Determinan menyusui eksklusif di pedesaa

Determinan Menyusui Eksk/usif

DETERMINAN MENYUSUI EKSKLUSIF DI PEDESAAN JAWA: HASIL PROGRAM PROM OSI
MENYUSUI EKSKLUSIF
(Determinants of Exclusive Breastfeeding in Rural Ja va: Result of the Exclusive Breastfeeding
Promotion Program)
Kun Aristiati Susilore tni1*. Yayi Suryo Prabandari2, Ha ma m Hadi3, Yati S Sunarto 4 ,
Anuraj H Shankars
1 Jurusan Gizi, Politeknik Keseha tan Ke m e nkes RI Semarang,
2 Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada,
3 Pusat Kesehatan d an Gizi, Fakultas Kedokte ra n, Universitas Gadjah Mada
4 Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada
s Department of Nutrition, Harva rd School of Public Health, Harvard University,

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi determinan menyusui eksklusif pada tingkat keluarga,
masyarakat, dan organisasi. Desain penelitian menggunakan eksperimen semu dengan pretest, posttest,
control group design. Hasil dari promosi AS I eksklusif yang dilakukan di dua Puskesmas di Kabupaten
Demak Provinsi Jawa Tengah Indonesia. Subjek penelitian sebanyak 655 partisipan, terdiri dari 163 ibu
hamil, 163 ayah, 163 nenek, 28 kader, 27 kyai, 27 kepala desa, 28 bidan desa, dan 56 staf Puskesmas. Durasi

menyusui eksklusif dan faktor-faktor penentunya di berbagai tingkat. Vanabel determinan diambil melalui
last value carried forward yang dekat dengan waktu sensor dengan menggunakan analisis Cox ProportionalHazard Model. Determinan menyusui eksklusif dianalisis pada setiap tingkat dan model akhir untuk semua
tingkat. Pada tingkat ibu, ibu yang memiliki pengetahuan rendah, sikap yang kurang baik, dan kesulitan
menyusui tinggi lebih mungkin untuk menghentika n menyusui eksklusif. Pada tingkat keluarga, ibu yang
tinggal bersama dengan ayah yang mempunyai pengetahuan dan sikap yang kurang, dan nenek dengan
sikap kurang lebih mungkin untuk memberi makan/minuman bayi mereka. Pada tingkat masyarakat, ibuibu yang tinggal di desa yang mempunyai kyai dengan berpendidikan tinggi dan pengetahuan yang rendah
lebih mungkin untuk menghentikan menyusui eksklusif. Pada tingkat organisasi, ibu yang menerima paket
susu formula saat melahirkan dan inisiasi menyusui dini >l jam lebih mungkin untuk menghentikan
pemberian ASI eksklusif. Model akhir menunjukkan bahwa lebih besar kemungkinan untuk berhenti
menyusui eksklusif pada ibu dengan skor pengetahuan rendah (HR 2.36, 95% Cll.10- 5.07), ayah dengan
sikap rendah (HR 1.43, 95% CJ 1.02-1.99), dan ibu menerima paket susu formula saat melahirkan (HR
3.17, 95% CI 1.86-5.42).
Kata kunci: ASI eksklusif, determinan menyusui

PENDAHULUAN
Telah diketahui bahwa menyusui eksklusif dapat mengurangi kematian bayi. Bayi us ia 03 b ula n yang sudah diberi makanan ta npa ASI mempunyai ris iko kematian 15.1 kali lipa t karena
diare, dan 4 kali lipat karena infeksi saluran pernafasan akut (Betran et al. 2001). Bahkan, ASI
eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan dapat meng urang i 13% dari angka kematian bayi
(Jones et al. 2003). Mengingat pentingnya menyusui eksklusif ini, upaya pemerintah dilakukan
*Koresponde n si penulis : aristiati@yahoo.com


182

Semnas PACI 2013, Biokimia Giz i, Gizi Klinis, dan Dietetik

Determinan Menyusui Eksklusif

melalui program-program promosi menyusui eksklusif dengan peraturan-peraturan yang
mendukung sejak Repelita 1 yang secara eksplisit mencantumkan program menyusui. Walaupun
demikian, prevalensi menyusui eksklusif terus menurun. Menurut Global Data Bank prevalensi
menyusui eksklusif 6 bulan di Indonesia menurun dari 39.5% di 2003 ke 32.4% di 2007 (World
Health Organization 2009b) dan data Riskesdas 2010 menunjukkan angka 15.3% (Kementrian
Kesehatan R I. 2010).
Dalam upaya penyusunan program promosi peningkatan menyusui eksklusif diperlukan
kajian faktor-faktor determinan yang perlu dipertimbangkan untuk diatasi. Determinan
menyusui eksklusif diketahui berada pada level ibu, keluarga, masyarakat, maupun organisasi
(Abada et al. 2001; Yngve and Sjostrom 2001). Banyak kajian determinan dilakukan dengan
menggunakan data survei atau kohor. Pada makalah inj akan disajikan kajian determinan
menyusui eksklusif basil dari penelitian kuasi eksperimen yang melibatkan beberapa level.


METODE
Metode yang digunakan secara detail dideskripsikan pada publikasi sebelumnya
(Susiloretni et al. 2013). Secara singkat, penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen
nonrandomize pretest posttest control group design dengan melakukan intervensi di 2 wilayah
puskesmas di kabupaten Demak untuk daerah perlakuan dan daerah kontrol. lntervensi yang
dilakukan adalah promosi multilevel menyusui eksklusif pada sebanyak 163 ibu hamil dengan
suami dan neneknya. Penentuan subjek didasarkan pada penentuan subjek two group
comparative study of survival analysis. Kriteria inklusi ibu yang memenuhi persyaratan untuk
penelitian ini adalah jika kehamilan > 28 minggu, kehamilan tunggal, merencanakan untuk
melahirkan bayi pada bidan di wilayah penelitian, tidak bekerja, tinggal bersama suami, memiliki
kontak dengan nenek atau nenek mertua atau keluarga yang dihormati, dan tidak memiliki
rencana untuk pindah ke daerah lain. Follow up dilakukan dengan kunjungan pada bulan ke 2, 4,
dan 6 bulan setelah anak lahir. Dalam proses promosi juga melibatkan 28 kader, 27 kiai, 27
kepala desa, 28 bidan desa dan 56 staf Puskesmas yang juga menjadi subjek pada level
masyarakat dan organisasi.
Primary outcome adalah durasi menyusui eksklusif didasarkan pada definisi WHO yaitu
tidak diberi makanan minuman sejak lahir kecuali obat. Durasi menyusui eksklusif didapatkan
dari pertanyaan pada umur dalam minggu waktu pertama kali diberi makanan minuman selain
AS! termasuk air putih. Variabel lain didapatkan dengan menggunakan kuesioner terstruktur
yang sebelumnya dilakukan pretesting dan uji validitas reliabilitas.

Analisis determinan menyusui eksklusif dilakukan dengan menggunakan multivariabel
Cox regresi. Data variabel penjelas (prediktor) dimasukkan berdasarkan last value carried
forward (LVCF), data yang digunakan merupakan data yang diobservasi atau diukur paling akhir
dan paling dekat dengan terjadinya event. Variable yang akan dimasukkan dalam model adalah
variable yang mempunyai p 80%. lbu dengan
skor sikap < 2.8 mempunyai resiko 1.63 kali lebih besar untuk berhenti menyusui eksklusif
dibandingkan dengan ibu yang lebih favourable sikapnya skor >2 .8. Ibu dengan skor kesulitan
menyusui >80% mempunyai resiko untk berhenti menyusi ekslusif sebesar 2.11 kali lipat
dibandingkan dengan ibu yang mempunyai kesulitan menyusui < 60%. Jbu yang telah
mempunyai anak sebelumnya (anak lebih dari 1) mempunyai durasi menyusui ekskJusif lebih
panjang 39% dibandingkan ibu yang belum mempunyai anak sebelumnya.
P.npU.hUAn 1bu

!

f5
セ@

I..


Bセ@

,..,

セML⦅@

_ _ _ __

GMᄋセ

·-·-----""--

..• ..", .... ... .,.. .•

. . . . ... .._..T•.
セi]@

__

-r. ___


..

---. .....
---- .......
,......
-'l_
,.

セ@

H

..

- - · - . . 7• . .

---'--- .....,
GMセ





LN⦅ᄋセ|@

"

.:
J::

..



• NQオcセM・@

,

.. )


"

Mセ@
dキM

ᄋM

..' .. ..


LNセ⦅@

B@

..



...


...

,... _ _ _ 111•

''

---- .,. _
-----

!

--·11セ M

U

g

N

U


I

I

I

"
I

L

......
.. ... .. .. ..,

. ..
I

i エセ]MZᄋ@


0



......
MNセ@

NL⦅GBセᄋ@

::1: ntt

...... .. _

MN@

---

--... __

....

::
"

セLN⦅@

,.

::

Garn bar 1. Kurva Kaplan Meier durasi menyusui eksklusif dengan faktor determinannya

184

Semnas PAGI 2013, Biokimia Gizi, Giz i Klinis, dan Dietetik

Determinan Menyusui Eksklusif

Pada level ibu, durasi meny usui eksklusif dipengaruhi berturut-turut oleh pengetahuan
ibu, kesulitan rnenyusui, sikap ibu, dan jumlah anak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu
dengan skor pengetahuan 60- 79 dan < 60 akan mempunyai resiko 2.9 dan 5.0 kali lipat untuk
berhenti menyusui eksklusif dibanding dengan ibu yang mempunyai skor pengetahuan 2'. 80. Hal
ini sesuai dengan basil penelitian cross sectional pada 376 ibu balita 0-6 bulan di Accra Ghana
(Aidam et al. 2005) dan 402 ibu balita 6-12 bulan di Kigoma Tanzania (Nkala and Msuya 2011)
ya ng me nyatakan bahwa bahwa pengetahuan ibu yang rendah tentang menyusui berhubungan
secara negatif dengan menyusui eksklusif. Penelitian kohor pada 471 ibu di Denma rk
menemukan bahwa ibu ya ng primipara dengan pe ngetahua n tinggi berkaitan dengan lama
menyusui, tetapi tida k pada multipara. (Kronborg and Vaeth 2004).
Te rdapat lima komponen yang secara langsung berpengaruh pada perilaku. Pertama
adalah adanya niat untuk berperilaku. Kedua, walaupun seseorang mempunyai nia t untuk
berperilaku, pengeta huan dan ketrampilan diperlukan untuk melaksanakan perilaku. Ketiga,
sebaiknya tidak ada hambatan lingkungan yang membuat perilaku sulit dilakukan. Keempat,
perilaku tersebut dianggap penting untuk dilakukan. Dan kelima, sebelumnya pernah melakukan
perilaku tersebut (Glanz et al. 2008).
lbu dengan tingkat kesulitan me nyusui ya ng tinggi (skor 2'. 80) mempunyai resiko untuk
berhenti menyusui 2,lkali lipat diba ndingkan de ngan ibu dengan tingkat kesulitan menyusui
yang rendah ( < 60). Kes ulitan yang dijumpai pada bulan kedua adalah payudara bengkak
(73.6%), bayi menangis (42.9%), dan AS! encer(42.3%). Pada bulan selanjutnya kesulitan tentang
payudara bengka k menurun menjadi hanya 17.2% dan yang masih tetap adalah AS! encer
(32.5%) dan bayi menangis rewel (25.2%). Pengaruh kesulitan menyusui pada durasi menyusui
eksklusif juga ditunjukkan pada penelitian di Kigoma Tanzania yaitu baha ibu yang tidak
mempunyai masalah menyusui seperti payudara bengkak/putting retak akan menyusui eksklusif
le bih lama dibandingkan dengan ibu dengan kesulitan me nyusui. (Nka la and Msuya 2011)
Kesalahan pelekatan dan jarang menyusui merupakan masalah utama masalah menyusui
(Carvalhaes et al. 2007; World Health Organization 2009a). Studi di Tanzania menemukan bahwa
95% ibu dengan kesulitan menyusui tidak tahu apa yan g harus dilakukan untuk mengatasinya
dan kurang ketrampilan bagaimana cara pelekata n yang baik dan cara mensupport bayi. Baik di
Brazilia dan Tanza nia, ibu-ibu mempercayai bila mempunyai masalah menyusui maka aka n
berpengaruh pada AS!nya menjadi tidak cukup sehingga memberikan makana n minuman sela in
AS! (Carvalhaes et al. 2007; Shirima et al. 2001).
!bu dengan sikap yang lebih positif (skor < 2.8) akan mempunyai peluang untuk berhenti
menyusui eksklusif 1,6 kali lipat dibandingkan dengan ibu ya ng mempunyai sikap kurang positif
(skor 2'. 2.8). Studi cross sectional pada ibu balita 0-6 bula n di Accra Ghana menunjukkan hal ya ng
senada bahwa ibu denga n sikap positif lebih lama menyusui eksklusif (OR= 2.0; 95% Cl 1.113.57) dibandingkan dengan ibu dengan sikap lebih negatif (Aidam et al. 2005). Penyuluhan AS!
diperlukan untuk me nghilangkan atau mengurangi sikap negatif yang ada di masyarakat. Hasil
promosi multilevel pada kelompok intervensi telah meningkatkan sikap ibu dengan skor >2 .8
yaitu sebesar 74.1o/odibanding28.1 o/o pada kelompok kontrol (p =0.000). Sikap merupaka n salah
satu faktor munculnya niat untuk berperilaku. Sekali s ikap terbentuk, akan tersimpan di dala m

Semnas PAGI 2013, Biokimia Gizi, Gizi Klinis, dan Dietetik

185

Determinan Menyusui Eksklusif

memori dan akan menjadi perilaku jika terdapat kepercayaan terhadap hasil (outcome) dari
perilaku (Fishbein 2008; Fishbein and Ajzen 2005).
lbu yang telah mempunyai anak sebelumnya (anak lebih dari 1) mempunyai durasi
menyusui eksklusif lebih panjang 39% dibandingkan ibu yang belum mempunyai anak
sebelumnya. Hasil ini sesuai dengan penelitian survei pada 34 435 anak usia di bawah 6 bulan
yang tinggal di daerah Sao Paulo Brazilia (Venancio and Monteiro 2006), 1457 ibu melahirkan di
Amerika Serikat, dan 1603 ibu melahirkan di Athena Yunani (Pechlivani et al. 2005) yang
menunjukkan bahwa pada ibu multi para mempunyai rata-rata durasi menyusui eksklusif lebih
tinggi dibandingkan dengan ibu primipara. Demikian pula studi kohor pada 471 ibu dan anak di
Denmark (Kronborg and Vaeth 2004) dan 500 ibu dan anak di Sri Lanka (Perera et al. 2012)
menunjukkan bahwa durasi menyusui eksklusif lebih panjang pada ibu multipara dibandingkan
dengan ibu primipara. Belum ditemukan studi eksperimen yang menunjukkan hal yang sama.
Pada ibu yang baru pertama kali menyusui akan lebih banyak menghadapi kesulitan menyusui
dan lebih sering menghadapi kecemasan karena kurangnya pengalaman (Perera eta/. 2012).
Determinan pada Level Keluarga
Pada level keluarga, faktor pengetahuan ayah, sikap ayah, dan sikap nenek memberikan
pengaruh pada ibu untuk berhenti menyusui eksklusif. Ibu yang mempunyai suami dengan skor
pengetahuan < 60% akan mempunyai resiko 2.12 kali lipat lebih besar untuk berhenti menyusui
eksklusif dibandingkan dengan yang mempunyai skor pengetahuan >80%. Sikap ayah yang
kurang favourable terhadap menyusui eksklusif (skor sikap < 2.8) akan memberikan resiko
untuk berhenti menyui sebesar 1.93 kali dibandingkan dengan yang lebih favourable (skor sikap
>2.8). Demikian pula sikap nenek yang kurang favourable terhadap menyusui eksklusif (skor
sikap < 2.8) akan memberikan resiko untuk berhenti menyusui sebesar 1.49 kali dibandingkan
dengan sikap nenekyang lebih favourable (skor sikap >2.8).
Pada level keluarga, durasi menyusui eksklusif dipengaruhi pengetahuan dan sikap ayah,
serta sikap nenek Ayah mempunyai peran penting terhadap keputusan menyusui. Dukungan
ayah melalui partisipasi aktif dalam membuat keputusan menyusui, bersama dengan
pengetahuan dan sikap tentang manfaat menyusui menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap
inisiasi dan durasi menyusui. Hasil penelitian ini membuktikan peran penting ayah terhadap
durasi menyusui eksklusif. Anak yang mempunyai ayah dengan skor pengetahuan < 60 akan
mempunyai resiko 2.56 kali untuk tidak disusui secara eksklusif dibandingkan dengan anak yang
mempunyai ayah dengan skor pengetahuan セXPN@
Hasil ini senada dengan penelitian eksperimen
pada 208 pasangan di Porto Alegre Brazil yang menunjukkan bahwa pengetahuan ayah yang
tinggi mempunyai peluang 1.76 kali untuk anaknya disusui secara eksklusifpada bulan pertama.
(Susin et al. 1999) Hasil penelitian observasional pada 536 pasangan di Jakarta menyatakan
bahwa pengetahuan ayah berhubungan dengan peran ayah dalam mencari informasi tentang
menyusui dan makanan bayi, serta berpartisipasi dalam memutuskan cara memberi makan anak
(Februhartanty 2008) Studi exploratory pada 100 orang ayah di Puerto Rico menunjukkan
bahwa pengetahuan tentang menyusui berhubungan positif dengan keputusan untuk mendukung
menyusui eksklusif. (Rivera-Alvarado et al. 2009)

186

Semnas PACI 2013, Biokimia Gizi, Gizi Klinis, dan Dietetik

Determinan Menyusui Eksklusif

Pengaruh sikap ayah terhadap durasi menyusui eksklusif rnenunjukkan bahwa anak yang
mempunyai ayah dengan sikap kurang positif dengan skor < 2.8 akan mempunyai resiko hazard
sebesar 2.0 kali untuk diberi makanan selain ASI dibandingkan ayah dengan sikap yang lebih
positif (skor セ@ 2.8). Penelitian di Texas menunjukkan bahwa sikap ayah tentang pandangan
masyarakat dan penerimaan pimpinan kerja terhadap ibu menyusui berpengaruh terhdap
pemilihan ASI sebagai makanan bayi. (Vaaler et al. 2011) Sikap ayah tentang menyusui ini
merupakan ha! yang paling berpengaruh pada keputusan ibu untuk menyusui anaknya atau
member susu botol. Sikap ayah ini merupakan factor yang paling berpengaruh (Arora et al. 2000).
Dari 133 ibu, 71 % keputusan menyusui dipengaruhi oleh ayah dan 29% oleh nenek. (Kessler et
al. 1995)
Apa yang diperlukan dan diinginkan ibu terhadap nenek adalah dukungan terhadap
menyusui, tetapi nasehat dan perhatiannya terkendala kepercayaan dan budaya yang tidak
melindungi praktik menyusui. (Grassley and Eschiti 2008) Sikap nenek memang terbukti
berpengaruh pada praktik menyusui eksklusif pada ibu. Sikap nenek yang kurang positif akan
memberikan resiko 60% lebih tinggi dalam mempengaruhi ibu untuk berhenti menyusui
eksklusif dibanding sikap nenek yang lebih positif. Penelitian tentang pengaruh nenek terhadap
menyusui eksklusif terutama berkaitan macam dukungan dan hambatan yang diberikan.
penelitian pada 601 ibu di Porto Alegre Brazil menunjukkan bahwa ibu berhenti menyusui
eksklusif pada bulan pertama kelahiran anaknya bekaitan dengan nasihat nenek dan nenek
mertua untuk memberikan air atau teh mempunyai resiko sebesar 2.2 dan 1.8 dan susu formula
sebesar 4.5 dan 1.9. (Susin et al. 2005). Penelitian kualitatif dengan menggunakan wawancara
mendalam dan kelompok diskusi pada 11 ibu menemukan bahwa nenek merupakan bagian
penting untuk mendukung ibu baru dan dapat menjadi factor potensial untuk mempengaruhi
praktik menyusui dan pengasuhan. Dengan melihat tingginya motivasi nenek untuk membantu
ibu, akan sangat membantu jika nenek diikutkan sebagai peserta penyuluhan (Reid et al. 2010).

pada Level Masyarakat
Pada level masyarakat, didapatkan bahwa pendidikan kiai, pengetahuan kiai,
pengetahuan bidan, dan sikap bidan diduga memberikan pengaruh terhadap ibu untuk berhenti
menyusui eksklusif. Pendidikan kiai yang rendah ( < SLTA) memberikan efek protektif terhadap
ibu untuk berhenti menyusui eksklusif (HR 0.51, Cl 95% 0.31;0.83) dibandingkan dengan kiai
yang tinggi (>SLTA). Skor pengetahuan kiai < 60% memberikan resiko untuk ibu berhenti
menyusui eksklusif sebesar 2.08 kali lipat dibandingkan dengan pengetahuan kiai >80%.
Demikian juga skor pengetahuan bidan < 80% dan 80-89% akan memberikan resiko untuk ibu
berhenti menyusui eksklusif sebesar 2.51 dan 1. 74 dibandingkan dengan bidan dengan skor
pengetahuan >90%. Selanjutnya sikap bidan yang kurang favourable terhadap menyusui
eksklusif (skor sikap < 3.5) akan memberikan resiko untuk ibu berhenti menyusui eksklusif
sebesar 1,49 kali dibandingkan dengan sikap bidan yang lebih favourable (skor sikap >3.5).
Pada level masyarakat, durasi menyusui eksklusif dipengaruhi oleh pendidikan dan
pengetahuan kiai. Dari tokoh masyarakat yang berpartisipasi dalam promosi multilevel ASI
Eksklusif, ternyata kiai merupakan tokoh yang berpengaruh dalam praktik menyusui eksklusif.
d・エヲセイュゥョ。@

Semnas PACI 2013, Biokimia Gizi, Gizi Klinis, dan Dietetik

187

Determinan Menyusui Eksklusif

Kiai dengan skor pengetahuan 60-79 dan < 60 akan memberikan resiko 2.2 dan 2.8 kali lipat
dalam mempengaruhi ibu untuk berhenti menyusui eksklusif dibanding dengan kiai yang
mempunyai skor pengetahuan セ@ 80. Belum ada penelitian pembanding tentang hal ini, tetapi
peran agama dan religiusitas dalam program dan perubahan perilaku kesehatan dipelajari pada
banyak studi. Studi promosi pencegahan kanker colon pada 587 jemaat gereja di North Carolina
USA menunjukkan bahwa jemaat yang mau berbicara tentang kesehatan dengan penyuluh
kesehatan lebih banyak yang bersedia memeriksakan darah untuk skrining kanker kolon ( 48%
vs. 26%, p < 0,01) (Kramish Campbell et al. 2004) artikel penelitian prospektif pada 142 pasien
bedah menunjukkan bahwa makin kuat religiusitas pasien akaan lebih sedikit komplikasi dan
hari rawat yang lebih pendek. (Contrada et al. 2004) 'The Disconnected Values Model (DVM)'
memberikan pendekatan baru untuk meningkatkan perubahan perilaku kesehatan dalam
konteks penggunaan institusi keagamaan. Model ini menunjukkan pemimpin keagamaan yang
mempunyai kredibilitas dan pengaruh dalam merubah perilaku anggota. Peran pemimpin agama
adalah memberikan anggotanya insentif atas dasar keagamaan untuk memulai dan memelihara
perubahan perilaku kessehatan, dan mungkin memberikan bahan dan sumber daya bagi
anggotanya bila akan melakukan tindakan. (Anshel 2010) Pengetahuan tentang ASI eksklusif
yang dipunyai kiai akan mendukung keredibilitas dan pengaruh dalam merubah perilaku ibu
untuk menyusui eksklusif.
Kiai dengan pendidikan < SLTA mempunyai efek protektif terhadap ibu untuk berhenti
menyusui eksklusif dengan HR 0,46 ( 95%CI 0.33-0.70), artinya bahwa kiai dengan pendidikan
lebih rendah atau tamat SLTA dapat memberi pengaruh lebih baik sebesar 54% dibanding
dengan kiai yang berpendidikan diatas SLTA sehingga ibu bersedia memberikan ASI secara
eksklusif kepada anaknya. Menyusui berkaitan dengan modernisasi. Faktor yang berkaitan
dengan modernisasi berhubungan dengan penyapihan dini menyusui. Pendidikan tinggi
merupakan bentuk modernisasi, sebaliknya pendidikan rendah lebih familiar dengan budaya
tradisional termasuk budaya menyusui (Abada et al. 2001). Kiai dengan pendidikan lebih rendah
lebih dapat melindungi budaya menyusui eksklusif.

188

Semnas PAGI 2013, Biokimia Gizi, Gizi Klinis, dan Dietetik

r

Determinan Menyusui Eksklusif

Tabel 1. Determinan menyusui eksklusif
Variabel

Jumlah anak
1
セQ@

Model A
Level individu

Model B
Level keluarga

HR(95% CI]

HR(95% CI)

Model C
Level
masyarakat
HR[95% CI]

Model D
Level yan kes

Model E
Semua level

Model F
Best model

HR(95% Cl]

HR(95% Cl]

HR(95% CI]

1
0.61(0.44,0.86)"

1
0.82(0.59,1.15]

1
2.90(1.78,4.72]"

1
1.99(1.16,3.40]"

1
2.15(1.29,3.59]'"

2.29 [1.17,4.47]"

3.17 [1.84,5.4 7]°

Pengetahuan
ibu
セ XP@

60-79
< 60

Sikap ibu
セ@ 2,8
< 2,8
Kesulitan
menyusui
< 60
60-79
セ XP@

.
4.97 [2.91,8.48]°
.
1
1.63(1.12,2.3 6]'

1
1.20(0.85,1.69]

1
0.88(0.52,1.48]
2.11(1.40,3.18]"

1
0.88(0.54,1.43]
1.76(1.05,2.93]'

Pengetahuan
ayah
セ XP@

60-79
< 60
Sikap ayah

1
1.21(0.67,2.19]
2.56(1.40,4.66]"

Semnas PAGI 2013, Biokimia Gizi, Gizi Klinis, dan Dietetik

1
1.12(0.61,2.07]
1.59[0.77,3.28]
189

1
0.94(0.60,1.47]
1.71(1.12,2.63]'

Determinan Menyusui Eksklusif

Variabel

2:

2,8

< 2,8

Sikap nenek
2: 2,8
< 2,8
Pendidikan
kiai
>SLTA

Model A
Level individu

Model 8
L·evel keluarga

HR[95% Cl]

HR[95% Cl]
1
2.04(1.41,2 .95]"

Model C
Level
masyarakat
HR[95% CI]

Model D
Level yan kes

Model E
Semua level

Model F
Best model

HR[95% Cl]

HR[95% CI]
1
1.48(1.05,2.08]'

HR[95% CI]
1
1.64(1.19,2.24]"

.

1
1.60(1.12,2.29]"

1
1.29(0.87,1.90]

lta@

1
0.48(0.33,0.70] ..

1
l.02[0.70,1.49]

Pengetahuan
kiai
2:80
60-79
< 60

1
2.21 [l.27,3.82]"
2.83(1.78,4.51]"

1
l.00[0.56,1.81]
0.97(0.53,1.76]

セs

Menerima
susu subjek
Tidak
Ya
lnisiasi
menyusu dini
< ljam

190

.
.

1
4.36(2.61,7.29]"

1
2. 94... [1.84,4. 71
]

1
3.30[2.07,5.28]"

1

1

1

Semnas PAGI 2013, Biokimia Gizi, Gizi Klinis, dan Dietetik

Variabel

Model B
Level keluarga

Model C
Level
masyarakat

Model D
Level yan kes

HR[95% Cl]

HR[95% CI]

HR[95% CI]

HR[95% CI]
1.03(0.57,1.86]
2.24(1.46,3.44]°

HR[95% CI]
1.06(0.60,1.87]
1.46(0.97,2.20]

HR[95% CI]
1.01(0.58,1.74]
i.58(i.o9,2.3or

0.068
1104.7
3
279

0.098
1095.3
16
279

0.092
1085.4
8
279

セャェ。ュ@

>24 jam
Pseudo R2
aic
df_m
Observations

Determinan Menl_usui Eksk/usi[
Model E
Model F
Semua level
Best model

Model A
Level individu

.

0.062
1117.8
6
279

0.051
1125.9
4
279

Semnas PACI 2013, Biokimia Gizi, Gizi Klinis, dan Dietetik

0.026
1153.4
3
279

191

Determinan Menyusui Eksklusif

Determinan pada Level Organisasi
Pada level organisasi, diduga faktor pemberian subjek susu formula gratis dan inisiasi
menyusui dini memberikan pengaruh terhadap ibu untuk berhenti menyusui eksklusif. Pemberian
subjek susu formula memberikan resiko yang besar terhadap ibu untuk berhenti menyusui eksklusif,
yaitu sebesar 5.23 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak menerima subjek susu formula dari
penolong persalinan. Inisiasi menyusui dini yang dilakukan lebih dari 1 jam setelah melahirkan,
memberikan resiko 1.7 kali lipat untuk menjadikan ibu berhenti menyusui eksklusif dibandingkan
dengan ibu yang mendapatkan inisiasi menyusui dini dalam waktu kurang dari 1 jam setelah
kelahiran bayi.
Pada level organisasi, durasi menyusui eksklusif dipengaruhi oleh pemberian paket susu
formula saat di tempat persalinan dan pelayanan inisiasi menyusu dini. (Abada et al. 2001)
Pemberian paket susu formula saat persalinan memberikan resiko ibu untuk berhenti menyusui
sebesar 4.4 kali lipat (adjustedHR 4.36; 95% Cl 2.61-7.29) dibanding dengan ibu yang tidak
menerima paket susu formula. Hasil ini konsisten dengan studi cross sectional di Makassar
menunjukkan bahwa ibu yang terpapar promosi susu formula di tempat melahirkan akan tidak
menyusui secara eksklusif pada bayinya. (Amiruddin and Rostia 2006) . Data nasional Indonesia
menunjukkan bahwa s elama 7 hari pertama kelahiran, 20-53% bayi mendapat susu formula
terutama ketika melahirkan di rumah sakit, bidan atau klinik bersalin. Subje k susu formula da pat
diberika n secara gratis ata u dijual (de Pee et al. 2002). Data Riskesdas 2010 juga menunjukan bahwa
43.6 bayi di Indonesia me ndapatkan makanan prelaktal sebelum disusui, dan 71.3% nya adalah
diberi s usu formula, 19.8% madu, dan 14.6% ai r putih (Kementrian Kesehatan RI. 2010). Keadaa n
ini cukup mengkhawatirkan terhada p kelangsungan menyusui eksklusif di Indonesia.
Banyak penelitian lain yang menunjukkan hal senada. Hasil penelitian di Oregon
menggunakan data tahun 2000 dan 2001 melaporkan bahwa 66.8% ibu menyusui mendapatkan
paket komersial yang mengandung susu formula. lbu yang mendapatkan paker tersebut akan
mempunyai durasi menyusui eksklusif lebih pendek 10 minggu disbandingkan dengan ibu yang
tidak mendapatkan paket (adjustedOR 1.39; 95% CI 1.05-1.84) (Rosenberg et al. 2008) Penelitian
pada 2812 ibu di Swiss menunjukkan, 24% ibu mendapatkan paket berisi susu bubuk yang berakibat
negative pada menyusui eksklusif, bahkan merupakan fakto r paling kuat berhubungan dengan
menyusui eksklusif (adjustedHR 2.11; 95%CI 1.78-2.50). (Merten et al. 2005) Penelitian yang
berkaitan dengan susu formula dilakukan pada 228 ibu di Boston menemukan bahwa petugas
kesehatan menganjurkan untuk memberikan susu formula akan memberikan pegaruh sebesar 2.3
kali lipat untuk tidak menyusui eksklusif (adjustedOR 2.3; 95% Cl 1.1 - 5.0) (Taveras et al. 2004)
Inisiasi menyusu dini menjadi factor determinan menyusui eksklusif. Pada penelitian ini ibuibu yang mendapatkan perlakuan inisiasi menyusu dini >24 jam akan mempunyai resiko hazard
untuk berhenti menyusui secara eksklusif sebesar 2.24 kali (95% Cl 1.46 - 3.44) dibandingkan
dengan ibu yang menyusui eksklusif. Hubungan inisiasi menyusu dini dan praktik menyusui
eksklusif telah dilaporkan oleh beberapa studi. Studi cross sectional pada 1603 ibu di Junani
menemukan bahwa inisiasi menyusu dini merupakan predictor signifikan dari menyusui eksklusif.
(Pechlivani et al. 2005). Penelitian pada 2812 ibu di Swiss menunjukkan, bahwa ibu yang
mendapatkan inisiasi menyusui dini lebih dari 1 jam setelah melahirkan akan meningkatkan resiko

192

Semnas PACI 2013, Biokimia Gizi, Giz i Klinis, dan Dietetik

Determinan Menyusui Eksklusif

hazard sebesar 20% dibandingkan dengan ibu yang mendapatkan inisiasi menyusu dini < ljam.
(Merten et al. 2005) Studi kohor pada 21 842 ibu di California Perinatal Services menunjukkan
dose-response relationship antara kontak kulit ke kulit dini (inisiasi menyusu dini dengan menyusui
eksklusif. Dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan inisiasi menyusu dini, menyusui eksklusif
lebih banyak pada ibu-ibu yang mendapatkan inisiasi menyusu dini pada 1 - 15 minutes (OR 1.376;
95% CI, 1.189-1.593), 16 - 30 minutes (OR 1.665; 95% CI, 1.468-1.888), 31 to 59 minutes(OR 2.357;
95% Cl, 2.061-2.695), dan > 1 jam (OR 3.145; 95% Cl, 2.905-3.405) (Bramson et al. 2010).

Determinan pada Semua level
Analisis pada seluruh level menunjukkan bahwa faktor pengetahuan ibu, sikap ayah, dan
pemberian susu formula gratis di tempat persalinan memberikan pengaruh pada ibu untuk berhenti
menyusui eksklusif. Ibu yang menpunyai skor pengetahuan 60-79% dan < 60% akan beresiko 2.11
dan 2.36 kali lipat untuk berhenti menyusui eksklusif dibandingkan dengan ibu yang mempunyai
skor >80%. Sikap ayah yang kurang favourable terhadap menyusui eksklusif (skor sikap < 2.8) akan
memberikan resiko untuk berhenti menyui sebesar 1.43 kali dibandingkan dengan yang lebih
favourable (skor sikap >2.8). Pemberian subjek susu formula memberikanresiko yang besar
terhadap ibu untuk berhenti menyusui eksklusif, yaitu sebesar 3.17 kali dibandingkan dengan ibu
yang tidak menerima subjek susu formula dari penolong persalinan.
Dari analisis semua level, ternyata pengaruh level masyarakat tidak nampak. Apabila
dikaitkan dengan efektivitas hasil promosi menyusui eksklusif dari gambar kurva survival, tampak
bahwa penghentian menyusui eksklusif paling banyak terjadi pada hari bahkan jam-jam awal
kehidupan bayi. Prevalensi menyusui eksklusif pada usia 1 minggu di daerah intervensi dan kontrol
adalah masing-masing 75.3% dan 28.0%. Pemberian makanan minuman selain ASI pada hari
pertama kelahiran telah dilakukan. Berarti terjadi pada saat masih dalam perawatan tenaga
kesehatan, bahkan penolong persalinan mempunyai kewajiban KNl saat anak usia 6-48 jam dan KN2
saat usia 2-6 hari. Bila ditelusur, pemberian makanan minuman selain ASI sudah ada yang terjadi
saat sebelum anak disusui ibu di tempat persalinan, yaitu saat sebelum inisiasi menyusui dan
sebelum ASI keluar. Sebanyak 7.4% di daerah intervensi dan 24.4% di daerah kontrol, sebelum ibu
menyusui ibu ditawari susu formula (100% vs 90%) atau madu (0% vs. 10%). Dan sebelum ASI
keluar, 14.8% ibu didaerah intervensi dan 41.5% ibu di daerah kontrol sudah ditawarkan madu, air
gula, dan susu formula (83.3% vs. 94.1 %).
Kenyataan diatas juga di dukung data Riskesdas tahun 2010, bahwa ari 4215 jumlah ibu
menyusui mulai pada hari pertama bayi lahir, 32.1% diberi MPASI dini sebelum payudara mulai
memproduksi susu. MPASI dini yang diberikan adalah susu formula (62.6%), madu (24.1%), dan air
putih (16.8%). Di antara ibu yang diberi susu formula melahirkan bayinya dibantu oleh bidan
(63.0%), dokter (24.4%), dan dukun bayi (10.5%). Pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dapat dimungkinkan karena kurangnya pengetahuan tentang menyusui eksklusif.
Sehingga pelatihan perlu diberikan kepada semua petugas kesehatan yang menangani persalinan
pada khususnya, dan semua tenaga kesehatan untuk mendukung pelaksanaan menyusui eksklusif.

Semnas PACI 2013, Biokimia Giz i, Giz i Klinis, dan Dietetik

193

Determinan Menyusui Eksklusif

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Determinan yang dapat diidentifikasi berpengaruh pada menyusui eksklusif pada (a) level
individu adalah jumlah anak, pengetahuan ibu, sikap ibu, dan kesulitan menyusui; (b) level keluarga
adalah pengetahuan dan sikap ayah, serta sikap nenek; (c) level masyarakat adalah pengetahuan kiai
dan pendidikan kiai; (d) level organisasi pelayanan kesehatan adalah menerima subjek susu formula
dan waktu inisiasi menyusu dini; dan (e) pada semua level adalah pengetahuan ibu, kesulitan
menyusui, sikap ayah, menerima subjek susu gratis, dan inisiasi menyusu dini.
Saran
Analisis determinan menyusui eksklusif ini merupakan hasil dari penelitian kuasi
eksperimen, sehingga tetap melekat beberapa keterbatasan (Susiloretni et al. 2013). Walaupun
demikian informasi determinan ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun
program promosi menyusui eksklusif yang sebaiknya dilakukan dengan pendekatan multisektoral
dan multilevel.
UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada anggota tim peneliti: Sri Krisnamurni, MSc; Sunarto, MKes;
Santo Yosef Didik Widiyanto, MKes; Ahmad Yazid, MKes;
DAFTAR PUSTAKA

Abada TS, Trovato F, and Lalu N. 2001. Determinants of breastfeeding in the Philippines: A survival
analysis. Soc Sci Med 52(1):71-81.
Aidam BA, Perez-Escamilla R, Lartey A, and Aidam j. 2005. Factors associated with exclusive
breastfeeding in Accra, Ghana. Eur J Clin Nutr 59(6):789-796.
Amiruddin R, and Rostia. 2006. Promosi Susu Formula Menghambat Pemberian ASI Eksklusif pada
Bayi 6-11 Bulan di Kelurahan Pa'baeng-Baeng Makassar
Tahun 2006. Makassar
Department of Epidemiology, faculty of Public Health Hasanudin University.
Anshel MH. 2010. The disconnected values (intervention) model for promoting healthy habits in
religious institutions. journal of Religion and Health 49(1):32-49.
Arora S, Mc]unkin C, Wehrer J, and Kuhn P. 2000. Major factors influencing breastfeeding rates:
Mother's perception of father's attitude and milk supply. Pediatrics 106(5):E67.
Betran AP, de Onfs M, Lauer JA, and Villar J. 2001. Ecological study of effect of breast feeding on
infant mortality in Latin America. BM] 323(7308):303.
Bramson L, Lee JW, Moore E, Montgomery S, Neish C, Bahjri K, and Melcher CL. 2010. Effect of Early
Skin-to-Skin Mother-Infant Contact During the First 3 Hours Following Birth on Exclusive
Breastfeeding During the Maternity Hospital Stay. Journal of Human Lactation 26(2):130137.
Carvalhaes MAdBL, Parada CMGdL, and Costa MPd. 2007. Factors associated with exclusive
breastfeeding in children under four months old in Botucatu-SP, Brazil. Revista LatinoAmericana de Enfermagem 15(1):62-69.
Contrada RJ, Goyal TM, Cather C, Rafalson L, Idler EL, and Krause TJ. 2004. Psychosocial factors in
outcomes of heart surgery: the impact of religious involvement and depressive symptoms.
Health Psychol 23(3):227-238.

194

Semnas PAGI 2013, Biokimia Gizi, Gizi Klinis, dan Dietetik

Determinan Menyusui Eksklusif

de Pee S, Diekhans J, Stallkamp G, Kiess L, Moench-Pfanner R, Martini E, Sari M, Stormer A, Kosen S,
and Bloem MW. 2002. Breastfeeding and complementary feeding practices in Indonesia.
Nutrition and Health Surveillance System Annual Report.
Februhartanty J. 2008. Strategic Roles Of Fathers In Optimizing Breastfeeding Practices:A Study In
An Urban Setting Of Jakarta.Summary Of The Dissertation. Jakarta: Faculty Of Medicine
University Of Indonesia Postgraduate Program Study Program In Nutrition.
Fishbein M. 2008. A reasoned action approach to health promotion. Medical Decision Making
28(6):834-844.
Fishbein M. and Ajzen I. 2005. The influence of attitudes on behavior. The handbook of attitudes:l 73221.
Glanz K, Rimer BK, and Viswanath K 2008. Health Behavior And Health Education: Theory, Research,
and Practice Forth Edition ed. p 465.
Grassley J, and Eschiti V. 2008. Grandmother breastfeeding support: what do mothers need and
want? Birth 35(4):329-335.
Jones G, Steketee RW, Black RE, Bhutta ZA, and Morris SS. 2003. How many child deaths can we
prevent this year? Lancet 362(9377):65- 71.
Kementrian Kesehatan R I. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. p 431.
Kessler LA, Gielen AC, Diener-West M, and Paige DM. 1995. The Effect of a Woman's Significant Other
on her Breasifeeding Decision. Journal of Human Lactation 11(2):103-109.
Kramish Campbell M, James A, Hudson MA, Carr C, Jackson E, Oakes V, Demissie S, Farrell D, and
Tessaro I. 2004. Improving multiple behaviors for colorectal cancer prevention among
African American church members. Health Psychology 23(5):492.
Kronborg H, and Vaeth M. 2004. The influence of psychosocial factors on the duration of
breastfeeding. Scandinavian journal of Public Health 32(3):210-216.
Merten S, Dratva J, and Ackermann-Liebrich U. 2005. Do baby-friendly hospitals influence
breastfeeding duration on A national level? Pediatrics 116(5):e702-708.
Nkala TE, and Msuya SE. 2011. Prevalence and predictors of exclusive breastfeeding among women
in Kigoma region, Western Tanzania: A community based cross-sectional study. Int
Breastfeed J 6(1):17.
Pechlivani F, Vassilakou T, Sarafidou J, Zachou T, Anastasiou C, and Sidossis L. 2005. Prevalence and
determinants of exclusive breastfeeding during hospital stay in the area of Athens, Greece.
Acta Paediatrica 94(7):928-934.
Perera PJ, Ranathunga N, Fernando MP, Sampath W, and Samaranayake GB. 2012. Actual exclusive
breastfeeding rates and determinants among a cohort of children living in Gampaha district
Sri Lanka: A prospective observational study. International Breastfeeding Journal 7(1):21.
Reid J, Schmied V, and Beale B. 2010. 'I only give advice if I am asked': Examining the grandmother's
potential to influence infant feeding decisions and parenting practices of new mothers.
Women and Birth 23(2):74-80.
Rivera-Alvarado I, Vazquez-Garcia V, Davila-Torres RR, and Parrilla-Rodriguez AM. 2009.
Exploratory study: breastfeeding knowledge, attitudes towards sexuality and breastfeeding,
and disposition towards supporting breastfeeding in future Puerto Rican male parents. PR
Health Sciences Journal 25(4).
Rosenberg KD, Eastham CA, Kasehagen LJ, and Sandoval AP. 2008. Marketing Infant Formula
Through Hospitals: the Impact of Commercial Hospital Discharge Packs on Breastfeeding.
Am J Public Health 98(2):290-295.

Semnas PACI 2013, Biokimia Gizi, Gizi Klinis, dan Dietetik

195

Determinan Menyusui Eksk/usif

Shirima R, Greiner T, Kylberg E, and Gebre-Medhin M. 2001. Exclusive breast-feeding is rarely
practised in rural and urban Morogoro, Tanzania. Public health nutrition 4(02):147-154.
Susiloretni KA, Krisnamurni S, Sunarto, Widiyanto SYD, Yazid A, and Wilopo SA. 2013. The
Effectiveness of Multilevel Promotion of Exclusive Breastfeeding in Rural Indonesia.
American Journal of Health Promotion.
Susin LR, Giugliani ER, and Kummer SC. 2005. Influence of grandmothers on breastfeeding practices.
Rev Saude Publica 39(2):141-147.
Susin LR, Giugliani ER, Kummer SC, Maciel M, Simon C, and da Silveira LC. 1999. Does parental
breastfeeding knowledge increase breastfeeding rates? Birth 26(3):149-156.
Taveras EM, Li R, Grumme r-Strawn L, Richardson M, Marshall R, Rego VH, Miroshnik I, and Lieu TA.
2004. Opinions and practices of clinicians associated with continuation of exclusive
breastfeeding. Pediatrics 113 (4) :e2 83-290.
Vaaler ML, Castrucci BC, Parks SE, Clark J, Stagg J, and Erickson T. 2011. Men's attitudes toward
breastfeeding: findings from the 2007 Texas Behavioral Risk Factor Surveillance System.
Matern Child Health J 15(2):148-157.
Venancio SI, a nd Monteiro CA. 2006. Individual and contextual determinants of exclusive breastfeeding in Sao Paulo, Brazil: A multilevel analysis. Public health nutrition 9(1):40-46.
World Health Organization. 2009a. Infant and young child feeding: model chapter for textbooks for
medical students and allied health professionals. Geneva: World Health Organization.
World Health Organization. 2009b. WHO Global Data Bank on Infant and Young Child Feeding (IYCF).
Yngve A, and Sjostrom M. 2001. Breastfeeding determinants and A suggested framework for action in
Europe. Public Health Nutr 4(2B):729-739.

196

Semnas PACI 2013, Biokimia Gizi, Gizi Klinis, dan Dietetik