TANTANGAN GEREJA RUMAH TANGGA menjadi
TANTANGAN GEREJA RUMAH TANGGA
Problem Komunikasi Keluarga dalam Terang Iman Kristiani
Gereja ibarat sebuah keluarga.
Yesus sebagai kepala dan kita adalah anak-anak-Nya.
Jika kita membaca di majalah-majalah, koran-koran yang menyediakan kolom
konseling keluarga banyak ditemukan orang-orang atau pun keluarga yang ingin
menemukan solusi atas persoalan yang mereka hadapi. Persoalan yang mereka miliki pun
beraneka ragam, ada suami yang memiliki masalah dengan isterinya, ada isteri yang
bermasalah dengan suaminya, orang tua yang kesulitan dengan kenakalan anaknya
ataupun sebaliknya.
Perlu sikap dewasa dalam menggunakan media komunikasi
Salah satu penyebab persoalan yang sering dihadapi oleh keluarga-keluarga sekarang
ini adalah komunikasi. Mengapa komunikasi? Bukankah di zaman yang serba digital ini,
kita dapat menemukan beragam alat-alat komunikasi seperti handphone, smartphone atau
pun gawai lainnya yang memudahkan komunikasi? Bukankah dengan alat-alat tersebut,
kita dapat men-dapatkan informasi lebih cepat? Jika dilihat sekilas, tentu penggunaan
alat-alat komunikasi tidak bertolak belakang dengan masalah komunikasi. Bahkan, alatalat tersebut dinilai memudahkan seseorang menyampaikan informasi kepada orang lain
yang terpisah jarak dan waktu.
Akan tetapi, kenyataanya, alat komunikasi membuat yang jauh mendekat dan yang
dekat menjadi jauh. Sikap kurang dewasa dan ketergantungan pada media komunikasi
malah membuat kesadaran terhadap lingkungan sekeliling kurang diperhatikan. Bahkan
bisa saja, hal yang dapat dilihat secara langsung tidak perlu dipedulikan. Toh, kita dapat
menjumpainya secara langsung.
Kesibukan masing-masing pribadi, serta kurangnya waktu untuk keluarga dapat
melemahkan aspek komunikasi dalam keluarga. Melemahnya aspek komunikasi ini dapat
diperparah tidak adanya keterbukaan antaranggota keluarga. Hal ini dapat ditanggulangi
jika, setiap anggota keluarga mampu dan mau meluangkan waktunya untuk sedikit
merasa bebas dari ketergantungan alat komunikasi demi relasi dengan keluarga. Selain
itu, kualitas komunikasi jauh lebih diperlukan dibandingkan dengan kuantitas.
Menghadapi Tantangan A-la Kristiani
Pilihan hidup berkeluarga adalah panggilan sekaligus anugerah Allah
Persoalan di dalam keluarga merupakan tantangan dan konsekuensi yang harus
dijalani. Pilihan hidup berkeluarga merupakan suatu panggilan kudus sekaligus anugerah
dari Allah. Panggilan tersebut sudah sepatutnya dijalankan dengan penuh tanggung
jawab. Apalagi sebagai umat Kristiani, sebagai bagian dari anggota keluarga Kristus,
hendaklah kita membawa semangat Injili dalam kehidupan keluarga kita secara penuh.
Akan tetapi, perlu disadari bahwa sebagai umat Kirstus, iman akan Allah hendaklah
menjadi landasan utama dalam menjalin hubungan di dalam keluarga. Hendaknya kita
juga memiliki dasar yang kokoh seperti dalam kisah tentang landasan rumah (Mat 7:24-
27). Selain itu, dalam menjaga relasi dalam rumah tangga hendaklah kita juga mau untuk
meneladani relasi Tritunggal; Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus.
Menurut saya, proses komunikasi di dalam keluarga
layaknya seperti komunikasi di dalam Gereja. Gereja ber-komunikasi dengan Allah,
sesama dan alam dengan doa dan tindakan nyata, begitu pula dengan antar-anggota
keluarga. Sebuah harapan terhadap “Gereja Rumah Tangga” untuk setidak-tidaknya
menyediakan paling tidak 15 menit satu hari untuk bersama-sama di dalam doa berdialog
dengan Tuhan sekaligus dengan anggota keluarga. Hal ini tidak lepas dari iman kita akan
Yesus Kristus yang se-nantiasa mendoakan umat-Nya yang sedang berziarah di dunia ini.
Kristus senantiasa mendoakan kita agar kita dapat selamat dan kembali kepada-Nya. Dan
alangkah bahagianya jika setiap orang yang beriman kepada-Nya dapat diselamatkan.
“Gereja Rumah Tangga” hendaklah menyediakan waktu untuk
berdialog dengan Allah
Dalam hal komunikasi pun, hendaknya setiap pribadi memiliki komitmen dasar
yang kuat serta integritas yang tidak bertolak belakang. Suatu kesalahan jika seseorang
(berkeluarga) yang sudah mengaku diri dekat dengan Allah dan selalu berkomunikasi
dengan Allah tidak bisa berkomunikasi dengan keluarganya sendiri. Bagaimana mungkin
seseorang bisa berhubungan dengan Allah yang transenden (yang tidak terlihat), namun
sulit berhubungan dengan sesama. Hal ini perlu dibedakan dengan para pertapa atau
rahib. Mereka memang mengkhususkan diri untuk bertapa, bukan hidup berkeluarga.
Akan tetapi, ada pula suatu kemungkinan atau persoalan lain. Maksudnya, keadaan
komunikasi dengan Allah bisa lebih dekat daripada dengan sesama jika seseorang
(berkeluarga) menghadapi masalah yang amat berat, baik di dalam keluarga maupun di
luar keluarga. Hal ini bisa saja membuat seseorang mengakui bahwa dirinya lebih dekat
dengan Allah, tetapi bukan sebagai alasan yang tepat. Mengapa? Sebab, seseorang yang
bermasalah di dalam keluarga dan jika pribadi tersebut benar-benar merasa dekat dengan
Allah, ia akan memperjuangkan dan menantang perkaranya demi tujuan yang baik.
Sekali lagi saya tekankan, bahwa di dalam Gereja Keluarga, hendaklah setiap
anggotanya mampu mendengarkan. Dengan mendengarkan kita memahami; dengan
memahami, kita percaya; dengan percaya kita diselamatkan. Selain itu, relasi Tritunggal
dan semangat kasih yang diwartakan Yesus, hendaklah menginspirasi hidup kita di dalam
keluarga. Tuhan memberkati.
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya,
maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
(Matius 6:33)
Problem Komunikasi Keluarga dalam Terang Iman Kristiani
Gereja ibarat sebuah keluarga.
Yesus sebagai kepala dan kita adalah anak-anak-Nya.
Jika kita membaca di majalah-majalah, koran-koran yang menyediakan kolom
konseling keluarga banyak ditemukan orang-orang atau pun keluarga yang ingin
menemukan solusi atas persoalan yang mereka hadapi. Persoalan yang mereka miliki pun
beraneka ragam, ada suami yang memiliki masalah dengan isterinya, ada isteri yang
bermasalah dengan suaminya, orang tua yang kesulitan dengan kenakalan anaknya
ataupun sebaliknya.
Perlu sikap dewasa dalam menggunakan media komunikasi
Salah satu penyebab persoalan yang sering dihadapi oleh keluarga-keluarga sekarang
ini adalah komunikasi. Mengapa komunikasi? Bukankah di zaman yang serba digital ini,
kita dapat menemukan beragam alat-alat komunikasi seperti handphone, smartphone atau
pun gawai lainnya yang memudahkan komunikasi? Bukankah dengan alat-alat tersebut,
kita dapat men-dapatkan informasi lebih cepat? Jika dilihat sekilas, tentu penggunaan
alat-alat komunikasi tidak bertolak belakang dengan masalah komunikasi. Bahkan, alatalat tersebut dinilai memudahkan seseorang menyampaikan informasi kepada orang lain
yang terpisah jarak dan waktu.
Akan tetapi, kenyataanya, alat komunikasi membuat yang jauh mendekat dan yang
dekat menjadi jauh. Sikap kurang dewasa dan ketergantungan pada media komunikasi
malah membuat kesadaran terhadap lingkungan sekeliling kurang diperhatikan. Bahkan
bisa saja, hal yang dapat dilihat secara langsung tidak perlu dipedulikan. Toh, kita dapat
menjumpainya secara langsung.
Kesibukan masing-masing pribadi, serta kurangnya waktu untuk keluarga dapat
melemahkan aspek komunikasi dalam keluarga. Melemahnya aspek komunikasi ini dapat
diperparah tidak adanya keterbukaan antaranggota keluarga. Hal ini dapat ditanggulangi
jika, setiap anggota keluarga mampu dan mau meluangkan waktunya untuk sedikit
merasa bebas dari ketergantungan alat komunikasi demi relasi dengan keluarga. Selain
itu, kualitas komunikasi jauh lebih diperlukan dibandingkan dengan kuantitas.
Menghadapi Tantangan A-la Kristiani
Pilihan hidup berkeluarga adalah panggilan sekaligus anugerah Allah
Persoalan di dalam keluarga merupakan tantangan dan konsekuensi yang harus
dijalani. Pilihan hidup berkeluarga merupakan suatu panggilan kudus sekaligus anugerah
dari Allah. Panggilan tersebut sudah sepatutnya dijalankan dengan penuh tanggung
jawab. Apalagi sebagai umat Kristiani, sebagai bagian dari anggota keluarga Kristus,
hendaklah kita membawa semangat Injili dalam kehidupan keluarga kita secara penuh.
Akan tetapi, perlu disadari bahwa sebagai umat Kirstus, iman akan Allah hendaklah
menjadi landasan utama dalam menjalin hubungan di dalam keluarga. Hendaknya kita
juga memiliki dasar yang kokoh seperti dalam kisah tentang landasan rumah (Mat 7:24-
27). Selain itu, dalam menjaga relasi dalam rumah tangga hendaklah kita juga mau untuk
meneladani relasi Tritunggal; Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus.
Menurut saya, proses komunikasi di dalam keluarga
layaknya seperti komunikasi di dalam Gereja. Gereja ber-komunikasi dengan Allah,
sesama dan alam dengan doa dan tindakan nyata, begitu pula dengan antar-anggota
keluarga. Sebuah harapan terhadap “Gereja Rumah Tangga” untuk setidak-tidaknya
menyediakan paling tidak 15 menit satu hari untuk bersama-sama di dalam doa berdialog
dengan Tuhan sekaligus dengan anggota keluarga. Hal ini tidak lepas dari iman kita akan
Yesus Kristus yang se-nantiasa mendoakan umat-Nya yang sedang berziarah di dunia ini.
Kristus senantiasa mendoakan kita agar kita dapat selamat dan kembali kepada-Nya. Dan
alangkah bahagianya jika setiap orang yang beriman kepada-Nya dapat diselamatkan.
“Gereja Rumah Tangga” hendaklah menyediakan waktu untuk
berdialog dengan Allah
Dalam hal komunikasi pun, hendaknya setiap pribadi memiliki komitmen dasar
yang kuat serta integritas yang tidak bertolak belakang. Suatu kesalahan jika seseorang
(berkeluarga) yang sudah mengaku diri dekat dengan Allah dan selalu berkomunikasi
dengan Allah tidak bisa berkomunikasi dengan keluarganya sendiri. Bagaimana mungkin
seseorang bisa berhubungan dengan Allah yang transenden (yang tidak terlihat), namun
sulit berhubungan dengan sesama. Hal ini perlu dibedakan dengan para pertapa atau
rahib. Mereka memang mengkhususkan diri untuk bertapa, bukan hidup berkeluarga.
Akan tetapi, ada pula suatu kemungkinan atau persoalan lain. Maksudnya, keadaan
komunikasi dengan Allah bisa lebih dekat daripada dengan sesama jika seseorang
(berkeluarga) menghadapi masalah yang amat berat, baik di dalam keluarga maupun di
luar keluarga. Hal ini bisa saja membuat seseorang mengakui bahwa dirinya lebih dekat
dengan Allah, tetapi bukan sebagai alasan yang tepat. Mengapa? Sebab, seseorang yang
bermasalah di dalam keluarga dan jika pribadi tersebut benar-benar merasa dekat dengan
Allah, ia akan memperjuangkan dan menantang perkaranya demi tujuan yang baik.
Sekali lagi saya tekankan, bahwa di dalam Gereja Keluarga, hendaklah setiap
anggotanya mampu mendengarkan. Dengan mendengarkan kita memahami; dengan
memahami, kita percaya; dengan percaya kita diselamatkan. Selain itu, relasi Tritunggal
dan semangat kasih yang diwartakan Yesus, hendaklah menginspirasi hidup kita di dalam
keluarga. Tuhan memberkati.
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya,
maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
(Matius 6:33)