PAKAIAN ADAT MALUKU UTARA docx
PAKAIAN ADAT MALUKU UTARA
1. Pakaian Manteren Lamo (Sultan) dan Kimun Gia ( Permaisuri)
Sejarah kerajaan Ternate dan Tidore di masa silam masih meninggalkan
sebuah aturan bagi sultan dan permaisuri kerajaan untuk mengenakan pakaian
kebesarannya. Pakaian untuk sultan bernama Manteren Lamo. Pakaian adat Maluku
Utara ini terdiri dari jas tertutup berwarna merah dengan 9 kancing besar yang terbuat
dari perak, dan ujung tangan, leher, serta saku jas bagian luar dihiasi dengan bordir
dan pernik keemasan. Warna merah pada jas melambangkan keperkasaan dan
kekuasaan sang sultan. Pakaian ini dikenakan dengan bawahan celana panjang
berwarna hitam dan tutup kepala atau destar khusus seperti yang dapat dilihat pada
gambar di atas. Pakaian istri sultan atau sang permaisur bernama Kimun Gia. Pakaian
ini adalah kebaya yang dibuat dari kain satin putih yang dipadukan dengan bawahan
berupa kain songket yang diikat dengan ikat pinggang emas. Selain itu, permaisuri
juga akan mengenakan aksesoris lainnya sebagai pernik hiasan. Akeseoris tersebut
antara lain selendang, konde pada sanggul, kalung, serta bros dan peniti yang dibuat
dari berlian, intan, atau emas.
2. Pakaian Adat Bangsawan
Pakaian adat untuk para bangsawan atau pembesar berupa jubah panjang yang
menjuntai sampai betis, celana panjang, serta ikat kepala berbentuk khusus dan
beragam kelengkapan lainnya seperti yang dapat dilihat pada gambar. Sementara
untuk para wanita bangsawan, pakaian yang dikenakan berupa kebaya dan kain
panjang sebagai bawahan.
3. Pakaian Adat Baju Koja (Pakaian Adat Remaja Putra dan Putri)
Pakaian adat untuk para bangsawan atau pembesar berupa jubah panjang yang
menjuntai sampai betis, celana panjang, serta ikat kepala berbentuk khusus dan
beragam kelengkapan lainnya seperti yang dapat dilihat pada gambar. Sementara
untuk para wanita bangsawan, pakaian yang dikenakan berupa kebaya dan kain
panjang sebagai bawahan.
RUMAH ADAT MALUKU UTARA
1. Rumah Adat Sasadu
Rumah adat Sasadu merupakan rumah adat yang diwariskan oleh leluhur
suku Sahu di Pulau Halmahera Barat, Maluku Utara. Sasadu berasal dari kata Sasa –
Sela – Lamo atau besar dan Tatadus – Tadus atau berlindung, sehingga Sasadu
memiliki arti berlindung di rumah besar. Rumah adat Sasadu memiliki bentuk yang
simpel atau sederhana yaitu berupa rumah panggung yang dibangun menggunakan
bahan kayu sebagai pilar atau tiang penyangga yang berasal dari batang pohon sagu,
anyaman daun sagu sebagai penutup atap rumah adat dan memiliki dua pijakan tangga
terletak di sisi kiri dan kanan.
Pada rumah adat Sasadu terdapat dua ujung atap kayu yang diukir dan
memiliki bentuk haluan dan buritan perahu yang terdapat pada kedua ujung atap.
Bubungan tersebut melambangkan perahu yang sedang berlayar karena suku Sahu
merupakan suku yang suka berlayar mengarungi samudera. Selain itu pada bubungan
atapnya digantungkan dua buah bulatan yang dibungkus ijuk. Bulatan itu
menggambarkan
simbol
dua
kekuatan
supranatural
yaitu
kekuatan
untuk
membinasakan dan kekuatan untuk melindungi.
2. Rumah Adat Hibualamo
Rumah adat Hibualamo merupakan rumah adat yang berasal dari Halmahera
Utara, Maluku Utara. Menurut bahasa asli setempat Hibua berarti Rumah sedangkan
Lamo berarti Besar sehingga Hibualamo memiliki pengertian rumah yang besar.
Rumah adat Hibualamo baru diresmikan pada bulan April 2007, namun sebenarnya
rumah adat Hibualamo ini sudah didirikan semenjak 600 tahun yang lalu. Hilangnya
keberadaan rumah adat ini akibat adanya penjajahan, kemudian didirikannya Balai
Desa sebagai tempat penyelesaian masalah dan pemerintahan.
Rumah adat Hibualamo didirikan kembali sebagai symbol perdamaian pasca
konflik SARA pada tahun 1999 - 2001. Oleh karena itu pembangunannya pun
mengalami perkembangan dibandingkan bentuk aslinya yang berupa rumah
panggung. Bentuk asli rumah adat ini berada di Pulau Kakara, Halmahera Utara dan
biasa disebut Rumah adat Hibualamo Tobelo.
Bangunan rumah adat Hibualamo dibangun dengan banyak symbol yang
memiliki arti tersendiri yang berhubungan dengan persatuan. Konstruksi rumah adat
menyerupai perahu yang mencerminkan kehidupan kemaritiman suku Tobelo dan
Galela yang ada di pesisir. Bangunannya memiliki bentuk segi 8 dan memiliki 4 pintu
masuk yang menunjukkan simbol empat arah mata angin dan semua orang yang
berada didalam rumah adat saling duduk berhadapan yang menunjukkan kesetaraan
dan kesatuan.
SENJATA ADAT MALUKU UTARA
1. Parang Salawaku
Parang dan salawaku memiliki arti tersendiri. “Parang” berarti pisau besar
namun biasanya memiliki ukuran yang jauh lebih besar dari pisau dan lebih pendek
dari pedang. “Sawalaku” sendiri memiliki arti perisai. Perisai merupakan alat yang
dipergunakan untuk melindungi diri dan untuk menangkis serangan senjata lawan.
Parang bertindak sebagai senjata. Parang ini dipergunakan sebagai senjata
untuk melakukan penyerangan terhadap lawan. Sedangkan, sawalaku digunakan
sebagai perisai yang berfungsiuntuk menahan serangan lawan.
Apabila hari ini Parang Salawaku digunakan untuk melengkapi pakaian penari
atau upacara perkawinan, pada zaman dahulu senjata ini juga digunakan untuk
berperang dan berburu binatang di hutan. Khususnya berperang, parang salawaku
digunakan ketikan perang Kapitan Pattimura melawan pemerintah kolonial Belanda.
Seperti senjata lainnya, salawaku diproduksi oleh para pengrajin besi. Para
pengrajin parang dan salawaku yang telah terkenal terdapat di pulau Kakara B di
Halmahera Utara. Proses yang penting dalam pembuatan senjata ini adaah ketika
senjata tradsional Maluku Utara ini dimantrai oleh Kapitan Pattimura. Dengan mantra
ini, konon para prajurit Pattimura tak mempan ditembus peluru.
TARIAN ADAT MALUKU UTARA
1.
Tari Perang,
Tarian rakyat untuk menyambut para pahlawan yang pulang dari medan juang.
2. Tarian Bambu Gila
Tarian ini merupakan tarian yang sangat mistis di daerah maluku utara .
tepatnya di daerah hutan bambu di kaki gunung GAMALAMA . Awal tarian ini yaitu
untuk memindahkan kapal kayu yang telah jadi dibuat dari gunung ke pantai . Tarian
tersebut juga digunakan untuk memindahkan kapal yang sudah kandas di laut .
Bahkan untuk para raja-raja tarian bambu gila ini juga digunakan untuk melawan para
musuh yang datang untuk menyerang . Dan sekarang tarian tersebut dijadikan sebagai
hiburan pada saat ada acara adat dan pesta . Tarian tersebut menggunakan bambu yang
berukuran kira - kira 10 - 15 meter . Sebelum tarian ini dimulai pertama-tama pawang
akan membakar kemenyan atau dupa terlebih dahulu dengan diirngi pembacaan doa
agar diberikan keselamatan hingga selesai memainkan. Setelah itu bambu tersebut
berguncangan dengan perlahan semakin lama bambu tersebut akan semakin kencang.
3. Tarian Soya-soya
Tarian ini berlatarbelakang peristiwa dalam sejarah Ternate, semasa
pemerintah Sultan Babullah (1570-1583), yaitu tatkala Sultan Babullah menyerbu
benteng Portugis di Kastela (Santo Paolo Pedro) untuk mengambil jenasah ayahnya.
Sultan Khairun yang dibunuh secara kejam oleh tentara Portugis di dalam benteng
tersebut. Tarian yang bertemakan patriotisme ini diciptakan oleh para seniman
kesultanan untuk mengabdikan peristiwa bersejarah tersebut.
Tarian soya-soya ini, diartikan sebagai tarian pejmeputan. Sebab, biasanya
tarian ini kerap diperagakan saat akan melakukan penjemputan tamu penting atau
tamu kebesaran oleh pihak Keslutanan yang datang.
Selain tarian cakalele, tarian soya-soya ini juga diistilahkan dengan tarian
perang, karena berdasarkan laterbalakang tarian ini, digunakan oleh pasukan
keslutanan untuk berperang melawan penjajah.
4. Tarian Lenso
Tarian Lenso adalah tarian muda-mudi dari daerah Minahasa (sulut) dan daeah
Maluku,Tarian ini biasanya di bawakan secara ramai-ramai bila ada Pesta. Baik Pesta
Pernikahan, Panen Cengkeh, Tahun Baru dan kegiatan lainnya. Tarian ini juga
sekaligus ajang Pencarian jodoh bagi mereka yang masih bujang. Lenso artinya
Saputangan. Istilah Lenso, hanya dipakai oleh orang-orang (masyarakat di daerah
Sulut, sebagian Sulteng dan daerah lain di Indonesia Timur).
5. Tarian Tidetide
Tidetide adalah tarian khas Halmahera Utara yang biasanya dipentaskan pada
acara tertentu seperti pada pesta perkawinan adat atau pesta rakyat. Gerakan pada
tarian Tidetide memiliki makna tertentu yang dapat diartikan sebagai bahasa
pergaulan sehingga Tidetide juga dikenal sebagai tari pergaulan. Tarian ini dibawakan
oleh kelompok penari pria dan wanita yang berjumlah 12 orang sambil diiringi
tabuhan tifa, gong dan biola. tarian Tide-Tide yang berasal dari daerah ternate dan
tarian tersebut mempunyai ciri khas adat seatoran Maluku kie raha sehingga tarian ini
di pakai dalam upacara perkawinan maupun acara hajatan dan lain-lain.
Tarian ini memiliki arti kesuburan alam semesta serta motif-motif mistik.
sebagai tarian adat tide-tide merupakan bentuk tarian tradisional yang sudah sangat
kuno. Tarian ini aslinya tidak bersifat liris, ditarikan secara duet oleh penari puteraputeri dalam 2 sampai 6 pasangan.
ALAT MUSIK TRADISIONAL MALUKU UTARA
1. Pakaian Manteren Lamo (Sultan) dan Kimun Gia ( Permaisuri)
Sejarah kerajaan Ternate dan Tidore di masa silam masih meninggalkan
sebuah aturan bagi sultan dan permaisuri kerajaan untuk mengenakan pakaian
kebesarannya. Pakaian untuk sultan bernama Manteren Lamo. Pakaian adat Maluku
Utara ini terdiri dari jas tertutup berwarna merah dengan 9 kancing besar yang terbuat
dari perak, dan ujung tangan, leher, serta saku jas bagian luar dihiasi dengan bordir
dan pernik keemasan. Warna merah pada jas melambangkan keperkasaan dan
kekuasaan sang sultan. Pakaian ini dikenakan dengan bawahan celana panjang
berwarna hitam dan tutup kepala atau destar khusus seperti yang dapat dilihat pada
gambar di atas. Pakaian istri sultan atau sang permaisur bernama Kimun Gia. Pakaian
ini adalah kebaya yang dibuat dari kain satin putih yang dipadukan dengan bawahan
berupa kain songket yang diikat dengan ikat pinggang emas. Selain itu, permaisuri
juga akan mengenakan aksesoris lainnya sebagai pernik hiasan. Akeseoris tersebut
antara lain selendang, konde pada sanggul, kalung, serta bros dan peniti yang dibuat
dari berlian, intan, atau emas.
2. Pakaian Adat Bangsawan
Pakaian adat untuk para bangsawan atau pembesar berupa jubah panjang yang
menjuntai sampai betis, celana panjang, serta ikat kepala berbentuk khusus dan
beragam kelengkapan lainnya seperti yang dapat dilihat pada gambar. Sementara
untuk para wanita bangsawan, pakaian yang dikenakan berupa kebaya dan kain
panjang sebagai bawahan.
3. Pakaian Adat Baju Koja (Pakaian Adat Remaja Putra dan Putri)
Pakaian adat untuk para bangsawan atau pembesar berupa jubah panjang yang
menjuntai sampai betis, celana panjang, serta ikat kepala berbentuk khusus dan
beragam kelengkapan lainnya seperti yang dapat dilihat pada gambar. Sementara
untuk para wanita bangsawan, pakaian yang dikenakan berupa kebaya dan kain
panjang sebagai bawahan.
RUMAH ADAT MALUKU UTARA
1. Rumah Adat Sasadu
Rumah adat Sasadu merupakan rumah adat yang diwariskan oleh leluhur
suku Sahu di Pulau Halmahera Barat, Maluku Utara. Sasadu berasal dari kata Sasa –
Sela – Lamo atau besar dan Tatadus – Tadus atau berlindung, sehingga Sasadu
memiliki arti berlindung di rumah besar. Rumah adat Sasadu memiliki bentuk yang
simpel atau sederhana yaitu berupa rumah panggung yang dibangun menggunakan
bahan kayu sebagai pilar atau tiang penyangga yang berasal dari batang pohon sagu,
anyaman daun sagu sebagai penutup atap rumah adat dan memiliki dua pijakan tangga
terletak di sisi kiri dan kanan.
Pada rumah adat Sasadu terdapat dua ujung atap kayu yang diukir dan
memiliki bentuk haluan dan buritan perahu yang terdapat pada kedua ujung atap.
Bubungan tersebut melambangkan perahu yang sedang berlayar karena suku Sahu
merupakan suku yang suka berlayar mengarungi samudera. Selain itu pada bubungan
atapnya digantungkan dua buah bulatan yang dibungkus ijuk. Bulatan itu
menggambarkan
simbol
dua
kekuatan
supranatural
yaitu
kekuatan
untuk
membinasakan dan kekuatan untuk melindungi.
2. Rumah Adat Hibualamo
Rumah adat Hibualamo merupakan rumah adat yang berasal dari Halmahera
Utara, Maluku Utara. Menurut bahasa asli setempat Hibua berarti Rumah sedangkan
Lamo berarti Besar sehingga Hibualamo memiliki pengertian rumah yang besar.
Rumah adat Hibualamo baru diresmikan pada bulan April 2007, namun sebenarnya
rumah adat Hibualamo ini sudah didirikan semenjak 600 tahun yang lalu. Hilangnya
keberadaan rumah adat ini akibat adanya penjajahan, kemudian didirikannya Balai
Desa sebagai tempat penyelesaian masalah dan pemerintahan.
Rumah adat Hibualamo didirikan kembali sebagai symbol perdamaian pasca
konflik SARA pada tahun 1999 - 2001. Oleh karena itu pembangunannya pun
mengalami perkembangan dibandingkan bentuk aslinya yang berupa rumah
panggung. Bentuk asli rumah adat ini berada di Pulau Kakara, Halmahera Utara dan
biasa disebut Rumah adat Hibualamo Tobelo.
Bangunan rumah adat Hibualamo dibangun dengan banyak symbol yang
memiliki arti tersendiri yang berhubungan dengan persatuan. Konstruksi rumah adat
menyerupai perahu yang mencerminkan kehidupan kemaritiman suku Tobelo dan
Galela yang ada di pesisir. Bangunannya memiliki bentuk segi 8 dan memiliki 4 pintu
masuk yang menunjukkan simbol empat arah mata angin dan semua orang yang
berada didalam rumah adat saling duduk berhadapan yang menunjukkan kesetaraan
dan kesatuan.
SENJATA ADAT MALUKU UTARA
1. Parang Salawaku
Parang dan salawaku memiliki arti tersendiri. “Parang” berarti pisau besar
namun biasanya memiliki ukuran yang jauh lebih besar dari pisau dan lebih pendek
dari pedang. “Sawalaku” sendiri memiliki arti perisai. Perisai merupakan alat yang
dipergunakan untuk melindungi diri dan untuk menangkis serangan senjata lawan.
Parang bertindak sebagai senjata. Parang ini dipergunakan sebagai senjata
untuk melakukan penyerangan terhadap lawan. Sedangkan, sawalaku digunakan
sebagai perisai yang berfungsiuntuk menahan serangan lawan.
Apabila hari ini Parang Salawaku digunakan untuk melengkapi pakaian penari
atau upacara perkawinan, pada zaman dahulu senjata ini juga digunakan untuk
berperang dan berburu binatang di hutan. Khususnya berperang, parang salawaku
digunakan ketikan perang Kapitan Pattimura melawan pemerintah kolonial Belanda.
Seperti senjata lainnya, salawaku diproduksi oleh para pengrajin besi. Para
pengrajin parang dan salawaku yang telah terkenal terdapat di pulau Kakara B di
Halmahera Utara. Proses yang penting dalam pembuatan senjata ini adaah ketika
senjata tradsional Maluku Utara ini dimantrai oleh Kapitan Pattimura. Dengan mantra
ini, konon para prajurit Pattimura tak mempan ditembus peluru.
TARIAN ADAT MALUKU UTARA
1.
Tari Perang,
Tarian rakyat untuk menyambut para pahlawan yang pulang dari medan juang.
2. Tarian Bambu Gila
Tarian ini merupakan tarian yang sangat mistis di daerah maluku utara .
tepatnya di daerah hutan bambu di kaki gunung GAMALAMA . Awal tarian ini yaitu
untuk memindahkan kapal kayu yang telah jadi dibuat dari gunung ke pantai . Tarian
tersebut juga digunakan untuk memindahkan kapal yang sudah kandas di laut .
Bahkan untuk para raja-raja tarian bambu gila ini juga digunakan untuk melawan para
musuh yang datang untuk menyerang . Dan sekarang tarian tersebut dijadikan sebagai
hiburan pada saat ada acara adat dan pesta . Tarian tersebut menggunakan bambu yang
berukuran kira - kira 10 - 15 meter . Sebelum tarian ini dimulai pertama-tama pawang
akan membakar kemenyan atau dupa terlebih dahulu dengan diirngi pembacaan doa
agar diberikan keselamatan hingga selesai memainkan. Setelah itu bambu tersebut
berguncangan dengan perlahan semakin lama bambu tersebut akan semakin kencang.
3. Tarian Soya-soya
Tarian ini berlatarbelakang peristiwa dalam sejarah Ternate, semasa
pemerintah Sultan Babullah (1570-1583), yaitu tatkala Sultan Babullah menyerbu
benteng Portugis di Kastela (Santo Paolo Pedro) untuk mengambil jenasah ayahnya.
Sultan Khairun yang dibunuh secara kejam oleh tentara Portugis di dalam benteng
tersebut. Tarian yang bertemakan patriotisme ini diciptakan oleh para seniman
kesultanan untuk mengabdikan peristiwa bersejarah tersebut.
Tarian soya-soya ini, diartikan sebagai tarian pejmeputan. Sebab, biasanya
tarian ini kerap diperagakan saat akan melakukan penjemputan tamu penting atau
tamu kebesaran oleh pihak Keslutanan yang datang.
Selain tarian cakalele, tarian soya-soya ini juga diistilahkan dengan tarian
perang, karena berdasarkan laterbalakang tarian ini, digunakan oleh pasukan
keslutanan untuk berperang melawan penjajah.
4. Tarian Lenso
Tarian Lenso adalah tarian muda-mudi dari daerah Minahasa (sulut) dan daeah
Maluku,Tarian ini biasanya di bawakan secara ramai-ramai bila ada Pesta. Baik Pesta
Pernikahan, Panen Cengkeh, Tahun Baru dan kegiatan lainnya. Tarian ini juga
sekaligus ajang Pencarian jodoh bagi mereka yang masih bujang. Lenso artinya
Saputangan. Istilah Lenso, hanya dipakai oleh orang-orang (masyarakat di daerah
Sulut, sebagian Sulteng dan daerah lain di Indonesia Timur).
5. Tarian Tidetide
Tidetide adalah tarian khas Halmahera Utara yang biasanya dipentaskan pada
acara tertentu seperti pada pesta perkawinan adat atau pesta rakyat. Gerakan pada
tarian Tidetide memiliki makna tertentu yang dapat diartikan sebagai bahasa
pergaulan sehingga Tidetide juga dikenal sebagai tari pergaulan. Tarian ini dibawakan
oleh kelompok penari pria dan wanita yang berjumlah 12 orang sambil diiringi
tabuhan tifa, gong dan biola. tarian Tide-Tide yang berasal dari daerah ternate dan
tarian tersebut mempunyai ciri khas adat seatoran Maluku kie raha sehingga tarian ini
di pakai dalam upacara perkawinan maupun acara hajatan dan lain-lain.
Tarian ini memiliki arti kesuburan alam semesta serta motif-motif mistik.
sebagai tarian adat tide-tide merupakan bentuk tarian tradisional yang sudah sangat
kuno. Tarian ini aslinya tidak bersifat liris, ditarikan secara duet oleh penari puteraputeri dalam 2 sampai 6 pasangan.
ALAT MUSIK TRADISIONAL MALUKU UTARA