Musnahnya Peninggalan Bersejarah di Tana

MUSNAHNYA PENINGGALAN BERSEJARAH DI TANAH SENDIRI :
KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN KULTURAL MASYARAKAT TROWULAN,
POTENSI ATAU MASALAH?
Dyah Retno Wijayanti | 25608008
Program Studi Rancang Kota
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB
Email : dywijayanti@yahoo.co.id
Abstrak
Dimensi sosial dan budaya turut memberi pengaruh dalam upaya pelestarian situs bersejarah. Situs Majapahit
Trowulan merupakan contoh kasus bagaimana bentuk aktivitas masyarakat yang sebenarnya merupakan cerminan
kepedulian maupun desakan kebutuhan hidup sehari-hari justru menjadi penyebab utama kerusakan situs tersebut.
Kerusakan yang terjadi sangat besar dan memiliki pola -pola jika dihubungkan dengan jenis mata pencaharian dan
aktifitas masyarakat. Kondisi sodsial dan ekonomi yang ada pada Trowulan menjadikan dilema bagi kegiatan
pelestarian terlebih lagi akibatnya adalah kerusakan yang ditimbulkan oleh masalah tersebut sangat besar dan telah
terjadi bertahun-tahun. Penyelesaian masalah tersebut tentunya adalah strategi dalam bidang ekonomi, kultural,
serta partisipasi antara dinas dan masyarakat dengan mewujudkan upaya pelestarian, perawatan, dan pemugaran
berbasis lokal yang akan dibahas dalam tulisan berikut.
Kata kunci : Pola Kerusakan, karakter sosial ekonomi dan budayal, aktifitas masyarakat, dan Trowulan

tempat pada Kabupaten Mojokerto yaitu
Trowulan, Gemekan dan Klintorejo. Selain

itu penulis juga melakukan wawancara
terhadap beberapa stakeholder seperti BP3
selaku badan yang berwenang mengenai
masalah
pelestarian,
LSM
Gotrah
Wilwatikta selaku organisasi independen
yang peduli terhadap budaya Majapahit,
Perangkat desa Klintorejo dan masyarakat.
Data juga diperoleh dari beberapa tokoh
yang menjadi anggota tim evaluasi
Trowulan, yakni Ir. Arya Arbieta dan Anam
Anis, SH. Data sekunder didapat melalui
sumber literatur dan media massa dijadikan
sebagai
dasar-dasar
acuan
dalam
membentuk kerangka pemikiran.

Metode penelitian adalah empiris
dengan klasifikasi jenis-jenis kerusakan situs
dan penggolongan situs apa saja yang
mengalami kerusakan tersebut. Selain itu
penyajian data akan dilakukan secara
eksplanatori dengan menjelaskan mengapa
fenomena-fenomena tersebut terjadi.
2. KARAKTER SOSIAL EKONOMI
MASYARAKAT TROWULAN
2. 1. KEGIATAN EKONOMI DOMINAN
Kabupaten Mojokerto memiliki kegiatan
ekonomi dominan berupa industri, baik yang
berbasis kerakyatan maupun yang tidak.
Kegiatan industri menyumbang angka
sebesar 30,8 % dari total kegiatan ekonomi
pada tahun 2002, sedangkan kegiatan
ekonomi dominan yang lain adalah pertanian

1.


PENDAHULUAN
Banyaknya kerusakan pada badan situs
yaitu hancur dan terdapat bagian-bagian yang
hilang merupakan persoalan yang tidak ada
habis-habisnya. Satu persoalan yang nyata
adalah situs Majapahit yang ditemukan kini
memiliki lokasi yang menyatu dengan
permukiman penduduk Trowulan. Hal
tersebut menjadikan lokasi situs adalah lokasi
tempat kegiatan mata pencaharian masyarakat
misalnya area sawah dan tempat industri batu
bata dilakukan, sehingga banyak kerusakan
yang ditimbulkan oleh aktivitas tersebut tanpa
bisa dihindari lagi.
Masalah prosedur pelestarian oleh BP3,
perilaku masyarakat, dan desakan kebutuhan
hidup masyarakat menjadikan kerusakan situs
tidak pernah terselesaikan dan semakin parah.
Kerusakan yang diakibatkan pun bermacammacam jenisnya dan telah terjadi selama
puluhan tahun (Mundarjito, 2009).

Makalah ini bertujuan untuk menganalisis
akar masalah dari fenomena yang terjadi.
Berdasarkan pengamatan dan penelusuran
data oleh penulis, terdapat potensi-potensi
yang dimiliki dari kondisi sosial dan kultural
masyarakat. Tulisan ini juga bertujuan
merumuskan upaya pelestarian berbasis
partisipasi publik yang bisa dilakukan untuk
meminimalisir dampak kerusakan pada situs
tersebut.
Pengumpulan data dilakukan dengan
survai langsung pada lokasi situs di beberapa

1

(27%), perdagangan, hotel dan restoran
(19%). Kegiatan industri menjadi kegiatan
ekonomi yang dominan disebabkan oleh
adanya limpahan industri dari kabupaten
Sidoarjo, Gresik, dan kota Surabaya.

Sedangkan pertanian merupakan mata
pencaharian asli sebagai daerah yang
memiliki lahan agraris (Tim Litbang Kompas,
2008)

Dinas
Pariwisata
dan
Kebudayaan
Mojokerto. Namun hingga saat ini desa-desa
wisata tersebut belum dikembangkan
menjadi sentra perdagangan dan hanya
sebagai tempat produksi saja (Arbieta,
2009).
Melalui pembahasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa kegiatan ekonomi
dominan pada kabupaten Mojokerto adalah
pada sektor industri dan pertanian. Kegiatan
ekonomi yang berkaitan dengan pembahasan
makalah adalah sektor industri kecil dan

pertanian, karena keduanya yang berkaitan
dengan situs Trowulan.
2.
KONDISI
SOSIAL
DAN
BUDAYA DESA-DESA KABUPATEN
MOJOKERTO
Kegiatan ekonomi kota yang lebih
dominan pada sektor industri dan pertanian
membentuk karakteristik pada kabupaten
Mojokerto yaitu masih kentalnya kehidupan
rural di pedesaan. Masyarakat pedesaan
tersebut memiliki karakteristik masyarakat
paguyuban dengan ciri khas saling mengenal
satu sama lain, adanya rasa persaudaraan
yang tinggi diantara warga dan ikatan
emosional yang erat. Hal ini disebabkan
adanya fakta bahwa penduduk yang
bermukim di desa tersebut umumnya

bersaudara satu sama lain (Abieta, 2009)1.
Kegiatan gotong royong (kegiatan yang
dilakukan secara bersama-sama oleh warga)
masih sering dilakukan pada kegiatankegiatan pengajian, bersih desa dan tahlilan.
Perayaan keagamaan juga dilakukan secara
bersama oleh warga desa dengan tujuan
mempererat tali silaturahmi. Upacara ritual
dari kepercayaan lokal juga masih
terpelihara dengan baik, seperti misalnya
penghormatan leluhur yang telah meninggal
(cok bakal), selametan ibu yang sedang
hamil tujuh bulan (tingkep), upacara
menjelang tanam padi dan setelah panen
(tandur, klemahan dan wiwit) dan yang
terakhir adalah ruwat desa. Tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal
mistis juga masih kuat dengan adanya upaya
pengeramatan
situs
Majapahit

yang
dianggap memiliki tingkat mistis tinggi.

DISTRIBUSI PERSENTASE KEGIATAN
EKONOMI 2001

Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
19%
Bangunan
3%
Listrik, Gas
dan Air
Bersih
1%

Industri
Pengolahan
31%


Pengangkutan
dan
komunikasi Keuangan
6%
5%
Jasa
7%

Pertanian
27%

Pertambangan
dan
Penggalian
1%
Gambar 1
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Mojokerto, 2002

Kegiatan industri terdiri atas industri

besar, menengah dan industri kecil. Industri
kecil yang berbasis kerakyatan berkembang
dan dipusatkan pada beberapa kecamatan.
Industri sepatu berada di kecamatan Sooko
dan Puri, sedangkan industri perak dan cor
kuningan berada di kecamatan Trowulan. Dan
potensi industri tersebut memiliki peluang
untuk berkembang dengan tersedianya bahan
baku industri dan tenaga kerja.
Selain itu terdapat pula yang disebut
industri pariwisata, yakni industri pemahatan
patung dan benda-benda kesenian lainnya. Hal
ini memperkuat citra kabupaten Mojokerto
yang memiliki banyak objek wisata sejarah
dan purbakala. Keduanya berjalan seiring
dengan rencana dikembangkannya sektor
pariwisata sehingga dengan demikian
diharapkan
pariwisata
tersebut

dapat
menggerakkan sektor ekonomi kerakyatan.
Terdapat desa-desa wisata seperti desa
Bejijong yang dekat dengan lokasi Candi
Brahu, desa Temon dan Watesumpak yang
menjadi tempat-tempat industri cor kuningan
dan pemahat batu. Lokasi-lokasi tersebut
sering dikunjungi wisatawan dan dikelola oleh

1

Berdasarkan wawancara dengan Ir Arya Abieta pada
tanggal 27 Maret 2009 bahwa kualitas kerajinan desa
Trowulan merupakan yang terbaik baik hasil pahatan, cor
kuningan, maupun kerajinan lainnya.

2

keahlian yang dimiliki oleh masyarakat yang
didapat melalui turun temurun (warisan) dan
ketersediaan sumber daya yang ada
merupakan sumber daya tanah. Dikarenakan
karakter wilayah yang rural dan tingkat
pendidikan yang rendah maka mata
pencaharian tersebut selalu sama dan
masyarakat tidak memiliki keahlian lainnya
sehingga
sulit
mewujudkan
mata
pencaharian baru.
3.1.1.
MATA
PENCAHARIAN
PENDUDUK SEBAGAI PENGRAJIN
BATA
Mata pencaharian perajin bata dilakukan
sejak tahun 1960an hingga kini karena tanah
di sana memang sangat bagus sebagai bahan
baku pembuatan bata. Menurut kepala
museum Trowulan bapak Ichwan pada masa
sebelum tahun 1960an warga banyak yang
bermata pencaharian sebagai pendulang
emas namun lama kelamaan emas tersebut
habis sehingga warga beralih menjadi
pembuat bata. Pengerukan bata tersebut
terjadi besar-besaran dari tahun 1960an
hingga 1990an.3
Selain sebagai bahan pembuat bata
dahulu tanah tersebut juga dibuat sebagai
bahan baku semen merah. Kualitas yang
baik tersebut memang berasal dari
kandungan bata kuno yang terdapat pada
tanah yang digali tersebut menjadikan semen
dan bata Trowulan terkenal dengan mutunya
yang kuat dan tahan lama.
Menurut warga, industri bata selain juga
karena kondisi tanahnya yang bagus untuk
bahan baku bata, juga dimaksudkan untuk
menurunkan permukaan tanah. Tanah yang
terdapat di area persawahan lebih tinggi dari
pada permukaan sungai sehingga sulit
dilakukan irigasi, maka tanah tersebut
diturunkan terlebih dahulu dengan dikeruk
dan dijadikan bahan batu bata. Ketika
ketinggian tanah telah dirasa cukup
berkurang barulah tanah tersebut dijadikan
lahan pertanian. 4
Mata
pencaharian
industri
bata
dilakukan berpindah-pindah berdasarkan
ketersediaan bahan bakunya. Jika suatu
lahan telah habis tanahnya maka pelaku

Norma-norma adat dan agama masih
dipegang teguh oleh penduduk desa sebagai
dasar dalam penentu keputusan. Hal ini
merupakan pengaruh dari rendahnya dinamika
dan interaksi dengan orang dari luar desa
karena mata pencaharian yang lebih
didominasi oleh pertanian dan industri kecil.
Tingkat
Pendidikan
SD
SMP
SMA
D1, D2, D3
S1

Laki-laki
49
97
905
67
223
1540

Tenaga Kerja
Perempuan
43
28
487
62
183
803

Jumlah
92
125
1329
129
406
2144

Tabel 1
Jumlah Tenaga Kerja Menurut Tingkat Pendidikan tahun 2000
Sumber : Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten
Mojokerto, 2002

Melaui tabel tersebut daat diketahui
bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh
masyarakat Mojokerto adalah rendah. Di desa
Trowulan sendiri tingkat pendidikan SMU
adalah tingkat pendidikan yang paling tinggi.
Namun, tingkat pendidikan ini mengalami
peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya.
Perubahan tingkat pendidikan yang lebih baik
menyebabkan masyarakat lebih dapat
menerima arus modernisasi dari luar dan
dapat menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan yang ada.
Karakter sosial dan tingkat pendidikan
juga turut memberi pengaruh pada tingkat
apresiasi masyarakat terhadap warisan budaya
dan situs bersejarah Trowulan. Hal ini akan
dibahas pada bab selanjutnya.
3.
AKTIVITAS
DAN
MATA
PENCAHARIAN
MASYARAKAT
TROWULAN
3. 1. JENIS-JENIS DAN PERSEBARAN
MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT
Dengan kegiatan ekonomi kabupaten
Mojokerto
yang
dominan
pada
industri(30,8%) dan pertanian (26,8%)2 maka
mata pencaharian yang dimiliki oleh
masyarakat adalah sebagai pengrajin, pekerja
dan petani. Pengrajin yang dimaksud disini
adalah perajin patung, terakota, cor kuningan
dan pembuat bata.
Prosentase mata pencaharian pertanian
dan perajin lebih banyak dibandingkan mata
pencaharian lain. Hal ini merupakan faktor

3

Berdasarkan hasil wawancara Kepala Museum Trowulan ,
3 April 2009
4
Berdasarkan hasil wawancara dengan LSM Gotrah
Wilwatikta, 4 April 2009

2

Tim Litbang KOMPAS. Profil Daerah Kabupaten dan
Kota. 2008

3

industri akan berpindah ke tempat lain yang
masih ada tanah liatnya sebagai lahan baru,
begitu seterusnya. Pada saat ini terdapat
sekitar 3000 titik lokasi industri batu bata
yang tersebar di kabupaten Mojokerto.

bengkel kerja dan memasarkannya keluar
daerah. Menurut masyarakat, keahlian
tersebut diajarkan sudah pada masa kolonial
oleh orang Belanda sendiri. Masyarakat juga
umumnya percaya bahwa keahlian yang
mereka miliki juga berasal dari faktor
keturunan Majapahit karena orang-orang
umumnya bisa mengusai teknik pahat
maupun cor kuningan dalam waktu singkat
saja (Abieta, 2009)5.
Industri kecil ini berkembang pesat.
Menurut data dari profil daerah pada tahun
2002 indsutri kecil terdiri atas 19.284 unit
yang dipusatkan pada beberapa kecamatan
yaitu kecamatan Sooko dan Puri sebagai
sentra industri sepatu sedangkan kecamatan
Trowulan menjadi sentra industri perak dan
kuningan. Pemasukan dari tahun 2002
tersebut adalah Rp. 260 milliar.Angka yang
dicapai pada tahun 2002 berada jauh di atas
10 tahun sebelumnya yakni 1992 dimana
angka industri kecil sebesar 15.910 unit
dengan pemasukan sebesar Rp. 123,9
milliar. Hal ini menunjukkan bahwa industri
dengan basis ekonomi kerakyatan memiliki
peluang yang besar untuk berkembang.

Gambar 2
Industri batu bata dekat
dengan lahan pertanian
Sumber : Dok. Pribadi
tahun 2009

3.1.2 MATA PENCAHARIAN PETANI
Mata pencaharian petani sudah sejak dulu
ada sebagai daerah agraris. Desa-desa
pertanian tersebar di pelosok kabupaten
Mojokerto dengan pola yang sangat organik
dan diikuti dengan pola permukiman yang
mengelompok atau membentuk cluster . Mata
pencaharian tersebut didapatkan secara turun
temurun baik pemilik lahannya maupun buruh
taninya. (Permatasari, 2008)
Jenis pertanian yang ada pada desa-desa
di kabupaten Mojokerto adalah padi dan tebu
serta jagung-jagungan. Sampai saat ini
masyarakat masih banyak mengupayakan
pembukaan lahan baru untuk pertanian,
walaupun kegiatan ekonomi di Mojokerto
sendiri hendak beralih pada sektor industri,
baik industri besar, menengah maupun
industri rumah. Namun rupanya desa-desa di
kabupaten Mojokerto tersebut belum memiliki
masalah kepadatan sehingga ekstensifikasi
lahan pertanian masih dilakukan.

Gambar 4
Desa Wisata Cor
kuningan di Bejijong
Sumber : Dok. Pribadi
tahun 2009

Gambar 5
Industri kerajinan
patung di Gemekan
Sumber : Dok. Pribadi
tahun 2009

Gambar 3
Desa Persawahan di
Klintorejo
Sumber : Dok. Pribadi
tahun 2009

3.1.4.
MATA
PENCAHARIAN
PEDAGANG
Kegiatan ekonomi perdagangan dan jasa
menempati urutan ketiga setelah pertanian
dan industri yaitu 19,4%. Kegiatan
perdagangan umumnya terjadi pada lokasilokasi yang dekat dengan pusat aktivitas
misal yang dekat dengan jalan besar atau
pusat pemerintahan. Kegiatan perdagangan
juga umumnya berada pada lokasi-lokasi

3.1.3.
MATA
PENCAHARIAN
PENGRAJIN INDUSTRI KECIL
Desa wisata pada umumnya terletak di
sepanjang jalan besar atau titik-titik yang
dekat dengan akses publik dan lokasi wisata.
Dalam hal ini misalnya Bejijong dan
Gemekan. Mata pencaharian perajin batu dan
cor kuningan juga merupakan mata
pencaharian yang sudah diwariskan sejak
dahulu. Sekelompok masyarakat yang
memiliki keahlian membuka semacam

5

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ir Arya Abieta
tanggal 27 Maret 2009 dan LSM Gotrah Wilwatikta dan 4
April 2009

4

menggali tanah sama saja dengan
memutuskan sumber nafkah mereka.
Itulah sebabnya penemuan situs dan
artefak purbakala Majapahit banyak
dilakukan oleh masyarakat petani maupun
perajin industri bata. Ketika mereka
melakukan
pembukaan
lahan
atau
pengerukan tanah, sampai sejauh kedalaman
tertentu sering ditemukan artefak berupa
tembikar, patung atau struktur bata kuna.
Seringnya kejadian tersebut menyebabkan
warga sudah terbiasa sekali dengan temuantemuan bersejarah.6

pariwisata candi maupun museum karena
banyaknya orang yang berkunjung kesana.
Gambar 6
Showroom dari grosir
sepatu
Sumber : Dok. Pribadi
tahun 2009

Gambar 7
Pedagang kecil di
sekitar lokasi Candi
Tikus
Sumber : Dok. Pribadi
tahun 2009

Gambar 8
Pedagang kecil di
sekitar lokasi Candi
Tikus
Sumber : Dok. Pribadi
tahun 2009

Dari berbagai jenis mata pencaharian di
atas, yang berhubungan dengan kerusakan
situs adalah mata pencaharian yang
berhubungan dengan pekerjaan menggali dan
mengolah tanah yaitu pertanian dan pengrajin
bata. Dengan jenis mata pencaharian ini maka
dapat dikatakan bahwa pada umumnya
masyarakat desa di Kabupaten Mojokerto
sangat tergantung dengan ketersediaan sumber
daya alam dan ketersediaan lahan atau tanah.
Terutama kegiatan pertanian tanah adalah
lahan atau tempat berlangsungnya kegiatan
menanam padi dan bagi industri bata, tanah
bahan baku industri tersebut. Maka dalam
rangka aktivitas mata pencaharaian tersebut
kegiatan penggalian dan pembukaan lahan
adalah kegiatan utama.
Warga pedesaan tersebut menyatakan
bahwa mereka tidak memiliki keahlian lain
selain yang dimiliki sekarang. Memang
keadaan tanah yang terbatas membuat warga
terkadang
berganti-ganti
jenis
mata
pencaharian dari petani, industri maupun
pedagang. Namun tetap saja bidang keahlian
mereka yang terbatas dan tingkat pendidikan
yang rendah menyebabkan masyarakat tidak
memiliki banyak pilihan dalam mata
pencaharian dan sumber penghidupan.
Sedangkan potensi kabupaten Mojokerto
sebagai kabupaten pariwisata belum banyak
dikembangkan sehingga belum mampu
menjadi generator perekonomian masyarakat.
Maka dalam hal ini melarang warga untuk

Gambar 9
Peta persebaran mata pencaharian penduduk
Sumber : Analisis Pribadi tahun 2009

3.
2. AKTIVITAS EKSKAVASI
DAN
PEMUGARAN
SECARA
SWADAYA OLEH MASYARAKAT
Temuan yang sering terjadi adalah
struktur bata kuno, patung dan tembikar.
Selain itu terdapat pula umpak (pondasi) dan
jobong (sumur) tua. Pada tahun 1960 hingga
akhir 1970an pengerukan tanah merah besarbesaran terjadi untuk industri batu bata. Hal
itu mengakibatkan banyak sekali temuan
struktur bata kuna yang hancur di gerus alatalat seperti cangkul dan linggis. Bata kuno
walaupun kuat namun tidak tahan terhadap
hantaman benda keras tersebut dan mudah
tergerus oleh cuaca tidak seperti batu kali.
Terlebih lagi kedalaman struktur bata
tersebut hanya berkisar setengah hingga satu
meter saja dari permukaan tanah karena
memang umur situs tersebut tidak terlalu
6

Berdasarkan hasil wawancara dengan LSM Gotrah
Wilwatikta tanggal 4 April 2009

5

tua, sehingga sedikit saja dilakukan
penggalian kita akan langsung menemukan
struktur atau benda artefak lainnya. Karena
begitu terbiasanya masyarakat dengan temuan
situs dan artefak bersejarah, orang biasanya
mengenali pola-pola penguburan situs.
Menurut warga setempat ada situs-situs
tertentu yang sepertinya sengaja dikubur,
karena merupakan situs yang bernilai sakral.
Hal itu ditandai dengan pada kedalaman
tertentu tanah bercampur dengan pecahan
tembikar dan porselein, maka pasti ada
sesuatu yang terkubur di bawah.
Warga yang menemukan situs atau artefak
kuna biasanya memberi tahu pihak aparat
desa, baik kepala desa ataupun cariknya
(sekretaris desa). Kemudian selanjutnya
warga akan melapor kepada BP3 yang terletak
di jalan Trowulan. Menurut prosedur pihak
BP3 akan mengamankan benda temuan dan
mengganti dengan kompensasi yang layak
bagi warga yang menemukan. Namun
prosedur tersebut rupanya seringkali tidak
sesuai dengan kenyataannnya. Warga
seringkali tidak mendapatkan reaksi yang
diharapkan yaitu kurang perhatiannya pihak
BP3 selaku dinas terkait.
Reaksi
yang
lambat
tersebut
mengakibatkan situs temuan menjadi tidak
terlindungi. Dengan karakteristik bata kuno
yang
tidak
tahan
terhadap
cuaca,
dikhawatirkan struktur bata tersebut akan
terus berkurang seiring dengan berjalannya
waktu. Berangkat dari kekhawatiran tersebut,
maka warga melakukan upaya pengamanan
sebisa yang mereka lakukan untuk melindungi
situs dari kerusakan, dengan memindahkan
struktur bata ke tempat yang aman atau
menyimpan barang temuan di rumah masingmasing. Menurut sumber LSM Gotrah
Wilwatikta, barang temuan berupa benda
berharga lebih cepat berpindah tangan dan
dijual ke pasar gelap. Barang berharga
tersebut berupa perhiasan, tembikar utuh,
patung dan peralatan perang. Sedangkan
temuan berupa pecahan bata kuno dan
tembikar umumnya di simpan oleh warga di
rumah masing-masing.
4. PROSES DAN POLA KERUSAKAN
SITUS
TROWULAN
OLEH
MASYARAKAT
4. 1. PROSES DAN JENIS-JENIS
KERUSAKAN SITUS BERSEJARAH.

Situs bersejarah yang ditemukan oleh
warga adalah yang berupa bangunan struktur
bata kuna baik itu berupa yoni maupun
bangunan rumah tinggal, kanal kuno, dan
jobong tua. Sedangkan artefak yang sering
ditemukan dan merupakan indikasi bahwa
daerah tersebut merupakan pusat aktivitas
adalah perhiasan, patung dan benda-benda
gerabah. Pemindahan benda-benda temuan
dari tempat yang seharusnya menyebabkan
berubahnya struktur dan bentuk bata kuno
yang berupa bangunan maupun jalan.
Hingga seluruh elemen berubah akhirnya
sudah tidak diketahui lagi bentuk aslinya.
Bukan hanya bentuk asli situs yang berubah,
namun proses pemindahan juga dapat
mengakibatkan kerusakan badan situs
karena untuk melakukan pemindahan
tersebut warga melakukan ekskavasi dan
tidak dalam koridor arkeologis yang benar,
yaitu dengan menggunakan alat-alat seperti
cangkul dan linggis.
Penggalian atau ekskavasi juga sering
dilakukan secara mandiri oleh warga.
Kegiatan swadaya tersebut sesungguhnya
merupakan bentuk kepedulian warga
terhadap situs yang telah dianggap sebagai
warisan leluhur. Warga Mojokerto pada
umumnya memiliki kebanggan sebagai
keturunan Majapahit. Hal ini seperti yang
telah dijelaskan pada pembahasan mengenai
karakter sosial bahwa warga masih menjaga
tradisi lokal melalui kegiatan ritual yang
merupakan
representasi
penghormatan
mereka terhadap budaya nenek moyang.
Penggalian dan pemugaran tersebut juga
dilakukan secara gotong royong serta
sukarela. Kesediaan warga untuk bekerja
bersama ini merupakan kultur lokal
masyarakat rural yang masih terjaga dengan
baik. Beberapa contoh pemugaran yang
dilakukan oleh warga adalah situs yoni.
Sedangkan
situs
yang
mengalami
penambahan-penambahan
misalnya
petilasan Tribuanatunggal Dewi yang berada
di desa Klintorejo. Pada situs tersebut
seseorang
dengan
dana
swadaya
menambahkan dinding pembatas antara batu
prasasti dan tembok di sekeliling petilasan.
Penyediaan mushalla juga dilakukan karena
banyaknya jumlah pengunjung yang sampai
menginap untuk bersemedi.

6

Akibat aktivitas dan mata pencaharian
warga maka jenis-jenis kerusakan yang terjadi
adalah :
1. Kerusakan sebagian badan-badan situs

Gambar 12
Jobong tua yang ada di
tengah lahan kosong
Sumber : LSM Gotrah
Wilwatikta tahun 2007

Gambar 10
Kanal Kuna yang telah
tergerus
Sumber : www.kompas.com

Situs yang tergerus dan akhirnya hilang
sama sekali ini terjadi pada tempattempat industri bata yang lokasinya
tersebar di penjuru desa-desa Kabupaten
Mojokerto. Pengerukan besar-besaran
yang terjadi dalam rangka pembuatan
batu bata pada tahun 1960 an membuat
badan-badan situs menjadi rusak sedikit
demi sedikit hingga akhirnya habis sama
sekali. Tidak diketahui jenis situs
apakah yang dimaksud. BP3 tidak
melakukan pencatatan rinci seberapa
besar
3. Berpindahnya barang temuan-temuan
dari tempat yang seharusnya, seperti
misal umpak atau pondasi bangunan.
Karena
tidak
tahu
lagi
harus
dikemanakan dan diapakan maka warga
umumnya menyimpan barang-barang
temuan di rumah masing-masing atau
dimanfaatkan daripada tidak digunakan.
Pemanfaatan tersebut adalah pada halhal kecil misal bata kuno digunakan
sebagai pagar rumah, perkerasan
pekarangan atau pengisi pot tanaman.

Gambar 11
Struktur bata kuna yang
telah hancur sebagian
Sumber : LSM Gotrah
Wilwatikta

Hal ini terjadi pada kanal-kanal kuno,
yoni, jobong tua dan struktur lantai bata
kuna.
Masyarakat petani yang melakukan
pembukaan lahan pertanian menemukan
kanal-kanal kuno ketika menggali tanah.
Namun karena desakan kebutuhan
mencari nafkah, kanal-kanal kuno tadi
akhirnya digerus dan dihancurkan atau
dipindahkan pada tempat yang lebih aman
menurut warga. Hal yang serupa juga
terjadi pada Yoni yang terdapat di
Klintorejo, badan situs akhirnya hilang
sebagian karena tergerus peralatan warga
yang hendak menggali tanah liat di lokasi
Yoni tersebut.
2. Kerusakan keseluruhan badan-badan situs
hingga hilang sama sekali.

Gambar 13
Pondasi umpak akhirnya
diletakkan di pinggir
lapangan oleh warga
Sumber : Dok. Pribadi tahun
2009

Gambar 10
Yoni Klintorejo yang
sudah hampir habis sama
sekali
Sumber : Dokumentasi
Pribadi tahun 2009

Gambar 14
Bata kuna dipindahkan ke
lokasi baru
Sumber : Dok Pribadi tahun
2009

Gambar 11
Yoni Klintorejo yang
sudah hampir tidak
terlihat lagi struktur
aslinya
Sumber : LSM Gotrah
Wilwatikta tahun 2006

Gambar 15
Warga Menumpuk bata kuna
di pekarangan rumah masingmasing
Sumber : LSM Gotrah
Wilwatikta tahun 2007

7

Gambar 16
Warga memanfaatkan
pecahan tembikar untuk
mengisi pot tanaman
Sumber : LSM Gotrah
Wilwatikta tahun 2007

Gambar 17
Warga memindahkan
bata-bata kuna ke tempat
tinggal masing-masing
Sumber : LSM Gotrah
Wilwatikta tahun 2007

4. Hilangnya struktur dan bentuk asli
bangunan Majapahit, sehingga sulit jika
hendak merekonstruksinya kembali.
Struktur bata yang ditemukan sedikit demi
sedikit tergali dan dipindahkan. Namun
karena warga tidak memiliki pengetahuan
arkeologis dan arsitektur yang baik maka
mereka sulit mencari bentuk asli dari situs
sehingga mereka hanya mereka-reka
sendiri dalam melakukan pemugaran.
Gambar 20
Peta penemuan situs Majapahit dengan persebaran mata
pencaharian penduduk
Sumber : Analisis Pribadi 2009

Gambar 18
Membangun kembali
struktur lantai bata namun
sudah tidak sesuai lagi
dengan yang asli
Sumber : LSM Gotrah
Wilwatikta tahun 2007

Pada hasil pemetaan tersebut kita dapat
melihat bahwa temuan situs dan artefak
bersejarah berada pada lokasi permukiman
dan tempat mata pencaharian. Karena
kedekatan tersebut, maka sering terjadi
kontak dan singgungan antara aktivitas
warga dengan situs yang tak terlindungi.
Situs tersebut adalah situs yang baru saja
ditemukan sehingga hanya diketahui
jenisnya saja namun belum banyak diteliti
kecuali dibuat peta rekonstruksinya.
Pemetaan tersebut dilakukan pada
penemuan situs yang telah terdata yaitu pada
ring inti kota Mahapahit. Sebenarnya masih
terdapat banyak lagi temuan yang berada
diluar ring tersebut, namun sulit untuk
dilakukan pemetaan atas temuan dan pola
kerusakannya. Hal ini disebabkan penemuan
situs yang berada pada luar ring belum
terdata dengan baik secara keseluruhan, baik
dari jenis situsnya dan jumlahnya.

Gambar 19
Ekskavasi yang dilakukan
warga pada struktur lantai
bata
Sumber : LSM Gotrah
Wilwatikta tahun 2007

Kerusakan
tersebut
tidak
dapat
dikendalikan lagi selama dinas terkait tidak
melakukan pengamanan dan pengamanan
situs yang ditemukan oleh warga. Menurut
warga jika terjadi temuan kini warga enggan
untuk melapor, karena terkadang tindakan
dinas justru membuat warga merasa terpenjara
di rumahnya sendiri.
4. 2. PEMETAAN TEMUAN SITUS
DENGAN LAHAN MASYARAKAT
Titik-titik temuan situs Majapahit jika
dipetakan adalah sebagai berikut :

5.
PARTISIPASI MASYARAKAT
LOKAL DALAM PRESERVASI SITUS
BERSEJARAH

8

masyarakat. Pada masa Orde Baru banyak
pencapaian yang dilakukan oleh negara yang
sedang berkembang ini antara lain
pembangunan
sektor
ekonomi
dan
pemenuhan kebutuhan pangan oleh negeri
sendiri. Namun hal tersebut tidak diimbangi
oleh kehidupan politik yang sehat antara
pemerintah dengan rakyat. Seringkali
masyarakat
tidak
dilibatkan
dalam
pembangunan daerah dan tertutupnya
kesempatan
bagi
masyarakat
untuk
menyalurkan pendapat atau aspirasi.
Partisipasi
publik
sesungguhnya
merupakan menjadi hal yang menentukan
keberhasilan
masalah
pelestarian
di
Trowulan. Hal terpenting disini adalah
upaya pelestarian tersebut jangan sampai
merebut hak masyarakat dalam mencari
sumber penghidupan dan bermukim di tanah
tempat tinggal milik mereka saat ini.
Beberapa solusi yang perlu dipertimbangkan
adalah sebagai berikut.

Situs bersejarah Trowulan kini memiliki
kondisi berbeda dengan masa dahulu. Lahan
yang sebelumnya berdiri pusat kerajaan
Majapahit kini adalah permukiman penduduk
dan lahan mata pencaharian. Implikasi dari
hal tersebut adalah penggalian situs tidak
dapat dilakukan sepenuhnya demikian pula
tindakan pengamanan.
Masalah pertanahan di Indonesia selalu
menjadi hal yang pelik, hal ini dikarenakan
sebagai negara agraris tanah selalu dikuasai
individu bukan penguasa (Soetrisno;1995).
Hal tersebut sudah menjadi karakteristik
kepemilikan tanah sejak masa kerajaan,
kolonial hingga sekarang. Status kepemilikan
tanah tersebut menyebabkan pemerintah mesti
melakukan pembebasan tanah jika hendak
melakukan
pengembangan
atas
suatu
kawasan.
Tanah adalah kebutuhan utama yang
krusial bagi masyarakat agraris, karena tanah
adalah tempat untuk bermukim dan lahan
untuk mata pencaharian (Soetrisno;1995).
Mengingat nilai kedudukan tanah tersebut
tentunya dapat diwajari apabila terdapat
perilaku masyarakat
yang
melakukan
vandalisme pada situs yang tertanam di lahan
masing-masing. Masyarakat tidak punya
pilihan lain atas mata pencaharian pertanian
atau sebagai pembuat bata.
Namun mengacu pada pembahasan bab
sebelumnya
mengenai karakter sosial
masyarakat Trowulan dan sekitarnya, bahwa
mereka sesungguhnya masih memiliki kultur
untuk bergotong royong, kepedulian terhadap
sesama warga desa lain dan ikatan emosional
yang erat satu sama lain. Hal ini tercermin
dalam usaha-usaha yang dilakukan beberapa
kelompok masyarakat dalam melakukan
preservasi secara mandiri terhadap situs
Majapahit yang ditemukan di lokasi
permukiman maupun lahan mata pencaharian.
Salah
kunci
keberhasilan
dalam
pembangunan dan pengembangan suatu kota
adalah melalui partisipasi publik yaitu
melibatkan
masyarakat
dalam
proses
perencanaan suatu wilayah. Dan hal ini
berlaku juga terhadap upaya preservasi benda
bersejarah. Namun partisipasi publik sendiri
rupanya masih menjadi hal yang sulit
dilakukan di Indonesia. Masalah-malasah
sosial yang terjadi pada era kekuasaan Orde
Baru banyak menyisakan trauma pada

5.1.PEMBENAHAN ASPEK EKONOMI
Jika tanah sebagai kebutuhan utama
warga dalam berkehidupan dan bermata
pencaharian maka yang perlu dilakukan
adalah strategi yang berkaitan dengan
pembangunan ekonomi daerah. Berdasarkan
profil daerah Kabupaten Mojokerto,
Kabupaten tersebut memiliki dua orientasi
utama dalam pengembangan daerah yaitu
sebagai kabupaten pariwisata dan industri.
Sektor
pariwisata
yang
hendak
dikembangkan akan membutuhkan banyak
tenaga kerja. Kebutuhan ini akan menjawab
masalah mata pencaharian industri bata yang
menjadi penyebab kerusakan situs dengan
mengalihkan mata pencaharian masyarakat
tersebut pada mata pencaharian baru
tersebut. Sedangkan mata pencaharian
pertanian masih tetap dapat dipertahankan
karena bidang pertanian diperlukan untuk
menjaga
ekologi
kawasan.
Namun
diperlukan adanya pengawasan dalam
pembukaan lahan pertanian karena sering
terjadi penemuan situs (misalnya badan
kanal kuno) dalam proses tersebut.
5.2.
PEMBENAHAN
ASPEK
KULTURAL
Budaya desa agraris yang bersifat rural
dan masih tradisionalis sebetulnya dapat

9

pendidikan dan pengetahuan serta upaya
pelestarian yang kurang partisipatif
3. Situs yang mengalami kerusakan oleh
aktivitas warga umumnya adalah situs
yang belum diketahui nama dan fungsi
karena belum ada upaya pengamanan
situs itu hancur mendului tindakan
pelestariannya. Dan berdasarkan peta
situs yang mengalami kerusakan adalah
jenis struktur bata, sumur, dan umpak
yang merupakan bangunan-bangunan non
sakral atau tidak memiliki fungsi penting.
4. Dalam upaya pelestarian tersebut
variabel sosial ekonomi dan kultural
sebetulnya bukan penghambat namun
potensi yang bisa dikembangkan namun
penyelesaiannya harus meliputi beberapa
aspek (strategi ekonomi, kultural dan
politik) dan pemerintah harus memiliki
political will yang kuat.

menjadikan sumber daya masyarakat yang
bisa diarahkan untuk mau bekerja sama demi
mengembangkan
daerahnya
sendiri.
Kehidupan seni dan budaya lokal perlu
diangkat untuk memupuk motivasi dalam
menjaga warisan budaya.
Dengan kondisi kultural masyarakat
paguyuban tersebut justru lebih mudah bagi
pemerintah untuk bekerjasama dengan
masyarakat tersebut dengan memperbanyak
program sosialisasi, kerjasama dan public
hearing. Masyarakat dapat diberdayakan
untuk melakukan penjagaan dan pemugaran
situs secara swadaya dengan motivasi kultural
yang dibangun dan dipertahankan.
5.3.
PEMBENAHAN
ASPEK
KEKUASAAN
Dalam kasus kepemilikan lahan tersebut
dapat kita lihat bahwa pemerintah bukanlah
satu-satunya stakeholder dalam hal ini.
Masyarakat adalah stakeholder dominan dan
juga
berhak
menentukan
bagaimana
pengembangan daerah tempat mereka
bermukim. Maka pemerintah harus mau
membagi kekuasaannya dengan mengundang
tokoh
masyarakat
untuk
berembug.
Kekuasaan dan pengambilan keputusan secara
sepihak lebih banyak menimbulkan kegagalan
daripada jika pemerintah mau mengulurkan
tangannya. Untuk melaksanakan hal ini
diperlukan political will yang kuat dan
implementasi dari kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Mundarjito. (2009). Hasil Diskusi Kajian Integratif
Perlindungan dan Pengembangan Situs Kerajaan
Majapahit di Trowulan. Depok : Fakultas Ilmu
Pengetahuan dan Budaya – Universitas Indonesia.
Permatasari, Ike, dkk. (2008). Permukiman Perdesaan
di Desa Trowulan Kecamatan Trowulan
Kabupaten Mojokerto . Malang : Jurusan
Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya.
Rangkuti, Nurhadi. (2007). Trowulan Situs Majapahit
di Jawa Timur . Presentasi Balai Arkeologi
Yogyakarta.
Soetrisno, Loekman. (1995). Menuju Masyarakat
Partisipatif. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Tim Litbang KOMPAS. (2008). Profil Daerah
Kabupaten dan Kota. Jakarta :Penerbit Buku
Kompas.
______.(2004). Studi Pengembangan Kawasan Situs
Trowulan. Yogjakarta : Universitas Gajah Mada
Kerusakan
Situs
Trowulan
Meluas.
http://www.kompas.com/read/xml/2009/03/08/014
41939/kerusakansitustrowulanmeluas.
(2
Desember 2008)
Pencurian Benda-benda Cagar Budaya Masih terus
Terjadi.
http://www2.kompas.com/kompascetak/0504/07/ln/ (7 April 2005)
Sujarwanto, Bambang. Cegah Kerusakan Situs, Batasi
Usaha Batu. http://www.surabayapost.co.id. (1
Februari 2009)
Sujarwanto, Bambang. Mencegah Kerusakan Situs
Majapahit.http://www.surabayapost.co.id.
(31
Januari 2009)
Abidin, Zainal. Personal Interview. (4 April 2009)
Abieta, Arya. Personal Interview. (27 Maret 2009)
Anis, Anam. Personal Interview. (3 April 2009)
Gotrah Wilwatikta. Personal Interview. (5 April 2009)
Ichwan. Personal Interview. (4 April 2009)

6.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil adalah :
1. Kecenderungan lokasi penemuan situs
adalah situs yang berada pada lokasi
permukiman, lahan pertanian, dan industri
bata. Hal ini disebabkan karena banyaknya
aktivitas pada lokasi-lokasi tersebut yang
terdiri
dari
kegiatan
penggalian
tanah.Maka dalam hal ini penemu situs
kebanyakan adalah masyarakat itu sendiri.
2. Faktor kerusakan situs memang adalah
aktivitas warga. Hal ini disebabkan
wargalah yang menjadi penemu situs atau
artefak di lahan tempat tinggal atau mata
pencaharian masing-masing. Terdapat
sebab-sebab dibalik vandalisme tersebut
yaitu desakan kebutuhan ekonomi, tingkat

10

11