ANALISIS PENGARUH PENATAAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA DINAS KESEHATAN KOTA BANJAR - repo unpas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kebijakan penataan kelembagaan pemerintah saat ini banyak diarahkan

  pada upaya rightsizing, yaitu upaya penyederhanaan birokrasi pemerintah yang diarahkan untuk mengembangkan organisasi yang lebih proporsional dan transparan, sehingga diharapkan organiasasi tidak terlalu besar tetapi sesuai dengan semangat pembaharuan fungsi-fungsi pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

  Perubahan pada era reformasi menuju Indonesia Baru yang diharapkan lebih baik dari masa lalu dituntut untuk terbuka terhadap segala aspek perubahan, dengan menerapkan asas bahwa yang baik terus dilanjutkan, sedangkan yang kurang baik perlu direformasi (continuity and reform) menuju kesempurnaan.

  Perkembangan lingkungan strategis di era globalisasi menuntut dilaksanakannya restrukturisasi atau reorganisasi kelembagaan, termasuk birokrasinya dengan memperhatikan adanya paradigma baru, yaitu pemerintah yang mempunyai keberpihakan kepada kepentingan masyarakat yang bebas dari monopoli kekuasaan.

  Sumber daya yang dapat menjadi modal penting dalam suatu organisasi selain manusia dan informasi adalah organisasi itu sendiri. Organisasi sebagai suatu entitas, dengan kemampuan adaptasi dan komunikasi yang tinggi dalam mengintegrasikan visi, misi, nilai-nilai dan strategi membentuk satu kekuatan dalam satu kultur kinerja (performance culture), sehingga energi seluruh komponen dapat terfokus pada pencapaian tujuan strategis yang telah digariskan.

  Hal ini merupakan modal penting dalam proses manajemen sumber daya. Fleksibilitas tiap-tiap komponen organisasi untuk mengarahkan fokus strateginya ke sasaran utama organisasi perlu terus dikembangkan sebagai modal atau kemampuan internal organisasi yang sangat penting (organization capital).

  Organisasi dituntut untuk senantiasa melakukan langkah penyesuaian dan perubahan serta meningkatkan kemampuan agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal, hal ini diperlukan guna mengantisipasi terhadap kondisi masa yang akan datang. Jika penyesuaian atau perubahan tidak dilakukan maka kelangsungan organisasi akan terancam dan bahkan menjadi punah.

  Perubahan organisasi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk antara lain melalui reorganisasi atau penataan organisasi baik yang berskala besar maupun kecil. Dalam skala besar penataan organisasi dapat berupa perombakan struktur sebuah unit organisasi, pengembangan maupun pengurangan pejabat atau pegawai melalui rasionalisasi kebutuhan pada berbagai sektor.

  Penataan organisasi adalah salah satu wujud perubahan organisasi dengan cara menata kembali organisasinya, baik orang-orang yang terlihat di dalamnya maupun struktur organisasinya, baik secara vertikal maupun horizontal agar lebih efektif dalam membantu tercapainya tujuan. Penataan organisasi vertikal diartikan memperpanjang atau memperpendek tingkatan suatu organisasi, sedangkan penataan organisasi horizontal diartikan sebagai perubahan struktur organisasi dengan cara menambah atau mengurangi jumlah bagian atau departemennya. French and Bell (1981: 472) mengemukakan mengenai pengertian penataan organisasi sebagai berikut:

  A planned systemic process in which applied behavioral science principle and practice are introduced into an on going organization to ward the goals of affecting organizational improvement, greater organizational competence and greater organizational performance.

  Pendapat tersebut menjelaskan bahwa penataan organisasi merupakan proses perencanaan sistematis yang menerapkan prinsip dan praktek dari keilmuan perilaku yang dikenalkan dalam kegiatan organisasi secara terus menerus untuk mencapai tujuan penyempurnaan organisasi, kompetensi organisasi yang lebih baik dan kinerja organisasi yang lebih baik.

  Kinerja pegawai dimaksud merupakan penyelesaian pekerjaan yang berkualitas, tepat waktu yang disertai dengan kualitas dan kuantitas yang dihasilkan sesuai dengan target yang telah ditentukan. Pelaksanaan suatu pekerjaan dinilai memenuhi standar yang tepat, bila mengacu pada hasil pekerjaan sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan, sehingga mencapai hasil dan sasaran yang telah ditetapkan. Menurut Jamari dalam Rivai (2009: 633), kinerja pegawai: “sebagai perwujudan wewenang, tugas dan tanggungjawab yang

  

dibebankan kepadanya untuk mencapai tujuan yang telah digariskan oleh

organisasi”. Pemahaman kinerja pegawai dimaksud, termasuk kinerja pegawai

  pada Dinas Kesehatan Kota Banjar.

  Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Banjar Nomor 6 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Banjar Nomor 11 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Banjar, Dinas Kesehatan Kota Banjar sebagai pemerintah daerah di bidang kesehatan. Berdasarkan Peraturan Walikota Banjar Nomor 28 Tahun 2012 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Unsur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Banjar, Dinas Kesehatan Kota Banjar dipimpin oleh seorang Kepala Dinas. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjar membawahi 4 unit organisasi sebagai berikut: Sekretariat, Bidang Bina Kesehatan Masyarakat, Bidang Bina Pelayanan Kesehatan serta Bidang Bina Pengendalian Penyakit dan Lingkungan.

  Merujuk tugas pokok dan fungsi di atas, terlihat bahwa tugas yang diemban oleh Dinas Kesehatan Kota Banjar dengan segala permasalahan yang dihadapinya mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya. Proses pencapaian tujuan organisasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsi akan semakin lancar, apabila kinerja pegawai berjalan dengan tepat sesuai dengan prosedur yang ada. Kinerja pegawai yang kurang menunjang atau kurang tepat akan menghambat pencapaian pelaksanaan fasilitasi pelayanan kesehatan. Dalam kenyataannya kinerja pegawai pada Dinas Kesehatan Kota Banjar tidak berjalan sesuai dengan aturan yang menyebabkan tidak lancarnya pelaksanaan kerja secara memadai.

  Penelitian awal yang dilakukan peneliti, terkait dengan tugas-tugas pada Dinas Kesehatan Kota Banjar ditemukan masalah yang berhubungan dengan Kinerja Pegawai rendah. Hal ini tampak dari adanya beberapa indikator masalah sebagai berikut:

1. Kualitas kerja pegawai rendah. Contohnya pada Bidang Bina Pelayanan

  Kesehatan, dalam pelaksanaan penyusunan program kerja pelayanan kesehatan sering terjadi ketidaksesuaian dengan Juklak dan Juknis, sehingga diperlukan perbaikan hingga berkali-kali dalam penyelesaiannya. Penyusunan program kerja pelayanan kesehatan yang seharusnya dapat diselesaikan tanpa adanya perbaikan, pada kenyataannya selalu melalui tahap perbaikan yang berulang hingga 4-6 kali. Hal ini disebabkan karena ketepatan, ketelitian dan mutu kerja pegawai masih rendah.

2. Keandalan kerja pegawai masih rendah, indikasinya terlihat pada Sub Bagian

  Umum dan Kepegawaian, dalam pelaksanaan pengelolaan data kepegawaian masih tidak sesuai dengan aturan yang ada, yang disebabkan karena pegawai tidak terampil dalam mengelola data program kepegawaian. Data kepegawaian yang seharusnya disimpan dalam 1 berkas, pada kenyataannya disimpan dalam 5 berkas, hal ini mengakibatkan sering terjadi kesulitan dalam menemukan data pegawai karena tidak tersusunnya data dengan baik.

  Berdasarkan indikator-indikator masalah di atas, berikut ini dikemukakan tabel yang menerangkan kelengkapan data awal untuk menjelaskan indikator masalah secara ringkas:

  Tabel 1 Laporan Kinerja Pegawai Tahun 2015

  Jenis Kegiatan No. Ketentuan Realisasi Keterangan

  1. Penyusunan Selesai tanpa Diperlukan Tidak sesuai dengan program kerja perbaikan. perbaikan juklak dan juknis. pelayanan berulang hingga Kualitas kerja kesehatan. 4-6 kali. pegawai rendah.

  2. Pengelolaan Disimpan Disimpan dalam Data sering tercecer data dalam 1 berkas 5 berkas. dan sulit ditemukan. kepegawaian. Pegawai kurang terampil.

  Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banjar (2016).

  Masalah yang teridentifikasi di atas, peneliti menduga terkait dengan Penataan Organisasi belum dijalankan secara tepat oleh Dinas Kesehatan Kota Banjar . Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan kajian yang lebih mendalam dan komprehensif yang akan dituangkan ke dalam bentuk penelitian melalui penulisan tesis dengan merumuskan judul: ANALISIS

PENGARUH PENATAAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA DINAS KESEHATAN KOTA BANJAR.

1.2. Identifikasi Masalah

  Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka peneliti mengemukakan pernyataan masalah (Problem Statement), yaitu Kinerja Pegawai rendah yang diduga disebabkan oleh belum dijalankannya Kategori-kategori Penataan Organisasi secara penuh. Selanjutnya berdasarkan pernyataan masalah tersebut dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut:

  1. Apakah Penataan Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Kesehatan Kota Banjar.

  2. Apakah Penataan Organisasi yang ditentukan Kategori-kategori Penataan Organisasi yang meliputi: Kategori Penataan Struktur, Kategori Penataan Teknologi, Kategori Penataan Setting Fisik serta Kategori Penataan Orang berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Kesehatan Kota Banjar.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian 1.

  Menganalisis besarnya pengaruh Penataan Organisasi terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Kesehatan Kota Banjar.

  2. Mengembangkan konsep teori Kategori-kategori Penataan Organisasi dan Dimensi-dimensi Kinerja Pegawai pada Dinas Kesehatan Kota Banjar.

  3. Menerapkan secara teoritis Penataan Organisasi dalam memecahkan masalah Kinerja Pegawai pada Dinas Kesehatan Kota Banjar.

1.3.2. Kegunaan Penelitian 1.

  Kegunaan teoritis, hasil penelitian ini dapat mengembangkan khasanah keilmuan, khususnya Ilmu Kebijakan Publik yang berkaitan dengan Penataan Organisasi dan Kinerja Pegawai.

2. Kegunaan praktis, hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Banjar.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BEPIKIR DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka Proses pelaksanaan pengkajian pustaka dimaksudkan untuk memaparkan

  kajian secara luas mengenai teori dan hasil penelitian sebelumnya yang digunakan untuk mendukung penelitian yang dilakukan. Pada Bab ini dilakukan pembahasan terhadap variabel-variabel yang penelitian ini secara komprehensif. Beberapa hasil penelitian yang mengkaji kategori dan faktor dari fungsi administrasi secara luas pun dikemukakan pada bagian ini.

2.1.1. Hasil Penelitian Mulyana Ernawan (2005)

  Ernawan (2005) melakukan penelitian tentang pengaruh Penataan Organisasi terhadap Kinerja Pegawai pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung. Penelitian ini didasarkan pada masalah pokok, yaitu Kinerja Pegawai pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung rendah yang diduga disebabkan oleh belum optimalnya pelaksanaan variabel penataan organisasi.

  Metode yang digunakan adalah metode survey deskriptif eksplanatif yang menjelaskan fenomena dengan meneliti pengaruh Penataan Struktur Organisasi sebagai variabel bebas yang disimbolkan dengan (X) terhadap variabel Kinerja Pegawai sebagai variabel terikat yang disimbolkan dengan (Y). Penelitian ini menggunakan teknik analisis kuantitatif melalui analisis jalur (path analysis) yang dimaksudkan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel Penataan Organisasi terhadap Kinerja Pegawai baik secara simultan maupun parsial.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga dimensi Penataan Organisasi tersebut teruji dalam mempengaruhi Kinerja Pegawai. Secara parsial Penataan Organisasi terdiri dari empat dimensi Penataan Organisasi yang meliputi: Sumber Daya Manusia (Xl) berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai sebesar 7,13%.

  Sumber Daya Keuangan (X2) berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai sebesar 12,32%. Sarana dan Prasarana (X3) berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai sebesar 7,62%. Variabel Penataan Organisasi secara simultan berpengaruh positif dalam mempengaruhi Kinerja Pegawai pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung yaitu sebesar 51,3%.

  Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa variabel Penataan Organisasi merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi Kinerja Pegawai pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung. Selain itu, variabel Kinerja Pegawai tersebut bukan saja dipengaruhi oleh dimensi-dimensi Penataan Organisasi, tapi ada pengaruh lain di luar dimensi-dimensi Penataan Organisasi. Berdasarkan dugaan dan temuan Peneliti di lapangan, faktor lain tersebut diantaranya yaitu pelanggan atau pihak yang menerima pelayanan yang dalam hal ini adalah para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung, faktor pimpinan atau faktor lainnya di luar dugaan Peneliti yang masih terkait dengan prinsip-prinsip administrasi.

2.1.2. Hasil Penelitian Uum Umsiah (2011)

  Umsiah (2011) melakukan penelitian tentang Analisis Dampak Kompensasi terhadap Kinerja Pegawai pada Sekretariat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini didasarkan pada masalah pokok, yaitu Kinerja Pegawai rendah. Hal ini diduga disebabkan oleh belum dijalankannya komponen-komponen Kompensasi secara menyeluruh pada Sekretariat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat.

  Pendekatan dalam penelitian ini tentang Kompensasi dan Kinerja Pegawai dilihat dari konteks kebijakan publik dan administrasi publik. Metode penelitian yang digunakan, metode survey deskriptif eksplanatif. Metode ini digunakan untuk menjelaskan fenomena sosial yang dalam hal ini digunakan untuk meneliti pengaruh Kompensasi (X) sebagai variabel bebas terhadap Kinerja Pegawai (Y) sebagai variabel terikat. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif melalui penggunaan Metode Analisis Jalur (Path Analysis) yang dimaksudkan untuk mengetahui besaran pengaruh variabel Kompensasi terhadap Kinerja Pegawai pada Sekretariat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan, pengaruh Kompensasi (X) terhadap Kinerja Pegawai (Y) 38,5%. Adapun pengaruh variabel lain (

  ɛ) terhadap Kinerja Pegawai (Y) sebesar 61,5%. Sedangkan secara parsial, pengaruh Kompensasi (X) yang terdiri dari empat komponen Kompensasi yang meliputi: Komponen Gaji (X1) berpengaruh secara tidak signifikan terhadap Kinerja Pegawai (Y) sebesar 2,81%, Komponen Upah (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Pegawai (Y) sebesar 16,19%, Komponen Insentif

  (X3) berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Pegawai (Y) sebesar 0,29%, dan Komponen Kompensasi tidak langsung (X4) berpengaruh secara tidak signifikan terhadap Kinerja Pegawai (Y) sebesar 19,26%. Dari ke empat Kompensasi yang memberikan pengaruh dominan secara parsial terhadap Kinerja Pegawai, yaitu Komponen Kompensasi tidak langsung (X4) berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Pegawai (Y) sebesar 19,26%.

  Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa Kompensasi berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Pegawai pada Sekretariat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat. Bahwa secara menyeluruh Kompensasi telah dilaksanakan dan dijalankan sesuai dengan faktor-faktor Kinerja Pegawai.

2.1.3. Relevansi dengan Hasil Penelitian Terdahulu

  Paparan hasil penelitian di atas dari Mulyana (2005) dan Umsiah (2011), dimaksudkan sebagai bahan rujukan pengembangan teori pada penelitian ini, serta untuk melihat relevansi keterkaitan antara hasil penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Adapun relevansi hasil penelitian ini dengan penelitian di atas dikemukakan pada tabel sebagai berikut:

  Tabel 2 Relevansi Hasil Penelitian Terdahulu dengan Tesis Peneliti No. Nama Peneliti/

   Teori yang digunakan berbeda.  Obyek penelitian berbeda.

  Sumber: Diolah peneliti (2016).

   Sama-sama membahas kinerja pegawai.  Teori yang digunakan berbeda.  Variabel Bebas berbeda.  Obyek penelitian berbeda.

   Dimensi-dimensi Kinerja Pegawai dari Miner dalam Sudarmanto (2009: 12).

   Kategori-kategori Penataan Organisasi dari Robbin terjemahan Udaya (1996: 326).

   Faktor-faktor Kinerja Pegawai dari Mangkunegara (2000: 75).

   Dimensi- dimensi Kompensasi dari Rivai (2009: 784).

  2. Umsiah (2011) Analisis Dampak Kompensasi terhadap Kinerja Pegawai pada Sekretariat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat

   Sama-sama membahas penataan organisasi dan kinerja pegawai.

  Judul Teori Penelitian

   Dimensi-dimensi Kinerja Pegawai dari Miner dalam Sudarmanto (2009: 12).

  Penataan Organisasi dari Robbin terjemahan Udaya (1996: 326).

   Dimensi- dimensi Kinerja Pegawai dari Mitchell dalam Sedarmayanti (2001: 51)  Kategori-kategori

   Dimensi- dimensi Penataan Organisasi dari Sedarmayanti (2000: 71).

  1. Mulyana (2005) Pengaruh Penataan Organisasi terhadap Kinerja Pegawai pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung.

  Persamaan/ Perbedaan

  Terdahulu Teori yang digunakan peneliti

  Tabel di atas memperlihatkan bagaimana perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Perbedaan penelitian terletak pada salah satu variabel yang diteliti, penggunaan teori yang berbeda serta lokus dan fokus penelitian. Dengan demikian penelitian ini merupakan pengembangan bagi penelitian sebelumnya, baik itu dari sisi pengujian terhadap teori dengan objek penelitian yang berbeda maupun pengembangan teori baru.

  Setelah memahami berbagai perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian peneliti, maka tampak tingkat keaslian penelitian ini, sehingga penelitian terdahulu menjadi daya dukung dan memberikan inspirasi bagi peneliti untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas dan orisinal.

2.1.4. Lingkup Administrasi Publik

  Sebelum menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan Penataan Organisasi dan Kinerja Pegawai terlebih dahulu dikemukakan lingkup administrasi publik dan implementasi kebijakan publik sebagai konsep yang mengemukakan pendapat para ahli. Di samping itu untuk memperkuat kajian teoritik yang berkaitan dengan pemahaman administrasi publik dan implementasi kebijakan publik sebagai ciri bahwa tulisan ini membahas tentang kajian adminstrasi publik.

  Perubahan perkembangan administrasi publik dari waktu ke waktu berjalan seiring dengan tuntutan perbaikan dan kemajuan kebutuhan masyarakat yang dibarengi dengan perubahan paradigma berpikir dari publik. Kasim (1994: 8) menyatakan mengenai perkembangan administrasi publik sebagai berikut:

  Perkembangan administrasi publik di suatu negara banyak dipengaruhi oleh dinamika masyarakatnya, di mana keinginan masyarakat tersalur melalui sistem politik, sehingga administrasi publik dapat merasakan tantangan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat yang selalu berubah.

  Administrasi publik (public administration) yang lebih dikenal di Indonesia dengan istilah administrasi negara, selanjutnya dalam tulisan ini akan disebut administrasi publik, merupakan salah satu aspek dari kegiatan pemerintahan. Administrasi publik merupakan salah satu bagian dari ilmu administrasi yang erat kaitannya dengan proses politik, terutama kaitannya dengan perumusan berbagai kebijakan negara, sehingga administrasi publik itu sudah dikenal sesuai dengan keberadaan sistem politik di suatu negara. Oleh karena itu Kasim (1994: 8) menyatakan:

  Administrasi publik sangatlah berpengaruh tidak hanya terhadap tingkat perumusan kebijakan, melainkan pula terhadap implementasi kebijakan, karena memang administrasi publik berfungsi untuk mencapai tujuan program yang telah ditentukan oleh para pembuat kebijakan politik.

  Pemahaman di atas, memperlihatkan bahwa administrasi publik berdampak pada tingkat perumusan kebijakan, juga pada implementasi kebijakan karena administrasi publik memiliki tujuan program yang ditentukan oleh para perumus kebijakan negara. Menurut Pfifner (1975: 6) menyatakan bahwa: “Public administration is a process concerned with carrying out public

  

policied, encompassing innumerable skills an techniques large numbers of

people”. Pendapat di atas menyatakan bahwa, administrasi publik adalah suatu

  proses bersangkutan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah, pengarahan kecakapan dan teknik-teknik yang tidak terhingga jumlahnya, memberikan arah dan maksud terhadap usaha sejumlah orang.

  Lebih lanjut Dimock dalam Suradinata (1993: 33) menyatakan bahwa

  

the administration process is an integral part of political process of the

nation”. Dengan demikian proses administrasi sebagai proses politik

merupakan bagian dari proses politik suatu bangsa. Hal ini bisa dipahami.

  karena berdasarkan perkembangan paradigma administrasi pada dasarnya administrasi publik itu berasal dari ilmu politik yang ditujukan agar proses kegiatan kenegaraan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

  Kontek politik, administrasi publik sangat berperan dalam perumusan kebijakan negara. Hal ini dikemukakan oleh Henry Terjemahan Lontoh (1993: 33) yang menyebutkan bahwa: For the later of the twentieth century, the

  

public bureaucracy has been the locus of public policy formulation and the

major determinant of where this county is going”. Pendapat tersebut

  menyatakan bahwa pada abad ke 20, birokrasi publik telah menjadi bagian dari kebijakan publik dan faktor penentu bagi proses peradaban yang sedang maju.

  Administrasi publik telah dipandang sebagai bagian yang sama pentingnya dengan fungsi pelaksanaan kebijakan negara (public policy

  

implementation). Birokrasi pemerintah telah menjadi wadah perumusan

  kebijakan negara dan penentu utama ke mana negara itu akan dituju. Pendapat tersebut di dukung oleh Gordon dalam Henry terjemahan Lontoh (1988: 21-22) yang menyatakan:

  Birokrasi pemerintah semakin dituntut untuk menerapkan unsur-unsur efisiensi agar penggunaan sumber daya berlangsung secara optimal di sektor publik. Selain itu, dituntut adanya keahlian administratif sehingga dapat diwujudkan pemerintahan yang efisien atau dengan perkataan lain, pejabat dalam administrasi pemerintah dapat ditingkatkan menjadi lebih profesional.

  Berdasaskan pendapat di atas, sebaiknya birokrasi pemerintah melakukan tindakan efisien dalam penggunaan perangkat lunak maupun perangkat keras dan juga menempatkan orang sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Menurut Gordon dalam Henry terjemahan Lontoh (1988: 6) menyatakan bahwa ciri dari:

  Administrasi publik tercermin dari definisi dan individu yang bertindak sesuai dengan peranan dan jabatan sehubungan dengan pelaksanaan peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh lembaga legislatif, eksekutif dan peradilan.

  Pendapat tersebut secara implisit menganggap bahwa administrasi publik terlibat dalam seluruh proses kebijakan publik. Terminologi tentang kebijakan publik (public policy) itu sendiri menurut Wahab (1997: 2), bahwa “kebijakan

  

publik menggunakan istilah yang berbeda-beda, karena memang ada yang

menggunakan terminologi public policy dengan istilah kebijakan publik dan

ada pula yang menggunakan istilah kebijaksanaan publik”. Tetapi

tampaknya para ahli lebih banyak yang menggunakan istilah kebijakan publik.

  Istilah kebijakan mengarah kepada produk yang dikeluarkan oleh badan-badan publik yang bentuknya bisa berupa peraturan perundangan dan keputusan- keputusan, sedangkan kebijaksanaan lebih menitik beratkan kepada fleksibilitas sesuatu kebijakan. Adanya perbedaan pengertian tersebut sebenarnya karena munculnya dua konteks istilah yang berbeda, baik dalam konteks Indonesia maupun dalam konteks Inggris, sehingga mengembangkan pengertian dan makna yang berbeda dipahaminya.

  Walaupun mengandung makna yang berbeda antara istilah kebijakan publik dan kebijaksanaan publik, tetapi hakekat kedua istilah tersebut terkait dengan hasil rumusan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh lembaga- lembaga kenegaraan sebagai hasil rumusan dari berbagai aspirasi yang diambil dari berbagai kelompok kepentingan di dalam masyarakat. Selanjutnya produk keputusan dimaksud dijadikan sebagai produk administrasi publik yang harus dijalankan oleh lembaga-lembaga negara sebagai kebijakan negara yang harus diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh.

  Gordon dalam Kasim (1994: 12) menyatakan pemahanan mengenai peran administrasi publik sebagai berikut:

  Administrasi publik mempunyai peranan yang lebih besar dan lebih banyak terlibat dalam perumusan kebijakan, implementasi dan evaluasi kebijakan. Hal tersebut telah mempengaruhi perkembangan ilmu administrasi publik yang ruang lingkupnya mulai mencakup analisis dan perumusan kebijakan (policy analysis and formulation), pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan (policy implementation) serta Pengawasan Melekat

dan penilaian hasil kebijakan tersebut (policy evaluation).

  Administrasi publik pada dasarnya tercermin dari tindakan individu sesuai dengan peranan dan jabatan yang diimplementasikan melalui peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh lembaga negara baik legislatif, eksekutif dan peradilan negara yang berlaku pada suatu negara yang mengeluarkan peraturan dan perundangan tersebut. Hakekatnya administrasi publik terlibat dalam seluruh proses kebijakan publik untuk dijadikan landasan dalam melakukan dan memberikan pelayanan pada masyarakat sebagai implementasi kebijakan publik.

  Menurut Atmosudirdjo (1982: 9) memberikan definisi administrasi publik sebagai “organisasi dan administrasi dari unit-unit organisasi yang mengejar

  

tercapainya tujuan-tujuan kenegaraan”. Pendapat tersebut menyatakan bahwa

  organisasi dan administrasi dua sisi yang tidak dapat dipisahkan dalam pencapaian tujuan. Sedangkan Kristiadi (1994: 3) menyebutkan:

  Tujuan kenegaraan sebagaimana dimaksud adalah upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui penyediaan berbagai barang-barang publik (public goods) dan memberikan pelayanan publik (public service). Pendapat di atas, tampak bahwa tujuan negara di arahkan pada kesejahteraan rakyat dengan menyediakan fasilitas dan pelayanan yang prima pada masyarakat. Siagian (1994: 8) memberikan pengertian administrasi sebagai

  

“keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah

dari suatu negara dalam usaha mencapai tujuan negara”.

  Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa pendekatan administrasi publik Indonesia berhubungan dengan peranan birokrasi pemerintah, baik pada tingkat pusat maupun tingkat daerah. Pengaruh perilaku aparatur dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan publik akan mewarnai budaya organisasi birokrasi yang pada gilirannya akan berpengaruh pada tingkat kinerja birokrasi dalam sistem administrasi publik secara keseluruhan.

  Pendekatan administrasi publik sebagaimana diuraikan di atas, sangat berhubungan dengan aparatur pemerintah sebagai pembuat kebijakan publik. Hal ini dinyatakan oleh Wahab (1997: 41) yang menyebutkan bahwa:

  Pembuat kebijakan publik adalah para pejabat-pejabat publik, termasuk para pegawai senior pemerintah (public bureaucrats) yang tugasnya tidak lain adalah untuk memikirkan dan memberikan pelayanan demi kebaikan umum (public good).

  Pemahaman di atas, tampak bahwa pembuat kebijakan publik itu terdiri dari para pejabat publik yang bertugas menjadi pemikir guna memberikan pelayanan umum. Selanjutnya Wahab (1997: 48) yang mengutip dari Fisterbuch membagi kebijakan publik ke dalam lima unsur sebagai berikut:

  1. Keamanan (security).

  2. Hukum dan ketertiban umum (law and order).

  3. Keadilan (justice).

  4. Kebebasan (liberty).

  5. Kesejahteraan (welfare).

  Penyelenggaraan berbagai kegiatan di atas, pada dasarnya merupakan kegiatan administrasi publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah.

  Adanya kesejajaran fungsi antara politik dan administrasi dalam praktek kenegaraan, menjadikan politik mempunyai hubungan yang erat sekali dengan administrasi telah membantah pendapat yang mendikotomikan antara politik dan administrasi sebagaimana dinyatakan Goodnow dalam Islamy (1994: 3) bahwa:

  Pemerintah mempunyai dua fungsi yang berbeda (two distinct functions of government), yaitu fungsi politik dan fungsi administrasi. Fungsi politik ada kaitannya dengan pembuatan kebijakan atau perumusan pernyataan keinginan negara (has to do with policies or expressions of the state will), sedangkan fungsi administrasi adalah yang berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut (has to do with the execution of the policies).

  Pendapat yang lain tidak sedikit yang menyatakan bahwa pada kenyataannya pakar administrasi menyetujui adanya dikotomi antara politik dan administrasi sebagaimana dikemukakan Goodnow. Karena pada dasarnya peranan birokrasi pemerintahan bukan saja melaksanakan kebijakan negara. tetapi juga berperan pula dalam merumuskan kebijakan. Peranan kembar yang dimainkan oleh birokrasi pemerintah tersebut. memberikan gambaran tentang pentingnya administrasi publik dalam proses politik.

  Konteks di atas, secara praktis menyatakan bahwa tugas birokrasi pemerintah Indonesia merupakan sebagian saja dari fungsi administrasi publik, karena lebih banyak sebagai pelaksana (the execution or implementation) atas kebijakan yang telah ditetapkan oleh badan-badan politik melalui mekanisme dan proses politik dalam sistem Demokrasi Pancasila yang telah dianut selama kurun waktu setengah abad. Dalam konteks perumusan kebijakan, maka peran administrasi publik sebagaimana dikemukakan Presthus dalam Kristiadi (1994: 24) bahwa: “Public administration involves the implementation of public policy

  which has been determined by representative political bodies”. Pendapat tersebut

  menyatakan bahwa administrasi publik menyangkut implementasi kebijakan publik yang telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik.

  Pernyataan Presthus di atas, mengindikasikan bahwa administrasi bukan sekedar melaksanakan kebijakan negara (public policy) melainkan juga terlibat dalam proses perumusan kebijakan negara dan penentuan tujuan serta cara-cara pencapaian tujuan negara tersebut. Dalam konteks ini, maka administrasi publik tidak hanya berkaitan dengan badan-badan eksekutif melainkan pula seluruh lembaga-lembaga negara dan gabungan antar lembaga tersebut satu sama lainnya.

  Dengan demikian, perumusan kebijakan negara (public policy) yang semula merupakan fungsi politik telah menjadi fungsi administrasi publik.

  Uraian di atas, menunjukkan bahwa administrasi publik yang dalam tingkat operasional dilakukan oleh birokrasi pemerintah memiliki peranan yang lebih besar karena banyak terlibat tidak hanya dalam tingkat implementasi kebijakan (policy implementation), tetapi terlibat pula dalam tingkat perumusan kebijakan (policy formulation) dan evaluasi kebijakan (public policy evaluation).

  Peranan administrasi publik dalam proses politik, menurut Islamy (1994: 9) “telah semakin dominan, yaitu terlibat dalam proses perumusan

  

kebijakan dan pelaksanaan kebijakan negara”. Dengan kata lain, administrasi publik tidak hanya memainkan peranan instrumental (instrumental

  

role) saja melainkan juga aktif dalam peranan politik. Dengan demikian,

  perumusan kebijakan negara merupakan hal yang sangat penting dalam administrasi publik. Menurut White dalam Silalahi (1989: 17) menyebutkan bahwa: “Public administration consists of all those operations having for their

  

purpose the fulfill or enforcement of public policy”. Pendapat tersebut

  menyatakan bahwa administrasi publik terdiri dari semua kegiatan untuk mencapai tujuan atau melaksanakan kebijakan.

  Administrasi publik mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, diantaranya melaksanakan kebijakan publik dengan penuh kesungguhan.

  Pandangan yang sama dikemukakan oleh Piftner dan Presthus dalam Silalahi (1989: 18) yang menyebutkan bahwa: “Public administration may be defined

as the coordination of individuals and group efforts to carry out public policy”.

  Pendapat tersebut menyatakan bahwa administrasi publik kiranya dapat dirumuskan sebagai sarana koordinasi dari individu-individu dan kelompok dalam melaksanakan kebijakan negara.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa tampak hubungan antara kebijakan administrasi publik dan kebijakan negara yang pada unsurnya dapat dilihat dari fungsinya. Menurut Silalahi (1989: 21) tingkat perumusan haluan negara meliputi:

1) Tingkat kelembagaannya, sedangkan perumusan adalah mencanangkan dan menetapkan lembaga yang berperan sebagai perumusan kebijakan yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

  a. Mempunyai wewenang untuk menetapkan atau menentukan kebijakan yang harus diikuti oleh pemerintah.

  b. Mempunyai wewenang untuk menyatakan kehendak publik dalam bentuk hukum.

  c. Secara penuh memegang political authority. 2) Tingkat pelaksanaan haluan negara dalam pengertian administrasi negara mencakup tingkat pelaksanaan haluan negara dan sering disebut sebagai tingkat administrasi.

  Berdasarkan pendapat-pendapat di atas sangatlah jelas bahwa terdapat hubungan antara kebijakan negara dengan administrasi publik dan keduanya berkaitan dengan politik, karena memang setiap kehendak politik masuk dalam kebijakan negara yang digariskan. Sedangkan di lain pihak, tingkat pelaksanaan kebijakan. yaitu birokrasi sebagai bagian dari administrasi publik juga aspirasinya masuk ke dalam penyusunan kebijakan negara.

  Saat ini, para ahli administrasi publik tidak hanya secara tradisional mengartikan “public administration”, semata-mata hanya bersifat kelembagaan seperti halnya negara. Tetapi telah meluas dalam kriteria hubungan antara lembaga dalam arti negara dengan kepentingan publik (public interest). Dengan demikian dalam konsep demokrasi modern, menurut pemahaman Islamy (1994: 10) dikatakan sebagai berikut:

  Kebijakan negara tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik (public opinion) juga mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan (tercermin) dalam kebijakan-kebijakan negara.

  Oleh karena itulah, maka kebijakan negara harus selalu berorientasi kepada kepentingan publik.

  Berdasarkan uraian-uraian di atas, tampak bahwa politik administrasi publik dan perumusan kebijakan negara masing-masing memiliki peran sendiri, tetapi satu sama lain sangat erat berkaitan dengan masalah-masalah kenegaraan. Selanjutnya Udodji dalam Putra (2001: 79) menyatakan bahwa: “The execution

  of policies is not more important than policy-making. Policy will remain dreams

or blue prints file jackets unless they are implemented”. Pendapat tersebut

  menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah suatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan.

  Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian atau rencana yang bagus, yang tersimpan dengan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.

  Selanjutnya Anderson dalam Putra (2001: 165) menjelaskan bahwa Implementasi kebijakan publik merupakan kegiatan pengoprasian program yang mempunyai tiga pilar kegiatan, antara lain:

1) Organisasi, yaitu penataan sumber daya, unit-unit serta metode untuk menunjang agar program tersebut dapat berjalan. 2) Interpretasi, yakni penafsiran program agar menjadi rencana yang tepat sehingga dapat diterima dan dilaksanakan. 3) Penerapan, yaitu pelayanan sesuai dengan tujuan.

  Implementasi kebijakan publik pada dasarnya melibatkan berbagai pihak meskipun dengan persepsi dan kepentingan yang berbeda, bahkan sering terjadi pertentangan kepentingan antar lembaga atau pihak yang terlibat. Van Meter dan Van Horn dalam Winarno, (2002: 102) membatasi implementasi kebijakan, yaitu sebagai berikut:

  Sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan- tindakan ini mencangkup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional

  dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

  Perlu ditekankan di sini bahwa tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Pemahaman lebih lanjut tentang pelaksanaan kebijakan dirumuskan oleh Webster sebagaimana dikutip Wahab dalam Putra (2001: 81) yang menyatakan bahwa:

  Implementasi kebijakan merupakan suatu proses pelaksanaan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk Undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden).

  Implementasi kebijakan sebagai suatu tindakan melaksanakan keputusan negara, baik dalam bentuk undang-undang, peraturan, keputusan pengadilan, perintah presiden maupun dekrit presiden. Dengan demikian, tahap implementasi terjadi setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut.

2.1.5. Lingkup Penataan Organisasi

  Proses kerjasama yang menjadi pusat perhatian dan pembahasan dalam ilmu administrasi adalah kerjasama yang berhubungan dengan pekerjaan organisasi atau berlangsung secara organisasional yang mendasarkan pada perilaku manusia di dalam kelompok-kelompok kerja di lingkungan organisasi.

  Disiplin ilmu administrasi memusatkan pada telaahan organisasi sebagai fenomena kerjasama di dalam lingkungannya disebut dengan perilaku organisasi.

  Organisasi sebagai proses kerjasama orang-orang yang saling mempengaruhi dijelaskan oleh Sutarto (1983: 101) bahwa: “Organisasi adalah

  

suatu sistem kerjasama, sistem hubungan dan sistem sosial antar orang,

sehingga terjadi saling mempengaruhi antara orang dalam kelompok yang

bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu”. Pendapat tersebut menjelaskan

  bahwa organisasi adalah wadah untuk bekerjasama antara orang dengan orang lain dalam bentuk interaksi satu dengan yang lain. Selanjutnya Silalahi (1992: 125) mengemukakan definisi organisasi sebagai berikut:

  Organisasi adalah kolektivitas sekelompok orang yang melakukan interaksi berdasarkan hubungan kerja, pembagian kerja dan otoritas yang tersusun secara hirarkis dalam suatu struktur untuk mencapai tujuan.

  Pendapat di atas menjelaskan bahwa hubungan kerja dalam suatu organisasi sesuai dengan struktur organisasi serta cara pembagian kerja yang jelas agar dalam melaksanakan pekerjaan seusai dengan agenda yang sudah direncanakan oleh suatu lembaga, agar tujuan organisasi tercapai terutama dalam memberikan pelayanan terhadap publik. Upaya yang perlu dilakukan dalam mensikapi fenomena organisasi beserta lingkungannya adalah dengan memperhatikan kedudukan, tugas pokok dan fungsi organisasi dalam menghadapi tuntutan yang terus bertambah dan berubah, sebagai implementasi dari pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi dilakukan dengan melaksanakan “penataan”. Berkaitan dengan penataan, Sedarmayanti (2000: 60) menyatakan bahwa: “Penataan organisasi dapat dilakukan melalui upaya manajeman

  dengan melakukan penataan atau rekayasa ulang”. Dengan demikian penataan organisasi merupakan tindakan untuk merekayasa berbagai kegiatan organisasi untuk melakukan perubahan.

  Hammer dan Chammpy terjemahan Wahid (1995: 32) mengartikan penataan/rekayasa ulang sebagai berikut: “Reenginering is the fundamental

  rethinking and radical redesign of bussiness to achieve dramatic improvements

in critical, contemporary of performance, such as cost, quality, service and

speed”. Pemikiran tersebut dapat dinyatakan bahwa penataan ulang secara

  fundamental dan perancangan ulang secara radikal atas proses-proses bisnis untuk mendapatkan perbaikan dramatis dalam hal-hal ukuran kinerja yang bersifat kontemporer, seperti biaya, kualitas, pelayanan dan kecepatan.

  Berdasarkan pendapat di atas, Hammer dan Chammpy terjemahan Wahid (1995: 32-33) selanjutnya mengemukakan 4 faktor kunci dalam melakukan penataan, yaitu:

  1. Fundamental, mengandung arti bahwa penataan struktur yang dilakukan dalam organisasi harus dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat mendasar, misalnya visi, misi, tujuan organisasi, aturan yang mendasari beroperasinya organisasi dan lainnya.

  2. Radical, mengandung arti bahwa proses penataan organisasi harus mengenai akar permasalahannya dan bukan bedah muka agar organisasi terlihat baik dari luar saja padahal di dalamnya kurang baik.

  3. Dramatic, mengandung arti bahwa penataan organisasi tidak dimaksudkan untuk menghasilkan perubahan yang sifatnya marjinal atau bertahap, melainkan menghasilkan perubahan yang sifatnya terobosan baru dengan berorientasi kepada tugas.

  4. Process, diartikan bahwa penataan organisasi harus berorientasi kepada proses kerja suatu organisasi, tidak berorientasi kepada tugas, pekerjaan, orang maupun struktur organisasi. Pendapat di atas menjelaskan bahwa faktor-faktor di atas sebagai landasan penting bagi setiap organisasi untuk melakukan penataan atau rekayasa ulang untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Pemahaman mengenai penataan organisasi selanjutnya dikemukakan oleh French dan Bell (1981: 612) sebagai berikut:

  A planned systemic process in which applied behavioral science principle and practices are introduced into an on going organization to ward the goal of effecting organizational improvement, greater organizational competence and greater organizational effectiveness.

  Pendapat di atas menjelasan bahwa penataan oraganisasi merupakan suatu tindakan yang direncanakan sebagai proses yang sistematis dengan menerapkan prinsip-prinsip dan praktek keilmuan yang dilakukan pada suatu organsasi untuk memberikan perbaikan dan kompetensi serta efektivitas organisasi. Pandangan lain dikemukakan oleh Bennis (1981: 612) yang mengemukakan penataan organisasi sebagai berikut:

  A response to change, a complex educational strategy intendent to change the beliefs, attitudes, values and structure of organizations so that they can better adapt to new technologies, markets and challenges, dizzying rate of change it self.

  Pendapat di atas mengemukakan bahwa penataan organisasi merupakan suatu respon terhadap perubahan, suatu strategi pemberian pengalaman untuk merubah kepercayaan, sikap, nilai dan struktur organisasi, sehingga dapat menyesuaikan dengan teknologi, pasar dan tantangan baru serta perputaran perubahan menyeluruh. Pendapat lain dikemukakan oleh Gibson et al. terjemahan Wahid (1996: 21) yang mengemukakan bahwa penataan organisasi adalah “upaya

  

terencana dari manajemen untuk meningkatkan seluruh kinerja individu,

  

kelompok dan organisasi dengan mengubah struktur, perilaku dan proses”.

  Selanjutnya Gibson et al. terjemahan Wahid (1996: 22) menjelaskan 3 perubahan penting yang mesti dilakukan dalam penataan organisasi sebagai berikut:

  1. Struktur, merupakan organisasi yang dihasilkan dari keputusan manajerial mengenai empat atribut penting dalam seluruh organisasi, yaitu: pembagian kerja, dasar departemen,

ukuran departemen dan pendelegasian wewenang.

  2. Perlaku, yaitu manajemen efektif mensyaratkan untuk mengenali perbedaan perilaku individu.

  3. Proses, yaitu proses organisasi meliputi: proses komunikasi, proses pengembilan keputusan, proses karier dan proses sosialisasi.

  Ketiga perubahan di atas, sangat penting untuk dilakukan, pada saat organisasi melakukan perubahan secara mendasar. Berkaitan dengan pelaksanaan penataan organisasi secara efektif dan agar struktur organisasi yang ada dapat berjalan sehat dan efisien, perlu diterapkan asas atau prinsip-prinsip organisasi, agar dapat menciptakan kondisi yang favourable dalam pencapaian tujuan organisasi, seperti yang dikemukakan oleh Kaho (2002: 208) sebagai berikut:

  1. Rumuskan tujuan dengan jelas.

  2. Lakukan pembagian pekerjaan.

  3. Jalankan pelimpahan/pendelegasian wewenang.

  4. Adakan koordinasi.

Dokumen yang terkait

PENGARUH DISIPLIN PEGAWAI TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS TATA KOTA KABUPATEN LAMPUNG UTARA

0 5 118

PENGARUH JOB CHARACTERISTICS DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MEDIASI PADA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI ARTIKEL

0 0 16

PENGARUH PEMBINAAN PROFESIONALISME TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA DINAS PENDIDIKAN KOTA SUNGAI PENUH

0 0 6

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN ETOS KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA DINAS KEBUDAYAAN, PARIWISATA, PEMUDA DAN OLAHRAGA (DISBUDPARPORA) KOTA PANGKALPINANG

0 0 21

PENGARUH IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA DINAS KESEHATAN KOTA SURABAYA

0 0 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS - ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI DINAS DAERAH DI KOTA BEKASI - repo unpas

0 0 104

PENGARUH KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP TEAM WORK SERTA IMPLIKASINYA PADA KINERJA ORGANISASI (STUDI DI DINAS KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT) - repo unpas

0 0 26

B AB I PENDAHULUAN - PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, BUDAYA ORGANISASI DAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI SERTA IMPLIKASINYA PADA KINERJA PEGAWAI PDAM DI PROVINSI BANTEN - repo unpas

0 0 25

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, BUDAYA ORGANISASI DAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI SERTA IMPLIKASINYA PADA KINERJA PEGAWAI PDAM DI PROVINSI BANTEN - repo unpas

0 0 79

A. Latar Belakang Penelitian - ANALISIS PENGARUH PENATAAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA DINAS KESEHATAN KOTA BANJAR - repo unpas

0 3 9