TEORI BELAJAR PIAGET Skemata Dan Vygostk

TEORI BELAJAR PIAGET, BRUNER DAN GESTALT
1. TEORI BELAJAR PIAGET

Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif disebut dengan skemata atau struktur, yaitu
kumpulan dari skema-skema. Artinya seorang individu dapat mengikat, memahami, dan
memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata. Skemata ini
berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Menurut Piaget, intelegensi terdiri dari tiga aspek yaitu:
1. Struktur (structure)
Terbentuk dari hubungan fungsional anak antara tindakan fisik, tindakan mental dan
perkembangan berpikir logis anak dalam berinteraksi dengan lingkungan
2. Isi (content)
Isi disebut juga dengan content, yaitu pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons
yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapi.
3.

Fungsi (function)

Fungsi adalah cara yang digunakan organisme dalam mencapai kemajuan intelektual.
Menurut piaget perkembangan intelektual anak terdiri dari dua fungsi yaitu
a.


Organisasi, yaitu kemampuan untuk mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses

psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan.
b. Adaptasi, yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.
Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan
dengan dua cara yaitu:Pertama asimilasi
A. Tahap-Tahap Perkembangan
Berdasarkan hasil penelitiannya, piaget menemukan empat tahapan perkembangan kognitif yaitu:
1. Tahap sensori motor (0-2 tahun)
Merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan

2. Tahap pra operasi (2-7 tahun)
Tahap pra operasi terbagi atas dua yaitu pertama pemikiran prakonseptual (sekitar usia 2-4 tahun
Kedua periode pemikiran intuitif (sekitar usia 4-7 tahun).
3. Tahap operasi konkrit (7-11 tahun)
Pada tahap ini umumnya anak sudah berada di Sekolah Dasar, sehingga semistanya guru
sudah mengetahui benar kondisi anak pada tahap ini.
4. Tahap operasi formal (usia 11 keatas)
Periode operasi formal ini disebut juga periode operasi hipotetik-deduktif yang merupakan

tahap tertinggi dari perkembangan intelektual.
B.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

Piaget mengidentifikasi lima faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak,
yaitu:
1. Kedewasaan atau kematangan
Proses perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan manifestasi fisik lainnya
mempengaruhi perkembangan kognitif.
2. Pengalaman fisik
Interaksi dengan lingkungan fisik digunakan untuk mengabstrak berbagai sifat fisik dari bendabenda
3. Pengalaman logika-matematik
Interaksi dengan lingkungan dengan cara mengamati benda-benda disekililingnya atau
4. Transmisi sosial
Interaksi dan kerja sama anak dengan orang lain atau dengan lingkungnya. Hal ini amat penting
bagi perkembangan mental anak.
5. Penyetimbangan (Equilibrium
Proses adanya kehilangan stabilitas di dalam struktur mental sebagai akibat pengalaman dan
informasi baru dan kembali setimbang melalui proses asimilasi dan akomodasi.

C.

Sikus Belajar

Prinsip belajar piaget adalah kontruktivis yaitu pengajaran efektif yang menghendaki guru agar
mengetahui bagaimana para siswa memandang fenomena yang menjadi subjeks pengajaran.
Pengajaran kemudian dikembangkan dari gagasan yang telah ada, melalui langkah-langkah
intermediet dan berakhir degan gagasan yang telah mengalami modifikasi.
Strategi yang digunakan adalah
a. Fase deskriptif
Siklus belajar deskriptif menghendaki hanya pola-pola deskriptip (misalnya seriasi, klasifikasi,
konsurvasi).
b. Fase Empiris Deduktif
Yaitu, para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus
(eksplorasi), tetapi mereka selanjutnya mengemukakan sebab-sebab yang mungkin tentang
terjadinya pola itu.
c.

Fase Hipotesis-Deduktif


Yaitu dimulai dengan pernyataan berupa suatu pertanyaan sebab.
D. Implikasi Teori Belajar Piaget
Penerapan teori perkembangan kognitif Piaget di kelas adalah:
a) Guru harus mengerti cara berpikir anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan
guru.
b) Agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru tidak meninggalkan
anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk
membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah sendiri. c)

Tidak

menghukum siswa jika menjawab pertanyaan yang salah.
d) Menekankan kepada para siswa agar mau menciptakan pertanyaa-pertanyaan

dari

permasalahan yang ada serta pemecahan permasalahannya.
e) Tidak meninggalkan anak pada saat di beri tugas.
f)


Membimbing siswa dalam menemukakan dan menyelesaikan masalahnya sendiri.

g) Menghindari istilah-istilah teknis.
h) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak karena Bahasa dan cara berpikir
anak berbeda dengan orang dewasa.
i)

Menganjurkan para siswa berpikir dengan cara mereka sendiri.

j)

Memilih pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

k) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
l)

Memberi peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

m) Didalam kelas, anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan berdiskusi dengan
teman-temannya.

E. Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut :
1.

Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya.

2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri
dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran.
3. Tidak menekankan pada praktek - praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak
seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
2. TEORI BELAJAR BRUNER
Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana
manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar
pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta
informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan
manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.
A . Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner
Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran
dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak
dalam setiap tingkat perkembangannya.. Berhubungan dengan hal itu, antara lain:
1.


Perkembangan intelektual anak

Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:
1.

Tahap informasi (tahap penerimaan materi)

Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai
materi yang sedang dipelajari.
2. Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)

Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan
menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.
3. Tahap evaluasi
Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah
ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi.
[2]
4. Kurikulum spiral
Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai

dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai
dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan
menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika.
B. Tahapan-Tahapan Teori Belajar Bruner
Teori belajar bruner dikenal oleh tiga tahapan belajarnya yang terkenal. Hal tersebut adalah
proses belajar yang terbagi menjadi tiga tahapan, yakni:
(1) Tahap enaktif; dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau
memanipulasi obyek-obyek secara langsung.
(2) Tahap ikonik; pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut
mental yang merupakan gambaran dari obyek-obyek
(3) Tahap simbolik; tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada
lagi kaitannya dengan objek-objek
C. Alat-Alat Mengajar
Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.
1.

alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Ini dapat dilakukan melalui film,

TV, rekaman suara dll.
2.


Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala,

Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang
alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu ide
atau gejala.

3.

Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma, yang

menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau feedback
tentang responds murid.[4]
D. Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:
1.

Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misal : untuk

contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan contoh adalah

berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.
2.

Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya berikan

pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini ” apakah nama bentuk ubin yang sering
digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan?
3.

Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri.

Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?
4.

Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya.

Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat
memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya. (Anita W,1995 dalam
Paulina panen, 2003 3.16)


TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER
by: Tu’nas Fuaidah
Unduh file klik
TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER
1.

A. Biograf J. S. Bruner

Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari
Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang
memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan
berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia,
bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan.
Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta
informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan
manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.
1.

B. Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner

Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran
dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak
dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas
penelitian Jean Piaget tentang perkembangan intelektual anak. Berhubungan dengan hal itu,
antara lain:
1.

Perkembangan intelektual anak

Menurut penelitian J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga taraf.
1.
Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak
berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan
perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia
luar. Karena itu ia belum dapat memahami dasar matematikan dan fsika yang
fundamental, bahwa suatu jumlah tidak berunah bila bentuknya berubah. Pada taraf
ini kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat
terbatas.
2.
2. Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”, artinya
dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan
percobaan dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukannya dalam
pikirannya. Namun pada taraf operai kongkrit ini ia hanya dapat memecahkan
masalah yang langsung dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan
masalah yang tidak dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum
pernah dialami sebelumnya.

3.
3. Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi
berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang
berlangsung dihadapinya sebelumnya.[1]
4.
Tahap-tahap dalam proses belajar mengajar

Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:
1.

Tahap informasi (tahap penerimaan materi)

Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai
materi yang sedang dipelajari.
1.

Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)

Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan
menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.
1.

Tahap evaluasi

Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah
ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi.
[2]
1.

Kurikulum spiral

J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral.
Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai
dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai
dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan
menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner
dimulai dari cara intuitif keanalisis dari eksplorasi kepenguasaan. Misalnya, jika ingin
menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya.
Contoh himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3 contoh
himpunan mangga. Tiga mangga sama dengan 3 mangga.[3]
1.

B. Alat-Alat Mengajar

Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.
1.
alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Yaitu menyajikan bahanbahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan
pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui flm, TT,
rekaman suara dll.
2.
Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip
suatu gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen
atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk
memahami suatu prinsip atau struktur pokok.

3.
Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau
tokoh, flm tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk
memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.
4.
Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma,
yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan
atau feedback tentang responds murid.[4]
1.
C. Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah
Dasar

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:
1.
Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan.
Misal : untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan
bukan contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.
2.
Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.
Misalnya berikan pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini ” apakah nama
bentuk ubin yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm
ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan?
3.
Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari
jawabannya sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?
4.
Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan
intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan
pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban
yang sebenarnya. (Anita W,1995 dalam Paulina panen, 2003 3.16)

Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di
sekolah dasar.
1. Pembelajaran menemukan rumus luas daerah persegi panjang?
Untuk tahap contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan
contohnya berikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegipanjang, jajar genjang,
trapesium, segitiga, segi lima, segi enam, lingkaran.
a. Tahap Enaktif.
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam
memanipulasi (mengotak atik)objek.
(a)
Untuk gambar

a

ukurannya:

Panjang = 20 satuan , Lebar

b

ukurannya:

Panjang = 10 satuan , Lebar = 2 satuan

c

ukurannya:

Panjang = 5 satuan , Lebar

= 4 satuan

= 1 satuan

b. Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana
pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak,
berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
Penyajian pada tahap ini apat diberikan gambar-gambar dan Anda dapat berikan sebagai berikut.
c. Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau
lambang-lambang objek tertentu.
Siswa diminta untuk mngeneralisasikan untuk menenukan rumus luas daerah persegi panjang.
Jika simbolis ukuran panjang p, ukuran lebarnya l , dan luas daerah persegi panjang L
maka jawaban yang diharapkan

L = p x l satuan

Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali dengan ukuran lebar.
Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:
1.
Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan.
2.
Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.
3.
Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari
jawabannya sendiri.
4.
Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan
intuisinya.Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan
pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban
yang sebenarnya.
5.
Tidak semua materi yang ada dalam matematika sekoah dasar dapat
dilakukan dengan metode penemuan.

BAB III
ANALISIS
Bruner menjadi sangat terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil
belajar,metode yang digunakannya adalah metode Penemuan (discovery learning).Discovery
learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan pada
pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivitas.
Dalam Teori Bruner dengan metode Penemuan (discovery learning), kekurangannya tidak bisa
digunakan pada semua materi dalam matematika hanya beberapa materi saja yang dapat
digunakan dengan metode penemuan.

Teori belajar matematika menurut J.S. Bruner tidak jauh berbeda dengan teori J. Piaget. Menurut
teori J.S. Bruner langkah yang paling baik belajar matematika adalah dengan melakukan
penyusunan presentasinya, karena langkah permulaan belajar konsep, pengertian akan lebih
melekat bila kegiatan-kegiatan yang menunjukkan representasi (model) konsep dilakukan oleh
siswa sendiri dan antara pelajaran yang lalu dengan yang dipelajari harus ada kaitannya
Menurut Bruner, agar proses mempelajari sesuatu pengetahuan atau kemampuan berlangsung
secara optimal, dalam arti pengetahuan taua kemampuan dapat diinternalisasi dalam struktur
kognitif orang yang bersangkutan.Kemampuan tersebut dibagi dalam 3 tahap yaitu, tahap
enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyati, Psikologi Belajar, Yogyakarta: C.V. Andi Offset. 2005
Nasution, S., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara.
2000
Simanjutak, Lisnawaty, Metode Mengajar Matematika, Jakarta: PT Rineka Cipta. 1993
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta: PT
Rineka Cipta. 1998
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006
http://www.manmodelgorontalo.com

[1] Prof. Dr. S. Nasution, M.A., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan
Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara. 2000) hal.7-8

[2] Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar ,……..hal.110
[3] Dra. Lisnawaty Simanjutak, dkk., Metode Mengajar Matematika (Jakarta: PT Rineka Cipta.
1993) hal.70-71
[4] Prof. Dr. S. Nasution, M.A., Berbagai Pendekatan ……. hal.15

Teori Belajar Menurut Piaget, Bruner, dan Vygotsky
Mei 16, 2011 oleh Sulipan
Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang hayat, artinya belajar
adalah proses yang terus-menerus, yang tidak pernah berhenti dan terbatas pada dinding kelas. Hal
ini didasari pada asumsi bahwa di sepanjang kehidupannya, manusia akan selalu dihadapkan pada
masalah-masalah, rintangan-rintangan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupan
ini. Prinsip belajar sepanjang hayat ini sejalan dengan empat pilar pendidikan universal seperti yang
dirumuskan UNESCO, yaitu: (1) learning to know, yang berarti juga learning to learn; (2) learning to
do; (3) learning to be, dan (4) learning to live together.
Learning to know atau learning to learn mengandung pengertian bahwa belajar itu pada dasarnya
tidak hanya berorientasi kepada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi kepada
proses belajar. Dengan proses belajar, siswa bukan hanya sadar akan apa yang harus dipelajari, akan
tetapi juga memiliki kesadaran dan kemampuan bagaimana cara mempelajari yang harus dipelajari
itu.
Learning to do mengandung pengertian bahwa belajar itu bukan hanya sekedar mendengar dan
melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir
penguasaan kompetensi yang sangat diperlukan dalam era persaingan global.
Learning to be mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia yang “menjadi
dirinya sendiri”. Dengan kata lain, belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu
dengan kepribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai manusia.
Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama. Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan
tuntunan kebutuhan dalam masyarakat global dimana manusia baik secara individual maupun secara
kelompok tak mungkin bisa hidup sendiri atau mengasingkan diri bersama kelompoknya.
Proses pembelajaran yang akan disiapkan oleh seorang guru hendaknya terlebih dahulu harus
memperhatikan teori-teori yang melandasinya. Ada beberapa teori belajar yang mendukung
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri diantaranya:
1. Teori Piaget
Menurut Piaget perkembangan kognitif pada anak secara garis besar terbagi empat periode yaitu: a)
periode sensori motor ( 0 – 2 tahun); b) periode praoperasional (2-7 tahun); c)periode operasional
konkrit (7-11 tahun); d) periode operasi formal (11-15) tahun. Sedangkan konsep-konsep dasar
proses organisasi dan adaptasi intelektual menurut Piaget yaitu: skemata (dipandang sebagai

sekumpulan konsep); asimilasi (peristiwa mencocokkan informasi baru dengan informasi lama yang
telah dimiliki seseorang; akomodasi (terjadi apabila antara informasi baru dan lama yang semula tidak
cocok kemudian dibandingkan dan disesuaikan dengan informasi lama); dan equilibrium (bila
keseimbangan tercapai maka siswa mengenal informasi baru).

2. Teori Bruner
Teori belajar Bruner hampir serupa dengan teori Piaget, Bruner mengemukakan bahwa perkembangan
intelektual anak mengikuti tiga tahap representasi yang berurutan, yaitu: a) enaktif, segala perhatian
anak tergantung pada responnya; b) ikonik, pola berpikir anak tergantung pada organisasi
sensoriknya dan c) simbolik, anak telah memiliki pengertian yang utuh tentang sesuatu hal sehingga
anak telah mampu mengutarakan pendapatnya dengan bahasa.
Implikasi teori Bruner dalam proses pembelajaran adalah menghadapkan anak pada suatu situasi
yang

membingungkan

atau

suatu

masalah.Dengan

pengalamannya

anak

akan

mencoba

menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk
mencapai keseimbangan di dalam benaknya.
3. Teori Vygotsky
Teori Vygotsky beranggapan bahwa pembelajaran terjadi apabila anak-anak bekerja atau belajar
menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan
kemampuannya (zone of proximal development), yaitu perkembangan kemampuan siswa sedikit di
atas kemampuan yang sudah dimilikinya. Vygotsky juga menjelaskan bahwa proses belajar terjadi
pada dua tahap: tahap pertama terjadi pada saat berkolaborasi dengan orang lain, dan tahap
berikutnya dilakukan secara individual yang di dalamnya terjadi proses internalisasi. Selama proses
interaksi terjadi, baik antara guru-siswa maupun antar siswa, kemampuan seperti saling menghargai,
menguji kebenaran pernyataan pihak lain, bernegosiasi, dan saling mengadopsi pendapat dapat
berkembang.

TEORI BELAJAR BERMAKNA AUSUBEL

Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful)

jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki
peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif
yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar,1988 :142)Menurut Ausubel, Novak,dan Hanesian ada dua
jenis belajar:
1. Belajar bermakna (meaningful learning)
2. Belajar menghafal (rote learning)
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur
penertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar .Belajar bermakma terjadi bila pelajar
mencoba

menghubungkan

fenomena

baru

dengan

konsep

yang

telah

ada

sebelumnya.

Bila konsep yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada maka informasi baru tersebut harus
dipelajari secara menghafal. Belajar menghafal ini perlu bila seseoarang memperoleh informasi baru
dalam dunia pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang ia ketahiu
sebelumnya.
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan
dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau
penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu
pada struktur kognitif yang telah ada. Jika siswa hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu
tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan.
Sebaliknya jika siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur
kognitifnya

maka

yang

terjadi

adalah

belajar

bermakna.

Nasution 1982:158 menyimpulkan kondisi- kondisi belajar bermakna sebagai berikut :
1. Menjelaskan hubungan atau

relevansi bahan-

bahan baru dengan bahan- bahan

lama.

2. Lebih dahulu diberikan ide yang paling umum dan kemudian hal- hal yang lebih terperinci.
3.

Menunjukkan

persamaan

dan

perbedaan

antara

bahan

baru

dengan

bahan

lama.

4. Mengusahakan agar ide yang telah ada dikuasai sepenuhnya sebelum ide yang baru disajikan.
Selanjutnya dikatakan suatu pembelajaran dikatakan bermakna jika memenuhi prasyarat, yaitu:

1.

Materi

yang

akan

dipelajari

bermakna

secara

potensial.

Materi dikatakan bermakna secara potensial jika materi itu mempunyai kebermaknaan secara logis
dan

gagasan

yang

relevan

harus

terdapat

dalm

struktur

kognitif

siswa.

2. Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga anak tersebut
mempunyai
Langkah

kesiapan


langkah

dan
belajar

niat

dalam
bermakna

belajar
Ausubel

bermakna.
adalah

:

1.

Pengatur

awal

(advance

organizer)

Pengatur awal dapat digunakan untuk membantu mengaitkan konsep yang lama dengan konsep yang
baru

yang

lebih

2.

tinggi

maknanya.

Diferensiasi

Progregsif

Dalam pembelajaran bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep- konsep. Caranya
unsure
Ausubel
a.

yang

inklusif

(Dahar

Informasi

,1989
yang

diperkenalkan
:141)
dipelajari

ada

terlebih
tiga
secara

dahulu

kebaikan
bermakna

kemudian
dari

baru

belajar

lebih

lebih

bermakna

lama

dapat

mendetai
yaitu

:

diingat,

b. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
pelajaran

yang

mirip

c. Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun
telah

terjadi

Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/1959737-teori-belajar-ausubel/#ixzz21sEhRcob

lupa.

TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SD
TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SD
Terdapat empat teori belajar dalam pembelajaran IPA di SD. Diantaranya adalah :
1. Teori Belajar Piaget
2. Teori Belajar Bruner
3. Teori Belajar Gagne
4. Teori Belajar Ausubel

Kita akan membahas satu persatu teori belajar dalam pembelajaran IPA di SD tersebut.
1. TEORI BELAJAR PIAGET
TEORI PIAGET



Teori Peaget mempunyai nama lengkap Jean Piaget, lahir di Swiss tepatnya di Neuchatel pada
tahun 1896.
Perkembangan mental atau kognitif anak terdiri dari beberapa tahapan. Ada empat tahapan
perkembangan mental anak secara berurutan, di antaranya adalah :
TAHAP
Sensori Motor

PERKIRAAN

CIRI KHUSUS

USIA
0 – 2 tahun

Kecerdasan motorik (gerak) dunia (benda) yang ada
adalah yang tampak tidak ada bahasa pada tahap awal

Pre-

2 – 7 tahun

Ooperasional

Berpikir secara egosentris alasan-alasan didominasi
oleh persepsi lebih banyak intuisi daripada pemikiran
logis belum cepat melakukan konsentrasi

Konkret

7 – 11 atau 12

Dapat melakukan konservasi logika tentang kelas dan

Operasional

tahun

hubungan pengetahuan tentang angka berpikir terkait
dengan yang nyata

Formal

7 – 11 atau 12

Pemikiran yang sudah lengkap pemikiran yang

Operasional

tahun 14 tahun atau

proporsional kemampuan untuk mengatasi hipotesis

15 tahun

perkembangan idealisme yang kuat



PENERAPAN TEORI PIAGET DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SD

Menurut Piaget, ada sedikitnya tiga hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam merancang
pembelajaran di kelas, terutama dalam pembelajaran IPA. Ketiga hal tersebut adalah :
1) Seluruh anak melewati tahapan yang sama secara berurutan ;
2) Anak mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap suatu benda atau kejadian ;
3) Apabila hanya kegiatan fisik yang diberikan kepada anak, tidaklah cukup untuk menjamin
perkembangan intelektual anak.


CARA PEMBELAJARAN IPA DI SD BERDASARKAN TEORI PIAGET

Guru harus selalu memperhatikan pada setiap siswa apa yang mereka lakukan, apakah
mereka melaksanakan dengan benar, apakah mereka tidak mendapatkan kesulitan.
Guru harus berbuat seperti apa yang Piaget perbuat yaitu memberikan kesempatan
kepada anak untuk menemukan sendiri jawabanya, sedangkan guru harus selalu siap dengan
alternatif jabawab bila sewaktu-waktu dibutuhkan.
Pada akhir pembelajaran, guru mengulas kembali bagaimana siswa dapat menemukan
jawaban yang diinginkan.
2. TEORI BELAJAR BRUNER


TEORI BRUNER

Bruner merupakan salah seorang ahli psikolog perkembangan dan ahli belajar kognitif. Beliau
beranggapan bahwa belaar merupakan kegiatan perolehan informasi. Kegiatan pengolahan
informasi tersebut meliputi pembentukan kategori-kategori. Di antara kategori-kategori tersebut
ada kemungkinan saling berhubungan yang disebut sebagai koding. Teori belajat Bruner ini
disebut sebagai teori belajar penemuan.
Ada tiga tahap penampilan mental yang dikemukakan oleh Bruner, yaitu :
Tahap Penampilan Enaktif sejajar dengan Tahap Sensori Motor pada Piaget
Dimana anak pada dasarnya mengembangkan keterampilan motorik dan kesadaran dirinya
dengan lingkungannya.
Tahap Penampilan Ikonik sejajar dengan Tahap Pre-Operasional pada Piaget
Pada tahap ini penampilan mental anak sangat dipengaruhi oleh persepsinya, dimana persepsi
tersebut bersifat egosentris dan tidak stabil. Mereka belum mengembangkan kontrol pada
persepsinya yang memungkinkan mereka melihat dirinya sendiri sengan suatu pola yang tetap.
Tahap Penampilan Simbolik sejajar dengan Tahap Operasi Logis (Formal) pada
Piaget
Inti dari tahap penampilan simbolik ini adalah pengembangan keterampilan berbahasa dan
kemampuan untuk mengartikan dunia luar dengan kata-kata dan idenya. Anak yang memulai
untuk secara simbolik memproses informasi.
Tidak seperti Piaget, pembagian tahapan oleh Bruner bukanlah merupakan suatu hal yang kaku
melainkan bersifat fleksibel tidak dimaksudkan untuk menentukan kesiapan anak untuk belajar.

Bruner beranggapan bahwa semenjak kecil secara intuitif, manusia sudah dapat menangkap
konsep-konsep IPA.


PENERAPAN MODEL BELAJAR BRUNER DALAM PEMBELAJARAN IPA DI

SD
Dalam penerapannya dalam proses pembelajaran di kelas, Bruner mengembangkan model
pembelajaran penemuan.
Model ini pada prinsipnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
informasi sendiri dengan bantuan guru dan biasanya menggunakan barang yang nyata.
Peranan guru dalam pembelajaran ini bukanlah sebagai seorang pemberi informasi
melainkan seorang penuntun untuk mendapatkan informasi.


CARA PEMBELAJARAN IPA DI SD BERDASARKAN MODEL BRUNER

Guru harus mempunyai cara yang baik untuk tidak secara lansung memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh siswa. Model pembelajaran ini mempunyai banyak manfaat, antara lain :
1. Pembelajar (Siswa) akan mudah mengingat materi pembelajaran apabila informasi tersebut
didapatkan sendiri, bukan merupakan informasi perolehan.
2. Apabila pembelajar telah memperoleh informasi, maka dia akan mengingat lebih lama.
3.


TEORI BELAJAR GAGNE
TEORI GAGNE

Model ini menunjukkan aliran informasi dari input ke output. Rangsangan/stimulus dari
lingkungan (environtment) mempengaruhi alat-alat indera yaitu (receptor), dan masuk ke dalam
sistem syaraf melalui register penginderaan (sensory register). Disini informasi diberi kode,
artinya informasi diberi suatu bentuk yang mewakili informasiaslinya dan berlangsung dalam
waktu yang sangat singkat. Bagian-bagian ini dimasukkan dalam memori jangka pendek (short
term memory) dalam waktu singkat, sekitar beberapa detik saja. Tetapi, informasi dapat diolah
oleh internal rehearsal dan disimpan dalam memori jangka pendek untuk waktu yang lebih lama,
namun rehearsal juga mampu mentransformasikan informasi itu sekali lagi ke dalam memori
jangka panjang (long term memory).
Informasi dari memori jangka pendek atau memori jangka panjang dikeluarkan kembali melalui
suatu generator repons (response generator) yang berfungsi mengubah informasi menjadi
tindakan.
Model seperti digambarkan di atas juga menunjukkan bagaimana pengendalian internal dari
aliran informasi oleh kontrol utama (executice control) dan harapan-harapan (ecpectancies).
Menurtu teori Ada beberapa ciri penting tentang belajar, yaitu :
1. Belajar itu merupakan suatu proses yang dapat dilakukan manusia,
2. Belajar menyangkut interaksi antara pembelajar (orang yang belajar) dan lingkungannya,
3.

Belajar telah berlangsung bila terjadi perubahan tingkah laku yang bertahap cukup lama

selama kehidupan orang itu.


HASIL BELAJAR MENURUT GAGNE

Ada 5 taksonomi Gagne tentang hasil-hasil belajar meliputi :
a) Informasi verbal (verbal information)
Informasi verbal ialah informasi yang diperoleh dari kata yang diucapkan orang, dari membaca,
televisi, komputer dan sebagainya meliputi nama-nama, fakta-fakta, prinsip-prinsip dan
generalisasi-generalisasi.
b) Keterampilan-keterampilan intelektual (intellectual skills)
Kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk
representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf : angka, kata, gambar)
Kemahiran intelektual terbagi dalam empat subkemampuan yaitu :


Diskriminasi (descrimination)



Konsep-konsep konkret (concrete concepts)



Konsep-konsep terdefini (defined conceps)



Aturan-aturan (rules)

c) Strategi-strategi Kognitif (defined strategies)
Strategi-strategi kognitif adalah kemampuan-kemampuan internal yang terorganisasi. Siswa
menggunakan strategi kognitif ini dalam memikirkan tentang apa yang telah dipelajarinya dan
dalam memecahkan masalah secara kreatif.
d) Sikap-sikap (attitudes)
Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi tingkah laku kita
terhadap benda-benda, kejadian-kejadian atau makhluk hidup. Sekolompok sikap yang penting
ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain atau sikap sosial. Dengan demikian maka akan
tertanam sikap sosial pada para siswa
e) Keterampilan-keterampilan (motor skills)
Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan-kegiatan fisik, tetapi juga kegiatankegiatan fakta, tetapi juga kegiatan-kegiatan motorik yang digabungkan dengan keterampilan
intelektual, misalnya : bila berbicara, menulis, atau dalam menggunakan berbagai alat IPA
seperti menggunakan pipa kapiler, termometer dan sebagainya.


MENERAPKAN TEORI GAGNE DALAM MENGAJARKAN IPA DI SD

Model mengajar menurut Gagne meliputi delapan langkah yang sering disebut kejadian-kejadian
instruksional (instructional events), meliputi :
a) Mengaktifkan motivasi (activating motivation)
b) Memberi tahu pelajar tentang tujuan-tujuan belajar (instructional information)
c) Mengarahkan perhatian (directing motivation)
d) Merangsang ingatan (stimulating recall)
e) Menyediakan bimbingan belajar (providing learning guidance)
f)

Meningkatkan retensi (enhancing retention)

g) Membantu transfer belajar (helping transfer of learning)
h)

- Mengeluarkan perbuatan (eliciting performance)
- Memberi umpan balik (providing feedback)

4. TEORI BELAJAR AUSUBEL


TEORI AUSUBEL (BELAJAR BERMAKNA)

Ausubel adalah seorang ahli psikologi kognitif. Inti dari teori belajarnya adalah belajar
bermakna. Bagi Ausubel belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru
pada konsep-konsep relevan yang terdapat pada struktur kognitif seseorang.
Peristiwa psikologi belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi baru ke dalam
pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif seseorang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut Ausubel, belajar bermakna akan terjadi apabila informasi
baru dapat dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah terdapat dalam struktur kognitif
seseorang.



MENERAPKAN TEORI AUSUBEL DALAM PENGAJARAN IPA

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui oleh
siswa. Informasi yang baru diterima akan disimpan di daerah tertentu dalam otak. Banyak sel
otak tang terlibat dalam penyimpanan pengetahuan tersebut.
David P. Ausubel menyebutkan bahwa pengajaran secara verbal adalah lebih efisien dari segi
waktu yang diperlukan untuk menyajikan pelajaran dan menyajikan bahwa pembelajar dapat
mempelajari materi pelajaran dalam jumlah yang lebih banyak.



PRINSIP-PRINSIP YANG DIKEMUKAKAN OLEH AUSUBEL

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui oleh
siswadalam mengaitkan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif dikumukakan 2
prinsip oleh Ausubel yaitu :
a) Prinsip Diferensiasi Progresif (progressive differentiation)
Dalam diferensiasi progresif, konsep-konsep yang diajarkan dimulai dengan konsep-konsep yang
umum menuju konsep-konsep yang lebih khusus.
b) Prinsip Rekonsiliasi integratif (integrative reconciliation)

Dalam rekonsiliasi integratif, konsep-konsep atau gagasan-gagasan perlu diintegrasikan dan
disesuaikan dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya
KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN IPA SD
A. PENGERTIAN
Pengertian keterampilan proses dikaitkan dengan keterampilan fisik dan mental yang terkait
dengan kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam
suatu kegiatan ilmiah sehingga para ilmuwan berhasil menemukan sesuatu yang baru
(Semiawan, dkk., 1992).
Menurut Esler dan Esler (1984) terdapat 8 keterampilan proses dasar dan 5 keterampilan proses
terpadu. Keterampilan proses dasar meliputi :
1.

Mengobservasi;

2.

Mengklasifikasi;

3.

Mengukur ;

4.

Mengomunikasikan;

5.

Menginferensi;

6.

Memprediksi;

7.

Mengenal hubungan ruang dan waktu;

8.

Mengenal hubungan angka.

Sedangkan Keterampilan proses terpadu atau keterampilan proses terintegrasi meliputi :
1.

Keterampilan memformulasikan hipotesis;

2.

Menamai variabel;

3.

Membuat definisi operasional;

4.

Melakukan eksperimen;

5.

Menginterpretasikan data;

Dalam pembahasan kali ini kita hanya akan membahas keterampilan proses dasar yang terdiri
dari 8 keterampilan.
1. KETERAMPILAN MENGOBSERVASI
Keterampilan

mengobservasi

merupakan

keterampilan

yang

dikembangkan

dengan

menggunakan semua indera yang kita miliki atau alat bantu indera untuk mendapatkan informasi
dan mengidentifikasi serta memberikan nama sifat-sifat/karakteristik dari objek atau kejadian.
Kegiatan yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan kegiatan mengobservasi misalnya
menjelaskan sifat-sifat yang dimiliki oleh benda-benda, sistem-sistem, dan organisme hidup.
Sifat-sifat yang dimiliki ini dapat berupa tekstur, warna, bau, bentuk, ukuran, dal lain-lain
2. KETERAMPILAN MENGKLASIFIKASI
Keterampilan mengklasifikasi merupakan keterampilan yang dikembangkan melalui latihanlatihan

mengkategorikan,

menggolongkan,

mengatur

atau

membagi

objek/benda/kejadian/informasi berdasarkan sifat/karakteristik yang dimiliki menurut sistem atau
metode tertentu.
Skema klasifikasi umumnya digunakan untuk mnegidentifikasi dan untuk menunjukkan
persamaan, perbedaan, dan hubungan-hubungannya. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk
melatih keterampilan ini misalnya memilih bentuk-bentuk kertas, yang berbentuk kubus,
gambar-gambar hewan atau daun-daun berdasarkan sifat umumnya.
3. KETERAMPILAN MENGUKUR
Keterampilan mengukur merupakan keterampilan membuat observasi secara kuantitatif
(terhadap standar ukuran tertentu) yang dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan pengembangan satuan-satuan yang cocok dari ukuran panjang, luas, isi, waktu, berat,
massa, dan lain-lain.
Keterampilan mengukur memerlukan kemampuan untuk menggunakan alat ukur secara benar
dan kemampuan untuk menerapkan cara perhitungan dengan menggunakan alat-alat ukur.
4. KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN

Keterampilan

mengukur

adalah

menyampaikan

hasil

pengamatan

yang

berhasil

dikumpulkan/menyampaikan hasil penyelidikan, yang dapat dikembangkan dengan cara
menghimpun informasi dari grafik/gambar yang menjelaskan benda-benda/kejadian-kejadian
secara rinci.
Pelatihan

untuk

kegiatan

keterampilan

ini

dapat

berupa

latihan

membuat

dan

menginterprestasikan informasi dari grafis, charta, peta, gambar, dan lain-lain.
5. KETERAMPILAN MENGINFERENSI
Keterampilan menginferensi adalah keterampilan membuat kesimpulan sementara dari yang kita
observasi dengan menggunakan logika.
Keterampilan ini dapat dikembangkan dengan latihan-latihan yang mengembangkan lebih dari
satu rangkaian keadaan yang diobservasi.
Contoh : siswa diajak jalan ke daerah yang banyak ditumbuhi pohon-pohonan kemudian
tanyakan apa interferensinya tentang hewan-hewan yang-hewan yang mungkin hidup disekitar
pohon-pohonan yang dilihatnya.
6. KETERAMPILAN MEMPREDIKSI
Keterampilan

memprediksi

adalah

keterampilan

menduga/memperkirakan/meramal-kan

beberapa kejadian/keadaan yang akan datang berdasarkan dari kejadian/keadaan yang terjadi
sekarang (yang telah diketahui).
Prediksi didasarkan pada observasi, pengukuran, dan informasi tentang hubungan-hubungan
antara variabel yang diobservasi. Prediksi yang tepat dapat dihasilkan dari observasi yang teliti
dan pengukuran yang tepat.
Contoh : memprediksi sejauh apa sebuah benda akan berhenti jika benda tersebut dijatuhkan dari
berbagai ketinggian.
7. KETERAMPILAN MENGENAL HUBUNGAN RUANG DAN WAKTU
Keterampilan mengenal hubungan ruang dan waktu meliputi keterampilan menjelaskan posisi
suatu benda terhadap benda lainnya atau terhadap waktu, atau keterampilan mengubah bentuk
dan posisi suatu benda setelah beberapa waktu.

Proses ini dapat dipecah ke dalam bermacam-macam kategori termasuk bentuk, arah, dan
susunan yang berkaitan dengan ruang-waktu, gerak dan kecepatan, kesimetrisan, dan kecepatan
perubahan.
8. KETERAMPILAN MENGENAL HUBUNGAN BILANGAN-BILANGAN / ANGKA
Keterampilan mengenal hubungan bilangan-bilangan meliputi kegiatan menemukan hubungan
kuantitatif di antara data dan menggunakan garis bilangan untuk membuat operasi aritmatik.
Menggunakan angka adalah mengaplikasikan aturan-aturan atau rumus-rumus matematik untuk
menghitung kauntitas atau menentukan hubungan dari pengukuran dasar.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Teori-teori

belajar

bermunculan

seiring

dengan

perkembangan

teori

psikologi. Salah satu diantara teori belajar yang terkenal adalah teori belajar
behaviorisme dengan tokohnya B.F. Skinner, Thorndike, Watson dan lainlain. Dikatakan bahwa, teori-teori belajar hasil eksperimen mereka secara

prinsipal bersifat behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya
perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur.
Namun

seiring

pengetahuan,

dengan

teori

kemajuan

tersebut

zaman

mempunyai

dan

perkembangan

beberapa

kelemahan,

ilmu
yang

menuntut adanya pemikiran teori belajar yang baru. Dikatakan bahwa, teoriteori behaviorisme itu bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan
stimulus dan respon, sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot,
padahal setiap manusia memiliki kemampuan mengarahkan diri (selfdirection) dan pengendalian diri (self control) yang bersifat kognitif, dan
karenanya ia bisa menolak respon jika ia tidak menghendaki, misalnya
karena lelah atau berlawanan dengan kata hati, dan proses belajar manusia
yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit diterima,
mengingat mencoloknya perbedaan karakter fsik dan psikis antara manusia
dan

hewan.

Hal

ini

dapat

diidentifkasi

sebagai

kelemahan

teori

behaviorisme.
Dari kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam teori behaviorisme dapat
diambil suatu pertanyaan, “Upaya apa yang akan dilakukan oleh para ahli
psikologi pendidikan dalam mengatasi kelemahan teori tersebut ?’’Realitas
ini sangat penting untuk dibahas dalam makalah ini.
Untuk itu pembahasan makalah ini diangkat untuk mengungkap masalahmasalah tersebut. Berdasarkan tulisan-tulisan dalam berbagai literatur,
ditemukan bahwa para ahli telah menemukan teori baru tentang belajar
yaitu

teori

belajar

kognitif

yang

lebih

mampu

meyakinkan

dan

menyumbangkan pemikiran besar demi perkembangan dan kemajuan
proses belajar sebagai lanjutan dari teori behaviorisme tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini tidak lari dari sub pembahasan ada
baiknya pemakalah rumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini, antara lain :

 Pengertian teori belajar Kognitif
 Tokoh-tokoh (pemikir) dalam teori belajar Kognitif
 Implikasi teori belajar Kognitif dalam pendidikan
1.3 Tujuan Penulisan
 Mahasiswa mampu menjelaskan serta menjabarkan pengertian teori
belajar Kognitif.
 Mahasiswa mampu mengetahui tokoh-tokoh teori belajar Kognitif beserta
contoh-contoh pemikirannya.
 Mahasiswa mampu mengetahui serta implikasikan teori belajar kognitif
dalam proses belajar mengajar.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif
Secara bahasa Kognitif berasal dari bahasa latin ”Cogitare” artinya
berfkir.1[1] Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini
menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep
umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap
perilaku

mental

memperhatikan,
informasi,

yang

berhubungan

memberikan,

pemecahan

dengan

menyangka,

masalah,

masalah

pemahaman,

pertimbangan,

kesengajaan,

pengolahan

pertimbangan,

membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Sedangkan secara istilah dalam pendidikan Kognitif adalah salah satu teori
diantara teori-teori belajar dimana belajar adalah pengorganisasian aspekaspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model
ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan, dan perubahan tingkah
laku, sangat dipengaruhi oleh proses belajar berfkir internal yang terjadi
selama proses belajar.2[2]
Teori belajar ini hadir dan muncul disebabkan para Ahli Psikologi belum
puas

dengan

penjelasan

yang

teori-teori

yang

terdahulu.

Mereka

berpendapat bahwa tingkah laku seseorang selalu di dasarkan pada kognisi,
yaitu suatu perbuatan mengetahui atau perbuatan pikiran terhadap situasi
dimana tingkah laku itu terjadi.3[3] Teori belajar kognitif lebih menekankan
pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran
manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996) bahwa “Belajar
1[1] Fauziah Nasution, Psikologi Umum, Buku Panduan untuk Fakultas Tarbiyah IAIN
SU, 2011, hal : 17
2[2] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran,
Medan :Perdana Publishing, 2011, hal : 32
3[3] Abu Ahmad & Widodo Aupriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991,
hal : 214-215

adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu
bersifat secara relatif dan berbekas”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu
proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri
manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya
untuk

memperoleh

suatu

perubahan

dalam

bentuk

pengetahuan,

pemahaman, tingkah laku, keterampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif
dan berbekas. Objek-objek yang di amatinya dihadirkan dalam diri seseorang
melalui tanggapan, gagasan, atau lambing yang merupakan sesuatu yang
bersifat mental. Misalnya, seseorang menceritakan hasil perjalanannya
berupa

pengalaman

kepada

temannya.

Ketika

dia

menceritakan

pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak dapat mennghadirkan
objek-objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu, dia hanya
dapat menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau
kalimat.4[4]
Dari keterangan dan penjelasan di atas dapat pemakalah simpulkan bahwa
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum
kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari beberapa tahapan,
yaitu ; pengetahuan (knowledge), pemaham