Pengem bangan Kurikulum Sekolah Unggulan

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan
Penelitian

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

Widodo
E-mail: widodo_gbu@yahoo.com
SMPK-SMAK BPK PENABUR Tasikmalaya

Abstrak
ekolah Dasar (SD) merupakan tingkat pendidikan formal yang paling rendah atau
permulaan yang memberikan dasar bagi siswa untuk mampu mempelajari ilmu
pengetahuan. Siswa kelas I dan II SD rata-rata berumur siswa 6 – 8 tahun sehingga tergolong
pendidikan anak usia dini. Periode ini merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan
otak, kemampuan gerak, kemampuan bicara, pembentukan moral, pembentukan visi, dan
pembentukan percaya diri. SD dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
tidak memberikan beban berat seperti yang dilakukan SD di Indonesia selama ini. Kurikulum SD
BPK PENABUR Unggulan yang diusulkan dalam tulisan ini menyajikan pembelajaran yang mampu
menghadirkan kesukacitaan dalam belajar dan menekankan pada kemampuan membaca, menulis,
dan berhitung dengan pembiasaan karakter berdasarkan Nilai-Nilai Kristiani (Calt-C = calistung
plus karakter). Menggunakan prosedur penilaian non tes (kecuali Bahasa Indonesia dan

Matematika), dan buku pegangan siswa yang diwajibkan hanya 3 (tiga) buah untuk mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Matematika, dan Mandarin, sangat meringankan beban siswa. Penguasaan
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dengan pembiasaan karakter berdasarkan NilaiNilai Kristiani merupakan modal yang kuat bagi siswa untuk meningkatkan keinginan mempelajari
pengetahuan yang lebih luas.

S

Kata-kata kunci: Belajar, kurikulum, pengembangan kurikulum
Developing Leading School Curriculum
Abstract
Primary school is the lowest education level that gives students ability to learn basic knowledge. The average
age of the first and second grade students are between six to eight years. This period is the time when brain
grows, skills and speech skills develop, moral building begins, vision formulates, and self-confidence establishes.
The problem is the existing elementry schools curriculum tends to give heavy burden to the students. This
article discusses an ideal curriculum suitable for SD BPK PENABUR.Which presents the learning process to
bring joy in learning and focus on reading, writing and arithmetic by using habituation of Christian values
character. Using non-test assessment procedures (except for the Indonesian language and Mathematics), and
the student handbooks for Indonesian, Mathematics, and Mandarin subjects, will deerease the students’
burden. Mastery of reading, writing, and arithmatic by using the habituation of Christian values character
based is a strong key to strengthen the students’ learning motivation.

Keywords: Learning, curriculum, curriculum development

38

Jurnal Pendidikan Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

Pendahuluan
Pendidikan merupakan tanggungjawab
bersa-ma pemerintah, masyarakat, dan orang
tua. Pemerintah, masyarakat, dan orang tua
sudah sewajarnya berperan aktif dalam bidang
pendidikan dari mulai pendidikan anak usia
dini (PAUD) sampai dengan perguruan tinggi.
Dalam era globalisasi informasi, keterbukaan
telah menjadi karakteristik kehidupan
demokratis yang berdampak juga kepada
pendidikan. Kualitas pendidikan berhubungan
erat dengan kualitas sumber daya manusia

(SDM), sebab SDM merupakan hasil pendidikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki data
pada tahun 2010 terdapat 51% pekerja Indonesia
lulusan pendidikan dasar (Kurniawan, 2010: 1).
Hingga akhir tahun 2010 Indonesia mengirimkan banyak tenaga kerja yang sebagian besar
berpendidikan rendah, sehingga berdaya saing
rendah. Berhubungan dengan human development
index (HDI). Menurut data United Nation’s
Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) yang dirilis pada bulan November
2011, menunjukkan Indonesia berada pada
peringkat 124 dari 187 negara (hdr.undp.org,
2011).
Rendahnya kualitas sumber daya manusia
mencerminkan rendahnya tingkat pendidikan
di negara kita. Meningkatkan kualitas sumber
daya manusia tidak dapat dilepaskan dengan
upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
Seiring dengan meningkatnya teknologi
informasi, masyarakat semakin pandai dan

menuntut peningkatan kualitas sekolah.
Kurikulum 2006 memberikan kesempatan
kepada sekolah untuk meningkatkan kualitas
pendidikannya, sebab memungkinkan setiap
satuan pendidikan mengembangkan kurikulum
sendiri yang dikenal dengan istilah Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Setiap
sekolah mengembangkan kurikulum berpedoman pada standar kompetensi kelulusan dan
standar isi, serta panduan penyusunan
kurikulum yang dibuat oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan atau BSNP (Sudibyo, 2006:
6). Melalui KTSP setiap sekolah memiliki
keleluasaan untuk mengembangkan keunggulan-keunggulannya.

Memenuhi harapan masyarakat akan
peningkatan kualitas pendidikan, muncullah
sekolah-sekolah unggulan baik negeri maupun
swasta. Sebagian dari sekolah tersebut
merupakan pengembangan sekolah lama dan
yang lainnya merupakan sekolah baru yang

menawarkan konsep pendidikan yang berbeda
dari sekolah pada umumnya. Sekolah-sekolah
unggulan tersebut diberikan nama sebagai
sekolah standar nasional (SSN), rintisan sekolah
bertaraf internasional (RSBI), sekolah bertaraf
internasional (SBI), sekolah internasional,
sekolah plus, dan sebagainya. Sekolah-sekolah
unggulan baik negeri maupun swasta semakin
diminati oleh sebagian masyarakat berpenghasilan tinggi. Para orang tua berharap sekolah
unggulan dapat memenuhi harapannya,
mendidik dengan benar dan memperlengkapi
anak-anak dengan pengetahuan dan keterampilan yang unggul. Dengan berjalannya waktu,
mulai banyak orang tua yang merasakan beban
belajar anak-anaknya yang bersekolah di
sekolah dasar unggulan menjadi sangat berat.
Pada umumnya penyelenggara SD
unggulan mengartikan sekolah unggulannya
dengan menambah mata pelajaran, misalnya
Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, Komputer,
Seni, dan sebagainya. Beban belajar dan

tuntutan penguasaan materi SD unggulan
menjadi lebih berat daripada SD bukan
unggulan. Semula orang tua merasa bangga
dapat menyekolahkan anak-anaknya di SD
unggulan, meskipun menyita atau mengurangi
waktu bermain anaknya. Dengan alasan beban
belajar dan tuntutan materi yang berat serta agar
nilai ulangan (tes) baik, sepulang sekolah anak
mengikuti pelajaran tambahan, les musik, les
bahasa Inggris, les Bahasa Mandarin, les renang,
dan sebagainya.
Beban berat yang dirasakan oleh anak-anak
bukan hanya tuntutan belajar, tetapi juga beban
sesungguhnya berupa banyaknya buku yang
harus dibawa setiap hari. Ketika belajar di TK
tidak banyak buku yang harus dibawa karena
tasnya hanya berisi bekal makan dan minum.
Ketika naik ke jenjang sekolah dasar pada tahun
yang sama, tangan yang mungil dan halus harus
mengangkat beban berat tasnya setiap hari.

Pundak yang kecil dan masih lemah itu setiap
hari harus menggendong tas yang berat. Ketika
Jurnal Pendidikan Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012

39

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

belajar di TK tidak pernah ada ulangan (tes),
tetapi pada tahun yang sama ketika mulai belajar
di SD anak harus menghadapi ulangan (tes)
harian, ulangan tengah semester, dan ulangan
akhir semester. Semua mata pelajaran dinilai
melalui ulangan (tes).
Perbedaan jenjang pendidikan dari TK ke
SD membawa dampak perubahan sangat besar
bagi peserta didik. Beban yang dibawa dari
ringan menjadi sangat berat, tuntutan belajar dari
ringan menjadi sangat berat dan rumit.
Perubahan tersebut dapat mengakibatkan

pertumbuhan fisik dan mental terganggu, dan
pelampiasan kebebasan bermain sehingga pada
saat anak dituntut serius menjadi tidak serius
dan cenderung mengganggu teman-temannya.
Dikuatirkan kemunduran semangat belajar dan
kejenuhan belajar akan dialami oleh peserta
didik ketika mereka duduk di jenjang Sekolah
Menengah Atas dan Perguruan Tinggi.
Berdasarkan latar belakang tersebut dalam
pendahuluan, dapat dirumuskan masalah
pokok, yaitu: Bagaimana sekolah menyusun
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
yang peduli terhadap perkembangan usia
peserta didik.

Kajian Pustaka
Belajar menurut Mohamad Surya (2004:48),
adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan
perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai

hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Masih
menurut Mohamad Surya (2004: 51-52) kualitas
belajar yang perlu dikembangkan dalam diri
para siswa adalah (1) belajar untuk menjadi diri
sendiri (learning to be) untuk menjadi pribadi
yang mandiri, (2) belajar untuk belajar (learning
to learn) mendorong siswa untuk belajar lebih
lanjut seumur hidup atau belajar untuk
menguasai pengetahuan (learning to know), (3)
belajar untuk berbuat (learning to do) sebagai
bekal untuk bekerja produktif dan efektif, dan
(4) belajar untuk hidup bersama (learning to live
together) dengan bekal nilai-nilai universal
mampu menerima dan menghormati orang lain
sebagai sesama ciptaan Tuhan.

40

Jurnal Pendidikan Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012


UNESCO memberi batasan anak usia dini
sebagai periode anak sejak lahir sampai berusia
delapan tahun (World Vision, 2005). Periode ini
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan otak, kemampuan gerak, kemampuan
bicara, pembentukan moral, pembentukan visi,
dan pembentukan percaya diri. Periode ini juga
merupakan dasar pembangunan kualitas hidup
manusia. Jika pendidikan pada periode ini
mengalami hambatan, dapat mengakibatkan
tidak maksimalnya perkembangan belajar pada
periode selanjutnya.
Usia peserta didik kelas I dan II tergolong
dalam periode anak usia dini. Anak usia dini
memerlukan banyak bermain untuk memaksimalkan pertumbuhan gerak. Beban belajar yang
diberikan selama ini terlalu berat sehingga
mengurangi kegiatan bermain bersama temantemannya yang lebih dibutuhkan peserta didik.
Perbedaan beban belajar yang sangat jauh
antara TK dan SD (terutama kelas I dan II) dilihat
dari jumlahn mata pelajaran, pemberian

pekerjaan rumah (PR), dan ulangan (tes) terasa
berat bagi anak dan terlalu cepat mengubah
keceriaan menjadi keseriusan. Akibatnya
banyak di antara peserta didik pada periode
belajar selanjutnya masih bermain ketika
seharusnya serius. Alangkah menyenangkan
bila kita dapat memberikan lebih banyak
kesempatan bermain di dalam pembelajaran
pada akhir periode emas ini.
Menurut Soegeng Santoso guru besar
Universitas Negeri Jakarta (UNJ), yang dianggap
pembelajaran unggul oleh masyarakat adalah
hasilnya, padahal yang tepat, adalah harus
proses dan hasilnya. Dengan menekankan pada
hasil anak dituntut menjadi juara kelas, nilainya
selalu bagus. Anak kemudian diikutkan dalam
bimbingan belajar, sebab hasil pembelajaran di
sekolah dirasakan kurang. “Cara ini kadangkadang mengenyampingkan proses pendidikan,
yaitu membentuk kepribadian anak.”
Sebenarnya yang utama dalam pendidikan
adalah proses. Hanya saja, tidak sedikit sekolah
yang lehih mengedepankan pada hasil akhir. Ini
menyebabkan anak didik kurang memperoleh
kesempatan untuk bersenang-senang. Pelajaran
menjadi tidak menyenangkan. Padahal, dalam
pembelajaran, guru wajib memberikan suasana

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

senang. Jangan sampai siswa takut kepada guru,
takut pada mata pelajaran. Siswa harus dibuat
senang dengan pelajaran dan senang belajar.
“Menakut-nakuti dalam mendidik tidak baik.
Hindari kata ‘jangan’ karena anak biasa
bereksperimen.” (Republika: 16 April 2004).
Pendidikan seharusnya tidak membuat
anak kecil menjadi tertekan (Santrock, 2002:243).
Tes atau ulangan berpotensi menimbulkan stres
pada anak. Tinggi rendahnya stres ditentukan
oleh tinggi rendahnya kerugian dan ancaman,
tantangan, sarana, dan kemampuan menangani
cobaan. Bila kerugian dan ancaman tinggi,
sementara tantangan, sarana, dan kemampuannya rendah, biasanya stresnya akan tinggi.
(Santrock, 2002:302-303). Anak-anak usia 6 – 8
tahun menghendaki nilai (angka rapor) yang
baik, tanpa mengingat apakah prestasinya
memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
(Yusuf, 2004:25).
Abin Syamsuddin M dan Nana Syaodih S.,
dalam Syamsu Yusuf (Yusuf, 2004: 179)
menyatakan, bahwa usia sekolah dasar
merupakan masa berkembang pesatnya
kemampuan mengenal dan menguasai
perbendaharaan kata. Pada awal usia sekolah
dasar, anak mampu menguasai sekitar 2.500
kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun)
mampu menguasai 50.000 kata. Dikuasainya
keterampilan membaca dan berkomunikasi
dengan orang lain, memungkinkan anak gemar
membaca dan mendengarkan cerita yang bersifat
kritis. Dengan demikian pembiasaan berbahasa
yang baik pada anak usia sekolah dasar akan
membantunya mampu berkomunikasi dengan
baik.
Kurikulum – 2006, berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun, memberikan
kesempatan setiap sekolah menyusun kurikulum
sendiri yang berbeda dengan sekolah lain.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
jenjang pendidikan dasar dan menengah
dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah
berpedoman pada standar kompetensi lulusan
(SKL), dan standar isi, serta pedoman
penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP
(Depdiknas, BSNP, 2006: 6). Kurikulum satuan
pendidikan dasar dan menengah ditetapkan
oleh kepala satuan pendidikan dasar dan

menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah atau komite
madrasah.
Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
(Depdiknas, BSNP, 2006: 6-7) adalah sebagai
berikut.
a. Berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
dan lingkungannya.
b. Beragam dan terpadu.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan.
f. Belajar sepanjang hayat.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan
kepentingan daerah.
Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada
prinsip-prinsip (Depdiknas, BSNP, 2006:7-8),
sebagai berikut.
a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada
potensi perkembangan dan kondisi peserta
didik untuk menguasai kompetensi yang
berguna bagi dirinya.
b. Kurikulum dilaksanakan dengan
menegakkan ke lima pilar belajar, yaitu (1)
belajar untuk beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar untuk
memahami dan menghayati, (3) belajar
untuk mampu melaksanakan dan berbuat
secara efektif, (4) belajar untuk hidup
bersama dan berguna bagi orang lain, dan
(5) belajar untuk membangun dan
menemukan jati diri, melalui proses
pembelajartan yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan.
c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan
peserta didik mendapat pelayanan yang
bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau
percepatan sesuai dengan potensi, tahap
perkembangan, dan kondisi peserta didik
dengan memperhatikan keterpaduan
pengembangan pribadi peserta didik yang
berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan,
kesosialan, dan moral.
d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana
hubungan peserta didik dan pendidik yang
saling menerima dan menghargai, akrab,
terbuka, dan hangat, dengan prinsip ‘ tut
wuri handayani, ing madyo mangun karso, ing
Jurnal Pendidikan Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012

41

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

ngarso sung tulodo’ (di belakang memberi
daya dan kekuatan, di tengah membangun
semangat dan prakarsa, di depan
memberikan contoh).
e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan
multimedia, sumber belajar dan teknologi
yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar,
dengan prinsip ‘alam takambang jadi guru’
(semua yang terjadi, tergelar, dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar
serta lingkungan alam semesta dijadikan
sumber belajar, contoh, dan teladan).
f. Kurikulum dilaksanakan dengan
mendayagunakan kondisi alam, sosial, dan
budaya serta kekayaan daerah untuk
keberhasilan pendidikan dengan muatan
seluruh bahan kajian secara optimal.
g. Kurikulum yang mencakup seluruh
komponen kompetensi mata pelajaran
muatan lokal dan pengembangan diri
diselenggarakan dalam keseimbangan,
keterkaitan, dan kesinambungan yang
cocok dan memadai antarkelas dan jenis
serta jenjang pendidikan.
Standar isi (Depdiknas, BSNP, 2006: 3)
secara keseluruhan mencakup hal-hal sebagai
berikut.
a Kerangka dasar dan struktur kurikulum
yang merupakan pedoman dalam
penyusunan kurikulum pada tingkat satuan
pendidikan.
b Beban belajar bagi peserta didik pada satuan
pendidikan dasar dan menengah
c
Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan
kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan
dari standar isi.
d Kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan
menengah.
Menurut Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia (Depdiknas, BSNP, 2006:9),
Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiah (SD/MI) terdiri atas 3 (tiga) komponen,
yaitu:

42

Jurnal Pendidikan Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012

a.

Mata Pelajaran, yang terdiri atas; (1)
Pendidikan Agama dan akhlak mulia, (2)
Pendidikan kewarganegaraan dan
kepribadian, (3)Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, yang terdiri atas: Bahasa
Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan
Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial, (4)
Estetika, yang terdiri atas : Seni Budaya dan
Keterampilan, (5) Pendidikan jasmani, Olah
raga dan Kesehatan
b. Muatan Lokal, yang merupakan kegiatan
kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan
potensi daerah, termasuk keunggulan
daerah yang materinya tidak dapat
dikelompokkan ke dalam mata pelajaran
yang ada. Substansi muatan lokal
ditentukan oleh satuan pendidikan.
c. Pengembangan Diri, yang bertujuan
memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan,
bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai
dengan kondisi sekolah.
Kurikulum untuk semua tingkat satuan
pendidikan dapat memasukkan pendidikan
berbasis keunggulan lokal dan global.
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan
global adalah pendidikan yang memanfaatkan
keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing
global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa,
teknologi informasi dan komunikasi, ekologi,
dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi
pengembangan kompetensi peserta didik.
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan
global dapat merupakan bagian dari semua mata
pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran
muatan lokal. Satuan pendidikan dasar dan
menengah dapat mengembangkan kurikulum
dengan standar yang lebih tinggi dari standar
isi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah dan Standar Kompetensi
Lulusan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
(Depdiknas, BSNP, 2006: 284).

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

Pembahasan
Sekolah Dasar (SD) unggulan yang ditawarkan
selama ini mengutamakan pada mata pelajaran
yang ditambahkan (seperti Bahasa Inggris,
Bahasa Arab, Bahasa Mandarin, Komputer atau
teknologi informasi, pembelajaran bilingual, dan
ekstrakurikuler yang menarik) dan jam belajar
lebih lama dibandingkan SD biasa. Semua itu
tidak salah, karena tujuannya agar siswa
mendapatkan kemampuan lebih daripada SD
biasa. Jam belajar yang lebih lama dapat
menjawab kebutuhan orang tua siswa yang
kedua-duanya bekerja, sehingga sekolah dapat
berfungsi sebagai tempat belajar sekaligus
tempat anak bermain setelah belajar (yang
dikemas dalam ekstrakurikuler) sambil
menunggu orang tua mereka pulang bekerja.
Sekolah unggulan biasanya menawarkan hasil
belum menawarkan proses (Republika: 16 April
2004) yaitu prosedur penilaian non tes dan
pembelajaran atraktif tanpa buku paket yang
memberatkan yang memungkinkan guru kreatif
dan siswa mampu mengekspresikan dirinya
dengan lebih leluasa. Beban buku paket yang
berat harus dibawa setiap hari, prosedur
penilaian tes, dan pembelajaran guru aktif siswa
pasif, membebani siswa secara jasmani maupun
rohaninya. Siswa tertekan dan tidak bahagia
mengikuti pembelajaran di sekolah. Prosedur
penilaian tes/ulangan tidak sejalan dengan
dunia anak usia 6-8 tahun yang menginginkan
nilainya selalu baik. Hal ini mengakibatkan
siswa mengalami stres yang semakin meningkat
ketika diumumkan akan ada tes/ulangan
sampai pelaksanaan tes/ulangan. Lebih-lebih
lagi ketika akhir semester ada tes setiap hari
selama satu minggu. Pendidikan seharusnya
tidak membuat anak-anak kecil menjadi tertekan
(Santrock, 2002:243).
Berdasarkan paparan tersebut di atas
mengingat siswa kelas I dan II tergolong anak
usia dini, penulis mengusulkan pengembangan
kurikulum yang menekankan pada proses
terutama untuk kelas I dan II SD yang lebih
ringan, sederhana, dan fokus pada tujuan.
Dalam pembelajaran, tetap menghadirkan
suasana bermain, keceriaan, dan praktik yang
sangat digemari anak-anak. Meskipun

sederhana, tetapi tetap dapat memberikan
laporan hasil belajar (Rapor) sesuai yang
diinginkan pemerintah dan orang tua. Bahkan
banyak kesempatan guru memberikan pendidikan yang dikaitkan dengan nilai-nilai kristiani.
Usulan ini diharapkan menjadi salah satu
unggulan dan daya tarik masyarakat
mempercayakan pendidikan putra/putrinya ke
SDK BPK PENABUR.
1

Tema
“CALT – C”
“CALT – C” merupakan singkatan dari
membaca – menulis – berhitung (calistung)
dan karakter. Strategi pembelajaran yang
diusulkan menekankan pada kemampuan
membaca – menulis – berhitung dan
pembentukan karakter N2K.

2

Tujuan
Kelas I
Setelah menyelesaikan pendidikan di kelas
I, peserta didik memiliki kemampuan
berikut.
1. Membaca sekurang-kurangnya 60 kata
sederhana dalam 1 (satu) menit.
2. Menulis dengan rapi sekurangkurangnya 25 kata sederhana dalam 1
(satu) menit.
3. Berhitung menambah dan mengurang
sampai dengan bilangan 100.
4. Melakukan percakapan sederhana
menggunakan bahasa Inggris dan hafal
sekurang-kurangnya 20 kata istilah
yang digunakan dalam percakapan.
5. Mengucapkan sekurang-kurangnya 20
kata istilah dalam bahasa Mandarin.
6. Menghormati dan mengasihi guru dan
teman-temannya.
7. Mengoperasikan komputer (mulai dari
menyalakan, menjalankan program
bermain sambil belajar, sampai
mematikannya).
8. Menyanyikan 10 lagu anak, lagu
rohani, dan lagu nasional.
Kelas II
Setelah menyelesaikan pendidikan di kelas
II, peserta didik memiliki kemampuan
berikut.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012

43

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

1.
2.

3.

4.

5.
6.

Membaca sekurang-kurangnya 100
kata sederhana dalam 1 (satu) menit.
Menulis dengan rapih sekurangkurangnya 40 kata sederhana dalam 1
(satu) menit.
Berhitung menambah dan mengurang
serta kombinasi menambah dan
mengurang sampai bilangan 1.000
Melakukan percakapan sederhana
menggunakan bahasa Inggris dan hafal
sekurang-kurangnya 40 kata istilah
yang digunakan dalam percakapan.
Mengucapkan sekurang-kurangnya 30
kata istilah dalam bahasa Mandarin.
Bekerja sama dengan guru dan teman
dalam berbagai kegiatan.

7.

Mengenal IPA dalam kehidupan
sehari-hari.
8. Mengenal IPS dalam kehidupan seharihari
9. Menyanyikan 5 lagu nasional, 5 lagu
daerah, dan 15 lagu anak
10. Mengoperasikan komputer lebih baik.
3

Struktur kurikulum
Struktur kurikulum Sekolah Dasar/
Madrasah Ibtidaiah (SD/MI) berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006,
seperti terlihat pada Tabel 1.
Berdasarkan struktur kurikulum tersebut
sekolah diberi wewenang untuk menentukan

Tabel 1: Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/
Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI)
No

Mata Pelajaran

A

Mata Pelajaran Utama

1.

Pendidikan Agama

2.

Pendidikan
Kewarganegaraan

3.

Bahasa Indonesia

4.

Matematika

5.

Ilmu Pengetahuan Alam

6.

Ilmu Pengetahuan Sosial

7.

Seni Budaya dan
Keterampilan (SBK)

8.

Pendidikan Jasmani, Olah
raga dan Kesehatan

B.

Muatan Lokal

Jam Pelajaran
Kelas I

Jam Pelajaran
Kelas II

26

27

9.
10.
C.

Pengembangan Diri

11
Jumlah

Sumber: Depdiknas, BSNP, 2006:10 "Kurikulum 2006"

44

Jurnal Pendidikan Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

sendiri jam tatap muka setiap mata pelajaran,
mata pelajaran muatan lokal, dan
pengembangan diri, dengan jumlah jam tatap
muka sampai dengan 32 jam pelajaran per
minggu untuk kelas 1, 2,dan 3. Sekolah secara
tidak langsung diperkenankan menambah jam
tatap muka lebih dari 32 jam pelajaran per
minggu dengan alasan yang dapat dipertanggungjawaban. Adapun struktur kurikulum SDK

BPK PENABUR yang diusulkan seperti tertera
pada Tabel 2.
Pengembangan struktur kurikulum yang
diusulkan seperti tersebut di atas memberikan
kesan luas dengan jumlah tatap muka jauh
melebihi ketentuan kurikulum. Belum lagi bila
ditambahkan dengan upacara atau kebaktian,
jumlah jam tatap muka akan melebihi 41 jam
tatap muka per minggu. Pengembangan

Tabel 2: Struktur Kurikulum SDK BPK PENABUR
No

Mata Pelajaran

Jam Pelajaran
Kelas I

Jam Pelajaran
Kelas II

A

Mata Pelajaran Utama

1.

Pendidikan Agama

4

4

2.

Pendidikan
Kewarganegaraan

2

2

3.

Bahasa Indonesia

5

5

4.

Matematika

6

6

5.

Ilmu Pengetahuan Alam

3

3

6.

Ilmu Pengetahuan Sosial

2

2

7.

Seni Budaya dan
Keterampilan (SBK)

4

4

8.

Pendidikan Jasmani, Olah
raga dan Kesehatan

3

3

B.

Muatan Lokal

9.

Bahasa Daerah

1

1

10.

Pendidikan Lingkungan
Hidup

1

1

11.

Bahasa Inggris

4

4

12.

Bahasa Mandarin

2

2

C.

Pengembangan Diri

13.

Komputer

2

2

14.

Bimbingan

1

1

15.

Perpustakaan

1

1

Jumlah

41

41

Jurnal Pendidikan Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012

45

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

kurikulum yang terlalu luas dapat berakibat
kurang fokus dan terlalu berat bagi siswa,
sehingga target anak mampu membaca, menulis
dan berhitung (calistung) menjadi kurang
berhasil, apabila pembelajaran membosankan
dan menggunakan prosedur penilaian tes. Akan
tetapi, meskipun terlihat pengembangannya
terlalu luas dan berat, penyajian-penyajian mata
pelajaran yang ringan, penuh keceriaan, dan
penilaian banyak menggunakan prosedur non
tes menjadikan siswa dapat mengikuti dengan
sukacita. Hanya mata pelajaran Bahasa
Indonesia dan Matematika yang menggunakan
prosedur tes (ulangan) untuk penilaian.
Kegiatan-kegiatan pembelajaran setiap pelajaran
diusulkan sebagai berikut.
1 Pendidikan Agama: Menyanyi; Bercerita;
Bermain; PKBN2K; Tidak memerlukan buku
pegangan siswa; Penilaian non tes; Tidak
ada tes (formatif, tengah semester, maupun
akhir semester); Tidak ada PR; Menghadirkan suasana sekolah minggu
2.
Pendidikan Kewarganegaraan: Menerapkan hidup rukun dalam perbedaan;
Membiasakan tertib di rumah dan di
sekolah; Menerapkan hak dan kewajiban
anak di rumah dan di sekolah;
Membiasakan hidup bergotong royong;
Membiasakan cinta lingkungan; Membiasakan sikap demokratis dan menjunjung
tinggi nilai-nilai Pancasila; PKBN2K; Tidak
memerlukan buku pegangan siswa;
Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif,
tengah semester, maupun akhir semester);
Tidak ada PR; Mempraktikkan kebiasaan
hidup sebagai warga negara yang baik
3. Bahasa Indonesia : Membaca; Menulis;
Percakapan; PKBN2K; Memerlukan buku
pegangan siswa; Penilaian tes
4. Matematika: Memberikan materi sekurangkurangnya sesuai tuntutan kurikulum;
PKBN2K; Memerlukan buku pegangan
siswa untuk; Penilaian tes
5. Ilmu Pengetahuan Alam: Mengenal anggota
tubuhnya dan kegunaannya serta cara
merawatnya; Mengenal cara memelihara
lingkungan agar tetap sehat; Mengenal
berbagai sifat benda dan kegunaannya;
Mengenal berbagai bentuk energi dan
manfaatnya; Mengenal berbagai benda
46

Jurnal Pendidikan Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012

langit dan peristiwa alam serta
pengaruhnya terhadap kegiatan manusia;
Mengenal makhluk hidup dan proses
kehidupannya;
PKBN2K;
Tidak
memerlukan buku pegangan siswa;
Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif,
tengah semester, maupun akhir semester);
Tidak ada PR; Pembelajaran pengenalan
dan praktik
6. Ilmu Pengetahuan Sosial: Memahami kedudukannya dalam keluarga; Memperkenalkan kebiasaan hidup menjaga
kebersihan lingkungan rumah; Memahami
peristiwa penting dalam keluarga dan
pentingnya menjaga dokumen; Memahami
kedudukan dan peran anggota dalam
keluarga dan lingkungan tetangga;
PKBN2K; Tidak memerlukan buku
pegangan siswa; Penilaian non tes; Tidak
ada tes (formatif, tengah semester, maupun
akhir semester); Tidak ada PR; Pembelajaran
pengenalan dan praktik
7. Seni Budaya dan Keterampilan (SBK):
Memperkenalkan seni rupa; Memperkenalkan seni musik; Memperkenalkan dan
menyanyikan lagu-lagu nasional;
Memperkenalkan dan menyanyikan lagulagu rohani; Memperkenalkan dan
mempraktikkan seni tari/gerak; PKBN2K;
Tidak memerlukan buku pegangan siswa;
Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif,
tengah semester, maupun akhir semester);
Tidak ada PR; Pembelajaran pengenalan
dan praktik
8. Pendidikan jasmani, Olah raga dan
Kesehatan; Permainan; Senam; Renang;
Memperkenalkan kebiasaan hidup sehat;
PKBN2K; Tidak diperlukan Buku Pegangan
siswa; Penilaian non tes; Tidak ada tes
(formatif, tengah semester, maupun akhir
semester); Tidak ada PR; Pembelajaran
pengenalan dan praktik
9. Bahasa Daerah: Memperkenalkan istilah;
Percakapan; Menyanyi lagu anak; PKBN2K;
Tidak memerlukan buku pegangan siswa;
Penilaian non tes; Tidak ada tes (formatif,
tengah semester, maupun akhir semester);
Tidak ada PR
10. Pendidikan
Lingkungan
Hidup:
Memperkenalkan lingkungan hidup dan

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

manfaatnya bagi manusia; Menjaga
kelangsungan lingkungan hidup agar tetap
lestari; PKBN2K; Tidak memerlukan buku
pegangan siswa; Penilaian non tes; Tidak
ada tes (formatif, tengah semester, maupun
akhir semester); Tidak ada PR
11. Bahasa Inggris: Memperkenalkan istilah/
kata yang digunakan dalam percakapan ;
Percakapan; Permainan; Menyanyi;
Membiasakan berbahasa Inggris untuk
kata-kata yang telah diperkenalkan;
KBN2K; Tidak memerlukan buku
pengangan siswa; Penilaian non tes; Tidak
ada tes (formatif, tengah semester, maupun
akhir semester); Tidak ada PR
12. Bahasa Mandarin: Memperkenalkan
istilah/kata; Percakapan; Menyanyi;
PKBN2K; Memerlukan buku pegangan
Siswa; Penilaian non tes; Tidak ada tes
(formatif, tengah semester, maupun akhir
semester); Tidak ada PR
13. Komputer; Praktik di lab komputer;
PKBN2K; Tidak diperlukan buku pegangan
siswa; Penilaian non tes; Tidak ada tes
(formatif, tengah semester, maupun akhir
semester); Tidak ada PR
Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen
yang menghadirkan suasana Sekolah Minggu
diharapkan dapat membuat hubungan guru
dengan siswa, dan antar siswa dekat, akrab, dan
menyenangkan. Guru dapat mengembangkan
kreativitasnya dengan menayangkan gambargambar atau film-film melalui LCD proyektor
sebagai alat bantu bercerita yang menarik dan
mudah dimengerti oleh siswa. Siswa dapat
dilatih untuk menulis dan membaca ayat-ayat
hafalan untuk meningkatkan keterampilan
menulis, membaca, dan menghafal. Guru dapat
merancang berbagai aktivitas yang atraktif dan
menarik baik permainan maupun keterampilan
serta memanfaatkan barang-barang bekas pakai.
Memiliki banyak kesempatan bagi guru untuk
mengimplementasikan nilai-nilai kristiani
dalam pembelajarannya. Membiasakan
mengasihi Tuhan dan sesama (kasih),berterima
kasih,memberi salam, bertutur kata sopan,
mudah tersenyum (rendah hati), melakukan
tugas dengan benar (kesetiaan), kejujuran;
menyelesaikan tugas sampai selesai, patuh pada
aturan,mendengarkan dan tidak memotong

pembicaraan, dan belajar berbagi dengan yang
membutuhkan (Sutanto, 2011:33-34). Prosedur
penilaian dilakukan melalui aktivitas siswa,
kemampuan anak melakukan perintah guru,
dan perubahan perilaku yang mencerminkan
nilai-nilai kristiani, bukan berdasarkan hasil tes
atau ulangan sehingga tidak membebani siswa
dalam belajar.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih banyak praktik mengenai
hidup rukun dalam perbedaan, tertib di rumah
dan di sekolah, memperkenalkan hak dan
kewajiban siswa di rumah dan di sekolah, hidup
bergotong royong, cinta lingkungan, sikap
demokratis dan menjunjung tinggi nilai-nilai
Pancasila. Siswa dapat dilatih untuk menulis
dan membaca kalimat yang berhubungan
dengan indikator pembelajaran. Guru memiliki
banyak kesempatan dalam mengimplementasikan
nilai-nilai
kristiani
dalam
pembelajarannya, sehingga sejak dini siswa
membiasakan diri hidup benar yang terus
dibawa sampai dewasa ketika bergaul dengan
sesamanya. Melalui LCD proyektor guru dapat
memperkenalkan contoh-contoh kehidupan baik
yang rukun maupun yang tidak, baik yang tertib
maupun sebaliknya, gotong royong, cinta
lingkungan maupun sebaliknya, sikap yang
demokratis dan yang menjunjung tinggi nilainilai Pancasila maupun yang sebaliknya. Siswa
belajar melalui melihat contoh dan praktik
bersama teman-temannya dapat membentuk
perilaku hidup yang benar. Prosedur penilaian
non tes melalui kegiatan praktik, kemampuan
siswa melakukan perintah guru, dan perubahan
perilaku, dapat membuat siswa senang belajar
dan tidak terbeban.
Pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki
target siswa mampu membaca, menulis, dan
melakukan percakapan. Dengan jam tatap muka
sebanyak 5 (lima) jam pelajaran dalam seminggu
guru mampu membimbing siswa untuk belajar
membaca selama dua jam pelajaran, menulis
selama dua jam pelajaran, dan percakapan
selama satu jam pelajaran. Dalam percakapan
guru dapat melakukan tanya jawab, menyuruh
siswa bercerita, atau mendengarkan cerita
interaktif. Ketika bercerita guru dapat membuat
cerita yang didasarkan pada nilai-nilai kristiani
(kasih, rendah hati, kesetiaan, kejujuran,
Jurnal Pendidikan Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012

47

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

ketekunan, ketaatan, keberanian, dan kepedulian). Kemampuan membaca, menulis, dan
percakapan yang baik merupakan modal dasar
untuk belajar lebih baik di tingkat di atasnya.
Prosedur penilaian menggunakan tes atau
ulangan baik formatif, tengah semester, maupun
akhir semester, dan juga dapat menggunakan
penilaian non tes dalam berbagai aktivitas.
Pembelajaran Matematika menekankan
siswa mampu berhitung sederhana dengan
materi sekurang-kurangnya sesuai tuntutan
kurikulum. Waktu tatap muka sebanyak 6
(enam) jam pelajaran dalam satu minggu
diharapkan siswa mampu memenuhi target
mengoperasikan penambahan angka maupun
pengurangan angka. Praktik penambahan dan
pengurangan menggunakan gambar atau simbol
atau benda memudahkan siswa memahami
pengoper-asiannya. Pembelajaran yang menarik
dan mudah dapat memupuk siswa mencintai
matematika yang berguna di berbagai disiplin
ilmu. Nilai-nilai kristiani yang dapat dibiasakan
adalah: rendah hati, kesetiaan, kejujuran,
ketekunan, ketaatan dan keberanian. Penilaian
menggunakan prosedur tes atau ulangan dan
juga dapat menggunakan penilaian non tes
dalam berbagai aktivitas.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA
atau Sains) memperkenalkan kepada siswa
anggota tubuh dan kegunaannya serta cara
merawatnya, cara memelihara lingkungan agar
tetap sehat, berbagai sifat benda dan kegunaan,
berbagai bentuk energi dan manfaatnya,
berbagai benda langit dan peristiwa alam serta
pengaruhnya terhadap kegiatan manusia, dan
makhluk hidup dan proses kehidupannya.
Waktu tatap muka sebanyak 3 jam pelajaran
dalam satu minggu diharapkan siswa mampu
mengerti dan mencintai ilmu pengetahuan alam.
Siswa dapat juga dilatih menuliskan dan
membaca beberapa kalimat yang berhubungan
dengan indikator pembelajaran. Melalui LCD
proyektor guru dapat memperkenalkan contohcontoh angota-anggota tubuh dan cara
merawatnya, lingkungan sehat dan tidak sehat,
macam-macam benda dan kegunaannya,
macam-macam energi, benda-benda langit dan
berbagai peristiwa alam, dan mengenai makhluk
hidup dan proses kehidupannya. Nilai-nilai
kristiani yang dapat dibiasakan adalah: kasih,
48

Jurnal Pendidikan Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012

rendah hati, kesetiaan, kejujuran, ketekunan,
ketaatan dan keberanian. Prosedur penilaian
melalui aktivitas anak, kemampuan anak
melakukan perintah guru, dan perubahan
perilaku yang mencerminkan nilai-nilai
kristiani, bukan berdasarkan hasil tes atau
ulangan sehingga tidak membebani siswa dalam
belajar.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
melalui cerita, penayangan gambar atau film
melalui LCD proyektor, dapat membuat siswa
mampu memahami kedudukannya dalam
keluarga, kebiasaan hidup menjaga kebersihan
lingkungan rumah, peristiwa penting dalam
keluarga dan pentingnya menjaga dokumen,
dan kedudukan dan peran anggota dalam
keluarga dengan lingkungan tetangga. Waktu
tatap muka sebanyak 2 jam pelajaran dalam satu
minggu diharapkan siswa mampu mengerti dan
mencintai ilmu pengetahuan sosial. Siswa dapat
juga dilatih menuliskan dan membaca beberapa
kalimat yang berhubungan dengan indikator
pembelajaran. Nilai-nilai kristiani yang dapat
dibiasakan adalah: kasih, rendah hati, kesetiaan,
kejujuran, ketekunan, ketaatan, keberanian dan
kepedulian. Prosedur penilaian melalui aktivitas
anak, kemampuan anak melakukan perintah
guru, dan perubahan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai kristiani, bukan berdasarkan
hasil tes atau ulangan sehingga tidak
membebani siswa dalam belajar.
Pembelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan (SBK) dengan waktu tatap muka 4
(empat) jam pelajaran dalam satu minggu
diharapkan dapat membuat siswa mampu
mengenal seni rupa, seni musik, menyanyi lagulagu nasional, menyanyikan lagu-lagu rohani
anak, dan seni tari/gerak. Pembelajaran seni
budaya dan keterampilan merupakan pelajaran
yang menarik bagi anak, karena banyak praktik
dan ada hasil yang dapat dilihat siswa. Guru
yang dibekali keterampilan menggambar dan
membuat berbagai bentuk dari kertas akan selalu
mampu memberikan suatu kenangan yang
dapat dibawa pulang siswa. Guru musik yang
juga dibekali keterampilan gerak akan selalu
menghadirkan suasana ceria dalam setiap
pertemuan. Siswa dapat juga dilatih menuliskan
dan membaca beberapa kalimat yang
berhubungan dengan indikator pembelajaran.

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

Nilai-nilai kristiani yang dapat dibiasakan
adalah: kasih, rendah hati, kesetiaan, kejujuran,
ketekunan, ketaatan, keberanian, dan kepedulian. Prosedur penilaian melalui aktivitas anak,
kemampuan anak melakukan perintah guru,
unjuk kemampuan, dan perubahan perilaku
yang mencerminkan nilai-nilai kristiani, bukan
berdasarkan hasil tes atau ulangan sehingga
tidak membebani siswa dalam belajar.
Pembelajaran Bahasa Daerah dengan waktu
tatap muka satu jam pelajaran setiap minggu
memperkenalkan kepada siswa beberapa istilah
yang lazim digunakan sehari-hari, budaya
daerah, kesenian daerah, dan percakapan.
Jangan melatihkan kepada siswa menulis tulisan
bahasa daerah bila berbeda dengan kaidah
penulisan bahasa Indonesia, agar tidak
membingungkan siswa. Melalui proyektor LCD
guru dapat memperkenalkan contoh-contoh
budaya daerah, cerita yang difilmkan, kesenian
daerah dan ehidupan sehari-hari. Nilai-nilai
kristiani yang dapat dibiasakan adalah: kasih,
rendah hati, kesetiaan, kejujuran, ketekunan,
ketaatan, keberanian, dan kepedu-lian. Prosedur
penilaian melalui aktivitas anak, kemampuan
anak melakukan perintah guru, unjuk
kemampuan, dan perubahan perilaku yang
mencerminkan nilai-nilai kristiani, bukan
berdasarkan hasil tes atau ulangan sehingga
tidak membebani siswa dalam belajar.
Pembelajaran Pendidikan Lingkungan
Hidup (PLH) dengan waktu tatap muka satu jam
pelajaran dalam satu minggu memperkenalkan
lingkungan hidup dan manfaatnya bagi
manusia, dan cara-cara menjaga kelangsungan
lingkungan hidup agar tetap lestari. Melalui
LCD proyektor guru dapat memperkenalkan
contoh-contoh lingkungan hidup dan
manfaatnya, lingkungan hidup yang rusak
karena perilaku manusia dan akibatnya,
lingkungan hidup yang terjaga kelestariannya
dan manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Siswa dapat diajak melakukan tindakan nyata
mencintai dan merawat lingkungan secara
sederhana, misalnya membuang sampah di
tempatnya dan menyiram tanaman. Nilai-nilai
kristiani yang dapat dibiasakan adalah: kasih,
rendah hati, kesetiaan, kejujuran, ketekunan,
ketaatan dan keberanian. Prosedur penilaian
melalui aktivitas anak, kemampuan anak

melakukan perintah guru, unjuk kemampuan,
dan perubahan perilaku yang mencerminkan
nilai-nilai kristiani, bukan berdasarkan hasil tes
atau ulangan sehingga tidak membebani siswa
dalam belajar.
Pembelajaran Bahasa Inggris mengutamakan percakapan sehari-hari, mengenal
beberapa istilah dan mampu mengucapkannya
dengan benar, dan membangkitkan keberanian
siswa untuk menggunakan Bahasa Inggris.
Pembelajaran yang kreatif, atraktif, dan ceria
melalui permainan, penayangan gambar
(menggunakan LCD proyektor ), film, lagu-lagu,
cerita, percakapan, dan tanya jawab, serta
didukung pembiasaan sehari-hari akan mampu
menimbul-kan keberanian siswa berbahasa
Inggris. Waktu tatap muka selama 4 jam
pelajaran dalam satu minggu dengan hari yang
berbeda dapat memungkinkan siswa
membiasakan diri untuk berbahasa Inggris.
Nilai-nilai kristiani yang dapat dibiasakan
adalah: kasih, rendah hati, kesetiaan, kejujuran,
ketekunan, ketaatan dan keberanian. Prosedur
penilaian melalui aktivitas anak, kemampuan
anak melakukan perintah guru, unjuk
kemampuan, dan perubahan perilaku yang
mencerminkan nilai-nilai kristiani, bukan
berdasarkan hasil tes atau ulangan sehingga
tidak membebani siswa dalam belajar.
Pembelajaran Bahasa Mandarin mengutamakan memperkenalkan istilah sederhana
untuk percakapan sehari-hari, misalnya sapaan,
nama hari, nama buah, nama pakaian, dan nama
anggota tubuh. Pembelajaran dilakukan melalui
penayangan gambar dan siswa diminta menirukan pengucapan guru, dan lagu-lagu sederhana.
Mengingat belum banyak model pengenalan
Bahasa Mandarin, maka diperlukan buku
pegangan siswa sekaligus sebagai buku kerja
siswa. Waktu tatap muka 2 jam pelajaran dalam
satu minggu yang dikemas dengan menarik,
cukup dapat membantu siswa mengenal
beberapa istilah sehari-hari. Nilai-nilai kristiani
yang dapat dibiasakan adalah: kasih, rendah
hati, kesetiaan, kejujuran, ketekunan, ketaatan
dan keberanian. Prosedur penilaian melalui
aktivitas anak, kemampuan anak melakukan
perintah guru, unjuk kemampuan, dan
perubahan perilaku yang mencerminkan nilainilai kristiani, bukan berdasarkan hasil tes atau
Jurnal Pendidikan Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012

49

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

ulangan sehingga tidak membebani siswa dalam
belajar.
Pembelajaran Komputer praktik mengoperasikan program-program permainan, programprogram pembelajaran, dan mengenal bagianbagian komputer. Waktu tatap muka 2 jam pelajaran dalam satu minggu akan selalu menarik
siswa, karena siswa praktik langsung mengoperasikan komputer. Nilai-nilai kristiani yang
dapat dibiasakan adalah: kasih, rendah hati,
kesetiaan, kejujuran, ketekunan, ketaatan dan
keberanian. Prosedur penilaian melalui aktivitas
anak, kemampuan anak melakukan perintah
guru, unjuk kemampuan, dan perubahan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai kristiani,
bukan berdasarkan hasil tes atau ulangan
sehingga tidak membebani siswa dalam belajar.
Bimbingan mengutamakan pengenalan
cara belajar, cara berteman yang baik, cara
menghargai dan menghormati orang lain. Guru
bimbingan memiliki kesempatan yang cukup
untuk mengimplementasikan nilai-nilai
kristiani. Meskipun waktu tatap muka hanya
satu jam pelajaran dalam satu minggu, cukup
mampu membangkitkan keberanian siswa
untuk bercerita tentang dirinya kepada orang
lain. Nilai-nilai kristiani yang dapat dibiasakan
adalah: kasih, rendah hati, kesetiaan, kejujuran,
ketekunan, ketaatan, keberanian, dan kepedulian. Bimbingan tidak diperlukan penilaian,
akan tetapi kedekatan dan kehangatan guru
kepada siswa mampu membantu siswa bila
mengalami masalah.
Penggunaan perpustakaan merupakan
pembiasaan untuk membangkitkan siswa gemar
membaca dan memperkenalkan pentingnya
perpustakaan dalam pembelajaran. Waktu yang
dialokasikan satu jam pelajaran dalam satu
minggu dapat digunakan oleh siswa membaca
buku di perpustakaan atau meminjam buku
untuk dibaca di rumah. Dapat juga suatu saat
siswa diberikan tugas untuk membaca suatu
buku dan diminta menceriterakan kembali isi
buku yang dibacanya.

50

Jurnal Pendidikan Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012

Kesimpulan
Pengembangan kurikulum yang menawarkan
hasil dengan menambah lebih banyak mata
pelajaran, mewajibkan siswa memiliki buku
pegangan, dan prosedur penilaian tes
diberlakukan kepada seluruh mata pelajaran
akan menambah beban berat siswa. Usia siswa
kelas I dan II SD tergolong anak usia dini yang
yang memerlukan banyak bermain dan selalu
menginginkan pujian atau penilaian yang baik,
menjadi tidak terpenuhi bila beban belajar yang
menjadi semakin berat jauh berbeda dengan
ketika masih di TK, ditambah dengan prosedur
penilaian tes yang meningkatkan stres sehingga
kemungkinan memberikan hasil yang tidak
memuaskan.
Pengembangan kurikulum yang diusulkan
penulis lebih menekankan pada proses baru
hasil. Meskipun kelihatannya sangat luas, yaitu
sebanyak 15 mata pelajaran, akan tetapi dengan
penyajian pembelajaran yang ringan, penuh
keceriaan, dan penilaian banyak menggunakan
prosedur non tes (hanya mata pelajaran Bahasa
Indonesia dan Matematika yang menggunakan
prosedur tes atau ulangan), menjadikan siswa
dapat belajar dengan sukacita. Beban alat tulis
yang dibawa ke sekolah juga ringan, karena
siswa hanya membawa 3 buku pegangan siswa.
Beban orang tua juga ringan, karena tidak harus
membeli banyak buku pegangan siswa.
Kesukacitaan siswa di dalam belajar
memberikan keleluasaan bagi pembiasaan
pembentukan moral dan mental yang
memanusiakan manusia sesamanya guna
meningkatkan kualitas kehidupan. Penguasaan
membaca, menulis, dan berhitung dengan
pembiasaan karakter berdasarkan Nilai-Nilai
Kristiani (Calt-C = calistung plus karakter) pada
awal-awal pendidikan dasar merupakan modal
yang kuat bagi siswa untuk meningkatkan
keinginan mempelajari pengetahuan yang lebih
luas.

Pengembangan Kurikulum Sekolah Unggulan

Saran

Daftar Pustaka

Sekolah disarankan menggunakan pengembangan kurikulum usulan penulis yang menekankan pada proses baru kemudian hasil,
mempertimbangkan usia dan kemampuan
siswa dan akan berdampak guru selalu
memperbaharui
keterampailan
dan
pengetahuannya. Banyaknya mata pelajaran
dan jam tatap muka yang diusulkan dapat
disesuaikan dengan sekolah setempat.
Penekanannya lebih pada pengurangan beban
siswa, persiapan pembelajaran yang menuntut
kreativitas guru, penyajian pembelajaran yang
atraktif dan praktis, dan penilaian menggunakan prosedur non tes.

Depdiknas, BSNP, (2006). Kurikulum 2006.
Jakarta: Depdiknas
Kurniawan, (2010). Sebagian besar pekerja indonesia
lulusan sekolah dasar. Biro Pusat Statistik
Republika: 16 April 2004
Santrock, John W. (2002). Live-span development
(perkembangan masa hidup). Jakarta:
Erlangga
Surya, Mohamad (2004). Psikologi pembelajaran
dan pengajaran. Bandung: Pustaka Bani
Quraisy
Sutanto, Maryam Kurniawati (2011). Pendidikan
karakter berbasis nilai-nilai kristiani, Jakarta:
BPK PENABUR
Yusuf, Syamsu L.N. (2004). Psikologi
perkembangan anak dan remaja, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
http://hdr.undp.org/en/statistics/, (2011).
Human develompment index (HDI). Unesco.
http://www.worldvision.or.id, (2005).
Pendidikan Untuk Semua

Jurnal Pendidikan Penabur - No.19/Tahun ke-11/Desember 2012

51