NILAI STRATEGIS MANAJEMEN OPERASI JASA D
NILAI STRATEGIS MANAJEMEN OPERASI JASA
DALAM PENGELOLAAN
POTENSI PEREKONOMIAN DAERAH
(Studi Kasus Propinsi Jawa Barat dan Banten)
Oleh:
Vita Sarasi, SE. MT.
Staf Pengajar Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi UNPAD
FORUM TEMU ILMIAH PERINGATAN SEWINDU
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Bandung, 29 September 2001
NILAI STRATEGIS MANAJEMEN OPERASI JASA
DALAM PENGELOLAAN
POTENSI PEREKONOMIAN DAERAH
(Studi Kasus Propinsi Jawa Barat dan Banten)
Vita Sarasi
ABSTRAK
Sektor jasa memiliki peran yang strategis dalam perekonomian daerah dan
perdagangan secara global. Perekonomian tidak akan berfungsi dengan
baik tanpa infrastruktur transportasi, komunikasi, pemerintahan, kesehatan,
dan pendidikan. Manajemen sektor jasa ini memiliki karakter dan
tantangan yang khas dibandingkan dengan manajemen pada sektor primer
(ekstraktif) dan sektor sekunder (manufaktur), antara lain pada bidang
manajemen operasi. Salah satu karakteristik penting dalam operasi jasa
adalah partisipasi konsumen dalam sistem penyampaian jasa. Fokus pada
konsumen dan pemenuhan kebutuhannya merupakan aktivitas harian yang
penting untuk dilaksanakan oleh penyedia jasa.
Perbedaan karakter dan tantangan tersebut harus menjadi salah satu bahan
pertimbangan dalam upaya meningkatkan perekonomian daerah yang
menjadi tema sentral Otonomi Daerah. Penelaahan ini menjadi signifikan
untuk diterapkan pada daerah dimana sistem perekonomiannya didominasi
oleh sektor jasa seperti halnya enam kota di Jawa Barat dan Banten.
Dominasi sektor jasa ini tampak melalui indikator besarnya kontribusi pada
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan penyerapan tenaga kerja.
Kata kunci: sektor jasa, manajemen operasi jasa, PDRB, tenaga kerja
ABSTRACT
Service sectors play significant roles in local economics and global trading.
The economics will not well established without service infrastructures of
transportation, communication, government, health, and education. The
management of service has a unique character and challenge rather than of
primary (extractive) and secondary (manufacture) sectors, especially in
operation management. One of important characteristics in service
operation is the participation of customers in the delivery. Focus on
customers and fulfilment of their needs are important daily activities of
service providers.
Differences on characters and challenges must be considered in the efforts
of enhancements of local economics which is a central theme of District
Autonomy. These analyses are significant to be implemented in the service
sector-dominated districts like the six cities in Provinces of West Java and
Banten. The domination of service sector is indicated by its portion in Gross
Regional Domestic Product (GRDP) and the manpower absortion.
Keywords: service sector, service operation management, GRDP, manpower
Pendahuluan: Peran Sektor Jasa dalam Perekonomian
Jasa dapat didefinisikan sebagai aktivitas ekonomi yang menghasilkan
kegunaan dalam segi waktu, tempat, bentuk atau psikologis (Murdick, dkk., 1990:4).
Sektor jasa merupakan penghubung (hub) di antara banyak aktivitas perekonomian
yaitu antara sektor-sektor primer (ekstraktif) dan sekunder (manufaktur) serta dengan
konsumen. Diagram yang menggambarkan kaitan-kaitan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 1 berikut.
Sektor
Ekstraktif
Jasa
Bisnis
Konsumen
Jasa
Infrastruktur
Jasa
Perdagangan
Jasa
Sosial/Personil
Administrasi
Publik
Sektor
Manufaktur
Sumber: Fitzsimmons dan Fitzsimmons, 1998 : 4
Gambar 1
Diagram Peran Sektor Jasa dalam Perekonomian
Diagram di atas menunjukkan aliran aktivitas di antara ketiga sektor utama dalam
perekonomian. Semua aktivitas tersebut bermuara pada konsumen. Sektor jasa ini
mempunyai peran yang strategis, yaitu sebagai jasa infrastruktur, misalnya
transportasi dan komunikasi; sebagai jasa bisnis, misalnya konsultan, lembaga
keuangan dan perbankan; sebagai jasa perdagangan, misalnya perdagangan eceran,
pemeliharaan, dan reparasi; sebagai jasa sosial maupun pribadi, misalnya restoran
dan kesehatan; serta sebagai jasa administrasi publik, misalnya pemerintahan dan
pendidikan
Guna lebih mendefinisikan pengertian sektor jasa, berikut ini dipaparkan
beberapa perbedaan dan persamaan di antara perusahaan manufaktur dan penyedia
jasa. Perbedaannya dapat digolongkan pada delapan kategori, yang dapat
digambarkan sebagai suatu spektrum (Krajewski dan Ritzman, 1996 : 5 ) pada
Gambar 2.
Perusahaan
manufaktur
Produk berwujud, tahan lama
Luaran dapat disimpan
Kontak dengan konsumen rendah
Waktu yang dibutuhkan untuk
melayani konsumen panjang
Pemasaran bersifat regional, nasional
atau internasional
Fasilitas berukuran besar
Padat modal
Kualitas mudah diukur
Penyedia
jasa
Produk tidak berwujud, tidak tahan lama
Luaran tidak dapat disimpan
Kontak dengan konsumen tinggi
Waktu yang dibutuhkan untuk melayani
konsumen pendek
Pemasaran bersifat lokal
Fasilitas berukuran kecil
Padat tenaga kerja
Kualitas sulit diukur
Sumber : Krajewski dan Ritzman, 1996 : 5
Gambar 2.
Spektrum Karakteristik Perusahaan Manufaktur dan Jasa
Namun
dikotomi
perbedaan
tersebut
tidak
selalu
jelas,
sehingga
menimbulkan persamaan-persamaan yang dapat dikategorikan pada tiga hal yaitu :
(i) keduanya pada umumnya menyediakan paket barang dan jasa secara bersamaan;
(ii) keduanya memerlukan persediaan, baik dalam bentuk luaran seperti halnya pada
penyedia jasa atau dalam bentuk masukan misalnya rumah sakit memerlukan
persediaan obat-obatan; (iii) keduanya mulai menyadari bahwa ada konsumen
eksternal
dan
internal,
sehingga
konsep
“fokus
pada
konsumen”
perlu
dikembangkan. Fokus pada konsumen dan pemenuhan kebutuhannya merupakan
aktivitas harian yang penting untuk dilakukan baik oleh perusahaan manufaktur
maupun penyedia jasa.
Karakteristik Sektor Jasa
Manajemen sektor jasa ini memiliki karakter dan tantangan yang khas
dibandingkan dengan manajemen pada kedua sektor utama lainnya, antara lain pada
bidang manajemen operasi. Hingga abad ke-20, fokus dari manajemen operasi adalah
pada perusahaan manufaktur dan bidangnya disebut dengan manajemen industri atau
manajemen produksi. Namun saat ini fokus tersebut mulai berubah, di mana para
manajer mengaplikasikan konsep kualitas, analisis proses, desain pekerjaan, lokasi
fasilitas, kapasitas, tata letak, persediaan, dan penjadualan baik pada perusahaan
manufaktur maupun perusahaan jasa. Keuntungan yang diperoleh adalah peningkatan
kualitas, penghematan biaya, peningkatan nilai pada konsumen, yang semuanya akan
meningkatkan posisi bersaing perusahaan (Krajewski dan Ritzman, 1996 : 4). Salah
satu karakteristik yang paling penting dalam operasi jasa adalah adanya partisipasi
konsumen dalam sistem penyampaian jasa.
Sektor Jasa dalam Perekonomian Daerah Jawa Barat dan Banten
Pembangunan perekonomian merupakan salah satu tema sentral dalam
Otonomi Daerah. Dalam kaitan ini Pemerintah Daerah perlu lebih mengarahkan dan
mengkonkretkan misi pembangunannya sesuai dengan potensi dan kemampuan
sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang dimilikinya.
Dalam tulisan ini akan dibahas dua tolok ukur perekonomian daerah yaitu
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan penyerapan tenaga kerja dalam
sembilan sektor berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) yang
pada saat ini digunakan sebagai standar resmi oleh Biro Pusat Statistik (BPS) untuk
memaparkan kondisi perekonomian Indonesia.
KLUI mengklasifikasikan unit produksi barang dan jasa yang menyumbang
pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ke dalam : (1) pertanian, peternakan,
kehutanan, dan perikanan; (2) pertambangan dan penggalian; (3) industri
pengolahan; (4) listrik, gas dan air bersih; (5) bangunan; (6) perdagangan, hotel dan
restoran; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan; dan (9) jasa-jasa lainnya yaitu jasa pemerintahan umum dan swasta.
PDRB sebagai salah satu tolok ukur dalam tulisan ini merupakan nilai tambah
total dari barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas/unit produksi
dalam perekonomian suatu daerah dalam periode waktu tertentu (biasanya satu
tahun) (BPS, 1996). Dengan demikian agar dapat meningkatkan PDRB sekaligus
dengan penyerapan tenaga kerja, sebagai tolok ukur lainnya, maka suatu Pemerintah
Daerah harus dapat menyusun strategi pembangunan yang tepat sesuai dengan
potensi dan kemampuannya.
Berikut ini akan dipaparkan profil PDRB dan penyerapan tenaga kerja pada
enam Kota di Jawa Barat dan Banten (lihat Tabel 1 dan 2). Dari Tabel 1 dapat dilihat
bahwa secara keseluruhan sektor yang relatif besar kontribusinya terhadap PDRB
adalah sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Kontribusi yang besar dari kedua sektor tersebut pada PDRB tampak terutama pada
Kota Bandung dan Tangerang. Sedangkan dari Tabel 2 tampak bahwa di samping
kedua sektor di atas, juga terdapat sektor jasa-jasa lainnya yang mampu menyerap
banyak tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja pada ketiga sektor tersebut terdapat
pada Kota Bandung, Tangerang, dan Bekasi.
Tabel 1.
Profil Produk Domestik Regional Bruto 6 Kota di Jawa Barat dan Banten Tahun 1999
No
Lapangan
Usaha
Pertanian, Peternakan,
1 Kehutanan, dan
Perikanan
Pertambangan dan
2
Penggalian
Kota
Bogor
Sukabumi Bandung Cirebon Tangerang Bekasi
Total 6
Kota
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3 Industri Pengolahan
-
-
+++
+
+++++
+++
+++
Listrik, Gas, dan Air
4
Bersih
-
-
-
-
-
-
-
5 Bangunan
-
-
-
-
-
-
-
Perdagangan, Hotel,
6
dan Restoran
Pengangkutan dan
7
Komunikasi
-
-
+++
+
++
+
++
-
-
+
-
+
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Keuangan, Persewaan,
dan Jasa Perusahaan
8
9 Jasa-jasa lainnya
Catatan :
Jumlah “+” menandakan berapa kelipatan standar deviasi nilai PDRB lebih tinggi terhadap
rata-rata seluruh sektor lapangan usaha dan seluruh kota
Jumlah “-” menandakan berapa kelipatan standar deviasi nilai PDRB lebih rendah terhadap
rata-rata seluruh sektor lapangan usaha dan seluruh kota
Tabel 2.
Profil Penyerapan Tenaga Kerja 6 Kota di Jawa Barat dan Banten Tahun 1999
No
Lapangan
Usaha
Pertanian, Peternakan,
1 Kehutanan, dan
Perikanan
Pertambangan dan
2
Penggalian
Kota
Bogor Sukabumi Bandung Cirebon Tangerang Bekasi
Total 6
Kota
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3 Industri Pengolahan
+
-
++++
-
+++
++
++
Listrik, Gas, dan Air
4
Bersih
-
-
-
-
-
-
-
5 Bangunan
-
-
+
-
-
-
-
Perdagangan, Hotel,
6
dan Restoran
Pengangkutan dan
7
Komunikasi
Keuangan, Persewaan,
8
dan Jasa Perusahaan
+
-
+++++
+
++
++
++
-
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
9 Jasa-jasa lainnya
+
-
+++
-
+
++
++
Dengan fakta-fakta di atas maka Pemerintah keenam Kota di Jawa Barat dan
Banten tersebut perlu menerapkan strategi pembangunan perekonomiannya secara
lebih tepat dan berhasil guna. Dengan alat bantu berupa diagram-sebar (scatter
diagram) PDRB dan penyerapan tenaga kerja sebagaimana pada Gambar 3 berikut
maka perumusan strategi tersebut dapat dilakukan.
Triliun Rp.
15
Industri
Pengolahan
10
Perdagangan,
Hotel &
Restoran
Deviasi PDRB
5
0
Keuangan
Transportasi
-300
-200
-100
0
100
Persew aan
Listrik, Gas,
Jasa Perusahaan
Air Bersih
Bangunan
Pertambangan
-5
Pertanian,Peternakan
& Penggalian
Kehutanan,Perikanan
200
300
400
Jasa-Jasa
Lainnya
500
600
Ribu orang
-10
Deviasi Jum lah Tenaga Kerja
Gambar 3.
Diagram-Sebar PDRB dan Penyerapan Tenaga Kerja
Enam Kota di Jawa Barat dan Banten tahun 1999
Secara umum Pemerintah keenam kota, khususnya Bandung, Tangerang, dan Bekasi,
dapat menerapkan strategi pengembangan sektor jasa sebagai berikut:
(1) Strategi mempertahankan prestasi yang telah dicapai dimana kontribusi pada
PDRB cukup besar yang disertai dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi
pula, yaitu untuk sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel,
dan restoran;
(2) Strategi meningkatkan kontribusi PDRB dimana penyerapan tenaga kerja
sudah relatif lebih tinggi daripada nilai rata-rata namun kontribusi pada
PDRB masih relatif lebih rendah daripada nilai rata-rata, yaitu untuk sektor
jasa-jasa lainnya;
(3) “Strategi meningkatkan baik kontribusi PDRB maupun penyerapan tenaga
kerja” dimana kontribusi pada PDRB kurang besar yang disertai dengan
penyerapan tenaga kerja yang juga kurang tinggi, yaitu untuk sektor-sektor
pertambangan dan penggalian; pertanian, peternakan, kehutanan, dan
perikanan; transportasi dan komunikasi; keuangan, persewaan, jasa
perusahaan; listrik, gas, air bersih; dan bangunan.
Peranan Manajemen Operasi dalam Pengembangan Sektor Jasa
Seperti halnya pemasaran dan keuangan, manajemen operasi merupakan
bagian fungsional dari suatu perusahaan. Manajemen Operasi Jasa berperanan dalam
memberikan informasi mengenai desain operasi dan peningkatan sistem produksi
pada penyedia jasa (Chase, Aquilano, Jacobs, 1995 : 5). Informasi tersebut digunakan
dalam proses manajemen untuk membuat keputusan proses operasi jasa. Terdapat
sepuluh jenis bidang keputusan (Ten Critical Decisions) yang umumnya digunakan
sebagai pegangan para manajer operasi yaitu mengenai manajemen kualitas, desain
jasa, desain proses dan kapasitas, pemilihan lokasi, desain tata letak, desain
penugasan sumber daya manusia dan pekerjaan, pengelolaan rantai suplai,
perencanaan persediaan, penjadualan dan pemeliharaan (Heizer dan Render, 1999:8).
Salah satu prinsip dari manajemen operasi jasa adalah relatif dekatnya proses
penyediaan jasa terhadap konsumennya (luaran); bahkan pada beberapa jenis jasa,
konsumen dapat terlibat langsung dalam proses penyediaan jasa. Oleh karena itu
perlu untuk memahami terlebih dahulu sistem penyediaan jasa secara keseluruhan.
Dari sudut pandang sistem, aktivitas desain, proses, dan penjualan jasa dilakukan
dalam satu paket jasa (lihat Gambar 4).
Manajer Operasi Jasa
Masukan:
Konsumen,
Kebutuhan konsumen,
Informasi pendukung
Proses Jasa:
Personil
Pemrosesan
Modifikasi desain
Luaran:
Konsumen,
Aset,
Informasi
Desain Penyediaan Jasa
Sumber: Murdick, et.al., 1990 : 35
Gambar 4.
Sistem Penyediaan Jasa
Masukan sistem jasa adalah desain dan pelaksanaannya yang terdiri dari
konsumen beserta kebutuhannya dan informasi pendukung lainnya. Selama proses
penyediaan jasa, manajer operasi mengendalikan proses sesuai dengan informasi
yang diperoleh.
Di samping itu upaya pemahaman sistem penyediaan jasa dapat dilihat dari
sudut pandang manajerial. Pada sistem jasa terdapat dua indikator pengklasifikasian
jasa yaitu : (1) Tingkat intensitas tenaga kerja yaitu rasio antara biaya tenaga kerja
dengan nilai perusahaan dan peralatan serta; (2) Tingkat interaksi konsumen dengan
penyedia jasa (customization). Dari kombinasi kedua indikator tersebut dapat
dirumuskan empat jenis penyediaan jasa sebagaimana pada Gambar 5 berikut.
Service Factory
Service Shop
Jumlah tenaga kerja sedikit,
Jumlah tenaga kerja sedikit,
proses terstandarisasi
Interaksi dengan konsumen tinggi
Mass Service
Professional Service
Jumlah tenaga kerja banyak,
Jumlah tenaga kerja banyak,
proses terstandarisasi
Interaksi dengan konsumen tinggi
Sumber: Schmenner, 1995 : 12
Gambar 5.
Matriks Jenis Penyediaan Jasa
Dari Gambar 5 di atas, manajer operasi jasa akan mendapat tantangan sesuai
dengan jenis jasanya. Strategi yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan
tersebut adalah sebagai berikut (lihat Tabel 3.)
Tabel 3.
Matriks Strategi yang dapat digunakan Manajer Operasi Jasa
No
Karakteristik
1
Proses sudah
terstandarisasi
2
Interaksi dengan
konsumen tinggi
3
Jumlah tenaga kerja
sedikit
4
Jumlah tenaga kerja
banyak
Jenis Jasa
service factory
dan mass
service
service shop
dan
professional
service
service factory
dan service
shop
mass service
dan
professional
Strategi
Aspek pemasaran, perhatian pada
lingkungan fisik, dan penyusunan
prosedur operasi standar
Penghematan biaya, peningkatan kualitas,
reaksi atas intervensi konsumen,
penyampaian jasa, perampingan hirarki
pada struktur organisasi, dan peningkatan
loyalitas karyawan
Permodalan, penerapan teknologi maju,
pengelolaan tingkat permintaan, dan
penjadualan penyampaian jasa
Seleksi dan pelatihan karyawan, metoda
pengembangan dan pengendalian,
kesejahteraan karyawan, penjadualan
tenaga kerja, pengelolaan pertumbuhan
perusahaan
Penutup
Terdapat perbedaan karakter dan tantangan yang signifikan dalam manajemen
operasi pada sektor jasa dengan sektor lainnya yaitu ekstraktif dan manufaktur.
Karakter dan tantangan yang khas ini harus diantisipasi dengan empat strategi
manajemen yang berkaitan dengan jenis tantangannya. Karakter dan tantangan ini
juga harus menjadi bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan perekonomian
suatu daerah yang didominasi oleh sektor jasa, sebagaimana halnya pada Kota
Bandung, Tangerang, dan Bekasi di wilayah Propinsi Jawa Barat dan Propinsi
Banten.
Perkembangan sektor jasa yang dominan pada ketiga kota di atas harus
dipertahankan mengingat tingginya kontribusi pada PDRB dan penyerapan tenaga
kerja, khususnya pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Di samping itu
pertumbuhan sektor jasa lainnya juga harus dipacu dengan dua target yaitu
meningkatkan kontribusinya terhadap PDRB serta meningkatkan jumlah dan jenis
lapangan kerja. Dalam pelaksanaan strategi dan pencapaian target tersebut, prinsipprinsip manajemen operasi sangat dibutuhkan untuk menjadi pegangan dalam
pembuatan keputusan penyedia jasa.
1. METODOLOGI UNTUK MENGANALISIS POTENSI EKONOMI
Metodologi untuk menganalisis potensi ekonomi dapat digambarkan dengan
kerangka pemikiran sebagai berikut :
BAHAN PENELITIAN :
1. Visi dan Misi Kota
2. Analisis SWOT yang terdiri dari :
Budaya, sikap dan nilai
Kohesi sosial
Ketersediaan sumber daya
Organisasi kota
Kepemimpinan pemerintah
Analisis
Input-Output
Identifikasi faktor – faktor yang dapat menjadi potensi Kota :
1. Faktor pasar : ukuran pasar, tingkat pertumbuhan per tahun
2. Kompetisi : tipe pesaing, tingkat dan tipe integrasi
3. Faktor finansial dan ekonomi : nilai tambah per tenaga kerja, prospek
permintaan domestik, potensial ekspor
4. Faktor teknologi : kompleksitas, teknologi proses manufaktur yang dibutuhkan
Analisis Segmenting-Targeting-Positioning
Sektor
Pertanian
Sektor
Industri
Sektor
Jasa
Sektor
Informal
REKOMENDASI : untuk memperbaiki :
Distribusi pendapatan
Pertumbuhan GNP
Lapangan kerja
Tingkat harga
sehingga PAD meningkat
dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat
akan meningkat pula
Pustaka
Biro Pusat Statistik Jawa Barat. Gross Regional Domestic Product Statistics,
Concept and Definitions, www.bps.go.id, 1996.
Chase R.B., N.J. Aquilano, F.R. Jacobs. Production and Operations Management :
Manufacturing and Services, Irwin McGraw-Hill, 1995.
Fitzsimmons, J.A. dan M.J. Fitzsimmons. Service Management: Operations,
Strategy, and Information Technology”, Irwin McGraw-Hill, 1998.
Heizer J., B. Render. Operations Management, Prentice Hall Inc., 1999.
Krajewski, L.J. dan L.P. Ritzman. Operations Management : Strategy and Analysis.
Addison-Wesley Publishing Company, 1996.
Murdick, R.G., B. Render, dan R.S. Russell. Service Operations Management. Allyn
and Bacon, 1990.
Schemenner, R.W. Service Operations Management. Prentice-Hall Inc., 1995
DALAM PENGELOLAAN
POTENSI PEREKONOMIAN DAERAH
(Studi Kasus Propinsi Jawa Barat dan Banten)
Oleh:
Vita Sarasi, SE. MT.
Staf Pengajar Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi UNPAD
FORUM TEMU ILMIAH PERINGATAN SEWINDU
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Bandung, 29 September 2001
NILAI STRATEGIS MANAJEMEN OPERASI JASA
DALAM PENGELOLAAN
POTENSI PEREKONOMIAN DAERAH
(Studi Kasus Propinsi Jawa Barat dan Banten)
Vita Sarasi
ABSTRAK
Sektor jasa memiliki peran yang strategis dalam perekonomian daerah dan
perdagangan secara global. Perekonomian tidak akan berfungsi dengan
baik tanpa infrastruktur transportasi, komunikasi, pemerintahan, kesehatan,
dan pendidikan. Manajemen sektor jasa ini memiliki karakter dan
tantangan yang khas dibandingkan dengan manajemen pada sektor primer
(ekstraktif) dan sektor sekunder (manufaktur), antara lain pada bidang
manajemen operasi. Salah satu karakteristik penting dalam operasi jasa
adalah partisipasi konsumen dalam sistem penyampaian jasa. Fokus pada
konsumen dan pemenuhan kebutuhannya merupakan aktivitas harian yang
penting untuk dilaksanakan oleh penyedia jasa.
Perbedaan karakter dan tantangan tersebut harus menjadi salah satu bahan
pertimbangan dalam upaya meningkatkan perekonomian daerah yang
menjadi tema sentral Otonomi Daerah. Penelaahan ini menjadi signifikan
untuk diterapkan pada daerah dimana sistem perekonomiannya didominasi
oleh sektor jasa seperti halnya enam kota di Jawa Barat dan Banten.
Dominasi sektor jasa ini tampak melalui indikator besarnya kontribusi pada
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan penyerapan tenaga kerja.
Kata kunci: sektor jasa, manajemen operasi jasa, PDRB, tenaga kerja
ABSTRACT
Service sectors play significant roles in local economics and global trading.
The economics will not well established without service infrastructures of
transportation, communication, government, health, and education. The
management of service has a unique character and challenge rather than of
primary (extractive) and secondary (manufacture) sectors, especially in
operation management. One of important characteristics in service
operation is the participation of customers in the delivery. Focus on
customers and fulfilment of their needs are important daily activities of
service providers.
Differences on characters and challenges must be considered in the efforts
of enhancements of local economics which is a central theme of District
Autonomy. These analyses are significant to be implemented in the service
sector-dominated districts like the six cities in Provinces of West Java and
Banten. The domination of service sector is indicated by its portion in Gross
Regional Domestic Product (GRDP) and the manpower absortion.
Keywords: service sector, service operation management, GRDP, manpower
Pendahuluan: Peran Sektor Jasa dalam Perekonomian
Jasa dapat didefinisikan sebagai aktivitas ekonomi yang menghasilkan
kegunaan dalam segi waktu, tempat, bentuk atau psikologis (Murdick, dkk., 1990:4).
Sektor jasa merupakan penghubung (hub) di antara banyak aktivitas perekonomian
yaitu antara sektor-sektor primer (ekstraktif) dan sekunder (manufaktur) serta dengan
konsumen. Diagram yang menggambarkan kaitan-kaitan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 1 berikut.
Sektor
Ekstraktif
Jasa
Bisnis
Konsumen
Jasa
Infrastruktur
Jasa
Perdagangan
Jasa
Sosial/Personil
Administrasi
Publik
Sektor
Manufaktur
Sumber: Fitzsimmons dan Fitzsimmons, 1998 : 4
Gambar 1
Diagram Peran Sektor Jasa dalam Perekonomian
Diagram di atas menunjukkan aliran aktivitas di antara ketiga sektor utama dalam
perekonomian. Semua aktivitas tersebut bermuara pada konsumen. Sektor jasa ini
mempunyai peran yang strategis, yaitu sebagai jasa infrastruktur, misalnya
transportasi dan komunikasi; sebagai jasa bisnis, misalnya konsultan, lembaga
keuangan dan perbankan; sebagai jasa perdagangan, misalnya perdagangan eceran,
pemeliharaan, dan reparasi; sebagai jasa sosial maupun pribadi, misalnya restoran
dan kesehatan; serta sebagai jasa administrasi publik, misalnya pemerintahan dan
pendidikan
Guna lebih mendefinisikan pengertian sektor jasa, berikut ini dipaparkan
beberapa perbedaan dan persamaan di antara perusahaan manufaktur dan penyedia
jasa. Perbedaannya dapat digolongkan pada delapan kategori, yang dapat
digambarkan sebagai suatu spektrum (Krajewski dan Ritzman, 1996 : 5 ) pada
Gambar 2.
Perusahaan
manufaktur
Produk berwujud, tahan lama
Luaran dapat disimpan
Kontak dengan konsumen rendah
Waktu yang dibutuhkan untuk
melayani konsumen panjang
Pemasaran bersifat regional, nasional
atau internasional
Fasilitas berukuran besar
Padat modal
Kualitas mudah diukur
Penyedia
jasa
Produk tidak berwujud, tidak tahan lama
Luaran tidak dapat disimpan
Kontak dengan konsumen tinggi
Waktu yang dibutuhkan untuk melayani
konsumen pendek
Pemasaran bersifat lokal
Fasilitas berukuran kecil
Padat tenaga kerja
Kualitas sulit diukur
Sumber : Krajewski dan Ritzman, 1996 : 5
Gambar 2.
Spektrum Karakteristik Perusahaan Manufaktur dan Jasa
Namun
dikotomi
perbedaan
tersebut
tidak
selalu
jelas,
sehingga
menimbulkan persamaan-persamaan yang dapat dikategorikan pada tiga hal yaitu :
(i) keduanya pada umumnya menyediakan paket barang dan jasa secara bersamaan;
(ii) keduanya memerlukan persediaan, baik dalam bentuk luaran seperti halnya pada
penyedia jasa atau dalam bentuk masukan misalnya rumah sakit memerlukan
persediaan obat-obatan; (iii) keduanya mulai menyadari bahwa ada konsumen
eksternal
dan
internal,
sehingga
konsep
“fokus
pada
konsumen”
perlu
dikembangkan. Fokus pada konsumen dan pemenuhan kebutuhannya merupakan
aktivitas harian yang penting untuk dilakukan baik oleh perusahaan manufaktur
maupun penyedia jasa.
Karakteristik Sektor Jasa
Manajemen sektor jasa ini memiliki karakter dan tantangan yang khas
dibandingkan dengan manajemen pada kedua sektor utama lainnya, antara lain pada
bidang manajemen operasi. Hingga abad ke-20, fokus dari manajemen operasi adalah
pada perusahaan manufaktur dan bidangnya disebut dengan manajemen industri atau
manajemen produksi. Namun saat ini fokus tersebut mulai berubah, di mana para
manajer mengaplikasikan konsep kualitas, analisis proses, desain pekerjaan, lokasi
fasilitas, kapasitas, tata letak, persediaan, dan penjadualan baik pada perusahaan
manufaktur maupun perusahaan jasa. Keuntungan yang diperoleh adalah peningkatan
kualitas, penghematan biaya, peningkatan nilai pada konsumen, yang semuanya akan
meningkatkan posisi bersaing perusahaan (Krajewski dan Ritzman, 1996 : 4). Salah
satu karakteristik yang paling penting dalam operasi jasa adalah adanya partisipasi
konsumen dalam sistem penyampaian jasa.
Sektor Jasa dalam Perekonomian Daerah Jawa Barat dan Banten
Pembangunan perekonomian merupakan salah satu tema sentral dalam
Otonomi Daerah. Dalam kaitan ini Pemerintah Daerah perlu lebih mengarahkan dan
mengkonkretkan misi pembangunannya sesuai dengan potensi dan kemampuan
sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang dimilikinya.
Dalam tulisan ini akan dibahas dua tolok ukur perekonomian daerah yaitu
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan penyerapan tenaga kerja dalam
sembilan sektor berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) yang
pada saat ini digunakan sebagai standar resmi oleh Biro Pusat Statistik (BPS) untuk
memaparkan kondisi perekonomian Indonesia.
KLUI mengklasifikasikan unit produksi barang dan jasa yang menyumbang
pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ke dalam : (1) pertanian, peternakan,
kehutanan, dan perikanan; (2) pertambangan dan penggalian; (3) industri
pengolahan; (4) listrik, gas dan air bersih; (5) bangunan; (6) perdagangan, hotel dan
restoran; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan; dan (9) jasa-jasa lainnya yaitu jasa pemerintahan umum dan swasta.
PDRB sebagai salah satu tolok ukur dalam tulisan ini merupakan nilai tambah
total dari barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas/unit produksi
dalam perekonomian suatu daerah dalam periode waktu tertentu (biasanya satu
tahun) (BPS, 1996). Dengan demikian agar dapat meningkatkan PDRB sekaligus
dengan penyerapan tenaga kerja, sebagai tolok ukur lainnya, maka suatu Pemerintah
Daerah harus dapat menyusun strategi pembangunan yang tepat sesuai dengan
potensi dan kemampuannya.
Berikut ini akan dipaparkan profil PDRB dan penyerapan tenaga kerja pada
enam Kota di Jawa Barat dan Banten (lihat Tabel 1 dan 2). Dari Tabel 1 dapat dilihat
bahwa secara keseluruhan sektor yang relatif besar kontribusinya terhadap PDRB
adalah sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Kontribusi yang besar dari kedua sektor tersebut pada PDRB tampak terutama pada
Kota Bandung dan Tangerang. Sedangkan dari Tabel 2 tampak bahwa di samping
kedua sektor di atas, juga terdapat sektor jasa-jasa lainnya yang mampu menyerap
banyak tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja pada ketiga sektor tersebut terdapat
pada Kota Bandung, Tangerang, dan Bekasi.
Tabel 1.
Profil Produk Domestik Regional Bruto 6 Kota di Jawa Barat dan Banten Tahun 1999
No
Lapangan
Usaha
Pertanian, Peternakan,
1 Kehutanan, dan
Perikanan
Pertambangan dan
2
Penggalian
Kota
Bogor
Sukabumi Bandung Cirebon Tangerang Bekasi
Total 6
Kota
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3 Industri Pengolahan
-
-
+++
+
+++++
+++
+++
Listrik, Gas, dan Air
4
Bersih
-
-
-
-
-
-
-
5 Bangunan
-
-
-
-
-
-
-
Perdagangan, Hotel,
6
dan Restoran
Pengangkutan dan
7
Komunikasi
-
-
+++
+
++
+
++
-
-
+
-
+
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
Keuangan, Persewaan,
dan Jasa Perusahaan
8
9 Jasa-jasa lainnya
Catatan :
Jumlah “+” menandakan berapa kelipatan standar deviasi nilai PDRB lebih tinggi terhadap
rata-rata seluruh sektor lapangan usaha dan seluruh kota
Jumlah “-” menandakan berapa kelipatan standar deviasi nilai PDRB lebih rendah terhadap
rata-rata seluruh sektor lapangan usaha dan seluruh kota
Tabel 2.
Profil Penyerapan Tenaga Kerja 6 Kota di Jawa Barat dan Banten Tahun 1999
No
Lapangan
Usaha
Pertanian, Peternakan,
1 Kehutanan, dan
Perikanan
Pertambangan dan
2
Penggalian
Kota
Bogor Sukabumi Bandung Cirebon Tangerang Bekasi
Total 6
Kota
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3 Industri Pengolahan
+
-
++++
-
+++
++
++
Listrik, Gas, dan Air
4
Bersih
-
-
-
-
-
-
-
5 Bangunan
-
-
+
-
-
-
-
Perdagangan, Hotel,
6
dan Restoran
Pengangkutan dan
7
Komunikasi
Keuangan, Persewaan,
8
dan Jasa Perusahaan
+
-
+++++
+
++
++
++
-
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
9 Jasa-jasa lainnya
+
-
+++
-
+
++
++
Dengan fakta-fakta di atas maka Pemerintah keenam Kota di Jawa Barat dan
Banten tersebut perlu menerapkan strategi pembangunan perekonomiannya secara
lebih tepat dan berhasil guna. Dengan alat bantu berupa diagram-sebar (scatter
diagram) PDRB dan penyerapan tenaga kerja sebagaimana pada Gambar 3 berikut
maka perumusan strategi tersebut dapat dilakukan.
Triliun Rp.
15
Industri
Pengolahan
10
Perdagangan,
Hotel &
Restoran
Deviasi PDRB
5
0
Keuangan
Transportasi
-300
-200
-100
0
100
Persew aan
Listrik, Gas,
Jasa Perusahaan
Air Bersih
Bangunan
Pertambangan
-5
Pertanian,Peternakan
& Penggalian
Kehutanan,Perikanan
200
300
400
Jasa-Jasa
Lainnya
500
600
Ribu orang
-10
Deviasi Jum lah Tenaga Kerja
Gambar 3.
Diagram-Sebar PDRB dan Penyerapan Tenaga Kerja
Enam Kota di Jawa Barat dan Banten tahun 1999
Secara umum Pemerintah keenam kota, khususnya Bandung, Tangerang, dan Bekasi,
dapat menerapkan strategi pengembangan sektor jasa sebagai berikut:
(1) Strategi mempertahankan prestasi yang telah dicapai dimana kontribusi pada
PDRB cukup besar yang disertai dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi
pula, yaitu untuk sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel,
dan restoran;
(2) Strategi meningkatkan kontribusi PDRB dimana penyerapan tenaga kerja
sudah relatif lebih tinggi daripada nilai rata-rata namun kontribusi pada
PDRB masih relatif lebih rendah daripada nilai rata-rata, yaitu untuk sektor
jasa-jasa lainnya;
(3) “Strategi meningkatkan baik kontribusi PDRB maupun penyerapan tenaga
kerja” dimana kontribusi pada PDRB kurang besar yang disertai dengan
penyerapan tenaga kerja yang juga kurang tinggi, yaitu untuk sektor-sektor
pertambangan dan penggalian; pertanian, peternakan, kehutanan, dan
perikanan; transportasi dan komunikasi; keuangan, persewaan, jasa
perusahaan; listrik, gas, air bersih; dan bangunan.
Peranan Manajemen Operasi dalam Pengembangan Sektor Jasa
Seperti halnya pemasaran dan keuangan, manajemen operasi merupakan
bagian fungsional dari suatu perusahaan. Manajemen Operasi Jasa berperanan dalam
memberikan informasi mengenai desain operasi dan peningkatan sistem produksi
pada penyedia jasa (Chase, Aquilano, Jacobs, 1995 : 5). Informasi tersebut digunakan
dalam proses manajemen untuk membuat keputusan proses operasi jasa. Terdapat
sepuluh jenis bidang keputusan (Ten Critical Decisions) yang umumnya digunakan
sebagai pegangan para manajer operasi yaitu mengenai manajemen kualitas, desain
jasa, desain proses dan kapasitas, pemilihan lokasi, desain tata letak, desain
penugasan sumber daya manusia dan pekerjaan, pengelolaan rantai suplai,
perencanaan persediaan, penjadualan dan pemeliharaan (Heizer dan Render, 1999:8).
Salah satu prinsip dari manajemen operasi jasa adalah relatif dekatnya proses
penyediaan jasa terhadap konsumennya (luaran); bahkan pada beberapa jenis jasa,
konsumen dapat terlibat langsung dalam proses penyediaan jasa. Oleh karena itu
perlu untuk memahami terlebih dahulu sistem penyediaan jasa secara keseluruhan.
Dari sudut pandang sistem, aktivitas desain, proses, dan penjualan jasa dilakukan
dalam satu paket jasa (lihat Gambar 4).
Manajer Operasi Jasa
Masukan:
Konsumen,
Kebutuhan konsumen,
Informasi pendukung
Proses Jasa:
Personil
Pemrosesan
Modifikasi desain
Luaran:
Konsumen,
Aset,
Informasi
Desain Penyediaan Jasa
Sumber: Murdick, et.al., 1990 : 35
Gambar 4.
Sistem Penyediaan Jasa
Masukan sistem jasa adalah desain dan pelaksanaannya yang terdiri dari
konsumen beserta kebutuhannya dan informasi pendukung lainnya. Selama proses
penyediaan jasa, manajer operasi mengendalikan proses sesuai dengan informasi
yang diperoleh.
Di samping itu upaya pemahaman sistem penyediaan jasa dapat dilihat dari
sudut pandang manajerial. Pada sistem jasa terdapat dua indikator pengklasifikasian
jasa yaitu : (1) Tingkat intensitas tenaga kerja yaitu rasio antara biaya tenaga kerja
dengan nilai perusahaan dan peralatan serta; (2) Tingkat interaksi konsumen dengan
penyedia jasa (customization). Dari kombinasi kedua indikator tersebut dapat
dirumuskan empat jenis penyediaan jasa sebagaimana pada Gambar 5 berikut.
Service Factory
Service Shop
Jumlah tenaga kerja sedikit,
Jumlah tenaga kerja sedikit,
proses terstandarisasi
Interaksi dengan konsumen tinggi
Mass Service
Professional Service
Jumlah tenaga kerja banyak,
Jumlah tenaga kerja banyak,
proses terstandarisasi
Interaksi dengan konsumen tinggi
Sumber: Schmenner, 1995 : 12
Gambar 5.
Matriks Jenis Penyediaan Jasa
Dari Gambar 5 di atas, manajer operasi jasa akan mendapat tantangan sesuai
dengan jenis jasanya. Strategi yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan
tersebut adalah sebagai berikut (lihat Tabel 3.)
Tabel 3.
Matriks Strategi yang dapat digunakan Manajer Operasi Jasa
No
Karakteristik
1
Proses sudah
terstandarisasi
2
Interaksi dengan
konsumen tinggi
3
Jumlah tenaga kerja
sedikit
4
Jumlah tenaga kerja
banyak
Jenis Jasa
service factory
dan mass
service
service shop
dan
professional
service
service factory
dan service
shop
mass service
dan
professional
Strategi
Aspek pemasaran, perhatian pada
lingkungan fisik, dan penyusunan
prosedur operasi standar
Penghematan biaya, peningkatan kualitas,
reaksi atas intervensi konsumen,
penyampaian jasa, perampingan hirarki
pada struktur organisasi, dan peningkatan
loyalitas karyawan
Permodalan, penerapan teknologi maju,
pengelolaan tingkat permintaan, dan
penjadualan penyampaian jasa
Seleksi dan pelatihan karyawan, metoda
pengembangan dan pengendalian,
kesejahteraan karyawan, penjadualan
tenaga kerja, pengelolaan pertumbuhan
perusahaan
Penutup
Terdapat perbedaan karakter dan tantangan yang signifikan dalam manajemen
operasi pada sektor jasa dengan sektor lainnya yaitu ekstraktif dan manufaktur.
Karakter dan tantangan yang khas ini harus diantisipasi dengan empat strategi
manajemen yang berkaitan dengan jenis tantangannya. Karakter dan tantangan ini
juga harus menjadi bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan perekonomian
suatu daerah yang didominasi oleh sektor jasa, sebagaimana halnya pada Kota
Bandung, Tangerang, dan Bekasi di wilayah Propinsi Jawa Barat dan Propinsi
Banten.
Perkembangan sektor jasa yang dominan pada ketiga kota di atas harus
dipertahankan mengingat tingginya kontribusi pada PDRB dan penyerapan tenaga
kerja, khususnya pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Di samping itu
pertumbuhan sektor jasa lainnya juga harus dipacu dengan dua target yaitu
meningkatkan kontribusinya terhadap PDRB serta meningkatkan jumlah dan jenis
lapangan kerja. Dalam pelaksanaan strategi dan pencapaian target tersebut, prinsipprinsip manajemen operasi sangat dibutuhkan untuk menjadi pegangan dalam
pembuatan keputusan penyedia jasa.
1. METODOLOGI UNTUK MENGANALISIS POTENSI EKONOMI
Metodologi untuk menganalisis potensi ekonomi dapat digambarkan dengan
kerangka pemikiran sebagai berikut :
BAHAN PENELITIAN :
1. Visi dan Misi Kota
2. Analisis SWOT yang terdiri dari :
Budaya, sikap dan nilai
Kohesi sosial
Ketersediaan sumber daya
Organisasi kota
Kepemimpinan pemerintah
Analisis
Input-Output
Identifikasi faktor – faktor yang dapat menjadi potensi Kota :
1. Faktor pasar : ukuran pasar, tingkat pertumbuhan per tahun
2. Kompetisi : tipe pesaing, tingkat dan tipe integrasi
3. Faktor finansial dan ekonomi : nilai tambah per tenaga kerja, prospek
permintaan domestik, potensial ekspor
4. Faktor teknologi : kompleksitas, teknologi proses manufaktur yang dibutuhkan
Analisis Segmenting-Targeting-Positioning
Sektor
Pertanian
Sektor
Industri
Sektor
Jasa
Sektor
Informal
REKOMENDASI : untuk memperbaiki :
Distribusi pendapatan
Pertumbuhan GNP
Lapangan kerja
Tingkat harga
sehingga PAD meningkat
dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat
akan meningkat pula
Pustaka
Biro Pusat Statistik Jawa Barat. Gross Regional Domestic Product Statistics,
Concept and Definitions, www.bps.go.id, 1996.
Chase R.B., N.J. Aquilano, F.R. Jacobs. Production and Operations Management :
Manufacturing and Services, Irwin McGraw-Hill, 1995.
Fitzsimmons, J.A. dan M.J. Fitzsimmons. Service Management: Operations,
Strategy, and Information Technology”, Irwin McGraw-Hill, 1998.
Heizer J., B. Render. Operations Management, Prentice Hall Inc., 1999.
Krajewski, L.J. dan L.P. Ritzman. Operations Management : Strategy and Analysis.
Addison-Wesley Publishing Company, 1996.
Murdick, R.G., B. Render, dan R.S. Russell. Service Operations Management. Allyn
and Bacon, 1990.
Schemenner, R.W. Service Operations Management. Prentice-Hall Inc., 1995