Gambaran Kepribadian Gen Y Pada Berbagai

Gambaran Kepribadian Gen Y Pada Berbagai Industri
SETA A. WICAKSANA1, ESTU PRATIWI NOVASARI2,
SANCHIA SURYA JANITA3
[1][3]

Fakultas Psikologi, Universitas Pancasila
Jl. Srengseng Sawah, Jagakarsa – Jakarta Selatan 12640
[1]
Email: seta.wicaksana@gmail.com
[2]

Humanika Consulting
Jl. Perkutut VI No. 10, Ciputat Timur – Tangerang Selatan 15412
Email: estu@humanikaconsulting.com

Abstract: Tujuan dari penelitian ini mengetahui perbedaan antara tipe kepribadian tenaga kerja dan
mahasiswa yang masuk dalam kategori Generasi Y jika dilihat dari dimensi Big Five Personality.
Penelitian ini dilakukan pada tenaga kerja dan mahasiswa di Indonesia dengan rentang usia 18-37
tahun dan jumlah sampel penelitian sebanyak 1286 responden. Alat pengumpul data yang digunakan
adalah NEO-PI-R Costa milik Costa & McCrae (1992) dan dikembangkan oleh Humanika Consulting
pada tahun 2004. Nilai koefisien reliabilitas alat ukur NEO-PI-R Costa yang dikembangkan

Humanika Consulting adalah sebesar 0.5 sampai 0.6. Analisis data menggunakan metode nonparametrik dengan teknik korelasi Chi-Square, dibantu dengan SPSS 22.0 for windows. Hasil analisis
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tipe kepribadian tenaga kerja dan
mahasiswa yang masuk ke dalam kategori Generasi Y jika dilihat dari Big Five Personality. Seluruh
dimensi kepribadian big five personality pada mahasiswa lebih tinggi dari pada tenaga kerja.
Keywords: generation y, big five personality, industry, employee, college student
Abstract: The Purpose of this research was to identify the difference personality in employee and
college student who including Y Generation category with age range 18-37 years old based on big
five personality. Respondents of this research were 1286 Indonesian employee and college student.
Personality measured using NEO-PI-R Costa (Costa & Mcrae, 1992) and developed by Humanika
Consulting (2004). The value of coefficient reliability for NEO-PI-R Costa is 0.5 to 0.6. Data
analysis used in this research is non-parametric method with correlation technique of Chi-Square,
with SPSS 22.0 for windows in assistance. The analysis result show that differentiation between
employee and college student personality type who including Y Generation. All of big five personality
dimention in college student more higher than employee.
Keywords: generation y, big five personality, industry, employee, college student

PENDAHULUAN
Generasi Y atau Generasi Milennial
merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kelompok individu yang lahir

setelah generasi X. Meier, Austin & Crocker
(2010) menyebutkan bahwa secara luas,
generasi Y merupakan generasi yang lahir
antara tahun 1980 hingga 2000. Generasi Y
dikenal sebagai generasi dengan individu yang
percaya diri, mandiri dan berorientasi pada
tujuan (Meier, Austin & Crocker, 2010).
Menurut Pricewaterhouse Coopers
International Limited (PwCIL) (2011),
keberadaan generasi Y patut menjadi perhatian
khusus karena merupakan generasi yang
jumlahnya paling banyak dari generasi lainnya.
PwCIL (2011) menyebutkan bahwa pada

tahun 2020, generasi Y akan membentuk 60%
angkatan kerja secara global. Selain di nilai
sebagai generasi yang paling tanggap dengan
dunia digital di bandingkan generasi sebelum
mereka, generasi Y pun di gambarkan sebagai
generasi yang memiliki moralitas yang kuat,

cenderung patriotik, bersedia memperjuangkan
kebebasan, suka bersosisalisasi, menghargai
arti keluarga serta selalu berusaha membuat
perbedaan (Meier, Austin & Crocker, 2010).
Karakteristik dan pola pikir generasi Y yang
berbeda dengan generasi sebelumnya akan
menjadi salah satu tantangan terbesar bagi
organisasi di masa mendatang (PwCIL, 2011).
Dalam lingkungan pekerjaan, generasi
Y kini tengah menjadi angkatan kerja yang
paling produktif. Berdasarkan data Badan

Pusat Statistik (2016), saat ini usia angkatan
kerja di Indonesia terbanyak di dominasi oleh
golongan umur mulai dari 20-24 tahun hingga
yang 30-34 tahun. Tren tenaga kerja 20142015
menurut
International
Labour
Organization (2015) pun menunjukkan bahwa

laki-laki dengan usia 25 tahun ke atas
memiliki rasio pekerjaan-penduduk tertinggi,
yaitu diperkirakan sebesar 89,5 % pada
Febuari 2015. Berbeda dengan generasi X
yang lebih loyal dan setia dengan pekerjaan,
Meier, Austin & Crocker (2010) menyebutkan
bahwa dalam dunia pekerjaan generasi Y
memiliki keinginan untuk menentukan peran
yang sebenarnya dalam pekerjaannya,
membutuhkan keseimbangan antara pekerjaan
dan kehidupan serta memiliki motivasi bekerja
untuk berkontribusi kepada masyarakat
dibandingkan bekerja untuk menghasilkan
banyak uang (Allen, 2004).
Menurut Holm (2012), generasi Y
selain lebih tertarik pada pekerjaan yang
merangsang, menggairahkan, dan bermanfaat.
Mereka juga membutuhkan umpan balik,
pembinaan serta memahami bagaimana agar
mereka dapat menunjukkan kemajuan dalam

pekerjaan mereka sehingga timbul perasaan
bahwa mereka sangat bernilai dan memberikan
kontribusi bagi pekerjaan mereka. Hasil
penelitian Khalid, Nor, Ismail & Mohd (2013)
menunjukkan bahwa sportivitas dan civic
virtue memiliki hubungan negatif dengan
intensi turnover karyawan yang termasuk ke
dalam generasi Y. Menurut Khalid, Nor,
Ismail & Mohd (2013), hal tersebut pun
membuat generasi Y dianggap memberikan
tantangan baru bagi para atasan mereka di
perusahaan untuk terus melatih dan
memotivasi sehingga kekuatan yang dimiliki
oleh mereka dapat menjadi kekuatan dan
keuntungan bagi perusahaan. Fernando et al.,
(2012) menyebutkan bahwa apabila di kelola
dengan baik, karyawan muda dapat
memberikan kontribusi yang signifikan seperti
menciptkan bisnis baru, budaya organisasi
serta semangat yang tinggi.

Selain tengah memasuki usia kerja,
generasi Y juga termasuk ke dalam kelompok
mahasiswa. Hasil penelitian Schofield &
Honoré (2010) menyebutkan bahwa generasi
Y merupakan generasi yang memiliki
kepercayaan diri tinggi serta cenderung
mempelajari yang mereka sukai dan memiliki
ekspektasi akan hal tersebut. Pada tingkat
universitas, generasi Y memiliki kekuatan

dalam fleksibilitas dan energi namun generasi
Y memiliki kekurangan dalam melakukan
analisis atau berpikir secara mendalam dan
juga self-management (Schofield & Honoré,
2010). Generasi Y pun dianggap sebagai
generasi yang unik karena lebih bersifat
ambisius dan optimis dibanding generasi X
(Gardner & Eng, 2005).
Menurut
Mengü

dkk
(2015)
mahasiswa yang termasuk ke dalam generasi
Y memiliki keberanian untuk mengungkapkan
pemikiran dan pendapat mereka terutama
ketika menggunakan media sosial. Menurut
Michael McQueen (dalam Mengü dkk. 2015),
generasi Y hidup seiring dengan berbagai
perubahan dan tumbuh bersama teknologi
digital, mereka pun kritis dan tidak mudah
menyerah kepada suatu otoritas tertentu dan
menyuarakan apa yang di tentangnya melalui
sosial media. Hasil penelitian Gardner & Eng
(2005) mengenai fungsi perpustakaan pada
Generasi Y menunjukkan bahwa mahasiswa
memiliki cara baru dalam memanfaatkan
perpustakaan, mereka pun memiliki harapan
agar perpustakaan akademik lebih responsif
terhadap kebutuhan generasi Y terutama
terkait dengan permintaan fasilitas akademik

yang berkualitas dan kebutuhan akan integrasi
teknologi ke dalam pembelajaran.
Black (2010) menyebutkan bahwa
mahasiswa yang termasuk ke dalam generasi
Y memiliki cara berpikir dan cara memproses
informasi yang berbeda dengan generasi
sebelumnya. Mereka pun lebih banyak
memproses informasi dalam bentuk visual
seperti menggunakan gambar atau simbolsimbol. Lebih lanjut menurut Black (2010)
generasi Y merupakan generasi yang energik
serta membutuhkan stimulasi dan tantangan,
mereka memiliki toleransi yang rendah
terhadap kesabaran dan dalam mengikuti
instruksi langkah demi langkah dibandingkan
menggunakan teknologi digital. Hal tersebut
pun menyebabkan adanya implikasi berupa
ketidaksiapan dalam dunia kerja karena
kurangnya kemampuan dalam keterampilan
dasar, bekerja sama dengan orang lain serta
sangat tergantung dan nyaman pada teknologi

(Black, 2010).
Karakteristik yang khas pada generasi
Y tidak lepas dari kepribadian yang dimiliki
masing-masing individu pada generasi tersebut.
Menurut Feist & Feist (2014) kepribadian
adalah pola watak yang relatif permanen dan
karakter unik dimana keduanya memiliki

konsistensi dan keunikan pada perilaku
individu. Salah satu teori kepribadian yang
sering
digunakan
untuk
menjelaskan
kepribadian seseorang ialah The Big Five
Personality. Dalam Big Five Personality
terdapat lima dimensi kepribadian diantaranya
adalah neuroticism (N), extraversion (E),
openness to experience (O), agreeableness (A)
dan conscientiousness (C).

Menurut Howard & Miriam (dalam
Cervone & Lawrance, 2012) neuroticism (N)
berkaitan dengan trait negatif, yaitu orang
yang tinggi pada dimensi neuroticism
cenderung gugup, sensitif, tegang dan mudah
cemas. Pada orang yang memiliki extraversion
(E) tinggi cenderung penuh semangat, antusias,
dominan, ramah dan komunikatif. Orangorang dengan openess to experience (O) yang
cukup tinggi umumnya terlihat imajinatif,
menyenangkan, kreatif dan artistik. Pada tipe
kepribadian agreeableness (A), orang yang
memiliki agreeableness tinggi cenderung
ramah, kooperatif, mudah percaya, dan hangat.
Sedangkan pada orang yang memiliki
conscientiousness (C) tinggi umumnya
cenderung berhati-hati, dapat diandalkan,
teratur dan bertanggung jawab.
Menurut hasil penelitian Kim, Shin &
Swanger (2009), orang dengan neuroticism
tinggi

memiliki
kemungkinan
untuk
mengalami kelelahan kerja yang lebih tinggi
sedangkan tipe kepribadian conscientiousness
cenderung memiliki keterlibatan kerja tinggi.
Berdasarkan hasil Wihler, dkk (2016),
kepribadian conscientiousness pada tenaga
kerja apabila diimbangi dengan kepribadian
extraversion dapat memicu mereka untuk
memiliki motivasi berprestasi yang tinggi,
studi tersebut dilakukan pada sales di sebuah
perusahaan.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat
dikatakan bahwa meskipun berasal dari
generasi yang sama, tenaga kerja dan
mahasiswa memiliki pemikiran yang cukup
bertolak belakang, sehingga penelitian ini
dilakukan untuk melihat perbedaan tipe
kepribadian big five personality pada generasi
Y berdasarkan status pekerjaannya yaitu
mahasiswa dan tenaga kerja.

METODE

Responden Penelitian. Responden dalam
penelitian ini adalah generasi Y lahir pada
tahun 1980-2000 menurut (Meier, Austin &
Crocker, 2010). Sampel dalam penelitian ini
adalah 1286 generasi Y berusia 18-37 tahun
yang terdiri dari 1106 orang tenaga kerja dan
180 orang mahasiswa di Indonesia.
Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk ke
dalam desain penelitian non eksperimental dan
diklasifikasikan sebagai penelitian kuantitatif
karena data penelitian berupa angka dan
analisis dilakukan menggunakan
statistik
(Sugiyono, 2004).
Prosedur. Metode sampling yang digunakan
adalah teknik non-probability sampling berupa
purposive sampling, yaitu teknik penentuan
sampel berdasarkan pertimbangan tertentu,
dalam hal ini peneliti mempertimbangkan
pengambilan sampel pada individu yang
termasuk ke dalam generasi Y dengan rentang
usia 18-37 tahun.
Instrumen. Alat ukur big five personality
dalam penelitian ini menggunakan NEO-PI-R
Costa yang disusun oleh Costa & McCrae
pada tahun 1992 dan dikembangkan oleh
Humanika Consulting pada tahun (2004). Alat
ukur NEO-PI-R Costa versi Humanika
Consulting disusun berdasarkan kelima
dimensi
yakni
ekstraversion
(E),
agreeableness (A), conscientiousness (C),
neuroticism (N), openness to experience (O)
dan terdiri dari 240 item favorable dan
unfavorable berbentuk skala likert.
Teknik Analisis. Dalam penelitian ini, peneliti
ingin mengetahui lebih lanjut mengenai
perbedaan tipe kepribadian pada dua
karakteristik sampel yang berbeda. Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini
menggunakan pendekatan statistik
inferensial dengan teknik statistik non
parametrik karena data hasil penelitian
berbentuk ordinal sehingga statik yang
digunakan bersifat korelatif berupa teknik ChiSquare.
HASIL
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah
1286 orang dengan rentang usia yang cukup
jauh 18-37 tahun, responden termuda berada
pada usia 18 tahun dengan jumlah 128 orang
dan responden dengan usia yang cukup

Very Low

98

8.9

Low
Average
High

376
519
84

34
46.9
7.6

Very High

29

2.6

Very Low

296

26.8

Low
Average
High
Very High

403
262
105
40

36.4
23.7
9.5
3.6

Very Low

523

47.3

Low
Average
High
Very High

382
168
29
4

34.5
15.2
2.6
0.4

Very Low

778

70.3

Low
Average
High

198
97
29

17.9
8.8
2.6

Berdasarkan tabel diatas, dapat
dilihat bahwa tipe kepribadian neuroticism
yang paling banyak pada tenaga kerja
berada pada kategori rata-rata yaitu 519
orang (46.9%), sedangkan minoritas tipe
kepribadian neuroticism berada pada
kategori sangat tinggi yakni 29 orang
(2.6%). Extraversion tenaga kerja dalam
penelitian ini sebagian besar berada pada
kategori rendah sebanyak 403 orang

Extraversion

%

Opennes to
experience

N

Agreeableness

Kategori

Conscientiousnes

Neuroticism
Agreeableness

Opennes to
experience

Extraversion

Tenaga
Kerja

Tipe

Neuroticism

Mahasiswa

Tabel 1. Gambaran Tipe Kepribadian
Tenaga Kerja
Status
Pekerjaan

Conscientiousness

matang yaknik 37 tahun sebanyak 19 orang.
Secara umum, responden dalam penelitian ini
didominasi oleh laki-laki berjumlah 1028
orang (79.90%) dan perempuan berjumlah 258
orang (20.10%). Berdasarkan status pekerjaan,
sebagian besar responden merupakan tenaga
kerja yaitu sebanyak 1106 responden (86%)
dan mahasiswa sebanyak 180 orang (14%).

Very High

4

0.4

Very Low

554

50.1

Low

268

24.2

Average
High
Very High

182
69
33

16.5
6.2
3

Very Low

3

1.7

Low
Average
High
Very high

4
47
76
50

2.2
26.1
42.2
27.8

Very Low

6

3.3

Low
Average

18
81

10
45

High
Very High

68
7

37.8
3.9

Very Low

9

5

Low
Average
High
Very High

24
127
18
2

13.3
70.6
10
1.1

Very Low

40

22.2

Low

74

41.1

Average
High
Very High

57
8
1

31.7
4.4
0

Very Low

12

6.7

Low
Average
High
Very High

41
97
24
6

22.8
53.9
13.3
3.3

(36.4%) dan kategori terendah berada pada
kategori sangat tinggi yaitu sebanyak 40
orang (3.6%).
Didapatkan bahwa openness to
experience (O) tenaga kerja dalam
penelitian ini berada pada kategori sangat
rendah yaitu sebanyak 523 orang (47.3%)
dan yang tertinggi hanya berjumlah 4
orang (0.4%). Pada tipe kepribadian
agreeableness (A), sebagian besar tenaga

kerja berada pada kategori sangat rendah
yakni 778 orang (70.3%), dan hanya 4
orang pula yang memiliki agreeableness
(A) tinggi (0.4%). Conscientiousness (C)
pada tenaga kerja sebagian besar berada
pada kategori sangat rendah yaitu
sebanyak 554 orang (50.4%) dan paling
sedikit pada kategori sangat tinggi
sebanyak 33 orang (3%).
Lebih lanjut, gambaran tipe
kepribadian mahasiswa menunjukkan
bahwa neuroticism (N) mahasiswa berada
pada kategori tinggi yaitu 76 orang
(42.2%) dan paling sedikit berada pada
kategori sangat rendah 3 orang (1.7%).
Pada tipe kepribadian extraversion (E),
sebagian besar mahasisiswa berada pada
kategori rata-rata, dan paling sedikit
berada pada kategori sangat rendah yaitu 6
orang (3.3%). Openness to experience (O)
mahasiswa sebagian besar juga berada
pada kategori rata-rata dengan jumlah 127
orang (70.6%), dan hanya 2 orang yang
berada pada kategori sangat tinggi (1.1%).
Agreeableness pada mahasiswa sebagian
besar berada pada kategori rendah yaitu 74
orang (41.1%) dan hanya satu orang yang
berada pada kategori sangat tinggi (0%).
Tipe kepribadian conscientiousness (C)
didominasi pada kategori rata-rata
sebanyak 97 orang (53.9%), sedangkan
yang paling sedikit berada pada kategori
sangat tinggi yaitu 6 orang (3.3%).
Berikut akan dipaparkan mengenai
perbedaan tipe kepribadian big five
personality
yang
telah
dianalisis
menggunakan
teknik
statistik
non
parametrik yaitu chi square.
Tabel 2. Perbedaan Tipe
Kepribadian berdasarkan tipe big five
personality.
Tipe Kepribadian
Neuroticsm
Extraversion
Openness to Experience
Agreeableness
Conscientiousness

r
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Sig (p)
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Berdasarkan tabel diatas, pada
kelima dimensi big five personality
didapatkan hasil korelasi sebesar r = 0.00
dengan taraf signifikansi p = 0.00 (p <
0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan pada
tipe kepribadian neuroticism antara
mahasiswa dan tenaga kerja dengan nilai r
sebesar 0.00 dan angka signifikansi 0.00.
20.
Terdapat
perbedaan
yang
signifikan
pada
tipe
kepribadian
extraversion antara mahasiswa dan tenaga
kerja dengan nilai r sebesar 0.00 dan angka
signifikansi sebesar 0.00. Terdapat pula
perbedaan yang signifikan pada tipe
kepribadian openess to new experience
antara mahasiswa dan tenaga kerja dengan
nilai r sebesar 0.00 dan nilai signifikansi
sebesar 0.00. Lebih lanjut, ada perbedaan
yang signifikan pada tipe kepribadian
agreeableness antara mahasiswa dan
tenaga kerja dengan nilai r sebesar 0.00
dan nilai signifikansi sebesar 0.00.
Terdapat perbedaan yang signifikan pada
tipe kepribadian conscientiousness antara
mahasiswa dan tenaga kerja dengan nilai r
sebesar 0.00 dan nilai signifikansi sebesar
0.00
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis statistik
yang telah telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka peneliti membuat
kesimpulan bahwa terdapat perbedaan
yang
signifikan
tipe
kepribadian
neuroticism, extraversion, openness to
experience,
agreeableness
dan
conscientiousness pada tenaga kerja dan
mahasiswa yang termasuk generasi Y.
DISKUSI
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan yang
signifikan antara tipe kepribadian tenaga
kerja dan mahasiswa yang masuk ke dalam
kategori Generasi Y jika dilihat dari
kelima dimensi Big Five Personality yaitu
neuroticism, extraversion, openness to

experience,
agreeableness
dan
conscientiousness.
Berdasarkan hasil analisis yang
telah dilakukan, didapatkan hasil yaitu
terdapat perbedaan yang signifikan antara
tipe kepribadian tenaga kerja dan
mahasiswa yang masuk ke dalam kategori
Generasi Y jika dilihat dari Big Five
Personality.
Gambaran
dari
hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa
seluruh dimensi kepribadian Big Five
Personality pada mahasiswa lebih tinggi
daripada tenaga kerja.
Neuroticism merupakan dimensi
Big Five Personality yang berkaitan
dengan trait negatif. Dalam penelitian ini
didapatkan hasil bahwa neuroticism pada
mahasiswa jauh lebih tinggi dibandingkan
pada pekerja, yakni gambaran tipe
kepribadian neuroticism pada mahasiswa
berada pada kategori tinggi sedangkan
pada pekerja berada pada kategori rata-rata.
Skor neuroticism yang berada pada
kategori tinggi (76%) pun sesuai dengan
hasil penelitian Bhagat & Nayak (2014)
mengenai neuroticism dan performa
akademik pada mahasiswa kedokteran di
India yang diukur menggunakan Eysanck
Personality Inventory bahwa performa
para mahasiswa kedokteran dipengaruhi
oleh adanya emosi negatif berupa
kecemasan, kemurungan, kekhawatiran, iri
hati dan kecemburuan.
Menurut Cress & Lampman (2007),
periode awal kuliah merupakan periode
paling menegangkan bagi mahasiswa
karena mereka perlu mengelola kehidupan
sendiri. Hal yang membuat mereka stres
pun antara lain perubahan lingkungan,
masalah interpersonal dan stres akademik
(Civitci, 2015). Begitu pula menurut hasil
penelitian Djudiyah, dkk (2016) mengenai
perbedaan neuroticism berdasarkan jenis
kelamin pada mahasiswa yang berusia 18
hingga 19 tahun di Indonesia menunjukkan
bahwa mahasiswa baru memiliki tingkat
neuroticism
yang
lebih
tinggi
dibandingkan mahasiswa yang sudah lebih
lama belajar di universitas. Berdasarkan
hal tersebut, dapat dikatakan bahwa

tingginya neuroticism mahasiswa yang
termasuk ke dalam generasi Y terjadi
karena adanya proses penyesuaian yang
mereka hadapi ketika memasuki bangku
perkuliahan.
Lebih lanjut, neuroticism pekerja
dalam penelitian ini berada pada kategori
yang
lebih
rendah
dibandingkan
mahasiswa, namun meskipun lebih rendah,
neuroticism pekerja berada pada kategori
rata-rata. Howard & Miriam (dalam
Cervone & Lawrance, 2012) menyebutkan
bahwa karakteristik individu yang
memiliki
skor
neuroticism
tinggi
merupakan individu yang mudah khawatir,
cemas, emosional, merasa tidak nyaman,
kurang penyesuaian dan sering kali
merasakan kesedihan yang tidak beralasan.
Di lain sisi, individu dengan neuroticism
rendah dalam dimensi ini cenderung
tenang dan santai (Howard & Miriam
dalam Cervone & Lawrance, 2012). Hasil
penelitian Amir, dkk (2014) mengenai
pengukuran Big Five Personality dengan
performa tim dan keterlibatan karyawan
pada karyawan di Pakistan menunjukkan
adanya
hubungan
negatif
antara
neuroticism dengan performa tim yang
berarti semakin tinggi neuroticism
karyawan maka semakin rendah performa
tim yang dimiliki oleh karyawan.
Berdasarkan pemaparan diatas, dalam
penelitian ini, pekerja masuk dalam
kategori rata-rata sehingga karakteristik
tenaga kerja Generasi Y berada diantara
kedua kategori tersebut yakni memiliki
keseimbangan dalam mengatur kecemasan
dan ketenangan yang mereka rasakan.
Extraversion merupakan salah satu
dimensi Big Five Personality. Individu
dengan karakteristik extraversion yang
tinggi merupakan individu yang mudah
bergaul,
aktif,
banyak
berbicara,
berorientasi
pada
orang,
optimis,
menyenangkan dan penuh kasih sayang
(Cervone & Lawrance, 2012). Hasil
analisis dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa mahasiswa memiliki extraversion
yang lebih tinggi yaitu berada pada
kategori rata-rata (45%) daripada pekerja

yang berada pada kategori rendah (36.4%).
Menurut Civitci (2015) ketika seseorang
menjadi mahasiswa, mereka mereka
cenderung akan mengikuti kegiatan
ekstrakulikuler seperti menjadi bagian dari
komunitas, klub, menghadiri kegiatan seni,
olahraga dan musik yang berpengaruh
pada
penyesuaian
psikososial,
pengembangan akademik dan karir
mahasiswa. Partisipasi mahasiswa di
universitas
pun
mencerminkan
perkembangan kepribadian dan sosial
mereka (Astin, 1999). Hal ini sesuai pula
dengan karakteristik Generasi Y yang
menyukai
aktivitas
bersosialisasi,
cenderung
patriotik
dan
bersedia
memperjuangkan
kebebasan
(Meier,
Austin & Crocker, 2010).
Pada pekerja, hasil analisis
menunjukkan bahwa pekerja memiliki
extraversion yang rendah. Menurut
Cervone & Lawrance (2012) karakteristik
extraversion yang rendah ditandai dengan
perilaku tidak ramah, tenang, periang,
menyendiri dan task- oriented. Tabernero,
dkk (2011) menyebutkan bahwa karyawan
memiliki tanggung jawab dan tugas yang
harus diselesaikan sehingga mereka lebih
berorientasi pada tugas. Menurut Meier,
Austin & Crocker (2010) pun Generasi Y
merupakan generasi yang berorientasi
pada tujuan. Perilaku karyawan juga
terbentuk tidak terlepas dari adanya
pengaruh dari pemimpin mereka di
perusahaan (Tabernero, dkk, 2009),
sehingga
dapat
dikatakan
bahwa
lingkungan kerja seperti atasan dan
pekerjaan karyawan memiliki andil dalam
menyebabkan rendahnya extraversion
yang dimiliki oleh tenaga kerja yang
termasuk ke dalam generasi Y.
Openness to experience merupakan
dimensi kepribadian yang terkait dengan
kreativitas dan imajinasi individu.
Openness to experience ditandai dengan
rasa ingin tahu tinggi, banyak berbicara
dan spontan (Costa & McCrae, 1992a).
Orang yang tinggi pada dimensi openness
to experience umumnya terlihat imajinatif,
menyenangkan, kreatif dan artistik. Hasil

penelitian Caprara, dkk (1996) pun
mengungkapkan
bahwa
keterbukaan
individu terhadap pengalaman berkorelasi
negatif dengan sifat mudah tersinggung
dan permusuhan. McCrae & Sutin (2009)
menyebutkan bahwa individu yang
memiliki openness to experience tinggi
lebih mudah menerima masukan dari
orang lain namun kurang otoriter,
sedangkan orang yang rendah pada
dimensi
ini
umumnya
dangkal,
membosankan atau sederhana (Howard &
Miriam dalam Cervone & Lawrance,
2012).
Hasil analisis menunjukkan bahwa
mahasiswa
memiliki
openness
to
experience yang berada pada kategori ratarata (70.6%). Kauffman, dkk (2015)
menyebutkan bahwa openness merupakan
prediktor Big Five yang paling kuat dan
konsisten di bidang seni dan sains
terutama
pada
mahasiswa.
Ketika
mahasiswa melakukan hal baru pun
mereka akan lebih mudah menunjukkan
keterlibatan tinggi dan mereka yakin
terhadap apa yang mereka lakukan
(Cardona dkk, 2012). Schofield & Honoré
(2010) juga menyebutkan hal serupa
bahwa Generasi Y memiliki kekuatan
dalam fleksibilitas dan energi yang tinggi
dalam melakukan sesuatu.
Lebih lanjut, berdasarkan hasil
analisis, openness to experience yang
dimiliki pekerja berada pada kategori
sangat rendah (47.3%). Opennes to
experience yang rendah ditandai dengan
kecenderungan untuk mengikuti apa yang
sudah ada, down to earth, tertarik hanya
pada satu hal, tidak memiliki jiwa seni dan
kurang analitis. Celik & Oral (2016)
mengemukakan
melalui
hasil
penelitiannya
mengenai
Big
Five
Personality dan komitmen organisasi
bahwa openness to experience berkorelasi
negatif dengan continuance commitment,
yang berarti semakin rendah keterbukaan
akan pengalaman yang dimiliki karyawan,
maka continuance commitment yang
dimiliki karyawan akan semakin tinggi,
sehingga
dapat
dikatakan
bahwa

rendahnya skor openness to experience
pada tenaga kerja yang termasuk Generasi
Y
justru
membuat
continuance
commitment yang tinggi pada perusahaan.
Johnson, Hayes, Roehm &
Castellano (dalam Rothman & Coetzer,
2003) menyebutkan bahwa karyawan akan
lebih mudah sukses apabila memiliki skor
openness to experience yang rendah, hal
ini karena karakteristik openness to
experience dalam diri karyawan tidak
dapat menjadi prediktor penentu performa
kerja mereka. Hasil penelitian Rothman &
Coetzer (2003) menunjukkan adanya
korelasi positif antara management
performance
dengan
openness
to
experience yang berarti semakin tinggi
individu memiliki keterbukaan terhadap
pengalaman maka semakin tinggi pula
management
performance
yang
dimilikinya, berdasarkan skor yang
diperoleh maka tenaga kerja generasi Y
kurang
memiliki
management
performance dalam diri mereka.
Agreeableness merupakan dimensi
big five personality yang terkait dengan
pribadi yang ramah, kooperatif, mudah
percaya dan hangat. Agreeableness pun
didefinisikan
sebagai
karakteristik
kejujuran dalam berekspresi, altruisme,
patuh, rendah hati dan bersimpati terhadap
orang lain. Howard & Miriam (dalam
Cervone
&
Lawrance,
2012)
mengemukakan bahwa orang yang rendah
dalam dimensi agreeableness cenderung
dingin, penuh konfrontatif dan kejam.
Trait agreeableness dalam diri individu
merupakan prediktor yang signifikan
dalam menentukan kinerja seseorang (Tett
dkk,
1991).
Salgado
(1997)
mengungkapkan bahwa agreeableness
berhubungan dengan keberhasilan suatu
pelatihan atau training yang dijalani oleh
individu.
Sifat
agreeableness
pun
merupakan salah satu
hal
yang
mengarahkan pada kesuksesan dalam
pekerjaan (Hakim dalam Rothmann &
Coetzer, 2003).
Namun, berdasarkan hasil analisis
menunjukkan bahwa antara mahasiswa

dan pekerja memiliki agreeableness yang
sama-sama rendah, dalam hal ini pekerja
memiliki agreeableness yang jauh lebih
rendah yaitu berada pada kategori sangat
rendah (63.6%) dibandingkan mahasiswa
yang berada pada kategori rendah (41.1%).
Hasil penelitian ini diperkuat dengan
uraian dari Sarwono (2012) bahwa
generasi Y merupakan generasi yang
individualistik dan berpikir mandiri. Black
(2010) pun menyebutkan bahwa generasi
Y merupakan orang-orang yang memiliki
toleransi rendah terhadap kesabaran.
Adanya
pemaparan
tersebut
pun
memperkuat
rendahnya
skor
agreeableness yang dimiliki oleh generasi
Y
yakni
karena
karakteristik
individualistik yang mereka miliki.
Menurut Black (2010) karakteristik
individualistik tersebut menyebabkan
adanya implikasi berupa ketikaksiapan
dalam dunia kerja karena kurangnya
kemampuan dalam bekerjasama dengan
orang lain serta sangat tergantung pada
keberadaan teknologi.d
Terkait dengan conscientiousness,
McCrae & Costa (1992a) menyebutkan
bahwa conscientiousness didefinisikan
sebagai kesanggupan seseorang dalam
melakukan sesuatu, kemampuan individu
dalam
mengorganisasi
suatu
hal,
kecenderungan memegang erat prinsip
yang ada dalam hidup, kemampuan dalam
berprestasi, kemampuan mengatur diri
sendiri serta individu berpikir sebelum
bertindak. Howard & Miriam (dalam
Cervone & Lawrance, 2012) menyebutkan
bahwa orang yang tinggi pada dimensi ini
umumnya berhati-hati, dapat diandalkan,
teratur dan bertanggung jawab. Orang
yang rendah pada dimensi ini cenderung
ceroboh, berantakan dan tidak dapat
diandalkan (Howard & Miriam dalam
Cervone & Lawrance, 2012). Berdasarkan
hasil
analisis,
ditemukan
bahwa
conscientiousness
mahasiswa
dalam
penelitian ini berada pada kategori ratarata yaitu (53.9%), sehingga dapat
dikatakan
bahwa
conscientiousness

mahasiswa berada diantara kedua kategori
tersebut.
Lembaga Educational Testing
Service (2012) memaparkan bahwa
conscientiousness terbukti sebagai dimensi
kepribadian yang paling konsisten dan
signifikan sebagai prediktor kinerja di
tempat kerja, namun hasil analisis
menunjukkan bahwa pekerja berada pada
kategori sangat rendah yakni sebesar
(50.1%). Hasil penelitian ini diperkuat
dengan pendapat Corget, Gonzalez &
Mateo (2015) yang mengemukakan bahwa
meskipun generasi Y dianggap kreatif
tetapi organisasi cenderung enggan untuk
mempekerjakan
orang-orang
yang
termasuk ke dalam generasi Y karena
rendahnya ketekunan yang mereka miliki.
Schofield & Honore (2010) pun
menyebutkan bahwa generasi Y memiliki
kekurangan dalam melakukan analisis atau
berpikir secara mendalam dan kurangnya
self-management.
Berdasarkan proses penelitian serta
kesimpulan dan diskusi yang ada, peneliti
menyarankan beberapa hal yang dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan
untuk penelitian selanjutnya yakni
penelitian selanjutnya disarankan memiliki
jumlah sampel penelitian yang seimbang
dan jauh lebih banyak agar hasil penelitian
dapat lebih digeneralisasikan, penelitian
selanjutnya disarakankan pula untuk
memperkaya hasil penelitian berdasarkan
masing-masing facet yang ada di setiap
dimensi Big Five Persoanlity serta dapat
pula melakukan penelitian serupa dengan
sampel penelitian dari generasi yang
berbeda seperti generasi baby boombers.
Saran praktis yang dapat dilakukan
oleh individu yang termasuk ke dalam
generasi Y ialah perlunya mengevaluasi
kembali mengenai tinggi rendahnya trait
neuroticism, extraversion, openness to
experience,
agreeableness
dan
conscientiousness dalam diri masingmasing agar dapat memaksimalkan potensi
yang dimiliki. Bagi perusahaan dapat
menggunakan pendekatan baru dalam
mengelola karyawan yang termasuk ke

dalam generasi Y agar potensi yang
dimiliki oleh tenaga kerja dapat
memberikan kontribusi yang signifikan
bagi perusahaan. Bagi pihak universitas,
dapat mengenali karakteristik mahasiswa
yang termasuk dalam generasi Y serta
menggunakan pendekatan baru dan
metode pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik dominan pada mahasiswa
generasi Y.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, F. N. (2014). Measureing the effect of
five factor model of personality on
team performance with moderating
role of employee engagement. Journal
of Psychology and Behavioral Science,
2(2), 221-255.
Astin, A. W. (1999). Student involvement: A
developmental theory for higher
education. Journal of College Student
Development, 40(5), 518-29.
Bhagat, V. N. (2014). Neuroticism and
Academic Performance of Medical
Students. International Journal of
Humanities and Social Science
Invention, 3(1), 51-55.
Black, A. (2010). Gen Y: Who They Are and
How They Learn. Educational
Horizonz, Winter, 92-100.
Caprara, G. V. & Barbaranell, C. (1996).
Understanding the complexity of
human aggression; affective, cognitive,
and
dimension
of
individual
differences in propensity toward
aggression. European Journal of
Personality, 10, 133-155.
Cardona, I. S. (2012). Self-efficacy and
openness to experience as antecedent
of study engagement: an exploratory
analysis. Procedia - Social and
Behavioral Sciences , 46, 2163-2167.
Celik,

G. T. (2016). Big five and
organizational commitment - the case
of turkish constuction professionals.
Human
Resource
Management
Research , 6(1), 6-14.

Civitci, A. (2015). Perceived stress and life
satisfaction
in
college
students:belonging and extracurricular
participation as moderators. Procedia
- Social and Behavioral Sciences, 205,
271 – 281 .
Cer vone, D & Lawrance A. P. (2012).
Kepribadian: Teori dan penelitian
( Edisi 7, Jilid 2). Jakarta: Salemba
Humanika.
Corgnet, B. G. (2015). Cognitive reflection
and the diligent worker: an
experimental study of millennials.
PLoS ONE, 10(11) 1-12.
Cress, V. &. (2007). Hardiness, stress, and
health-promoting behaviors among
college students. Psi Chi Journal of
Undergraduate Research, 12(1), 18–
23.
Costa, P.T. & McCrae, R.R. (1992a).
Discriminant Validity Of NEO-PIR
Facet
Scales.
Education
and
psychological measurement, 52, 229237.
Costa, P.T. & McCrae, R.R. (1992b). Normal
Personality Assessment in Clinical
Practice; The NEO Personality
Inventory. Psychological Assessment,
4, 5-13.
Djudiyah., S. M. (2016). Gender differences in
neuroticism on college students. Asean
Conference 2nd Psychology and
Humanity (pp. 723-728). Malang:
Psychology Forum UMM.
Feist, J & G J. Feist (2010). Teori kepribadian
(Edisi 7., Jilid 2). Jakarta: Salemba
Humanika.
F eist, J. & F eist, G, J. ( 201 4). T eori
Kepribadian.
Jakarta:
Salemba
Humanika.

want: generation y and the changing
function of the academic Library.
Portal: Libraries and the Academy,
5(3), 405-420.
Gravetter, F,J dan Wallnau, L,B. (2014).
Pengantar Statistika Sosial, Edisi 8.
Jakarta: Salemba Humanika
Hurst, J, L & Good, L, K. (2009). Generation
Y and career choice: The impact of
retail career perceptions, expectations
and entitlement perceptions. Career
Development International, 14(6),
570-593.
Holm, T. (2012). Managing millennials:
Coaching the next generation.
Forensic, 97(2), 25-38.
International Labour Organization. (2015).
Tren ketenagakerjaan dan sosial di
Indonesia2014- 2015: Memperkuat
daya saing dan produktivitas melalui
pekerjaan layak. Jakarta: ILO.
Kaufman, S. Q. (2015). Openness to
experience and intellect differentially
prredict creative achievement in the
arts and sciences. Journal of
Personality, 84(2), 1-12.
Kerlinger & Lee. (2000). Foundation of
Behavioral Research (4th
USA:Thomson Learning.

Ed).

Khalid, S, A, Nor, M, N., Ismail, M. (2013).
Organizational
citizenship
and
generation y turnover Intention.
International Journal of Academic
Research in Business and Social
Sciences, 3 (7), 132-141.
Kim, H, J., Shin, K, H., Swanger, N. (2009).
Burnout
and
engagement:
comparative analysis
using the Big Five personality
dimensions. International Journal of
Hospitality Management, 28, 96–104.

Fernando, Y., Mat Saad, N. And Haron, M.S.
(2012), ”New marketing definition: a
future agenda for a low cost carrier
airlines in Indonesia”, Business
Strategy Series, 13(1), 31-40

Kupperschmidt, B. (2000). Multigenerational
employees: strategies for effective
management. The Health Care
Manager, 19 (1), 65-76.

Gardner, S & Eng, S. (2005). What students

Mannheim, K. (1972). Essays on the Sociology

of Knowledge. New York: Oxford
University Press.
Meier, J., Austin, S, F., Crocker, M. (2010).
Generation Y in the Workforce:
Managerial Challenges. The Journal
of Human Resource and Adult
Learning. 6(1), 68-78.
Mengü, S, C., Güçdemir, Y., et al. (2015).
Political Preferences of Generation Y
University Student with regards to
governance and social media: A study
on march 2014 local elections.
Procedia-Social
and
Behavioral
Sciences, 174, 791-797.
Petersen-K, S,A., Jordan, C,L., Soutar, G, N.
(2011). The big five, emotional
exhaustion and citizenship behaviours
in service settings: The mediating role
of emotional labor. Personality and
Individual Differences, 50, 43-48.
PricewaterhouseCoopers International Limited
(PwCIL). (2011). Millennials at work:
Reshaping the workplace. PwC.
Diakses pada April, 27 2017.
http://pwc.to/1QiIHGJ.
Rothmann, S. &. (2003). The big five
personality dimensions and job
performance. SA Journal of Industrial
Psychology, 29 (1). 68-74.
Salgado, J. (1997). The five-factor model of
personality and job performance in the
European Community. Journal of
Applied Psychology, 82, 30-43.
Sarwono, W, S. (2011). Psikologi Remaja.
Jakarta: Rajawali Press.
Sarwono, S. (2012). Y generation at work. 5th
Psychology For Non Psychologist
Conferences (pp. 1-12). Bandung:
Intipesan; knowledge for success.
Scholfield, C, P. & Honor é, S. (2010).
Generation Y and Learning, , 360°.
The Ashridge Journal, Winter, 26-32.
Service, E. T. (2012). Relationships between
big five and academic and worforce
outcomes. New Jersey: Educational
Testing Service.

Simanjuntak, P. (1998). Pengantar Ekonomi
Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Solnet D, Hood A. 2008. Generation Y as
hospitality employees: framing a
research
agenda.
Journal
of
Hospitality and Tourism Management,
15, 59–68.
S u gi y on o. ( 2 0 1 4 ) . M et o d e p en el i ti a n
kuantitatif, kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Tabernero, C. &. (2011). Self-efficacy and
intrinsic
motivation
guiding
environmental
behavior.
Environmental and Behavior, 43(5),
658-675.
Tabernero, C. C. (2009). The role of taskoriented versus relationship-oriented
leadership on normative contract and
group performance. Social Behavior
and Personality, 42, 1391-1404.
Tett, R. J. (1991). Personality measures as
predictors of job performance: A
meta-analysis
review.
Personnel
Pychology, 44, 703-742.
Wihler, A., Meurs, J, A., Momm, T, D.,
Julia,J.,
Gerhard,
B.
(2017).
Personality
and
Individual
Differences, 107, 291-296.
Weingarten, R, M. (2009). Four generations,
one workplace: A gen X-Y staff
nurse’s view of team building in the
emergency department. Journal of
Emergency Nursing, 35, 27,-30
Zemke R, Raines C, Filipczak B. 2000.
Generation at Work: Managing the
Clash ofVeterans, boomers, Xers and
Nexters in your Workplace. Edisi 2.
New York: Amacom.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65