LAPORAN PRAKTIKUM OSEANO GRAFI GEOFISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM
OSEANOGRAFI GEOFISIKA DAN KIMIA
PENGUKURAN DAN ANALISIS DATA BEBERAPA PARAMETER
GEOLOGI FISIKA LAUT

Dilaksanakan dan disusun sebagai salah satu komponen penilaian praktikum mata
kuliah Oseanografi Geofisika dan Kimia, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Oleh
Satrio Aryo Putro
H1K014036

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan
hidayahNya


sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan

Laporan

Praktikum

Oseanografi Geofisika dan Kimia yang berjudul Pengukuran dan Analisis Data
beberapa Parameter Geologi, Fisika, dan Kimia Lingkungan Laut. Laporan
disusun sebagai salah satu komponen penilaian praktikum mata kuliah
Oseanografi Geofisika dan Kimia di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Agung Dhamar Syakti,
S.Pi., DEA dan Mukti Trenggono, S. Kel, M. Si selaku dosen pengampu mata
kuliah Oseanografi Geofisika dan Kimia yang telah memberikan ilmu di dalam
perkuliahan, Tim asisten yang telah mendampingi dan mengarahkan pada saat

praktikum, dan teman-teman yang sudah membantu jalannya praktikum.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan
demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Purwokerto, 15 Januari 2017
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
DAFTAR TABEL....................................................................................................5
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................6
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................7
I.

PENDAHULUAN............................................................................................8


1.1. Latar belakang...................................................................................................8
1.2. Tujuan...............................................................................................................9
II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................10
2.1. Parameter geologi lingkungan laut.................................................................10
2.2. Parameter fisika lingkungan laut....................................................................11
2.3. Parameter Kimia Laut.....................................................................................15
III. MATERI DAN METODE..............................................................................22
3.1. Materi..............................................................................................................22
3.2. Metode............................................................................................................22
3.3. Waktu dan tempat...........................................................................................24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................25
4.1. Deskripsi Umum Lokasi.................................................................................25

4.2. Parameter Geologi, Fisika dan Kimia.............................................................25
4.2.1.

Parameter Geologi............................................................................25

4.2.2.


Parameter Fisika Lingkungan Laut..................................................27

4.2.3.

Parameter Kimia Lingkungan Laut..................................................31

V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................35
5.1. Kesimpulan.....................................................................................................35
5.2. Saran...............................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37
LAMPIRAN...........................................................................................................41

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kecepatan dan Arah Arus........................................................................28
Tabel 2. Kecerahan Perairan di Lokasi Praktikum................................................29
Tabel 3. Pengukuran Suhu di Lokasi Praktikum....................................................30
Tabel 4. Pengukuran Derajat Keasaman (pH).......................................................31
Tabel 5. Pengukuran Salinitas Pada Lokasi Praktikum.........................................31
Tabel 6. Kadar Klorofil, Nitrat, dan Fosfat pada Lokasi Praktikum......................32


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Persentase jenis sedimen pada lokasi pengamatan...............................26
Gambar 2. Grafik Rata-rata Kecepatan dan Arah Arus.........................................28

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Analisis............................................................................38
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan......................................................................41

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang
Oseanografi adalah kombinasi dari dua kata yunani: oceanus (samudera) dan
graphos (uraian/deskripsi) sehingga oseanografi mempunyai arti deskripsi tentang
samudera. Tetapi lingkup oseanografi pada kenyataan lebih dari sekedar deskripsi
tentang samudera, karena samudera sendiri akan melibatkan berbagai disiplin
ilmu jika ingin diungkapkan. Oseanografi dapat didefinisikan secara sederhana
sebagai ilmu yang mempelajari lautan. (Supangat dan Susanna, 2008). Menurut

Hutabarat dan Evans (1995), Oseanografi dapat didefinisikan secara sederhana
sebagai suatu ilmu yang mempelajari lautan.
Karimunjawa merupakan kepulau di sebelah utara pulau jawa yang masuk
kedalam kabupaten jepara, jawa tengah dan berada pada koordinat 5' 40”–5' 57"
LS dan 110' 4"–110' 40" BT. Pulau ini berjarak sekitar 74 km dari pelabuhan
pantai kartini. Karimunjawa termasuk kedalam Taman Nasional laut yang menjadi
salah satu objek pariwisata bahari di indonesia yang ditetapkan pada tahun 1988
dengan luas wilayah daratan 7.033 ha dan 104.592 ha perairan laut sehingga luas
keseluruhan taman nasional laut kepulauan karimunjawa mencapai 111.625 ha.
Kepulauan karimunjawa memiliki tipe ekosistem yang beragam seperti hutan
mangrove, hutan pantai, ikan hias dan terumbu karang. Karimunjawa termasuk
keda lam kawawan konservasi laut yang memiliki potensi keanekaragaman flora
dan fauna serta ekosistem laut yang khas (Dinda et al. 2012).
Lingkungan laut merupakan suatu lingkungan perairan salin atau marine
waters yang memiliki salinitas lebih dari 30‰ dengan memiliki kekayaan
ekosistem dan biodiversitas. Perairan laut sebagai sumber daya alam yang besar di

bumi dapat dimanfaatkan manusia untuk di kumpulkan, di panen, dan ditambang.
Sumberdaya yang ada meliputi makanan yang bersumber dari laut, berbagai
mineral dan minyak bumi. Laut yang kaya ekosistem dapat mengalami masalah,

masalah yang banyak di temukan adalah pencemaran yang disebabkan oleh
industri ataupum rumah tangga sehingga akan mengacam kehidupan di dalamnya.
I.2. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah :
1.

Mengetahui bagaimana pengukuran dan analisis beberapa parameter geologi,
fisika, dan kimia lingkungan laut.

2.

Mengerahui kondisi parameter geologi, fisika, dan kimia lingkungan laut
pada suatu lokasi.

3.

Mengerahui interaksi antar parameter lingkungan laut.

II.
II.1.


TINJAUAN PUSTAKA

Parameter geologi lingkungan laut

II.1.1. Sedimen
Sedimen merupakan endapan bahan-bahan organik dan anorganik yang
tersuspensi kedalam air dan di angkat oleh air sehingga terjadi pengendapan pada
suatu tempat dimana air tidak mampu untuk membawa partikel tersuspensi
(Fardiaz, 1992 dalam Wulandari et al. 2005). bumi didominasi oleh lautan sebesar
70,8%, dimana bagian dari bumi yang luas ini merupakan endapan materialmaterial sedimen yang terjadi secara fisik, kimia maupun organik yang saling
berinteraksi antara satu dengan yang lain sehingga membentuk suatu variasi
sedimen. Sedimen yang menutupi dasar perairan memiliki banyak variasi dalam
bentuk partikel komposisi ukuran, sumber atau asal sedimen (Pethick, 1997
dalam Manengkey, 2010).
Menurut Hutbarat dan Evans (1984) asal sedimen dapat dibagi menjadi
tiga bagian yaitu:
 Sedimen lithugeneus yaitu jenis sedimen yang berasal dari pengikisan batuan
darat yang di transport ke laut oleh sungai.
 Sedimen biogenus yaitu sedimen yang berasal dari sisa rangka organisme

hidup yang membentuk endapan partikel halus yang biasanya dapat di
temukan di daerah yang jauh dengan pantai.
 Sedimen hidrogeneus yaitu sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi antara
kimia dengan air laut.
perairan pesisir didominasi oleh substrat lunak seperti lumpur dan butir-butir
pasir. Claphman (1973) dalam Fajri (2001) menyatakan bahwa air sungai

mengangkut partikel lumpur dalam bentuk suspensi, ketika partikel mencapai
muara dan bercampur dengan air laut partikel lumpur akan membentuk partikel
yang lebih besar dan mengendap di dasar perairan. Menurut Fardiaz (2005),
jumlah sedimen yang tinggi dapat menyebabkan kerugian di perairan karena
menyebabkan pendangkalan dan penyumbatan sehingga mengurangi volume
penampungan air, mengurangi populasi ikan dan hewan air lainnya karena telur
dan sumber makanan tertutup oleh sedimen, mengurangi penetrasi cahaya yang
masuk kedalam perairan sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis, dan
menyebabkan air menjadi keruh.
Umumnya logam-logam berat pada sedimen tidak terlalu berbahaya bagi
makhluk hidup perairan, tetapi oleh adanya pengaruh kondisi perairan yang
bersifat dinamis seperti perubahan pH, akan menyebabkan logam-logam yang
mengendap dalam sedimen terionisasi ke perairan. Hal inilah yang merupakan

bahan pencemar dan akan memberikan sifat toksik terhadap organisme hidup bila
ada dalam jumlah yang berlebih (Connel dan Miller, 1995).
II.2.

Parameter fisika lingkungan laut

II.2.1. Kecerahan
Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukan kemampuan
cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Perairan alami
kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktifitas fotosistesa.
Kecerahan air laut dipengaruhi oleh substensi material organik dan anorganik
yang larut didalamnya, dan organisme renik seperti plankton. Air yang
terkontaminasi oleh berbagai jenis material akan berubah warna sehingga menjadi
keruh (Abdullah, 2011).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecerahan adalah kandungan
lumpur, padatan tersuspensi, plankton dan bahan-bahan terlarut lainnya. Perairan
yang memiliki kecerahan yang rendah pada cuaca normal memberikan suatu
indikasi banyaknya partikel yang terlarut dan tersuspensi ke dalam perairan.
Keadaan tersebut dapat mengurangi laju fotosintesis sehingga dapat mengganggu

laju pernapasan hewan akuatik. Kecerahan menunjukkan kemampuan penetrasi
cahaya kedalam perairan. Tingkat penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh
partikel yang tersuspensi dan terlarut dalam air sehingga mengurangi laju
fotosintesis (Junaidi, 2011). Faktor lain yang menentukan masuknya cahaya
adalah antara lain absorbsi cahaya oleh partikel-partikel air, kecerahan,
pemantulan cahaya oleh permukaan air laut, musim dan lintang geografis (Ifa et
al., 2011).
II.2.2. Arus
Arus merupakan salah satu faktor terpenting dalam mempengaruhi
kesuburan air laut. Arus dapat membawa nutrisi dari suatu perairan ke perairan
lainnya. Sverdrup dkk (1972) dalam Arinardi (1979) membagi arus laut ke dalam
tiga golongan besar, yaitu:
a.

Arus yang ditimbulkan oleh angin yang berhembus di permukaan laut.
Arus jenis ini biasanya membawa air kesatu jurusan dengan arah yang
sama selama satu musim tertentu.

b.

Arus yang disebabkan oleh air pasang. Arus jenis ini mengalirnya bolakbalik dari dan ke pantai, atau berputar. Arus air pasang dipengaruhi oleh
gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi dan datangnya secara
periodic sehingga dapat di ramalkan.

c.

Arus yang disebabkan oleh perbedaan sebaran densitas di laut Arus ini
disebabkan oleh air yang berdensitas lebih berat akan mengalir ke tempat
yang berdensitas kecil atau lebih ringan. Arus jenis ini biasanya membawa
sejumlah besar air dari suatu tempat ke tempat lain.

II.2.3. Gelombang
Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak
lurus permukaan air yang membentuk kurva sinusoidal. Gelombang laut adalah
penjalaran energi yang membawa energi dari laut lepas ke tepi pantai. Adapaun
faktor terbentuknya gelombang laut dapat disebabkan oleh angin (gelombang
angin), daya tarik bumi-bulan-matahari (gelombang pasang surut), gempa
(vulkanik atau tektonik) didasar laut (gelombang tsunami) ataupun gelombang
yang disebabkan oleh gerakan kapal. Namun ada juga istilah gelombang
permukaan laut dan gelombang internal disebut gelombang permukaan karena
gelombang terjadi dipermukaan laut sedangkan gelombang internal adalah
gelombang yang menjalar di dalam lautan (Hidayat et al., 2012). Gelombang
permukaan laut memiliki peran yang penting dalam proses distribusi panas
momentum, dan perubahan material diantara 2 sistem atmosphere dan lautan
(Qiao et al., 2010).
Menurut Kurniawan et al., (2011) mengatakan bahwa gelombang air laut
dapat dibedakan menjadi beberapa macam berdasarkan gaya pembangkitnya yaitu: pertama
adalah Gelombang angin, merupakan gelombang yang disebabkan oleh tiupan angin di
permukaan laut. Gelombang ini mempunyai periode yang sangat bervariasi,
ditinjau dari frekuensi kejadiannya. Gelombang angin merupakan gelombang
yang paling dominan terjadi di laut; Kedua Gelombang Pasang Surut, merupakan

gelombang yang disebabkan oleh gaya tarik bumi terhdap benda-benda langit, benda
langit yang paling besar pengaruhnya adalah matahari dan bulan, gelombang pasut
lebih mudah diprediksi karena terjadi secara periodik mengikuti sesuai
peredarannya; Ketiga Gelombang Tsunami, merupakan gelombang yang
diakibatkan oleh gempa bumi tektonik atau letusan gunung api di dasar laut.
Tsunami merupakan gelombang yang sangat besar dan tinggi gelombangnya dapat
mencapai lebih dari 10 meter.
Meninjau dari keseringan kejadiannya, gelombang angin merupakan
gelombang yang paling dominan dalam informasi meteorologi kelautan
(WMO,2001 dalam Kurniawan et al., 2011). Kuat lemahnya gelombang ini
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kecepatan angin, semakin cepat angin bertiup
makaakan semakin tinggi gelombangnya; lama angin berhembus (duration),
semakin lama durasi tiupan angin makan semakin tinggi gelombang yang
terbentuk; dan jarak dari tiupan angin pada perairan terbuka (fetch), semakin
panjang jarak fetch-nya, ketinggian gelombangnya akan semakin besar (Hutabarat
dan Evans, 2008 dalam Kurniawan et al., 2011). Selain ketiga hal tersebut,
persistensi arah tiupan juga berpengaruh terhadap kondisi gelombang laut,
semakin seragam arah tiupan angin di suatu wilayah makan gelombang yang
terjadi akan semakin besar. Hal ini terjadi karena arah tiupan yang sama akan
menyebabkan terbentuknya gelombang konstruktif yang saling menguatkan,
sehingga energi yang dibangkitkan oleh tiupan angin akan berkumpul (Kurniawan
et al., 2011).
II.2.4. Suhu

Temperatur adalah ukuran energi gerakan molekul. Di samudra temperatur
bervariasi secara horizoltal sesuai dengan garis lintang, dan juga secara vertical
sesuai dengan kedalaman. Temperature merupakan salah satu factor yang sangat
penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme
(Nyabakken, 1992). Air mempunyai daya muat panas yang lebih tinggi daripada
daratan. Akibatnya untuk menaikan suhu sebesar 1o C, air akan membutuhkan
energi yang lebih besar daripada yang dibutuhkan oleh daratan dalam jumlah
massa yang sama. Dengan kata lain dengan jumlah pemanasan yang sama, daratan
akan lebih cepat menjadi panas dari pada lautan. Demikian juga kebalikannya,
lautan lebih efektif untuk menyimpan panas yang diterima daripada daratan,
sehingga pada waktu tidak ada pemanasan (malam hari) lautan akan memerlukan
waktu yang lebih lama untuk menjadi dingin daripada daratan (Hutabarat dan
Evans, 1986). Sidjabat (1978) dalam Hafidz (2003), suhu air laut, terutama
lapisan permukaan, ditentukan oleh pemanasan matahari yang intensitasnya
senantiasa berubah terhadap waktu, sehingga suhu air laut akan konsonan dengan
perubahan intensitas penyinaran matahari tersebut. Perubahan suhu ini dapat
terjadi secara: (1) harian, (2) musiman, (3) tahunan, dan (4) jangka panjang.
Selanjutnya dikatakan bahwa jika suatu perairan yang homogen dan
tenang dipanasi oleh matahari, distribusi suhu secara vertikal akan menurun
eksponensial ke bawah. Apalagi jika tidak ada gangguan pada perairan ini,
keadaan perairan akan selalu stabil karena lapisan yang paling atas yang lebih
panas akan lebih rendah densitasnya dari pada lapisan bawah (Sidjabat, 1978
dalam Hafidz 2003).
II.3. Parameter Kimia Laut
II.3.1. Nitrat

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat sangat
mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses
oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan
proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting
dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi ammonia
menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit
menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut
merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang yang mendapatkan energi dari
proses kimiawi. Oksidasi nitrit menjadi ammonia ditunjukan dalam persamaan
berikut (a). Sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat ditujukan dalam persamaan
(b).
2NH3 + 3O2
2NO3 + O2

2NO2- + 2H+ + 2H2O (a)
2NO3 (b)

Nitrat menyebabkan kualitas air menurun, menurunkan oksigen terlarut,
penurunan populasi ikan, bau busuk, rasa tidak enak. Nitrat adalah ancaman bagi
kesehatan manusia terutama untuk bayi, menyebabkan kondisi yang dikenal
sebagai methemoglobinemia, yang juga disebut "sindrom bayi biru". Air tanah
yang digunakan untuk membuat susu bayi yang mengandung nitrat, saat nitrat
masuk kedalam tubuh bayi nitrat dikonversikan dalam usus menjadi nitrit, yang
kemudian berikatan dengan hemoglobin dan membentuk methemoglobin,
sehingga mengurangi daya angkut oksigen oleh darah (Tresna, 2000).
Pengambilan sampel untuk analisis kadar nitrat biasanya dilakukan dengan
cara memasukannya ke dalam botol plastik atau botol kaca gelap untuk mencegah

masukknya sinar matahari kedalam botol karena dapat mengurangi kadar nitrat.
Sampel yang di dalam botol letakan pada suhu 4oC atau lebih rendah dan di
analisa dalam jangka waktu 24-28 jam, hal ini dilakukan untuk menghidari
terjadinya nitrifikasi yang terjadi pada suhu optimum 20oC – 25oC. Nilai pH
optimum bagi nitrifikasi adalah 8-9. Pada pH< 6 proses nitrifikasi akan terhenti,
bakteri yang melakukan nitrifikasi cenderung menempel pada sedimen dan bahan
padatan lain (Effendi.2003).
II.3.2. Klorofil-a
Klorofil merupakan parameter yang sangat menentukan produktivitas
primer lautan. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil berkaitan
langsung dengan kondisi oseanografi perairan itu sendiri. Beberapa parameter
fisika-kimia yang mengontrol serta mempengaruhi sebaran klorofil adalah
intensitas cahaya dan nutrien (terutama nitrat, fosfat dan silikat) (Sverdrup et al.,
1961).
Hatta (2002), menyatakan bahwa umumnya sebaran konsentrasi klorofil
tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya suplai nutrien yang berasal
dari daratan melalui limpasan air sungai. Namun sebaliknya cenderung rendah di
daerah lepas pantai karena pada daerah lepas pantai ini tidak mendapat suplai
nutrien dari daratan. Walaupun demikian pada beberapa tempat yang jauh dari
daratan masih ditemukan konsentrasi klorofil yang tinggi. Keadaan ini terjadi
akibat adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkutnya
sejumlah nutrien dari daerah lain, seperti yang terjadi pada daerah upwelling.
Ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari sangat mempengaruhi
konsentrasi klorofil-a suatu perairan. Apabila nutrien dan intensitas cahaya
matahari tersedia cukup, maka konsentrasi klorofil akan tinggi begitu pula

sebaliknya. Perairan di daerah tropis umumnya memiliki konsentrasi klorofil yang
rendah karena keterbatasan nutrien dan kuatnya stratifikasi kolom perairan
sebagai akibat pemanasan permukaan perairan yang terjadi sepanjang tahun.
Salah satu organisme yang hidup di ekosistem perairan pesisir adalah
fitoplankton. Fitoplankton di dalam ekosistem perairan berperan sebagai
pengubah zat - zat anorganik menjadi zat - zat organik melalui proses fotosintesis,
yang kemudian dapat menentukan produktivitas perairan. Proses fotosintesis
memerlukan klorofil, sehingga kandungan klorofil – a pada fitoplankton itu
sendiri dapat dijadikan indikator tinggi rendahnya produktivitas suatu perairan
(Alkatiri dan Sardjana, 1998 dalam Roshisati, 2002).
Kandungan pigmen fotosintesis (terutama klorofil-a) dalam air sampel
menggambarkan biomassa fitoplankton dalam suatu perairan. Klorofil - a
merupakan pigmen yang selalu ditemukan dalam fitoplankton serta semua
organisme autotrof dan merupakan pigmen yang terlibat langsung (pigmen aktif)
dalam proses fotosintesis. Jumlah klorofil – a pada setiap individu fitoplankton
tergantung pada jenis fitopl ankton, oleh karena itu komposisi jenis fitoplankton
sangat berpengaruh terhadap kandungan klorofil – a di perairan (Arifin, 2009).
II.3.3. Fosfat
Fosfat merupakan senyawa yang sangat penting bagi kehidupan
organisme. Karena fosfat berfungsi dalam sistem genetis dan sebagai penyimpan
dan transfer energi dalam sel. Secara alami ketersediaan fosfat tidak banyak di
kulit bumi (Susatyo et al., 2014). Menurut Chaniago (1994) dalam Dedi et al,
(2013) sumber utama fosfat terlarut dalam perairan adalah hasil pelapukan,
mineral yang mengandung fosfor serta bahan organik seperti hancuran tumbuh-

tumbuhan. Fosfat yang terdapat dalam air laut berasal dari hasil dekomposisi
organisme, run-off dari daratan (erosi tanah), banyak teori dan penelitian yang
mengkaji tentang kondisi lamun sebagian besar mengaitkannya dengan kondisi
substrat dan beberapa faktor lainnya.
Kelebihan

fosfat

di

perairan

menyebabkan

peristiwa

peledakan

pertumbuhan alga (eutrofikasi) dengan efek samping menurunnya konsentrasi
oksigen dalam badan air sehingga menyebabkan kematian biota air. Meskipun
konsentrasi fosfat di badan air dikurangi, eutrofikasi masih dapat terjadi karena
adanya mobilisasi fosfat dari sedimen melalui proses fisika, kimia dan biokimia.
Ketika fosfat di badan air berlebih, fosfat akan kembali terdeposisi ke dalam pori
sedimen melalui berbagai proses antara lain sedimentasi, adsorpsi dan presipitasi.
Dengan demikian, sedimen memiliki peranan penting terhadap proses eutrofikasi
karena sedimen pada suatu perairan bertindak sebagai sumber dan sekaligus
sebagai penampung fosfat (Rumhayati, 2010).
II.3.4. Salinitas
Salinitas adalah kadar garam terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah per
mil (‰), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung
dalam 1 kg air laut. Salinitas menurupakan bagian dari sifat fisik-kimia suatu
perairan, selain suhu, pH, Substrat dan lain-lain. Salinitas dipengaruhi oleh pasang
surut, curah hujan, penguapan, dan topografi suatu perairan. Akibatnya, salinitas
suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan perairan lainnya (Wibisono,
2004).
Distribusi salinitas secara horizontal yaitu semakin kearah lintang tinggi
maka salinitas juga akan bertambah tinggi. Maka dari itulah salinitas di daerah

laut tropis (daerah di sekitar khatulistiwa) lebih rendah daripada salinitas di laut
subtropis. Daerah yang memiliki salinitas paling tinggi berada pada daerah lintang
antara 30°LU dan 30°LS kemudian menurun ke arah lintang tinggi dan khatulistiwa. Di
perairan Indonesia yang termasuk iklim tropis, salinitas meningkat dari arah barat
ke timur dengan kisaran antara 30-35 o/oo. Air samudera yang memiliki salinitas
lebih dari 34 o/oo ditemukan di Laut Banda dan Laut Arafuru yang diduga berasal
dari Samudera Pasifik (Wyrtki, 1961). Sebaran salinitas secara horizontal tersebut
terjadi karena faktor-faktor utama yaitu run off, presipitasi, evaporasi dan pola
sirkulasi air namun selain itu ada beberapa faktor lainnya yang ternyata
mempengaruhi distribusi secara horizontal yaitu angin dan topografi (David,
2011).
Disribusi secara vertical terjadi dengan semakin bertambahnya kedalaman.
Pola distribusi vertikal menurut Ross (1970) dalam Rosmawati (2004), sebaran
menegak salinitas dibagi menjadi 3 lapisan yaitu lapisan tercampur dengan
ketebalan antara 50-100 m dimana salinitas hampir homogen, lapisan haloklin
yaitu lapisan dengan perubahan sangat besar dengan bertambahnya kedalaman
600-1000 m dimana lapisan tersebut dengan tegas memberikan nilai salinitas
minimum.
II.3.5. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas
perairan (Pescod, 1973). Nilai pH pada suatu perairan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap organisme perairan sehingga seringkali dijadikan petunjuk untuk
menyatakan baik buruknya suatu perairan (Odum, 1971). Keberadaan pH dalam
perairan dianggap sebagai variabel tersier karena pada umumnya diperairan, nilai

pH berdampak proses biokimia perairan dan komunitas biologi perairan. Menurut
Caldeira dan Wickett dalam Wood et al., (2008), pH air laut berkisar anatra 7,8
dan 8,2 dan selalu berkurang pada zaman industrial, Kerrison et al., (2011)
menambahkan kisaran pH di daerah teluk 7,5 hingga 8,5 tergantung pada habitat.
Perhitungan pH, air memiliki derajat keasaman (pH) 7. air bersih memiliki
pH berkisar 6,5 sampai 9,0. air minum memiliki pH 7,06 dan pH air laut berkisar
9,0 –10. zat-zat pencemar yang bersifat asam menyebabkan pH air kecil dari pada
6,5. air hujan yang tercemar gas SO 3 dan gas NO2 memiliki pH lebih kecil atau
sama dengan 5. zat yang bersifat alkalis seperti soda api ((Na)H) menyebabkan
pH air lebih besar dari pada 9,0. (Wibisono, 2005).
Derajat keasaman mempengaruhi proses korosi karena pH menunjukkan
konsentrasi ion H+ dalam air dan menghasilkan pelepasan elektron oleh logam
pada reaksi anodik. Pada saat air mempunyai pH < 5, tembaga terkorosi cepat dan
merata, sedangkan saat pH > 9 tembaga terproteksi. Antara 5 < pH < 9, korosi
lubang akan terjadi jika tidak terdapat lapisan film pelindung pada permukaan
tembaga (Tjitro, 2000).

III.

MATERI DAN METODE

III.1. Materi
III.1.1.Alat
Alat yang digunakan saat praktikum adalah alat tulis, plastik, botol aqua,
kertas anti air, label, kamera, stopwatch, handrefraktometer, sechi disk, CTD,
current meter, termometer, saringan bertingkat, timbangan, oven, spektofotometri,
aluminium foil, kuas, gelas ukur, filter holder, tabung reaksi, freezer, labu
erlenmeyer dan vacum pump.
III.1.2.Bahan
Bahan yang digunakan pada saat praktikum meliputi sempel air laut,
sempel sedimen, larutan aseton, asam sulfat, larutan phenolphthalein, dan larutan
kontrol (H2SO4, larutan kalium antimonil tartrat, larutan ammonium molibdat
larutan asam askorbat).
III.2. Metode
III.2.1.Parameter geologi lingkungan laut
III.2.2.Parameter fisika lingkungan laut
III.2.2.1.

Suhu

Pengukuran suhu dilakukan menggunakan CTD (conductivity temperature
depth). Langkah menggunakan ctd dalam mengukur suhu yaitu CTD disiapkan
kemudian lepaskan perangkat on/off pada ctd (on berwarna merah dan off
berwarna hitam). Kemudian olesi swich on/off dengan gel supaya air tidak masuk
kedalam swich. Setelah gel di oleskan, colokkan perangkat merah ke swich dan
kunci. Ctd aktif dapat di lihat pada lampu yang menyala hijau. Setelah di
hidupkan, CTD bisa di masukkan kedalam perairan sampai dasar atau sampai

kedalaman tertentu. CTD di angkat dari perairan setelah waktu atau kedalaman
yang diinginkan. Setelah di angkat CTD akan otomatis untuk berhenti mengambil
data. Kemudian perangkat off yang berwarna hitam dapat di kembalikan ke swich
untuk mematikan CTD dan hasil dari CTD dapat di lihat di dalam komputer.
III.2.2.2.

Kecerahan

Pengukuran keceraha perairan dilakukan menggunakan sechi disk. Cara
menggunakannya yaitu, sechi disk di masukkan kedalam perairan hingga warna
hitam dan putih tidak terlihat, ukur pajang sechi disk dari permukaan sampai
keping yang tidak terlihat (a). Kemudian sechi disk di angkat hingga keping
terlihat dan ukur panjang dari permukaan sampai keping yang terlihat (b).
Selanjutnya dihitung kecerahan dengan rumus 0,5x(a+b) dalam cm dan hasil catat
pada lembar kerja.
III.2.2.3.

Arus

Parameter arus diukur menggunakan current meter. Langkah dalam
mengukur kecepatan arus menggunakan current meter yaitu, current meter
disiapkan, kemudian hidupkan monitor current meter dan atur sesuai kebutuhan.
Setelah selesai di atur, current meter di masukkan kedalam perairan dengan
kedalaman yang diinginkan dan tunggu selama 5 menit. Setelah selesai, current
meter di angkat dan catat hasil yang ada pada monitor.
III.2.3.Parameter kimia lingkungan laut
III.2.3.1.

Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan menggunakan alat CTD (conductivity
temperature depth). Cara kerja sama seperti mengukur suhu hanya saja data yang
membedakan. CTD disiapkan kemudian lepaskan perangkat on/off pada ctd (on

berwarna merah dan off berwarna hitam). Kemudian olesi swich on/off dengan
gel supaya air tidak masuk kedalam swich. Setelah gel di oleskan, colokkan
perangkat merah ke swich dan kunci. Ctd aktif dapat di lihat pada lampu yang
menyala hijau. Setelah di hidupkan, CTD bisa di masukkan kedalam perairan
sampai dasar atau sampai kedalaman tertentu. CTD di angkat dari perairan setelah
waktu atau kedalaman yang diinginkan. Setelah di angkat CTD akan otomatis
untuk berhenti mengambil data. Kemudian perangkat off yang berwarna hitam
dapat di kembalikan ke swich untuk mematikan CTD dan hasil dari CTD dapat di
lihat di dalam komputer.
III.2.3.2.

pH

Pengambilan data parameter kimia yakni pH dilakukan dengan
mencelupkan indikator pH universal kedalam perairan laut. Hal ini dilakukan
selama ± 5 menit. Amati perubahan warna yang terjadi, kemudian cocokkan
dengan warna standar. Kemudian catat besar pH yang dihasilkan.
III.3. Waktu dan tempat
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 2-3 November 2015 dan 30-31 Oktober
2016

di

Pulau

Cemara

Kecil,

Menjangan

Kecil,

Menjangan

Besar,

Menyamplungan, dan Cemara Besar, Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa
Tengah, serta pada tanggal 17 November 2016 di Distrik Navigasi Kelas 3,
Cilacap, Jawa Tengah.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Deskripsi Umum Lokasi
Karimunjawa adalah nama kepulauan di sebelah utara Pulau Jawa,
letaknya kurang lebih 83 km dari kota Jepara Jawa Tengah dan telah ditetapkan
menjadi Taman Nasional sejak tahun 2001. Kepulauan Karimunjawa memiliki
tipe ekosistem beraneka ragam, seperti hutan pantai, hutan mangrove, ikan hias
dan terumbu karang. Sebutan 'Karimunjawa The Virginal Tropical Paradise'
memang sangat tepat, sebab Karimunjawa memiliki pulau yang berjumlah 27
buah namun baru 4 saja yang berpenghuni. Kepulauan Karimunjawa merupakan
kawasan konservasi laut yang memiliki kandungan potensi keanekaragaman flora
dan fauna dan ekosistem laut yang khas. Karena kandungan potensi tersebut serta
letaknya yang berada pada lintasan wisata bahari antara Indonesia Bagian Barat
dan Timur menjadikan wilayah ini sebagai obyek wisata bahari yang strategis
(Gita, 2002).
IV.2. Parameter Geologi, Fisika dan Kimia
IV.2.1. Parameter Geologi
IV.2.1.1.
Sedimen
Praktikum ini menggunakan analisis granulometri, merupakan metode
analisa berdasarkan ukuran butiran sebagai materi analisa. Umumnya digunakan
dalam bidang keilmuan yang menggabungkan tanah atau sedimen. Analisa ini
mencakum beberapa hal yang bisa dilakukan seperti rata-rata, pengukuran sorting
atau standar deviasi, pengukuran skewness dan kurtosis.

P. Cemara Kecil

24.64%

2.90%
22.79%
6.42%

Kerikil
Pasir Kasar
Pasir
Sedang
Pasir Halus
Lumpur

43.26%

P. Menjangan Kecil

18.55%

4.37%
19.58%
5.17%

Kerikil
Pasir Kasar
Pasir
Sedang
Pasir Halus
Lumpur

52.34%

Gambar 1. Persentase jenis sedimen pada lokasi pengamatan
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa ukuran sediman yang dominan
dalam sampel yaitu pasir halus dengan persentase sebesar 40.59% di Pulau
Cemara Kecil dan 50.26% di Pulau Menjangan Kecil. Sedimen lain yang terdapat
di Pulau Cemara Kecil adalah 23.12% lumpu, 2.72% kerikil, 21.38% pasir kasar,
dan 6.02% pasir sedang. Sedangkan jenis sedimen di Pulau Menjangan Kecil
terdiri atas 17.81 % lumpur, 4.20% kerikil, 18.80% pasir kasar, dan 4.96% pasir
sedang. Hal tersebut menunjukkan pengaruh lautan sangat dominan pada
perairan di pulau Menjangan Kecil dan Cemara Kecil.
Odum (1971) menyatakan bahwa kecepatan arus secara tidak langsung
mempengaruhi substrat dasar perairan. Sedangkan Nybakken (1992) menyatakan
bahwa perairan yang arusnya kuat akan banyak ditemukan substrat berpasir.
Selanjutnya menyatakan bahwa kebanyakan estuary didominasi oleh substrat
lumpur. Tingginya persentase lumpur pada stasiun yang berada di dalam muara
karena perairan ini terlindung dari penga-ruh gelombang laut serta banyaknya
bahan organik atau detritus yang dibawa air sungai menumpuk di perairan ini,
terutama pada saat arus lambat.

Nybakken (1992) me-nyatakan bahwa keberadaan lumpur di dasar
perairan sangat dipenga-ruhi oleh banyaknya partikel tersus-pensi yang dibawa
oleh air tawar dan air laut serta faktor-faktor yang mempengaruhi penggumpalan,
pe-ngendapan bahan tersuspensi terse-but, seperti arus dari laut. Knox (1986)
menyatakan bahwa sedimen estuaria merupakan lingkungan yang sangat
kompleks, karena sedimen yang berada di muara berasal dari beberapa sumber
meliputi dari daratan yang dibawa air sungai (fluvial sediment), dan sedimen dari
laut (marine sediment).
Terdapat hubungan antara ukuran butir dan sortasi dalam batuan sedimen.
Hubungan ini terutama terjadi pada batuan sedimen berupa pasir kasar sampai
pasir sangat halus. Pasir dari berbagai macam lingkungan air menunjuk bahwa
pasir halus mempunyai sortasi yang lebih baik daripada pasir sangat halus.
Sedangkan pasir yang diendapkan oleh angin sortasi terbaik terjadi pada ukuran
pasir sangat halus (Blatt dkk. dalam Kusumadinata, 1980).
IV.2.2. Parameter Fisika Lingkungan Laut
IV.2.2.1.
Arus
Ulangan
ke-

Nilai Rata-Rata Kecepatan Arus
(m/s)

Nilai Rata-Rata Arah Arus
(deg.)

1

56.62786

182.7411

2

61.26094

189.5797

3

34.16

188.87

4

23.0095

196.6423

5

70.4895

181.7778333

6

53.891

186.698

7

9.42

192.90

8

34.7

190.25

Tabel 1. Kecepatan dan Arah Arus

Gambar 2. Grafik Rata-rata Kecepatan dan Arah Arus
Berdasarkan data pengukuran arus yang di peroleh dari lokasi yaitu pada
distrik navigasi Cilacap yang terbesar yaitu 70,49 m/s dan yang paling kecil yaitu
9,428 m/s dan rata-rata arah arah arus rata2 untuk yang terkecil yaitu 192,02 m/s
dan yang terbesar yaitu 196,642 m/s Proses pembelokan arah aliran arus ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, jika angin bertiup cukup seragam dari
arah barat, maka akan menggerakan arah yang menuju ke arah timur. Akan tetapi
karena pengaruh karakteristik dari gesekan angin (wind stress), maka angin
tersebut pada lapisan permukaan dapat membangkitkan arus yang membentuk
sudut 450 dengan arah angin. Dengan demikian, angin yang dominasi dari arah
barat akan terbelokan, sehingga membangkitkan pola pergerakan arus yang
dominan menuju arah ke barat daya. Faktor berikutnya, pola pergerakan arus juga
dipengaruhi oleh batimetri atau topografi perairan yang dapat menyebabkan
berubahnya arah arus dan kekuatan arus (Steers,1971).
Arus laut adalah pergerakan massa air laut secara horizontal maupun
vertikal dari satu lokasi ke lokasi lain untuk mencapai kesetimbangan dan terjadi

secara kontinu. Gerakan massa air laut tersebut timbul akibat pengaruh dari
resultan gaya-gaya yang bekerja dan faktor yang mempengaruhinya (Marpaung
dan Teguh, 2014). Arus juga dapat terbentuk akibat oleh angin yang bertiup
dalam selang waktu yang sangat lama, dapat juga disebabkan oleh ombak yang
membentur pantai secara miring. Dapat pula disebabkan oleh gelombang yang
terbentuk dari gelombang yang datang menuju garis pantai (Loupatty, 2013).
Faktor-faktor pembangkit arus permukaan adalah bentuk topografi dasar
lautan dan pulau pulau disekitarnya. Arus yang terbentuk di Perairan Cilacap
memiliki kecepatan yang tidak begitu cepat. Hal ini sesuai dengan pernyatan
Triadmojo, (1999) bahwa arus yang terjadi pada perairan dangkal dan perairan
yang relatif tenang memiliki karaktristik arus dan kecepatan arus tidak begitu
besar dan relatif kecil. Pola arus yang timbul di perairan menunjukkan bahwa
pengaruh angin memperlemah kecepatan arus (Nurjaya, 2009).
IV.2.2.2.

Kecerahan

Parameter
Kecerahan
pH

Gosong
100 %

Lokasi
P. Menjangan
Menyamplungan
Kecil
100 %
100 %

7,8
7,8
7,9
Tabel 2. Kecerahan Perairan di Lokasi Praktikum

P. Menjangan
Besar
100 %
7,9

Pada saat praktikum didapat nilai kecerahan di Gosong, Menyamplungan,
Pulau Menjangan Kecil dan Pulau Menjangan Besar yaitu sama sebesar 100%.
Kecerahan perairan di semua lokasi praktikum tergolong tinggi (100%), di
perairan kawasan Taman Nasional Karimunjawa sangat mendukung bagi
kehidupan terumbu karang yang ada di perairan tersebut. Dalam pengukuran
kecerahan dilakukan dengan menggunakan secchi disk dengan cara menurunkan

secchi disk secara perlahan hingga batas tidak tampak, yakni warna hitam pada
secchi disk tidak lagi terlihat. Kemudian ukur panjangnya dengan meteran atau
penggaris panjang. Setelah nilai batas tampak dan nilai batas tidak tamapak telah
diperoleh, maka hasil tersebut diamasukkan kedalam rumus untuk menghitung
kecerahannya, yakni sebagi berikut (Syukur, 2002)
Kecerahan air (cm) = Jarak tidak tampak (cm) + Jarak tampak (cm)
2
Penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air,
membatasi zona fotosintesis dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman.
Kekeruhan, terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang mengendap,
seringkali penting sebagai faktor pembatas. Kekeruhan dan kedalaman air
pempunyai pengaruh terhadap jumlah dan jenis hewan bentos (Yuyun, 2005).
IV.2.2.3.

Suhu

n
o

Parameter

Satuan

1

Suhu

o

St-Gs

St-Nylg

St-Mjk

St-MjB

C
29
29
29
32
Tabel 3. Pengukuran Suhu di Lokasi Praktikum

Referensi
28.5-30.2

Dari hasil praktikum menunjukan nilai suhu pada lokasi praktikum yaitu
berkisr antara 29º C – 32 º C, Untuk temperatur perairan, khususnya perairan
Indonesia, temperatur air dipengaruhi oleh siklus perubahan musim. Selain oleh
musim, temperatur air di suatu perairan juga dipengaruhi oleh intensitas matahari,
kedalaman dan daratan di sekelilingnya (Dewi, 2009). Hutabarat (1985)
menambahkan beberapa hal yang mempengaruhi suhu di laut antara lain, posisi
matahari, lintang, besarnya sudut datang sinar matahari, waktu atau lamanya
penyinaran matahari, penutupan awan dan kedalaman air.

IV.2.3. Parameter Kimia Lingkungan Laut
IV.2.3.1.
Derajat Keasaman (pH)

Parameter
pH

Lokasi
P. Menjangan
Gosong Menyamplungan
Kecil
7,8
7,8
7,9
Tabel 4. Pengukuran Derajat Keasaman (pH)

P. Menjangan
Besar
7,9

Derajat keasaman atau pH merupakan suatu indeks kadar ion hidrogen (H+)
yang mencirikan keseimbangan asam dan basa. Derajat keasaman suatu perairan,
baik tumbuhan maupun hewan sehingga sering dipakai sebagai petunjuk untuk
menyatakan baik atau buruknya suatu perairan (Odum, 1971). Tinggi rendahnya
pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2. Tidak semua mahluk
bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH, untuk itu alam telah menyediakan
mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi atau terjadi tetapi dengan cara
perlahan (Sary, 2006).
Pengamatan nilai pH dilakuan pada tiap lokasi pengamatan yaitu pada
gosong 7,8 Menyamplungan 7,8, Menjangan Kecil 7,9 dan Menjangan Besar 7,9.
Nilai pH dari pulau Gosong dan Menyamplungan yaitu 7.8 dan pada pulau
Menjangan Besar dan Menjangan Kecil yaitu 7.9. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Gundo (2011) dimana kisaran pH air laut yang masih alami yaitu 7,48,5 sedangkan menurut Affan (2012) pH air laut berkisar antar 7,5-8,4 dan
semakain rendah ke wilayah pantai karena pengaruh air tawar.
IV.2.3.2.
No
1

Salinitas

Parameter
Satuan St-Gs
St-Nylg
St-Mjk St-MjB
Salinitas
Ppm
32
32
32
32
Tabel 5. Pengukuran Salinitas Pada Lokasi Praktikum

Referensi
32-35

Nilai salinitas pada kedua lokasi praktikum menunjukkan hasil yang sama
yaitu sebesar 32 ppt. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai salinitas diantaranya,
hilangnya air karena penguapan (evaporasi) dan masuknya air baru melalui
presipitasi baik oleh hujan atau salju atau masuknya air yang mengalir dari sungai
(Laili, 1997). Variasi nilai salinitis air laut yang fluktuasi juga dipengaruhi oleh
kondisi tempat, pada umumnya daerah Pulau adalah daerah yang jarak lautnya
tidak jauh dari daratan sehingga kandungan air tawar akan terlepas keluatan pada
saat air laut surut.
Terdapat hubungan berdanding terbalik antara suhu dan salinitas terhadap
kedalaman dimana menurut Klemas (2012) fungsi langsung dari kedalaman laut
adalah densitas yang dipengaruhi oleh salinitas, suhu dan tekanan. Densitas
bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya temperatur kecuali
pada temperatur dibawah densitas maksimum. Densitas maksimum terjadi diatas
titik beku untuk salinitas dibawah 24,7 dan dibawah titik beku untuk salinitas
diatas 24,7. Hal tersebut menunjukan semakin dalam periran maka suhu
berkurang sedangkan salinitas bertambah.
IV.2.3.3.
Parameter

Klorofil, Nitrat, dan Fosfat
P. Cemara Besar

P. Menjangan Besar

Klorofil (ppm)

-0,00713

-0,00163

Nitrat (ppm)

0.43185

0.4347

Fosfat (ppm)
0.03045
0.0082
Tabel 6. Kadar Klorofil, Nitrat, dan Fosfat pada Lokasi Praktikum
Bedasarkan hasil praktikum pengambilan data parameter klorofil, nitrat,
dan fosfat yang dilakukan pada dua pulau yaitu pulau Cemara Besar,dan
Menjangan Besar.Kandungan klorofil yang ada dua dipulau tersebut berkisar
antara -0,00713 - -0,00163 ppm,sedangkan kandungan nitrat pada kesua pulau

tersebut adalah 0.43185-0.4347 ppm.Kandungan fosfat pada pulau Cemara besar
adalah 0.03045 sedangkan kandungan fosfat pada pulau Menjangan Besar adalah
0.0082.
Menurut referensi Hartati et al (2012) kandungan nitrat di Karimunjawa
adalah 0,019-0,076 ppm hal ini tidak sesuai dengan data praktikum. Faktor yang
mempengaruhi

tingi

rendahnya

nitrat

adalah

kedalamn

dan

penetrasi

cahaya.Distribusi vertikal nitrat di laut menunjukkan bahwa kadar nitrat semakin
tinggi bila kedalaman laut bertambah, sedangkan distribusi secara horisontal,
kadar nitrat semakin tinggi pada daerah pantai.Banyaknya cahaya yang masuk
keperairan mempengaruhi pemanfaatan nitrat oleh produsen primer jika cahaya
matahari yang masuk ckup banyak maka kandungan nitat di laut akan lebih
rendah begitu juga sebaliknya (Hutagalung, 1997). Nitrat merupakan suatu unsur
penting dalam sintesa protein tumbuhan, namun pada badan perairan yang
memiliki jumlah nitrat yang berlebih akan menyebabkan kurangnya oksigen
terlarut di perairan dan menyebabkan banyak organisme yang mati (Agawin dan
Duarte, 2002). Jika kadar nitrat yang melebihi 0,2 mg/liter dapat mengakibatkan
terjadinya eutrofikasi (pengkayaan) perairan, yang selanjutnya menstimulir
pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara cepat (blooming) (Hartati et al,2012).
Menurut refrensi kandungan klorofil a di Karimunjawa adalah berkisar
antara 4,016 μg/l - 9,892 μg/l. Tinggi rendahnya klorofil a sangat terkait dengan
kondisi lingkungan suatu perairan. Beberapa parameter fisika kimia mengintrol
dan mempengaruhi klorofil-a (Wang, 1997). Sebaran konsentrasi klorofil-a pada
umumnya tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari suplai nutrien tinggi yang
berasal dari daratan melalui limpasan air sungai, dan rendah di perairan lepas

pantai. Meskipun demikian konsentrasi klorofil-a tinggi dapat ditemukan pula di
perairan lepas pantai, disebabkan adanya proses sirkulasi massa air mengangkut
nutrien dengan konsentrasi tinggi dari perairan dalam ke permukaan yang
dikenal sebagai fenomena upwelling (Sukoharjo, 2012).
Menurut refrensi Hartati et al (2012) kandungan fosfat di Karimunjawa
adalah sekitar 0,053-0,01 ppm hal ini tidak sesuai dengan data praktikum, nilai
fosfat yang didapat dari hasil praktikum lebih tinggi dibanding refrensi. Tingginya
konsentrasi fosfat ini dipengaruhi oleh keberadaan ekosistem terumbu karang
yang luas terhampar ditempat pengambilan data (Yusuf, 2012). Menurut Brady
(1990), fosfor merupakan nutrien metabolik yang sangat penting dan keberadaan
unsur ini seringklali mempengaruhi produktivitas perairan umum. Jika peraian
kelebihan kandungan fosfat maka bisa menyebabkan terjadi eutrofikasi.

V.
V.1.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Bedasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

1.

Parameter geologi yang diamati adalah ukuan butir sedimen, sedimen
diambil menggunakan tangan. Untuk menganalisis ukuran butir sedimenya
diakukan dengan menggunkan ayakan bertingkat dengan 4 jumlah fraksi,
setiap fraksi memiliki ukuran yang bebeda-beda. Jenis sedimen yang
didapat dari analisis menggunakan ayakan bertingkat adalah krikil, pasir
halus, pasir kasar, dan lumpur. Parameter fisika yang diamati adalah suhu,
arus, dan kecerahan. Pengambilan data arus diukur menggunakan alat
Current meter, sedangkan data suhu diambil menggunakan alat CTD. Data
suhu dan arus dianalisis bedasarkan data yang terekeam di alat dan dibuat
grafik. Kecerahan diukur menggunakan secchi disk, analisis kecerahan
dihitung dengan rumus 0,5× (kedalaman keping ta terlihat + kedalaman
keping terlihat). Parameter kimia diamati adalah salinitas, pH, klorofil,
nitrat, dan fosfat. Salinitas diukur menggunakan CTD.Analisis data
menggunakan data yang salinitas yang terekam oleh alat CTD dan dibuat
grafik. Pengukuran pH menggunakan pH paper, analisisnya dengan
mencocokan warna kertas dengan warna indikator. Pengambilan klorofil,
nitrat, dan fosfat diambil menggunakan botol lalu di analisis di
laboratorium menggunakan spektofotometri.
2. Sedimen di Pulau Cemara kecil terdiri 2,72% kerikil, 21,38% pasir kasar,
6,02% pasir sedang, 40,59% pasir halus, 23,12% lumpur. Sedimen di
Pulau Menjangan Besar terdiri dari: 4,02% kerikil, 18,08% pasir kasar,
4,96% pasir sedang, 50,26% pasir halus, dan 23,12% lumpur. Jenis
sedimen yang terdapat di Pulau Cemara Kecil dan pulau Menjangan Kecil
didominasi oleh pasir halus. Nilai pH dan kecerahan yang diambil dari

Pulau Gosong, Pulau Menyamplungan, Pulau Menjangan Kecil, dan Pulau
Menjangan Besar memiliki kecerahan 100% dan memiliki pH berkisar
antara 7,8-7,9. Rata-rata suhu dan salinitas yang diambil dari kedalaman 0
– 7 meter didapatkan suhu berkisar 26,994°C-30,914° C, sedangkan
salinitas didapatkan berkisar anatara 19,228-21,962 ppt.
V.2.

Saran
Sebaiknya acara praktikum dapat terlaksana semua tanpa menunda-nunda.

Selain itu praktikum dan pengumpulan laporan jaraknya sangat jauh
menyebabkan pengumpulan laporan yang tidak berjalan sesuai dengan format dan
praktikum diharap lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Affan, Junaidi M. 2012. Identifikasi lokasi untuk pengembangan budidaya
keramba jaring apung (KJA) berdasarkan faktor lingkungan dan kualitas
air di perairan pantai timur Bangka Tengah. Depik. 1(1): 78-85.
Agawin, N, S. R. dan Duarte, C, M. 2002. Evidence of Direct Particle Trapping
by a Tropical Seagrass Meadow. Estuaries. 25: 1205-1209.
Arifin, R. 2009. Distribusi Spasial dan Temporal Biomassa Fitoplankton
(Klorofil-a) dan Keterkaitannya dengan Kesuburan Perairan Estuari
Sungai Brantas, Jawa Timur. Program Studi MSP. FPIK. IPB. Bogor.
Arifin, R. 2009. Distribusi Spasial Dan Temporal Biomassa Fitoplankton
(Klorofil-a) Dan Keterkaitanya Dengan Kesuburan Perairan Estuari
Sungai Brantas, Jawa Timur. Skripsi. IPB. Bogor.
Azis, M.F. 2006. Gerak Air di Laut. J. Oseana., 31(4):9-21.
Brady, N, C. 1990. The Nature and Properties of Soil. Mac Millan Publishing
Company:New York.
Brown, et al., 1989. Ocean Circulation. The Open University. Pergamon Press.
Oxford. York New
Connel, D. W. dan Miller, G. J. 1995. Kimia dan Otoksikologi Pencemaran.
Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia.
Dewi, L. 2009. Kondisi Oseanografi Fisika Perairan Barat Sumatera (Pulau
Simeulue Dan Sekitarnya) Pada Bulan Agustus 2007 Pasca Tsunami
Desember 2004. Makara Sains, 13 (1): 17-22.
Dinda, M. Yusuf dan Denny N.S. 2012. Karakteristik Arus, Suhu dan Salinitas di
Kepulauan Karimunjawa. Journal of Oceanography, 1(2): 186-196
Effendi, H.

2003.

Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta: Kanisius.
Fajri, N. E. 2001. Analisis Kandungan Logam Berat Hg, Cd, dan Pb dalam Air
Laut, Sedimen, dan Tiram (Carassostrea cucullata) di Perairan Pesisir
Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Tesis. Program
Pascasarjana, IPB, Bogor. 59 pp.
Fardiaz, Soerjani M., A. Yuwono. 2005. Lingkungan Hidup (The Living
Environment).

Yayasan

Lingkungan. Jakarta.

Institut

Pendidikan

dan

Pengembangan

Gundo et al., 2011. Analisis Parameter Oseanografi di Lokasi Pengembangan
Eucheuma Spinosum Pulau Nian Kab. Minahasa Utara. Jurnal Ilmu
Kelautan. Vol 16(4): 193-198
Hartati, R., Junaedi, A., Hariyadi, H., & Mujiyanto, M. 2012. Struktur Komunitas
Padang Lamun di Perairan Pulau Kumbang, Kepulauan Karimunjawa
(Seagrass Community Structure of Kumbang Waters-Karimunjawa
Islands). ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences,
17(4): 217-225.
Hatta, M. 2002. Hubungan Antara Klorofil-a dan Ikan Pelagis dengan Kondisi
Oseanografi di Perairan Utara Irian Jaya. Bogor: I