PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE BERBASIS. pdf

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE
BERBASIS EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
DI NEGERI RUTONG, KOTA AMBON
(Mangrove Ecosystems Management Based on Economic Resources and
Environmental in Negeri Rutong, Ambon City)
Simon. M. Picaulima1), N. V. Huliselan2), D. Sahetapy2), J. Abrahamsz2)
1)

2)

Politeknik Perikanan Negeri Tual
Program Studi Ilmu Kelautan, Pascasarjana UNPATTI-Ambon

Diterima 07 Mei 2010/ Disetujui 19 November 2010
ABSTRACT
The purposes of this research are to estimate the economic value of a mangrove ecosystem
of Rutong village, and design strategies for management of mangrove ecosystem on the basis of
the economic value. Research results show that there are ten genera from eight families of
mangrove. It was also found that soneratia alba has the highest relative existence frequency,
relative density, and relative dominance. There are seven types of utilization of mangrove
ecosystem in the village, namely a “bameti”, fishing, research field, sand mining, play- ground

for children, place to tie-up fishing boats, and garbage disposal area. Total economic value of
mangrove ecosystem amounted to Rp 54,898,133 per year. The second alternative management
was more efficient and feasible based on the value of NPV and BC ratio at discount rates of 10%
and 15%. Strategic policies for managing mangrove ecosystem of Rutong village are, as follows,
mangrove rehabilitation, development of zonal system for mangrove, socialization of economic
value of mangrove ecosystem, handling of sanitation, rational utilization of mangrove,
development of institutional system including traditional institution such as “kewang”.
.
Keywords: mangrove management, economic resources and environment

PENDAHULUAN
Ekosistem mangrove merupakan salah satu
ekosistem utama di perairan pesisir yang tidak
hanya terbatas pada fungsi ekologi, tetapi juga
fungsi fisik, fungsi sosial, fungsi ekonomi maupun
fungsi budaya. Nilai keseluruhan ekosistem
mangrove hingga kini tidak mudah dikenali,
sehingga
sering
diabaikan

dalam
suatu
perencanaan pengembangan wilayah pesisir.
Ketidaktahuan akan nilai fungsi dan manfaat
ekosistem mangrove disebabkan oleh dua faktor
utama, yaitu: (1) kebanyakan dari barang dan jasa
yang dihasilkan oleh ekosistem mangrove
wujudnya tidak diperdagangkan di pasar, sehingga
tidak memiliki nilai yang dapat dinikmati secara
langsung, dan (2) beberapa dari barang dan jasa
terjadi di luar dan jauh dari ekosistem mangrove
sehingga penghargaan terhadap barang dan jasa itu
sering kurang atau tidak ada kaitannya dengan
mangrove. Misalnya, kesuburan perairan sebagai

hasil dari kontribusi mangrove yang mendukung
kehidupan organisme perairan pesisir dan laut
seperti ikan, kepiting dan moluska.
Ekosistem mangrove pada wilayah pesisir
Selatan pulau Ambon hanya dijumpai pada Negeri

Rutong dengan populasi yang cukup besar. Saat ini
sebagian besar ekosistem mangrove pada wilayah
ini mengalami kerusakan sehingga menyebabkan
penurunan luasan hutan mangrove. Penurunan
luasan hutan mangrove di Negeri Rutong
sebenarnya telah berlangsung cukup lama dengan
intensitas yang cukup tinggi. Hal ini dibuktikan
dengan adanya jejak berupa sejumlah bekas pohon
mangrove yang tersebar pada permukaan dasar
perairan (Pentury, 2004). Abrasi yang terjadi pada
perairan pesisir Negeri Rutong sebagai akibat dari
adanya pemanfaatan sumberdaya mangrove
tersebut secara destruktif oleh masyarakat pesisir
Negeri Rutong dan oleh faktor alamiah. Akibatnya
fungsi ekosistem mangrove sebagai pertahanan
alami dari waktu ke waktu semakin berkurang.

50 Ichthyos, Vol. 10 No. 1, Januari 2011: 49-56

Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya

kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya
hutan mangrove bagi lingkungan pesisir,
kurangnya penerapan sanksi terkait pemanfaatan
hutan mangrove yang tidak bertanggung jawab.
Penurunan luasan ekosistem mangrove berdampak
pada penurunan nilai ekonomi dan tidak dapat
mencegah terjadinya tekanan abrasi yang berakibat
pada pergerseran garis pantai akibatnya ruang
daratan semakin sempit (Maedar, 2007).
Perubahan terhadap luasan ekosistem
mangrove harus dijawab melalui pengelolaan
ekosistem mangrove yang berkelanjutan, terutama
berbasis pada nilai manfaat dan fungsi ekosistem
mangrove secara ekonomi. Salah satu langkah
strategis yang perlu dijalankan untuk mencapai
pengelolaan
ekosistem
mangrove
yang
berkelanjutan

adalah
dengan
melakukan
pengelolaan ekosistem mangrove berbasis
ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan. Tujuan
penelitian ini adalah: (1) Menghitung nilai
ekonomi
ekosistem
mangrove;
dan
(2)
merumuskan strategi pengelolaannya berbasis
ekonomi sumberdaya dan lingkungan.

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan
mangrove Negeri Rutong, Kecamatan Leitimur
Selatan, Kota Ambon (Gambar 1). Pengambilan
data dilakukan pada bulan Desember 2008 sampai


dengan bulan Februari 2009.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
deskriptif dan bersifat eksploratif dengan tujuan
untuk menggali fakta yang ada. Arah penelitian
adalah untuk mengidentifikasi fungsi dan manfaat,
nilai manfaat, serta strategi pengelolaan ekosistem
mangrove untuk keberlanjutan sumberdaya pada
ekosistem ini. Sumber data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Pendekatan yang digunakan adalah
metode observasi dan wawancara dengan
menggunakan
daftar
pertanyaan
kunci,

pengumpulan data sekunder, pengambilan contoh
tumbuhan bakau yang kemudian diidentifikasi
dengan dukungan buku-buku identifikasi. Untuk
menghitung vegetasi mangrove digunakan metode
transek sabuk.
Metode Analisis Data
Spaninks dan van Beukering (1997) dalam
Sukmawan (2004) mengemukakan penilaian dari
nilai pakai atau nilai kegunaan ini dibagi menjadi
dua, yaitu:
(a) Nilai Manfaat Langsung menurut (Fauzi, 2002
dalam Alfian, 2004):

dimana:
NML
NMLi

= Total nilai manfaat langsung (Rp/tahun)
= Manfaat langsung yang didapat pada lokasi
penelitian (Rp/tahun).


Gambar 1. Lokasi Penelitian

Pengelolaan Sumberdaya Mangrove …. (S. Picaulima, N V Huliselan, D Sahetapy, J Abrahamsz)
i=1 = Manfaat langsung awal yang dinilai
(Rp/tahun);
n
= Jumlah Manfaat langsung akhir yang dinilai
(Rp/tahun).

(b) Manfaat Tidak Langsung (Fauzi, 2002 dalam
Alfian, 2004):

dimana:
NMTL = Total Nilai Manfaat Tidak Langsung
(Rp/tahun);
NMTLf = Nilai Manfaat Tidak Langsung Fisik
(Rp/tahun);
NMLi = Manfaat tidak langsung yang didapat pada
lokasi penelitian (Rp/tahun).

i=1
= Manfaat tidak langsung awal yang dinilai
(Rp/tahun);
n
= Jumlah manfaat tidak langsung yang
dinilai (Rp/tahun).

(c) Manfaat Pilihan, didekati dengan metode
Benefit Transfer yang mengacu pada nilai
keanekaragaman hayati (Biodiversity) hutan
mangrove Indonesia, yaitu sebesar US $ 1,500
per km2 per tahun (Fahrudin, 1996 dalam
Sukmawan, 2004):
NMP = MPb (dimasukan dalam nilai rupiah)
dimana:
NMP
NMPb

= Total Nilai Manfaat Pilihan (Rp/ha/tahun);
= Nilai Manfaat Pilihan biodiversity

(Rp/ha/tahun).

(d) Manfaat Keberadaan dengan pendekatan nilai
WTP yang diperoleh dari hasil perhitungan
nilai tengah mengikuti formula (FAO, 2000
dalam Adrianto et al, 2004) sebagai berikut
sebagai berikut sebagai berikut:
n
NWTP = ∑ Yi/n
i=1
dimana:
NWTP = Nilai
Kesediaan
Membayar
Responden(Rp/tahun);
Yi
= Besaran WTP yang diberikan responden
ke-i (Rp);
i=1
= Responden awal penilaian (KK);

n
= Jumlah responden (KK).

(e) Nilai Ekonomi Total Manfaat Ekosistem
Mangrove (Santoso, 2005):
NEMT = NML + NMTL + NMP + NMK

51

dimana :
NEMT =
NML =
NMTL =
NMP =
NMK =

Nilai Ekonomi Manfaat Total (Rp/Tahun)
Nilai Manfaat Langsung (Rp/Tahun)
Nilai Manfaat Tidak Langsung (Rp/Tahun)
Nilai Manfaat Pilihan (Rp/ha/Tahun)
Nilai Manfaat Keberadaan (Rp/Tahun)

Skenario pengelolaan hutan mangrove
diadopsi dari Alikodra (2006) dan disesuaikan
dengan kondisi lokal lokasi penelitian:
1. Skenario A. Kondisi hutan mangrove saat ini
(status quo), dengan luas hutan manggrove
pada saat ini yang diasumsikan semua kegiatan
berlangsung seperti selama ini (bussinnes as
usual). Dengan mengestimasi penurunan
perubahan nilai dan biaya langsung sebesar 10
% untuk tiap tahun sebagai akibat adanya
kerusakan terhadap hutan mangrove.
2. Skenario B. Kondisi hutan mangrove tahun
2003 dengan luas hutan manggrove adalah
4,100 Ha (DKP Kota Ambon, 2003). Dengan
estimasi kenaikan nilai manfaat dan biaya
langsung sebesar 10 % untuk tiap tahun
sehingga nilai ekonomi yang dihasilkan hutan
mangrove tersebut tidak mempunyai biaya
kehilangan.
Alternatif pengelolaan untuk optimalisasi
pemanfaatan dengan menggunakan analisis
alternatif pengelolaan untuk mengetahui atau
menilai kelayakan dari alternatif tersebut. Analisis
yang digunakan untuk menilai kelayakan dari
alternatif tersebut adalah Metode Analisis Biaya
dan Manfaat (Cost and Benefit Analysis)
(Suparmoko, 2006), dengan pendekatan Net
Present Value (NPV) dan Net Benefit Cost Ratio
(Net B/C) sebagai berikut :
(1) Net Present Value (NPV):

dimana:
NPV = Net Present Value (rupiah/tahun)
Bt
= Manfaat yang diperoleh dari penggunaan
hutan mangrove (rupiah)
Ct
= Biaya pemanfaatan hutan mangrove (rupiah)
r
= Tingkat suku bunga bank (persen)
t
= Kurun waktu penilaian (tahun)
i=1 = Tahun awal proyeksi nilai (tahun)
n
= Jumlah tahun proyeksi nilai (tahun)

52 Ichthyos, Vol. 10 No. 1, Januari 2011: 49-56

Kriteria penilaian dapat dinyatakan layak
untuk dilaksanakan bila NPV tersebut sama atau
lebih dari nol dan sebaliknya, maka proyek
tersebut merugikan.
(2) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C):

dimana:
BCR = Benefit Cost Ratio (rupiah/tahun)
Bt
= Manfaat yang diperoleh dari penggunaan
kawasan mangrove (rupiah)
Ct
= Biaya pemanfaatan kawasan mangrove
(rupiah)
t
= Kurun waktu penilaian (tahun)
r
= Tingkat suku bunga bank (persen)
t=1 = Tahun awal proyeksi nilai (tahun)
n
= Jumlah tahun proyeksi nilai (tahun)

Kriteria penilaian alokasi pemanfaatan sumberdaya
yang layak dikembangkan jika BCR > 1
(Suparmoko, 2006).
Menurut Maedar (2007) Kriteria penilaian
yang dianalisis yaitu efisiensi, equity dan ekologi
(sustainable), uraian dan penetapan indikator dari
masing-masing kriteria tersebut meliputi:
(1) Kriteria Efisiensi; keuntungan usaha
berdasarkan kelayakan usaha (CBA);
(2) Kriteria Equity (Keadilan); pemerataan
pendapatan, ditunjukkan dengan rata-rata
keuntungan
dari
masing-masing
jenis
pemanfaatan ekosistem mangrove, dan
keharmonisan masyarakat, ditunjukkan oleh
potensi terjadinya konflik pemanfaatan lahan
dari ekosistem mangrove.
(3) Kriteria Ekologi (Sustainable); Perubahan luas
lahan ekosistem mangrove dari masing-masing
alternatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Ekosistem Mangrove
Luasan hutan mangrove yang dihitung
dengan pendekatan tracking mencapai 3,946 Ha.
Kawasan hutan mangrove yang mempunyai jenis
dan populasi terbesar yakni hutan mangrove yang
mengarah ke Selatan daerah penelitian (arah
Negeri Leahari). Mulai dari kaki air Waihula
sampai di perbatasan Negeri Rutong dan Leahari
keanekaragaman jenis mangrove yang cukup tinggi
dengan ditemukan semua jenis mangrove yakni 8
famili dan 10 jenis yang ada di lokasi penelitian
(Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi Mangrove di Negeri Rutong

.
No

Famili

Spesies

Nama Lokal

1. Sonneratiaceae

Sonneratia alba

-

2. Avicenniaceae

Avicennia alba

Mangi-mangi

3. Rhizophoraceae Rhizophora stylosa
Rhizophora mucronata
Bruiguiera sp.
4. Meliaceae
Xylocarpus moluccensis

Bakau
Bakau Merah
Kira-kira

5. Myrsinaceae

Aegiceras curniculatum

Pisang Tandu

6. Euphorbiaceae

Excoecaria agallocha

Butabuta,

7. Sterculiaceae

Heriteria litoralis

-

8. Arecaceae

Nypa fruticans

Nipa

Sumber : Data Lapangan, 2009

Valuasi Ekonomi Ekosistem Mangrove
1. Manfaat Langsung
Manfaat langsung ekosistem mangrove
mencakup empat jenis manfaat, yaitu:
(1) Manfaat sumberdaya ikan yang dihitung dari
penangkapan ikan menggunakan alat tangkap
jaring insang hanyut. Dalam satu tahun ratarata produksi ikan konsumsi yang dihasilkan
adalah 504 Kg. Dengan harga ikan sebesar Rp.
10.000,- per kilogram, diperoleh total dari
manfaat penangkapan ikan sebesar Rp
5.040.000,- Kg/tahun. Biaya operasional yang
dikeluarkan untuk melakukan aktifitas
penangkapan ikan dalam setahun yaitu sebesar
Rp. 1.080.000,-, sehingga diperoleh nilai
manfaat bersih sebesar Rp. 4.032.000,-.
(2) Manfaat hasil perikanan lainnya adalah
sumberdaya kerang dengan nilai manfaat yang
diperoleh sebesar Rp.185.769,- per tahun.
Nilai ini diperoleh dengan mengalikan hasil
pengambilan rata-rata kerang per tahun yaitu
sebanyak 37 Kg/tahun. Dalam pemanfaatan
sumberdaya kerang ini tidak dibutuhkan biaya
operasional, sehingga manfaat bersih yang
diperoleh dari pengambilan kerang ini sebesar
Rp.185.769,- per tahun. Dalam pemanfaatan
sumberdaya kerang ini banyak di dominasi
oleh kaum perempuan, aktivitas pengambilan
kerang ini dilakukan pada kawasan ekosistem
mangrove pada saat air surut (meti).
(3) Manfaat penambangan pasir pada kawasan
ekosistem mangrove ini berlangsung selama 7
bulan dalam setahun. Pada aktifitas
penambangan pasir ini rata-rata pengambilan
pasir dalam setahun adalah 15 kubik. Nilai
tersebut kemudian dikalikan dengan harga jual
pasir pantai perkubik adalah Rp. 90.000,sehingga diperoleh nilai manfaat sebesar Rp.
1.350.000,- per tahun. Dalam aktifitas
pengambilan pasir ini membutuhkan biaya

Pengelolaan Sumberdaya Mangrove …. (S. Picaulima, N V Huliselan, D Sahetapy, J Abrahamsz)

operasional sebesar Rp. 67.000,-. manfaat
bersih yang diperoleh dari pemanfaatan
penambangan pasir adalah Rp. 1.283.000,- per
tahun. Pasir-pasir yang berada pada kawasan
ekosistem mangrove ini di bawah oleh
gelombang laut selama musim timur.
(4) Manfaat penelitian yang diperoleh pada
ekosistem mangrove adalah sebesar Rp.
345.000,-/orang
yang
meliputi
biaya
perjalanan dan biaya konsumsi dalam setahun
(15 Kali turun untuk pengambilan data).
Manfaat total yang diperoleh dari 4 orang
mahasiswa dalam memanfaatkan ekosistem
mangrove di Negeri Rutong sebagai tempat
penelitian dalam setahun adalah Rp.
1.380.000,- .Penelitian yang dilakukan pada
ekosistem mangrove di Negeri Rutong
dilakukan
oleh
Universitas
Pattimura,
khususnya Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, baik mahasiswa S1 maupun S2.
Manfaat sumberdaya ikan memiliki proporsi
terbesar, yaitu 68,97 % dengan nilai pemanfaatan
bersih sebesar Rp. 4.032.000,-. Manfaat pasir
menempati urutan kedua dengan persentase
sebesar 21,95 % dan nilai pemanfaatan bersih
sebesar Rp. 1.283.000,-. Manfaat penelitian
menempati urutan ketiga dengan presentase
sebesar 5,90 % dan nilai pemanfaatan bersih
sebesar Rp. 345.000,-.Manfaat kerang memiliki
persentase terkecil yakni 3,18 % dengan nilai
pendapatan bersih sebesar Rp 185.769,-/tahun.
Manfaat langsung lainnya hanya memberikan
kontribusi sebesar 22 % atau kurang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa nilai
manfaat ini sangat kecil karena beberapa hal yakni:
(1) Ada beberapa bentuk-bentuk pemanfaatan lain
yang tidak diakumulasi dalam perhitungan ini
karena keterbatasan dalam memberikan penilaian
secara langsung. (2) Nilai yang ada hanya
mengakomodir nilai pemanfaatan sumberdaya
yang berada dalam ekosistem mangrove, sehingga
apabila luasan ekosistem mangrove semakin kecil
maka nilai ekonomi pada ekosistem mangrove
tersebut akan semakin kecil.
2. Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung secara fisik
diestimasikan melalui pendekatan fungsi hutan
mangrove
sebagai
peredam
gelombang
(breakwater). Pembuatan breakwater untuk Negeri
Rutong berbeda dengan tempat lainnya di Kota
Ambon, karena pesisir Negeri Rutong mempunyai
hempasan ombak yang kuat pada musim timur
yang terjadi selama 6 bulan dalam setahun yakni
dari bulan Mei sampai Oktober. Jadi nilai manfaat
fisik ekosistem mangrove sebagai peredam

53

gelombang (breakwater) adalah sebesar Rp.
47.107.167,- per tahun .
3. Manfaat Pilihan
Manfaat pilihan pada ekosistem mangrove
yang ada di Negeri Rutong dapat didekati dengan
cara menghitung dari manfaat keanekaragaman
hayati (Biodiversity) yang ada pada kawasan
ekosistem mangrove ini. Menurut Ruitenbeek
(1992), dimana nilai biodiversity di Teluk Bintuni
Irian Jaya sebesar US$ 1,500 per km² per tahun.
Dengan demikian dapat diperoleh nilai manfaat
pilihan hutan mangrove Negeri Rutong sebesar
Rp. 692.523,- per tahun.
4. Manfaat Keberadaan
Nilai manfaat eksistensi (keberadaaan) dari
hutan mangrove Negeri Rutong dihitung dengan
menggunakan CVM (Contingent Valuation
Method). Menurut Fauzi (2002) tahap terakhir dari
CVM adalah dengan mengagregatkan rataan
tersebut. Maka nilai manfaat eksistensi hutan
mangrove seluas 3,946 ha diperoleh sebesar
Rp. 317.454,24 per ha per tahun.
5. Nilai Ekonomi Total
Nilai Ekonomi Total (NET) Manfaat pada
ekosistem mangrove yang ada di Negeri Rutong
yakni manfaat tidak langsung memiliki prosentase
terbesar dibanding dengan manfaat lainnya yakni
85,81 % dengan nilai sebesar Rp 47.107.167,- per
tahun, manfaat langsung sebesar Rp. 5.845.769,per tahun atau sekitar 10,65 %, kemudian nilai
manfaat keberadaan sebesar Rp. 1.252.674,42 per
tahun atau sekitar 2,28 %, dan nilai manfaat
pilihan sebesar Rp. 692.523,- per tahun atau sekitar
1,26 %. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai
manfaat total ekosistem mangrove Negeri Rutong
adalah Rp 54.898.133,42 per tahun. Sedangkan
bila dihitung berdasarkan luas hutan mangrove
Negeri Rutong yang diteliti yakni 3,946 ha, maka
nilai manfaat total yang diperoleh dalam penelitian
ini per hektar adalah Rp 13.912.350,08/tahun
(Gambar 2).

Gambar 2. Nilai Ekonomi Total Manfaat Hutan
Mangrove Negeri Rutong Per Tahun

54 Ichthyos, Vol. 10 No. 1, Januari 2011: 49-56

Alternatif Skenario Pengelolaan Kawasan
Hutan Mangrove
1. Skenario Pengelolaan I
Pada kondisi alternatif pengelolaan I ini
didapat nilai manfaat bersih sekarang (NPV)
dengan Discount Rate 10 % sebesar Rp
258.874.413,07 dan Discount Rate 15 % sebesar
Rp 214.346.484,90 Pada hasil analisis ini juga di
peroleh nilai Benefit Cost Ratio (BCR) pada
Discount Rate 10 % dan Discount Rate 15 %
sebesar 3,44, artinya satu satuan biaya yang
dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan
sebesar 3,44 satuan.
2. Skenario Pengelolaan II
Pada kondisi alternatif pemanfaatan II ini
didapat nilai manfaat bersih sekarang (NPV)
dengan Discount Rate 10 % sebesar Rp.
434.259.274,74 dan Discount Rate 15 % sebesar
Rp. 350.896.214,46 hasil analisis ini juga di
peroleh nilai Benefit Cost Ratio (BCR) pada
Discount Rate 10 % dan Discount Rate 15 %
sebesar 2,99 yang artinya satu satuan biaya yang
dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan
sebesar 2,99 satuan.
3. Pilihan Alternatif Skenario Pengelolaan
Kawasan Ekosistem Mangrove
Selain pertimbangan kelayakan usaha atau
kriteria efesiensi secara ekonomi, kriteria lain yang
perlu juga dipertimbangkan untuk dilengkapi
dalam pertimbangan untuk pengambilan keputusan
pemilihan skenario alternatif pengelolaan yang
baik untuk kebijakan pengelolaan ekosistem
mangrove Negeri Rutong adalah kriteria keadilan
dan ekologi. Untuk itu, perlu dilakukan analisis
multi kriteria terhadap skenario alternatif
pengelolaan (Tabel 2).
Alternatif pengelolaan yang dipilih untuk
kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem
mangrove di Negeri Rutong adalah kondisi
alternatif pengelolaan II (mengembalikan luasan
ekosistem mangrove kondisi awal yaitu dengan
luas 4,100 ha). Kondisi ini dianggap paling baik
karena lebih efesien dibandingkan dengan kondisi
alternatif pengelolaan I (kondisi status quo dengan
luasan 3,946 ha). Semakin besar luasan ekosistem
mangrove maka nilai ekonomi yang diperoleh juga
akan meningkat (Maedar, 2007). Nilai-nilai kriteria
tersebut memberi petunjuk bahwa pemilihan
skenario atau alternatif pengelolaan II secara
keseluruhan
telah
mempertimbangkan
keseimbangan kriteria efesiensi, keadilan dan
ekologi.

Tabel.2. Penentuan Alternatif Strategi Pengelolaan
Ekosistem Mangrove Negeri Rutong.
Alternatif
Kriteria
Efesiensi

Keadilan

I

II

Net Present Value :
- 258.874.413,07 (10%)
- 214.346.484,90 (15%)
BCR :
- 3,44 (10%)
- 3,44 (15%)

Net Present Value :
- 434.259.274,74 (10%)
- 350.896.214,46 (15%)
BCR :
- 2,99 (10%)
- 2,99 (15%)

Rata-rata keuntungan:
- 4.032.000,- (ikan)
- 185.000,- (kerang)
- 1.283.000,- (pasir)
Tidak ada konflik dlm
pemanfaatan lahan

Rata-rata keuntungan
- 16.531.200,- (ikan)
- 761.653,- (kerang)
- 5.260.300,- (pasir)
Tidak ada konflik dlm
pemanfaatan lahan

Luas Ekosistem Mangrove
3,946
Perubahan luas lahan
karena kerusakan 3,89 %
Sumber : Data Lapangan, 2009
Ekologi

Luas Ekosistem
Mangrove 4,100
Tidak terjadi perubahan
(luas awal).

Arahan Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Pengelolaan ekosistem berbasis sumberdaya
alam dan lingkungan ini merupakan salah satu
bentuk
pengelolaan yang ingin memadukan
manfaat ekonomi dan manfaat ekologi dalam
upaya pemanfaatan sumberdaya mangrove secara
berkelanjutan. Hasil analisis skenario pemanfaatan
menunjukan bahwa skenario pemanfaatan yang
paling efesien secara ekonomi serta adil dalam
pemanfaatan sumberdaya dengan memperhatikan
aspek ekologis dalam menjawab pengelolaan
sumberdaya mangrove yang berkelanjutan adalah
skenario pengelolaan II.
Maka upaya yang paling penting dilakukan
untuk meningkatkan manfaat ekologi dan ekonomi
ekosistem mangrove secara berkelanjutan adalah
Konservasi dan Rehabilitasi ekosistem mangrove.
Maka untuk mendukung hal tersebut ada beberapa
arahan pengelolaan kedepan yang dapat
dikemukakan adalah :
1. Melakukan kegiatan rehabilitasi, terlebih
khusus terhadap jenis Bruiguira dan konservasi
sumberdaya mangrove secara baik serta
pengembangan
pengelolaan
ekosistem
mangrove berbasis masyarakat.
2. Adanya sifat open acces pada kawasan
ekosistem hutan mangrove maka diperlukan
upaya penataan zona di kawasan. Upaya
tersebut
dimaksudkan
sebagai
upaya
meminimalkan kerusakan dan melestarikan
fungsi ekologis dan ekonomis kawasan.
Penataan zona di sini adalah pembagaian
kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi
zona pemanfaatan dan zona perlindungan atau
konservasi.

Pengelolaan Sumberdaya Mangrove …. (S. Picaulima, N V Huliselan, D Sahetapy, J Abrahamsz)

3. Melakukan sosialisasi secara berkala mengenai
pentingya pengelolaan ekosistem wilayah
pesisir untuk keberlanjutan sumberdaya
wilayah pesisir di Negeri Rutong. Serta
sosialisasi hasil-hasil penelitian dan kajian yang
terkait dengan sumberdaya pesisir yang ada di
Negeri Rutong.
4. Pelarangan pembuangan sampah dan hajat di
hutan mangrove, serta pembangunan WC
umum dan tempat sampah umum. Perlu
dilakukan aksi pembersihan wilayah pesisir
secara berkala.
5. Perlu ketegasan dalam penegakan aturan
terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh
masyarakat terkait dengan pemanfaatan
sumberdaya pesisir.
6. Melakukan studi mengenai perlindungan
sumberdaya dan lingkungan dengan cara
memanfaatkan sumberdaya secara rasional,
karena rusaknya lingkungan atau ekologi
adalah akibat dari eksploitasi sumberdaya yang
tidak bertanggung jawab.
7. Merumuskan kembali sistem kelembagaan
pengelolaan ekosistem hutan mangrove yang
menjamin adanya sinergisme antara pemerintah
dalam hal ini instansi terkait dan masyarakat
dalam mendukung fungsi ekologi dan ekonomis
kawasan tersebut.
8. Evaluasi dan pengembangan kelembagaan
kewang dan lembaga pengelola kawasan
konservasi agar dapat bekerja secara baik dan
maksimal.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Mangrove pada Negeri Rutong terdiri atas 8
famili dan 10 jenis, jenis makrobenthos pada
ekosistem mangrove Negeri Rutong dari
kelompok moluska terdiri atas 2 famili dan 5
jenis, sedangkan Potensi sumberdaya ikan
pada ekosistem mangrove sebesar 23 jenis.
2. Bentuk-bentuk pemanfataan kawasan hutan
mangrove,
yakni:
(1)
Bameti;
(2)
Penangkapan ikan; (3) Penelitian; (4)
Penambangan pasir; (5) Arena bermain anakanak; (6) Tambat labuh sarana penangkapan
Ikan; dan (7) Tempat pembuangan sampah.
Bentuk pemanfaatan 1 sampai dengan 4 nilai
manfaatnya dapat dihitung sedangkan 5
sampai dengan 7 nilai manfaatnya tidak dapat
dihitung.
3. Manfaat tidak langsung memiliki prosentase
85,81%. Manfaat langsung 10,65 %. Manfaat
keberadaan 2,28 % dan manfaat pilihan 1,26
%.

4.

5.

55

Alternatif pengelolaan yang dipilih untuk
kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan
ekosistem mangrove di Negeri Rutong adalah
alternatif pengelolaan II.
Ada 8 bentuk arahan pengelolaan untuk
pengelolaan ekosistem mangrove yang
berkelanjutan.

Rekomendasi
1. Nilai ekonomi total dari ekosistem mangrove di
Negeri Rutong saat ini hanya bersifat sementara dan
dapat berubah sewaktu-waktu tergantung
pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat,
untuk itu perlu dilakukan perhitungan terhadap nilai
fungsi dan manfaat yang belum.
2. Dibutuhkan peran serta masyarakat dan
kebijakan oleh intansi terkait dalam
pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem
mangrove dan melakukan pembibitan dan
penanaman mangrove di areal yang rusak dan
tandus sebagai upaya untuk mengembalikan
kondisi alternatif pemanfaatan II (kondisi
awal dengan luasan 4,100 ha) untuk
memberikan manfaat ekonomi dan ekologis
secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
Adrianto. L, Mujio dan Wahyudin. Y. 2004. Modul
Pengenalan Konsep dan Metodologi Valuasi
Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPBBogor. 45 hal
Alfian. M. 2004. Valuasi Ekonomi Konversi Hutan
Mangrove untuk Budidaya Tambak Di
Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara
[Thesis]. Bogor; Sekolah Pascasarjana. Intitut
Pertanian Bogor. 170 hal.
Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ambon, 2003, Data
dan Informasi Sumberdaya Perikanan dan
Kelautan Kota Ambon. Ambon
Kuncoro, M. 2003. Metode Riset Bisnis dan Ekonomi
(Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis).
Penerbit Erlangga. Jakarta. 312 pp
Maedar, F. 2007. Analisis Ekonomi Ekosistem
Mangrove Di Kecamatan Merawang Kabupaten
Bangka. Proceeding Geo-Marine Research
Forum. 2007, hal 93-107.
Pentury, R. 2004. Potensi Mangrove Di Desa Rutong.
Prosiding Seminar Potensi dan Peluang
Pengembangan Sumberdaya Hayati Pesisir Desa
Rutong. Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan Universitas Patimura – Ambon. Ambon.
Oktober 2004. hal 81-88
Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem
Mangrove. (Mengatasi Kerusakan Wilayah
Pesisir dan Meminimalisasi Dampak Gelombang
Tsunami). Penerbit Dahara Prize. Semarang. 236
hal.

56 Ichthyos, Vol. 10 No. 1, Januari 2011: 49-56
Santoso, Dj. 2005. Valuasi Ekonomi Ekosistem Hutan
Mangrove di Kawasan Pondok Bali, Desa
Legonwetan, Kecamatan Legonkulon, Kabupaten
Subang, Jawa Barat. (Skripsi). Bogor: Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan
Kelautan. 101 hal
Sofian, A. 2003. Valuasi Ekonomi Pemanfaatan Hutan
Mangrove Di Kawasan Balanakan Kabupaten
Subang. Jawa Barat. (Skripsi). Bogor: Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan
Kelautan. 80 hal.
Sukmawan, D. 2004. Penilaian Ekonomi Manfaat Hutan
Mangrove Di Desa Karangjaladri, Kecamatan
Parigi Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat.
(Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor,
Fakultas Perikanan dan Kelautan. 101 hal.
Suparmoko, M. 2006. Panduan dan Analisis Valuasi
Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan
(Konsep, Metode Perhitungan dan Aplikasi).
Edisi Pertama. Penerbit BPFE-Yogyakarta.
Yogyakarta 122 hal.
Supriharyono. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan
Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis.
Cetakan Kedua. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta 260 hal.
Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya
Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis.
Cetakan I. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
428 hal.

Dokumen yang terkait

STUDI POTENSI JENIS - JENIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN PANTAI UTARA JAWA TIMUR (KPH PROBOLINGGO BKPH TAMAN BARAT)

0 37 1

EVALUASI PENERAPAN AUDIT OPERASIONAL PENGELOLAAN PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN PADA CV. MAMUR JAYA MALANG

1 27 1

POLA PENGELOLAAN ISU PT. KPC (KALTIM PRIMA COAL) Studi pada Public Relations PT. KPC Sangatta, Kalimantan Timur

2 50 43

ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH (BUILD OPERATE AND TRANSFER) OLEH PEMERINTAH DAERAH SERTA AKIBAT HUKUM BAGI INVESTOR YANG MENGALIHKAN HAK PENGELOLAAN KEPADA INVESTOR LAIN

3 64 161

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MELALUI ANALISIS SWOT (Studi Pengelolaan Limbah Padat Di Kabupaten Jember) An Evaluation on Management of Solid Waste, Based on the Results of SWOT analysis ( A Study on the Management of Solid Waste at Jember Regency)

4 28 1

PENGAWASAN OLEH BADAN PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA BAGI INDUSTRI (Studi di Kawasan Industri Panjang)

7 72 52

PERENCANAAN LANSKAP EKOWISATA HUTAN MANGROVE DI PANTAI SARI RINGGUNG, DESA SIDODADI, KECAMATAN PADANG CERMIN, KABUPATEN PESAWARAN

10 54 54

POTENSI EKOWISATA HUTAN MANGROVE DI DESA MERAK BELANTUNG KECAMATAN KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

7 24 48

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA POSTER MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA MATERI POKOK PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Neg

0 28 68

PENGARUH ACTIVE LEARNING TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Bandar Mataram Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

1 27 50