Laporan Titrasi Asam Basa Aspirin.docx

PENENTUAN KADAR ASPIRIN DALAM OBAT GENERIK ASPIRIN
DENGAN MENGGUNAKAN METODE TITRASI ASAM BASA

I.

TUJUAN
Menentukan

kadar

aspirin

dalam

obat

generik

aspirin

dengan


menggunakan titrasi asam basa (titrasi kembali).
II.

PRINSIP
Berdasarkan reaksi netralisasi antara aspirin dengan larutan natrium

hidroksida berlebih membentuk natrium aspirin, dimana kelebihan larutan natrium
hidroksida dititrasi oleh larutan asam klorida.

III.

REAKSI

III.1

Standarisasi Larutan Natrium Hidroksida dengan Larutan Asam Oksalat
NaOH(aq)

+


H2C2O4(aq)

(Natrium hidroksida) (Asam oksalat)
III.2

Na2C2O4(aq)

H2O(l)

(Natrium oksalat)

(Air)

Standarisasi Larutan Asam Klorida dengan Larutan Natrium Hidroksida
HCl(aq) +

NaOH(aq)

NaCl(aq) +


(Asam klorida) (Natrium hidroksida) (Natrium klorida)
3.3

+

H2O(l)
(Air)

Reaksi antara Aspirin dengan Larutan Natrium Hidroksida
O

O
O

C

CH

3


O

C

( Aspirin
) ASETIL
( Natrium
hidroksida )
ASPIRIN
(ASAM
ASETAT)

3

+ H 2O

+ NaOH
COOH


CH

COONa

( Natrium aspirin )

( Air )

3.4

Reaksi antara Larutan Natrium Hidroksida Berlebih dengan Larutan Asam
Klorida
NaOH(aq)

+

HCl(aq)

(Natrium hidroksida) (Asam klorida)


NaCl(aq) +

H2O(l)

(Natrium klorida)

(Air)

IV.

TEORI

IV.1

Teori Umum
Bahan obat adalah zat aktif yang berfungsi untuk mencegah, meringankan,

menyembuhkan atau mengenali penyakit. Obat adalah bentuk-bentuk sediaan
tertentu dari bahan obat yang digunakan pada hewan dan manusia. Ilmu tentang
interaksi antara senyawa kimia dan sistem biologi merupakan penafsiran secara

sempit dari farmalogi.
Untuk mempermudah pengawasan penggunaan dan pemantauan obat
digolongkan sebagai berikut:
1. Penggolongan obat berdasarkan kemasan
a. Obat bebas (simbol hijau)
Obat yang relatif aman dapat diperoleh tanpa resep dokter selain diapotek
dapat pula ditemukan di warung-warung.
b. Obat bebas terbatas (simbol biru)
Obat ini relatif aman selama pemakainnya mengikuti aturan pakai yang
ada.
c. Obat keras (simbol merah)
Berbahaya disebut sebaga obat keras karena jika pemakainnya tidak
memperhatikan aturan dan juga peringatan yang diberikan dapat
menimbulkan efek yang berbahaya.
d. Pakotropika (obat keras tertentu)
e. Narkotika
2. Penggolongan obat berdasarkan cara atau jalur pemakainnya
a. Obat luar
Obat yang pemakainnya tidak melalui saluran pencernaan.
b. Obat dalam

Obat yang penggunaannya melalui mulut masuk pada saluran pernapasan.
3. Penggolongan obat berdasarkan sumber atau asalnya
a. Tanaman (obat yang bersumber dari akar, batang, dan biji)
b. Hewan (obat berupa hormone atau enzim)
c. Mineral (dapat berupa elemen-elemen organik)

d. Sintesis (kebanyakan obat yang digunakan bersumber dari semisintesis)
(Priyanto, 2008).
Obat diberikan secar oral (obat dalam) atau melalui rute bukan oral
(parental). Penyerapan obat adalah suatu peristiwa pertama yang mempengaruhi
aktivitas. Obat parental biasanya berupa larutan dan dapat diserap dengan cepat.
Sebaliknya obat oral biasanya dalam bentuk padat membawa sejumlah perubahan
yang menentukan pelarutan, penyerapan, ketersediaan hayati dan kecepatan obat
mencapai sasarannya. Pelarutan dan pembagian dalam biofase merupakan
fenomena fisika. Jadi, parameter yang dibahas menyangkut bidang ini. Laju
pelarutan ditentukan oleh:
1. Kelarutan obat dalam air
2. pH medium
3. pKa obat
4. Bentuk , laju spesifik dan kepadatan kristal atau butiran obat

5. Formulasi obat
(Nogrady , 1992).
Suatu penyelidikan sifat fisik dari molekul obat adalah suatu saat
formulasi suatu produk dan sering membuat kita menjadi lebih mengerti akan
suatu hubungan timbal balik antara struktur molekul dan kegiatan obat. Sifat-sifat
ini boleh dianggap sebagai salah satu sifat aditif (diturunkan dari gugus fungsi di
dalam molekul) atau sifat konsitutif (bergantung pada susunan struktur atom di
dalam molekul). Massa merupakan sifat aditif sedangkan rotasi oprik dianggap
sebgai suatu sifat konsitutif.
Beberapa sifat fisik adalah konsitutif dan juga sudah diukur sifat aditifnya.
Bias moral dari suatu senyawa sebagai contoh adalah penjumlahan dari bias atom
dan gugusnya yang menyusun senyawa tersebut. Tetapi susunan kerangka atom
dalam masing-masing gugus adalah berbeda sehingga interaksi bias dari dua
molekul akan berbeda yaitu masing-masing gugus dalam dua molekul yang
berbeda memberikan harga yang berbeda keseluruhan (Tatang, 2015).

4.2

Teori Khusus
Aspirin atau Asam asetil salisilat yang ditemukan oleh seorang ilmuan


berkebangsaan Jerman yaitu Felix Hoffmann yang berusaha menemukan cara
alternatif dalam mengobati arthritis tanpa menggunakan natrium salisilat, natrium
salisilat yang digunakan untuk mengobati arthritis sering menyerang lapisan
lambung dan menyebabkan pasien sakit yang cukup akibat iritasi. Karena
keasaman membuat salisilat keras pada perut, ia mulai mencari formasi asam yang
menyebabkan dia untuk mensintesis asam asetilsalisilat, suatu senyawa yang
berbagi sifat terapeutik salisilat lain tetapi tidak memiliki keasaman yang kuat
yang menyebabkan iritasi lambung. Pada tanggal 10 Agustus 1897, Hoffmann
berhasil mensintesis asam asetilsalisilat (ASA) untuk pertama kalinya dalam
bentuk stabil yang dapat digunakan untuk aplikasi medis. Dengan acetylating
asam salisilat dengan asam asetat, ia berhasil menciptakan asam asetilsalisilat
(ASA) dalam bentuk kimia murni dan stabil.
Pada pembuatan aspirin reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi. Ester
merupakan turunan asam karboksilat yang gugus –OH dari karboksilnya diganti
dengan gugus –OR dari alkohol. Ester dapat dibuat dari asam dengan alkohol atau
dari anhidrida asam dengan alkohol. Suatu ester asam karboksilat adalah suatu
senyawa yang mengandung gugus –COOR dengan R terbentuk alkil maupun aril.
Alkohol dengan asam karboksilat dan turunannya asam karboksilat membentuk
ester asam karboksilat. Reaksi ini disebut reaksi esterifikasi. Aspirin juga dapat

dibuat dari asam salisilat yang direaksikan dengan asetil klorida atau asam asetat
anhidrid. Aspirin tergolong ke dalam asam penoleat yang biasanya digunakan
secara luas dalam bentuk murni atau campuran (Fessenden & Fessenden,1986).
Aspirin atau Acidium Acetylo salicylium (asam 2-asetilbenzoat) memiliki
rumus kimia yaitu C6H8O4, yang dapat dibuat dari asam salisilat yang di
asetilisasikan dengan asetil klorida atau anhidrin asam asetat dengan
menggunakan katalalis H2SO4. Sintesis aspirin termasuk reaksi esterifikasi yakni
merupakan reaksi pengubahan dari suatu asam karboksilat dan alkohol menjadi
suatu ester dengan menggunakan katalis asam. Reaksi juga sering disebut reaksi
esterifikasi Fischer (Jumhari, 1995).

Sifat-sifat aspirin dapat dilihat dari beberapa sisi, dilihat dari sifat
kimianya yaitu :
a.

Kelarutan aspirin dalam air 10 mg/ ml dalam suhu 200 C

b. Larut dalam etanol
c.

Larut dalam eter

d. Larut dalam air
e.

Merupakan senyawa polar

Dilihat dari sifat fisikanya, sebagai berikut:
a.

Massa molekul relatif aspirin adalah 180 gram/mol

b. Titik leleh aspirin adlah 133,4 0c
c.

Titik didih aspirin 140 0c

d. Aspirin merupakan senyawa padat berbentuk kristal an berwarna putih
e.

Berat molekul aspirin 180,2 gram/ mol

f.

Berat jenis aspirin 1,4 gram/ml
(Rainford, 2004).

Aspirin diabsorpsi dengan baik secara oral pH asam dalam lambung
menjaga fraksi besar aspirin tidak terionisasi sehingga menunjang absorpsi dalam
lambung, karena aspirin merupakan asam lemah (pKa = 3,5), meskipun banyak
aspirin diabsorpsi melalui area permukaan yang luas (dari usus kecil bagian atas).
Dahulu aspirin banyak digunakan pada terapi dari penyakit inflamasi sendi.
Namun lebih dari 50% pasien tidak dapat mentoleransi efek sampingnya (mual,
muntah, nyeri epigastrium, tintus) akibat dosis tinggi aspirin larut yang diperlukan
untuk mencapai efek antiinflamasi. Untuk alasan tersebut, OAINS yang lebih baru
secara umum cenderung dipilih untuk mengobati gejala-gejala penyakit inflamasi
sendi (Neal, 2005).
Mengelupas kulit batang pohon willow dan meminum air rebusannya dapat
mereddakan rasa sakit dan nyeri. Asam silsilat atau yang lebih dikenal dengan
nama aspirin di produk dan disintesis sebagai obat sendiri memiliki Antiplatelet
yang artinya aspirin mampu memelihara sel darah yang disebut platelet dari
pembekuan serta dapat penurunkan resiko stroke (Robert, 2007).

V.

ALAT DAN BAHAN

5.1

Alat yang digunakan

5.2

-

Batang pengaduk

-

Botol semprot

-

Bulb pipet

-

Buret

-

Corong gelas

-

Gelas kimia

-

Gelas ukur

-

Kaca arloji

-

Kertas timbang

-

Klem

-

Labu erlenmeyer

-

Labu ukur

-

Mortir

-

Neraca analitis

-

Pipet tetes

-

Pipet volume

-

Plastik wrap

-

Spatula

-

Statif

-

Stamper

-

Statif

-

Tisu

Bahan yang digunakan
-

Akuades

-

Indikator fenolftalein

-

Larutan asam klorida 37%

(H2O)
(HCl)

-

Larutan etanol 96%

(C2H5OH)

-

Padatan asam oksalat

(H2C2O4)

-

Padatan natrium hidroksida

(NaOH)

-

Sampel obat generik aspirin

VI. PROSEDUR
6.1

Preparasi Sampel Obat Generik Aspirin
Tablet generik aspirin digerus dengan menggunakan mortir dan stamper

hingga halus.

6.2

Pembuatan Larutan Asam Oksalat 0,5000 N dalam 100 mL
Padatan asam oksalat ditimbang sebanyak 3,1517 g dengan menggunakan

neraca analitis pada kaca arloji. Setelah itu, padatan yang telah ditimbang
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dengan bantuan corong gelas, lalu
ditambahkan akuades hingga setengah bagian dan dikocok hingga larut.
Kemudian ditambahkan kembali akuades ke dalam labu ukur hingga tanda batas
dan dihomogenkan.

6.3

Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida 0,5000 N dalam 500 mL
Padatan natrium hidroksida ditimbang sebanyak 10,00 g dengan

menggunakan neraca teknis pada kaca arloji. Setelah itu, padatan yang telah
ditimbang dimasukkan ke dalam gelas kimia yang telah berisi sedikit akuades
bebas karbon dioksida, lalu diaduk hingga larut. Kemudian ditambahkan kembali
akuades bebas karbon dioksida ke dalam gelas kimia hingga volume larutan 500
mL, dihomogenkan dan ditutup dengan plastik wrap.

6.4

Pengenceran Larutan Asam Klorida 37% menjadi 0,5000 N dalam 500 mL
Larutan asam klorida 37% dipipet sebanyak 20,72 mL, dimasukkan ke

dalam gelas kimia yang telah berisi sedikit akuades, dan diaduk hingga homogen.
Setelah itu ditambahkan kembali akuades ke dalam gelas kimia hingga volume
larutan 500 mL dan diaduk hingga homogen.

6.5

Standarisasi Larutan Natrium Hidroksida oleh Larutan Asam Oksalat 0,5000
N
Larutan asam oksalat 0,5000 N dipipet sebanyak 25 mL dengan

menggunakan pipet volume, lalu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.
Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein ke dalam labu erlenmeyer.
Setelah itu, larutan dititrasi dengan larutan natrium hidroksida hingga terjadi
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda.

6.6

Standarisasi Larutan Asam Klorida oleh Larutan Natrium Hidroksida 0,5000
N
Larutan asam klorida 0,5000 N dipipet sebanyak 25 mL dengan

menggunakan pipet volume, lalu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.
Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein ke dalam labu erlenmeyer.
Setelah itu, larutan dititrasi dengan larutan natrium hidroksida hingga terjadi
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda.

6.7

Titrasi Blanko
Larutan etanol 95% dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu

erlenmeyer. Setelah itu, ditambahkan 50 mL larutan natrium hidroksida 0,5000 N
ke dalam labu erlenmeyer, dikocok hingga homogen, lalu ditutup menggunakan
plastik wrap dan didiamkan selama 1 jam. Setelah itu, ditambahkan 3 tetes
indikator fenolftalein ke dalam labu erlenmeyer tersebut dan dititrasi dengan
larutan asam klorida 0,5000 N hingga terjadi perubahan warna dari merah muda
menjadi tidak berwarna.

6.8

Penetapan Kadar Aspirin oleh Larutan Asam Klorida
Padatan obat generik aspirin yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak

1,0000 g dengan menggunakan neraca analitis pada kaca arloji dan dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer. Kemudian ditambahkan dengan 10 mL etanol 95% dan
dikocok hingga larut. Setelah itu, ditambahkan 50 mL larutan natrium hidroksida
0, 5000 N ke dalam labu erlenmeyer, dikocok hingga homogen, lalu ditutup
menggunakan plastik wrap dan didiamkan selama 1 jam. Setelah itu, ditambahkan
3 tetes indikator fenolftalein ke dalam labu erlenmeyer tersebut dan dititrasi
dengan larutan asam klorida 0,5000 N hingga terjadi perubahan warna dari merah
muda menjadi tidak berwarna.

VII. DATA PENGAMATAN
7.1

Standarisasi Larutan Natrium Hidroksida oleh Larutan Asam Oksalat 0,5000
N
NaOH
V (mL)

N (N)

V (mL)

N (N)

31,00

0,4032

25,00

0,5000

31,00

0,4032

25,00

0,5000

31,00

0,4032

25,00

0,5000

0,4032

25,00

0,5000

31,00
7.2

H2C2O4

Standarisasi Larutan Asam Klorida oleh Larutan Natrium Hidroksida 0,5000
N
HCl

NaOH

V (mL)

N (N)

V (mL)

N (N)

25,00

0,4919

30,50

0,4032

25,00

0,4919

30,50

0,4032

25,00

0,4919

30,50

0,4032

0,4919

30,50

0,4032

30,50

7.3

Titrasi Blanko
Blanko
N (N)

V (mL)

N (N)

10,00

1,9056

38,74

0,4919

10,00

1,9036

38,70

0,4919

10,00

1,9046

38,72

0,4919

1,9046

38,72

0,4919

10,00
7.4

HCl

V (mL)

Penentuan Kadar Aspirin oleh Larutan Asam Klorida
Aspirin

HCl

V (mL)

N (N)

V (mL)

N (N)

10,00

1,4383

29,24

0,4919

10,00

1,4393

29,26

0,4919

10,00

1,4393

29,26

0,4919

1,4389

29,25

0,4919

10,50

VIII. PERHITUNGAN
8.1

Pembuatan Larutan Asam Oksalat 0,5000 N dalam 100 mL

massa 1000
N = Mr x V xeq
massa
1000
0,5000 N = 126,06 g /mol x 100 mL x 2

massa

8.2

= 3,1517 g

Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida 0,5000 N dalam 500 mL
massa 1000
N = Mr x V xeq

massa
1000
0,5000 N = 40,00 g/mol x 500 mL x 1

massa

8.3

=10,00 g

Pengenceran Larutan Asam Klorida 37% menjadi 0,5000 N dalam 500 mL

N=

N=

ρ .% .10
Mr x eq

1,19 g / mL .37 % .10
x1
36,5 g /mol
N = 12,0630 N

V1

.

N1

=

V1 . 12,0630 N =

V2

.

N2

500 mL . 0,5000 N

V1 = 20,72 mL
8.4

Standarisasi Larutan Natrium Hidroksida oleh Larutan Asam Oksalat
0,5000 N

V1
1.

.

N1

=

25,00 mL . 0,5000 N =

V2

.

.

N2

31,00 mL . N2

V1 = 0,4032 N
2.

25,00 mL . 0,5000 N =

31,00 mL . N2

V1 = 0,4032 N
3.

25,00 mL . 0,5000 N =

31,00 mL . N2

V1 = 0,4032 N

=

N 1+ N 2+ N 3
3

0,4032+ 0,4032+ 0,4032
3

=

0,4032
=
N
8.5

Standarisasi Larutan Asam Klorida oleh Larutan Natrium Hidroksida

V1

1.

.

N1

=

25,00 mL . 0,4032 N =

V2

.

.

30,50 mL . N2

V1 = 0,4919 N

N2

2.

25,00 mL . 0,4032 N =

30,50 mL . N2

V1 = 0,4919 N
3.

25,00 mL . 0,4032 N =

30,50 mL . N2

V1 = 0,4919 N

=
=

=
8.6

N 1+ N 2+ N 3
3

0,4 919+0,4 919+0, 4919
3
0,4 919 N

Penentuan Kadar Aspirin oleh Larutan Asam Klorida

% Aspirin=

1.

(V

% Aspirin=

Blanko−V Aspirin ) × N HCl × Mr Aspirin
×100 %
mg Sampel

( 38,72 mL – 29,24 ) ×0,4919 N ×180 g/ mol

1000,0mg

×100 %

% Aspirin=83,94 %
2.

% Aspirin=

( 38,72 mL – 29,2 6 ) × 0,4919 N × 180 g /mol

1000,0 mg

× 100 %

% Aspirin=83,76 %
3.

% Aspirin=

( 38,72 mL – 29,2 6 ) × 0,4919 N × 180 g /mol

1000,0 mg

% Aspirin=83,76 %

× 100 %

% Aspirin rata−rata=

% Aspirin 1+ % Aspirin2 +% Aspirin3
3

% Aspirin rata−rata=

83,94 %+83,76 % +83,76 %
3

% Aspirin rata−rata=83,82%
8.7

Penentuan KSR

KSR=

% percobaan−% literatur
×100 %
% literatur

KSR=

83,82 %−83,12 %
× 100 %
83,12 %

KSR=0,84 %

IX.

PEMBAHASAN
Aspirin atau asam aseto salisilat merupakan obat analgesik atau pereda

rasa sakit tanpa menyebabkan ketidaksadaran penggunanya. Aspirin bersifat asam
sehingga untuk menentukan kadarnya dapat dilakukan dengan titrasi asam basa.
Titrasi asam basa ini berdasarkan pada reaksi netralisasi antara aspirin dengan
larutan baku yang bersifat basa, yaitu natrium hidroksida.
Prosedur pertama pada percobaan ini yaitu preparasi sampel. Sampel yang
digunakan pada percobaan ini adalah obat generik aspirin karena obat ini
berwarna putih sehingga dapat memudahkan pada pengamatan titik akhir titrasi.
Sejumlah tablet aspirin digerus hingga halus untuk memperbesar luas permukaan
obat agar lebih mudah berkontak dengan pelarut. Selain itu penggerusan juga
berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel sehingga mudah untuk dilarutkan.
Prosedur selanjutnya adalah pembuatan larutan baku primer asam oksalat.
Larutan baku primer merupakan larutan yang dapat digunakan untuk menentukan
kadar suatu senyawa, dimana larutan ini telah diketahui konsentrasinya dengan
pasti. Adapun syarat dari larutan baku primer yaitu memiliki berat molekul relatif
yang tinggi, bersifat stabil, dan mudah diperoleh dalam keadaan murni. Pertama,
sejumlah padatan asam oksalat ditimbang menggunakan neraca analitis pada kaca
arloji. Penimbangan dilakukan menggunakan neraca analitis agar diperoleh hasil
penimbangan yang lebih teliti. Setelah itu, padatan yang telah ditimbang
dimasukkan ke dalam labu ukur dengan bantuan corong gelas, lalu ditambahkan
akuades hingga setengah bagian dan dikocok hingga larut. Pelarutan dilakukan di
dalam labu ukur karena labu ukur merupakan alat gelas yang telah terkalibrasi dan
hanya memiliki satu skala sehingga ketelitiannya lebih tinggi dan sesuai bila
digunakan untuk pembuatanlarutan baku primer. Penambahan akuades dilakukan
hingga setengah bagian terlebih dahulu agar padatan asam oksalat lebih mudah
larut. Kemudian ditambahkan kembali akuades ke dalam labu ukur hingga tanda
batas dan dihomogenkan. Homogen adalah keadaan campuran dimana komposisi
campuran pada setiap bagiannya sama dan berada pada satu fase.

Prosedur selanjutnya adalah pembuatan larutan baku sekunder natrium
hidroksida. Larutan baku sekunder adalah larutan baku yang konsentrasinya
belum diketahui dengan pasti. Adapun syarat dari larutan baku sekunder adalah
memiliki massa molekul relatif rendah, tidak stabil, dan sulit didapatkan dalam
keadaan murni. Pertama, padatan natrium hidroksida ditimbang dengan
menggunakan neraca teknis karena pada pembuatan larutan baku sekunder tidak
memerlukan ketelitian yang tinggi. Penimbangan dilakukan dengan alas kaca
arloji karena padatan natrium hidroksida bersifat higroskopis atau mudah
menyerap uap air dari udara sehingga apabila digunakan kertas timbang
dikhawatirkan kertas timbang sobek dan menyulitkan saat penimbangan. Sesteleh
itu, padtaan yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam gelas kimia yang telah
berisi sedikit akuades bebas karbon dioksida. Padatan natrium hidroksida
dilarutkan menggunakan akuades bebas karbon dioksida agar natrium hidroksida
tidak bereaksi dengan karbon dioksida yang biasa terdapat di dalam air yang dapat
menyebabkan terbentuknya natrium karbonat yang berupa endapan berwarna
putih. Akuades bebas karbon dioksida ini dibuat dengan memanaskan akuades
hingga mendidih sehingga gas karbon dioksida yang tedapat dalam akuades
menguap. Kemudian akuades yang telah dididihkan tersebut ditutup dengan
plastik wrap agar gas karbon dioksida tidak masuk kembali ke dalam akuades,
lalu akuades tersebut didinginkan pada air mengalir. Akuades harus berada dalam
suhu ruangan karena ketika padatan natrium hidroksida dilarutkan dalam akuades
akan menghasilkan reaksi eksoterm atau reaksi pelepasan panas dari sistem ke
lingkungan. Apabila akuades yang digunakan dalam keadaan panas dikhawatirkan
terjadi superheating atau panas yang berlebih sehingga gelas kimia yang
digunakan pecah. Kemudian ditambahkan kembali akuades bebas karbon dioksida
ke dalam gelas kimia tersebut hingga volume tertentu, dihomogenkan, dan ditutup
dengan plastik wrap.
Prosedur selanjutnya adalah pengenceran larutan asam klorida. Larutan
asam klorida ini bertindak sebagai larutan baku tersier dimana konsentrasinya
akan ditetapkan oleh larutan baku sekunder natrium hidroksida. Pertama, larutan
asam klorida pekat dipipet dan dimasukkan ke dalam gelas kimia yang telah berisi

sedikit akuades agar tidak terjadi superheating akibat reaksi eksoterm antara
larutan asam klorida dengan akuades. Proses pengenceran larutan asam klorida ini
dilakukan di dalam lemari asam karena di dalam lemari asam terdapat blower
yang dapat menghisap uap asam dan gas berbahaya yang berasal dari larutan asam
klorida pekat, lalu mengalirkannya menuju ventiler yang berfungsi untuk
menyaring udara tersebut sehingga ketika dialirkan ke lingkungan konsentrasi uap
asam dan gas berbahaya tersebut menurun dan dapat dinetralkan oleh udara.
Selanjutnya ditambahkan kembali akuades ke dalam gelas kimia tersebut hingga
volume tertentu dan diaduk hingga homogen.
Prosedur selanjutnya adalah standarisasi larutan baku sekunder natrium
hidroksida oleh larutan baku primer asam oksalat. Standarisasi merupakan proses
penetapan kadar suatu larutan baku sehingga konsentrasinya daat diketahui
dengan pasti. Pertama, larutan asam oksalat dipipet dengan menggunakan pipet
volume agar volume yang terukur lebih akurat, lalu dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer. Kemudian ditambahkan indikator fenolftalein ke dalam labu
erlenmeyer. Indikator fenolftalein merupakan indikator asam basa dengan trayek
pH antara 8-10, dimana pada keadaan asam tidak berwarna dan dalam keadaan
basa berwarna merah. Indikator fenolftalein digunakan karena trayek pHnya
sesuai dengan pH titrasi dan perubahan warna yang dihasilkannya spesifik.
Setelah itu, larutan dititrasi dengan larutan natrium hidroksida hingga terjadi
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Pada proses
standarisasi ini terjadi reaksi netralisasi antara asam oksalat dengan natrium
hidroksida sehingga menghasilkan garam natrium oksalat dan air. Perubahan
warna yang terjadi menunjukkan bahwa telah terjadi titik akhir titrasi yaitu
keadaan dimana warna indikator tepat berubah. Perubahan warna indikator ini
menunjukkan bahwa larutan tersebut telah melewati titik ekuivalennya. Titik
ekuivalen adalah keadaan dimana jumlah mol ekuivalen pentiter sama dengan
jumlah mol ekuivalen titran. Semakin dekat titik akhir titrasi dengan titik
ekuivalen maka konsentrasi yang terukur akan semakin tepat.

Prosedur selanjutnya adalah standarisai larutan baku tersier asam klorida
oleh larutan baku sekunder natrium hidroksida. Pertama, sejumlah larutan asam
klorida dipipet dengan menggunakan pipet volume, lalu dimasukkan ke dalam
labu erlenmeyer. Kemudian ditambahkan indikator fenolftalein dan dititrasi
dengan larutan natrium hidroksida hingga terjadi perubahan warna dari tidak
berwarna menjadi merah muda. Pada titrasi ini terjadi reaksi netralisasi antara
asam klorida dengan natrium hidroksida sehingga terbentuk garam natrium
klorida dan air. Kelebihan setetes larutan natrium hidroksida akan menyebabkan
perubahan warna indikator menjadi merah muda karena larutan menjadi bersifat
sedikit basa.
Prosedur selanjutnya adalah titrasi blanko yang bertujuan untuk
menentukan jumlah asam yang bereksi dengan natrium hidroksida yang berasal
dari pereaksi etanol. Larutan blanko sendiri merupakan larutan tanpa analit.
Larutan blanko pada percobaan ini terdiri dari campuran etanol dan natrium
hidroksida. Pertama, sejumlah larutan etanol dimasukkan dipipet menggunakan
pipet volume dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Setelah itu, ditambahkan
sejumlah larutan natrium hidroksida yang berfungsi untuk menetralkan etanol
yang bersifat sedikit asam. Kemudian campuran tersebut dikocok hingga
homogen, lalu ditutup dengan plastik wrap agar etanol yang bersifat volatil atau
mudah menguap tidak menguap dan tidak mempengaruhi titik akhir titrasi.
Selanjutnya campuran tersebut didiamkan selama satu jam yang bertujuan agar
kontak antarpelarut lebih lama sehingga reaksi netralisasi berlangsung dengan
optimum. Setelah itu, ditambahkan indikator fenolftalein ke dalam abu
erlenmeyer tersebut dan dititrasi dengan larutan asam klorida hingga terjadi
perubahan warna dari merah muda menjadi tidak berwarna. Ketika dilakukan
penambahan indikator fenolftalein, warna larutan berubah menjadi merah muda
karena larutan tersebut bersifat basa yang berasal dari larutan natrium hidroksida
berlebih. Pada titrasi ini terjadi reaksi netralisasi antara larutan natrium hidroksida
berlebih dengan larutan asam klorida dan menghasilkan garam natrium klorida
dan air, dimana kelebihan satu tetes larutan asam klorida dapat menyebabkan
warna indikator berubah dari merah muda yang menandakan sifat basa mejadi

tidak berwarna yang menandakan larutan bersifat asam. Pada prosedur ini etanol
yang bersifat sedikit asam direaksikan dengan larutan natrium hidroksida berlebih
sehingga jumlah etanol dapat diketahui dengan cara mentitrasi natrium hidroksida
yang tidak bereaksi dengan etanol menggunakan larutan asam klorida.
Prosedur terakhir adalah penetapan kadar aspirin oleh larutan asam
klorida. Pertama, sampel obat yang telah dihaluskan ditimbang dengan
menggunakan neraca analitis agar didapat hasil penimbangan yang lebih akurat,
lalu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Kemudian ditambahkan dengan
sejumlah larutan etanol. Etanol berfungsi sebagai pelarut aspirin. Aspirin bersifat
non polar sehingga sukar larut dalam air yang bersifat polar, maka pelarutan
dilakukan menggunakan etanol yang bersifat semi polar, dimana bagian non polar
dalam etanol dapat melarutkan aspirin yang bersifat non polar dan bagian polar
dapat berinteraksi dengan larutan natrium hidroksida maupun larutan asam klorida
yang bersifat polar. Hal tersebut sesuai dengan hukum like dissolved like dimana
senyawa polar akan relatif larut dalam pelaru polar dan senyawa non polar akan
relatif larut dalam pelarut non polar. Adapun senyawa polar merupakan senyawa
yang terbentuk akibat adanya ikatan elektron pada unsur-unsurnya dan
keelektronegatifannya berbeda. Sedangkan senyawa non polar adalah senyawa
yang terbentuk akibat adanya ikatan kovalen dan unsur-unsurnya memiliki
keelektronegatifan yang sama. Selanjutnya campuran tersebut dikocok hingga
seluruh sebuk aspirin larut. Setelah itu, ditambahkan larutan natrium hidroksida
berlebih. Larutan natrium hidroksida berfungsi untuk mengubah aspirin dalam
obat yang bersifat asam menjadi garam natrium aspirin, serta untuk menetralkan
asam yang berasal dari pelarut etanol. Aspirin bersifat asam karena berasal dari
turunan gugus asam karboksilat. Aspirin bersifat asam berdasarkan teori asam
basa Bonsted-Lowry yang menyatakan bahwa asam merupakan senyawa yang
dapat mendonorkan proton, sedangkan basa merupakan akseptor proton. Ketika
aspirin direaksikan denan larutan natrium hidroksida, atom hidrogen yang berasal
dari gugus asam karboksilat lepas dan digantikan dengan gugus hidroksil yang
berasal dari larutan natrium hidroksida melalui reaksi substitusi atau reaksi
penggantian satu substansi dengan gugus atau atom lainnya, sehingga didapat

garam natrium aspirin. Larutan natrium hidroksida yang ditambahkan harus
berlebih untuk memastikan bahwa seluruh senyawa aspirin dan etanol telah benarbenar bereaksi dengan natrium hidroksida. Apabila penambahan larutan natrium
hidroksida tidak berlebih dikhawatirkan tidak semua senyawa aspirin maupun
etanol bereaksi dengan larutan natrium hidroksida. Selain itu, dikhawatirkan tidak
ada sisa natrium hidroksida sehingga konsentrasi aspirin tidak dapat ditentukan.
Selanjutnya larutan tersbut dikocok hingga homogen dan dengan segera ditutup
menggunakan plastik wrap agar etanol tidak menguap bersama aspirin yang telah
terlarut. Kemudian larutan tersebut didiamkan selama satu jam agar kontak antara
aspirin dengan etanol dan larutan natrium hidroksida dapat berlangsung dengan
optimal. Apabila waktu kontak kurang dari satu jam dikhawatirkan reaksi antara
aspirin dengan etanol dan natrium hidroksida tidak berlangsung optimal.
Sedangkan apabila waktu kontak lebih dari satu jam waktu yang diperlukan tidak
efektif dan dikhwatirkan etanol menguap serta sampel terurai. Seteah itu
ditambahkan indikator fenolftalein ke dalam labu erlenmeyer tersebut dan dititrasi
dengan larutan asam klorida hingga terjadi perubahan warna dari merah muda
menjadi tidak berwarna. Pada titrasi ini terjadi reaksi netralisasi antara larutan
natrium hidroksida berlebih dengan larutan asam klorida sehingga terbentuk
garam natrium klorida dan air. Hal ini sesuai dengan prinsip percobaan yaitu
berdasarkan reaksi netralisasi antara aspirin dengan larutan natrium hidroksida
berlebih membentuk natrium aspirin, dimana kelebihan natrium hidroksida
dititrasi oleh larutan asam klorida. Titik akhir titrasi ditandai dengan berubahnya
warna indikator dari merah muda yang bersifat basa yaitu berasal dari kelebihan
larutan natrium hidroksida menjadi tidak berwarna akibat kelebihan setetes larutan
asam klorida.
Kelebihan dari penentuan kadar aspirin dengan metode titrasi asam basa
ini adalah prosedur pengerjaannya yang sederhana dan murah. Sedangkan
kelemahan dari metode ini yaitu tingkat ketelitian yang rendah dan tidak dapat
digunakan untuk sampel dengan kadar yang kecil. Adapun metode lain yang dapat
digunakan untuk menentukan kadar aspirin dalam obat yaitu dengan metode

instrumentasi spektrofotometri ultra violet, kromatografi cair kinerja tinggi, dan
kromatografi gas cair.
Kadar aspirin yang didapatkan pada percobaan ini tidak sesuai dengan
yang tertera pada kemasan obat. Hal ini dapat terjadi karena sampel tidak terlarut
dengan sempurna, terdapat kesalahan pada proses penimbangan, ketidakcermatan
dalam pemipetan larutan, dan kesalahan pada pembacaan skala volume buret.
Selain itu, kesalahan juga dapat terjadi pada penentuan titik akhir titrasi.

X.

KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapat konsentrasi aspirin

dalam obat generik aspirin sebesar 83,82 % dengan konsentrasi aspirin sebenarnya
sebesar 83,12 % sehingga didapat KSR sebesar 0,84 %.

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, R.J & Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik. Diterjemahkan oleh A.H
Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Jumhari, A. 1995. Sinsopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik dan
Perawatan. Hipokrates. Jakarta.
Neal, M.J. 2005. Farmakologi Medis. Diterjemahkan oleh Juwalita S. Erlangga.
Jakarta
Nogrady, T. 1992. Kimia Medisinal Pendekatan secara Biokimia. Diterjemahkan
oleh R. Rasyrd & A. Musadad. ITB. Bandung.
Priyanto. 2008. Farmakogapi dan Rerminologi Medis. Leskons. Depok.
Rainford, D. 2004. Aspirin dan Obat Terkait. Diterjemahkan oleh Andi
S. Erlangga, Jakarta.
Robert, E.K. 2007. Tekanan Darah. Mizan Pustaka. Bandung.
Tatang, S. 2015. Analisis Obat. http://www.farmasidia.net/2015/11/analisisobat.html. Diakses pada tanggal 16 November 2016.

farmasidia.net/

iatan obat. Sifat-sifat ini boleh dianggap sebagai salah satu sifat aditif (diturunkan da
t. Tetapi susunan kerangka atom dalam masing-masing gugus adalah berbeda sehing