Penambatan karbon dioksida dan pengaruh densitas alga air tawar (Chlorella Sp) pengurangan emisi karbon Dioksida

(1)

PENAMBATAN KARBON DIOKSIDA DAN PENGARUH DENSITAS ALGA AIR TAWAR (CHLORELLA SP.) TERHADAP PENGURANGAN

EMISI KARBON DIOKSIDA

SINDI SEHABUDIN

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2011 M / 1432 H


(2)

Segalanya Kupersembahkan Untuk : Ibu dan Bapak yang Kusayang dan Kucinta, ‘teh

Murni, Aa Nandi, Dani, almarhum Abah dan almarhumah ‘mak haji, Euneh, serta keluarga besar Cicurug dan

Bandung.


(3)

PENAMBATAN KARBON DIOKSIDA DAN PENGARUH DENSITAS ALGA AIR TAWAR (CHLORELLA SP.) TERHADAP PENGURANGAN

EMISI KARBON DIOKSIDA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Oleh :

SINDI SEHABUDIN 105096003175

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2011 M / 1432 H


(4)

PENAMBATAN KARBON DIOKSIDA DAN PENGARUH DENSITAS ALGA AIR TAWAR (CHLORELLA SP.) TERHADAP PENGURANGAN

EMISI KARBON DIOKSIDA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

SINDI SEHABUDIN 1050 9600 3175

Menyetujui,

NIP. 19650104 199103 1 004 Pembimbing I

Nida Sopiah,S.Si,M.Si NIP. 19690510 199503 2 003

Pembimbing II

Hendrawati, M.Si NIP. 19720815 200312 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia


(5)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “PENAMBATAN KARBON DIOKSIDA DAN PENGARUH

DENSITAS ALGA AIR TAWAR (CHLORELLA SP.) TERHADAP

PENGURANGAN EMISI KARBON DIOKSIDA” yang ditulis oleh Sindi Sehabudin NIM 105096003165 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Hari Kamis, tanggal 10 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.

Menyetujui,

Penguji I

Dr. Thamzil Las NIP. 19490516 197703 1 001

Penguji II

Adi Riyadhi, M.Si NIP. 19780621 200910 1 003

Pembimbing I

Nida Sopiah,S.Si,M.Si NIP. 19690510 199503 2 003

Pembimbing II

Hendrawati, M.Si NIP. 19720815 200312 2 001

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Dr.Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP. 19680117 200112 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

Drs.Dede Sukandar, M.Si NIP. 19650104 199103 1 004


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juni 2011

Sindi Sehabudin 1050 9600 3175


(7)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, karena atas berkat dan rahmatNya-lah saya dapat hidup sampai sekarang, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa puji syukur kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad Saw yang telah memberikan bimbingan kepada kita ke jalan yang diridhoi Allah SWT.

Pemanasan global merupakan isu terhangat pada saat ini. Salah satu indikator yang digunakan untuk menganalisa isu pemanasan global adalah bertambahnya gas rumah kaca, terutama gas CO2, secara cepat akibat kegiatan manusia. Sejauh ini berbagai upaya telah mulai dilakukan oleh manusia untuk mengurangi dampak pemanasan global, seperti program penanaman kembali (reboisasi), penghematan energi, penggunaan energi baru dan terbarukan, dan pemanfaatan berbagai teknologi penambatan dan penyimpanan karbon atau

carbon capture and storage(CCS)

Skripsi yang berjudul “Penambatan Karbon Dioksida dan Pengaruh Densitas Alga Air Tawar (chlorella sp.) Terhadap Pengurangan Emisi Karbon Dioksida “ diajukan selain sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah juga penulis dedikasikan untuk pengembangan dan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang demi kesejahteraan umat manusia.


(8)

vi

Penulis yakin dan sadar dalam penulisan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang terdalam kepada :

1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis sebagai Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Dede Sukandar, M.Si sebagai Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Nida Sopiah, S.Si. M.Si sebagai dosen pembimbing I penelitian yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian penelitian ini.

4. Ibu Hendrawati, M.Si selaku dosen pembimbing II penelitian yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian penelitian ini.

5. Ibu Sri Yadial Chalid, M.Si sebagai Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Adi Mulyanto yang telah banyak membantu di lapangan dalam terlaksananya penelitian ini.

7. Bapak Tunggul yang telah banyak memberikan masukan dan saran selama penelitian.

8. Ibu Titin Handayani yang telah membantu dalam mencari informasi yang berkaitan dengan studi literatur biologi.

9. Para staff Laboratorium BTL yang telah membantu dalam analisis nutrisi satu bulan penuh di Laboratorium.

10.Kedua orang tua, Kakak serta Adik yang telah memberikan motivasi sehingga penulis dapat melanjutkan kuliah serta senantiasa memberikan doa dan semangat demi janji masa depan lebih baik.


(9)

vii

11.Para sahabat : Aan, Aji, Ilham, Fajri, Oki, Akim, Donal, yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis.

12.Ezzi Susiyanti yang selalu memberikan motivasinya dalam penyelesaian masa studi perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.

13.Teman-teman mahasiswa kimia angkatan 2005, atas segala dukungan morilnya.

14.Teman-teman mahasiswa kimia angkatan 2002-2007, atas segala bantuan baik selama penulis menempuh masa studi maupun dalam mengerjakan tugas akhir.

Penulis tidak lupa menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya apabila dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Akhir kata dari saya semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat.

Jakarta, Juni 2011


(10)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Pembatasan Masalah ... 3

1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ... 3

1.5. Tujuan Penelitian ... 3

1.6. Ruang Lingkup ... 3

1.7. Hipotesis ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Peningkatan Gas Rumah Kaca ... 5

2.2. Karbon Dioksida ... 6

2.3. Fotosintesis ... 8

2.3.1. Reaksi Terang ... 9


(11)

ix

2.4. Chlorella sp. ... 13

2.4.1. Klasifikasi Alga Hijau (Chlorella sp.) ... 14

2.5. Nitrogen ... 16

2.6. Fosfor ... 17

2.7. Kalium ... 19

2.8. Derajat Keasaman (pH) ... 20

2.9. Spektrometri ... 21

2.9.1 Spektrofotometri UV-Visibel ... 21

2.9.2. Spektrometri Serapan Atom ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3.2. Alat dan Bahan ... 29

3.2.1. Alat ... 29

3.2.2. Bahan ... 29

3.3. Prosedur Kerja ... 30

3.3.1. Persiapan Fotobioreaktor ... 30

3.3.2. Persiapan Gas Holder ... 30

3.3.3. Persiapan Media ... 30

3.3.4. Penebaran Bibit... 31

3.3.5. Operasional Fotobioreaktor ... 31

3.3.6. Pengukuran dan Sampling ... 31

3.4. Penentuan Kadar Nitrogen dalam Nitrat (NO3-N) ... 33

3.4.1. Persiapan Pengujian ... 33

3.4.2. Prosedur Pengujian Sampel ... 34

3.5. Penentuan Kadar Fosfor dalam Fosfat ... 35

3.5.1. Persiapan Pengujian ... 35

3.5.2. Prosedur Pengujian Sampel ... 36

3.6. Penentuan Kadar Kalium ... 37


(12)

x

3.6.1. Prosedur Pengujian Sampel ... 37

3.7. Bagan Kerja Penelitian ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1. Pengukuran Kepadatan dan Populasi Alga ... 39

4.2. Pengukuran Ketersediaan Nutrien (N, P, K) Pada Fotobioreaktor Alga ... 41

4.3. Pengukuran Gas CO2 yang Keluar dan O2 yang dihasilkan pada Sistem Fotobioreaktor ... 47

4.4. Efisiensi Penyerapan CO2 oleh Alga dalam Sistem Fotobioreaktor ... 50

4.5. Hubungan Kepadatan Sel dengan Jumlah CO2 yang Tertambat ... 53

4.6. Analisis Statistik... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1. Kesimpulan ... 58

5.2. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(13)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Fase fiksasi (karboksilasi) ... 11

Gambar 2. Fase reduksi ... 12

Gambar.3. Alga Chlorella ... 14

Gambar 4 Skema Spektrofotometer UV-Visible ... 22

Gambar 5. Skema Spektrometer SSA ... 26

Gambar 6. Skema Gas Detektor (metode NDIR)... 28

Gambar 7. Skema Gas Detektor (metode SEL GALVANI) ... 28

Gambar 8. Bagan Kerja penelitian ... 38

Gambar 9. Pertumbuhan sel Alga dengan kepadatan awal 22.000.000 sel/ml ... 40

Gambar 10. Kadar unsur hara Nitrat pada sistem fotobioreaktor ... 42

Gambar 11. Kadar unsur hara Fosfat pada sistem fotobioreaktor ... 44

Gambar 12.Kadar unsur hara Kalium pada sistem fotobioreaktor ... 46

Gambar 13.Jumlah CO2 yang keluar dan O2 pada sistem fotobioreaktor 1 ... 48

Gambar 14. Jumlah CO2 yang keluar dan O2 pada sistem fotobioreaktor 2 ... 48

Gambar 15.Jumlah CO2 yang keluar dan O2 pada sistem fotobioreaktor 3 ... 49

Gambar 16.Jumlah CO2 yang masuk dan efisiensi penyerapan pada sistem fotobioreaktor 1 ... 51

Gambar 17.Jumlah CO2 yang masuk dan efisiensi penyerapan pada sistem fotobioreaktor 2 ... 51

Gambar 18.Jumlah CO2 yang masuk dan efisiensi penyerapan pada sistem fotobioreaktor 2 ... 52

Gambar 19.Korelasi antara konsentrasi CO2 yang tertambat dengan pertambahan kepadatan biomassa alga ... 54


(14)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Faktor-faktor lingkungan yang

dapat mempengaruhi pertumbuhan chlorella sp. ... 16 Tabel 2. Jumlah CO2 yang tertambat dari ke-3 kolam dalam satuan


(15)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Diagram alir penelitian ... 62

Lampiran 2.Data hasil pengukuran konsentrasi CO2 dan O2 saat pagi hari dan sore hari pada Fotobioreaktor ... 63

Lampiran 3. Analisis statistika dengan Excel hubungan antara jumlah CO2 yang tertambat dengan kepadatan sel ... 65

Lampiran 4..Rata-rata jumlah CO2 ke-3 kolam yang tertambat dalam satuan gram/hari dan jumlah kepadatan ... 66

Lampiran 5. Kadar N-NO3 ... 71

Lampiran 6. Kadar Kalium (K) ... 72

Lampiran 7. Kadar Fosfat ... 73

Lampiran 8. Kurva kalibrasi Kalium, Fosfat, dan Nitrat ... 74

Lampiran 9. Bahan dan Peralatan penelitian, Perhitungan Sel Chlorella sp. ... 75


(16)

xiv

ABSTRAK

Sindi Sehabudin. Penambatan Karbon Dioksida dan Pengaruh Densitas Alga Air Tawar (chlorella sp.) terhadap Pengurangan Emisi Karbon Dioksida. Dibimbing oleh Nida Sopiah,M.Si dan Hendrawati, M.Si.

Masalah pemanasan global yang disebabkan oleh peningkatan gas CO2 di udara mendorong upaya aktif untuk mengatasinya. Salah satu alternatif yang efektif yaitu dengan menggunakan mikroalga chlorella sp. disebabkan selain kemampuannya dalam memfiksasi CO2, produksi biomassa yang dihasilkan juga sangat bermanfaat bagi kehidupan. Kepadatan awal sel alga di dalam sistem fotobioreaktor sebesar 227,9 x 105 sel/ml dengan pengumpanan CO2 ke dalam fotobioreaktor tahap pertama berkisar antara 60-70 L CO2/hari (5% - 6% CO2/hari). Untuk pengumpanan hari berikutnya konsentrasi CO2 dinaikkan sampai 100 L CO2/hari (8% - 10% CO2/hari) agar mikroalga dapat beradaptasi pada kondisi yang baru. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran gas CO2 yang dikeluarkan dengan menggunakan instrumen gas detector dan pengukuran kadar N, P, dan K menggunakan instrumen Spektrofotometri UV-Vis dan Spektrometri Serapan Atom. Sedangkan untuk pengukuran kepadatan biomassa alga dilakukan dengan menggunakan haemositometer. Data yang diperoleh diuji secara statistik menggunakan koefisien korelasi. Nilai r yang diperoleh sebesar 0,9912 dan hasil tersebut menunjukkan bahwa jumlah CO2 yang ditambat oleh chlorella sp. dalam sistem fotobioreaktor setara dengan penambahan kepadatan biomassa alga.

Kata kunci : chlorella sp., karbon dioksida, penambatan, densitas alga, spektrofotometri UV-Visibel, Spektrometri Serapan Atom.


(17)

xv

ABSTRACT

Sindi Sehabudin. CO2 sequestration and influent of alga density by alga (Chlorella sp.) towards emission of CO2 reduction. Advised by Nida Sopiah,M.Si dan Hendrawati, M.Si.

There are many research to solve the effect of global warming caused by great amount of CO2 in the air. One of the effective alternative to reduce this gas in atmosphere is by using microalga chlorella sp. due to its ability of CO2 fixation and very useful biomass that it produced. Initial density of alga in photobioreactor system was 227.9 x 105 cell/ml as the first CO2 injection to photobioreactor system was approximately 60 – 70 L/day (5% - 6% CO2/day). At the next injection the concentration of CO2 was increased to 100 L CO2/day (8% - 10% CO2/day) so that the microalga was adapt with the new condition.The emission of CO2

was investigated by gas detector. N, P, and K concentration was also measured using UV-Visible Spectrophotometer and Atomic absorptions Spectrometer, while microalga density was measured using haemositometer. The data then were statistically analyzed using coefficient of correlation. The result was 0,9912 and showed that CO2 sequestrated by chlorella sp. was proportional to the increase of microalga density.

Keywords : chlorella sp., carbon dioxide, sequestration, density of alga biomass, spectrophotometer UV-Visible, Atomic absorptions Spectrometer.


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemanasan global merupakan isu terhangat pada saat ini. Salah satu indikator yang digunakan untuk menganalisa isu pemanasan global adalah bertambahnya gas rumah kaca, terutama gas CO2, secara cepat akibat kegiatan manusia. Sejauh ini berbagai upaya telah mulai dilakukan oleh manusia untuk mengurangi dampak pemanasan global, seperti program penanaman kembali (reboisasi), penghematan energi, penggunaan energi baru dan terbarukan, dan pemanfaatan berbagai teknologi penambatan dan penyimpanan karbon atau

carbon capture and storage(CCS) (A. Setiawan, 2008).

Mikroalga sebagai tumbuhan mikroskopis bersel tunggal yang hidup di lingkungan perairan, tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi dan nutrien anorganik seperti CO2, komponen nitrogen terlarut dan fosfat. Kemampuan fitoplankton (mikroalga) untuk berfotosintesis, seperti tumbuhan darat lainnya, dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menyerap CO2. Selain potensinya yang besar sebagai sumber bahan baku energi baru dan terbarukan, mikroalga (fitoplankton) juga dapat berperan dalam menurunkan emisi gas CO2 di atmosfer.. Diketahui bahwa persamaan reaksi adalah sebagai berikut :


(19)

2

Berdasarkan persamaan reaksi tersebut di atas, dapat diketahui bahwa jumlah CO2 yang dipakai oleh fitoplankton untuk fotosintesis adalah sebanding dengan jumlah materi organik C6H12O6 (glukosa) yang dihasilkan.

Alasan utama pemilihan fitoplankton sebagai biota yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi emisi CO2 adalah karena meskipun jumlah biomassa fitoplankton hanya 0,05 % biomassa tumbuhan darat, namun jumlah C yang dapat digunakan dalam proses fotosintesis sama dengan jumlah C yang difiksasi oleh tumbuhan darat. Selain itu sistem kultur alga mampu menghilangkan CO2 dari cerobong asap dimana untuk keperluan itu diperlukan budidaya alga berupa fotobioreaktor. Dengan teknologi fotobioreaktor ini, tingkat produktivitas alga dapat ditingkatkan menjadi 2 hingga 5 kali lebih tinggi dari kondisi normalnya (A. Setiawan, 2008).

Gas CO2 yang keluar dari cerobong asap selanjutnya dapat langsung disambungkan ke fotobioreaktor dan dimanfaatkan oleh alga untuk pertumbuhannya melalui mekanisme fotosintesis. Dalam kegiatan penelitian ini, jenis fitoplankton yang dibudidayakan dipilih berdasarkan pada kelimpahannya di perairan tawar Indonesia dan kecepatan tumbuhnya. Berdasarkan pada kedua kriteria ini maka dipilihlah Chlorella sp. sebagai spesies yang diuji coba.

1.2. Rumusan Masalah

Pada penelitian ini penulis merumuskan beberapa permasalahan diantaranya:

1. Seberapa besar jumlah karbon dioksida yang diserap dan yang dikeluarkan oleh alga (chlorella sp.)?


(20)

3

2. Bagaimana pengaruh penyerapan karbon dioksida terhadap biomassa?

1.3. Pembatasan Masalah

Parameter yang diuji meliputi kadar karbon dioksida dan kadar nutrien nitrogen, posfor, kalium.

1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan salah satu solusi bagi pabrik-pabrik, terutama pabrik-pabrik yang mengemisikan karbon dioksida dalam mengatasi masalah emisi karbon dioksida dan memberikan informasi kepada masyarakat sekitar, khususnya para petani alga mengenai pentingnya peran alga dalam mengurangi emisi karbon dioksida.

1.5. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh peningkatan biomassa alga terhadap kemampuan penyerapan karbon dioksida dalam mengurangi emisi karbon dioksida pada pabrik yang mengemisikan karbon dioksida.

1.6. Ruang Lingkup

Parameter yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu parameter utama dan parameter pendukung.

Parameter utama yang dimonitor adalah karbon dioksida, sedangkan parameter pendukung yang dimonitor adalah nitrogen, posfor dan kalium


(21)

4

1.7. Hipotesis

Jumlah karbon dioksida yang ditambat setara dengan perubahan kepadatan biomassa alga.


(22)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peningkatan Gas Rumah Kaca

Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya seperti sulfur dioksida, nitrogen monoksida dan nitrogen dioksida serta senyawa organik lainnya seperti gas metan dan kloro floro karbon (CFC) yang melampaui kemampuan tumbuhan darat dan laut untuk

mengardsorpsinya. Gas rumah kaca merupakan gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas rumah kaca sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat timbul juga akibat aktifitas manusia. Karbon dioksida (CO2) yang timbul dari berbagai proses alami seperti letusan vulkanik, pernafasan hewan dan manusia dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan). Selain itu gas seperti karbon dioksida (CO2) dapat pula ditimbulkan sebab adanya proses industri seperti industri batu bara dan susu (pada mesin boiler). Energi (cahaya matahari) yang masuk ke bumi mengalami beberapa mekanisme yaitu, 25 % energi dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer, 25 % diadsorpsi oleh awan, 45 % diadsorpsi permukaan bumi dan 5 % dipantulkan kembali oleh permukaan bumi. Energi yang diadsorpsi oleh awan dan permukaan bumi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah, namun sebagian radiasi infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas karbon dioksida serta gas rumah kaca lainnya, untuk dikembalikan lagi ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan. Dengan


(23)

6

adanya efek rumah kaca, perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda (A.Razak, 2007).

Dengan adanya isu tentang pemanasan global, negara-negara maju saat ini, mengalihkan teknologi yang lebih ramah lingkungan untuk mengatasi permasalahan menebalnya emisi karbon dioksida, dan Indonesia memulainya dari alam. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menemukan bahwa mikroalga efektif menyerap karbon dioksida di udara. Dengan memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi mikroalga dapat menggunakan nutrien anorganik seperti karbon dioksida, melalui proses fotosintesis.

2.2. Karbon dioksida

Karbon dioksida (CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi. Kandungan karbon dioksida di udara segar bervariasi antara 0,03% (300ppm) sampai dengan 0,06% (600 ppm) bergantung pada lokasi. Karbon dioksida adalah salah satu gas rumah kaca yang penting karena ia menyerap gelombang inframerah dengan kuat (Daniel M, 2003).

Karbon dioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Ketika dihirup pada konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbon dioksida di atmosfer, ia akan terasa asam di mulut dan menyengat di hidung dan tenggorokan. Efek ini disebabkan oleh pelarutan gas di membran mukosa dan saliva, membentuk larutan asam karbonat yang lemah. Sensasi ini juga dapat dirasakan ketika seseorang bersendawa setelah meminum air berkarbonat (misalnya Coca-


(24)

7

Cola). Konsentrasi yang lebih besar dari 5.000 ppm tidak baik untuk kesehatan, sedangkan konsentrasi lebih dari 50.000 ppm dapat membahayakan kehidupan hewan (Daniel M, 2003).

Molekul karbon dioksida (O=C=O) mengandung dua ikatan rangkap yang berbentuk linear. Pada suhu −78,51° C, karbon dioksida langsung menyublim menjadi padat melalui proses deposisi. Bentuk padat karbon dioksida biasa disebut sebagai "es kering". Fenomena ini pertama kali dipantau oleh seorang kimiawan Perancis, Charles Thilorier, pada tahun 1825. Es kering biasanya digunakan sebagai zat pendingin yang relatif murah (Anonim, 2006).

Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada proses fotosintesis. Tumbuh-tumbuhan mengurangi kadar karbon dioksida di atomosfer dengan melakukan fotosintesis, disebut juga sebagai asimilasi karbon, yang menggunakan energi cahaya untuk memproduksi materi organik dengan mengkombinasi karbon dioksida dengan air. Oksigen bebas dilepaskan sebagai gas dari penguraian molekul air, sedangkan hidrogen dipisahkan menjadi proton dan elektron, dan digunakan untuk menghasilkan energi kimia melalui fotofosforilasi. Energi ini diperlukan untuk fiksasi karbon dioksida pada siklus Kalvin untuk membentuk gula. Gula ini kemudian digunakan untuk pertumbuhan tumbuhan melalui respirasi. Tumbuh-tumbuhan juga mengeluarkan CO2 selama pernapasan, sehingga tumbuhan yang berada pada tahap pertumbuhan sajalah yang merupakan penyerap bersih CO2. Sebagai contoh, hutan tumbuh akan menyerap berton-ton CO2 setiap tahunnya, namun hutan matang akan menghasilkan CO2 dari pernapasan dan dekomposisi sel-sel mati sebanyak yang


(25)

8

dia gunakan untuk biosintesis tumbuhan Walaupun demikian, hutan matang jugalah penting sebagai buangan karbon, membantu menjaga keseimbangan atmosfer bumi. Selain itu, fitoplankton juga menyerap CO2 yang larut di air laut, sehingga mempromosikan penyerapan CO2 dari atmosfer (Robert N dan Kenneth R, 2005).

2.3. Fotosintesis

Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis (photos berarti cahaya) disebut sebagai fototrof. Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas dari CO2 diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi. Cara lain yang ditempuh organisme untuk mengasimilasi karbon adalah melalui kemosintesis, yang dilakukan oleh sejumlah bakteri belerang (Cleon dan Frank, 1995).

Tumbuhan bersifat autotrof. Autotrof artinya dapat mensintesis makanan langsung. dari senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya. Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis, dengan persamaan reaksi sebagai berikut:


(26)

9

Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung melalui respirasi seluler yang terjadi baik pada hewan maupun tumbuhan. Secara umum reaksi yang terjadi pada respirasi seluler berkebalikan dengan persamaan di atas. Pada respirasi, gula (glukosa) dan senyawa lain akan bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi kimia (Cleon dan Frank, 1995).

Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil. Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat dalam organel yang disebut kloroplas. Klorofil menyerap cahaya yang akan digunakan dalam fotosintesis. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di daun. Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung setengah juta kloroplas setiap milimeter perseginya. Cahaya akan melewati lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan, menuju mesofil, tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis. Permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya penyerapan sinar matahari ataupun penguapan air yang berlebihan (Cleon dan Frank, 1995).

2.3.1. Reaksi Terang

Reaksi terang merupakan langkah-langkah fotosintesis yang mengubah energi matahari menjadi energi kimiawi. Cahaya yang diserap oleh klorofil menggerakan transfer elektron dan hidrogen dari air ke penerima (akseptor) yang disebut NADP+ (nikotinamida adenin dinukleotida fosfat), yang menyimpan


(27)

10

elektron berenergi ini untuk sementara. Air terurai dalam proses ini, sehingga reaksi terang fotosintesislah yang melepas O2 sebagai produk samping (Cleon dan Frank, 1995).

Akseptor elektron reaksi terang NADP+ berfungsi sebagai pembawa elektron daam respirasi seluler. Reaksi terang menggunakan energi matahari untuk mereduksi NADP+ menjadi NADPH dengan cara menambahkan sepasang elektron bersama dengan nukleus hidrogen, atau H+. Reaksi terang juga menghasilkan ATP dengan memberi energi bagi penambahan gugus fosfat pada ADP, suatu proses yang disebut fotofosforilasi (Sandra Hermanto, 2007).

2.3.2. Reaksi Gelap (Siklus Calvin)

Siklus Calvin disebut juga sebagai reaksi gelap atau reaksi yang tidak tergantung kepada cahaya, karena tidak satu pun langkah dalam siklus Calvin membutuhkan cahaya secara langsung (Cleon dan Frank, 1995).

Siklus Calvin terjadi di dalam stroma. Siklus ini berawal dengan pemasukan CO2 ke dalam molekul organik yang telah disiapkan dalam kloroplas. Pemasukan awal karbon ini ke dalam senyawa organik dikenal sebagai fiksasi karbon. Siklus Calvin kemudian mereduksi karbon terfiksasi ini menjadi karbohidrat melalui penambahan elektron. Tenaga pereduksi ini berasal dari NADPH, yang memperoleh elektron berenergi dalam reaksi terang. Untuk mengubah CO2 menjadi karbohidrat, siklus Calvin juga membutuhkan energi kimiawi dalam bentuk ATP, yang juga dihasilkan oleh reaksi terang (Tjahyadi Purwoko, 2007). Secara umum reaksi pada siklus Calvin terdiri dari tiga fase utama, yaitu fase fiksasi (proses karboksilasi), fase reduksi, dan fase regenerasi.


(28)

11

Fase fiksasi (karboksilasi) melibatkan penambahan CO2 dan H2O ke ribulosa bisfosfat (RuBP) untuk membentuk dua molekul 3-fosfogliserat (3-PGA) untuk setiap CO2. pada tahap pertama RuBP mengalami dehidrogenasi menjadi enolat anion. Struktur enolat inilah yang kemudian menerima CO2. Karbon dioksida terikat pada atom karbon nomor dua (CO2 bertanda *), sehingga menghasilkan senyawa enolat C6. Hidrolisis enolat C6 menjadi 2 molekul 3-PGA. Karboksilasi ribulosa bisfosfat dikatalisis oleh ribulosa 1,5-bisfosfat karboksilase.

CO2 + RuBP + H2O  2 3-PGA

CH2OPO3H- CH2OPO3H- C = O C OH

Mg2+

H C OH C O H C OH H+ H C OH

CH2OPO3H- CH2OPO3H- Ribulosa bisfosfat Enolat anion

C*O2

H2O +

Gambar 1. Fase fiksasi (karboksilasi) (Sumber : Cleon dan Frank, 1995.).

O

CH2OPO3H -

H C OH COOH

3-PGA

CH2OPO3H-

C* C OH

C O

H C OH

CH2OPO3H-

CH2OPO3H -

H C OH COOH 3-PGA


(29)

12

Pada fase reduksi, gugus karboksil dalam 3-PGA direduksi menjadi sebuah gugus aldehid dalam 3-fosfogliseraldehid. Pada tahap ini 3-PGA mengalami fosforilasi menjadi asam 1,3-bisfosfogliserat. 1,3-bisfosfogliserat dihidrogenasi dan didefosforilasi menjadi 3-fosfogliseraldehid. Reaksi ini dikatalisis oleh triosefosfat dehidrogenase dan 3-fosfogliserat kinase. Sebagaimana reaksi berikut :

ATP ADP

NADPH + H+ NADP+ H2PO4-(Pi)

Gambar 2.Fase reduksi (Sumber : Cleon dan Frank. 1995).

Proses reduksi tersebut tidak terjadi secara langsung, melainkan gugus karboksil dari 3-PGA pertama-tama diubah menjadi ester jenis anhidrida asam pada asam 1,3-bisfosfogliserat dengan penambahan gugus fosfat terakhir dari ATP. ATP ini timbul dari fotofosforilasi,dan ADP yang dilepaskan ketika 1,3-bisfosfogliserat terbentuk diubah kembali dengan cepat menjadi ATP oleh reaksi fotofosforilasi tambahan (Tjahyadi Purwoko, 2007).

CH2OPO3H -

H C OH COOH

3-PGA

CH2OPO3H-

H C OH COOPO3H

-

Asam 1,3 bisfosfoglirserat

CH2OPO3H -

H C OH COH

3-fosfogliseraldehid


(30)

13

Pereduksi yang sebenarnya pada reaksi ini adalah NADPH, yang menyumbang dua electron ke atom karbon teratas yang terlibat dalam gugus ester anhidrida. Secara bersamaan Pi dilepas dari gugus tersebut dan digunakan kembali untuk mengubah ADP menjadi ATP. NADP+ direduksi balik menjadi NADPH pada reaksi terang (Tjahyadi Purwoko, 2007).

Pada fase regenerasi, yang di regenerasi adalah RuBP, yang diperlukan untuk bereaksi dengan CO2 tambahan yang berdifusi secara konstan ke dalam daun melalui stomata. Pada reaksi terakhir daur Calvin, ATP ketiga yang diperlukan bagi tiap molekul CO2 yang ditambat, digunakan untuk mengubah ribulosa-5-fosfat menjadi RuBP, kemudian daur mulai lagi(Tjahyadi Purwoko, 2007).

Tiga putaran daur Calvin akan menambat tiga molekul CO2 dan produksi netonya adalah satu 3-fosfogliseraldehid. Sebagian molekul 3-fosfogliseraldehid digunakan kloroplas untuk membentuk pati (Cleon dan Frank, 1995).

2.4. Chlorellasp.

Chlorella sp. merupakan kelompok organisme protista autotrof, yakni

protista yang mampu membuat makanannya sendiri. Karakteristik ini dimiliki

chlorella sp., karena organisme ini mempunyai pigmen klorofil, sehingga dapat melakukan fotosintesis. Chlorella sp. termasuk salah satu kelompok alga hijau yang paling banyak jumlahnya diantara alga hijau lainnya, 90% chlorella hidup di air tawar dan 10% chlorella sp. hidup di air laut (Pipit P. dan Diah, 2008).

Sel Chlorella berbentuk bulat dan berukuran 2-8 m. Dalam sel Chlorella mengandung 50% protein, lemak serta vitamin A, B, D, E dan K, disamping


(31)

14

banyak terdapat pigmen hijau (klorofil) yang berfungsi sebagai katalisator dalam proses fotosintesis. Sel chlorella sp. di perairan umumnya berada dalam bentuk tunggal, dan biasa hidup berkoloni. Protoplast sel dikelilingi oleh membran yang selektif, sedangkan di luar membran sel terdapat dinding yang tebal terdiri dari sellulosa dan pektin (Iis R, 2007).

Peranan chlorella sp. dalam kehidupan dapat dipakai sebagai makanan, misal Ulva dan Chlorella sp., penghasil O2 dari hasil respirasi yang diperlukan oleh hewan-hewan air dan penambat CO2 dalam proses fotosintesis. Akan tetapi ganggang hijau juga dapat mengganggu perairan bila terlalu subur, sehingga air akan berubah warna dan berbau (Pipit P. dan Diah, 2008).

2.4.1. Klasifikasi Alga Hijau (Chlorella sp.)

Filum : Chlorophyta

Kelas : Chlorophyceae

Ordo : Chlorococcales

Famili : Chlorellaceae

Genus : Chlorella

Spesies : Chlorella sp.

Gambar 3. Algae Chlorella

Chlorella sp. termasuk dalam divisi chlorophyta. Perkembangan

chlorella sp. terjadi secara vegetatif. Masing-masing sel induk membelah menghasilkan 4, 8, atau 16 sel yang dibebaskan bersama dengan pecahnya sel induk. Perkembangbiakan sel ini diawali dengan pertumbuhan sel yang membesar. Periode selanjutnya terjadinya peningkatan aktivitas sintesa sebagai


(32)

15

bagian dari persiapan pembentukan autospora yang merupakan tingkat pemasakan akhir yang akan disusul oleh pelepasan autospora (Yani .S dan Yosar , 2009).

Karakteristik chlorella sp. pada umumnya adalah memiliki klorofil, menyimpan cadangan makanan dalam kantung makanan atau pyrenoid. Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan populasi chlorella sp.

diantaranya adalah temperatur, intensitas cahaya, pH, oksigen terlarut, unsur hara dan karbon dioksida. Hal ini terlihat pada tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan

chlorella sp.

Faktor Lingkungan Keterangan

Temperatur Temperatur optimum untuk pertumbuhan chlorella sp. adalah 30 0C Ph pH optimum untuk pertumbuhan

chlorella sp. adalah 6,6 - 8

Unsur hara Unsur hara yang dibutuhkan chlorella sp. adalah N, P, K,Ca

Karbon dioksida Karbon merupakan salah satu makro nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan chlorella sp. Salah sumber karbon di perairan adalah CO2 yang langsung digunakan sebagai bahan untuk fotosintesis


(33)

16

2.5. Nitrogen

Sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N2) di atmosfer, yang takarannya mencapai 78 persen volum, dan sumber lainnya senyawa-senyawa nitrogen yang tersimpan dalam tubuh jasad renik. Di lingkungan nitrogen terdapat dalam sembilan bentuk, yaitu nitrogen organik, amonia, ion amonia nitrogen (gas), dinitrogen oksida, nitrogen oksida, ion nitrit, nitrogen dioksida, dan ion nitrat (Yoshinaga, 2003).

Transformasi pembentukan senyawa nitrogen dapat terjadi melalui beberapa mekanisme dalam lingkungan, diantaranya fiksasi, sintesis, nitrifikasi, dan denitrifiksasi (Fadmawaty, Ani. 1999).

a. fiksasi nitrogen

fiksasi nitrogen adalah konversi nitrogen (gas) ke dalam bentuk nitrogen yang dapat diasimilasikan oleh tanaman. Fiksasi secara biologi sering terjadi, akan tetapi fiksasi dapat juga terjadi melalui bantuan cahaya dan proses industri :

Biologi : N2 N-Organik

Cahaya : N2 NO3

-Industri : N2 NO3- ; NH3 / NH4+

b. Sintesis

Sintesis adalah proses secara biokimia dimana NH4+ - N atau NO3 – N dikonversikan ke dalam bentuk protein ( N-Organik) :

NH4+ + CO2 + Tumbuhan Hijau + Sinar Matahari N-Organik


(34)

17

2.6. Fosfor

Fosfor merupakan suatu komponen yang penting dalam perairan dan sering menimbulkan permasalahan bagi lingkungan. Fosfor termasuk salah satu dari beberapa unsur yang esensial untuk pertumbuhan ganggang dalam air. Pertumbuhan alga yang berlebihan disamping hasil hancuran biomasa dapat menyebabkan pencemaran kualitas air. Sumber fosfor adalah limbah industri, hanyutan dari pupuk, limbah domestik, hancuran bahan organik, dan mineral fosfat (Achmad, Rukaesih.2004).

Fosfor merupakan salah satu unsur penting bagi pembentukan protein dan metabolisme sel organisme. Fosfor sangat diperlukan dalam transport energi pada sel dan terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit. Dalam perairan, unsur fosfor terdapat dalam senyawa fosfat yang berada dalam bentuk orto fosfat yang terlarut dalam air atau asam lemah yang dapat diserap organisme nabati (Iis R, 2007).

Di alam, fosfor terdapat dalam 2 bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi phosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Senyawa fosfat yang masuk dalam perairan akan berkurang oleh fitoplankton, bakteri dan sedimen. Dinamika fosfat dalam air sangat kompleks, dimana 90% fosfat yang masuk dalam kolam melalui pemupukan akan berkurang setelah satu minggu. Pengetahuan mengenai


(35)

18

dinamika fosfat sangat penting dalam keberhasilan budidaya (Michael Pelczar .2005).

Kandungan Fosfat di perairan umumnya sangat rendah, biasanya tidak melebihi 0,1 mg/liter, kecuali pada perairan yang menerima buangan air rumah tangga dan industri tertentu, serta daerah pertanian yang mendapat pemupukan fosfat. Kandungan fosfat sekitar 0,05-0,02 mg/liter sudah cukup mendukung kehidupan fitoplankton, tetapi pada kadar 20 mg/liter akan menghambat pertumbuhan plankton (Iis R, 2007).

Senyawa fosfat dalam air alam atau air limbah umumnya dapat diklasifikasikan sebagai (Anonim, 2010):

1. Orthophosphate

Di daerah pertanian orthophosphate berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan.

2. Fosfat terkondensasi seperti pyro, meta dan polyphosphate lainnya. Poliphosfat dapat memasuki sungai melalui buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat, seperti industri pencucian, industri logam dan sebagainya.

3. Fosfat organik

Fosfat organik terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. fosfat organik dapat pula terjadi dari orthophosphate yang terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat untuk pertumbuhannya.

Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Bentuk fosfat berasal dari berbagai


(36)

19

sumber. fosfat juga banyak terdapat di dasar sedimen dan lumpur-lumpur biologis, baik sebagai senyawa organik maupun anorganik (Anonim, 2010).

Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan. Bila kadar fosfat dalam air rendah, seperti pada air alam, pertumbuhan dan ganggang akan terhalang. Keadaan ini disebut oligotrop. Fosfor juga disebut sebagai nutrien bagi tumbuh-tumbuhan, oleh karena fosfor dapat menimbulkan percepatan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan yang melakukan fotosintesis. Bila pertumbuhannya terjadi secara berlebihan, misalnya tumbuhnya eceng gondok dan gulma air lainnya, maka keadaan ini dinamakan eutrofikasi. Sehingga dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut air. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kelestarian ekosistem perairan (Anonim.2008).

2.7. Kalium

Kalium diserap dalam bentuk K+. Salah satu sumber kalium adalah pupuk. Kalium terdapat didalam sel-sel yaitu sebagai ion-ion didalam cairan sel. Sebagai ion didalam cairan sel, kalium berperan dalam melaksanakan turgor yang disebabkan oleh tekanan osmotis.

Ion kalium mempunyai fungsi psikologis pada asimilasi zat arang. Bila tanaman sama sekali tidak diberi kalium, maka asimilasi akan terhenti.. Kalium berfungsi pula pada pembelahan sel dan pada sintesa putih telur. Pada saat terjadi pembentukan bunga atau buah maka kalium akan cepat ditarik, oleh sebab itu kalium mudah bergerak (mobile). Dalam proses fotosintesis, kalium berfungsi membantu membuka dan menutup stomata (Knauss dan Porter, 1964).


(37)

20

Fungsi lain dari Kalium adalah pada pembentukan jaringan penguat. Perkembangan jaringan penguat pada tangkai daun dan buah yang kurang baik sering menyebabkan lekas jatuhnya daun dan buah itu.. Tanaman yang kekurangan Kalium akan cepat mengayu atau menggabus, hal ini disebabkan kadar lengasnya yang lebih rendah. Menurut penyelidikan mikro, Kalium berpengaruh baik pada pembentukan serat-serat seperti pada rosela, kapas dan rami, dinding-dinding sel lebih baik keadaannya dan lebih baik kandungan airnya, sel-sel ini tumbuh lebih baik, lebih kuat dan lebih panjang (Anonim, 2010).

2.8. Derajat Keasaman (pH)

pH didalam suatu perairan menjadi salah satu faktor penentu pada kebanyakan proses alami, yang merupakan sebuah komponen kritis dalam sebuah sistem biologis dan memegang peranan penting dalam pengukuran kualitas air lainnya.

Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas biologis misalnya fotosintesis dan respirasi organisme, suhu, serta mineral dalam perairan. Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001 kriteria mutu air didasarkan pada kelas-kelasnya. Perairan dengan pH 6-9 termasuk pada kelas I, II dan III, perairan dengan pH 5-9 termasuk pada kelas IV. Pembagian kelas ini didasarkan atas fungsi dari air itu sendiri. Kelas IV merupakan kelas yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industry dan pembangkit listrik tenaga air. Berdasarkan pembagian kelas tersebut, maka perairan dengan pH 5-9 termasuk perairan produktif untuk pertumbuhan alga. Kisaran normal pH air untuk kehidupan algae berkisar antara 5-6. Nilai pH air


(38)

21

dapat menurun karena proses respirasi dan pembusukan zat-zat organik (Ricki .M, 2005).

2.9. Spektrometri

Spektrometer adalah suatu instrumentasi yang berfungsi untuk mengukur transmitans atau absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang; pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula dilakukan. Instrumen semacam itu dapat dikelompokkan secara manual atau merekam atau sebagai: berkas-tunggal atau berkas-rangkap. Dalam praktek, instrumen berkas-tunggal biasanya dijalankan secara manual, dan instrumen berkas-rangkap umumnya mencirikan perekaman automatik terhadap spektra absorpsi, namun dimungkinkan untuk merekam suatu spektrum dengan instrumen berkas-tunggal. Pengelompokkan cara lain didasarkan pada daerah spektral, dan kita menyebut spektrofotometer ultraviolet, inramerah dan sebagainya. Pemahaman yang lengkap tentang spektrofotometer membutuhkan pengetahuan terinci akan optika dan elektronika (H. Sumar,dkk.19940).

2.9.1. Spektrofotometri UV-Vis

Spektofotometri UV-Visible merupakan salah satu jenis spektrofotometer yang sering digunakan dalam kegiatan analisis. Molekul-molekul dapat mengabsorbsi atau mentransmisi radiasi gelombang elektromagnetik. Barkas cahaya putih adalah kombinasi semua panjang gelombang spektrum tampak. Perbedaan warna yang kita lihat sebenarnya ditentukan dengan bagaimana gelombang cahaya tersebut diabsorbsi dan ditransmisikan (dipantulkan) oleh objek atau suatu larutan (H. Sumar,dkk.1994).


(39)

22

Spektrofotometer digunakan untuk mengukur jumlah cahaya yang diabsorbsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul di dalam larutan. Ketika panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui larutan, sebagian energi cahaya tersebut akan diserap. Besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal dengan istilah

absorbansi (A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan panjang berkas cahaya yang dilalui ke suatu point dimana persentase jumlah cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi diukur dengan phototube (H. Sumar,dkk.19940).

Unsur-unsur terpenting suatu spektrofotometer seperti yang ditunjukkan secara skematik dalam gambar di dawah adalah sebagai berikut

Gambar 4. Skema Spektrofotometer UV-Visible (H, Sumar,dkk.19940)

1. Sumber Radiasi

Beberapa macam sumber radiasi yang dipakai pada Spektrofotometer UV-VIS adalah :

1. Lampu deuterium, dapat dipakai pada daerah panjang gelombang 190 nm- 380 nm (daerah ultraviolet dekat).

monokromator Sel kuvet detektor

amplifier

Recorder Sumber


(40)

23

2. Lampu tungsten, merupakan campuran dari filamen tungsten dan gas iodine, oleh karena itu disebut sebagai sumber radiasi ”tungstein- iodine”. Dipakai pada daerah panjang gelombang 380-900 nm.

3. Lampu merkuri, dipakai untuk mengecek atau mengkalibrasi panjang gelombang pada daerah ultraviolet, khususnya disekitar panjang gelombang 365 nm, serta sekaligus mengecek resolusi dan monokromator.

2. Monokromator

Monokromator berfungsi untuk memilih panjang gelombang tertentu dari sinar polikromatik sehingga dapat diperoleh sinar monokomatik dengan panjang gelombang yang dikehendaki. Monokromator pada umumnya berbentuk cermin, prisma, dan kisi difraksi. Monokromator pada spektrofotometer UV biasanya terdiri dari beberapa susunan, yaitu :

celah (slit) – masuk – filter – prisma – kisi (grating) – celah keluar.

1. Celah monokromator, adalah bagian yang pertama dan terakhir dari suatu system optik monokromator pada spektrofotometer UV. Celah dibuat dari logam yang kedua ujungnya diasah dengan cermat sehingga sama. Lebar celah masuk dan celah keluar harus sama yang dapat diatur dengan memutar tombol mekanik atau diatur dengan sistem elektronik.

2. Prisma dan kisi merupakan bagian dari monokromator terpenting. Prisma dan kisi pada prinsipnya mendispersi radiasi elektromagnetik sebesar mungkin supaya didapatkan resolusi yang baik dari radiasi polikromatik.


(41)

24

3. Kisi grating terbuat dari lempengan kaca yang pada permukaannya dilapisi oleh resin sintetis dengan garis-garis. Kemudian pada permukaannya dilapisi lagi oleh kaca alumunium.

3. Sel kuvet

Kuvet atau sel merupakan wadah sampel yang dianalisis. Ditinjau dari pemakaiannya kuvet ada dua macam, yaitu :

1.Kuvet permanen, yang terbuat dari bahan gelas atau leburan silica dan dipakai pada daerah pengukuran panjang gelombang 190 nm – 1100 nm. 2.Kuvet disposibel, untuk satu kali pemakaian, yang terbuat dari teflon atau

plastik dan dipakai pada daerah pengukuran panjang gelombang 380 nm - 1100 nm, karena bahan dari gelas mengabsorbsi radiasi ultraviolet.

4. Detektor

Detektor cahaya atom disebut juga transducer, berfungsi mengubah energi radiasi cahaya menjadi suatu sinyal elektrik yang besarnya setara dengan intensitas cahaya yang sampai pada detektor tersebut. Beberapa macam detektor yang dipakai dalam spektrofotometer adalah :

1. Detektor fotosel

2. Detektor Tabung Foto Hampa 3. Detektor Tabung Pengganda Foton 4. Detektor Photo Diode-Array e. Amplifier

Amplifier berfungsi sebagai penguat sinyal yang berasal dari detektor menjadi suatu potensial yang cukup besar untuk dapat direkam. Suatu alat penguat sinyal menangkap isyarat masuk (input) dari rangkaian detektor dan melalui


(42)

25

proses pengolahan sinyal menghasilkan isyarat keluaran (output) dengan secara langsung dicatat sebagai absorbans atau transmitans.

f. Rekorder atau pencatat tampilan

Alat ini merupakan rangkaian terakhir dari instrumen ini yang berfungsi sebagai pencatat atau mengeluarkan hasil analisis, hasilnya dapat dikeluarkan secara digital maupun yang sudah terekam dalam kertas printer.

2.9.2. Spektrometri Serapan Atom

Teknik analisa dengan menggunakan spektrometri serapan atom oleh Welsh dari Australia pada tahun 1955. Teknik analisa ini didasarkan atas penguraian molekul menjadi atom (atomisasi) dengan energi dari api atau arus listrik. Sebagian besar atom akan berada pada tingkat dasar, dan sebagian kecil (tergantung suhu) yang tereksitasi akan memancarkan cahaya dengan panjang gelombang yang khas untuk atom tersebut ketika kembali ke tingkat dasar. Setiap alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem introduksi sampel dan sumber (source) atomisasi (Khopkar, 1990).

Untuk kebanyakan instrumen sumber atomisasi ini adalah nyala dan sampel di introduksikan dalarn bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Ada banyak variasi nyala yang telah diapakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom. Namun demikian, yang saat ini menonjol dan dipakai secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara-asetilen dan nitrous oksida- asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan ana!it (unsur yang


(43)

26

dianalisis) dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluoresensi.

Gambar 5. Skema Spektrometer SSA (H, Sumar,dkk.1994) a. Sumber Radiasi

Sumber cahaya yang banyak digunakan adalah lampu katoda berongga, tabung yang bermuatan gas sumber radiasi yang banyak adalah sumber radiasi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Memancarkan intensitas sinar dengan pita radiasi yang sempit. 2. Tidak mengabsorpsi sendiri.

3. Tidak ada background yang kontinyu.

Hallow Cathode Lamp terdiri dari katoda cekung yang silindris yang terbuat dari unsur yang sama dengan yang akan dianalisis dan anoda yang terbuat dari tungsten. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan dan atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu (Khopkar, 1990).

b. Nyala

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Nyala udara-asetilen biasanya menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS, temperarur

Nyala Nebulizer detektor

Recorder Monokromator

Sumber radiasi


(44)

27

nyala-nya yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan.

c. Nebulizer

Alat ini berfungsi untuk mengubah unsur dalam larutan sampel menjadi kabut dimana akan dilakukan pengukuran absorpsi. Proses yang terjadi dalam atomisasi secara umum adalah:

1) Nebulasi yaitu pengubahan cairan ke dalam bentuk kabut aerosol. 2) Pemisahan titik-titik kabut ssesuai dengan paanjang gelombang sampel.

Pencampuran kabut dengan gas memasukkannya ke dalam burner d. Monokromator

Monokromator mempunyai fungsi pengisolasi sinar yang diperlukan ( tertentu) dari sinar yang dihasilkan oleh lampu katoda, jadi bila ada beberapa panjang gelombang cahaya maka akan dilewatkan ke detector yang hanya cahaya tertentu saja sedangkan yang lain diserap atau ditiadakan. Dalam spektrofotometer Serapan Atom, sistem optik dimasukkan untuk mengumpulkan cahaya dari sumbernya dilewatkan ke sampel kemudian ke monokromator.

e. Detektor

Detektor adalah alat yang digunakan untuk mengamati dan melaksanakan semua pengukuran cahaya. Alat tersebut mengubah energi cahaya menjadi energi listrik sehingga pengukuran menjadi lebih mudah. Detektor yang dipakai pada SSA pada umumnya adalah Photomultiplier tube. Photmultiplier tube

menghasilkan sinyal listrik sebanding dengan intensitas cahaya pada panjang gelombang yang telah dipindahkan oleh monokromator.


(45)

28

f. Recorder

Recorder merupakan sistem pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.

2.9.3. Prinsip Deteksi CO2 Metode NDIR (non dispersive infrared)

Sinar infrared diemisikan dari sumber cahaya melalui sel pengukur (measuring cell) dan melewati photo filter yang dapat dilewati oleh gelombang serapan gas CO2 menuju sensor infrared. Jumlah sinar infrared yang terukur oleh sensor infrared inilah yang terukur sebagai konsentrasi gas CO2.

Gambar 6. Skema Gas Detektor (Metode NDIR) 2.9.4. Prinsip Deteksi O2 Metode Sel Galvani

Oksigen yang masuk ke dalam katode (elektrode Au), arus listrik secara proporsional akan menghasilkan konsentrasi oksigen, dan arus listrik yang diperkuat akan langsung dibaca oleh alat sebagai konsentrasi oksigen.

Sumber cahaya

ElektrodeTimbal (Pb) (Anode)

Elektrode Emas (Au) (katode)


(46)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 – Februari 2010. Lokasi penelitian dilaksanakan di Balai Teknologi Lingkungan BPPT- PUSPIPTEK Serpong.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah fotobioreaktor,

detector gas analyzer Riken RX-515, Spektrofotometer UV-Vis Jasco V-530,

Spektrometri Serapan Atom Shimadzu AA-6800, aerator DRAGON dengan debit 2,5 liter/menit dan Air pump YASUNAGA LP-40A dengan debit 80 liter/menit,

flow meter ONDA, motor penggerak baling-baling JY2B-4, Timer Legrand, gelas ukur, labu ukur, tabung reaksi, pipet volum, Erlenmeyer, timbangan analitik, kertas saring whatman GF/C, pipet tetes.

3.2.2. Bahan-bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji adalah stok bibit clhorella sp. yang diambil dari laboratorium Balai Teknologi Lingkungan.

Bahan penelitian yang digunakan meliputi air ultra filtrasi, pupuk Dutatonik H-16 (N, P, K), larutan induk nitrat (1000 mg/l), larutan antara nitrat (50 mg/l), larutan natrium hidroksida (4 N), larutan asam salisilat (5%), larutan asam sulfat (5 N), larutan kalium antimol tartrat, laruan ammonium molibdat,


(47)

30

larutan asam askorbat, larutan kalsium karbonat, HCl (1%, 10%, 20%), HNO3 pekat, H2O2 (30%), air raja (1 HNO3 : 3 HCl), kalium klorida.

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Persiapan Fotobioreaktor

Selama pemeliharaan digunakan wadah dengan kapasitas 1200 liter (Fotobioreaktor), berbahan baja, berukuran 5 x 1,2 m, dan tinggi 20 cm, sebanyak 3 buah. Masing- masing wadah dilengkapi dengan aerasi dengan debit

aerator sebesar 2,5 liter/ menit, dan dilengkapi pula dengan baling-baling, sebagai pengaduk.

3.3.2. Persiapan Gas Holder

Gas holder yang disiapkan terdiri dari satu buah gas holder penampung dan 3 buah gas holder penyuplai. Gas holder ini terbuat dari bahan plastik tak berpori dengan volum 500 liter untuk gas holder penampung, dan masing-masing volum 200 liter untuk gas holder penyuplai. kedua ujungnya ditutup dengan pipa PVC dengan keran sebagai pengalirnya. Fungsi gas holder menampung gas karbon diokida yang akan disuplai ke masing-masing fotobioreaktor. Masing-masing gas holder dilengkapi dengan aerator sebagai pendorong gas karbon dioksida dengan debit 80 liter/menit.

3.3.3. Persiapan Media

Media yang digunakan adalah air ultra filtrasi. Air ultra filtrasi adalah air yang dibuat melalui penyaringan menggunakan filter berukuran 0,01 mikron dan 2 buah membran polyethilen. Untuk setiap 1200 mL bibit chlorella sp.


(48)

31

chlorella sp. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Dutatonik H-16, yang memiliki komposisi nitrat, posfat, kalium, magnesium, kalsium, besi dan aluminium.

3.3.4. Penebaran Bibit

Sebanyak 10 stok bibit chlorella sp. berkapasitas 600 ml dalam labu

Erlenmeyer 1000 mL yang telah diionokulasi selama 2 minggu, dipindahkan ke dalam botol plastik berukuran 600 mL. Setiap 2 stok bibit chlorella sp. dalam botol plastik berukuran 600 mL, dipindahkan ke dalam plastik transparan tak berpori berkapasitas 20 liter yang telah berisi air ultra filtrasi. Selanjutnya ke-5 kantong plastik transparan tak berpori yang berisi stok bibit chlorella sp. tersebut diinokulasikan selam 2 minggu. Setelah 2 minggu ke-5 kantong plastik trasnparan yang berisi stok bibit chlorella sp. tersebut dimasukkan ke dalam fotobioreaktor menggunakan gayung. Selanjutnya aerator dan baling-baling diaktifkan. Perbanyakan stok bibit chlorella sp. ini dilakukan sebanyak 3 kali, untuk 3 buah reaktor.

3.3.5. Operasional Fotobioreaktor

Pada kegiatan ini, gas CO2 diinjeksikan ke dalam fotobioreaktor dengan sistem intermiten (24 kali x 20 menit) untuk diketahui kecepatan penyerapannya per hari. Gas CO2 dialirkan ke dalam reaktor dengan sistem tertutup dari dasar reaktor dengan menggunakan aerator dengan debit sebesar 2,5 liter/menit.

3.3.6. Pengukuran dan Sampling

Pengukuran gas CO2 dalam sistem fotobioreaktor dilakukan setiap hari dua kali, yaitu pukul 09.00 WIB dan pukul 15.00 WIB. Titik pengukuran gas CO2 berada pada posisi di atas posisi titik sampling dengan jarak 25 cm dari titik sampling larutan, dengan jarak 1 meter dari sudut fotobioreaktor. Titik sampling


(49)

32

larutan alga, berada pada posisi di bawah titik pengukuran gas CO2, dengan jarak 1 meter dari sudut fotobioreaktor. Sampling larutan dilakukan satu kali dalam sehari yaitu pada pagi hari pukul 09.00 dan pengukuran kadar N, P, dan K menggunakan metode spektrometri dilakukan di laboratorium Balai Teknologi Lingkungan (BTL) setiap hari setelah sampling dilakukan. Untuk pengukuran densitas biomassa alga dilakukan dengan metode haemocytometer model Thoma. Perhitungan tingkat kepadatan dinyatakan dalam jumlah sel per milimeter dengan menggunakan sebuah gelas objek haemocytometer yang diamati di mikroskop. Dengan pengamatan melalui mikroskop, akan tampak garis-garis sebagai ruang hitung. Ruang hitung tersebut mempunyai dimensi kedalaman 0,1 mm, panjang 1,0 mm, dan lebar 1,0 mm sehingga jika dihitung volumenya menjadi 0,0001 cm3. Luas ruang hitung adalah 1,0 mm2 yang terbagi dalam 400 kotak, masing-masing luasnya 0,0025 mm2. Perhitungan sel chlorella sp. Dilakukan dengan meneteskan air yang mengandung chlorella sp. pada haemocytometer lalu ditutup dengan

cover glass, kemudian diamati dengan mikroskop dengan pembesaran 100-400 kali. Nilai kepadatan chlorella sp. dapat dihitung pada 400 kotak bila kepadatannya relatif rendah. Namun, bila kepadatan chlorella sp. sangat tinggi maka perhitungan hanya dilakukan pada beberapa kotak dan dipilih secara acak. Dengan demikian, perhitungan kepadatan sel chlorella sp. dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

Kepadatan sel = X x 400 kotak x 104 /ml ... (1) Keterangan:s


(50)

33

3.4. Penentuan Kadar Nitrogen dalam Nitrat (NO3-N) (Instruksi Pengujian

BTL-BPPT IP.06 2003) 3.4.1. Persiapan Pengujian

a. Pembuatan larutan induk nitrat, NO3-N 1000 mg/L

1. Sejumlah kalium nitrat dikeringkan pada suhu 105 0C selama 2 jam. 2. Dinginkan dalam eksikator.

3. Ditimbang 0,7223 g kalium nitrat di atas kaca arloji.

4. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dengan bantuan corong sudip. 5. Kaca arloji dibilas dengan air suling.

6. Air suling ditambahkan hingga sedikit tanda tera.

7. Labu ditutup dan dikocok dengan membalikkan labu ukur. b. Pembuatan larutan natrium hidroksida, NaOH, 4 N

1. Ditimbang 160 g NaOH.

2. Ditambahkan air suling sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan dalam 1000 mL.

c. Pembuatan larutan asam salisilat, C7H6O3, 5 %

1. Ditimbang 5 g asam salisilat dalam gelas piala 125 mL.

2. Ditambahkan 95 ml asam sulfat pekat dan diaduk hingga larut. 3. Larutan dapat bertahan selama 7 hari.

d. Pembuatan larutan antara nitrat, NO3-N, 50 mg/L

1. Dipipet 25 ml larutan induk nitrat 1000 mg/L sebanyak 25 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL.


(51)

34

e. Pembuatan larutan baku nitrat, NO3-N

1. Disiapkan 10 labu ukur 50 mL, dan beri label secara duplo berdasarkan deret konsentrasi larutan baku pada tabel di bawah ini.

2. Dibuat deret larutan baku nitrat dengan cara memipet 2 mL, 4 mL, 6 mL, 8 mL, 10 mL larutan baku nitrat masing-masing ke dalam labu ukur 50 mL. Kemudian ditambahkan larutan pengencer (aquadest) sampai tepat tanda tera, sehingga diperoleh konsentrasi nitrat 2 mg/L, 4 mg/L, 6 mg/L, 8 mg/L, 10 mg/L.

3. Dipipet sebanyak 0,5 mL dari masing-masing larutan baku ke dalam tabung reaksi dan disiapkan blanko dengan 0,5 mL air aquadest.

4. Ditambahkan 1 mL asam salisilat ke dalam tabung reaksi tersebut. 5. Diaduk dengan pengaduk vortex dan diamkan selama 30 menit. 6. Ditambahkan 10 mL NaOH ke dalamnya.

7. Diaduk dengan pengaduk vortex dan diamkan selama 1 jam.

8. Analisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 410 nm.

3.4.2. Prosedur Pengujian sampel

1. Dipipet 0,5 mL contoh uji secara duplo dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

2. Ditambahkan 1 mL asam salisilat ke dalam masing-masing tabung reaksi. 3. Diaduk dengan pengaduk vortex dan diamkan selama 30 menit.

4. Ditambahkan 10 mL natrium hidroksida.


(52)

35

6. Analisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 410 nm.

3.5. Penentuan Kadar P-Fosfat (SNI 06-6989.31-2005) 3.5.1. Persiapan Pengujian

a. Pembuatan larutan induk fosfat 500 mg P/L.

1. Dilarutkan 2,195 gram kalium dihidrogen fosfat anhidrat, KH2PO4 dengan 100 mL air suling dalam labu ukur 1000 mL.

2. Ditambahakan air suling sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan. b. Pembuatan larutan baku fosfat 10 mg P/L

1. Dipipet 2 mL larutan induk fosfat 500 mg P/L dan masukkan ke dalam labu ukur 100 mL.

2. Ditambahkan air suling sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan. c. Pembuatan larutan kerja fosfat

1. Dipipet 0 mL; 5 mL; 10mL; 20mL dan 25 mL larutan baku fosfat yang mengandung 10 mg P/L dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL.

2. Ditambahkan air suling sampai tepat tanda tera kemudian dihomogenkan sehingga diperoleh kadar phosfat 0,0 mg P/L; 0,2 mg P/L; 0,4 mg P/L; 0,8 mg P/L; dan 1,0 mg P/L.

d. Pembuatan kurva kalibrasi

1. Alat spektrofotometer dioptimalkan sesuai dengan petunjuk alat untuk pengujian kadar fosfat. Setiap mengoptimalkan alat, dilakukan pengukuran blanko terlebih dahulu.


(53)

36

2. Dipipet 50 mL larutan kerja dan masing-masing dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

3. Ditambahkan 1 tetes indikator fenolftalin. Jika terbentuk warna merah muda, ditambahkan dengan H2SO45N tetes demi tetes hingga warnanya menjadi hilang.

4. Ditambahkan larutan campuran sebanyak 8 mL dan dihomogenkan.

5. Dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 880 nm pada kisaran waktu antara 10 menit sampai 30 menit. 3.5.2. Prosedur Pengujian sampel P-Fosfat

1. Dipipet contoh uji sebanyak 50 mL secara duplo dan masing-masing di masukkan ke dalam erlenmeyer.

2. Ditambahkan larutan campuran (50 ml H2SO4 5N, 5 ml larutan kalium antimol tartrat, 15 ml larutan ammonium molibdat dan 30 ml larutan asam askorbat) sebanyak 8 mL dan dihomogenkan.

3. Dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer panjang gelombang 880nm pada kisaran waktu antara 10 menit sampai 30 menit.

3.6. Penentuan Kadar Kalium (SNI 6989.69:2009) 3.6.1. Persiapan Pengujian

a. Pembuatan larutan standar kalium

1. Dilarutkan 0.1907 g kalium klorida dengan air suling, hingga volum 1000 ml sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan.


(54)

37

1. Dipipet 10,0 mL larutan induk kalium 100 mg K/L, masukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL

2. Ditambahkan larutan pengencer hingga tanda tera, lalu homogenkan 3.6.2. Prosedur Pengujian sampel

1. Dipipet contoh uji sebanyak 50 mL secara duplo dan kemudian di sentrifugasi selama 30 menit hingga endapan terpisah berada dilapisan bawah.

2. Dipipet 20 ml secara duplo, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

3. Ditambahkan larutan HNO3 pekat hingga pH 2.

4. Analisis dengan spektrometri serapan atom.

3.7. Koefisien Korelasi

Analisis Korelasi merupakan studi yang membahas tentang derajat keeratan hubungan antar peubah, yang dinyatakan dengan Koefisien Korelasi (r). Besarnya koefisien korelasi berkisar antara +1 sampai dengan -1. Jika koefisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah, artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik, artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan rendah.

3.8. Bagan Kerja Penelitian

Pada gambar 6 ditunjukkan bagan kerja penelitian. Dimulai dengan tahapan kerja pembuatan campuran gas karbon dioksida (CO2 40% diencerkan


(55)

38

dengan udara bebas hingga konsentrasi CO2 maksimal 10 % dalam gas holder penampung dan kemudian dialirkan ke dalam gas holder penyuplai), pembuatan fotobioreaktor, pengukuran CO2 dengan detector gas analyzer pada gas holder dan sistem fotobioreaktor, pengambilan sampel larutan, pengukuran kepadatan sel, analisis dengan Spektrofotometri UV-Vis dan Spektrometri SSA.

Gambar 8. Bagan Kerja penelitian

CO2

40 %

Pengukuran CO2 dengan

detector gas analyzer

Pengukuran kepadatan sel

Nitrat dan fosfat (UV-Vis)

Gas Holder

penampung

Gas Holder

penyuplai

Kolam Media

tumbuh chlorella

(fotobioreaktor)

Sampling media berisi chlorella

Uji Nutrisi

Kalium (SSA) Udara

bebas

Pemberian Nutrisi 150 gr/kolam


(56)

39

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengukuran Kepadatan dan Populasi Alga

Kepadatan populasi alga dalam sistem fotobioreaktor dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya cahaya sekitar sistem fotobioreaktor, temperatur sekitar fotobioreaktor, aerasi, dan medium nutrien. Cahaya sekitar fotobioreaktor pada percobaan ini berkisar antara 2-3 kilo lux saat siang atau sore hari. Dan saat pagi hari berkisar antara 1,6-2 kilo lux. Temperatur sekitar fotobioreaktor pada saat pagi hari dan siang hari berkisar antara 25-30 0C. Sistem aerasi bertujuan untuk menjaga alga agar menyebar merata, dan mencegah penempelan alga pada dinding sistem fotobioreaktor.

Pada percobaan ini digunakan tiga fotobioreaktor sebagai tempat alga berkembang biak. Jenis alga yang digunakan pada penelitian ini adalah chlorella sp. dengan kepadatan awal 22.000.000 sel/mL pada ketiga fotobioreaktor. Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama 21 hari menunjukkan peningkatan jumlah sel pada ketiga fotobioreaktor. Pertumbuhan sel chlorella sp. pada ketiga fotobioreaktor hingga hari ke-12 tidak ada perbedaan nyata. Jumlah kepadatan sel

chlorella sp. pada fotobioreaktor 1,2 dan 3 berturut-turut pada hari ke-12 mengalami peningkatan dari kepadatan awal menjadi 49.030.000 sel/mL, 44.020.000 sel/mL, 44.000.000 sel/mL. Pada hari ke-13 tampak penurunan jumlah sel chlorella sp. pada fotobioreaktor ke-2 menjadi sebesar 25.540.000 sel/mL, hal ini disebabkan terjadi kerusakan mesin baling-baling pemutar, sehingga proses suplai CO2 tidak merata, selain itu sirkulasi media kultur yang penting sekali


(57)

40

untuk mempertahankan temperatur agar tetap homogen tidak berfungsi lagi, sehingga menyebabkan kematian sebagian alga pada fotobioreaktor ke-2.

Gambar 9. Pertumbuhan sel Alga dengan kepadatan awal 22.000.000 sel/ml Akan tetapi, setelah digunakan mesin pompa pada hari ke-16 pada fotobioreaktor ke-2 terlihat adanya peningkatan jumlah sel chlorella sp. hingga hari ke-21 (gambar 7). Namun demikian, dengan penggunaan mesin pompa air, pertumbuhan alga sudah tidak memperlihatkan perubahan yang cukup berarti (gambar 7), karena dalam sirkulasinya alga dalam media air harus melalui mesin pompa. Fotobioreaktor dengan pengaduk sistem pedal (baling-baling) menunjukkan hasil pertumbuhan sel chlorella sp. yang lebih baik daripada fotobioreaktor dengan pengaduk sistem pompa.

Pada grafik (gambar 7) dapat dilihat bahwa pada fotobioreaktor 1 dan 3 dengan pengaduk sistem pedal (baling-baling) dari hari ke-16 dengan kepadatan sel 57.750.000 sel/mL dan 52.520.000 sel/mL hingga hari ke 21 dengan kepadatan sel 60.590.000 sel/mL dan 56.920.000 sel/mL mengalami peningkatan yang cukup besar, dibandingkan dengan peningkatan jumlah sel pada fotobioreaktor 2


(58)

41

dari hari ke-16 dengan kepadatan sel 19.750.000 sel/mL hingga hari ke-21 dengan kepadatan sel 34.070.000 sel/mL yang menggunakan pengaduk sistem pompa.

Konsentrasi CO2 yang dialirkan melalui gas holder mencapai 10 %, namun demikian, dari hasil percobaan ini, chlorella sp. mampu beradaptsi dengan kondisi lingkungan yang baru, dengan kemampuannya menangkap CO2, Hal ini ditunjukkan dengan jumlah sel chlorella sp. yang terus meningkat dan warna hijau

chlorella sp. yang semain pekat. Serta kondisi pH dalam fotobioreaktor 1, 2 dan 3 sebesar 6,98; 7,21 dan 6,96 (lampiran 2), pH yang lebih rendah daripada saat inokulasi sebesar 8.

4.2. Pengukuran Ketersediaan Nutrien (N, P, K) Pada Fotobioreaktor Alga Untuk memperkaya kandungan nutrien yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan Alga perlu dilakukan pemupukan air media. Pupuk merupakan bahan yang mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh jasad hidup, terutama Alga.

Pada percobaan ini dilakukan pengukuran kadar nutrien (N, P, K) sebagai parameter pendukung. Penambahan nutrien pada penelitian ini, dilakukan pada

saat pengkulturan di dalam fotobioreaktor dengan kadar 50 gram/kolam (50 mg/liter) dan selanjutnya pengukuran dilakukan selama selang waktu


(59)

42

Gambar 10. Kadar unsur hara Nitrogen-Nitrat pada sistem fotobioreaktor Pada gambar 8 di atas (kadar unsur hara nitrat), dapat dilihat bahwa kadar nitrogen-nitrat hari ke-1 pada sistem fotobioreaktor 1, 2, dan 3 berturut-turut sebesar 0,865; 1,075; 0,965 (mg/L), dan kadar ini mengalami penurunan hingga hari ke-5 pada kolam 1, 2, dan 3 berturut-turut menjadi sebesar 0,460; 0,750; 0,525 (mg/L), hal tersebut membuktikan adanya penyerapan kadar nitrogen-nitrat oleh alga dalam sistem fotobioreaktor 1, 2 dan 3 dari hari ke-1 hingga hari ke-5. Untuk mengetahui besarnya nilai penyerapan kadar nitrogen-nitrat oleh alga dari hari ke-1 hingga hari ke-5 adalah dengan menghitung selisih kadar nitrogen-nitrat pada hari tersebut, dan besarnya penyerapan kadar nitrogen-nitrat dari hari ke-1 hingga hari ke-5 berturut-turut sebesar 0,405; 0,325; 0,440 (mg/L). Besar dan kecilnya penyerapan kadar nitrogen-nitrat pada ketiga fotobioreaktor sangat berkaitan erat dengan jumlah populasi (densitas biomassa) alga dalam sistem fotobioreaktor tersebut. Tingkat penyerapan kadar nitrogen-nitrat tertinggi hingga hari ke-5 adalah pada fotobioreaktor 3 dengan kepadatan populasi alga sebesar


(60)

43

29.420.000 sel/mL, kemudian pada fotobioreaktor 1 dengan kepadatan populasi alga sebesar 29.240.000 sel/mL dan tingkat penyerapan terendah pada fotobioreaktor 2 dengan kepadatan sel sebesar 29.010.000 sel/mL.

Pemantauan terhadap kadar unsur hara nitrogen-nitrat selanjutnya dilakukan dihari ke-11 pada fotobioreaktor 1, 2 dan 3. Pada grafik (gambar 8) terlihat adanya penurunan kadar ketersediaan nitrogen-nitrat dari hari ke-5 hingga hari ke-11, besarnya kadar nitrogen-nitrat dihari ke-11 pada fotobioreaktor 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 0,360; 0,410; 0,520 (mg/L). Hal ini pun membuktikan bahwa telah terjadi penyerapan kadar nitrogen-nitrat oleh alga dalam ketiga fotobioreaktor dengan besar penyerapan dari hari ke-5 hingga hari ke-11 adalah 0,100; 0,340; 0,005 (mg/L), dengan kepadatan sel berturut-turut sebesar 43.880.000 sel/mL, 43.940.000 sel/mL dan 43.710.000 sel/mL.

Pada grafik (gambar 8) dihari ke-16 kadar nitrogen-nitrat terlihat cukup besar, jumlah ketersediaannya di dalam sistem fotobioreaktor 1,2, dan 3 berturut-turut adalah 1,680; 0,935; 1,515 (mg/L), hal ini terjadi karena pada hari ke-11 setelah dilakukan pemantauan terhadap kadar ketersediaan nutrisi ketiga fotobioreaktor, dilakukan penambahan nutrisi pada ketiga fotobioreaktor sebanyak 100 mg/L. Selanjutnya dilakukan pemantauan ketersediaan nutrisi (nitrogen-nitrat) kembali dari hari ke-16 hingga hari ke-21. Dari hasil pengukuran diperoleh kadar nitrogen nitrat dihari ke-21 pada fotobioreaktor 1, 2 dan 3 adalah 1,410; 1,160; 1,070 (mg/L).

Pada grafik (gambar 8) terlihat penurunan kadar ketersediaan nitrogen-nitrat dari hari ke-16 hingga hari ke-21 pada fotobioreaktor 1, 2 dan 3 sebesar


(61)

44

0,270 mg/L, 0,03 mg/L dan 0,445 dengan kepadatan sel 60.590.000 sel/mL, 34.070.000 sel/mL dan 56.920.000 sel/mL.

Kandungan nitrat dibawah 10 mg/liter sudah cukup mendukung kehidupan alga. Hal ini telah membuktikan betapa pentingnya unsur hara nitrogen-nitrat sebagai pertumbuhan sel-sel alga.

Gambar 11. Kadar unsur hara Fosfor dalam Fosfat pada sistem fotobioreaktor Pada gambar 9 di atas (kadar unsur hara Fosfor), dapat dilihat bahwa kadar fosfor hari ke-1 pada sistem fotobioreaktor 1, 2, dan 3 berturut-turut sebesar 0,090; 0,070; 0,090 (mg/L), dan kadar ini mengalami penurunan hingga hari ke-5 pada kolam 1, 2, dan 3 berturut-turut menjadi sebesar 0,070; 0,065; 0,080 (mg/L), hal tersebut membuktikan adanya penyerapan kadar fosfor oleh alga dalam sistem fotobioreaktor 1, 2 dan 3 dari hari ke-1 hingga hari ke-5, sehingga besarnya penyerapan kadar fosfor dari hari ke-1 hingga hari ke-5 berturut-turut sebesar 0,010; 0,005; 0,015 (mg/L). Tingkat penyerapan kadar fosfor tertinggi hingga hari ke-5 adalah pada fotobioreaktor 3 dengan kepadatan populasi alga sebesar


(62)

45

29.420.000 sel/mL, kemudian pada fotobioreaktor 1 dengan kepadatan populasi alga sebesar 29.240.000 sel/mL dan tingkat penyerapan terendah pada fotobioreaktor 2 dengan kepadatan sel sebesar 29.010.000 sel/mL. Pada hari ke-11 kadar fosfor pada ketiga fotobioreaktor menjadi 0,04; 0,06 dan 0,07 (mg/L) dengan kepadatan sel 43.880.000 sel/mL, 43.940.000 sel/mL dan 43.710.000 sel/mL.

Pada grafik (gambar 9) dihari ke-16 kadar fosfor terlihat cukup besar, jumlah ketersediaannya di dalam sistem fotobioreaktor 1,2, dan 3 berturut-turut adalah 0,110; 0,130; 0,120 (mg/L), hal ini terjadi karena pada hari ke-11 setelah dilakukan pemantauan terhadap kadar ketersediaan nutrisi ketiga fotobioreaktor, dilakukan penambahan nutrisi pada ketiga fotobioreaktor sebanyak 100 mg/L.

Pada grafik (gambar 9) terlihat penurunan kadar ketersediaan fosfor dari hari ke-16 hingga hari ke-21 pada fotobioreaktor 1, 2 dan 3 sebesar 0,080 mg/L, 0,1 mg/L dan 0,1 dengan kepadatan sel 60.590.000 sel/mL, 34.070.000 sel/mL dan 56.920.000 sel/mL.

Nilai fosfor dalam media kultur tidak melebihi nilai 0,100 mg/liter (gambar 9). Kebutuhan fosfor tetap sangatlah pokok, dimana 90% fosfor yang masuk dalam kolam alga melalui pemupukan akan berkurang setelah satu minggu (Iis R, 2007).


(63)

46

Gambar 12. Kadar unsur hara Kalium pada sistem fotobioreaktor

Pada gambar 10 di atas (kadar unsur hara kalium), dapat dilihat bahwa kadar kalium hari ke-1 pada sistem fotobioreaktor 1, 2, dan 3 berturut-turut sebesar 3,750; 3,960; 3,860 (mg/liter). Nilai ini berkurang hingga hari ke-5 pada kolam 1, 2, dan 3 berturut-turut menjadi sebesar 3,602; 3,266; 3,508 (mg/liter) dengan kepadatan sel 29.240.000 sel/mL, 29.010.000 sel/mL, 29.420.000 sel/mL. Pada hari ke-11 kadar kalium pada ketiga fotobioreaktor menjadi 3,525; 3,004 dan 2,939 (mg/L) dengan kepadatan sel 43.880.000 sel/mL, 43.940.000 sel/mL dan 43.710.000 sel/mL.

Pada grafik (gambar 10) dihari ke-16 kadar kalium terlihat cukup besar, jumlah ketersediaannya di dalam sistem fotobioreaktor 1,2, dan 3 berturut-turut adalah 3,857; 5,385; 4,570 (mg/L), hal ini terjadi karena pada hari ke-11 setelah dilakukan pemantauan terhadap kadar ketersediaan nutrisi ketiga fotobioreaktor, dilakukan penambahan nutrisi pada ketiga fotobioreaktor sebanyak 100 mg/L.


(64)

47

Pada grafik (gambar 10) terlihat penurunan kadar ketersediaan kalium dari hari ke-16 hingga hari ke-21 pada fotobioreaktor 1, 2 dan 3 menjadi sebesar 3,624 mg/L, 4,195 mg/L dan 3,178 mg/L dengan kepadatan sel 60.590.000 sel/mL, 34.070.000 sel/mL dan 56.920.000 sel/mL.

Alga hanya membutuhkan unsur hara kalium dalam jumlah yang sangat kecil, tampak pada grafik (gambar 10) bahwa kadar kalium masih di atas kadar nitrat dan fosfor. Dengan adanya penambahan nutrisi sebesar 100 mg/liter, hingga hari ke-21 ketersediaan unsur hara kalium pada ke tiga sistem fotobioreaktor tidak berkurang melainkan bertambah sebesar 3,857; 5,385; 4,570. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan unsur hara kalium pada ke tiga sistem fotobioreaktor. Unsur kalium dibutuhkan dalam pembentukan protein dan karbohidrat serta resistensi terhadap penyakit.

4.3. Pengukuran Gas CO2 yang Keluar dan O2 yang dihasilkan pada

Sistem Fotobioreaktor

Salah satu tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui kemampuan alga pada sistem fotobioreaktor dalam menyerap gas CO2 yang diberikan, melalui proses fotosintesis. Konsentrasi gas CO2 dan O2 yang keluar dari rangkaian sistem fotobioreaktor diukur sebanyak 2 kali sehari, yaitu pada pukul 09.00 dan pukul 15.00 WIB. Pengukuran pada pukul 09.00 WIB dilakukan untuk mengetahui perubahan konsentrasi CO2 selama 24 jam hingga pukul 09.00 WIB pada hari berikutnya dan pengukuran pada pukul 15.00 WIB dilakukan untuk mengetahui perubahan konsentrasi O2 saat pagi hari pada pukul 09.00 WIB dan saat sore hari pada pukul 15.00 WIB dihari yang sama, yang menandakan telah terjadi proses fotosintesis dalam sistem fotobioreaktor. Dari data lampiran 2 dan grafik di


(65)

48

bawah ini, terlihat perubahan nilai konsentrasi O2 pada pagi hari dan konsentrasi O2 pada sore hari.

Gambar 13. Jumlah CO2 yang keluar dan O2 pada sistem fotobioreaktor 1


(66)

49

Gambar 15. Jumlah CO2 yang keluar dan O2 pada sistem fotobioreaktor 3 Pada gambar di atas (11, 12, 13), terlihat bahwa terdapat perubahan nilai O2 saat pagi hari dan sore hari. Contohnya pada hari ke-6 nilai konsentrasi O2 yang keluar dari sistem fotobioreaktor alga 1 saat pagi hari sebesar 20,900% dan saat sore hari sebesar 23,800%, berarti telah terjadi kenaikan sebesar 2,900%. Adanya perubahan konsentrasi O2 saat pagi hari dan sore hari, dimana nilai konsentrasi O2 saat pagi hari akan cenderung lebih kecil dibandingkan nilai konsentrasi O2 saat sore hari, membuktikan bahwa telah terjadi proses fotosintesis pada sore hari dengan bantuan sinar matahari. Perubahan yang cukup besar ini pun membuktikan, bahwa intensitas cahaya matahari saat sore hari yang dibutuhkan oleh alga dalam melakukan fotosintesis sangat baik. Contoh lainnya, dimana perbedaan nilai konsentrasi O2 saat pagi hari dan sore hari tidak terlalu terlihat adalah pada sistem fotobioreaktor 3 di hari ke-21. Nilai O2 saat pagi hari sebesar 20,900 % dan saat sore hari sebesar 21,000 %, sehingga selisih kenaikan konsentrasi O2 saat pagi hari dan sore hari sebesar 0,100%. Hal ini pun terjadi pada sitem fotobioreaktor 1 dan 2 di hari ke-21, dimana selisih konsentrasi O2 saat


(1)

73 Lampiran 7. Kadar Fosfat

No Sample ID Konsentrasi Absorbansi Tanggal

1 K1- 01 0.090 0,129 15 November

2009

2 K1- 01 0.090 0,129

3 K2- 01 0.070 0,111

4 K2 - 01 0.070 0,111

5 K3 - 01 0.090 0,129

6 K3 - 01 0.090 0,129

7 K1 - 01 0,080 0,123 19 November

2009

8 K1 - 01 0,080 0,123

9 K2 - 01 0.065 0,114

10 K2 - 01 0.065 0,114

11 K3 - 01 0.075 0,120

12 K3 - 01 0.075 0,120

13 K1 - 01 0.040 0,099 25 November

2009

14 K1 - 01 0.040 0,099

15 K2 - 01 0.060 0,111

16 K2 - 01 0.060 0,111

17 K3 - 01 0.070 0,111

18 K3 - 01 0.070 0,111

19 K1 - 01 0.110 0,140 30 November

2009

20 K1 - 01 0.110 0,140

21 K2 - 01 0.130 0,152

22 K2 - 01 0.130 0,152

23 K3 - 01 0.120 0,146

24 K3 - 01 0.120 0,146

25 K1 - 01 0.030 0,093 5 Desember

2009

26 K1 - 01 0.030 0,093

27 K2 - 01 0.030 0,103

28 K2 - 01 0.030 0,103

29 K3 - 01 0.020 0,087


(2)

74

Lampiran 8. Kurva kalibrasi Kalium, Fosfat, dan Nitrat konsentrasi absorbansi

1 0.0201

6 0.1407

8 0.1901

0.5 0.0125

2 0.0423

4 0.0932

Konsentrasi absorbansi

2 0.0701

2 0.0757

4 0.1608

6 0.2636

6 0.2629

8 0.3253

10 0.43

Konsentrasi absorbansi 0.2 0.19818 0.4 0.30606 0.6 0.43284 0.8 0.54962


(3)

75

Lampiran 9. Bahan dan Peralatan penelitian, Perhitungan Sel Chlorella sp.

Bibit Chlorella sp. Pembibitan Chlorella sp.

Inokulasi Chlorella sp. Inokulasi Chlorella sp.


(4)

76

Lokasi penelitian Gas holder

Flow meter Perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp.


(5)

77

Kolam kultur chlorella sp. Nutrisi media

UV-Vis SSA


(6)

78 Lampiran 10. Tata Letak Uji Coba

Kolam kultur Elektromotor

Pedal Flange Pembatas aliran

Udara

CO

2

Media

Kolam kultur Elektromotor

Pedal Flange Pembatas aliran

Kantong campuran gas CO2 dan udara