BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minat dan Motivasi Orang Tua Menyekolahkan Anak 1. Pengertian Minat Orang Tua - IKHMA ILMI USTANTI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minat dan Motivasi Orang Tua Menyekolahkan Anak

1. Pengertian Minat Orang Tua

  Menurut Muhibbin (2008 : 136) secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Crow and Crow dalam Djaali (2008 : 121) mengemukakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.

  Adapun Safitri (2014 : 6) mengemukakan bahwa minat adalah suatu keadaan jiwa seseorang yang mengandung unsur rasa senang, rasa tertarik terhadap objek-objek tertentu.

  Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri.

  Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat (Slameto, 2010 : 180). Adapun pengertian orang tua menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah ayah ibu kandung, orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli, dan sebagainya), orang-orang yang dihormati (disegani) di kampung, tetua.

  Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa minat orang tua adalah suatu keterikatan, keinginan dan ketertarikan pasangan suami istri (orang tua) yang dapat mengantarkan kepada kebahagiaan dan kepuasan diri terhadap sesuatu.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Orang Tua

  Safitri (2014 : 7) memaparkan beberapa faktor yang mempengaruhi minat seseorang, antara lain : a. Lingkungan

  Seseorang yang dilahirkan di lingkungan masyarakat yang telah maju berbeda dengan masyarakat yang masih terbelakang. Begitu pula dengan minatnya, masing-masing dari mereka memiliki minat yang berbeda-beda pada lingkungan pergaulannya.

  b. Keturunan Keturunan akan mempengaruhi minat seseorang karena ia akan dipengaruhi oleh kehidupan orang tuanya.

  Killis dalam Illah (2016 : 34) menyatakan bahwa minat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : pekerjaan, sosial ekonomi, bakat, umur, jenis kelamin, kepribadian dan lingkungan. Lebih lanjut dijelaskan, faktor yang mendorong dari dalam merupakan faktor yang mendorong pemusatan perhatian dan keterlibatan mental secara aktif, faktor dorongan sosial merupakan faktor yang membangkitkan minat pada hal yang berhubungan dengan kebutuhan sosial individu itu sendiri, sedangkan faktor dorongan emosional merupakan faktor yang mendasari timbulnya minat setelah dirasakan emosi menyenangkan pada peristiwa sebelumnya.

  Berdasarkan paparan di atas disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi minat seseorang (dalam artian orang tua menyekolahkan anaknya) dapat dibedakan menjadi 2, yaitu faktor dari dalam diri (internal) dan faktor dari luar diri (eksternal). Faktor internal diantaranya disebabkan karena keturunan, jenis kelamin, umur dan sebagainya. Adapun faktor eksternal antara lain disebabkan oleh lingkungan, pekerjaan, sosial ekonomi, dan lain-lain.

3. Pengertian Motivasi

  Suryabrata (2011 : 70) menyatakan bahwa motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas- aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Sardiman (1990 : 74) menyatakan bahwa motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut pada persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu.

  Djaali (2008 : 101) menyatakan bahwa motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (kebutuhan).

  Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu keadaan seseorang yang dapat mendorongnya untuk melakukan suatu tindakan tertentu untuk mencapai suatu tujuan.

4. Macam-Macam Motivasi

  Suryabrata (2011 : 72-73) menjelaskan bahwa berdasarkan atas jalarannya, motif dibedakan menjadi 2 macam, yaitu motif-motif ekstrinsik dan motif-motif intrinsik. Motif-motif ekstrinsik adalah motif yang berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Sedangkan motif-motif intrinsik adalah motif yang fungsinya tidak usah dirangsang dari luar.

  Sardiman (1990 : 87) menggolongkan jenis motivasi terbagi menjadi dua jenis yaitu motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Motivasi jasmaniah meliputi, refleks, instink otomatis, dan nafsu. Sedangkan motivasi rohaniah meliputi kemauan.

  Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa macam- macam motivasi berdasarkan jalarannya terbagi menjadi motif ekstrinsik dan motif intrinsik, sedangkan motivasi berdasarkan penggolongan jenisnya terbagi menjadi motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah.

5. Pengertian Minat dan Motivasi Orang Tua Menyekolahkan Anak Minat dan motivasi merupakan persoalan yang saling berkaitan.

  Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Sedangkan motivasi adalah suatu keadaan seseorang yang dapat mendorongnya untuk melakukan suatu tindakan tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Oleh sebab itu, apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri. (Sardiman, 1990 : 76)

  Jadi, minat dan motivasi orang tua menyekolahkan anaknya dapat diartikan sebagai pasangan suami istri (ayah, ibu kandung) yang memiliki keinginan dan ketertarikan memberi pendidikan kepada anaknya yang diikuti oleh dorongan menyekolahkan anaknya dengan bertujuan agar anaknya dapat menjadi pribadi yang berkualitas.

6. Peranan dan Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak

  Orang tua memiliki cara yang berbeda-beda dalam menjalankan peranannya. Peran orang tua dalam mewujudkan harapan pada anak dapat dibedakan sebagai berikut :

  a. Peran dan tugas orang tua adalah mendampingi anak menuju dewasanya. Anak dididik agar dapat menemukan jati dirinya dan mampu menjadi dirinya sendiri. Dalam hal ini tugas orang tua adalah memberikan masukan dan pertimbangan atas pilihan yang telah dibuat anak. Orang tua juga memfasilitasi kebutuhan bagi anak untuk mencapai cita-citanya seperti memenuhi keperluan sekolah anak dan mengikutsertakan bimbingan belajar ketika hal itu dirasa perlu.

  b. Peran dan tugas orang tua adalah mengarahkan anak untuk menjadi orang yang sukses. c. Peran orang tua adalah sebagai pendamping anak untuk mencapai kesuksesan.

  d. Peran orang tua adalah mendidik anak agar dapat memahami kondisi orang tuanya dan mendorong anak agar dapat mencapai kehidupan yang layak.

  e. Peran dan tugas orang tua adalah mendidik anak agar berperilaku baik dan menjauhi perilaku yang tidak baik. (Lestari, 2016 : 153-154) Brooks (2011 : 13-14) mengemukakan bahwa peran dasar orang tua adalah bertanggung jawab atas pemeliharaan anaknya. Orang tua membawa serangkaian kebutuhan dan kualitas kompleks dalam proses pengasuhan. Tidak seperti anak-anak yang menjalani proses pengasuhan dalam keadaan baru tanpa pengalaman, orang tua memiliki sejarah hubungan dan dengan tanggung jawab lainnya yang mempengaruhi perilaku mereka sebagai orang tua.

  Septiyani (2018 : 332) menyatakan bahwa orang tua bertanggung jawab untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Mengasuh dan mendidik anak tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Mendidik anak harus dilakukan secara totalitas, karena menentukan masa depan anak.

  Tanggung jawab orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak, dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah : 233,

                     

  

           

           

         

        

  

          

  “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

  ” Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa peranan dan tanggung jawab orang tua terhadap anak antara lain bertanggung jawab untuk memelihara, mengasuh, mendampingi, membina dan mendidik anaknya agar mencapai kesuksesan baik sukses di dunia maupun sukses di akhirat.

4. Harapan Orang Tua Terhadap Anak

  Terdapat dua harapan utama yang muncul dari masing-masing orang tua. Harapan tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut : a. Orang tua mengharapkan anaknya menjadi anak yang saleh. Adapun ciri-ciri anak yang saleh yang dipaparkan oleh orang tua adalah yang menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan agama.

  b. Orang tua mengharapkan anaknya menjadi orang yang sukses ketika dewasa nanti. (Lestari, 2016 : 151) Berdasarkan pendapat tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa harapan orang tua terhadap anaknya adalah mengharapkan anak yang shaleh dan sukses baik di dunia maupun di akhirat.

B. Hakikat Anak

1. Pengertian Anak

  Anak dalam perspektif pendidikan Islam biasanya diistilahkan dari akar kata al-walad, al-ibn, al-tifl, al-syabi, dan al-ghulam. Dalam pengertiannya yang identik dengan al-walad, berarti keturunan yang ke dua dari seseorang, atau segala sesuatu yang dilahirkan juga bisa berarti manusia yang masih kecil. Adapun arti kata al-ibn adalah semua sama dengan anak yang baru lahir dan berjenis kelamin laki-laki (al-walad al-

  dzakar). Sedangkan al-tifl adalah anak yang dalam masa usia

  pertumbuhannya dari bayi sampai baligh (sampai pada usia tertentu untuk dibebani hukum syariat dan mampu mengetahui hukum tersebut).

  Sedangkan al-syabi dan al-ghulam, berarti anak yang masih usianya dari lahir sampai remaja. (Muhajir, 2017 : 113-114) Masa anak-anak disebut juga masa anak sekolah, masa matang untuk belajar, maupun masa matang untuk sekolah. Pada masa ini anak telah mengalami masa perkembangan-perkembangan yang membantu anak untuk dapat menerima bahan yang diajarkan oleh gurunya. (Soejanto, 2005 : 68-69)

  Mansur (2009 : 1-9) mengemukakan bahwa hakikat anak dapat dikategorikan ke dalam beberapa pandangan, antara lain : a. Anak Sebagai Orang Dewasa Mini

  Anak dipandang sebagai orang dewasa dalam bentuk mini, terutama di Eropa pada abad pertengahan. Yang membedakan anak dengan orang dewasa hanya ukuran dan usianya saja, justru anak diharapkan bertingkah laku sebagai orang dewasa.

  b. Anak Sebagai Makhluk Independen Pada hakikatnya, anak merupakan individu yang berbeda dengan siapa pun, termasuk dengan kedua orang tuanya. Bahkan anak memiliki takdir tersendiri yang belum tentu sama dengan orang tua. Untuk itu orang tua tidak berhak memaksakan kehendaknya kepada anak. Orang tua hanya berkewajiban berusaha agar anak tumbuh dewasa menjadi pribadi shaleh dengan merawat, mengasuh dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik.

  c. Anak Sebagai Nikmat, Amanat dan Fitnah Orang Tua Orang tua hendaknya menyadari bahwa di samping anak sebagai nikmat, juga merupakan fitnah bagi orang tuanya jika tidak mampu menjaganya. Selain itu anak merupakan amanat Allah yang dipercayakan kepada orang tua. Untuk itu sudah selayaknya orang tua senantiasa mendidik anak dengan sebaik-baiknya agar tidak menjerumuskan orang tua dan anak itu sendiri.

  d. Anak Sebagai Milik Orang Tua dan Investasi Masa Depan Anak adalah milik orang tua atau institusi, sehingga orang tua mempunyai hak atas diri anak. Namun Islam memandang anak adalah milik Allah, sedangkan orang tua adalah yang dipercaya dan diberi amanat oleh Allah untuk mendidiknya sehingga tidak boleh diperlakukan seenaknya sesuai kehendaknya, apalagi tidak sesuai dengan ajaran Islam.

  Berdasarkan beberapa pengertian anak di atas dapat disimpulkan bahwa anak adalah keturunan yang dilahirkan oleh seorang ibu dari pasangan suami istri (orang tua) sebagai nikmat yang Allah anugerahkan kepada mereka sampai menginjak usia remajanya dan merupakan generasi penerus serta investasi masa depan orang tuanya.

2. Hak-Hak Anak

  Amirah (2010 : 14-20) mengemukakan hak-hak anak yang harus dijamin pemenuhannya menurut Islam antara lain : a. Hak untuk Hidup

  Islam mengharamkan aborsi dan pembunuhan anak serta mengatur penangguhan pelaksanaan hukuman pada wanita hamil, pada saat itulah ditemukan pengaturan adanya hak hidup bagi anak dalam Islam. Terdapat dalam QS Al-Isra : 31,

  

          

    

  “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa besar.” b. Hak Mendapatkan Nama yang Baik

  Islam menganjurkan agar setiap orang tua memberikan nama anak yang menunjukkan identitas Islam, suatu identitas yang melintasi batas- batas rasial, geografis, etnis, dan kekerabatan.

  Abul Hasan meriwayatkan bahwa suatu hari seseorang bertanya kepada Rasulullah apakah hak anakku dariku? Nabi menja wab “engkau baguskan nama dan pendidikannya, kemudian engkau tempatkan ia di tempat yang baik.”

  c. Hak Pendidikan Di lingkungan keluarga, pendidikan anak diarahkan dalam rangka penanaman keagamaan. Seperti dalam pendidikan tentang shalat sebagaimana Rasulullah sabdakan, yang artinya :

  “Perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka jika sampai berusia sepuluh tahun mereka tetap enggan mengerjakan shalat.” (HR Abu Daud dan Al-Hakim) d. Hak Mendapat Perlindungan Islam meminta komitmen pemerintah dan masyarakat dalam meperhatikan anak yatim, anak terbuang, anak terlantar, korban perang yang semuanya itu memiliki hak yang sama seperti anak yang lain. Sebuah hadits masyhur tentang pendidikan anak mengurai kewajiban orang tua untuk mendidik anak tanpa harus memaksakan kehendak diri orang tua. Berdasarkan paparan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa anak memiliki berbagai hak yang harus terpenuhi, antara lain, hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan nama yang baik dari orang tuanya, hak mengenyam pendidikan yang layak dan hak mendapatkan perlindungan dari orang tuanya.

3. Kewajiban Anak Kepada Orang Tua

  Kewajiban anak terhadap orang tua adalah berbuat baik, taat dan menghormati. Ini sesuai dengan panggilan fitrah yang harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya. (Qardhawi, 2007 : 322)

  Abdulmanan (2001 : 154-155) mengemukakan bahwa kewajiban anak terhadap orang tua dibagi ke dalam dua macam, yaitu kewajiban anak terhadap bapaknya, dan kewajiban anak terhadap ibunya. Kewajiban anak terhadap bapaknya adalah selalu menaati perintahnya, berlaku sopan, tidak boleh berbicara keras kepadanya dan tidak boleh mengeluarkan kata-kata kasar. Sedangkan kewajiban anak terhadap ibunya adalah senantiasa hormat dan patuh terhadap semua permintaannya, dan anak tidak boleh mengutamakan seorangpun dari keluarganya melebihi ibunya.

  Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa kewajiban seorang anak kepada orang tua adalah senantiasa berbakti, menghormati, dan menaati segala perintahnya dengan selalu berbuat kebajikan dan menjauhi dari sifat-sifat buruk yang tercela.

C. Hakikat Pendidikan Islam dan Lembaga Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam

  Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. (Arifin, 2011 : 22)

  Muhammad Fadhil al-Jamali dalam Mujib dan Jusuf Mudzakkir (2008 : 26) mengajukan pengertian pendidikan Islam dengan upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan pada nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.

  Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa muslim yang mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah anak agar menjadi pribadi yang lebih baik dan mulia, dengan berlandaskan pada nilai-nilai yang tinggi melalui ajaran-ajaran Islam yang telah diajarkan oleh Allah dan rasul-Nya.

2. Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam

  Tugas dan fungsi pendidikan berlangsung secara kontinu dan berkesinambungan dari satu jenjang ke jenjang yang lain yang bersifat progresif mengikuti kebutuhan manusia dalam bermasyarakat secara luas. Tugas pendidikan adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak didik dari satu tahap ke tahap lain sampai meraih titik kemampuan yang optimal. Sedangkan fungsi pendidikan adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan tersebut dapat berjalan lancar. Penyediaan fasilitas ini mengandung arti dan tujuan bersifat struktural dan institusional. (Arifin, 2009 : 33-34)

  Mansur (2009 : 334) mengemukakan bahwa fungsi pendidikan agama Islam adalah memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya insani yang ada pada peserta didik menuju kepada terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam yang diridhai Allah.

  Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tugas dan fungsi pendidikan Islam adalah membimbing, mengarahkan, memelihara dan mengembangkan fitrah anak menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai syariat Islam dengan senantiasa menyediakan fasilitas yang dibutuhkan demi kelancaran proses pendidikan.

  3. Tujuan Pendidikan Islam

  Muhammad Omar al-Toumy al-Syaibany dalam Jalaluddin (2003 : 92) menggariskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlak al karimah.

  Abuddin Nata (2016 : 136) mengemukakan tujuan pendidikan Islam adalah membimbing umat manusia agar menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah yakni dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan penuh kesadaran dan ketulusan.

  Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk membimbing umat manusia agar menjadi hamba yang bertakwa dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah sehingga tercapailah kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

  4. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lembaga adalah badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha. Sedangkan pendidikan Islam adalah upaya sadar yang dilakukan oleh orang dewasa muslim yang mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah anak agar menjadi pribadi yang lebih baik dan mulia, dengan berlandaskan pada nilai-nilai yang tinggi melalui ajaran-ajaran Islam yang telah diajarkan oleh Allah dan rasul-Nya.

  Mujib (2008 : 223) mengemukakan bahwa lembaga pendidikan Islam adalah suatu bentuk organisasi yang dilakukan untuk mengembangkan lembaga-lembaga sosial, baik yang permanen maupun yang berubah-ubah. Lembaga ini mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankan fungsinya, serta mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikat individu yang berada dalam naungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hukum tersendiri.

  Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan Islam adalah suatu organisasi yang di dalamnya bertujuan untuk membina dan mendidik anak sesuai dengan perkembangan fitrahnya agar menjadi pribadi yang utama dengan berlandaskan pada nilai-nilai yang tinggi melalui ajaran-ajaran Islam.

5. Jenis-Jenis Lembaga Pendidikan Islam

  Menurut Muhaimin dalam Marno dan Triyo Supriyatno (2008 : 61) dilihat dari aspek program dan praktik pendidikan Islam yang dilaksanakan, terutama di Indonesia, setidak-tidaknya dapat dibagi ke dalam lima jenis, yaitu : a. Pendidikan pondok pesantren,

  b. Pendidikan madrasah, dan pendidikan lanjutan seperti IAIN/STAIN atau Perguruan Tinggi Islam yang bernaung di bawah Departemen Agama,

  c. Pendidikan umum yang bernafaskan Islam, yang diselenggarakan oleh dan atau berada di bawah naungan yayasan dan organisasi Islam, d. Pelajaran agama Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja, e. Pendidikan Islam dalam keluarga atau tempat-tempat ibadah, dan atau forum- forum kajian keislaman, majelis ta‟lim dan sebagainya. Adapun menurut Gunawan, Ibnu Hasan, dkk (2015 : 27-33) menyebutkan bahwa model pembaruan Lembaga Pendidikan Islam di

  Indonesia dapat dikategorikan sebagai berikut :

  a. Pesantren Merupakan lembaga pendidikan Islam tertua. Menurut salah satu pakar yang konsen pada perkembangan pesantren yaitu Zamakhsyari Dhofier menyatakan kata pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan „pe‟ dan akhiran „an‟ yang berarti tempat tinggal para santri.

  b. Madrasah Merupakan sistem pendidikan keagamaan yang bercirikan Islam.

  Madrasah pada awalnya adalah modifikasi dari pesantren dari sistem sorogan dan bandongan menjadi sistam klasikal. Seiring berkembangnya zaman dan kebijakan politik pemerintah, maka madrasah ditetapkan sebagai lembaga formal yang penuh dengan campur tangan pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama Republik Indonesia. Meskipun demikian, kelembagaan madrasah yang dikelola masyarakat (swasta) tetap lebih banyak jumlahnya dibandingkan madrasah negeri. Hingga saat ini jumlah madrasah yang ada di

  Indonesia tercatat sebanyak 40.848 buah yang masing-masing dikelola oleh swasta sebanyak 91,5% dan yang 8,5% dikelola oleh pemerintah.

  c. Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) Perguruan Tinggi Agama Islam yang meliputi aspek pendekatan studi dan kelembagaan.

  Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis lembaga pendidikan di Indonesia dapat dibedakan menjadi beberapa kategori menurut berbagai ahli. Adapun diantaranya pondok pesantren, madrasah, Perguruan Tinggi Agama Islam, pendidikan umum bernafaskan Islam di bawah naungan yayasan atau organisasi Islam, sampai pada keluarga, tempat- tempat ibadah, majelis ta‟lim dan sebagainya.

D. Penelitian Terdahulu 1.

  Skripsi berjudul, “Hubungan Antara Pendapatan Pedagang Es Cincau dengan Minat Menyekolahkan Anak di Desa Kecepit Kecamatan Punggelan Kabupaten Banjarnegara”, diteliti oleh Dyah Safitri Nurwahidah dengan NIM 0901010066 mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi, FKIP UMP 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara pendapatan pedagang es cincau dengan minat menyekolahkan anak di Desa Kecepit Kecamatan Punggelan Kabupaten Banjarnegara. Hasil penelitian diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,453 yang berarti tingkat hubungannya sedang. Ini menandakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendapatan pedagang es cincau dengan minat menyekolahkan anak di Desa Kecepit, Kecamatan

  Punggelan, Kabupaten Banjarnegara. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan pendekatan korelasional. Adapun persamaan dari penelitian ini adalah terletak pada salah satu variabel yang menunjukkan “minat menyekolahkan anak” sebagai salah satu tugas orang tua. Sedangkan perbedaannya terletak pada jenis penelitian, di mana penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif, sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif.

2. Skripsi berjudul, “Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Minat

  Menyekolahkan Anak Ke Jenjang Perguruan Tinggi Pada Keluarga Pengrajin Rambut Palsu di Desa Karangbanjar, Kecamatan Kutasari, Kabupaten Purbalingga”, diteliti oleh Hanafi Agus Trianto dengan NIM 1001010042 mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi, FKIP UMP 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi sosial ekonomi dengan minat menyekolahkan anak ke jenjang perguruan tinggi pada keluarga pengrajin rambut palsu di Desa Karangbanjar, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga. Hasil penelitian ini diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,044 hal ini berarti terdapat hubungan negatif, pada kategori sangat rendah, antara kondisi sosial ekonomi dengan minat menyekolahkan anak dengan nilai kontribusi sosial ekonomi sebesar 0,16%. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey dengan pendekatan kuantitatif. Adapun populasi yang diambil adalah pengrajin rambut palsu yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak usia SLTA / sederajat sebanyak 53 keluarga melalui teknik total sampling. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada subjek dan jenis penelitian.

3. Skripsi berjudul, “Kajian Minat Orang Tua Menyekolahkan Anak ke

  Jenjang yang Lebih Tinggi di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes”, diteliti oleh Sri Nurhayati dengan NIM 0901010012, mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi FKIP UMP 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui minat orang tua menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes. Hasil penelitian diketahui dari 106 responden, 22 responden (20,56%) termasuk dalam kategori minat rendah, 63 responden (58,88%) termasuk dalam kategori minat sedang, dan 22 responden (20,56%) termasuk dalam kategori minat tinggi. Penelitian ini menggunakan metode survey dan cara pengambilan sampel menggunakan area probability sample (sampel wilayah) dan

  stratified sample (sampel berstrata) sebesar 10% yaitu 107 responden.

  Adapun teknik pengumpulan data menggunakan angket dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan deskriptif kualitatif dengan mencocokkan minat orang tua menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes sesuai dengan indikator minat dari Barada (2008), Dalyono (2010), Anomia, Hartono (2008) dengan modifikasi. Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang mempunyai anak masih sekolah di tingkat SMP dan SMA di Desa Limbangan, Desa Kemukten, dan Desa Cikandang, Kecamatan Kersana yang berjumlah 1.067 kepala keluarga dan diambil 107 responden (10% dari jumlah keseluruhan). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terletak pada fokus dan subjek penelitian.