HUKUM PASAR MODAL Fungsi Pengawasan OJ

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Terbentuknya undang-undang nomor 21 tahun 2001 yang kemudian menjadi
dasar dari berdirinya Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK)
merupakan suatu solusi yang diupayakan untuk mendorong efektifitas pengawasan
keuangan di Indonesia. semula pengawasan yang dilakukan dibebankan pada dua
lembaga yaitu bank sentral Bank Indonesia dan oleh Kementerian Keuangan melalui
Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam. Di negara-negara selain Indonesia praktek
yang berlaku juga sama, ada yang menyatukan semua fungsi pengawasan pada bank
sentralnya seperti Indonesia pra-OJK dan ada pula negara-negara yang membentuk
badan pengawasan independen dan terpisah dari bank sentralnya. Negara-negara
tersebut seperti Singapura yang memiliki Monetery Authority of Singapore (MAS),
Amerika Serikat yang memiliki The Federal Reserve (The Fed), dan Australia yang
memiliki badan The Australia Prudential Regulatory Authority (APRA)1.
Ide untuk melepaskan fungsi pengawasan perbankan dari BI sebenarnya telah
muncul sejak jaman pemerintahan Presiden B.J. Habibie, ketika pemerintah menyusun

Rancangan Undang-undang tentang Bank Indonesia (yang kemudian menjadi Undangundang Nomor 23 Tahun 1999)2. Pada saat itu dirasa perlu untuk memisahkan antara
kewenangan kebijakan perbankan makro dan mikro, dimana bank sentral akan
menangani perbankan makro sedangkan perbankan mikro diserahkan pada suatu
lembaga pengawasan jasa keuangan (LPJK). Namun akhirnya LPJK ini akan
menempuh jalan yang panjang sehingga akhirnya disetujui pada tahun 2010 dan
dituangkan kedalam peraturan perundangan pada tahun 20113.

1 Rudy Hendra Pakpahan, 2012, Akibat Hukum DIbentuknya Lembaga Otoritas Jasa Keuangan Terhadap
Pengawasan Lembaga Keuangan di Indonesia, hlm. 3-4
2 Zulkarnain Sitompul, 2004, Menyambut Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan,Pilars, Januari 2004, No. 2,
Tahun VII, hlm.1
3 Hesti D. Lestari, 2012, Otoritas Jasa Keuangan: Sistem Baru dalam Pengaturan dan Pengawasan Sektor
Jasa Keuangan, Dinamika Hukum, September 2012, No. 3, Vol. 12, hlm. 2

Dengan terbentuknya lembaga OJK ini, semua kewenangan-kewenangan
pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang selama ini dilakukan oleh dua
lembaga, yaitu Bank Indonesia mengatur dan mengawasi sektor perbankan dan
Bapepam mengatur dan mengawasi sektor Pasar Modal dan Perasuransian, beralih ke
OJK. Hal ini menyebabkan BI hanya memiliki kewenangan di bidang kebijakan
moneter saja, sedangkan Bapepam-LK melebur menjadi OJK4.

Makalah ini kemudian akan membahas tentang fungsi pengawasan OJK disektor
Pasar Modal yang beralih dari Bapepam ke OJK.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah terbentuknya Lembaga Otoritas Jasa Keuangan?
2. Bagaimanakah fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga Otoritas
Jasa Keuangan pada sektor Pasar Modal?

4 Hesti D. Lestari, Ibid.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan
Terdapat dua aliran (school of thought) dalam hal pengawasan lembaga
keuangan secara teoritis, disatu pihak terdapat aliran yang mengatakan bahwa
pengawasan industri keuangan sebaiknya dilakukan oleh beberapa institusi. Kemudian
dipihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat
apabila dilakukan oleh beberapa lembaga. Alasan dasar yang melatarbelakangi kedua
aliran ini adalah kesesuaian dengan sistem perbankan yang dianut oleh negara tersebut.

Juga, seberapa dalam konvergensi diantara lembaga-lembaga keuangan. Dari sudut
sistem, terdapat dua sistem perbankan yang berlaku yaitu commercial banking system
dan universal banking system. Commercial banking, seperti yang berlaku di negara kita
dan di Amerika Serikat, melarang bank melakukan kegiatan usaha keuangan non bank
seperti asuransi. Hal ini berbeda dengan universal banking, dianut oleh antara lain
negara-negara Eropa dan Jepang, yang membolehkan bank melakukan kegiatan usaha
keuangan non bank seperti investmen banking dan asuransi5.
Selanjutnya, selain alasan sistem perbankan yang berlaku yang juga menjadi
dasar pertimbangan adalah seberapa dalam telah terjadi konvergensi pada industri
keuangan. Konvergensi yang dalam akan menyebabkan munculnya masalah
kewenangan regulasi. Hal ini terjadi karena produk-produk yang dihasilkan lembagalembaga keuangan sudah sedemikian menyatunya sehinga sulit menentukan apakah
suatu produk keuangan tertentu dihasilkan oleh industri perbankan sehingga diregulasi
oleh bank sentral atau produk perusahaan sekuritas dan harus tunduk pada regulasi
Bapepam. Dengan diserahkannya kewenangan pengawasan kepada satu institusi maka
masalah kewenangan regulasi tersebut akan terpecahkan6.
Secara historis, ide pembentukan otoritas jasa keuangan (OJK) sebenarnya
adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan Undang-undang
tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pembentukan OJK dilatarbelakangi adanya krisis
5 Zulkarnain Sitompul, Op.Cit.
6 Ibid.


moneter yang melanda Indonesia di akhir tahun 1990an. Krisis tersebut mengakibatkan
dilikuidiasinya 16 bank dan dikucurkannya Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
pada sejumlah bank. Lemahnya pengawasan perbankan oleh BI menyebabkan jatuhnya
industri perbankan dan terpuruknya perekonomian Indonesia yang berkepanjangan.
Untuk menyikapinya, pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah
mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada Bank
Sentral. RUU ini di samping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi
pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari
Bank Sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan gubernur Bundesbank (Bank
Sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU (Kemudian menjadi Undangundang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola Bank Sentral
Jerman yang tidak mengawasi bank7. Dengan mengalihkan fungsi pengawasan dari BI
ke OJK diharapkan dapat membawa perubahan yang signifikan.

B. Fungsi Pengawasan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan di Sektor Pasar
Modal
Berdasarkan pasal 1 undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK) Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya
disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak
lain.

Secara kelembagaan mengenai independensi OJK berada di luar pemerintah
yang dimaknai bahwa otoritas jasa keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan
pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan
pemerintah karena hakikat OJK merupakan otoritas di sektor jasa keuangan dibidang
fiskal.
Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan
asas-asas sebagai berikut8:

7 Zulkarnain Sitompul, 2005, Problematika Perbankan, Books Terrace&Library, Bandung, hlm.144
8 Penjelasan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

a. asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
c. asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan
umum;

d. asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif
tentang

penyelenggaraan

Otoritas

Jasa

Keuangan,

dengan

tetap

memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta
rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan;
e. asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam

pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap
berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam
setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas
Jasa Keuangan; dan
g. asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Fungsi, tugas, dan wewenangnya kemudian juga diatur dalam pasal-pasal
undang-undang ini, salah satunya adalah pengawasan di sektor pasar modal. Dalam
undang-undang ini, masih dalam pasal 1, telah diberikan batasan yang jelas tentang apa
yang dimaksud dengan Pasar Modal. Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan
dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan
dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek
tersebut.
Jika dilihat definisi Pasar Modal dari Undang-Undang OJK, maka definisi Pasar
Modal pada UU OJK tetap mengacu pada Pasal 1 angka 13 Undang-undang Pasar
Modal. Sedangkan pemodal yang disebut-sebut dalam UUPM lebih ditegaskan dalam

Pasal 1 angka 15 UU OJK dengan sebutan “konsumen”. Dalam UU OJK definisi

konsumen adalah “pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan
pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada
Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta
pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan”.
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap beberapa sektor,
yaitu:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Dalam pasal 55 ayat (1) UU OJK tentang ketentuan peralihan juga telah jelas
disebutkan bahwa:
“Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal,
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.”
Ketentuan ini dengan jelas telah memberikan amanat bahwa semua fungsi
pengawasan yang dilakukan oleh Bapepam, beralih menjadi wewenang OJK, termasuk

pula pengawasan pasar modal.
Adapun pihak-pihak yang diawasi oleh OJK dalam hal sektor Pasar modal ini
adalah:
1. Emiten dan Perusahaan Publik
Emiten adalah Pihak yang melakukan Penawaran Umum, sedangkan
Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten
untuk menjual
Efek kepada masyarakat dan Efek adalah Efek adalah surat berharga,
yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial , saham, obligasi, tanda

bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas
Efek, dan setiap derivatif dari Efek. Perusahaan publik atau Perusahaan terbuka
adalah perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh
masyarakat. Penjualan saham ke masyarakat dilakukan dengan cara Initial
Public Offering (IPO).
OJK mengawasi data mengenai seluruh Emiten dan Perusahaan Publik
yang telah mendapatkan Pernyataan Efektif dari Bapepam dan ditampilkan dari
Sistem

Database


Emiten

dan

Perusahaan

Publik

(CoreSystem)

yang

dikembangkan oleh Bapepam-LK.
2.

Reksa Dana
Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana

dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio

Efek oleh Manajer Investasi. OJK mengawasi beberapa Agen Penjual Efek
Reksa Dana Yang Sudah Terdaftar di Bapepam-LK. Data aktivitas dan
pengelolaan Reksa Dana ditampilkan dalam Sistem Pusat Informasi Reksa Dana.
Melalui sistem ini, akan diperoleh gambaran aktivitas Reksa Dana secara
keseluruhan (industri) maupun individual.
3. Wakil Perusahaan Efek
Wakil Perusahaan Efek adalah pihak perwakilan Perusahaan Efek yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang
Efek, dan atau Manajer Investasi. OJK mengawasi berdasarkan Database Wakil
Perusahaan Efek yang telah mendapatkan izin orang perseorangan sebagai Wakil
Perusahaan Efek. Izin orang perseorangan bagi Wakil Perusahaan Efek meliputi
izin sebagai Wakil Perantara Pedagang Efek (PPE), Wakil Penjamin Emisi Efek
(PEE), dan Wakil Manajer Investasi (MI).
4. Profesi Penunjang
Profesi Penunjang adalah profesi pemberian jasa mengenai pendapat atau
penilaian yang diberikan oleh Profesi Penunjang Pasar Modal yang dilakukan
secara profesional dan bebas dari pengaruh Pihak yang memberikan tugas dan

menggunakan jasa Profesi Penunjang Pasar Modal tersebut dan atau afiliasinya
sehingga pendapat atau penilaian yang diberikan objektif dan wajar.
5. Lembaga Penunjang Pasar Modal
Lembaga Penunjang Pasar Modal terdiri dari:
a. Kustodian
b. Kustodian adalah Pihak yang memberikan jasa penitipan Efek
dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain,
termasuk menerima dividen, bunga, dan hak - hak lain,
menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening
yang menjadi nasabahnya.
c. Wali Amanat.
d. Wali amanat adalah Pihak yang mewakili kepentingan pemegang
Efek yang bersifat utang. Wali Amanat mewakili kepentingan
pemegang Efek bersifat utang atau sukuk baik di dalam maupun
di luar pengadilan. Dalam hal ini Wali Amanat diberi kuasa
berdasarkan Undang-Undang ini untuk mewakili pemegang efek
bersifat utang atau sukukdalam melakukan tindakan hukum yang
berkaitan dengan kepentingan pemegang efek bersifat utang atau
sukuk tersebut, termasuk melakukan penuntutan hak-hak
pemegang efek bersifat utang atau sukuk baik di dalam maupun
di luar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari
pemegang efek bersifat utang atau sukuk dimaksud.
e. Biro Administrasi Efek.
f. Biro Administrasi Efek adalah Pihak yang berdasarkan kontrak
dengan Emiten melaksanakan pencatatan pemilikan Efek dan
pembagian hak yang berkaitan dengan Efek.
g. Pemeringkat Efek.
h. Perusahaan Pemeringkat Efek adalah Penasihat Investasi
berbentuk

Perseroan

Terbatas

yang

melakukan

kegiatan

pemeringkatan dan memberikan peringkat. Dalam melaksanakan
kegiatannya, Perusahaan Pemeringkat Efek wajib terlebih dahulu
mendapatkan izin usaha dari Bapepam dan LK. Perusahaan
Pemeringkat Efek wajib melakukan kegiatan pemeringkatan
secara

independen,

bebas

dari

pengaruh

pihak

yang

memanfaatkan jasa Perusahaan Pemeringkat Efek, obyektif, dan
dapat dipertanggungjawabkan dalam pemberian Peringkat.
Perusahaan Pemeringkat Efek dapat melakukan
Pedelegasian tugas, fungsi dan kewenangan Bapepam kini beralih ke Otoritas
Jasa Keuangan (OJK). Kekuasaan yang sangat besar dan unik yang dimiliki oleh
Bapepam diserahkan kepada OJK. Bapepam tidak hanya bertindak sebagai regulator
tetapi juga mempunyai kekuasaan “kepolisian”, serta dapat bertindak dan berwenang
menggunakan kekuasaannya yang bersifat quasi-judicial9. Kekuasaan Bapepam yang
besar ini dapat dilihat didalam pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal, yang memberikan kewenangan bagi Bapepam, antara lain untuk:
1. memberi :
a. izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
Lembaga

Penyimpanan

dan

Penyelesaian,

Reksa

Dana,

Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi
Efek;
b. izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil
Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan
c. persetujuan bagi Bank Kustodian;
2. mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali
Amanat;
3. menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan
untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk
manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya
komisaris dan atau direktur yang baru;
4. menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran serta
menyatakan,

menunda,atau

membatalkan

efektifnya

Pernyataan

Pendaftaran;
5. mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam ha
l terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undangundang ini dan atau peraturan pelaksanaannya;
6. mewajibkan setiap Pihak untuk :
a. menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang
berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau
9 Hamud M. Balfas, 2006, Hukum Pasar Modal Indonesia, Tata Nusa, Jakarta, hlm.5

b. mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi
akibat yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud;
7. melakukan pemeriksaan terhadap :
a. setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan
menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau
b. Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang
perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan
Undang-undang.
8. menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam
rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam
huruf g;
9. mengumumkan hasil pemeriksaan;
10. membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek
atau menghentikan Transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk jangka
waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemodal;
11. menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu
tertentu dalam hal keadaan darurat;
12. memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi
oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga
Penyimpanan

dan

Penyelesaian

serta

memberikan

keputusan

membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud;
13. menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan
penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal;
14. melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian
masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar
Modal;
15. memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas Undangundang ini atau peraturan pelaksanaannya;
16. menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan
dalam Pasal 1 angka 5; dan
17. melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-undang.

BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dari hasil pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:


Otoritas Jasa Keuangan dibentuk sebagai solusi terhadap pengawasan sektor
keuangan yang dirasakan masih kurang efektif. Dengan dilakukannya
pemisahan terhadap fungsi pengawasan dari bank sentral diharapkan akan
membawa perubahan yang lebih signifikan terhadap fungsi pengawasan baik



dalam sektor perbankan maupun sektor pasar modal.
Pengalihan wewenang pengawasan ini menyebabkan perubahan terhadap
dua lembaga yang dahulu memegang wewenang tersebut, yaitu Bank
Indonesia yang kini hanya memegang sektor makro keuangan, dan



Bapepam-LK yang akhirnya dileburkan ke dalam OJK.
Pengawasan yang dilakukan OJK dalam pengawasannya terhadap sektor
pasar modal hanya mewarisi apa yang telah diatur untuk diatur oleh
Bapepam dan tidak memiliki banyak perubahan.

Daftar Pustaka

Rudy Hendra Pakpahan. 2012. Akibat Hukum Dibentuknya Lembaga Otoritas Jasa
Keuangan Terhadap Pengawasan Lembaga Keuangan di Indonesia.
Zulkarnain Sitompul. 2004. Menyambut Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan. Jurnal
Pilars. Januari 2004. No. 2. Vol. VII.
Hesti D. Lestari. 2012. Otoritas Jasa Keuangan: Sistem Baru dalam Pengaturan
dan Pengawasan Sektor Jasa Keuangan. Jurnal Dinamika Hukum.
September 2012. No. 3. Vol. XII.
Zulkarnain

Sitompul.

2005.

Problematika

Perbankan.

Bandung:

Books

Terrace&Library.
Hamud M. Balfas. 2006. Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Tata Nusa
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan. Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111.
Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan. Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor
5253.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.