WTP Dan Kesejahteraan budaya Bangsa

WTP Dan Kesejahteraan Bangsa
Kesejahteraan bangsa bagi sebuah Negara adalah hal yang sangat penting. Pasalnya salah satu
contoh yang menjadi tolak ukur kemajuan Negara, yaitu kesejahteraan bagi para rakyat.
Sejahtera menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah aman sentosa dan makmur; selamat
(terlepas dari segala macam gangguan). Sedangkan menurut para ahli, Kesejahteraan sosial
adalah sistem yang terorganisir dari institusi dan pelayanan sosial yang dirancang untuk
membantu individu atau kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih baik,
definisi tersebut diungkapkan oleh Walter Ferdinand Friedlaender salah seorang sejarawan seni
asal Jerman.
Mewujudkan kesejahteran dalam sebuah bangsa tentu memiliki proses yang harus terencana.
Kesejahteraan tidak terjadi begitu saja dengan waktu yang singkat, proses demi proses harus
dilalui untuk mewujudkan impian tersebut. Perencanaannya harus tersusun secara sistematis dan
terukur. Perencanaannya harus dibagai menjadi dua, yaitu rencana jangka pendek dan rencana
jangka panjang.
Aspek-aspek dalam kesejateraan atau keadaan sejahtera adalah keamanan, keselamatan,
ketenteraman dan kesehatan jiwa dalam masyarakat. Aspek tersebut harus berjalan beriringan
dalam sebuah perencanaan. Setiap masyarakat memiliki tanggungjawab untuk mewujudkan
kesejateraan bangsa, namun dalam sebuah Negara, pemerintahlah yang paling bertanggungjawab
akan hal tersebut.
Pemimpin Negara, Presiden kalau di Indonesia adalah penanggungjawab penuh untuk
kesejateraan bangsa. Lawat kabinet kerjanya yang terseber diseluruh kementeriaan diharapkan

dapat menjalankan amanah sebaik-baiknya untuk mewujudkan kesejateraan masyarakat.
Perencanaan dan sinergitas lintas kementerian sangat menentukan pembangunan untuk
kesejateraan bangsa. Tapi, ketika para pemegang amanah menyeleweng dan tidak memiliki rasa
tanggungjawab akan hal tersebut, maka kesejateraan hanyalah ucapan dan janji belaka untuk
masyarakat.
Tingginya angka korupsi di Indonesia, merupakan salah satu penghambat untuk mewujudkan
kesejateraan bangsa, baik korupsi dalam bentuk penggelapan dana maupun korupsi dalam bentuk
penyalahgunaan wewenang dalam jabatan. Hal inilah yang sering merongrong bangsa ini,
meskipun Badan Pemerikasa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus
bekerja keras dalam melawan dan memberantas kasus tersebut. Tapi masih saja para pejabat
yang tidak bertanggunjawab, tidak sadar dan merasa tidak berdosa dalam melakukan kasus
kriminal yang menghambat kesejateraan bangsa.
BPK sebagai lembaga Negara yang bertugas dalam pemeriksaan keuangan diharapkan dapat
memperkecil penyalahgunaan dana dengan korupsi dan penyelewengan wewenan dalam jabatan,
khususnya kaitannya dalam pengelolaan anggaran. Instansi diharapkan agar menerapkan prinsip
transparansi, akuntabilitas dan profesionalisme dalam pengelolaan anggaran.

Joko Widodo sebagai Presiden terus mengingatkan para kabinet kerjanya, agar instansi yang
mereka pimpin mendapat predikat yang baik dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Presiden menjanjikan untuk melakukan penambahan anggaran kepada

setiap instansi apabila mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.
Berdasarkan laporan dari Ketua BPK RI Moermahadi Soerja Djanegara menyampaikan bahwa
laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2016
mendapatkan predikat WTP. LKPP 2016 telah disajikan secara wajar untuk seluruh aspek
material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, dikutip di Kompas.com. Meskipun
mendapat predikat WTP, namun beberapa ketimpangan masih terjadi di tengah masyarakat.
Artinya, kata sejahterah belum bisa disandingkan dengan realitas sosial masyarakat saat ini.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) adalah salah satu lembaga pemerintahan
yang meraih predikat WTP dari BPK. Namun, dibeberapa pemberitaan, media baik elektronik
dan cetak menunjukkan masalah masih saja terjadi dalam pelaksanaannya. Mulai dari penolakan
pasien dirumah sakit tertentu sampai dengan penelantaran pasien yang menggunakan program
Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Selanjutnya, lembaga
kementerian yang meraih predikat WTP adalah Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Kembali media tidak ketinggalan mengulas
informasi-informasi mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat desa, khususnya
mengenai penuntasan kemiskinan.
Ada apa dengan WTP??? Kok telah mendapatkan predikat tersebut, tapi masih saja menyisahkan
masalah-masalah diwilayah out put program. Seharusnya WTP tidak hanya sekedar menilai
kewajaran suatu laporan keuangan dari aspek materil. Bagi penulis, WTP itu harus membawa
kesejahteraan bagi masyarakat, tidak hanya menjadi buah bibir bagi pimpinan dan instansi

tertentu. WTP tidak boleh hanya dijadikan prestasi belaka bagi instansi pemerintahan. WTP
harus terjiwai sampai dengan pelaksanaan program dan out put dari program tersebut.
Setiap instansi tidak boleh menjadikan WTP sebagai satu-satunya tolak ukur dalam keberhasilan
pimpinan instansi. Tapi, hakikat dari WTP harus diwujudkan mulai dari perencanaan program
sampai dengan out put yang dihasilkan. Tentunya hasil yang dicapai harus melahirkan
kesejahteraan bagi bangsa. WTP bukan hanya sebagai tolak ukur pelaporan keuangan. WTP
adalah social of control dalam pelaksanaan program untuk kesejateraan dalam sebuah bangsa.
Muhammad Aras Prabowo
Mahasiswa Magister Akuntansi
Univ. Mercu Buana Jakarta