Revitalisasi Pasar Tradisional demi Eksi

Revitalisasi Pasar Tradisional demi Eksistensi Usaha Kecil Menengah (UKM)
dan Kebudayaan Lokal
Alfan Syukran
S1 Ilmu Administrasi Negara, Universitas Negeri Surabaya,
Email: alfansyukran@gmail.com
Manusia, apabila ditinjau dari sisi sejarah, sudah melakukan jual beli sejak
mengenal peradaban sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan (Kupita, dan Bintoro.
2012: 45). Transaksi dalam jual beli dalam perkembanganya dilakukan pada suatu
tempat yang menjadi pusat kegiatan tersebut, yaitu pasar. Keberadaan pasar
merupakan sesuatu yang sangat penting karena pasar merupakan salah satu jantung
dari perekonomian suatu daerah.
Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (KBBI), pasar berarti tempat
orang berjual beli, sedangkan tradisional dimaknai sebagai sikap dan cara berpikir
serta bertindak yang selalu pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun
temurun (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: 2012). Berdasarkan arti diatas,
dapat disimpulkan bahwa pasar tradisional adalah tempat transaksi manusia berupa
jual beli berdasarkan tradisi atau kebiasaan dan norma-norma yang berlaku di suatu
tempat. Bangsa Indonesia telah lama mengenal pasar, khususnya pasar tradisional.
Keberadaan pasar tradisional memang tidak semata hanya sebagai pusat jual beli,
tetapi juga berkembang norma, budaya dan pusat peradaban di berbagai daerah
nusantara.

Pasar tradisional mempunyai peran dan fungsi yang tidak hanya sebagai
tempat perdagangan, tetapi juga sebagai peninggalan kebudayaan yang telah ada
sejak jaman dahulu (Kupita, dan Bintoro. 2012: 46). Saat ini perlu disadari bahwa
keberadaan pasar tradisional sudah mulai terlupakan dan tergusur oleh banyaknya
pasar modern yang memang sudah berkembang di berbagai daerah, baik itu dalam
bentuk mini market, hypermart, maupun mall. Hal tersebut mempunyai pengaruh
terhadap eksistensi dari pasar tradisional itu sendiri, dimana harus bersaing dengan

pasar modern yang memang mempunyai keunggulan dalam produk, dan manajemen
pemasaran.
Hasil penelitian AC Nielson, dimana pertumbuhan pasar modern (termasuk
hypermarket, supermarket, supermall, minimarket, dll.) sebesar 31,4 %, sedangkan

pertumbuhan pasar tradisional minus 8,1 % (Djumantri, 2010: 2). Hal tersebut juga
berkorelasi dengan data yang diungkapkan dari Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) yaitu SMERU (dalam Afifudin, 2013: 5), menunjukkan bahwa kehadiran
sektor ritel modern, terutama supermarket dan hypermarket telah menyudutkan
keberadaan pedagang tradisional. Penyebab kelesuan usaha di pasar tradisional antara
lain adalah meningkatnya persaingan dengan supermarket sebesar 41,8% dan
meningkatnya persaingan dengan minimarket sebesar 20.9% (Afifudin, 2013: 5).

Menurut (Kupita, dan Bintoro, 2012: 46) Ada beberapa ancaman yang muncul ketika
pasar modern mendominasi dan pasar tradisional tidak dapat bersaing, yaitu:
1. Mematikan warung-warung tradisional karena mengubah kebiasaan
konsumen. Posisi yang berdekatan antar supermarket, hypermarket atau
minimarket melalui keunggulan yang dimiliki dibandingkan dengan pasar
tradisional di kota-kota besar telah menyebabkan berpindahnya pembeli dari
pasar tradisional ke pasar modern.
2. Perputaran uang di daerah, awalnya sebagian uang tersebut merupakan
konstribusi dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM), tetapi seiring dengan
berkurangnya UKM dan pasar tradisional akibat kalah bersaing dengan pasar
modern otomatis akan mengecilkan peran mereka. Sementara disisi lain, pasar
modern tidak memberikan sumbangan secara signifikan pada perekonomian
lokal karena pendapatan yang diperolah dari pasar modern hanya berupa Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB) dan pajak reklame.
3. Panjangnya masa kerja pasar modern cenderung beroperasi selama tujuh hari
dalam seminggu (365 hari atau 366 dalam setahun) dari mulai pukul 09.00
sampai pukul 22.00 malam, bahkan sampai pukul 24.00 tanpa hari libur.
Pemandangan justru berbeda dengan pasar tradisional yang jam waktu
kerjanya amat terbatas karena pedagang harus menyesuaikan dengan
kebutuhan konsumen dan meluangkan waktu bekerja untuk keluarganya.

Persoalan eksistensi pasar tradisional yang telah tergusur oleh pasar modern
memang harus ada campur tangan dari pemerintah dalam konteks stabilitas iklim
usaha. Selain itu, dibutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat untuk meningkatkan

daya saing produk dan manajemen pemasaran. Mengingat, kebijakan yang diambil
oleh pemerintah tidak akan berjalan tanpa partisipasi aktif dari masyarakat.
Dari permasalahan tersebut, penulis mempunyai gagasan untuk mengatasi persoalan
tersebut berupa:
1. Pemerintah pusat maupun daerah harus mengimplementasikan kebijakan
zonasi pasar tradisional dan pasar modern. Selama ini peraturan kebijakan
oleh Permendagri No. 53/M-DAG/PER/12/2008 belum bisa diterapkan
dengan baik dilapangan karena tidak adanya sinkronisasi antara peraturan
tersebut dengan Peraturan daerah kabupaten atau kota.
2. Pemerintah mendorong pendirian social capital (modal sosial) pedagang
untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional. Social capital disini berupa
komunitas antar pedagang untuk menguatkan diri, membentuk ikatan sosial
dan membentuk jaringan pedagang pasar tradisional antar wilayah untuk
mengatasi berbagai macam persoalan.
3. Pemerintah tidak hanya sebagai fasilitator modal capital berupa komunitas
pedagang, tetapi harus mendampingi, membimbing dan mengarahkan

komunitas tersebut untuk membuat kegiatan yang bermanfaat bagi para
pedagang tradisional.

DAFTAR PUSTAKA

Kupita, dan Bintoro. 2012. Implementasi Kebijakan Zonasi Pasar Tradisional dan
Pasar Modern (Studi di Kabupaten Purbalingga). Jurnal Dinamika Hukum,
Vol. 12 No. 1 Januari 2012. (www.e-jurnal.com/2013/12/implementasikebijakan-zonasi-pasar.html, diakses 12 Desember 2014).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI). (www.kbbi.web.id, diakses 11 Desember 2014).
Fatimah, Mira. 2013. Modal Sosial Pedagang Dalam Meningkatkan Daya Saing Pasar
Tradisional. Jurnal Kebijakan Dan Administrasi Publik (JKAP). Vol 17 No 2November 2013.
Djumantri. 2010. Pasar Tradisional: Ruang untuk Masyarakat Tradisional yang
semakin
Terpinggirkan.
Artikel,
(www.penataanruang.pu.go.id/bulletin/upload/data_artikel/edisi4d.pdf,
diakses 11 Desember 2014).