Budaya Bahasa Isyarat BISINDO di Indones

BAB I
PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang

Bahasa secara umum adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh
para angora kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasi diri. Bahasa memiliki unsur yang tersusun sehingga memiliki arti saat
penggunaannya. Di dunia ini ada banyak sekali bahasa. Salah satunya bahasa isyarat. Bahasa
isyarat merupakan suatu sistem yang dipakai oleh tuli agar dapat berkomunikasi, berinteraksi,
dan menyampaikan gagasan dengan para penggunanya.
Bahasa isyarat Korea merupakan sistem isyarat yang digunakan oleh tuli di Korea. Korea
merupakan negara yang memiliki banyak kebudayaan tetapi dalam segi bahasa, Korea hanya
memiliki satu bahasa, yaitu bahasa Korea. Akan tetapi, berbeda dengan bahasa isyarak Korea
yang memiliki versi, yaitu Korean Sign Language (KSL) dan Korean Standard Sign Language
(KSDSL) Bagaimana bahasa isyarat di sebuah negara terbentuk merupakan sesuatu yang
menarik untuk dikaji, terlebih pada bahasa isyarat.
Sekelompok tuli merupakan orang-orang dengan segala kemampuannya. Akan tetapi, tuli
menjadi sesuatu yang disebut “kekurangan” bagi orang lain jika mereka tidak bisa menghargai
orang tuli tersebut. Di setiap negara, tentunya memiliki orang tuli. Cara bagaimana negara

tersebut mengangkat tuli agar setara dengan masyarakat lain adalah suatu pekerjaan yang sulit.
Di Korea, penghargaan atas tuli dilakukan dengan menyelenggarakan acara di sebuat media.
Setiap tuli juga tentunya memiliki kebudayaan dan komunitas. Komunitas merupakan
sekumpulan orang yang berada dalam satu kelompok tertentu, memiliki tujuan, dan ideologi
yang sama. Komunitas tuli ada di berbagai belahan dunia. Akan tetapi kebudayaan yang
dihasilkan bisa memiliki persamaan dan perbedaan. Di Indonesia, komunitas tuli membentuk
suatu kebudayaan. Oleh karena itu, Korea yang masih dalam satu Asia pun tentunya memiliki
budaya.

II.

Rumusan Masalah
1

1.
2.
3.
4.

III.


Bagaimana sistem bahasa isyarat di Korea?
Bagaimana sejarah bahasa isyarat di Korea?
Apa yang dilakukan pemerintah untuk komunitas tuli?
Apa perbedaan visual gestur di Korea dan Indonesia?

Tujuan

Isi dari makalah ini, penulis mencoba menjelaskan bagaimana sistem bahasa isyarat di Korea.
Sistem isyarat di Korea, dibedakan menjadi dua yang menjadi topik serupa, di Indonesia pun
sistem isyarat dibedakan menjadi dua. Kemudian untuk mengetahui bagaimana sejarah bahasa
isyarat di Korea serta penjelasan atas kemiripan bahasa isyarat di Jepang dan Taiwan.
Selain itu, Korea sebagai negara yang maju di Asia tentu mempunyai sistem fasilitas yang baik
bagi komunitas tuli. Hal itulah yang akan dibahas dalam makalah ini. Terakhir, mengenai budaya
Korea dan Indonesia yang termasuk dalam kawasan Asia sehingga memiliki persamaan dan
perbedaan. Kebudayaan itu dapat dijadikan acuan untuk mengetahui seberapa penting budaya
tuli di Korea dijalankan oleh penggunanya.

2


BAB II
ISI
Sebelum membahas mengenai sistem bahasa isyarat Korea, sejarah bahasa isyarat
Korea sangatlah unik. Jika di Indonesia SIBI merupakan sistem yang diakui pemerintah, di
Korea kedua bahasa isyarat itu diakui. Umumnya tuli di Korea menggunakan KSL sebagai alat
komunikasi mereka. Bahasa isyarat Korea memiliki kemiripan dengan bahasa isyarat Jepang dan
Taiwan. Hal ini dikarenakan letak antara Korea, Taiwan, dan Jepang yang berdekatan dan
memiliki sejarah kolonial yang berhubungan.
Jepang menduduki Taiwan sejak tahun 1895 sampai dengan 1945 dan menduduki Korea
sejak 1910 sampai dengan 1945. Selama masa penjajahan tersebut, para pengajar dari Jepang
mendidrikan sekolah tuli di Taiwan dan Korea. Karena sumber pengajaran di sekolah tuli itu
berasal dari Jepang, maka sistem bahasa isyaratnya pun hampir 60-70% sama dan ujarannya
dapat dimengerti oleh ketiga negara tersebut. Hal ini sangat berbeda sekali dengan bahasa asli
ketiga negara tersebut yang tidak memiliki kemiripan.
-

Korean Sign Language (KSL) dan Korean Standard Sign Language (KSDSL)

Sama halnya dengan di Indonesia, bahasa isyarat di Korea pun memiliki versi. Di Indonesia
bahasa isyarat yang digunakan adalah SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) dan Bisindo

(Bahasa isyarat Indonesia). Adapun di Korea, bahasa isyarat yang dipakai adalah Korean Sign
Language (KSL) dan Korean Standard Sign Language (KSDSL). Pebedaan di antara keduanya
terletak pad acara penyampaian. KDSL adalah bentuk manual-kode dari Korea sedangkan KSL
adalah bahasa isyarat alami dengan kosakata dan tata bahasa yang memiliki aturan sendiri yang
tentunya berbeda dengan bahasa Korea.
Penggunaan KDSL mulai digunakan pada 1980-an dengan proses oralism (belajar berbicara
dan membaca bibir dalam bahasa Korea). Sebelumnya, proses oral telah menjadi hal yang
dominan di dalam pendidikan di sekolah-sekolah tuli d Korea. Oleh karena itu, KDSL digunakan
dengan proses oral. Hal ini digunakan atas keyakinan menggunakan kode manual dari bahasa
lisan Korea akan meningkatkan kesdaran melek huruf di kalangan siswa tuli.
Studi terbaru di Korea menunjukkan bahwa bagaimana pun, penggunaan KSL adalah
predictor yang menghambat pemahaman literasi pada siswa tuli. Hal ini serupa dengan penelitian
3

pada America Sign Language (ASL) dan penggunaan bahasa lisan di Amerika Serikat. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa kelancaran siswa tuli dalam berbahasa lisan dilakukan dengan
pemorelahan bahasa kedua yang difasilitasi oleh ASL. Oleh karena itu, kefasihan siswa tuli
didorong oleh bahsa alami seperti ASL atau KSL memberikan landasan bahasa yang tepat untuk
pemerolehan bahasa kedua. Sementara itu, penggunaan kode manual akan menghambat akusisi
bahasa.

-

Pembelajaran Bahasa isyarat Korea

Sebagai upaya memaksimalkan penggunaan KSL di Korea, baru-baru ini beberapa pengajar
bahasa isyarat di Korea menganjurkan adanya pendekatan bilingual-bicultural yang mereka
sebut “2Bi”. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mengajarkan kepada pengguna isyarat di Korea
untuk tidak menggabungkan bahasa isyarat dengan lisan (gerak mulut). Alasannya adalah bahasa
Korea dengan KSL memiliki perbedaan, KSL tidak selalu mengacu pada bahasa lisan Korea.
Beberapa kosakata dari KSL mengacu pada JSL (Japanese Sign Language) maka dari itu
beberapa pengajar merasa butuh untuk mngadakan pendekatan ini ke beberapa sekolah-sekolah
tuli di Korea.
Beberapa sekolah di Korea sudah melakukan pendekatan ini, namun ada juga sekolah yang
menolak menggunakan pendekatan ini. Beberapa sekolah dan pengajar masih ada yang
berasumsi bahwa bahasa isyarat yang digunakan harus mengacu pada bahasa lisan Korea karena
pendekatan KSL berbeda dengan bahasa Korea. Maka dari itu, untuk saat ini pengaplikasian
pendekatan 2Bi masih kurang di Korea, akan tetapi di Korea sudah ada pelatihan untuk para
pengajar di masa depan melalui pendekatan 2Bi dan mengajarkan pentingnya KSL bagi para
pengguna isyarat di Korea.
-


Komunitas Tuli di Korea

Sebagai manusia, orang-orang tuli juga membutuhkan komunikasi. Akan tetapi, tuli
merupakan suatu hal yang khusus sehingga cukup sulit untuk menemukannya. Untuk menangani
hal ini, diperlukan pembentukan asosiasi agar dapat memudahkan para anggotanya bertemu satu
sama lain. Salah satu pusat asosiasi orang tuli di Korea Selatan berada di kota Seoul dengan
nama Korea Association of the Deaf. Asosiasi ini memiliki alamat website yang dapat diakses
di http://deafkorea.com. Akan tetapi, aksara yang digunakan ialah aksara korea.
4

Pemerintah membangun gedung sebagai kantor asosiasi tersebut. Fasilitas yang
disediakan kantor tersebut yaitu penerjemah dan studio. Penerjemah yang dimiliki asosiasi ini
cukup banyak, sehingga satu pengunjung tuli dapat didampingi oleh tiga orang penerjemah.
Stuidio di kantor ini berguna untuk pembuatan video percakapan tentang topik yang sedang
hangat dibicarakan. Orang tuli Korea biasanya menyewa penerjemah yang bisa ia panggil dalam
keadaan darurat. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan jumlah orang yang dapat berbahasa
isyarat.
Salah satu hal menarik ialah acara “Miss and Mister Deaf Korea”. Acara ini ditujukan bagi
komunitas tuli sebagai ajang untuk menunjukkan bakatnya. Fanpage Facebook acara tersebut

sering mengunggah beberapa foto yang menggambarkan proses penyerahan mahkota. Hal ini
menunjukkan bahwa komunitas tuli tidak merasa adanya diskriminasi, justru apresiasi yang
cukup besar dari masyarakat.
-

Perbedaan Isyarat Visual Korea dan Indonesia
Isyarat visual adalah suatu kegiatan yang mencakup ekspresi wajah, kontak mata,

gerakan tubuh (terutama isyarat tangan), serta penampilan fisik dan objek yang ditunjukkan.
Pesan nonverbal akan ditangkap secara visual melalui isyarat visual. Isyarat visual dibagi
menjadi 3 bagian yaitu, adanya penggunaan ekspresi wajah, isyarat tangan, dan penampilan fisik.
Isyarat wajah merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam sebuah bahasa isyarat,
karena akan mempermudah penyampaian pesan yang disampaikan secara visual tersebut. Oleh
karena itu, dengan terjadinya perbedaan lingkungan, budaya, dan keadaan sosial memberikan
pengaruh yang besar pada perubahan ekspresi wajah. Misalnya, ekspresi wajah yang umum
terdiri dari marah, senang, sedih, terkejut, takut, dan muak. Ekspresi seperti ini dalam contoh
yang akan dibahas yaitu di negara Korea dan Indonesia memiliki mimik wajah yang berbeda.
Hal ini terihat dari gerakan mata dan alis, dahi, hidung, pipi, dan mulut yang tidak sama ketika
terjadinya perubahan emosi.
Gerakan tubuh (isyarat tangan) sangat berpengaruh pada budaya dan lingkungan,

sehingga perbedaan makna dapat terjadi. Isyarat tangan merupakan pesan gestural, yaitu pesan
yang disampaikan melalui anggota tubuh yang lain. Salah satu pesan yang disampaikan melalui
gerakan tubuh yang dilakukan negara Korea ialah saat mereka mengalami kesenangan, karena
5

sukses atau berhasil melakukan sesuatu mereka akan melakukan gerakan tangan berbetuk huruf
“V”. Hal yang berbeda lagi antara gerakan isyarat tangan Indonesia dengan Korea, yaitu ketika
orang Indonesia melambaikan gerakan sapaan berupa lambaian tangan, sedangkan di Korea
mereka menyapa dengan cara membungkukkan badan mereka.
Penampilan fisik juga berperan penting dalam menimbulkan suatu kesan pertama dalam
upaya berkomunikasi. Penampilan fisik mencakup tubuh, pakaian, dan kosmetik. Secara fisik
pun perbedaan tersebut dapat dilihat antara Korea dan Indonesia. Adanya perbedaan ukuran bola
mata dan warna kulit. Bola mata Indonesia besar, tetapi bola mata Korea sipit. Warna kulit Korea
putih, sedangkan Indonesia warna kulitnya bermacam-macam. Terlihat sekali perbedaan wajah
ini juga mempengaruhi terjadinya perbedaan pada ekspresi wajah saat menyampaikan pesan
secara visual.
Jadi, isyarat visual yang terjadi ini sangatlah berbeda antara Korea dan Indonesia, karena
adanya perbudaan budaya, keadaan soasial, dan perbedaan lingkungan. Hal ini terlihat jelas pada
eskpresi wajah dan penampilan yang diberikan oleh Korea, mereka sangat ekspresif sekali dalam
menyampaikan sesuatu, berbeda dengan Indonesia.


6

BAB III
PENUTUP
Bahasa isyarat Korea memiliki dua versi yang masing-masing versinya diakui oleh
pemerintah setempat. Hal ini menandakan adanya perhatian khusus dari pemerintah kepada
komunitas tuli. Meskipun pengguna tuli di Korea hanya menggunakan bahasa isyarat alami yang
lahir dari kebiasaan dan manual-kode, tetapi mereka menghargai upaya pemerintah yang
membuatkan sistem bahasa isyarat berdasarkan proses oral. Karena, pembuatan sistem isyarat
itupun memiliki tujuan yang baik. Secara bahasa lisan, bahasa Korea, Jepang, dan Taiwan tidak
memiliki kemiripan. Akan tetapi uniknya, bahasa isyarat Korea, Jepang, dan Taiwan memiliki
kemiripan yang signifikan.
Selain itu, hal yang perlu diapresiasi dari tuli di Korea adalah pemerintahnya yang sangat
memfasilitasi mereka. Fasilitas tersebut tentu saja dapat membawa komunitas tuli pada taraf
yang lebih tinggi. Melalui fasilitas yang disediakan itu, mereka dapat berkembang dengan baik.
Hal ini menjadikan tuli dan orang dengar lainnya berada dalam garis yang sama. Selain itu,
visual gestur antara Indonesia yang serupa dengan Korea pun menjadi pembahasan yang menarik
dalam makalah ini.
Banyak sekali hal-hal positif yang dapat ditiru dari sistem bahasa isyarat Korea serta

seluk-beluk kebudayaannya. Melihat sistem bahasa isyarat yang tertata dan dukungan dari
pemerintah untuk tuli menjadi pembelajaran bahwa setiap tuli bukanlah orang-orang yang
terbelenggu dari kekurangan mereka. Seperti yang telah dipaparkan dalam pembahasan,
komunitas tuli di Korea menjadi orang-orang yang berkembang karena adanya dukungan dari
masyarakat sekitar.

7

Daftar Pustaka
Andriani, Yunisa Fitri dkk. Jurnal: Perancangan Animasi Digital Perbedaan Budaya
Komunikasi Indonesia – Korea Bagi Pelajar Indonesia. Style Sheet.
http://jurnal.upi.edu/file/06_Yunisa_Fitri_Andriani_69-86.pdf. (Diakses pada Kamis, 17
Desember 2015 pukul 21.22 WIB)
http://ambertracker.blogspot.com/2008/10/seoul-day-3-visiting-korean-deaf-women.html
http://hubpages.com/education/Korean-Sign-Language

8