KONSEP PERAN IBU peran ayah

I. PENDAHULUAN
Buku kumpulan puisi berjudul “Jendela Hati” merupakan buku kumpulan puisi yang
terbilang baru dihitung dari tahun penerbitannya yaitu September 2013 dan berasal dari
penulis yang belum terlalu dikenal dalam pentas nasional perpuisian Indonesia. RR Titi
Isnani, kelahiran 9 September 1962 di Boyolali Jawa Tengah memang menyukai dunia
tulis menulis sejak mudanya. Pada tahun 1995 dan 1996 ia mendapat penghargaan dalam
perlombaan menulis di Dharma Wanita PLN Pusat, Dharma Wanita Departemen
Pertambangan dan Energi serta Dharma Wanita pusat. Pada tahun 2002 meluncurkan
buku “Buah Tangan dari Tanah Suci”.
Kumpulan puisi “Jendela Hati” menjadi menarik untuk penulis cermati sebagai bahan
kajian dalam tugas mata kuliah kajian feminis dikarenakan kebaruan penerbitan bukunya
dan juga latar belakang penulisnya. Dalam catatan di belakang buku disebutkan bahwa
kegitan sehari-harinya adalah selain menjadi ibu rumah tangga, RR Titi Isnani juga aktif
menjadi pengurus di organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti majelis taklim dan
koperasi. Menarik untuk menggali makna mengani peran ibu atau perempuan dalam
hubungannya dengan laki-laki dan keluarga dari puisi-puisi yang dihasilkan oleh seorang
ibu rumah tangga aktifis majelis taklim dan koperasi dan peraih penghargaan dari Dharma
Wanita. Sebagai aktifis sudah sewajarnya bahwa ucapan dan pandangannya bisa
mempengaruhi perempuan-perempuan dalam lingkungan sosialnya.
Dari 101 judul puisi di buku ini, penulis hanya akan mencermati puisi-puisi yang
mengandung tema perempuan atau wanita dan hubunganya dengan suami atau keluarga.

Suatu konsep mengenai peran perempuan mestinya dapat terbaca melalui perspektif
gender dalam konstruksi struktur puisi-puisi tersebut.

1

II.

PERMASALAHAN
Kata “Ibu” berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti yaitu wanita yg
telah melahirkan seseorang; sebutan untuk wanita yg sudah bersuami; panggilan yg
takzim kpd wanita baik yg sudah bersuami maupun yg belum. Dengan demikian,
berdasarkan KBBI tersebut, sebutan “Ibu” adalah sebutan yang identik dan melekat
pada perempuan. Secara otomatis, kata “ibu” yang diucapkan akan menuntun pikiran
dan imajinasi kita pada sosok wanita atau perempuan Maria Josephine Kumaat Mantik
menjelaskan konsep “Ibu” sebagai berikut :
“pada awalnya kata “ibu” di dalam bahasa Indonesia secara semantik memiliki
makna hubungan kekerabatan. Seorang perempuan yang melahirkan anak akan
dipanggil ibu oleh anak yang melahiirkannya. Kata “Ibu” sejajar dengan
penggunaannya dengan kata “induk”, yang khusus digunakan untuk menunjukkan
hubungan turunan. Sejalan dengan pemakaian kata “Ibu” yang cenderung keluar

dari makna dasar sesungguhnya. Alih-alih menggunakan kata “nyonya” pada frase
“Nyonya Ahmad” orang lebih menyukai kata “Ibu Ahmad”. Memang perluasan
pemakaian kata dengan melampaui makna dasarnya, yang disebut generalisasi,
sangatlah umum di dalam suatu bahasa. Dengan demikian, kata “ibu” dapat
diterangkan proses perubahannya, yaitu dari makna dasar emak atau mak menjadi
istri seorang laki-laki yang menduduki strata sosial tertentu (Mantik, 2006:2)”.
Perubahan makna kata “ibu” akan selalu diikuti oleh peran dan fungsi kerja yang
mengikuti kata tersebut. Ketika pada awalnya kata “ibu” memiliki makna kekerabatan,
fungsi dan perannya adalah

sebagai induk yang

melahirkan keturunan. Ketika

kemudian kata “Ibu” mengalami pergeseran makna sebagai istri atau pendamping
seorang laki-laki maka konsep seorang “ibu” pun akan bergeser mengikuti makna baru
kata tersebut. Lalu bagaimakah konsep peran seorang “Ibu ” atau perempuan yang ideal
dalam konteks peran dan fungsi yang diemban dalam hubungan kehidupan keluarga dan
masyarakat. Pertanyaan ini merupakan permasalahan yang dicoba ditemukan
jawabannya dalam kumpulan puisi “jendela Hati” karya RR. Titi Isnani. Analisis

dilakukan terhadap puisi yang memiliki muatan tema Ibu, wanita atau keluarga, dengan
metode deskriptif melalui perspektif gender.

2

III. PERSPEKTIF GENDER
Gender adalah pandangan yang hidup dalam kelompok masyarakat yang membedakan
peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki dan perempuan. Di dalam masyarakat
umum sudah tertanam pandangan bahwa ‘sewajarnya’ perempuan yang baik adalah
perempuan yang memiliki sifat lembut, telaten dan sabar mengurus rumah dan segala
permasalahan rumah tangga di dalamnya (wilayah domestik). Sedangkan laki-laki sudah
‘sewajarnya’ memiliki tanggung jawab sebagai sebagai pencari nafkah dan bekerja di luar
rumah (publik). Laki-laki adalah pemimpin sedangkan perempuan adalah orang yang
dipimpin. Karena itu keputusan dalam suatu rumah tangga ditentukan oleh pemimpin atau
laki-laki. Pandangan mengenai perbedaan gender atau peran fungsi dan tanggung jawab
antara laki dan perempuan ini sudah sangat umum ini berlaku di hampir seluruh lapisan
masyarakat sebagai suatu sistem sosial. Mengenai terbentuknya perbedaan tersebut Fakih
menjelaskan sebagai berikut:
“terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan banyak hal, diantaranya
dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikontruksi secara social atau cultural,

melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender
tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan (Fakih,2013:9)
Perbedaan gender ini kemudian menimbulkan adanya stereotipe atau penandaan tertentu
terhadap perempuan dan juga laki-laki, yang celakanya menimbulkan kerugian dan
ketidakadilan, khususnya terhadap perempuan. Fakih menyebutkan contoh strereotipe
tugas utama kaum perempuan adalah melayani suami. Stereotipe terhadap kaum
perempuan terjadi dimana-mana. Banyak peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kultur
dan kebiasaan masyarakat yang dikembangkan karena stereotipe tersebut.
Perempuan selalu dikaitkan fungsinya sebagai ibu. Mantik dalam hal ini menjelaskan
bahwa ajaran mengenai sifat-sifat yang diwariskan kepada perempuan dibatasi oleh
gagasan keibuan. Gambaran ideal mengenai perempuan dibatasi oleh hal itu dan seorang
anak perempuan diharapkan menjadi ibu. Pandangan itu tidak menekankan watak pribadi
seorang perempuan yang mungkin dapat dikembangkan ke arah yang produktif dan
kreatif, tetapi pada fungsi biologis seorang perempuan. Hal itu jelas tidak menonjolkan
perempuan sebagai individu (Mantik;2006, 1)

3

Konsep biologis adalah konsep yang sering dipertukarkan dan menimbulkan salah
pengertian dengan konsep gender. Konsep biologis merupakan konsep mengenai kelamin

lelaki dan perempuan yang bersifat permanen dan tidak bisa dipertukarkan. Sifat
permanen ini melekat pada manusia sebagai ketentuan Tuhan atau sering disebut sebagai
Kodrat.
Kajian feminis dan perspektig gender adalah seperangkat teori dan kajian yang
mempertanyakan keadilan dan ‘kewajaran’ posisi fungsi dan perempuan dalam sistem
sosial kehidupan bermasyarakat.
Namun apakah pemahaman mengenai gender, stereotipe dan ketidakadilan yang
ditimbulkannya telah disadari dan kemudian didukung sebagai sebuah pencerahan baru
bagi kaum perempuan? Puisi merupakan salah satu karya sastra yang dapat merefleksikan
kesadaran dan pemikiran suatu masyarakat dalam menanggapi isu gender dan feminisme
tersebut. Salah satunya adalah kumpulan puisi “Jendela Hati” karya RR. Titi Isnani yang
akan dianalisis dalam tulisan ini. Untuk memperkuat pesan dalam puisinya, RR Titi
Isnani selalu memberikan catatan pengarang di bawah puisinya.

IV. ANALISIS KONSEP PERAN IBU DALAM KUMPULAN PUISI “JENDELA HATI”
4

Kumpulan puisi ini memuat 101 judul puisi. Setiap puisi dalam “Jendela Hati” biasanya
terdiri dari beberapa belas larik yang kemudian dibagi dalam bebeberapa bait. Setiap larik
dalam bait yang sama umunya menggunakan teknik akhiran yang sama (rima) atau

diselang-seling. Bisa dikatakan bahwa ‘Jendela Hati” adalah puisi transparan (lugas, to
the point) yang miskin dalam penggunaan lambang, metaphora, personifikasi dan juga
latar. Pemilihan dan pengolahan kata lebih bertujuan untuk informatif dari pada untuk
memancing imajinasi dan membangun suasana. Namun karena menggunakan kata yang
lugas dan permainan bunyi (ritme) yang sederhana maka pesan yang disampaikan dalam
puisinya menjadi lebih mudah dipahami.
Ada belasan puisi dalam “Jendela Hati” yang memunculkan tema peran dan fungsi
perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Namun penulis hanya akan memilih lima
puisi yang terkuat diantaranya sebagai bahan kajian dengan perspektif gender, yaitu
1.
2.
3.
4.
5.

Aku laki-laki Indonesia
Ibu dan Ayah
Ibu Indonesia
Mengapa Lebih Banyak Perempuan di Neraka
Wanita Karir


Puisi dengan judul “Aku laki-laki Indonesia” menggunakan aku lirik sebagai narator lakilaki yang menunjukkan rasa kekaguman dan kebanggan pada pahlawan nasional
Indonesia. Terdiri dari 27 larik dalam 8 bait. Dua bait diantaranya sebagai berikut:
Aku punya Tuanku Imam Bonjol
Aku memiliki Pangeran Diponegoro
Aku mempunyai Jendral Sudirman
Aku bangga memiliki mereka
Teladannya begitu mengemuka
Jati dirinya begitu mempesona (isnani,2013:10)
Pesan yang disampaikan puisi tersebut sangat jelas. Teladan dari pahlawan nasional yang
semuanya adalah laki-laki. Aku lirik dalam puisi ini adalah laki-laki. Namun yang
menarik dalam puisi ini aadalah catatan pengarangnya di bawah puisi tersebut yang
berbunyi sebagai berikut :
“*Jika penulis menjadi laki-laki maka penulis akan membela habis-habisan untuk
mengangkat nama harum ibu pertiwi tercinta (Isnani, 2013:11)
5

Isnani secara tidak sadar telah menempatkan dirinya sebagai perempuan dengan posisi
subordinat terhadap laki-laki. Karena ia perempuan maka ia tidak mampu membela habishabisan ibu pertiwi seperti yang telah dilakukan laki-laki pahlawan nasional yang dipuji
dalam puisi tersebut. Terdapat pengandaian menjadi laki-laki dari seorang perempuan.

Pengarang puisi tersebut telah menstereotipkan dirinya sendiri sebagai perempuan mahluk
lemah dibanding laki-laki. Dengan kata lain, identitas gender sebagai perempuan telah
mambatasi geraknya untuk membela ibu pertiwi tercinta. Pengarang sudah meletakkan
posisi kemampuan perempuan dibawah laki-laki.

Puisi “ Ibu dan Ayah”
Puisi ini merupakan dialog tanya jawab antara laki-laki dan perempuan. Ayah sebagai lakilaki mempertanyakan posisinya. Mengapa tidak ada hari ayah, tidak ada dirgahayu, tidak
ada perayaan. Ibu menjawab pertanyaan laki-laki bahwa meskipun tidak ada hari ayah dan
perayaan namun kedudukan perempuan selalu di belakang laki-laki, perempuan hanya
sebagai insan kedua dan lelaki yang utama karena perempuan tercipta hanya dari patahan
tulang rusuk laki-laki dan Tuhan telah melebihkan laki-laki dari pada perempuan. Seperti
cuplikan dibawah ini
Sedangkan kau diciptakan lebih duluan
Kau juga telah ditakdirkan menjadi seorang imam
Sang pencipta telah melebihkan kau daripada perempuan
Sedangkan aku hanya berasal dari patahan tulang rusukmu
Aku rela menjadi insan kedua
Dan ikhlas kau yang menjadi utama (isnani, 2013;56)
Perempuan aku lirik memposisikan dirinya dibelakang laki-laki sebagai insan kedua
dengan alasan kodrat. Tuhan menciptakan lelaki lebih utama dari perempuan. Konsep

biologis,

gender dan agama telah bercampur dalam kesadaran aku lirik sehingga

perempuan dianggap memang sudah seharusnya rela menjadi insan kedua setelah laki-laki.
Apakah ketidakadilan gender ini bersumber dari ketentuan tuhan dan agama atau hanya
rekayasa kontruksi sosial yang menanamkan pemahaman ketidaksetaraan gender? Fakih
menjelaskan sebagai berikut

6

Al Quran sebagai rujukan prinsip masyarakat Islam, pada dasarnya mengakui bahwa
kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama. Keduanya diciptakan dari satu nafs
(living entity), di mana yang satu tidak memiliki keunggulan terhadap yang lain.
Bahkan Al Quran tidak menjelaskan secara tegas bahwa Hawa diciptakan dari tulang
rusuk Nabi Adam sehingga kedudukan dan statusnya lebih rendah. Atas dasar itu
prinsip Al Quran terhadap kaum laki dan perempuan adalah sama, di mana hak istri
diakui sederajat dengan hak suami (Fakih, 2013:129-130)
Dengan demikian, dalam perspektif gender puisi “Ayah dan Ibu” merupakan puisi yang
telah keliru memposisikan hubungan kesetaraan ayah dan ibu atau perempuan dan lakilaki.


Puisi “Ibu Indonesia”
Dalam puisi ibu Indonesia narator memaparkan sosok ibu Indonesia yang luar biasa
dengan segala fungsinya. Mungkin inilah gambaran sosok sempurna seorang ibu
Indonesia. Beberapa bait puisi tersebut sebagai beriku:
Ibu hebat adalah ibu Indonesia
Mereka bertrifungsi
Antara ibu istri dan anggota masyarakat yang mempesona
Semua harus cerdas dan super
Jangan sampai keluarga keblinger
Terucaplah selalu puji dan syukur
Sebagai istri yang selalu manis dipandang suami
Sebagai ibu yang penuh kasih sayang. Tapi tegas
Sebagai anggota masyarakat yang merangkul (isnani, 2013:58)
Membaca puisi “Ibu Indonesia” ini benak kita akan segera membayangkan betapa
beratnya menjadi seorang ibu Indonesia. Multi fungsi dan harus cerdas serta super
layaknya wonder woman. Masih harus pula manis dipandang suami, penuh kasih sayang
dan anggota masyarakat yang merangkul. Terbayang pula betapa beruntungnya laki-laki
yang memiliki istri wonder woman ini. Sudahlah berat menjalan trifungsi namun masih
selalu mengucap puji dan syukur. Gagasan mengenai ibu Indonesia dalam puisi ini

merupakan representasi yang nyata pemikiran dan pemahaman peran gender yang sudah
mengakar dalam kontruksi system sosial masyarakat di Indonesia.
7

Puisi “Mengapa Lebih Banyak Perempuan di Neraka”
Puisi ini menggunakan judul yang mengutip salah satu riwayat Islam yang mengatakan
pada hari akhir nanti penghuni neraka akan lebih banyak perempuan dari pada laki-laki.
Riwayat ini sendiri tidak jelas asal usulnya dan apakah benar Nabi Muhammad memang
pernag mengatakan demikian. Yang pasti adanya riwayat ini membuat perempuan semakin
diintimidasi dan ditakut-takuti dengan ancaman neraka. Jawaban dari pertanyaan pada
judul puisi ini adalah bait-bait larik isi puisi ini, beberapa bait diantaranya sebagai berikut:
Barangkali karena mereka mengumbar aurat dengan dalih tampil seksi
Barangkali karena mereka suka bergoyang seronok tapi berdalih seni
Barangkali karena mereka tak peduli dosa sendiri
Tapi pandai mengoreksi dosa orang lain tanpa peduli
Barangkali karena mereka suka lupa diri dalam membeli
Atau mungkin karena banyak istri merasa terlalu berarti
Sehingga suami kurang dipenuhi dan seringkali dijauhi
Janji suci di depan illahi mesti dipenuhi
Bukan sekedar menjadi istri
Yang selalu ingin dimengerti tanpa peduli (isnani, 2013:99)
Sayang sekali narator dalam puisi ini tidak menyebutkan alasan laki-laki tidak lebih
banyak di neraka dibandingkan perempuan. Salah satu jawaban dari pertanyaan sebagai
judul puisi tersebut adalah mungkin karena istri merasa terlalu berarti atau memposisikan
diri terlalu tinggi dihadapan suami sehingga dijauhi. Janji didepan tuhan harus dipenuhi
yaitu bukan sekedar istri yang selalu ingin dimengerti namun jadilah istri yang peduli.
Posisi perempuan atau istri dalam puisi ini memang berada di bawah karena terintimidasi
dengan konsep agama yang kemungkinan besar salah dipahami. Pemilihan kata yang
menjawab pertanyaan puisi tersebut justru semakin mengintimidasi perempuan dan
meniggikan posisi laki-laki. Dengan demikian kesadaran aku lirik dalam posisi ini adalah,
sekali lagi, menyimpang dari pemahaman gender yang memperjuangkan kesetaraan. Alihalih

memperjuangkan,

catatan

pengarang

mengenai

puisi

ini

justru

semakin

mengintimidasi dan menempatkan posisi istri yang harus berterima kasih pada suami
“Bersyukurlah kepada Allah, berterima kasih kepada suami dan tidak banyak
membicarakan keburukan dan kekurangan orang lain. Alias hindari iri, dengki,
cemburu akan keadaan orang lain. Agar terhindari dari neraka (Isnani, 2013:100)

Puisi “Wanita Karir”
8

Puisi ini berisi himbauan kepada perempuan yang merasa melakoni hidup sebagai wanita
karir. Isi puisi merupakan pesan,nasihat dan sindirian pada perilaku wanita karir.
Dipesankan kewajiban istri kepada suami adalah hal yang utama. Beberapa baitnya
sebagai berikut:

Bermaksud berekspresi mengenai jati diri
Mengejar sebuah impian atau prestasi
Ingin membantu atau sekedar mencari sensasi
Sebagai istri janganlah lupa diri
Sebagai ibu tak pantas meninggalkan putra putri
Sebagai sosialis jangan lupakan saudara-saudari
Istri bukan wajib memenuhi keluarga yang dikasihi
Kewajiban kebutuhan hidup ada pada suami
Bisnis hanya sekedar untuk berbagi
Kewajiban sebagai istri adalah yang utama
Mengurus anak adalah yang pertama
Agar keluarga sakina mawadah warahmah (isnani, 2013: 150)
Secara struktur puisi ini menggunakan akhiran i pada 3 bait pertama dan bait keempat
menggunakan akhiran a. Permainan bahasanya berirama seperti pantun. Miskin latar dan
miskin suasana. Sehingga isi puisi ini lebih seperti himbauan atau doktrin. Secara
perspektif gender, perempuan sebagai pihak yang selalu diperingatkan dan dihimbau yaitu
kewajibannya sebagai istri dan mengurus anak. Menjadi wanita karir bukan sebuah
keutamaan karena suami yang memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan hidup.
Pembagian peran pekerjaan dalam wilayah domestic dan publik antara laki dan perempuan
sangat kuat dalam puisi ini. Puisi ini juga semakin menguatkan stereotype bahwa wilayah
perempuan adalah sebagai ibu di wilayah doemstik sedangkan wilayah laki-laki adalah
bekerja memenuhi kebutuhan hidup di wilayah publik.
Catatan pengarang di bawah puisi semakin menegaskan stereotip bahwa peran perempuan
adalah sebagai ibu dan istri yang mengabdi pada suami. Seperti dibawah ini
Bagi seorang istri yang berkarir di luar rumah, pastikan bahwa anda bisa menjadi ibu yang
baik dan istri yang baik bagi suami terlebih dahulu. Karena kewajiban sesungguhnya, ya
ada pada mereka itu (isnani, 2013:150)

9

V. KESIMPULAN
Kumpulan puisi “Jendela Hati” karya RR. Titi Isnani memuat gagasan dan pandangan
mengenai peran dan fungsi ibu yang sangat stereotipe, yaitu perempuan dengan karakter
feminitasnya yang lembut, sabar, penyayang namun juga bisa tegas.

Dengan bergesernya makna kata “ibu” dari yang semula bersifat kekerabat dengan fungsi
melahirkan keturunan, telah bergeser maknanya menjadi sebuatan bagi istri dari laki-laki.
10

Pergeseran makna bahasa Ibu tersebut memberikan dampak bergesernya juga fungsi yang
mengikuti makna. Dalam kumpulan puisi ini makna “ibu” yang telah bergeser itu kini
memiliki fungsi lain, yang disebut sebagai trifungsi, yaitu selain sebagai perempuan yang
melahirkan dan mengasuh anak juga sebagai, istri dan anggota masyarakat. Fungsi utama
“ibu” adalah perempuan yang melayani suami. Dalam fungsinya tersebut perempuan juga
harus mempesona, cerdas dan super selayaknya wonder woman dalam komik.

Stereotipe ini merupakan konstruksi yang sudah mapan dalam masyarakat Indonesia,
diperkuat dengan pemahaman mengenai konsep biologis, gender dan juga kodrat yang
keliru. Penulis sengaja mengambil kumpulan puisi terbitan terbaru untuk dapat mengetahui
perkembangan gagasan kesetaraan gender dalam masyarakat melalui puisi yang ditulis
sendiri oleh perempuan yang berperan sebagai ibu rumah tangga dalam kehidupan
keseharian.

Meskipun gagasan dan pandangan mengenai peran dan fungsi ibu dan perempuan dalam
puisi ini tidak mewakili keseluruhan perempuan sebagi ibu rumah tangga, namun posisi
pengarang yang cukup terpandang, dihormati dan panutan di lingkungannya, maka
gagasan pengarang puisi tersebut dapat merepresentasikan pemahaman gender dan
stereotipenya di lingkungan masyarakatnya, khususnya perempuan.

Dengan demikian, gagasan mengenai kesetaraan gender masih sangat terbatas
penyebarannya dan konsep mengenai peran perempuan dalam hubungan dengan keluarga
dan laki-laki masihlah sama sebagaimana stereotipe yang sudah berlaku selama ini di
masyarakat.

Dibutuhkan gerakan penyadaran tentang kesetaraan gender yang lebih masif agar peran
perempuan dalam sistem sosial kemasyarakatan dapat te-revisi dan kemudian terposisikan
dengan lebih adil dan setara dengan laki-laki.

Sekian.

11

VI. DAFTAR PUSTAKA

Damono, Sapardi Djoko Damono. Bilang Begini, Maksudnya Begitu. Buku Apresiasi
Puisi,Ciputat: Editum, 2010
Fakih, Dr. Mansour. Analisis Gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013.
Hellwig, Tineke. In the Shadow of Change. Citra Perempuan dalam Sastra Indonesia.
Rika Iffati Farikha (pentj.), Depok: Desantara, 2003
12

Isnani, RR Titi. Kumpulan Puisi. Jendela Hati. Yogyakarta: Bahari Press, 2013
Mantik, Maria Josephine Kumaat. Gender Dalam Sastra. Studi Kasus Drama MegaMega, Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2006
______, Mencermati Unsur Feminitas Dalam Kumpulan Cerpen Membunuh Orang Gila
Karya Sapardi Djoko Damono, essay
______, Perempuan dan Perang Dalam Cerpen Sejarah Mademoiselle Fifi Karya Guy De
Maupassant, essay, Diakronik Vol.2, 2 juli 2012
Sugihastuti, Sugiharto. Kritik Sastra Feminis. Teori dan Aplikasinya, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013

13