Hubungan faktor individu dan karakteristik sanitasi air dengan kejadian diare pada BALITA umur 10 – 59 Bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

(1)

DI KELURAHAN SUMURBATU KECAMATAN BANTARGEBANG KOTA BEKASI TAHUN 2013

Skripsi

Oleh: FAUZIAH 109101000014

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/ 2013 M


(2)

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, September 2013


(3)

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, Oktober 2013

Fauziah, NIM: 109101000014

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI KELURAHAN SUMURBATU KECAMATAN BANTARGEBANG KOTA BEKASI TAHUN 2013

(xviii+ 111 halaman, 19 tabel, 1 gambar, 2 bagan, 6 lampiran)

ABSTRAK

Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian. Dari angka mordibitas dan mortalitas diare di Indonesia, balita merupakan yang terbanyak. Kelurahan Sumur Batu berada di sekitar TPA sampah yang dapat menimbulkan pencemaran air. Sebagian besar masyarakat juga berada pada sosial ekonomi menengah ke bawah yang memiliki risiko pencemaran pada sarana sanitasi airnya. Dari hal ini, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan faktor individu dan karakteristik sanitasi air terhadap kejadian diare pada Balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013.

Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain studi cross sectional, dengan sampel balita berumur 10-59 bulan yang berjumlah 52 responden. Data yang digunakan dari data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan mikrobiologi air minum.

Dari hasil penelitian diperoleh sebesar 44,2% mengalami diare dan 55,8% tidak mengalami diare. Kemudian dari hasil analisis bivariat dengan α 5% diperoleh dua variabel yang berhubungan dengan kejadian diare yaitu kondisi sarana air bersih dengan pvalue 0,023 dan E. Coli dalam air minum dengan pvalue 0,021. Sedangkan variabel umur (pv 0,392), ASI eksklusif (pv 0,089), imunisasi campak (pv 0,263) dan pengolahan air minum (pvalue 0,264) tidak berhubungan bermakna dengan diare.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit diare, mensosialisasikan prinsip tatalaksana diare yaitu LINTAS DIARE, meningkatkan penyuluhan tentang pencegahan diare, meningkatkan pengawasan terhadap kualitas air dan meningkatkan sosialisasi mengenai cara pengelolaan air minum yang baik bagi masyarakat.

Kata Kunci : Sanitasi Air, Diare, Balita, Cross Sectional Daftar Bacaan : 71 (1984-2013)


(4)

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH Paper, October 2013

Fauziah, NIM : 109101000014

THE RELATIONSHIP BETWEEN CHARACTERISTICS OF WATER SANITATION WITH DIARRHEA IN CHILDREN UNDER FIVE YEARS IN SUMURBATU VILLAGE BANTARGEBANG SUBDISTRICT BEKASI CITY

ABSTRACT

Diarrhea is one of the environment based diseases which is a major cause of mordibity and mortaliy. Based on diarrhoe mordibity and mortality rate in Indonesia, diarrhea has happended mostly in child under fiver years. Sumurbatu village located around the landfill waste, it can make water pollution. Beside that, mostly people are also in the middle to lower socio-economic at risk pollution of water sanitation tools. Therefore rese determine the relationship between the sanitation water characteristic with the incidence diarrhoe on child under fiver years at Sumurbatu village.

This research is quantitative cross sectional study design, the samples were children aged 10 until 59 months amounted to 52 respondents. The data used in this study is secondary data from relevant institutions and primary data obtained through interviews, observation and microbiological testing of drinking water.

The results showed that 44,2 % of children with diarrhea and 55,8% didn’t have diarrhea. The bivariate result analysis of the significance level of 5% found two variables related with incidence of diarrhea. The variables are clean water sanitation and E.Coli in drinking water. Whereas, variables of the age, exclusive breastfeeding, measles and drinking water treatment were not significantly relate with diarrhea incidence.

It’s reccomended that people need to increase public knowledge about diarrhea diseases , promote the principles of management of diarrhea LINTAS DIARE , increase education about prevention of diarrhea , increased monitoring of water quality and increase socialization of how good management of drinking water for the community. Keyword : water sanitation,diarrhea, child under five years, cross sectional.


(5)

Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SANITASI AIR DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI KELURAHAN SUMURBATU KECAMATAN BANTARGEBANG KOTA BEKASI TAHUN 2013

Telah disetujui, diperiksa untuk di pertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, September 2013

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Arif Sumantri SKM, M.Kes Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn. Kes


(6)

PROGRAM SUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, November 2013

Penguji I,

Narila Mutia Nasir, Ph.D

Penguji II


(7)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fauziah

Tempat, Tanggal lahir : Tangerang, 26 November 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Golongan Darah : A

Alamat : Jl. Pondok Aren 2 Rt. 007 Rw. 003 No. 24 Pondok Betung – Pondok Aren – Tangerang Selatan 15221

Hp : 085691688797

Email : fauu_zia@yahoo.com

Pendidikan

1997 – 2003 MI Nurul Huda, Tangerang 2003 – 2006 MTs N 13, Jakarta

2006 – 2009 SMA N 87, Jakarta IPA

2009 – 2013 UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta S1, Kesehatan Masyarakat Organisasi

2011 – 2013 Anggota Environmental Health UIN Jakarta Student Association (ENVIHSA)

2009 – 2011 Anggota Saman Dance FKIK UIN Jakarta

2006 – 2009 Anggota ROHIS SMA N 87 Jakarta

2004 - 2005 Anggota klub kaligrafi MTs N 13 Jakarta

Pengalaman

 Kerja praktek di OE/HES PT. Chevron Pacific Indonesia – Riau  Kerja praktek di PT. Proton Gumilang Pest Management – Jakarta


(8)

vi

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim

ُهتاكربوُهلُةم ْحروُْمكْي عُاّسلا

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat syafa’at nya.

Skripsi dengan judul “Hubungan Karakteristik Sanitasi Air Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013 ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Allah SWT, atas berkah, rahmat serta nikmat-Nya sehingga penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Untuk kedua orang tua, baba dan mama yaitu Murdih dan Sunah, untuk kakak-ku Iman, Tinah, Tatang, Ismail, dan Kholida serta keponakan-keponakanku (Zidan, Kholil dan Najwa) tersayang yang selalu mendoakan, memberi dukungan moril dan materil serta memberikan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And.; selaku dekan Fakultas


(9)

vii

4. Ibu Ir. Febrianti, Msi; selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN dan sekaligus sebagai dosen penasehat akademik, terima kasih ibu atas bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama penyusunan skripsi.

5. Bapak Dr. Arif Sumantri S.KM., M.Kes. selaku dosen pembimbing pertama sekaligus penanggung jawab peminatan kesehatan lingkungan, terima kasih atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, terimaksih atas ilmu, kesempatan, dan pengalaman yang penulis dapatkan bersama teman-teman di luar kompetensi akademik melalui kegiatan yang bapak berikan.

6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn. Kes; selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih ibu atas bimbingan, saran-saran, arahan, motivasi, dan doa yang selalu ada selama penyusunan skripsi

7. Kepala Puskesmas Bantargebang beserta jajaran; dr. Ikman, drg, Rina dan Bu Susi atas perizinan untuk melakukan penelitian serta dukungannya dengan memberikan data yang penulis butuhkan.

8. Ibu Hj. Sumiati selaku kepala kelurahan Sumurbatu beserta staf seperti bapak Tri; atas perizinan, arahan, dan dukungannya

9. Ibu Masriah selaku kader posyandu yang selalu menemani dan membantu penulis selama pelaksanaan turun lapangan

10. Untuk teman-teman seperjuangan di Kelurahan Sumurbatu ini yaitu Yeni dan Reni, walaupun turun lapangannya ngga bareng, namun kerjasama berkesan sekali saat


(10)

viii

minta data, studi pendahuluan serta mengurus perizinan di kesbangpolinmas dan kelurahan. InsyaAllah kita akan dapet hasil yang manis dari buah kesabaran saat itu. 11. Untuk Keslingers 2009 (Mentary, Yeni, Cita, Imah, Dila, Imah, Nita, Risma, Ratna,

Nisa, Ami, Maya, Aan, Agung, Ersa, Moris, Yudi, Udin dan Rudi) yang sama-sama berjuang menyelesaikan skripsi terima kasih atas semangat yang diberikan, kebersamaan, canda tawa saat di dalam maupun di luar kelas.

12. Untuk Diana dan Alfiyah, terimakasih atas dorongan, semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini dan selama kuliah.

13. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2009 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik !!!

14. Dan seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian dan dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak penulis sebutkan secara keseluruhan. Hormat penulis kepada semuanya.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa skripsi ini masih cacat dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terima Kasih.

ُهتاكربوُهلُةم ْحروُْمكْي عُاّسلاُو

Jakarta, Oktober 2013


(11)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN i

ABSTRAK ii

LEMBAR PERSETUJUAN iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR BAGAN xvi

DAFTAR SINGKATAN xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 6 C. Pertanyaan Penelitian 6

D. Tujuan Penelitian 8 1. Tujuan Umum 8 2. Tujuan Khusus 8

E. Manfaat Penelitian 10 1. Bagi Peneliti 10 2. Bagi Instansi Terkait 10 3. Bagi Peneliti Lain 10 F. Ruang Lingkup 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Diare 12

B. Klasifikasi Diare 13 C. Etiologi Diare 14


(12)

x

D. Gejala Diare 16

E. Cara Penularan Diare 17

F. Epidemiologi Diare 20

G. Patofisiologi Diare 20

H. Pencegahan Diare 25

I. Penatalaksanaan Pendertia Diare 26

J. Faktor-faktor yang berhubungan Dengan Diare Pada Balita 29

1. Faktor Individu Balita 29

a. Umur Balita 29

b. Status Gizi 31

c. Pemberian ASI Eksklusif 31

d. Immuno defisiensi 33

e. Imunisasi Campak 33

2. Faktor Karakteristik Sanitasi Air 34

a.Kondisi Sarana Air Bersih 35

b.Pengolahan Air minum 41

c.Eschericia Coli (E. Coli) dalam Air Minum 43

K. Kerangka Teori 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep 48

B. Definisi Operasional 50

C. Hipotesis Penelitian 53

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian 54

B. Tempat Dan Waktu Penelitian 54

C. Populasi Dan Sampel Penelitian 56

1. Populasi 56


(13)

xi

3. Teknik sampling 58

D. Metode Pengumpulan Data 59

1. Data Primer 59

2. Data Sekunder 59

E. Instrumen Penelitian 60

F. Validitas dan Reliabilitas Intrumen 63

G. Pengolahan Data 64

1. Mengkode Data 65

2. Menyunting Data 65

3. Memasukkan Data 65

4. Membersihkan Data 65

H. Analisis Data 66

1. Analisis Univariat 66

2. Analisis Bivariat 66

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Analisis Univariat 68

1. Gambaran Karakteristik Responden 68

a) Gambaran Umur Reponden 68

b) Gambaran Pendidikan Responden 69

c) Gambaran Pekerjaan Responden 70

2. Gambaran Kejadian Diare Pada Balita 71

3. Gambaran Faktor Individu Balita 71

a) Umur Balita 72

b) Pemberian ASI Eksklusif 72

c) Imunisasi Campak 73

4. Distribusi Karakteristik Sarana Sanitasi Air 73

a) Kondisi Sarana Air Bersih 73

b) Pengolahan Air Minum 75


(14)

xii

B. Analisis Bivariat 79

1. Hubungan antara Faktor Individu Balita dengan Kejadian Diare pada

Balita 79

a) Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare pada Balita 79 b) Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada

Balita 81

c) Hubungan Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare pada Balita 82 2. Hubungan antara Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare pada

Balita 83

a) Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare pada

Balita 83

b) Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada

Balita 84

c) Hubungan E.Coli dalam air Minum dengan Kejadian Diare pada

Balita 85

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian 87

B. Kejadian Diare 88

C. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita 90 1. Hubungan antara Faktor Individu Balita dengan Kejadian Diare pada

Balita 90

a) Hubungan Umur Balita dengan Kejadian Diare pada Balita 90 b) Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada

Balita 93

c) Hubungan Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare pada Balita 95 2. Hubungan antara Faktor Sanitasi Air dengan Kejadian Diare pada

Balita 98

a) Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare pada


(15)

xiii

b) Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare pada

Balita 101

c) Hubungan E.Coli dalam air Minum dengan Kejadian Diare pada

Balita 104

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 109

B. Saran 110

1. Bagi masyarakat 110

2. Bagi intansi terkait 111

3. Bagi Peneliti Selanjutnya 111

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional 50

Tabel 4.1 Distribusi Tingkat Pendidikan Penduduk di Kelurahan Sumurbatu Tahun 2013

58

Tabel 4.2 Distribusi Jenis Mata Pencaharian di Kelurahan Sumurbatu Tahun 2013

56

Tabel 4.3 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu

58

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

68

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

69

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di

Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

69

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

70

Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Individu umur balita, pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi campak di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

71

Tabel 5.6 Distribusi balita menurut Sarana Air Bersih yang digunakan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

73

Tabel 5.7 Distribusi Balita Menurut Kondisi Sarana Air Bersih di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013


(17)

xv

Tabel 5.8 Distribusi Balita Menurut Sumber Air Minum di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

74

Tabel 5.9 Distribusi Sumber Air Minum Sumur dan Isi Ulang

Berdasarkan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013

75

Tabel 5.10 Distribusi Balita Menurut Pengolahan Air Minum di

Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

76

Tabel 5.11 Distribusi Balita menurut E.Coli dalam air minum di

Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

77

Tabel 5.12 Distribusi E. Coli Berdasarkan Sumber Air Minum dari Sumur dan Air Isi Ulang di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Tahun 2013

77

Tabel 5.13 Distribusi Balita menurut Hubungan Umur dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

78

Tabel 5.14 Distribusi Balita menurut Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

79

Tabel 5.15 Distribusi Balita menurut Hubungan Imunisasi Campak dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

80

Tabel 5.16 Distribusi Balita menurut Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

81

Tabel 5.16 Distribusi Balita menurut Hubungan Pengolahan Air Minum dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan


(18)

xvi

Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

Tabel 5.17 Distribusi Balita menurut Hubungan E.Coli dalam air Minum dengan Kejadian Diare di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013


(19)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jalur Pemindahan Kuman Penyakit Dari Tinja Ke Penjamu Lain


(20)

xviii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori 44


(21)

xix

DAFTAR SINGKATAN

ASI : Air Susu Ibu

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia SAB : Sarana Air Bersih

TPA : Tempat Pembuangan Akhir WHO : World Health Organization


(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 : Lembar Observasi

Lampiran 4 : Hasil Pemeriksaan E.Coli dalam Air Minum Lampiran 5 : Output Analisis Data


(23)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi masalah kesehatan di negara berkembang. Penyakit berbasis lingkungan dapat terjadi karena adanya hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit (Achmadi, 2008).

Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), diare menempati urutan kelima dalam 10 penyakit penyebab kematian di dunia (WHO, 2011).

Di Indonesia, penyebaran kasus diare ada di setiap provinsi dan menyebabkan tingginya mortalitas dan mordibitas. Presentase kematian akibat penyakit diare berdasarkan pola penyebab kematian semua umur sebesar 3,5 %, sedangkan presentase kematian akibat diare diantara penyakit menular lainnya adalah 13% berada pada urutan ke-empat (Kemenkes RI, 2007).

Menurut data Subdit diare Depkes RI, hasil survei menunjukkan dari tahun 2000 sampai 2010 tren penyakit diare menunjukkan kecenderungan insiden naik. Pada tahun 2000 angka kejadian diare 301/1000 penduduk, tahun


(24)

2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk (Kemenkes RI, 2011).

Selain itu, penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih lanjut diare akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Data terakhir dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa diare menjadi pembunuh nomor satu penyebab kematian berdasarkan umur pada anak balita atau kelompok umur 1-4 tahun (Kemenkes RI, 2011).

Di sisi lain, wilayah Jawa Barat menunjukkan daerah yang memiliki penyebaran diare yang tinggi terlihat dari data Riskesdas tahun 2007 dengan prevalensi penyakit diare di provinsi ini sebesar 10,2 % (Kemenkes, 2011). Pada tahun 2010 jumlah kasus diare pada anak menunjukkan 269.483 penderita. Jumlah kasus diare pada anak setiap tahunnya rata-rata di atas 40%, hal ini menunjukkan bahwa kasus diare pada anak masih tetap tinggi dibandingkan golongan umur lainnya di Propinsi Jawa Barat. Salah satu kota yang memiliki insiden diare yang besar terjadi di kota Bekasi sebesar 1.965,42 per 1000 penduduk (Kemenkes RI, 2010).

Berdasarkan data di Puskesmas Bantargebang I Kota Bekasi dari tahun 2006 sampai 2008 dalam sepuluh besar penyakit diare selalu berada di nomor empat. Dari pelaporan itu, kasus diare dari tahun ke tahun juga terus meningkat (Puskesmas Bantar Gebang I tahun 2008, dalam Wijayanti, 2009). Dalam data terbaru sepuluh penyakit terbesar tahun 2012 penyakit diare masih dalam posisi ke-empat dengan jumlah penderita 2.689 orang. Selain itu, diantara empat kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Bantargebang I,


(25)

kelurahan Sumur batu memiliki jumlah penderita diare terbanyak yaitu 120 orang (Puskesmas Bantargebang I, 2012).

Menurut Depkes RI (2003), diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari) (Sardjana, 2007). Penyakit diare merupakan penyakit kompleks karena berbagai faktor ikut berperan aktif. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan insiden penyakit diare pada balita, diantaranya adalah faktor individu pada balita yang terdiri dari umur balita, pemberian ASI eksklusif serta imunisasi campak dan faktor sanitasi air yang terdiri dari antara lain kondisi SAB, pengolahan air minum, dan keberadaan bakteri Eschericia Coli dalam air minum.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan umur balita dengan kejadian diare (Sinthamurniwaty, 2005), pemberian ASI eksklusif berhubungan dengan kejadian diare (Simatupang, 2003), hubungan riwayat imunisasi campak dengan kejadian diare (Cahyono, 2003). Di samping itu, penelitian lain juga menyebutkan bahwa ada hubungan kondisi SAB dengan kejadian diare (Suhardiman, 2007), pengolahan air minum berhubungan dengan kejadian diare (Rosa, 2011), dan hubungan E.Coli dalam air minum kejadian diare (Suhardiman, 2007).

Daerah kelurahan Sumurbatu termasuk dalam kawasan tempat penanganan akhir sampah yang dikirim dari Bekasi dan Jakarta. TPA ini sangat dekat dengan pemukiman warga dan pemukiman pemulung yang berada si


(26)

sekitarnya. Menurut Ruspianto (2012), zona 5 TPA Sumurbatu berjarak sekitar 5 meter dari pemukiman warga.

Dampak dari sampah jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan gangguan lain seperti perkembangbiakan tikus, lalat dan nyamuk. Seperti kita ketahui hewan-hewan tersebut merupakan vektor yang dapat menularkan penyakit (Sukana, 1993). Masalah lainnya adalah sampah yang sering mencemari air baku yang dipakai untuk sumber air minum secara langsung pada pembuangan sampah atau secara tidak langsung melalui leachate (Sharma 1987 dalam Johar, 2004)

Di daerah Sumurbatu ini memiliki kondisi sarana sanitasi air, terutama akses terhadap pelayanan air bersih dan air minum masih tergolong rendah. Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti, beberapa pemukiman warga dan pemukiman pemulung yang berada di sekitar TPA memiliki sarana sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat. diantaranya adalah, 9 dari 10 responden yang diwawancara memiliki sumber air bersih dengan jarak kurang dari 10 m dari sumber pencemaran (tangki septik). Hal ini menunjukkan risiko pencemaran sarana air bersih karena jarak yang disarankan adalah ≥ 10 m.

Sebagian besar masyarakat dan pemulung juga berada pada sosial ekonomi menengah ke bawah yang memiliki risiko pencemaran pada sarana sanitasi airnya. Hal tersebut terlihat dari data Puskesmas Bantargebang I menunjukkan hasil inspeksi sanitasi sarana air bersih (SAB) masih banyak SAB masyarakat yang memiliki tingkat resiko pencemaran rendah. Hal ini menunjukkan kondisi sarana air masih tergolong rendah.


(27)

Oleh karena itu, penanggulangan dan pencegahan diare sangat diperlukan dengan melakukan pemutusan rantai penularan penyakit diare. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hubungan faktor individu dan karakteristik sanitasi air terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013.


(28)

B. Rumusan Masalah

Dilihat dari angka mordibitas dan mortalitas diare di Indonesia, kelompok umur balita merupakan yang terbanyak diantara kelompok umur lainnya. Data dari puskesmas Bantargebang pada tahun 2012 menunjukkan diare masih menjadi masalah kesehatan dilihat dari jumlah kasusnya yang cukup tinggi yaitu 2.689 dan menempati urutan empat dari sepuluh penyakit terbesar setelah penyakit ISPA, penyakit gigi, dispepsia. Selain itu, angka kejadian diare tertinggi di antara kelurahan lainnya di puskesmas Bantargebang pada tahun 2012adalah di kelurahan Sumur Batu sebesar 120 orang.

Kelurahan Sumur Batu merupakan wilayah yang termasuk dalam TPA Sumurbatu dan berjarak sekitar 5 meter dari pemukiman warga. Keberadaan sampah di sekitar pemukiman warga ini dapat menimbulkan pencemaran air pada masyarakat sekitarnya. Sebagian besar masyarakat juga berada pada sosial ekonomi menengah ke bawah yang memiliki risiko pencemaran pada sarana sanitasi airnya.


(29)

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

2. Bagaimana gambaran faktor individu balita umur 10-59 bulan (umur balita, pemberian ASI Eksklusif dan imunisasi campak) di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

3. Bagaimana gambaran karakteristik sanitasi air (kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E. Coli dalam air minum) di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

4. Apakah ada hubungan antara variabel umur balita dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

5. Apakah ada hubungan antara variabel pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

6. Apakah ada hubungan antara variabel imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

7. Apakah ada hubungan antara variabel kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013


(30)

8. Apakah ada hubungan antara variabel pengolahan air minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

9. Apakah ada hubungan antara variabel E. Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara faktor individu dan karakteristik sanitasi air terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013 b. Diketahuinya gambaran faktor individu balita umur 10-59 bulan

(umur balita, pemberian ASI eksklusif dan imunisasi campak) di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

c. Diketahuinya gambaran karakteristik sanitasi air (kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E. Coli dalam air minum) di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013


(31)

d. Diketahuinya hubungan antara variabel umur balita dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

e. Diketahuinya hubungan antara variabel pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

f. Diketahuinya hubungan antara variabel imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

g. Diketahuinya hubungan antara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

h. Diketahuinya hubungan antara variabel pengolahan air minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang tahun 2013

i. Diketahuinya hubungan E. Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013


(32)

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti

Dapat mengaplikasikan secara nyata teori yang menitikberatkan pada hubungan interaksi antara manusia dan komponen lingkungan yang mengandung agen penyakit, khususnya tentang hubungan umur balita, pemberian ASI eksklusif, imunisasi campak, kondisi sarana air bersih, pengolahan air minum dan E.Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada baita

2. Bagi instansi terkait

Memberikan informasi tentang hubungan karakteristik balita dan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada balita agar dapat menjadi bahan masukan dalam perencanaan dan penyusunan program lintas sektoral dalam dalam pemberantasan dan pencegahan penyakit diare pada balita di kelurahan Sumur Batu.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat dapat menyadari bahwa penyakit diare dapat dipengaruhi dari faktor karakteristik balita dan sanitasi lingkungan di sekitarnya. Dengan begitu masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan. 4. Bagi Peneliti Lain

Menjadi sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti pada bidang kajian sejenis sehingga hasilnya nanti diharapkan dapat memperbaharui dan menyempurnakan penelitian ini.


(33)

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa peminatan Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk melihat hubungan faktor individu dan karakterisik sanitasi air dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di kelurahan Sumur Batu kecamatan Bantargebang kota Bekasi tahun 2013. Waktu penelitian dilakukan pada Juli-Agustus 2013 dengan populasi penelitian adalah balita yang berumur 10-59 bulan bertempat tinggal di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi tahun 2013.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan data penyakit diare dari puskesmas bantargebang diketahui pada tahun 2012 terdapat 120 orang yang tercacat mengalami kejadian diare di kelurahan Sumur batu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan observasi dan wawancara kepada responden menggunakan kuesioner serta pemeriksaan mikrobiologi air minum.


(34)

12

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Diare

Sesuai dengan definisi Hippocrates, diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Nelson dkk, 1969 dalam Suharyono, 2008)

Menurut Depkes RI (2003), diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari) (Sardjana, 2007).

Definisi diare lainnya menurut Smeltzer (2002) dalam Sardjana (2007), diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gr per hari) dan konsistensi (feses cair).

WHO pada 1984, mendefinisikan diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (Widoyono, 2008). Secara spesifik WHO menyebutkan diare dengan feses yang berwarna hijau, bercampur lendir dan atau darah (Sardjana, 2007).

Dari beberapa definisi diare, dapat disebutkan bahwa diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar yang sering melebihi keadaan


(35)

biasanya dengan konsistensi tinja yang melembek sampai cair dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja (Sardjana, 2007).

B. Klasifikasi Diare

Menurut Depkes RI (2000) dalam Wulandari (2009), berdasarkan jenisnya diare dibagi empat yaitu :

1. Diare Akut

Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

2. Disentri

Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa.

3. Diare persisten

Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.

4. Diare dengan masalah lain

Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.


(36)

C. Etiologi Diare

Kondisi diare dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi, penyakit dari makanan atau kelebihan vitamin C dan biasanya disertai sakit perut, dan muntah. Ada beberapa kondisi lain yang melibatkan tetapi tidak semua gejala diare. Definisi resmi medis dari diare adalah defekasi yang melebihi 200 gram per hari (Sardjana, 2007).

Hal ini terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi diserap oleh kolon. Sebagai bagian dari proses digesti, atau karena masukan cairan, makanan tercampur dengan sejumlah besar air. Oleh karena itu, makanan yang dicerna terdiri dari cairan sebelum mencapai kolon. Kolon menyerap air, meninggalkan material lain sebagai kotoran yang setengah padat. Bila kolon rusak atau inflame, penyerapan yang tidak terjadi dan hasilnya adalah kotoran yang berair (Sardjana, 2007)

Menurut Widoyono (2008), penyebab diare dapat dikelompokan menjadi: 1. Virus : Rotavirus

2. Bakteri : Escherichia coli, Shigella sp dan Vibrio cholerae.

3. Parasit : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan Cryptosporidium. 4. Makanan (makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak,

sayuran mentah dan kurang matang).

5. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein. 6. Alergi : makanan, susu sapi.


(37)

Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteri. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit atau kurang gizi, dapat menyebabkan dehidrasi yang parah (Sardjana, 2007).

Diare juga dapat merupakan gejala dari penyakit yang lebih serius, seperti disentri, kolera atau botulisme dan dapat juga merupakan tanda dari sindrom kronis seperi penyakit Crohn. Diare juga dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, terutama dalam seseorang yang tidak cukup makan (Sardjana, 2007).

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar, yaitu infeksi, malaborsi, alergi, keracunan, imunisasi defisiensi dan sebab-sebab lain. Namun yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan oleh infeksi dan keracunan (Sardjana, 2007).


(38)

D. Gejala diare

Beberapa gejala dan tanda diare antara lain (Widoyono, 2008): 1. Gejala umum

a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroentritis akut c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare

d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis bahkan gelisah

2. Gejala spesifik

a. Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis

b. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah

Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan (Widoyono, 2008): 1. Dehidrasi (kekurangan cairan)

Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan, sedang atau berat

2. Gangguan sirkulasi

Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh kurangnya volume darah (hipovolemia).


(39)

3. Gangguan asam-basa (asidosis), hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh bernapas lebih cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri

4. Hipoglekemia (kadar gula darah rendah), sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi. Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belum diketahu, kemungkinan karena cairan ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma

5. Gangguan gizi, karena asupan makanan yang kurang dan output uang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (mal nutrisi).

E. Cara penularan Diare

Penyebaran kuman menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fekal-oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Jalur masuknya virus, bakteri atau kuman penyebab diare ke tubuh manusia dapat mudah dihafal dengan istilah 4F yang pertama kali dikemukakan Wagner & Lanoix (1985). 4F adalah singkatan dari fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (tangan). Menurut wagner & Lanoix, tahapannya dimulai dari cemaran yang berasal dari kotoran manusia (feces) yang mencemari 4F, lalu cemaran itu berpindah ke makanan yang kemudian disantap manusia (Sardjana, 2007).


(40)

Gambar 2.1

Jalur pemindahan kuman penyakit dari tinja ke penjamu yang baru ( Wagner & Lanoix, 1958 dalam Depkes, 2000)

Di dalam gambar diatas, menjelaskan proses pemindahan kuman penyakit termasuk diare dari tinja sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melaui berbagai media perantara, antara lain sebagai berikut (Depkes, 2000 dalam Marlini, 2004):

1. Tinja atau kotoran manusia mengandung agent penyakit sebagai sumber penularan bila pembuangannya tidak aman maka dapat mencemari tangan, air, tanah atau dapat menempel pada lalat dan serangga lainnya yang menghinggapinya

2. Air yang tercemar tinja dapat mencemari makanan yang selanjutnya makanan tersebut dimakan oleh manusia atau air yang tercemar diminum oleh manusia

3. Tinja dapat mencemari tangan atau jari-jari manusia selanjutnya dapat mencemari makanan pada waktu memasak atau menyiapkan makanan,


(41)

demikian juga tangan yang telah tercemar dapat langsung kontak dengan mulut.

4. Tinja secara langsung dapat mencemari makanan yang kemudian makanan tersebut dimakan oleh manusia, melalui lalat/serangga, kuman penyakit dapat mencemari makanan sewaktu hinggap di makanan yang kemudian dimakan oleh manusia.

5. Melalui lalat atau serangga lainnya, kuman penyakit dapat mencemari makanan sewaktu hinggap di makanan yang kemudian dimakan oleh manusia.

6. Tinja juga dapat mencemari tanah sebagai akibat tidak baiknya sarana pembuangan tinja atau membuang tinja di sembarang tempat, dimana tanah tersebut selanjutnya dapat mencemari makanan atau kontak langsung dengan mulut manusia.

Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah (Widoyono, 2008).


(42)

F. Epidemiologi Diare

Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada anak, terutama anak usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun dan sebagian besar terjadi di negara berkembang (Kemenkes RI, 2011). Angka kematian bayi dan balita karena diare berdasarkan hasil survei antara lain:

1. Berdasarkan SKRT 2001, angka kematian bayi sebesar 9 %, angka kematian balita sebesar 13%

2. Studi mortalitas tahun 2005 menunjukkan angka kematian bayi sebesar 9,1%, angka kematian balita sebesar 15,3%

3. Dari riskesdas 2007, angka kematian bayi sebesar 42%, angka kematian balita sebesar 25,5%

G. Patofisiologi Diare

Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa (Sinthamurniwaty, 2007):


(43)

1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.

2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut 3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut

ke gaster

4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim 5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan

melalui selaput lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.

6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.

7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja. Menurut Sunoto dalam Sinthamurniwaty (2007), dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat-zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik (Sinthamurniwaty, 2007).

Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja (Sinthamurniwaty, 2007).


(44)

Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:

1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum 2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu

3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.

Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan (Sinthamurniwaty, 2007).

Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa (Sinthamurniwaty, 2007):

1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)

Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada permukaan mukosa usus.


(45)

Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-hormon saluran cerna yang diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.

2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea) Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan berada dalam keadaan yang cukup tercerna. Waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal.

Permukaan mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan lokal mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikroorganisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare.

Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh


(46)

enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif o1eh Shigella atau Salmonella. Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus, gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks. 3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).

Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air.

Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi: 1. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan

keseimbangan asam basa 2. Kekurangan gizi

3. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahanan isi usus


(47)

H. Pencegahan Diare

Menurut Adrianto (2003) dalam Bintoro (2009), diare umumnya ditularkan melalui empat F, yaitu food, feces, fly dan finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah menyiapkan makanan dengan bersih, menyediakan air minum yang bersih, menjaga kebersihan individu, mencuci tangan sebelum makan, pemberian ASI eksklusif, buang air besar pada tempatnya, membuang sampah pada tempatnya, mencegah lalat agar tidak menghinggapi makanan, membuat lingkungan hidup yang sehat.

Diare pada anak dapat menyebabkan kematian dan gizi kurang. Kematian dapat dicegah dengan mencegah dan mengatasi dehidrasi dengan pemberian oralit. Gizi yang kurang dapat dicegah dengan pemberian makanan yang cukup selama berlangsungnya diare. Pencegahan dan pengobatan diare pada anak harus dimulai dari rumah dan obat-obatan dapat diberikan bila diare tetap berlangsung. Anak harus segera dibawa ke rumah sakit bila dijumpai tanda-tanda dehidrasi pada anak (Bintoro, 2009).

Menurut Kemenkes RI (2011), kegitan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:

a. Pemberian ASI

b. Makanan Pendamping ASI

c. Menggunakan air bersih yang cukup d. Mencuci tangan


(48)

e. Penggunaan jamban

f. Membuang tinja bayi yang benar g. Pemberian imunisasi campak

I. Penatalaksanaan Penderita Diare

Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana penderita diare adalah LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang terdiri atas:

1. Pemberian Oralit Osmolaritas Rendah

Pencegahan terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan oralit. Bila oralit tidak tersedia, penderita dapat diberikan lebih banyak cairan yang mempunyai osmolaritas rendah yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur dan air matang. Namun, bila terjadi dehidrasi, penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan untuk mendapatan pengobatan yang cepat dan tepat dengan oralit. Oralit yang digunakan saat ini adalah oralit kemasan 200cc dengan komposisi Natrium klorida 0,52 gram, Kalium klorida 0,3 gram, Trisodium sitrat dihidrat 0,58 gram dan Glukosa anhidrat 2,7 gram.

2. Pemberian Zinc

Di negara berkembang, umumnya anak sudah mengalami defisiensi Zinc. Bila anak mengalami diare, kehilangan Zinc bersama tinja, menyebabkan defisiensi menjadi lebih berat. Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih dari 300 macam enzim dalam tubuh memerlukan


(49)

Zinc sebagai kofaktornya. Pemberian Zinc selama diare terbuki mampu mengurangi lamanya diare, mengurangi tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.

Zinc diberikan pada setiap diare dengan dosis; untuk anak berumur kurang dari 6 bulan diberikan 10 mg (½ tablet) Zinc per hari, sedangkan untuk anak berumur lebih dari 6 bulan diberikan tablet Zinc 20 mg. Pemberian Zinc diteruskan sampai 10 hari, walaupun diare sudah membaik untuk mencegah kejadian diare selanjutnya selama 3 bulan ke depan.

3. Pemberian ASI/Makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak usia 6 bulan atau lebih yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.

4. Pemberian antibiotik

Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare yang memerlukannya. Antibiotik hanya bermanfaat pada anak dengan diare berdarah.


(50)

5. Pemberian nasihat

Ibu atau keluarga harus diberi nasihat tentang: a) Cara memberikan cairan dan obat di rumah

b) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan, yaitu jika diare lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan atau minum sedikit, timbul demam, tinja berdarah dan tidak membaik dalam 3 hari.


(51)

J. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Diare Pada Balita

Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita, antara lain:

1. Faktor Individu Balita

Beberapa faktor pada balita (penjamu) yang dapat meningkatkan insiden penyakit dan lamanya diare (Sardjana, 2007). Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Umur Balita

Sardjana (2007) mengungkapkan diare lebih banyak terjadi pada golongan balita (55%). Umur dinyatakan berhubungan dengan kejadian diare pada penelitian Sinthamurniwaty (2005) yang menunjukkan adanya hubungan signifikan umur balita terhadap kejadian diare (p=0,006).

Hal ini disebabkan karena semakin muda umur balita semakin besar kemungkinan terkena diare, karena semakin muda umur balita keadaan integritas mukosa usus masih belum baik, sehingga daya tahan tubuh masih belum sempurna (Muthmainah, 2011). Kejadian diare terbanyak menyerang anak usia 7 – 24 bulan, hal ini terjadi karena :

1) Bayi usia 7 bulan ini mendapat makanan tambahan diluar ASI dimana risiko ikut sertanya kuman pada makanan tambahan adalah tinggi (terutama jika sterilisasinya kurang).


(52)

2) Produksi ASI mulai berkurang, yang berarti juga antibodi yang masuk bersama ASI berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai membentuk sendiri antibodi dalam jumlah cukup (untuk defence mekanisme), sehingga serangan virus berkurang.

Ditinjau dari tahap tumbuh kembang anak, balita dengan rentang 6-12 bulan adalah masa pengenalan terhadap lingkungan sekitarnya. Perilaku yang sering dilakukan yakni berusaha memegang benda apa saja yang ada di sekelilingnya dan memasukkan ke dalam mulut. Ketika kondisi tangan dari balita maupun benda yang dipegang tidak steril memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri E.Coli (Puspitasari, 2012)

Di samping itu, pada kelompok umur 7 sampai dengan 24 bulan, biasanya ada beberapa balita yang menyusui sudah mulai disapih oleh ibunya, sehingga tidak lagi mendapat ASI, dengan demikian tingkat imunitas balita itu sendiri menjadi rendah. Keadaan tersebut jika disekitarnya ada kuman infeksi yang dapat menimbulkan diare, balita tersebut memiliki risiko tinggi untuk terkena diare (Sinthamurniwaty, 2004). Muhadi (2010) dalam penelitiannya mengatakan pada usia di atas 12 bulan, balita mulai bermain di luar rumah dan mulai mengkonsumsi hampir semua jenis makanan jajanan yang tidak terjamin kebersihannya.


(53)

b. Status gizi

Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada penderita gizi buruk (Sardjana, 2007)

Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering terjadi. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare yang diderita. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang (kalista, 2002)

Hasil penelitian Sinthamurniwaty (2005) menunjukkan status gizi balita yang kurang secara statistik signifikan merupakan faktor risiko terjadinya diare pada balita dengan nilai p = 0,00. Risiko menderita diare pada balita yang mempunyai status gizi kurang adalah 2,54 kali lebih besar dibanding yang memiliki status gizi cukup.

c. Pemberian ASI Eksklusif

Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 33 taun 2012 ASI (Air Susu Ibu) eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.

Salah satu resiko terjadinya diare pada balita adalah tidak diberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan bayi. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita


(54)

diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar (Sardjana, 2007).

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol (Kemenkes, 2011). Hal ini karena ASI terutama kolostrum sangat kaya akan secrete imunoglobulin A (SigA). ASI mengandung laktooksidase dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial terhadap E.Coli dan Staphylococcus (Depkes RI, 2005 dalam Purnamasari, 2011)

Menurut Kemenkes RI (2010), ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja (ASI eksklusif) tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.

Simatupang (2003) menyebutkan bahwa proporsi kejadian diare pada anak balita lebih besar terjadi pada anak balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Penelitian tersebut menunjukkan terdapat hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian diare. Pemberian ASI eksklusif akan meningkatkan daya tahan tubuh balita sehingga kemungkinan balita tidak mudah terkena diare.


(55)

d. Immuno defisiensi / Imunosupresi

Imunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan, dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya. Jika suatu infeksi terjadi secara berulang dan berat (pada bayi baru lahir, anak-anak maupun dewasa), serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik, maka kemungkinan masalahnya terletak pada sistem kekebalan (Wikipedia, 2013).

Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS (Autoimmune Deficiency Syndrome). Pada anak immunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama (Depkes, 2006 dalam Sardjana, 2007)

e. Imunisasi Campak

Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu balita diusahakan untuk mendapat imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan. Diare sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak, hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita (Kalista, 2012).


(56)

Penelitian yang dilakukan Cahyono (2003) menunjukkan bahwa imunisasi campak berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare. Balita yang tidak diimunisasi campak mempunyai risiko terkena diare sebesar 2,09 kali dibandingkan dengan balita yang diimunisasi campak.

Menurut Rini (2001), pencegahan penyakit infeksi salah satunya dengan pengendalian dan pemusnahan sumber infeksi melalui imunisasi. Penyakit campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi campak. Pada anak balita usia 1-4 tahun imunisasi campak dapat menurukan angka kematian diare sebesar 6-20%.

2. Faktor Karakteristik Sanitasi Air

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah atau tidak membuang sembarangan (Depkes RI, 2004).

Kebutuhan manusia akan air bersih sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Notoatmodjo, 2007).

Di samping kebutuhan air yang sangat penting digunakan bagi masyarakat, Achmadi (2008) menyatakan bahwa air dikenal merupakan


(57)

media transmisi yang sangat baik bagi mikroorganisme. Air sebagai komponen lingkungan dikatakan memiliki potensi dan menjadi media transmisi kalau di dalamnya terdapat agen penyakit. Terutama dalam penularan penyakit diare, air sangat berperan penting. Menurut Depkes (2000), air dapat masuk melalui mekanisme Water borne disease yaitu penyakit yang ditularkan langsung melalui air yang mengandung kuman patogen.

Karakteristik sanitasi air dimaksudkan pada berbagai upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan air sebagai upaya pencegahan penyakit diare pada balita. Dengan demikian, beberapa variabel karakteristik sanitasi air yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita sebagai berikut.

a. Kondisi Sarana Air Bersih (SAB)

Menurut Permenkes No. 416 tahun 1990, Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu.

Penyediaan air bersih merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan masyarakat sebagaimana yang dijelaskan dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan lingkungan yang sehat, yaitu keadaan yang bebas dari risiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia. Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan


(58)

air, yakni pengamanan dan penetapan kualias air untuk berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia. Dengan demikian air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari selain memenuhi atau mencukupi dalam kuantitas juga harus memenuhi kualitas yang telah ditetapkan. Pentingnya air berkualitas baik perlu disediakan untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam mencegah penyebaran penyakit menular melalui air (Ginanjar, 2008)

Sarana penyediaan air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang menyediakan dan mendistribusikan air tersebut kepada masyarakat. Ada berbagai jenis sarana penyediaan air bersih yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bagi kebutuhan sehari-hari, yaitu:

Sarana air bersih yang sering digunakan untuk keperluan menurut (Depkes RI, 1997 dalam Marjuki, 2008), sebagai berikut:

1) Sumur Gali

Sumur gali adalah sarana air bersih yang mengambil/ memanfaatkan air tanah dengan cara menggali lubang di tanah dengan cara menggali lubang di tanah sampai mendapatkan air. Lubang kemudian diberi dinding, bibir, tutup dan lantai serta sarana pengolahan air limbah (SPAL) (Depkes, 2008).

Dari segi kesehatan, sumur gali ini memang kurang baik jika cara pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan karena selain


(59)

sangat dipengaruhi oleh musim juga sangat besar kemungkinannya untuk mendapatkan pencemaran apabila cara peletakkannya salah. Mengingat bahwa sumur ini sangat banyak dipunyai oleh masyarakat maka beberapa usaha penyempurnaan (Depkes, 1984).

2) Sumur Pompa Tangan

Selain sumur gali, maka untuk mendapatkan air tanah dapat juga dilakukan denga cara pengeboran yang selanjutnya dipasang sebuah pompa tangan.

Sesuai dengan kedalaman air tanah maka sumur pompa dibagi dalam 2 bagian, yaitu:

a) Sumur Pompa Tangan Dangkal /SPT (Shallow Well Pump) Pompa tangan dangkal prinsip kerjanya adalah menghisap air di dalam tanah. Kekuatan / daya hisap pompa ini sesuai dengan tekanan udara normal yang ada, maka secara teoritis apabila kondisi silinder yang ada betul-betul kondisi vaccum adalah sebesar 10,33 m. Dalam hal SPT dangkal maka silinder berada di atas permukaan tanah sehingga naiknya air adalah akibat hisapan yang dilakukan oleh klep di dalam silinder ini. Agar kondisi pompa dapat bertahan cukup lama maka kedalaman air ± 7 meter merupakan kedalaman yang optimal untuk SPT dangkal (Depkes, 1984).


(60)

b) Sumur Pompa Tangan Dalam

Prinsip kerja Sumur Pompa Tangan (SPT) dalam ini adalah mengangkat air yang ada di dalam silinder. Oleh karena itu, silinder SPT dalam berada di dalam / terendam di air yang akan diangkat. Dengan demikian maka silinder SPT dalam tertanam di dalam tanah. Untuk mempermudahkan perbaikan, maka dalam pembuatan lubang pengeboran sangar diperlukan casing untuk penahan tanah (Depkes, 1984).

3) Sumur Pompa Listrik / Sumur Bor

Pada prinsipnya cara pembuatan dan cara kerja SPL sama dengan SPT, Hanya bedanya kalau SPL menggunakan tenaga listrik. Jenis-jenis SPL seperti Jet Pump untuk kedalaman sampai 30 meter, dan pompa selam (submersible pump) untuk kedalaman lebih dari 30 meter.

4) Perlindungan Mata Air (PMA)

Mata air adalah sumber air bersih yang berasal dari air tanah dalam, sehingga biasanya bebas dari cemaran mikroorganisme. Oleh karena itu, bila dimanfaatkan, maka yang utama adalah perlindungan mata air tersebut (bronkaptering). Selanjutnya yang penting diperhatikan adalah perpipaan yang membawa air ke konsumen atau jaringan distribusinya dan terminal akhir dari jaringan distribusinya.


(61)

5) Perpipaan / PDAM

Ledeng atau perpipaan adalah air yang diproduksi melalui proses penjernihan dan penyehatan sebelum dialirkan kepada konsumen melalui suatu instalasi berupa saluran air. Air ledeng/PDAM merupakan air yang berasal dari perusahaan air minum yang dialirkan langsung ke rumah dengan beberapa titik kran, biasanya menggunakan meteran (Kemenkes RI, 2010).

Kondisi sarana air bersih merupakan kondisi fisik sarana air bersih yang meliputi kualitas fisik air yang digunakan, persyaratan konstruksi dan jarak minimal dengan sumber pencemar yang diwakili oleh beberapa item isian pada lembar observasi. Item pada lembar observasi ini diadopsi dari formulir inspeksi sanitasi sebagai kegiatan pengawasan kualitas air yang dilakukan Departemen Kesehatan (Suhardiman, 2007).

Inpeksi sanitasi menghasilkan tingkat risiko pencemaran dari sarana air bersih berdasarkan skoring yang ada pada lembar observasi (Depkes, 1994). Tingkat risiko pencemaran sumber air merupakan kualifikasi penilaian terhadap keadaan sarana air bersih yang digunakan penduduk terhadap kemungkinan kontaminasi kotoran atau pencemaran air. Pencemaran air dapat berasal dari kondisi sekitar sumber air bersih seperti kontaminasi tinja, sampah, air limbah maupun kotoran hewan (Setyorogo, 1990).


(62)

Kondisi sarana air bersih erat kaitannya dengan pencemaran yang dapat terjadi pada air bersih. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya pencemaran air bersih ini sarana air bersih yang digunakan harus memenuhi persyaratan (Sukarni, 1994).

Rahadi (2005) menyebutkan bahwa air mempunyai peran besar dalam penyebaran beberapa penyakit menular. Besarnya peranan air dalam penularan penyakit disebabkan keadaan air itu sendiri sangat membantu dan sangat baik untuk kehidupan mikroorganisme. Hal ini dikarenakan sumur penduduk tidak diplester dan tercemar oleh tinja.

Air dapat berperan sebagai transmisi penularan suatu penyakit melalui kuman-kuman yang ditularkan lewat jalur air (water borne disease) atau jalur peralatan yang dicuci dengan air (water washed disease) (Chandra, 2007). Sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi bakteri yang ditularkan melalui cara oro-fecal. Diare dapat ditularkan melalui cairan atau bahan yang tercemar dengan tinja seperti air minum, tangan atau jari-jari, makanan yang disiapkan dalam panci yang telah dicuci dengan air tercemar (Subagyo, 2008).

Keluarga yang mempunyai tempat tinggal berdekatan dengan sumber air bersih mempunyai kejadian diare yang lebih sedikit daripada keluarga yang jauh. Selain itu, dari berbagai studi dampak proyek perbaikan penyediaan air bersih dan sanitasi ternyata dapat menurunkan diare sebesar 22-27 % dan menurunkan mortalitas diare sebesar 21-30% (Sutoto, 1990 dalam Suhardiman, 2007).


(63)

Hasil penelitian Anwar dan Musadad (2009) Balita yang di rumahnya menggunakan sarana air bersihnya tidak terlindung mempunyai risiko menderita diare 1,2 kali lebih besar dibandingkan balita yang menggunakan sarana air bersih terlindung (p<0,05).

Di samping itu, Suhardiman (2007) dalam penelitiannya menghasilkan hubungan kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita. Hasil uji statistik menunjukkan kejadian diare berisiko 1,8 kali terjadi pada balita yang tinggal di rumah dengan kondisi sarana air bersih buruk dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah dengan kondisi sarana air bersihnya baik.

Hasil penelitian lain yang dilakukan Nurholis (2006) di Garut juga menunjukkan bahwa kondisi sarana sanitasi air bersih yang kurang baik dapat menyebabkan diare pada balita sebesar 2,1 kali.

b. Pengolahan Air Minum

Di dalam Permenkes Nomor 492/Menkes/PER/IV/2010 dijelaskan bahwa air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.

Pengelolaan air minum rumah tangga dapat memperbaiki kualitas secara mikrobiologis air minum di rumah tangga dengan metode sederhana dan terjangkau serta mengurangi angka kejadian dan kematian


(64)

yang disebabkan oleh penyakit yang dibawa oleh air seperti diare (Depkes RI, 2008 dalam Rosa 2011).

Memasak air merupakan cara paling baik untuk proses purifikasi air di rumah. Agar proses purifikasi menjadi lebih efektif, maka air dibiarkan mendidih antara 5-10 menit. Hal tersebut bertujuan agar semua kuman, spora, kista, dan telur telah mati sehingga air bersifat steril. Selain itu proses pendidihan juga dapat mengurangi kesadahan karena dalam proses pendidihan terjadi peguapan CO2 dan pengendapan CaCO3 (Chandra, 2007).

Hasil penelitian Rosa (2011) menunjukkan bahwa dari 48 ibu yang memiliki balita yang mengalami diare 33,3% tidak mengolah air minum secara PAMRT (secara industri). Selain itu, Suprapti (2003) hasil penelitiannya berkesimpulan bahwa ada hubungan antara pemasakan air minum dengan kejadian diare pada balita.

Puspitasari (2012) dalam penelitiannya menghasilkan kesimpulan kejadian diare pada kelompok balita yang ibuya memiliki perilaku memasak air minum yang buruk mempunyai risiko 2,68 kali dibandingkan dengan kelompok balita yang ibunya memiliki perilaku memasak air minum yang baik.


(65)

c. Eschericia Coli (E. Coli) dalam Air Minum

Kebutuhan air untuk minum (termasuk untuk masak) harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Notoatmodjo, 2007).

Pemerintah telah mengatur tentang persyaratan kualitas air minum dalam peraturan menteri kesehatan nomor 492/menkes/PER/IV/2010. Di dalam peraturan ini, terdapat parameter wajib yang berhubungan langsung dengan kesehatan yaitu parameter mikrobiologi dan parameter kimia an-organik. Sedangkan untuk parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan adalah parameter fisik dan kimiawi.

Dari ke-empat parameter tersebut, parameter mikrobiologi yang yang paling berkaitan dengan penyakit diare. Dalam persyaratan mikrobiologis, air tidak boleh mengandung E.Coli maupun total bakteri Coliform dalam satuan jumlah per 100 ml sampel. Menurut Fauzi (2005), kualitas mikrobiologi air merupakan kriteria standar yang digunakan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit pada masyarakat yang ditularkan melalui air seperti diare.

Eschericia Coli (E.coli) adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich ini hidup pada tinja, dan dapat menyebabkan masalah kesehatan pada manusia, seperti diare, muntaber dan masalah pencemaran lainnya (Wikipedia, 2007)


(66)

Fardiaz (1992) mengungkapkan, E.Coli merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup secara normal di dalam kororan manusia maupun hewan, oleh karena itu disebut juga koliform fekal.

Menurut Khairunnisa (2012), bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform merupakan bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi bakteri coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain.

E. Coli adalah grup koliform yang mempunyai sifat dapat menfermentasi laktose dan memproduksi asam dan gas pada suhu 37° C maupun suhu 44,5+0,5°C dalam waktu 48 jam. E.Coli adalah bakteri yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, bersifat gram negatif, berbentuk batang dan tidak membentuk spora.

Menurut Sintamurniwaty (2005), sekitar 25% diare pada anak disebabkan oleh toksin yang dikeluarkan oleh bakteri, pada umumnya dihasilkan oleh bakteri E coli dan V. chholera.

E.coli pada berbagai strain dapat mempunyai 2 sifat, yaitu sebagai enterotoksin maupan sifat invasif. Setelah melalui tantangan karena


(67)

ketahanan tubuh penderita, maka bakteri sampai di lumen usus kecil memperbanyak diri dan menghasilkan enterotoksin yang kemudian dapat mempengaruhi fungsi dari epitel mukosa usus (Sintamurniwaty, 2005).

Pengujian uji kualitatif coliform secara lengkap terdiri dari 3 tahap, yaitu uji penduga (presumptive test), uji penguat (confirmed test) dan uji pelengkap (completed test) (Widiyanti, 2004).

Uji penduga merupakan uji kuantitatif koliform menggunakan metode MPN. Uji penduga (presumptive test) tes pendahuluan tentang ada tidaknya kehadiran bakteri koliform berdasarkan terbentuknya asam dan gas disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan koli (Widiyanti, 2004).

Berikutnya adalah uji penguat (confirmed test). Hasil uji dugaan dilanjutkan dengan uji ketetapan. Dari tabung yang positif terbentuk asam dan gas terutama pada masa inkubasi 1 x 24 jam, suspensi ditanamkan pada media Eosin Methylen Biru Agar (EMBA) atau endo agar secara aseptik. Koloni bakteri Escherichia coli tumbuh berwarna merah kehijauan dengan kilat metalik atau koloni berwarna merah muda dengan lendir untuk kelompok koliform lainnya (Widiyanti, 2004).

Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji kelengkapan untuk menentukan bakteri jenis Escherichia coli. Dari koloni yang berwarna pada uji ketetapan diinokulasikan ke dalam medium kaldu laktosa dan medium agar miring Nutrient Agar ( NA ), dengan jarum inokulasi secara aseptik (Widiyanti, 2004).


(68)

Menurut Rahayu (2006) dalam Suhardiman (2007), bakeri E.Coli yang berasal dari tinja, sudah bisa dipastikan sangat merugikan terutama sebagai penyebab penyakit diare. Di Jepang, E.Coli yang berasal dari resapan tinja telah menyebabkan banyak penderita diare bahkan hingga menimbulkan kematian.

Hasil penelitian Suhardiman (2007) menunjukkan hasil uji statistik ada hubungan antara keberadaan bakteri E. Coli dalam air minum dengan kejadian diare pada balita. Kejadian diare beresiko 2,9 kali terjadi pada balita yang air minumnya positif E. Coli dibandingkan dengan balita yang air minumnya negatif E. Coli. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fardani (2013) juga menunjukkan hubungan E. Coli dalam air minum dengan diare pada balita.


(69)

K. Kerangka Teori

Berdasarkan teori dan penelitian di atas, maka diperoleh kerangka teori sebagai berikut:

Bagan 2.1. Kerangka Teori

Modifikasi teori dan penelitian dari Sinthamurniwaty (2005), Cahyono (2003), Simatupang (2003), Suhardiman (2007), dan Rosa (2011)

FAKTOR INDIVIDU BALITA a. Umur balita b. Status gizi c. Pemberian ASI

Eksklusif d. Imunodefisiensi

e. Imunisasi Campak Kejadian diare

KARAKTERISTIK SANITASI AIR a. Kondisi Sarana Air

Bersih (SAB)

b. Pengolahan Air minum c. E.Coli Dalam Air


(70)

48

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada beberapa teori dari penelitian dari Sinthamurniwaty (2005), Cahyono (2003), Simatupang (2003), Suhardiman (2007), dan Rosa (2011). Berdasarkan teori dan penelitian yang ada, faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare pada balita yaitu faktor individu yaitu umur balita, status gizi, pemberian ASI eksklusif, dan imunodefisiensi serta karakteristik sanitasi air yang terdiri dari kondisi sarana air bersih (SAB), dan pengolahan air minum.

Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, yaitu status gizi karena untuk balita dengan status gizi buruk biasanya langsung ditangani dalam pusat pemulihan gizi / Therapeutic Feeding Centre (TFC) dan berdasarkan laporan tahunan kelurahan menunjukkan tidak ada balita dengan status gizi kurang sedangkan gizi buruk hanya satu orang. Hal ini menunjukkan untuk variabel status gizi data dapat homogen. Selanjutnya, variabel immunodefisiensi tidak diteliti karena sulitnya untuk menilai balita yang mengalami immunodefisiensi.

Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen


(71)

adalah faktor individu yaitu umur balita, status gizi, pemberian ASI eksklusif, dan imunodefisiensi dan karakteristik sanitasi air yang terdiri dari kondisi sarana air bersih (SAB), pengolahan air minum, sedangkan variabel dependen yaitu kejadian diare pada balita.

Hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tersebut dapat dilihat pada bagan 3.1 sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Umur balita

Pemberian ASI Eksklusif

Imunisasi campak

Kondisi Sarana Air Bersih (SAB)

E.Coli dalam Air Minum

Kejadian diare


(72)

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur skala

Variabel Dependen

Diare Penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari). (Depkes, 2003)

Balita yang diare pada periode 2 minggu yang lalu sampai pada saat diwawancara

Wawancara Kuesioner 0. Diare, jika: Balita mengalami berak-berak, > 3 kali sehari dan bentuk kotoran campur air atau air saja.

1. Tidak diare, jika: Balita tidak mengalami berak-bera atau balita mengalami berak-berak, ≤ 3 kali dan bentuk seperti biasa


(1)

5.

Pengolahan Air Minum * Kejadian Diare

Pengolahan air minum * Diare Crosstabulation

Diare

Total Diare Tidak diare

Pengolahan air minum tidak mengolah Count 14 12 26

% within Pengolahan air minum 53.8% 46.2% 100.0%

merebus Count 9 17 26

% within Pengolahan air minum 34.6% 65.4% 100.0%

Total Count 23 29 52

% within Pengolahan air minum 44.2% 55.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.949a 1 .163

Continuity Correctionb 1.247 1 .264

Likelihood Ratio 1.962 1 .161

Fisher's Exact Test .264 .132

Linear-by-Linear Association 1.912 1 .167

N of Valid Casesb 52

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,50.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Pengolahan air minum (tidak mengolah / merebus)

2.204 .721 6.733

For cohort Diare = Diare 1.556 .823 2.941

For cohort Diare = Tidak diare .706 .428 1.164


(2)

6.

E. Coli

Dalam Air Minum * Kejadian Diare

E. Coli dalam air minum * Diare Crosstabulation

Diare

Total Diare Tidak Diare

E. Coli dalam air minum ada E.Coli Count 9 3 12

% within E. Coli dalam air minum 75.0% 25.0% 100.0%

tidak ada E.Coli Count 14 26 40

% within E. Coli dalam air minum 35.0% 65.0% 100.0%

Total Count 23 29 52

% within E. Coli dalam air minum 44.2% 55.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.987a 1 .014

Continuity Correctionb 4.476 1 .034

Likelihood Ratio 6.102 1 .014

Fisher's Exact Test .021 .017

Linear-by-Linear Association 5.872 1 .015

N of Valid Casesb 52

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,31.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for E. Coli dalam air minum (ada E.Coli / tidak ada E.Coli)

5.571 1.295 23.973

For cohort Diare = Diare 2.143 1.256 3.655

For cohort Diare = Tidak diare .385 .141 1.052


(3)

DOKUMENTASI PENELITIAN

Foto 1. Tempat Penelitian

Foto 2. Wawancara dengan Responden

Foto 3. Sarana air bersih yang digunakan warga


(4)

(5)

Foto 4. Sarana Air minum


(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Perilaku Gizi Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli Kota Medan Tahun 2002

1 57 78

Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dan Perilaku Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

0 9 128

Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Bulan Agustus 2010

2 21 84

Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dan Perilaku Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

0 16 128

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA

0 2 7

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA PULOSARI KEBAKKRAMAT KECAMATAN Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Pulosari Kebakkramat Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.

0 1 13

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA PULOSARI KEBAKKRAMAT KECAMATAN Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Pulosari Kebakkramat Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.

0 1 10

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KECAMATAN JATIPURO KABUPATEN KARANGANYAR.

0 0 82

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN ROWOSARI KECAMATAN TEMBALANG SEMARANG - UDiNus Repository

0 0 2

HUBUNGAN SANITASI MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO

0 1 7