BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian - DITA SYAEFUL ARIFIN BAB II

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum ( cecum ). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan

  tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Wim de Jong et al, 2005).

  Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki - laki maupun perempuan tetapi lebih sering menyerang laki - laki berusia antara 10 sampai 30 tahun ( Mansjoer,Arief,dkk, 2007 ).

  Apendisitis adalah inflamsi apendiks. Penyebabnya biasanya tidak diketahui, tetapi sering mengikuti sumbatan lumen ( Gibson, john, 2003 ).

  Jadi, Apenditis adalah peradangan atau inflamasi pada apendiks yang dapat terjadi tanpa sebab yang jelas dan merupakan penyebab paling umum untuk dilakukannnya bedah abdomen.

B. Anatomi dan Fisiologi

  Anatomi Gambar II.1 Anatomi Apendiks

  Sumber : Syamsuhidajat & Jong (2004) Fisiologi Apendiks Vermiformis

  Apendiks ( umbai cacing ) merupakan perluasan sekum yang rata - rata panjangnya ada 10 cm. Ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi, terutama belakang sekum. Arteri apendialis mengalirkan darah ke apendiks dan merupakan cabang dari ateri elikolika Schwartz dalam Gruendemann ( 2006 ).

  Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1 - 2 ml per hari. Lendir normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalirkan ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendiks Imnunoglobulin sekreatoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid Tissue ) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh , karena jumlah jaringan limfa kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlanya di saluran cerna dan diseluruh tubuh ( Sjamsuhidayat, 2004 ).

C. Etiologi

  Menurut Nuzulul ( 2009 ) Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor presdisposisi yaitu :

  1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi di : a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.

  b. Adanya fekolit dalam lumen apendiks.

c. Adanya benda asing seperti biji – bijan.

  d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.

  2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.coli & Streptococcus.

  3. Laki

  • – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun ( remaja dewasa ). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limfoid pada masa tersebut.

  4. Tergantung pada bentuk apendiks : a. Apendiks yang terlalu panjang. b. Masa apendiks yang pendek.

  c. Penonjolan jaringan limfoid pada lumen apendiks.

  d. Kelainan katup di pangkal apendiks.

D. Patofisiologi

  Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid , fekolit , benda asing , struktur karena fikosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang di tandai nyeri epigastrum.

  Sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis sakuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infrak dinding apendiks yang di ikuti dengan gangrene stadium ini disebut dengan apediksitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi apendisitis perforasi.

  Semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu masa lokal yang disebut infiltrate appendikularis, peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

  Anak - anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis, keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orangtua perforasi mudah terjadi karena telah terjadi kelainan pada pembuluh darah ( Mansjoer, 2003 ).

E. Tanda dan Gejala

  Menurut Wijaya.A.N dan Yessie ( 2013 ) tanda dan gejala apendisitis adalah :

  1. Nyeri pindah ke kanan bawah ( yang akan menetap dan di perberat bila berjalan atau batuk ) dan menunjukan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc.Burney : nyeri tekan,nyeri lepas, defans muskuler.

  2. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung.

  3. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan ( Rovsing sign ).

  4. Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepas ( Blumberg ).

  5. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan.

  6. Napsu makan menurun.

  7. Demam yang tidak terlalu tinggi.

  8. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang - kadang terjadi diare. Gejala - gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar umbilicus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah, gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar Mc.Burney, kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit meningkat bila rupture apendiks terjadi nyeri sering sekali hilang secara dramatis untuk sementara.

F. Klasifikasi

  Klasifikasi apendisitis menurut Nurarif.H.A dan Hardi Kusuma (2013) terbagi menjadi 3 yakni : A. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local.

  B. Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendictomy. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis alut pertama kali sembuh spontan. Namun apendistis tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.

  C. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik ( fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik ), dan keluhan menghilang setelah apendictomy.

G. Penatalaksanaan Umum

  1. Sebelum Operasi

  a. Observasi Dalam 8 - 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendiksitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendiksitis ataupun peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah ( leukosit dan hitung jenis ) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosa ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

  b. Antibiotik Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali apendisitis ganggrenosa atau apendisitis perforasi. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

  2. Operasi a. Apendictomy

  b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika melalui jalur IV , massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi efektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

  d. Pasca operasi Dilakukan observasi tanda - tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam,syok, hiperternia atau gangguan pernafasan, angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak ada gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml / jam selama 4 - 5 jam lalu naikan menjadi 30 ml / jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien boleh pulang ( Mansjoer, arif dkk, 2009 )

  Fekolit (massa dari feses) Cacing ascaris (benda asing) Makanan rendah serat Tumor apendiks

  Konstipasi Tek. Interasekol meningkat Pertumbuhan kuman flora normal meningkat

  Tukak pada mukosa appendiks Sumbatan fungsional appendiks Apendiks terlipat dan tersumbat

  Pengosongan appendiks terhambat Proses inflamasi pada appendiks Mucus terperangkap di lumen appendiks Peningkatan tek.intraluminal Peregangan dinding apendiks

  Iskemik apendiks Penurunan aliran darah apendikuler Inflamasi lumen appendiks infeksi Suhu tubuh meingkat

  MK; Hipertermia Ulserasi pada apendiks Entamoeba hystolitica

  Erosi mukosa apendiks APPENDSITIS APPENDIKTOMI

  H.Pathway

  Ansietas ss

  Gambar II. 2 Pathway

  15 Asuhan Keperawatan Pada..., DITA SYAEFUL ARIFIN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

15 Hiperplasia

  Apendiks tertutup omentum usus halus Pembentukan masa perrapendikuler/ infitrat apendiks Efek anastesi umum

  Pasien tirah baring Penurunan ekspansi paru MK:perubahan frekuensi pernafasan Massa menguraikan diri secara lambat

  Ulserasi sembuh tidak sempurna Nekrosis dan peristalsis menurun Perlengketan dengan jar.sekitar Eksaserbasi akut

  MK: Infeksi berulang Pembentukan jaringan parut Absorpsi toksin dan bakteri dalam darah

  Perangsangan termoregulator di hipotalamus MK : Hipertermia Sesak nafas

  Demam Peregangan usus yang terus menerus Iskemia dan peningkatan permebilitas pemb darah

  Cairan dan elektrolit pindah ke lumen usus Dehidrasi Syok hipovolemik

  Obstruksi usus Retensi cairan usus Distensi usus meningkat Tek.Intraluminal meningkat

  Penurunan tek kapiler vena arteriola Edema kongesti dan nekrosis pd usus Ruptur/perforasi dinding usus

  MK; Infeksi Absorpsi cairan usus menurun Sekresi lambung meningkat Muntah refleks

  Kehilangan ion H, kalium dari lambung Penurunan Cl _ , K + dalam darah Alkalosis metabolik

  Asidosis respirasi MK : Perubahan pola nafas Luika insisi

  16 Asuhan Keperawatan Pada..., DITA SYAEFUL ARIFIN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

16 Pertahanan tubuh membatasi proses peradangan

  17 Kerusakan jaringan Pintu masuk kuman Resiko infeksi Ujung saraf terputus Kerusakan integritas jaringan

  Sumber :

  ( Wijaya , A N & Yessie , 2013 dan Nurarif ,H A & Hardi Kusuma.2013

  17 Asuhan Keperawatan Pada..., DITA SYAEFUL ARIFIN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014

I. Fokus Intervensi Keperawatan

  Menurut NANDA 2012 :

  1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan Tujuan : Nyeri hilang dan terkontrol Kriteria hasil :

  a. Espresi wajah rileks

  b. Mampu istirahat dengan tepat

  c. Skala nyeri menjadi 3 (0 - 10) Intervensi :

  a. Kaji nyeri secara komprehensif

  b. Ajarkan penggunaan teknik nofarmakologi

  c. Kolaborasi pemberian analgetik

  d. Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan

  e. Berikan informasi tentang nyeri

  2. Resiko infeksi berhubungan dengan post operasi insisi pembedahan Tujuan : Tidak terjadi infeksi Kriteria hassil :

  a. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi Intervensi :

  a. Lakukan perawatan luka insisi

  b. Cegah dan deteksi dini infeksi pada pasien yang beresiko

  c. Kolaborasi pemberian antibiotik

  d. Batasi jumlah pengunjung e. Pantau adanya tanda - tanda infeksi

  3. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi Tujuan : Termogulasi yan adekuat Kriteria hasil :

  a. Keseimbangan antara produksi panas, peningkatan panas dan kehilangan panas b. Nilai suhu , denyut nadi , frekuensi pernafasan dan tekanan darah dalam rentang normal Intervensi :

  a. Pantau suhu tubuh sesering mungkin

  b. Pantau warna kulit

  c. Pantau hidrasi

  d. Pantau aktivitas kejang

  e. Kolaborasi pemberian antipiretik

  4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru Tujuan : Pola pernafasan dalam rentang normal Kriteria hasil :

  a. Menunjukan pernafasan optimal

  b. Jalur nafas trakeobronkhial bersih dan terbuka untuk pertukaran gas

  a. Intervensi :

  c. Memfasilitasi kepatenan jalan nafas

  d. Pantau adanya pucat dan sianosis e. Pantau tanda

  • – tanda vital

  f. Kaji kebutuhan insersi jalan nafas

  5. Ansietas berhubungan dengan prosedur operasi Tujuan : Kemampuan untuk fokus pada stimulus tertentu Kriteria hasil :

  a. Ansietas berkurang

  b. Pengendalian diri terhadap ansietas

  b. Intervensi :

  b. Memberikan penenangan

  c. Meminimalkan kekhawatiran

  d. Mempersiapkan pasien menghadapi kemungkinan krisis

  e. Membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor

  6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik Tujuan : Integritas jaringan kulit dan membrane mukosa baik Kriteria hasil :

  a. Penyatuan kembali kulit

  b. Pembentukan jaringan parut Intervensi :

  a. Perawatan area insisi

  b. Membersihkan, memantau area insisi

  c. Mencegah komplikasi luka

  d. Meminimalkan penekanan pada bagian tubuh