PENALARAN HUKUM INDUKTIF matematik (1)

PENALARAN HUKUM INDUKTIF
MAKALAH
(Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah logika dan penalaran hukum)

Oleh:
Muhammad Fazlurrahman Adinugraha

11150430000108

Muhammad Fajar

11150430000119
Dosen:
J. M. Muslimin, M.A, Ph. D.

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2015 M


KATA PENGANTAR
Assalaamualaikum Wr. Wb.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji
bagi Allah yang telah memberikan kesehatan, rahmat dan inayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan di dalamnya. Shalawat dan salam kami curahkan kepada junjungan
alam Nabi Muhammad Saw.. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak J. M. Muslimin, M.A, Ph. D. selaku dosen mata kuliah Logika dan
Penalaran Hukum yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai penalaran hukum induktif. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohonkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan kedepannya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tangerang, Desember 2015
Penulis

i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Penalaran.............................................................................................................3
B. Jenis metode penalaran........................................................................................4
BAB III PENUTUP..................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................9

ii


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyaknya keluhan-keluhan terhadap putusan hakim yang sekarang ini
terjadi dan sangat ramai diperbincangkan dalam masyarakat. Hal ini merupakan
salah satu contoh buruknya hukum yang ada di Indonesia.
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur
atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika
dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan
pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua
jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran
deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang
kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan
atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari
pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi.
Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki
konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di
lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori
merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Dilihat dari putusan hakim dapat dilihat banyaknya putusan hakim yang

tidak memenuhi rasa keadilan, maupun putusan-putusan yang “kontroversial”. Hal
ini dibuktikan dengan banyaknya putusan hakim yang dibanding karena
ketidakpuasan terhadap putusan hakim dan banyak juga hakim-hakim yang
dilaporkan kepada Komisi Yudisial karena kelakuan hakim itu sendiri..
Putusan hakim juga harus memenuhi unsur nilai dasar kemanfaatan dalam
putusan hakim karena putusan hakim selain memenuhi unsur kepastian hukum
dan keadilan juga harus bermanfaat bagi seluruh pihak dan tidak berpihak kepada
siapapun sehingga dapat dijadikan referensi oleh hakim lain untuk memutuskan
suatu perkara dalam materi yang sama (yurisprudensi).
Banyak jalan pemikiran kita dipengaruhi oleh keyakinan, pola berpikir
kelompok, kecenderungan pribadi, pergaulan dan sugesti. Juga banyak pikiran
1

yang diungkapkan sebagai harapan emosi seperti caci maki, kata pujian atau
pernyataan kekaguman. Ada juga pemikiran yang diungkapkan dengan argumen
yang secara selintas kelihatan benar untuk memutarbalikkan kenyataan dengan
tujuan memperoleh keuntungan pribadi maupun golongan. Logika menyelidiki,
menyaring dan menilai pemikiran dengan cara serius dan terpelajar dan bertujuan
mendapatkan kebenaran, terlepas dari segala kepentingan dan keinginan
perorangan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa penalaran hukum induktif dan deduktif itu?
2. Apa saja jenis penalaran induktif?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini diantaranya:
1. Memudahkan pembaca dalam memahami penalaran induktif

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Penalaran
Yang dimaksud dengan penalaran adalah proses mengambil kesimpulan atau
membentuk pendapat berdasarkan fakta-fakta tertentu yang telah tersedia, atau
berdasar konklusi-konklusi tertentu yang telah terbukti kebenarannya. Yang
dimaksud fakta-fakta tertentu adalah data-data, peristiwa-peristiwa, hubunganhubungan dan kenyataan-kenyataan yang digunakan dalam proses penalaran.
Sedangkan yang dimaksud konklusi-konklusi yang telah terbukti kebenarannya
adalah premis-premis aksiomatik, kaidah-kaidah berpikir, dan hasil-hasil
kesimpulan yang ditemukan lewat pembuktian sebelumnya.
Penalaran adalah suatu proses berfikir manusia untuk menghung-hubungkan

data atau fakta yang ada sehingga pada satu kesimpulan. Data atau fakta yang
akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar disinilah letak kerjanya
penalaran orang akan menerima data dan fakta yang benar dan tentu saja akan
menolak fakta yang belum jelas kebenarannya. Data yang dapat dipergunakan
dalam penalaran untuk mencapai satu simpulan ini harus berbentuk kalimatkaliamat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai data itu disebut reposisi.
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera
(observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar,
orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.
Proses inilah yang disebut menalar.
Nalar, menurut kamus bahasa Indonesia, yang artinya pertimbangan tertentu
tentang baik dan buruk, akal budi, aktivitas yang memungkinkan seseorang
berpikir logis, jangkauan pikir, kekuatan pikir. Dalam penalaran, proposisi yang
dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil
kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Penalaran hukum adalah esensi terpenting dari pekerjaan seorang hakim,
sekalipun eksponen Critical Legal Studies seperti Duncan Kennedy selalu
3


menyangsikan kekhasan dari penalaran hukum tersebut. Kennedy pernah berujar,
“Teachers teach nonsense when they persuade students that legal reasoning is
distinct, as a method for reaching correct results, from ethical or political
discourse in general. There is never a ‘correct legal solution’ that is other than the
correct ethical or political solution to the legal problem” (Kairys, 1982: 47).
Kennedy mungkin lupa bahwa hukum berhubungan dengan problematika
kemanusiaan yang kompleks, sehingga mustahil ia dapat senantiasa dinalarkan
secara monolitik.
Penalaran hukum adalah fenomena yang multifaset. Kendati demikian,
penalaran itu tidak boleh dilakukan sekehendak hati. Penalaran hukum adalah
penalaran yang reasonable, bukan semata logical. William Zelermeyer (1960: 4)
membedakan antara kedua istilah itu dengan katakata sebagai berikut: “We are
dealing with human beings and not with things. We must reasonable. This means
that the law and its decisions must be supported by reason; they must be products
of arbitrary action. To be reasonable does not necessarily mean to be logical.
Logic can lead to injustice, hence we must guard against its abusive use.”
Penalaran hukum memang paling tepat ditelusuri jika berangkat dari putusan
hakim. Alasannya sederhana, sebagaimana dikatakan oleh A.G. Guest, “The
object of a scientific inquiry is discovery; the object of a legal inquiry is decision”
(Hooft, 2002: 23). Tentu saja penalaran hukum berlaku dalam semua pekerjaan

para pengemban profesi hukum lainnya di luar hakim. Namun, intensitas
penalaran hukum yang dilakukan oleh para hakim memang paling tinggi
tingkatannya. Tidak mengherankan jika akhirnya ada pandangan yang menyatakan
bahwa legal reasoning itu pada hakikatnya adalah judicial reasoning.
B. Jenis metode penalaran
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu deduktif dan induktif.
1. Penalaran deduktif
Penalaran Deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu
peristiwa umum,yang kebenarannya telah diketahu dan diyakini, dan berakhir
pada suatu kesimpulan atau pengetahuan yang baru yang bersifat lebih khusus.
4

Metode ini diawali pembentukan teori, hipotesis, definisi oprasional, instrumen
dan oprasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih
dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya
dilakukan penelitian lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif
tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala
atau peristiwa. Jenis penalaran deduktif yaitu:
a. Silogisme kategorial
b. Silogisme hipotesis

c. Silogisme alternatif
d. Entimen
2. Penalaran induktif
Penalaran induktif adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan umum
dan merumuskan pendapat berdasarkan pengamatan terhadap fakta-fakta khusus
dari hal-hal tertentu. Penalaran induktif adalah suatu metode penalaran yang
konklusinya lebih luas dari premis mayor dan premis minornya. Penalaran
induktif merupakan penalaran yang berpangkal pada peristiwa khusus sebagai
hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan
yang baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan
kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan
penelitian tidak harus memiliki konsep secara canggih tetapi cukup dengan
mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik
generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan
prasyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami
gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendeskripsikan gejala dan
melakukan generalisasi. Hukum yang disimpulkan dalam fenomena yang
diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti.
Contoh penalaran induktif
“Anggaplah kita mengunjungi warung buah-buahan karena ingin membeli

apel. Kita ambil sebuah, dan ketika mencicipinya, terbukti itu masam. Kita
perhatikan apel itu dan terbukti bahwa apel itu keras dan hijau. Kita ambil sebuah
5

yang lain. Itupun keras, hijau, dan masam. Si pedagang menawarkan apel ketiga.
Akan tetapi, sebelum mencicipinya kita memperhatikannya dan terbukti yang itu
pun keras dan hijau, dan seketika itu kita beritahukan bahwa kita tidak
menghendakinya, karena yang itu pun pasti masam, seperti yang lainnya yang
sudah kita cicipi.”
Induksi tersebut sesuai dengan definisi Aristoteles, yaitu proses peningkatan
dari hal-hal yang bersifat individual kepada yang bersifat universal. Di sini
premisnya berupa proposisi-proposisi singular, sedangkan kesimpulannya sebuah
proposisi universal yang berlaku secara umum. Maka induksi dalam bentuk ini
disebut generalisasi.
Dari contoh di atas dapat diketahui cirri-ciri induksi, yaitu:
1. Premis-premis dari induksi adalah proposisi empiris yang langsung
kembali kepada suatu observasi indra atau proposisi dasar.
2. Kesimpulan penalaran induksi itu lebih luas daripada apa yang
dinyatakan di dalam premis-premisnya.
3. Kesimpulan induksi itu memiliki kredibilitas rasional.

Jenis penalaran induktif yaitu:
a. Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah
fenomenal individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang
mencakup semua fenomena. Generalisasi juga dapat dikatakan sebagai pernyataan
yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala, yang dimulai dengan
peristiwa-peristiwa khusus untuk mengambil kesimpulan secara umum.
Contoh:
Premis mayor: si Doni penduduk Gorontalo adalah pedagang
Premis minor: si Buyat penduduk Gorontalo adalah pedagang
Konklusi: semua penduduk Gorontalo adalah pedagang
b. Analogi

6

Analogi yaitu proses membandingkan dari dua hal yang berlainan
berdasarkan kesamaannya kemudian berdasarkan kesamaannya itu ditarik suatu
kesimpulan. Kesimpulan yang diambil dengan analogi, yaitu kesimpulan dari
pendapat khusus dengan beberapa pendapat khusus yang lain, dengan cara
membandingkan kondisinya.
Contoh:
Tim Uber Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari.
Maka tim Thomas Indonesia akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.
c. Kausal
Kausal adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan bahwa sebab
tertentu akan menimbulkan akibat atau pengaruh tertentu pula. Atau sebaliknya,
proses berpikir untuk menarik kesimpulan bahwa suatu akibat ditimbulkan oleh
suatu sebab tertentu.
Contoh:
Seorang murid yang malas yang kemudian menjadi rajin setelah menyadari
bahwa kemalasan akan menjadi sebab bagi lahirnya kegagalan naik kelas dan
kerugian bagi perkembangan mental dirinya selanjutnya di masa yang akan
datang.

7

BAB III
PENUTUP
Penalaran adalah suatu proses berfikir manusia untuk menghung-hubungkan
data atau fakta yang ada sehingga pada satu kesimpulan. Data atau fakta yang
akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar disinilah letak kerjanya
penalaran orang akan menerima data dan fakta yang benar dan tentu saja akan
menolak fakta yang belum jelas kebenarannya. Data yang dapat dipergunakan
dalam penalaran untuk mencapai satu simpulan ini harus berbentuk kalimatkaliamat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai data itu disebut reposisi.
Penalaran hukum merupakan esensi terpenting dari pekerjaan seorang
hakim. Penalaran hukum adalah fenomena yang multifaset. Kendati demikian,
penalaran itu tidak boleh dilakukan sekehendak hati. Penalaran hukum adalah
penalaran yang reasonable, bukan semata logical.
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa
khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan
atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif
merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Dengan demikian, untuk
mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan
secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud
penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum
logika.

8

DAFTAR PUSTAKA
Khalimi. 2011. Logika (Teori dan Aplikasi). Jakarta Selatan: Gaung Persada
Press.
Surajiyo, Sugeng Astanto, dan Sri Andiani. 2010. Dasar-dasar Logika.
Jakarta: PT Bumi Aksara.

9