontrubusi tersebut akan dibagi menjadi dua
macam, yaitu bagi bidang ilmu pengetahuan, dan bagi masyarakat luas.
G. Metodologi Penelitian dan Pendekatan
1. Metodologi Penelitian
Secara umum, penelitian diawali dengan: pemilihan tema atau topik. Ini
disebut sebagai awal mulainya penelitian karena tema merupakan rambu-rambu
awal yang harus dipatuhi. Dalam melakukan penelitian sejarah, terdapat tahapan
yang harus ditempuh oleh peneliti. Sejarawan seringkali memiliki pendapat
berlainan menyangkut prosedur penelitian sejarah. Ada aliran yang menekankan
pentingnya dokumen dan deskripsi fakta, sementara aliran lain menekankan tahap
interprestasi. Ada yang berpendapat bahwa kajian historis perlu dipandu dengan
hipotesis formal, dan yang lainnya menekankan metodologi yang lebih luwes
seperti pendekatan yang berorientasi pada sumber. Pada rancangan yang
berorientasi pada sumber, peneliti mengkaji sejumlah sumber yang relevan yang
sesuai dengan minatnya, dan mencari apa yang dianggap bernilai, sehingga isi
sumber dapat menentukan sifat penelitian, namun terdapat konsesus bahwa
penelitian sejarah umumnya harus memenuhi kriteria yang sama dan mengikuti
prosedur yang sama dengan metode penelitian ilmiah yang lainnya.18
Sesudah mendapatkan topik ataupun tema penelitian, selanjutnya peneliti
akan melalui tahap-tahap seperti: a) Mengumpulkan Sumber (Heuristik), b) Kritik
18
(45)
21
Sumber (Verifikasi, otentisitas, dan validitas), c) Interpretasi (Analisis dan
Sintesis), d) Eksposisi (Narasi).
a. Mengumpulkan Sumber (Heuristik)
Mengumpulkan sumber sejarah adalah tahapan lanjutan setelah tema
dipilih. Antara tema dengan sumber yang dikumpulkan harus sesuai, dan ada
konsistensi antara keduanya. Beberapa jenis sumber yang dapat diperoleh ketika
akan melakukan penelitian di antaranya: sumber tertulis, sumber lisan, benda
peninggalan, dan sumber kuantitatif. Sumber tertulis masih banyak tersimpan di
berbagai lokasi, seperti arsip, museum, ataupun perpustakaan. Di tempat tersebut
kita dapat menemukan catatan harian, surat kabar, majalah, dan juga foto serta,
gambar merupakan sumber data yang berharga. Selain bentuk dokumen tersebut,
masih terdapat sumber seperti buku ataupun tulisan dari para pelaku sejarah.
Jikalau para pelaku sejarah tersebut tidak menulis, masih dapat dilakukan
wawancara atau pengumpulan data secara lisan. Mengenai sumber ini, peneliti
harus mempertimbangkan keberadaan sumber, semakin banyak dan lengkap
sumber penunjang yang didapatkan, semakin mempermudah dalam penelitian
sejarah.
b. Kritik Sumber (Verifikasi, Otentisitas, dan Validitas)
Kritik sumber sejarah adalah upaya untuk mendapatkan otentisitas dan
kredibilitas sumber. Adapun caranya yaitu melakukan kritik. Yang dimaksud
dengan kritik adalah kerja intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi
sejarah guna mendapatkan objektivitas suatu kejadian. Bekal utama seorang
(46)
harus lebih dulu mempunyai prasangka yang jelek atau ketidakpercayaan terhadap
sumber sejarah yang tinggi. Peneliti sejarah akan mencari kebenaran sejarah,
padahal kebenaran sumber harus diuji terlebih dahulu dan setelah hasilnya
memang benar maka sejarawan harus percaya akan kasus tersebut.
Kritik merupkan produk proses ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan
dan agar terhindar dari fantasi, manipulasi, atau fabrikasi. Sumber-sumber
pertama harus dikritik, sumber harus diverifikasi atau diuji kebenarannya dan diuji
akurasinya atau ketepatannya. Dalam melakukan kritik sumber terdapat 2 bagian,
yaitu kritik eksternal dan kritik eksternal. Kritik eksternal adalah usaha untuk
mendapatkan otentisitas sumber dengan melakukan penelitian fisik terhadap suatu
sumber. Kritik eksternal mengarah pada pengujian terhadap aspek luar dari
sumber, sedangkan kritik internal adalah kritik yang mengacu pada kredibiltas
sumber, artinya apakah isi dokumen ini terpercaya, tidak dimanipulasi,
mengandung bias, dikecohkan, dan lain-lain. Kritik internal ditujukan untuk
memahami isi teks. Dalam melalukan kriktik sumber tersebut diperlukan
verifikasi, sebab tidak semuanya sumber akan digunakan dalam penulisan. Perlu
adanya tinjauan otentifikasi atau keaslian sumber. Aspek selanjutnya yang perlu
diperhatikan adalah mengenai validitas sumber, sebab sumber yang valid adalah
sumber yang memiliki tingkat kebenaran informasi.
c. Interpretasi (Analisis dan Sintesis)
Interpretasi atau penafsiran merupakan bagian yang cukup penting, karena
lewat interpretasiakan didapatkan hasil penafsiran atau analisis. Interpretasi juga
(47)
23
dan juga sumber-sumbernya yang lebih merupakan awal segalanya. Jadi, tanpa
penafsiran data yang dengan susah dikumpulkan tidak memberi informasi, artinya
data tinggal data. Interpretasi ada ditengah-tengah antara kritik dan eksposisi,
disatu pihak ia tidak mempunyai makna tanpa adanya kritik sumber terlebih
dahulu, dipihak lain eksposisi literer dari data sejarah sangat terkondisikan oleh
interpretasi. Dalam hal ini interpretasi ada pada kritik dan eksposisi, keduannya
melakukan sendiri-sendiri.Mengenai analisis, dilakukan terhadap suatu kejadian
sejarah. Ada beberapa kejadian sejarah, tetapi setelah dilakukan analisis ternyata
hanya ada satu faktor kuat yang menyebabkan terjadinya kerusuhan. Analisis
artinya menguraikan setiap kejadian untuk diambil kesimpulannya. Mengenai
sintesis, menyatukan kejadian-kejadian atau sebab-sebab sejarah. Faktor-faktor
yang sudah ada dihubungkan dengan faktor-faktor lain yang berbeda, namun
hasilnya merupakan kesatuan.
d. Eksposisi (Narasi)
Pada dasarnya penyampaian hasil penelitian berupa narasi atau cerita yang
dalam hal berbentuk karya sastra. Ada perbedaan secara tematis penarasian
sejarah dengan sosiologi. Bagi sejarah yang sangat menandai kekhasannya adalah
prosesualnya, sedangkan sosiologi adalah konsep strukturalnya. Bagi sejarah
sangat beruntung dengan menggabungkan dua tema penulisan itu sehingga daya
penjelasnya tinggi. Tulisan sejarah mengikuti kronologi, yaitu urutan waktu
dengan unit waktu, misalnya sepuluh tahun, duapuluh tahun, dan seterusnya,
sehingga terjadi kronologi kejadian, seperti tahun 1900, 1910, 1920, 1930, 1940,
(48)
misalnya perubahan ekonomi, masyarakat, politik, dan kebudayaan. Setiap
dasawarsa itu ada kekuatan penggerak perubahan, meski sejarah itu tidak mesti
berjalan atas perubahan tetapi juga atas kelangsungan (continuities and changes in
history).19
2. Pendekatan
Hal yang cukup hakiki dalam metodologi sejarah adalah pendekatan
(approach). Pendekatan menjadi dianggap penting sebab dari pendekatan yang
mengambil sudut pandang tertentu akan menghasilkan kejadian tertentu.
Perkembangan ilmu sosial yang luar biasa tak pelak lagi berpengaruh pada
penelitian sejarah, lebih-lebih jika penelitian yang bersifat diakronis dan
memasukkan aspek-aspek pendekatan yang diperlukan dalam penelitian sejarah.
Itulah sebabnya, penelitian ini menggunakan pendekatan politik, dan pendekatan
sosiologi.
a. Pendekatan politik
Sejarah politik tak lepas dari konsep politik seperti sistem politik,
kekuasaan hirarki, konstitusi, demokrasi, birokrasi, kepemimpinan, “ kawula-gusti”, konflik, korupsi, dan lain-lain. Bingkai politik berupa budaya politik (politic culture) merupakan wadahnya. Perlu disadari bahwa peristiwa sejarah
demikian banyaknya. Oleh karena itu diperlukan seleksi data lewat pendekatan
agar penggambaran sejarah diperoleh secara khas. Seleksi itu dilakukan lewat
konsep yang diajukan guna membuat kriteria. Seleksi diperlukan guna menyaring
hal-hal yang sangat tinggi relevansinya. Pendekatan sangat penting kedudukannya
19
Suhartono W Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2010, hlm. 155.
(49)
25
dalam menjaring data. Dalam pendekatan politik, dapat diambil konsep mengenai
suasana politik yang terdapat pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Melalui rekaman foto-foto karya IPPHOS, dapat diketahui keadaan politik di
Indonesia masih belum stabil, masih tedapat perjuangan diplomasi para tokoh
intelektual dalam memperjuangkan kedaulatan Negara Indonesia.
b. Pendekatan sosiologi
Dalam menghadapi gejala historis yang serba kompleks, setiap
penggambaran atau deskripsi sejarah suatu peristiwa menuntut adanya pendekatan
yang memungkinkan penyaringan data yang diperlukan. Suatu seleksi akan
mempermudah dengan adanya konsep-konsep yang berfungsi sebagai kriteria.
Antara sosiologi dan sejarah mempunyai persamaan perspektif dan yang
membedakan hanya temporalnya. Hal ini dapat dirunut dari timbulnya sejarah
sosiologi dan sosiologi sejarah. Pendekatan sosiologi akan melihat peristiwa sosial
segala implikasinya. Konsep sosiologi perlu dikuasai seperti struktur, konflik,
kekuasaan, dan lain-lain.20 Dalam pendekatan sosiologi akan dilihat lebih dalam
mengenai kehidupan sosial, tokoh-tokoh pendiri IPPHOS. Pada masa
kemerdekaan Indonesia yang masih membutuhkan perjuangan dalam berperang
dan diplomasi, Alex Mendur dan rekannya memiliki andil dalam perjuangan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selain dokumentasi peristiwa sejarah,
IPPHOS juga ikut mengabadikan foto-foto mengenai kehidupan sosial masyarakat
Indonesia pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
20
(50)
H. Model dan Sistematika Penelitian
Penelitian ini menggunakan model penulisan deskriptif-analitis. Setelah
dikumpulkan data dari beberapa sumber data berupa buku dan karya tulis, maka
peneliti melakukan deskripsi dan analisis. Dengan melihat pembahasan dalam
penelitian, yakni latar belakang berdirinya IPPHOS di Indonesia, peran IPPHOS
pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia, dan kontribusi IPPHOS bagi masa
sekarang. Penulisan penelitian sejarah yang berjudul “Peran IPPHOS (Indonesian
Press Photo Service) dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia, tahun 1945-1949”,
menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I Pada bab ini berupa pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, pendekatan, dan model
serta sistematika penulisan.
BAB II Pada bab ini diuraikan latar belakang berdirinya IPPHOS di Indonesia.
Beberapa tokoh seperti Mendur bersaudara dan juga Umbas bersaudara,
memiliki peran serta dalam mendirikan kantor berita IPPHOS. Juga
diuraikan mengenai latar belakang berdirinya lembaga kantor berita
foto IPPHOS serta perkembangan IPPHOS kedepannya.
BAB III Pada bab ini diuraikan peran yang dilakukan IPPHOS pada masa
Revolusi Kemerdekaan Indonesia, tahun 1945-1949. Didalamnya
memuat berbagai kejadian serta peristiwa sejarah yang berhasil
diabadikan oleh anggota IPPHOS sebagai wartawan foto. Kejadian dan
(51)
27
secara diplomasi masupun bersenjata. Kejadian dan peristiwa tersebut
terjadi pada rentan waktu tahun 1945, 1946, 1947, 1948, dan tahun
1949. IPPHOS tidak luput dari kegiatannya yang mendokumentasikan
foto peristiwa-peristiwa tersebut.
BAB IV Pada bab ini diuraikan kontribusi IPPHOS pada masa sekarang. Pada
konteks kontribusi ini, dibagi menjadi 2 bagian, yakni kontribusi bagi
Ilmu Pengetahuan, dan kontribusi bagi masyarakat luas.
BAB V Pada bab ini,mendeskripsikan kesimpulan dari penelitian permasalahan
(52)
28
BAB II
LATAR BELAKANG BERDIRINYA IPPHOS
(INDONESIAN PRESS PHOTO SERVICE)
A. Kondisi Pers pada Masa Kemerdekaan Indonesia Tahun 1945 / Sebelum
Berdirinya IPPHOS
Pers di Indonesia sudah berlangsung jauh sebelum Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya. Menurut Edward C. Smith, pers di
Indonesia dapat dibagi menjadi empat kurun waktu yang dibedakan berdasarkan
kondisi politik. Pembagian tersebut antara lain: Masa Kolonial 1615-1942, Masa
Pendudukan Jepang selama Perang Dunia II 1942-1945, Masa Revolusi
menentang Belanda 1945-1949, dan Zaman Merdeka era Presiden Soekarno
1949-1966.41 Dapat dikatakan bahwa pers di Indonesia tidak lepas dari pemerintahan
masa kolonial, dan pers pada saat ini merupakan kelanjutan dari apa yang pernah
bangsa Indonesia perjuangkan pada masa tersebut.
Belanda datang pertama kali di Indonesia pada tahun 1596, dan 19 tahun
kemudian mereka memulai satu medium komunikasi berupa gazette (penerbitan
berkala atau lembaran berita). Meskipun pada saat itu, pers Cina dan pers Pribumi
Indonesia baru muncul pada waktu kemudian, namun pers Belanda yang tetap
mendapat paling banyak manfaat sampai masa setelah Perang Dunia II.
Kekuasaan Belanda secara efektif berakhir dengan kedatangan bala tentara Jepang
41
Edward Cecil Smith, Pembredelan Pers di Indonesia, Jakarta, PT. Pustaka Grafitipers, 1986, hlm. 49.
(53)
29
pada awal tahun 1942. Pendudukan yang dilakukan oleh Jepang berangsung
hingga akhir Perang Dunia II, tahun 1945. Pada kurun waktu tersebut, ternyata
Jepang memberi kesempatan terhadap wartawan Indonesia berperan memperoleh
pengalaman untuk mengurus media pers di bawah kekuasaan Jepang.42
Pada masa awal abad ke-19, sikap umum pemerintah Belanda terhadap
pers mengandung antagonisme. Pernyataan keras disampaikan kepada wartawan,
mereka dilarang menunjukkan pendapat sendiri atau berusaha mengadakan
penyelidikan yang bebas atas dasar informasi yang disampaikan kepadanya, atau
yang paling tidak masuk akal adalah mengecam tindakan penguasa ini atau yang
lainnya, karena ia akan menghadapi resiko kemarahan pejabat yang ditimpakan
kepadanya, dengan segala akibat yang menyertainya, dan orang baik hati yang
martabatnya telah diserang itu dengan serta merta akan berubah menjadi seorang
lalim yang mengerikan, tanpa membawa hikmah bagi kaum wartawan yang tidak
tahu bagaimana mengurus dengan baik pekerjaannya sendiri.
Sampai awal abad ke-20, Batavia kehilangan dua surat kabar, yakni
Bataviaasch Handelsblad dan Nieuw Bataviaasch Handelsblad. Java Bode
setelah mengalami masa kemerosotan, mulai pulih pada keadaannya semula.
Dalam dasawarsa pertama, dua surat kabar lain terbit di Batavia: Bataviaasch
Niewsblad 1855 dan Niews van den Dag Nederlandsch Indie. Tekanan pemerintah
pada tahun 1903 dialami oleh redaktur Niewsblad, J. F. Scheltema, yang harus
mengundurkan diri setelah dihukum penjara 3 bulan karena tulisannya yang tajam
mengenai sikap mendua pemerintah dalam politik candu.
42
(54)
Pada bulan Maret tahun 1906, Undang-Undang Pers yang cukup ketat
akhirnya sedikit diperlonggar. Sensor ditiadakan dari Undang-Undang Pers 1856,
demikian pula Pasal 17, yang mengharuskan pencetak surat kabar bertanggung
jawab apabila penulis karangan tidak bisa dituntut. Masa setengah abad antara
tindakan kegelapan pada 1856 dan kelonggaran yang diberikan 1906 disebut Von
Faber sebagai masa yang paling suram dalam sejarah pers Hindia Belanda.
Mengenai Undang-Undang Pers 1906, ia menambahkan, seandainya kebebasan
pers diperoleh lebih awal, tidak diragukan lagi akan timbul protes yang lebih keras
terhadap sistem Tanam Paksa, yang menguras habis tanah jajahan untuk mengisi
peti simpanan Negeri Belanda. Mungkin akan terjadi pertukaran gagasan yang
lebih bebas mengenai segala masalah yang menyangkut kesejahteraan penduduk
pribumi, perdagangan, dan pemerintahan. Akhirnya, pemerintah waktu itu akan
memperoleh informasi yang lebih baik dan tidak demikian sepenuhnya
bergantung pada pendapat pribadi para pejabatnya.
Pers Indonesia lahir dari penderitaan dan tekanan terhadap rakyat serta
kemarahan yang berkobar. Betapapun orang merumuskan nasionalisme, pers
Indonesia dan dorongan kearah kemerdekaan nasional tumbuh bersama-sama,
memupuk satu sama lain. Pers Indonesia dapat dikatakan masih berada di
belakang pers bangsa Belanda waktu itu, karena kurangnya tenaga kerja yang
cakap, karena kurangnya uang, karena sedikitnya penduduk pribumi yang bisa
baca tulis, dan karena tekanan dibawah pemerintahan Belanda waktu itu.
Pengawasan pemerintahan terhadap pers dapat menghambat para penerbit
(55)
31
mengganjar dengan hukuman berat penyiaran dengan kata-kata, surat atau
gambar, secara langsung atau tidak langsung, secara terbuka atau
sembunyi-sembunyi, gagasan yang bertujuan mengacaukan ketertiban dan ketentraman dan
mendesak kejatuhan pemerintah Hindia Belanda, atau yang secara terang-terangan
melahirkan rasa permusuhan, kebencian, atau kritik terhadap pemerintahan.
Padahal kebebasan dalam pers bukanlah semata-mata kebebasan yang
bersifat fungsional ataupun historis, melainkan adalah kebebasan yang bersifat
etis, seperti halnya larangan membunuh adalah suatu ketentuan etis karena
martabat manusia tidak boleh diperkosa dan bukanlah semata-mata suatu
ketentuan fungsional, misalnya karena kalau pembunuhan manusia diperbolehkan,
dalam waktu singkat penduduk bumi akan habis dan sejarah manusia akan
terhenti. Dalil umum dari etika nilai berbunyi: suatu nilai etis tidak pernah
merupakan hasil deduksi dari perkembangan empiris.43
Ordonansi pengawasan pers tahun 1937 memberikan kekuasaan mutlak
kepada pemerintah untuk menutup sementara waktu penerbitan surat kabar, tanpa
proses hukum, demi kepentingan tegaknya hukum dan ketertiban. Setelah ditahun
1930 dan selama Revolusi Indonesia (1945-1949), Belanda menutup beberapa
surat kabar Indonesia yang terbit di daerah pendudukan Belanda. Pers Indonesia
tidak mendapatkan banyak dorongan dalam tanggung jawab sosial,
undang-undang pers yang bersifat menekan tidak memungkinkan berbuat demikian.
Perlakuan penguasa Belanda terhadap pers Indonesia yang bersifat menekan,
kebanyakan pers Indonesia menunjukan sifat yang mencolok, yakni melakukan
43
(56)
kritik dengan keras. Pers Indonesia dibawah penjajahan menjadi demikian kasar
sehingga pemerintah kolonial mendatangkan tenaga-tenaga wartawan untuk
membela pemerintah. Seperti tampak dalam sejarah , bahwa pers Indonesia tidak
begitu menonjol hingga muncul semangat nasionalisme menjadi penggerak
semangat kebangsaan. Dari semangat kebangsaan dan nasionalisme inilah, bangsa
Indonesia dapat lebih bergerak terutama dalam hal pers Indonesia.
Pers Indonesia semakin mengalami masa yang cukup membingungkan, ini
terjadi pada saat pers Belanda dan Cina yang terdapat di Indonesia diambil alih
oleh Jepang. Meskipun penerbitan pers Indonesia masih bisa berjalan, namun
tidak lepas dari pengawasan ketat Jepang. Indonesian Historiography memuat
satu alinea yang menceritakan tentang surat kabar masa pendudukan Jepang.
Indonesia dibagi menjadi dua bagian: Jawa dan Sumatera dikuasai Angkatan
Darat Jepang selama pendudukan, sementara Kalimantan, Sulawesi, dan daerah
sebelah timurnya dikuasai Angkatan Laut. Sebagai media komunikasi di
daerah-daerah tersebut, ada lima surat kabar yang diterbitkan dibawah pengawasan
pemerintah militer. Surat kabar tersebut adalah Jawa Shinbun di Jawa, Sumatera
Shinbun di Sumatera, Borneo Shinbun di Kalimantan, Celebes Shinbun di
Sulawesi, dan Ceram Shinbun di Pulau Seram, masing-masing diurus Asahi Press,
Mainichi Press, dan Yomiuri Press.44
Di bawah pemerintahan Jepang, meskipun aturan hidup sangat keras,
orang Indonesia memperoleh pengalaman yang kemudian ternyata tidak ternilai
harganya. Mereka bekerja sebagai pemimpin pemerintahan dan teknisi yang
44
(57)
33
tadinya dipegang oleh Belanda. Orang Indonesia dijadikan satuan-satuan tempur
dan diberi latihan militer, persiapan yang tidak sengaja untuk revolusi. Modal
orang Indonesia tersebut padatahun 1945 menjadi jelas bahwa Sekutu akan
menang. Sehingga tercapailah cita-cita seluruh bangsa Indonesia, yakni
kemerdekaan.
Pers dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, pers
lahir untuk memenuhi hajat masyarakat (untuk memperoleh informasi secara terus
menerus mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi). Oleh karena itu pers
memiliki kedudukan sebagai lembaga kemasyarakatan yang tidak mempunyai
kehidupan mandiri, melainkan dipengaruhi dan mempengaruhi lembaga
kemasyarakatan yang lain-lain. Pers hidup dalam keterikatan suatu unit organisasi,
yaitu masyarakat tempat pers beroperasi. Cara kerjanya, muatan atau siarannya,
tujuan serta cara melakukan kontrol sosial, pendek kata segala sasaran serta
aktivitasnya tergantung pada falsafah yang dianut masyarakatnya.45 Dari sinilah
bangsa Indonesia yang memperoleh pengalaman akan dunia pers dapat
mengembangkan usahanya membantu perjuangan bangsa Indonesia memperoleh
kemerdekaan melalui media pers.
Perkembangan pers menumbuhkan gejala kultur modern bagi masyarakat,
dan dianggap sebagai suatu fenomena yang mempunyai pola tetap, memiliki
organisasi terstruktur, berada di dalam kerangka besar suatu masyarakat, tetapi
juga berdiri sendiri. Pers berkembang menjadi suatu kelembagaan masyarakat,
45
(58)
lembaga sosial.46 Bangsa Indonesia dapat berperan aktif dalam perkembangan
pers, yakni mendukung semangat nasionalisme bangsa.
B. Proses Berdirinya IPPHOS
1. Tokoh-tokoh Pendiri IPPHOS
a. Alex Mendur
Alex Mendur memiliki nama lengkap Alexius Impurung Mendur. Alex
Mendur dilahirkan pada tanggal 7 November 1907 di Kawangkoan, Kabupaten
Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara. Alex Mendur merupakan putra dari August
Mendur dan Ariance Mononimbar. Alex Mendur adalah anak tertua dari 11
bersaudara. Diceritakan bahwa sewaktu Ariance Mononimbar mulai mengandung
anaknya yang pertama, tidak ada tanda-tanda yang istimewa. Ariance pun tetap
sehat-sehat saja, beliau tidak menyadari bahwa kelak ia akan melahirkan anak
yang pada masa dewasa akan sangat berperan bagi dunia pers, khususnya di
Indonesia. Setelah sembilan bulan kandungannya, lahirlah seorang bayi laki-laki
yang mungil.Bayi mungil tersebut ialah Alex Mendur.
Kehidupan Alex Mendur saat beranjak remaja seperti kebanyakan anak
seusianya. Ayahnya yang hanya bekerja sebagai petani dan pedagang,
menginginkan Alex mendapatkan bekal pendidikan yang tinggi. Pada usia 6
tahun, Alex dimasukkan ke sekolah yang bernama Volkschool Gouvernement.
Menurut Abraham Assa, teman sekolah dan teman sepermainan Alex Mendur
disebutkan bahwa, ia lebih rendah satu kelas dari Alex Mendur. Ia orangnya rajin
46
(1)
Lampiran 3: Penilaian Sikap Sosial
INSTRUMENPENILAIAN KOMPETENSI SIKAP SOSIAL (LEMBAR OBSERVASI)
A. Petunjuk Umum
1. Instrumen penilaian kompetensi sikap sosial ini berupa Lembar Observasi. 2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar peserta didik yang dinilai. B. Petunjuk Pengisian
Berdasarkan pengamatan Anda selama dua minggu terakhir, nilailah sikap setiap peserta didik Anda dengan memberi skor 4, 3, 2, atau 1 pada Lembar Observasi dengan ketentuan sebagai berikut:
4 = apabila selalu melakukan perilaku yang diamati 3 = apabila sering melakukan perilaku yang diamati
2 =apabila kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati 1= apabila tidak pernah melakukan perilaku yang diamati C. Lembar Observasi
LEMBAR OBSERVASI
Kelas : ________________________
Semester : ________________________ TahunPelajaran : ________________________ Periode Pengamatan :Tanggal ___ s.d. ___
Kompetensi Dasar :
2.1 Mengembangkan sikap dan perilaku peduli terhadap masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa
Indikator Sikap :
2.1.1 Menunjukkan sikap dan perilaku peduli terhadap masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa.
2.1.2 Menunjukkan perilaku responsif dan proaktif di sekolah. 2.1.3 Menunjukkan perilaku damai dalam diskusi di kelas.
(2)
No. Nama Peserta
Didik
Skor Indikator Kompetensi
Sikap Sosial(1 – 4) Jumlah
Perolehan Skor
SkorAkhir
Tuntas/ Tidak Tuntas Indikator
1
Indikator 2
Indikator 3
1.
Aghatha Lissa Dewi
4 3 3 10 (10:12)x4=
3,33 Tuntas
2.
Panji Wulan Saputri
2 2
1 5 (5:12)x4=
1,66
Tidak Tuntas
3. Dst…
4. 5.
Petunjuk penentuan nilai kompetensi sikap sosial: 1. Rumus Penghitungan Skor Akhir
Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor x 4
SkorMaksimal
Skor Maksimal= BanyaknyaIndikator x 4
2. Kategori skor sikap peserta didik didasarkan pada Permendikbud No 81A Tahun 2013 yaitu:
Sangat Baik (SB) : apabila memperoleh skor akhir: 3,33< skor akhir ≤ 4,00 Baik (B) : apabila memperoleh skor akhir: 2,33< skor akhir ≤ 3,33 Cukup (C) : apabila memperoleh skor akhir: 1,33< skor akhir ≤ 2,33 Kurang (K) : apabilamemperoleh skor akhir: skor akhir ≤ 1,33
Yogyakarta, 26 Februari 2015 Guru Mata Pelajaran,
(3)
Lampiran 4: Penilaian Pengetahuan
INSTRUMEN PENILAIAN PENGETAHUAN (SOAL URAIAN)
A. Petunjuk Umum
1. Instrumen penilaian pengetahuan ini berbentuk soal uraian. 2. Soal ini dikerjakan oleh peserta didik.
B. Petunjuk Pengisian
Kerjakan soal berikut dengan singkat dan jelas! C. Soal
No. Butir Pertanyaan
1. Deskripsikan latar belakang bedirinya IPPHOS!
2. Deskripsikan peran IPPHOS pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia! 3. Deskripsikan kontribusi IPPHOS bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat! Petunjuk (rubrik) dan penentuan skor:
1. Kunci Jawaban
No. Butir
Pertanyaan Kunci Jawaban
1.
Deskripsikan latar belakang bedirinya IPPHOS!
Latar belakang berdirinya IPPHOS berawal dari gagasan Alex Mendur yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Ia dibantu oleh Frans Mendur, Justus Umbas dan Frans Umbas. Berbekal dari bakat dan minat akan fotografi yang mereka miliki, mereka dengan semangat kebangsaan mendokumentasikan foto-foto perjuangan bangsa, baik itu perjuangan diplomasi maupun militer. Maka dari itu, mereka mendirikan kantor berita foto yang berfungsi untuk menyimpan maupun mempublikasikan foto-foto hasil karya mereka. Kantor berita foto IPPHOS menyimpan gambar berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia, seperti peristiwa saat perjuangan rakyat mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
2.
Deskripsikan peran IPPHOS pada masa Revolusi
Peran IPPHOS dalam Revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949 adalah menjadi juru foto atau wartawan foto untuk surat kabar lokal, dan tentunya untuk kantor berita foto IPPHOS. Pada masa tersebut,
(4)
Kemerdekaan Indonesia!
wartawan foto IPPHOS bekerja keras mengikuti setiap peristiwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang terjadi di Indonesia. Kantor berita foto IPPHOS memiliki arsip foto-foto perjuangan diplomasi maupun bersenjata bangsa Indonesia, semua peristiwa yang penting dan berpengaruh bagi bangsa tidak luput dari jepretan mata kameranya. Tidak hanya foto para pemimpin bangsa, juru foto IPPHOS juga merekam berbagai peristiwa yang terjadi di lapisan masyarakat sosial, baik itu peristiwa yang menyangkut kegiatan musuh, kegiatan pemimpin bangsa, maupun kehidupan masyarakat kecil
3.
Deskripsikan kontribusi IPPHOS bagi ilmu
pengetahuan dan
masyarakat!
Kontribusi IPPHOS saat ini memiliki manfaat yang sangat besar. Kontribusi IPPHOS dapat ditujukan untuk ilmu pengetahuan dan masyarakat. Bagi ilmu pengetahuan, foto perjuangan IPPHOS sering digunakan untuk pembelajaran sejarah bagi pelajar sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Foto-foto yang memiliki nilai sejarah perjuangan bangsa Indonesia tersebut dapat menumbuhkan semangat nasionalisme bagi masyarakat pada jaman sekarang, di era globalisasi. Sebagai kantor berita foto yang lahir pada era Revolusi Kemerdekaan, IPPHOS telah memiliki banyak arsip foto perjuangan, hal ini dapat berguna bagi para penulis buku sejarah untuk meneliti dan mengkaji sebuah peristiwa sejarah. Bagi masyarakat luas, foto-foto perjuangan karya Alex Mendur dan kawan-kawan dapat digunakan untuk memperkaya informasi dan pengetahuan. Seperti di dunia ilmu pengetahuan, bukti sejarah seperti foto dokumentasi, dapat menumbuhkan jiwa kebangsaan dan semangat nasionalisme bangsa. Dengan menyaksikan foto-foto bersejarah, masyarakat akan mengetahui sejarah perjalanan bangsanya
Total Skor 75
Keterangan: Setiap nomor skor maksimal 25
2. Petunjuk Penetuan Skor Kompetensi Pengetahuan a. Rumus Penghitungan Skor Akhir
NA = Jumlah Skor x 100 75
(5)
Lampiran 5: Penilaian Keterampilan
INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KETERAMPILAN (PENILAIAN PRODUK)
Kelas : ________________________ Semester : ________________________ TahunPelajaran : ________________________ Periode Pengamatan :Tanggal ___ s.d. ___
Kompetensi Dasar :
4.6 Merekonstruksi peristiwa revolusi nasional dan sosial yang terjadi pada awal-awal kemerdekaan dan menyajikannya dalam bentuk tertulis.
Indikator :
4.6.1 Melaporkan hasil karya foto-foto IPPHOS beserta deskripsinya dalam bentuk kliping atau makalah
Butir Soal :
1. Buatlah kliping mengenai foto-foto IPPHOS pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia, beserta deskripsinya!
Rubrik Penilaian Produk:
No. Nama
Kelayakan Bahasa
(1-4)
Kelayakan Isi (1-4)
Sistematika (1-4)
Jumlah Skor
1. Aghatha Lissa Dewi 3 4 4 11
2. Panji Wulan Saputri 4 2 3 9
3. Dst… 4.
5.
Keterangan Tabel:
a. Kelayakan bahasa adalah kemampuan membuat kompilasi dilihat dari penggunakan bahasa yang baik dan benar.
b. Kelayakan isi berkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam membuat kompilasi, materinya sudah sesuai dengan materi yang ada di dalam KD.
(6)
c. Kelayakan sistematika adalah kemampuan peserta didik dalam membuat kompilasi disajikan sesuai dengan sistematika yang telah ditentukan.
Petunjuk penghitungan skor kompetensi keterampilan: 1. Rumus Penghitungan Skor Akhir
NA= Jumlah Skor 3
2. Kategori Skor Keterampilan (Penilaian Produk Pembuatan Kompilasi) peserta didik didasarkan pada Permendikbud No 81A Tahun 2013 yaitu:
Sangat Baik (SB) : apabila memperoleh skor akhir: 3,33< skor akhir ≤ 4,00 Baik (B) : apabila memperoleh skor akhir: 2,33< skor akhir ≤ 3,33 Cukup (C) : apabila memperoleh skor akhir: 1,33< skor akhir ≤ 2,33 Kurang (K) : apabila memperoleh skor akhir: skor akhir ≤ 1,33