air kelapa dapat memerangi batu ginjal

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN
TEMBELEKAN (Lantana camara L.) TERHADAP BAKTERI
PENYEBAB JERAWAT Staphylococcus epidermidis DAN
Propionibacterium acne

ARI PUTRA

Usulan Penelitian
sebagai salah satu syarat untuk melakukan
Penelitian di Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Judul Skripsi : Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Tembelekan (Lantana camara
L.) Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat Staphylococcus
epidermidis dan Propionibacterium acne
Nama

: Ari Putra
NIM
: G84140012

Disetujui oleh

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS
Pembimbing I

Mega Safithri, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Made Artika, M App Sc
Ketua Departemen

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Kegiatan

penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Juli 2017, bertempat di
Laboratorium Penelitian Biokimia IPB. Tema yang dipilih sebagai penelitian
adalah Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Tembelekan (Lantana camara L.)
Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat Staphylococcus epidermidis dan
Propionibacterium acne
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. drh. Maria Bintang,
MS selaku pembimbing utama dan Ibu Mega Safithri, M.Si selaku pembimbing
kedua atas bimbingan dan ilmu baru yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Keluarga dirumah, Bapak, Mamah, Kak Ani dan
Kak Ana atas kasih sayang, perhatian, semangat dan doanya. Sahabat kontrakan
Khanafi, Fadil, Isnan, Ilman, Zul dan teman-teman seperjuangan Biokimia 51 atas
bantuan, dukungan dan keceriaannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2016
Ari Putra

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

Waktu dan Tempat

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Tembelekan

3

Ekstraksi Maserasi

3

Jerawat


4

Bakteri Uji

5

Penentuan Aktivitas Antimikroba

6

METODE PENELITIAN

7

Bahan dan Alat

7

Prosedur Penelitian


7

DAFTAR PUSTAKA

11

LAMPIRAN

13

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang letaknya menutupi seluruh
permukaan tubuh dan dapat mencerminkan kesehatan dan kecantikan seseorang.
Kulit berhubungan secara langsung dengan lingkungan luar, sehingga sering kali
mudah terkena berbagai masalah dan gangguan kesehatan. Salah satu permukaan
kulit yang mudah terkena masalah atau kelainan yaitu bagian kulit wajah.
Kelainan pada kulit wajah yang sangat mengganggu penampilan yaitu
jerawat (acne). Jerawat merupakan kondisi kulit yang tidak normal, dimana terjadi
infeksi dan radang pada kelenjar minyak. Timbulnya jerawat dapat mengurangi

penampilan dan rasa percaya diri karena dianggap mengurangi nilai estetika atau
kecantikan. Masalah tersebut selalu datang dengan tidak terduga yang disebabkan
oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya jerawat yaitu
faktor genetik, faktor makanan, dan perubahan hormonal yang merangsang masa
menstruasi dan stress (Tiwari 2011). Sumber penyebab timbul dan terjadinya
jerawat disebabkan pula oleh beberapa hal, yaitu kelenjar minyak yang diproduksi
berlebih, aktivitas bakteri dalam pori-pori kulit, dan penggunaan kosmetik
(Manasirip et al. 2015).
Bakteri yang umum menginfeksi jerawat yaitu Propionibacterium acne dan
Staphylococcus epidermidis. Propionibacterium acne merupakan bakteri anaerob
yang merusak stratum comeum dan stratum geminativum dengan cara
mensekresikan bahan kimia yang menghacurkan dinding pori, sehingga dapat
menyebabkan inflamasi. Sebagian besar penderita jerawat ingin menghilangkan
jerawat secara cepat dengan berbagai macam cara pengobatan, mulai dari dokter
kecantikan dan mengkonsumsi obat sintetik anti jerawat. Obat sintetik anti jerawat
pada umumnya yaitu antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pada jerawat. Antibiotik yang sering digunakan sebagai anti jerawat yaitu
tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, dan klindamisin (Saraswati 2015).
Penggunaan obat sintetik tersebut dapat memunculkan efek samping. Efek
samping yang dapat ditimbulkan yaitu terjadinya iritasi dan resistensi bakteri

terhadap antibiotik. Kondisi tersebut mendorong penggunaan bahan-bahan yang
bersifat alami perlu digunakan sebagai alternatif dengan harapan mengurangi
terjadinya efek samping yang tidak diinginkan (Oprica 2004).
Tumbuhan merupakan salah satu sumber yang diperlukan dalam dunia
medis sebagai obat penyembuh dan pencegahan penyakit. Berdasarkan penelitian,
daun tembelekan mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, antiinflamasi, dan
penurun panas. Tidak menutup kemungkinan bahwa daun tembelekan dapat
dijadikan sebagai bahan penyembuhan jerawat karena sifatnya sebagai antibakteri.
Tanaman tembelekan diketahui mengandung senyawa flavonoid, tanin dan
terpenoid, senyawa yang diduga berperan sebagai antibakteri (Novianti 2013).
Berdasarkan potensinya, senyawa tersebut sangat mungkin digunakan sebagai
antijerawat terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis.
Hal ini juga dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi
daun tembelekan sebagai antijerawat.

2
Rumusan Masalah
Berdasarkan aktivitas kimia yang dimiliki daun tembelekan yang berpotensi
sebagai antibakteri, maka perlu mengidentifikasi ekstrak etanol daun tembelekan
(Lantana camara L.) terhadap bakteri Propionibacterium acne dan

Staphylococcus epidermidis sehingga memberikan alternatif sumber bahan baku
obat yang berasal dari alam karena berpotensi sebagai antijerawat yang belum
dimanfaatkan secara optimal.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menguji dan mengidentifikasi kandungan
senyawa aktif daun tembelekan yang diduga bertanggungjawab sebagai
antijerawat, mempelajari aktivitas antibakteri dari daun tembelekan terhadap
bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis untuk penelitian ini adalah ekstrak daun tembelekan mampu
menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri Propionibacterium acne dan
Staphylococcus epidermidis.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah di bidang
kimia, kedokteran, farmasi, dan kesehatan mengenai aktivitas antibakteri ekstrak
daun tembelekan, serta memberikan informasi kepada masyarakat bahwa tanaman
ini dapat digunakan sebagai antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne
dan Staphylococcus epidermidis sehingga dapat meningkatkan nilai guna tanaman
tersebut.
Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pendidikan
Biokimia, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Lama penelitian hingga pengolahan data yakni 4 bulan dimulai dari bulan
April hingga Juli 2018.

3
TINJAUAN PUSTAKA
Tembelekan
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kekayaan alam berupa
keanekaragaman jenis tumbuhan tropis yang banyak memeberikan manfaat
kepada manusia. Tumbuhan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai kebutuhan
makanan, perumahan, dan pengobatan. Salah satunya adalah tanaman tembelekan
(Lantana camara). Tumbuhan ini dikenal sebagai tanaman obat tradisional oleh
masyarakat khususnya di Sulawesi Selatan. Tumbuhan ini termasuk dalam famili
verbenaceae yaitu tanaman semak atau pohon, yang terdiri dari 100 genera dan
banyak didaerah tropis (Dini et al. 2011).
Tumbuhan tembelekan (Lantana camara L.) secara morfologi merupakan
herba menahun, batang semak, berkayu, tegak, bercabang, batang berduri. Tinggi
batang mencapai 4 m, daun berhadapan, warna hijau, bundar telur, permukaan
atas daun berambut banyak dan permukaan bawah berambut jarang. Pinggir daun

bergerigi dan berbulu kasar, perbungaan mengelompok, tersusun dalam bulir pada
ketiak daun. Warna bunga beragam, seperti merah, putih, kuning, dan jingga.
Buah bergerombol di ujung tangkai, berkembang biak dengan biji (Djauhariya
2004).
Nama lain dari tembelekan adalah tanaman tahi ayam, tembelekang
(Sulawesi), telek-telekan (Jawa). Tembelekan diklasifikasikan ke dala dunia
Tumbuhan, filum Spermatophyta, kelas Docotyledonae, ordo Lamiales, famili
Verbenaceae, genus Lantana, spesies Lantana camara L. (Bulan et al. 2004).
Tanaman Tembelekan diketahui mengandung senyawa bioaktif yaitu
flavonoid, terpenoid, saponin, kuinon, minyak atsiri dan tanin (Novianti 2013;
Dini et al. 2011). Senyawa bioaktif tersebut memiliki sifat antibakteri terutama
minyak atsiri (Novianti 2013). Selaiin itu, tumbuhan tembelekan terutama
daunnya dapat digunakan sebagai obat yang dpat mempercepat penyebuhan luka,
sakit kulit, gatal-gatal, bisul, luka, batuk, dan rematik (Dini et al. 2011).
Berdasarkan potensi tersebut, senyawa bioaktif tanaman tembelekan sangat
mungkin digunakan sebagai antijerawat terhadap Propionibacterium acne dan
Staphylococcus epidermidis sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Ekstraksi Maserasi
Ekstraksi tumbuhan merupakan proses penarikan zat aktif dalam tumbuhan
dengan menggunakan pelarut tertentu. Senyawa atau kandungan bahan dalam
tumbuhan memiliki kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda.
Pelarut yang biasa digunakan antara lain kloroform, eter, aseton, alcohol, metanol,
etanol, dan etilasetat. Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi harus
memenuhi dua syarat, yaitu pelarut terssbut harus merupakan pelarut yang terbaik
untuk bahan yang diekstraksi dan pelarut tersebut harus terpisah dengan cepat
setelah pengocokan. Ekstraksi dilakukan secara bertahap dimulai dengan pelarut
non-polar (kloroform atau n-heksana), semipolar (etilasetat atau dietil eter), dan
pelarut polar (metanol atau etanol) (Indriani 2006).
Maserasi adalah metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dalam
pelarut tertentu dengan atau tanpa pengadukan. Maserasi dibedakan menjadi

4
maserasi sederhana, kinetika maserasi, dan maserasi dengan menggunakan
tekanan. Maserasi sederhana dilakukan dengan cara merendam sampel dengan
pelarut dalam waktu tertentu dengan atau tanpa pengadukan. Kinetika maserasi
memiliki metode denga maserasi sederhana, namun pengadukannya konstan.
Maserasi dengan menggunakan tekanan menggunakan proses tekanan tertentu
bukan tekanan ruang sehingga proses lebih efektif (Indriani 2006).
Kelebihan metode maserasi dibanding metode ekstraksi lainnya antara lain,
metodenya sederhana, tidak memelukan alat-alat yang rumit, relative murah, dan
bisa menghindari kerusakan komponen senyawa yang tidak tahan panas yang
terkandung dalam sampel (Wulandari 2005).
Jerawat
Jerawat merupakan penyakit kulit yang dikenal dengan acne vulgaris,
hampir semua orang pernah mengalaminya. Jerawat dapat dikatakan sebagai
kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Tidak hanya wanita, pria pun dapat
mengalami tumbuhnya jerawat tetapi pada usia 20-30 tahun akan menghilang
dengan sendirinya. Berbeda dengan pria, jerawat yang timbul pada wanita usia 1417 tahun. Terutama pada wanita, jerawat akan menetap sampai dekade umur 30
tahun lebih (Brook et al.2005).
Jerawat merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar
polisebasea. Terdapat dua jenis jerawat yaitu meradang dan tidak meradang.
Kedua jenis jerawat tersebut ditandai dengan produksi sebum yang berlebihan.
Produksi sebum yang berlebih tersebut tertimbun di folikel sehingga folikel
membengkak. Penyebaran jerawat terdapat pada muka, dada, pungung yang
mengandung kelenjar sebasea. Kebanyakan jerawat yang menjadi permasalahan
yaitu jerawat yang terdapat pada muka (Harper 2007).
Menurut Mitsui (1997) ada tiga penyebab terjadinya jerawat yaitu sekresi
kelenjar sebasea yang hiperaktif, hiperkeratosis pada infundibulum rambut, dan
efek dari bakteri. Kelenjar sebasea yang hiperaktif menyebabkan produksi lipid
yang berlebih sehingga kadar lipid pada kulit tinggi, hal tersebut menyebabkan
kulit berminyak. Lipid yang terbentuk berasal dari kelenjar sebasea yang terdapat
pada kulit bagian dermis. Hiperkeratosis pada infundibulum rambut yang
menyebabkan sel tanduk menjadi tebal dan menyumbat folikel rambut, serta
menyebabkan terbentuknya komedo. Sehingga folikel rambut pori yang tersumbat
menyebabkan sebum tidak keluar secara normal, akibatnya akan merangsang
pertumbuhan bakteri jerawat yang akan menyebabkan peradangan. Kelebihan
sekresi dan hiperkeratosis pada infundibulum rambut menyebabkan
terakumulasinya sebum. Sebum ini yang menyebabkan banyak timbulnya bakteri
penyebab jerawat.
Jerawat terbagi menjadi empat tingkatan yaitu ringan, sedang, agak berat
dan, berat. Tingkatan tersebut ditentukan berdasarkan jumlah jerawat yang ada
pada wajah, dada, dan punggung, serta ukuran besar kecilnya jerawat atau kondisi
peradangan jerawat. Menurut Dewi (2009), tipe jerawat berdasarkan jenis dan
kadar penderitanya antara lain, jerawat titik atau fleks, komedo, jerawat tuber,
jerawat vulgaris, dan jerawat batu. Fleks merupakan jenis jerawat berbintik hitam
karena adanya sumbatan-sumbatan minyak pada kulit. Jenis jerawat tersebut
dikenal dengan komedo jenis terbuka (blackahead), sedangkan komedo yang

5
tertutup (whiteahead) berbentuk tonjolan putih kecil di bagian bawah kulit yang
tumbuh di atas pori-pori kulit yang tersumbat. Komedo disebabkan oleh sel-sel
kulit mati dan kelenjar minyak yang berlebih pada kulit (Dewi 2009).
Jerawat vulgaris (Acne vulgaris) merupakan peradangan yang sering dialami
oleh remaja yang beranjak dewasa dan dapat sembuh dengan sendirinya. Kelenjar
yang meradang dapat membentuk papul kecil berwarna merah muda, yang
mengelilingi komedo sehingga tampak hitam pada bagian tengahnya, atau
membentuk pustul atau kista. Jerawat tersebut banyak tumbuh di daerah kening,
biasanya berbentuk tonjolan kecil berwarna kemerahan. Jenis jerawat tersebut
terjadi karena pori-pori yang tersumbat dan terinfeksi oleh bakteri (Ichsan dan
Muhlisin 2008). Jenis jerawat tuber (akar tumbi) merupakan sejenis jerawat kecil
yang menahun serta meradang. Jerawat batu (Cystic acne) merupakan jerawat
yang menonjol dan bentuknya keras, terjadi karena membesarnya kelenjar minyak
dengan peradangan yang cukup serius. Secara genetik, penderita jerawat batu
memiliki kelenjar minyak yang over aktif yang meutupi pori-pori dengan kelenjar
minyak, pertumbuhan sel-sel kulit yang tidak normal, regenerasi sel yang lambat,
dan memiliki respon berlebih terhadap peradangan (Dewi 2009).
Bakteri Uji
Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif yang bersifat
aerob atau anaerob fakultatif dengan selnya berbentuk bulat (coccus) dengan
diameter 1 µm yang tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur. Bakteri
Staphylococcus epidermidis merupakan kingdom Bacteria, divisi Firmicutes,
kelas Bacilli, suku Staphylococcaceae (Nilsson et al. 1998).
Bakteri Staphylococcus epidermidis dapat berupa kokus tunggal,
berpasangan, dan berbentuk rantai juga tampak dalam biakan cair dengan koloni
berwarna putih. Bakteri ini tumbuh optimum pada suhu 37ºC dengan tidak
membentuk spora dan tidak bergerak. Bakteri Staphylococcus epidermidis
merupakan flora normal pada manusia yang terdapat pada permukaan kulit,
selaput lendir, bisul, dan luka. Bakteri ini umumnya dapat menimbulkan penyakit
pembengkakan seperti jerawat, infeksi kulit, infeksi saluran kemih, dan infeksi
ginjal. Pertumbuhan jerawat yang diakibatkan oleh bakteri Staphylococcus
epidermidis disebabkan adanya pelepasan asam oleat oleh bakteri tersebut. Hasil
hidrolisisnya oleh lipase yang diduga berpengaruh terhadap perkembangan
jerawat (Saising et al. 2008).
Propionibacterium acne
Propionibacterium acne termasuk flora normal kulit yang masuk ke dalam
kelompok bakteri Corynebacteria, keluarga Propionibactericeae (Irianto 2006).
Pertumbuhan P. acne termasuk bakteri yang tumbuh relatif lambat selain itu
tipikal bakteri yang toleran terhadap udara.Pertumbuhan optimum berada pada
suhu 30-37°C. Ciri-ciri dari bakteri Propionibacterium acne adalah berbentuk
batang tak teratur yang terlihat pada pewarnaan Gram positif. Bakteri ini dapat
membentuk filamen bercabang atau campuran antara bentuk batang/filamen
dengan bentuk kokoid. Koloni bakteri pada media agar berwarna kuning muda

6
sampai merah muda dan memiliki bentuk yang khas. Bakteri ini dapat bersifat
patogen untuk hewan dan tanaman (Brook et al. 2005).
Mekanisme pembentukan jerawat yang disebabkan oleh Propionibacterium
acne berawal dari rusaknya stratum corneum dan stratum germinatum yang
selanjutnya akan menghancurkan dinding pori. Propionibacterium acneakan
mengeluarkan enzim hidrolitik yang menyebabkan rusaknya folikel polisebasea
dan menghasilkan lipase, hialuronidase, protease, lesitinase, dan neurimidase yang
berperan dalam peradangan atau inflamasi. Enzim lipase yang dihasilkan dari
bakteri tersebut mampu menguraikan trigliserida pada sabun menjadi asam lemak
bebas yang menyebabkan inflamasi. Selain itu P. acne akan mengubah asam
lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh yang dapat menyebabkan sebum
menjadi padat. Jika produksi sebum bertambah maka akan menyebabkan bakteri
Propionibacterium acne bertambah banyak yang keluar dari kelenjar sebasea. Hal
tersebut dikarenakan bakteri ini merupakan pemakan lemak (Harahap 2000).
Penentuan Aktivitas Antimikroba
Potensi antimikroba diperkirakan dengan membandingkan zona hambat
pertumbuhan mikroorganisme sensitif hasil hambat konsentrasi larutan uji
dibandingkan dengan antibiotik. Aktivitas antimiroba dapat ditentukan dengan
dua metode, yaitu metode difusi dan metode dilusi. Metode difusi yang termasuk
didalamnya yaitu metode disk diffusion, E-test, ditch-plate technique, cup-plate
technique. Metode dilusi termasuk didalmnya yaitu metode dilusi cair dan dilusi
padat (Pratiwi 2008).
Metode disk diffusion (tes Kirby & Baur) menggunakan piringan yang berisi
agen antimikroba, kemudian diletakkan pada media agar yang ditanami oleh
mikroorganisme sebelumnya, sehingga agen antimikroba dapat berdifusi pada
media agar tersebut. Area jernih mengidentifikasi adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan agar (Pratiwi 2008).
Metode E-test digunakan untuk mengestimasi kadar hambat minimum, yaitu
konsentrasi minimal suatu agen antimikroba dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbukan yang
menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008).
Ditch-plate technique merupakan metode yang berupa sampel uji berupa
agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong
media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba
uji (maksimum 6 macam) digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba
tersebut. Cup-plate technique merupakan metode yang serupa dengan disk
diffusion. Sumur dibuat pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji
(Pratiwi 2008).
Metode dilusi cair digunakan untuk mengukur konsentrasi hambat minimum
(KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan
membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan
dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil tidak
terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM.
Kemudian KHM tersebut dikultur ulang dengan media cair tanpa penanaman

7
mikroba uji selama 18-24 jam. Media cair yang terlihat jernih setelah diinkubasi
ditetapkna sebgai BM (Pratiwi 2008). Metode dilusi padat menggunakan media
padat. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji
dapat digunkan menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi 2008).

METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan bakteri Propionibacterium acne
dan
Staphylococcus epidermidis yang diperoleh dari koleksi Laboratorium
Mikrobiologi Klinis, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Bahan yang diperlukan dalam penelitian terdiri atas daun tembelekan, etanol
96% (pelarut), akuades, FeCl3, alkohol 70%, pereaksi dragendorff, HCL pekat,
kloroform, spirtus, pereaksi Mayer, serbuk Mg, larutan NaCL (0,9%), pewarna
bakteri (uji positif dengan pewarna Gentian violet, pewarna lugol, dan pewarna
safranin) dan media agar (Nutrient Agar sebagai media padat dan Nitrient Broth
sebagai media cair), Klindamisin.
Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain alat-alat
gelas, neraca analitik, cawan Petri, kertas saring, seperangkat alat rotary
evaporator, inkubator, oven, sentrifuge, autoklaf, stirrer, kertas cakram, kaca
objek, pipet mikro, spektrofotometer, pH meter, mikroskop cahaya, bunsen, dan
laminar Air Flow.

Prosedur Penelitian
Penyiapan Sampel
Tanaman tembelekan diperoleh dari daerah Polewali Mandar, Sulawesi
Barat. Tanaman tersebut diambil daunnya, dicuci bersih (terlihat secara fisik),
kemudian dikeringkan dengan diangin-anginkan sampai tiris airnya. Lalu
ditimbang berat awalnya. Pengeringan daun dan penentuan kadar air dilakukan di
Laboratorium Pendidikan Biokimia Institut Pertanian Bogor. Proses pengeringan
dilakukan dengan oven pada suhu 45ºC sampai kadar airnya stabil selama 3 hari.
Simplisia yang didapat dari lab sudah berupa serbuk. Serbuk hasil pengeringan
sudah siap di maserasi.
Maserasi ( Noorhamdani 2012)
Serbuk kering daun tembelekan ditimbang sebanyak 500 gram, kemudian
dimaserasi dengan 1 liter etanol 96%. Maserasi dilakukan selama 2 hari. Setelah
itu, disaring dengan menggunakan kertas saring, sehingga diperoleh filtrat dan
ditampung dalam botol berwarna gelap supaya terhindar dari cahaya, agar isinya
tidak teroksidasi. Ampas yang diperoleh dimaserasi kembali dengan etanol 96%.
Seluruh maserat yang diperoleh, dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu
45ºC hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang didapatkan digunakan
untuk skrining fitokimia dan aktivitas antibakteri.

8
Skrining Fitokimia
Uji alkaloid (Tiwari et al. 2011). Ekstrak ditimbang 0,5 gram, dimasukkan
ke dalam tabung reaksi, dilarutkan dalam HCL, kemudian ditanmbahkan 2-3 tetes
pereaksi Dragendorff (larutan potassium bismuth iodida), jika terdapat endapan
merah maka positif adanya alkaloid, namun jika ditambahkan dengan 2-3 tetes
pereaksi Mayer (larutan potassium merkuri iodida) menghasilkan endapan kuning
maka positif mengandung alkaloid.
Uji Flavonoid (Tiwari et al. 2011). Ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 gram
ditambahkan dengan etanol 70%, kemudian ditambahkan 5-6 tetes HCL pekat,
membentuk warna merah yang menunjukkan adanya flavonoid dan pembentukan
warna jingga menandakan adanya senyawa flavon.
Uji Saponin (Tiwari et al. 2011). Ekstrak ditimbang 0,5 gram, lalu
ditambahkan dengan 2 mL air sampai semua ekstrak terendam dan kemudian
dikocok kuat-kuat. Terdapat busa setelah pengocokan, busa ditunggu selama 10
menit tetap konstan maka ekstrak positif mengandung saponin.
Uji Tanin (Markham 1998). Ekstrak sebanyak 0,5 gram ditambahkan 3
mL air hangat. Ekstrak diujikan dengan 1-2 tetes FeCl3 1%, terbentuk warna biru
tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya senyawa golongan tannin.
Uji Kuinon (Markham 1998). Ekstrak 0,5 gram ditambahkan dengan 1 mL
air hangat. Ekstrak diuji dengan 1-2 tetes pereaksi NaOH 1 N, terbentuk warna
merah maka menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon.
Uji Aktivitas Antimikroba
Sterilisasi Alat (Raihana 2011). Alat-alat yang akan disterilkan terlebih
dahulu dicuci bersih dan dikeringkan. Cawan Petri dibungkus dengan kertas
perkamen. Untuk alat-alat gelas ditutup mulutnya dengan kapas steril yang dibalut
dengan kain kasa steril, kemudian dibungkus dengan kertas perkamen, disterilkan
dalam oven pada suhu 150ºC, selama 2 jam. Kasa, kapas, tali, gelas ukur, pipet
tetes dan kaca objek juga di bungkus dengan kertas perkamen dan disterilkan
dengan autoklaf pada suhu 121ºC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Alat
seperti ose, batang L, dan pinset disterilkan dengan metode Flamber, yaitu
direndam dengan alcohol 70% selama 5 menit kemudian dipijarkan dengan api
bunsen. Alat yang terbuat dari karet seperti karet pipet, disterilkan dengan
merendamnya didalam alcohol 70% selama 5 menit. Laminar Air Flow disterilkan
dengan menyalakan lampu UV selama 2 jam, dibersihkan dari debu, disemprot
dengan alkohol 70%, dibiarkan selama 15 menit.
Peremajaan Bakteri
Pembuatan Media Agar Miring (Ngajow 2013; Hidayat 1999). Sebanyak
8 gram NA disuspensikan dalam 400 mL akuades steril, kemudian dipanaskan
hingga mendidih. Kemudian dilakukan pengadukan dengan magnetic sirer untuk
memastikan media telah tersuspensi secara sempurna. Media yang sudah
tersuspensi sempurna, disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121ºC selama 15
menit.
Pembuatan media dilakukan secara aseptis dalam Laminar Air Flow. Media
yang steril, kemudian dituang dalama tabung reaksi steril sebanyak 5 mL. Media
dituang dalam kondisi hangat (40ºC-45ºC). Tabung reaksi yang berisi media,

9
kemudian dimiringkan sekitar 45º. Bagian mulut tabung disumbat dengan kapas
dan dibalut dengan kain kasa steril, media ditunggu sampai memadat.
Peremajaan Bakteri (Aziz 2010). Bakteri yang akan di uji yaitu
Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis ditumbuhkan pada
medium NA dengan menggoreskan bakteri dari biakan murni menggunakan loop
pada permukaan agar miring. Bakteri yang digoreskan kemudian diinkubasi pada
suhu 37ºC selama 48 jam.
Identifikasi Bakteri dengan Pewarnaan Gram (Damayanti 2014).
Perlakuan terhadap identifikasi bakteri, tahap awal dilakukan dengan membuat
apusan bakteri uji. NaCl fisiologis, diambil 2 loop, kemudian ditempatkan di atas
object glass. Loop yang telah digunakan untuk mengambil NaCl fisiologis
dipijarkan terlebih dahulu, kemudian didinginkan. Dengan menggunakan loop
yang sama, diambil 1 koloni bakteri dari hasil peremajaan bakteri, ditempatkan di
atas NaCl fisiologis yang sudah ada di atas kaca objek. Suspensi diratakan dengan
membentuk area apusan, suspensi dikeringkan pada suhu ruang untuk beberapa
menit. Suspensi dilewatkan di atas api bunsen untuk fiksasi apusan.
Apusan bakteri yang telah dibuat, ditetesi dengan zat warna I (Gentian
Violet) diteteskan ke atas area apusan, dibiarkan selama 60 detik. Hasil pewarnaan
dengan gentian violet, dicuci perlahan dengan menggunakan aquades, kemudian
dibiarkan 2 detik. Apusan bakteri kemudian ditetesi dengan pewarna lugol, lalu
didiamkan selama 60 detik. Hasil pewarnaan dengan lugol dicuci dengan alkohol,
hingga larutan yang mengalir sudah tidak bewarna (sekitar 10-20 detik).
Dilakukan pencucian lagi dengan menggunakan aquades secara perlahan,
didiamkan selama 2 detik. Terakhir, ditetesi dengan zat warna II (Safranin),
kemudian didiamkan selama 20 detik. Hasil pewarnaan dengan safranin dicuci
perlahan dengan menggunakan akuades, lalu didiamkan kembali selama 2 detik.
Dikeringkan di suhu ruang, setelah mengering ditetesi dengan minyak imersi.
Objek diamati di atas mikroskop dengan perbesar 100x. Bakteri Gram positif akan
menghasilkan warna ungu dan bakteri Gram negatif akan menghasilkan warna
merah.
Peremajaan Bakteri dengan Nutrient Broth (Modifikasi Khodijah et al.
2006). Stok bakteri murni yang akan diujikan Propionibacterium acne dan
Staphylococcus epidermidis diremajakan dengan dipindahkan 1 loop kedalam NA
agar miring lalu diinkubasi selama 24 jam. Peremajaan bakteri dilakukan dengan
tujuan untuk memperoleh stok bakteri yang masih baru, jadi kemungkinan
terkontaminasi cukup kecil. Bakteri yang telah diremajakan diambil 5 loop,
kemudian diinokulasi ke dalam 50 ml Nutrient Broth, lalu diinkubasi pada suhu
37ºC (suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri) sambil dilakukan agitasi 120
rpm, tujuan dilakukan agitasi adalah untuk mempercepat bakteri dalam membelah
diri.
Pembuatan Suspensi Uji (Raihana 2011). Sebanyak 2 loop bakteri uji
hasil peremajaan, disuspensikan dalam 2 ml NaCl fisiologis dalam tabung reaksi
steril dan dihomogenkan dengan vortex selama 15 detik, kemudian kekeruhannya
dilihat dengan membandingkan kekeruhan standar 0.5 Mc Farland (setara dengan
3 X 108 CFU/mL).

10
Pelaksanaan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Tembelekan (Lantana
camara L.)
Pembuatan Media Uji (Ngajaow et al. 2013). Sebanyak 8 gram Nutrient
agar (NA) dilarutkan dalam 400 ml akuades steril. Media dipanaskan sampai
mendidih. Dilakukan pengadukan dengan menggunakan magnetic stirer untuk
memastikan media tersuspensi sempurna. Setelah media tersuspensi sempurna,
kemudian di autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit, lalu ditunggu sampai
suhu hangat 40ºC-45ºC. Nutrient Agar (NA) yang sudah siap kemudian
dituangkan sekitar 8 ml ke dalam cawan Petristeril dengan tingkat permukaan
horisntal untuk memberikan kedalaman seragam ±0.5 cm. Media didiamkan
sampai memadat.
Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji (Saraswati 2015). Ektrak dibuat
larutan induk dengan konsentrasi 100.000 ppm. Ekstrak etanol 96% daun
tembelekan ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian dilarutkan dengan 50 mL
etanol 96%. Dari larutan induk, diencerkan menjadi beberapa seri konsentrasi
yaitu 50.000 ppm, 25.000 ppm, 12.500 ppm, 6.250 ppm, 3.125 ppm.
Proses Uji Aktivitas Antibakteri. Uji aktivitas antibakteri dilakukan
dengan metode difusi kertas cakram (Jawetz et al. 2005). Hasil daya uji
antibakteri didasarkan pada pengukuran diameter daerah hambat (DDH)
pertumbuhan bakteri yang terbentuk di sekeliling kertas cakram. Pada masingmasing ekstrak dengan konsentrasi yang berbeda, diambil sebanyak 20 µL dan
diletakkan pada kertas cakram steril, lalu ditunggu sampai menjadi jenuh (Ningsih
2013).
Suspensi bakteri uji diambil sebanyak 100µL , dituang secara merata pada
medium Nutrient Agar (NA) menggunakan metode spread plate (Aziz 2010).
Ditunggu beberapa saat sampai mengering, lalu diletakkan kertas cakram yang
telah dijenuhkan dengan 20µL ekstrak etanol 96% daun tembelekan dengan
konsentrasi yang telah ditentukan ( 100.000 ppm, 50.000 ppm, 25.000 ppm,
12.500 ppm, 6.250 ppm, dan 3.125 ppm). Kontrol negatif (blanko) yang
digunakan adalah etanol 96% sebanyak 10 µL yang dijenuhkan pada cakram steril
dan sebagai kontrol positif digunakan kertas cakram antibiotik. Klindamisisn 30
µg/disk. Media yang sudah berisi bakteri uji, kontrol negatif , kontrol positif, dan
cakram yang telah dijenuhkan dengan larutan uji, diinkubasi pada suhu 37ºC
selama 24-48 jam. Diameter daerah hambat (DDH) yang terbentuk di sekitar
cakram setelah 24-48 jam, diamati dengan menggunakan jangka sorong.Uji
dilakukan dengan tiga kali pengulangan (Ningsih 2013).

11
DAFTAR PUSTAKA
Aziz S. 2010. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih
(Crinum asiaticum L.) terhadap bakteri penyebab jerawat. [skripsi]. Jakarta
(ID): Farmasi UIN Syarif Hidayatullah.
Brook GF, Butel JS, Morse SA. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta (ID):
Salemba Medika.
Bulan R, Soedigdo S, Achmad S, Buchari. 2004. Lantade XR glikosida dari daun
Lantana camara L. Jurnal Matematika dan Sains. 9(1): 209-213.
Damayanti M. 2014. Uji efektivitas larutan bawang putih (Allium sativum)
terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne secara invitro [skripsi].
Jakarta (ID): Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah.
Dewi SA. 2009. Cara Ampuh Mengobati Jerawat. Jakarta (ID): Buana Pustaka.
Dini I, Muharram, Faika S. 2011. Potensi ekstrak tumbuhan tembelekang
(Lantana camara Linn.) dalam menghambat pertumbuhan bekteri S. aureus
dan E. coli. Bionature.12(1): 21-25.
Djauhariya EH. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
Jakarta.
Harahap M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta(ID) : Hipokrates.
Harper JC. 2007. Acne Vulgaris. Birmington() : Department of dermatology,
University of Alabama.
Ichsan B, Muhlisisn A. 2008. Aspek psikiatri Acne vulgaris. Berita Ilmu
Keperawatan. 1(3): 143-146.
Indriani S. 2006. Aktivitas antioksidan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava
L.). J II Pert Indon. 11(1): 13-17.
Irianto K. 2006. Mikrobiologi : Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid 2.
Bandung(ID) : CV. Yrama Widya
Khodijah S, Tuasikal BJ, Sugoru I, Yusneti. 2006. Pertumbuhan Streptococus
agalactiae Sebagai Bakteri Penyebab Mastitis Subklinis Pada Sapi Perah.
Jakarta (ID): UIN Syarif Hidayatullah.
Markham KR. 1988.Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung (ID): ITB Press.
Munadjim.
1988.
Teknologi
Pengolahan
Kakao.
Jakarta
(ID):
Gramedia.Manasirip CK, Kepel BJ, Rompas SS. 2015. Hubungan stres dengan
kejadian acne vulgaris pada mahasiswa semester V (lima) program studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal
keperawatan.3(1): 1-6.
Mitsui T. 1997. NewCosmetissliense. Tokyo(JP) : Elsevier
Nilsson M, Frykberg L, flock JI, Pei L, Linberg M, Guss B. 1998. A fibrinogebinding protein of Staphylococcus epidermidis, infection and immunity. 66(6):
2666-2673.
Noorhamdani, Permatasari N, Minerva A. 2012.Ekstrak Metanol Kulit Kakao
Ambon Muda (Musa paradisiacal L.) sebagai Antimikroba terhadap Bakteri E.
coli Secara Invitro.Malang (ID): Mikrobiologi FK UB.
Novianti. 2013. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol saun tembelekan (Lantana
camara L.) terhadap Staphylococcus aureus dan E. coli dengan metode
mikrodilusi CLSIM07-9. Jurnal Ilmiah Farmako Bahari. 2(2). 5-15.

12
Oprica C. 2004. Antibiotic resistant Propionibacterium acnes on the skin of
patient with moderate to servere acne. Journal of Pharmacology.10(3): 155164.
Pratiwi ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta (ID): Erlangga.
Raihana N. 2011. Profil kultur dan uji sensitivitas bakteri aerob dari infeksi luka
operasi laparotomi di bangsal bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang. [Tesis].
Padang (ID): Universitas Andalas.
Saising J, Hiranrat A, Mahabusarakan W, Ongsakul M, Voravuthikunchai SP.
2008. Rhodomyrthone from Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk. As a
Natural Antibiotic for Staphylococcus Cutaneous Infection. Journal of Health
Science. 54(5) 589-595.
Saraswati FN. 2015. Uji akivitas antibakteri ekstrak etanol 96% limbah kulit
pisang kepok kuning (Musa balbisiana) terhadap bakteri penyebab jerawat
(Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan P. acne) [skripsi].
Jakarta (ID). Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehaan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Tiwari P, Kumar B, Kaur M, Kaur G. Kaur H. 2011. Phytochemical screening and
extraction: A review. Internationale Pharmaceutica Sciencia.1(1): 88-94.
Wulandari NDM. 2005. Perbandingan metode ekstraksi buah mahkota dewa
(Phaleria macrocarpa) dan uji toksisitas subkronis pada tikus putih [skripsi].
Bogor (ID). FMIPA IPB.

13

LAMPIRAN