BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parut Akne - Perbandingan histopatologis kolagen parut akne dengan terapi kombinasi microneedling dan subsisi antara yang disertai platelet rich plasma dengan disertai larutan salin fisiologis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parut Akne

  Akne merupakan penyakit yang sangat kompleks dan elemen patogenesisnya melibatkan hiperproliferasi epidermal folikular, produksi sebum yang berlebihan,

  1,16

  inflamasi, dan Propionibacterium acne Jaringan parut pada kulit merupakan gangguan makroskopis dari struktur dan fungsi normal arsitektur kulit yang bermanifestasi berupa daerah yang meninggi atau melekuk, dengan perubahan pada tekstur, warna, vaskularisasi, asupan saraf, dan sifat biomekanis kulit. Secara histologis, parut pada dermis ditandai dengan epidermis yang menebal dengan taut dermo-epidermal yang semakin mendatar dan susunan abnormal matriks dermis berupa bundles paralel, berbeda dengan pola normal kolagen dermis yang tampak berupa basketweave (seperti anyaman

  17 keranjang).

  Pembentukan jaringan parut dapat merupakan komplikasi akne non inflamasi

  1

  dan inflamasi. Parut timbul pada tempat cedera. Cedera pada kulit mengawali suatu kaskade penyembuhan luka. Berbagai sel, faktor pertumbuhan, sitokin, dan komponen matriks ekstraseluler terlibat dalam proses tersebut. Bila respon penyembuhan luka berlebihan, terbentuk suatu nodul jaringan fibrotik yang meninggi, sedangkan respon yang tidak adekuat mengakibatkan kurangnya

  15 deposisi faktor-faktor kolagen dan terbentuknya parut atropi.

  Parut akne dapat timbul diawali dengan perubahan komedo non inflamasi melemah. Akibatnya terbentuk abses perifolikular. Abses yang kecil bersama dengan inti yang mengalami penandukan akan dikeluarkan dari kulit. Hal ini akan mengalami perbaikan tanpa parut sekitar 7-10 hari. Epidermis selalu berusaha untuk memperbaiki, sel-sel bertumbuh dari epidermis dan struktur apendiks untuk menyelubungi reaksi inflamasi tersebut. Jika hal ini terjadi secara lengkap, lesi mengalami resolusi tanpa kelainan. Namun, terkadang, proses ini berlangsung tidak lengkap dan terjadi pemecahan lebih lanjut. Akibatnya dapat timbul saluran- saluran berfistul multichannel. Hal ini dapat tampak berupa komedo-komedo terbuka berkelompok dengan gambaran histologis sejumlah saluran keratinisasi yang saling berhubungan. Fistula-fistula ini dapat menjadi sedemikian besar sehingga dapat tampak suatu jembatan dari jaringan yang normal di atas terowongan jaringan parut. Hal ini dapat dijumpai pada parut tipe ice pick. Tipe-

  4

  tipe parut yang lain tergantung pada kedalaman inflamasi. Manipulasi oleh pasien dengan menekan atau menusuk lesi akan meningkatkan proses inflamasi

  18 dan kemungkinan terjadinya parut.

  Holland dkk (2004) melaporkan bahwa pada pasien akne yang cenderung mengalami parut, terdapat respon imun spesifik yang predominan, yang awalnya lebih sedikit dan tidak aktif, namun meningkat dan diaktivasi pada lesi yang mengalami resolusi, inflamasi yang berlebihan ini memudahkan terjadinya

  19 parut.

  Terdapat dua tipe umum parut akne, yaitu parut hipertropi dan atropi. Termasuk dalam parut atropi adalah tipe ice pick, boxcar scar, dan rolling (Gambar 2.1). Parut icepick adalah parut yang sempit dan dalam yang memiliki dermis. Parut rolling adalah parut yang dangkal dan lebar yang tampak berundulasi. Tidak seperti parut ice pick, lebar boxcar scar pada bagian

  1,20,21 permukaan dan dasar adalah sama.

  Penatalaksanaan parut akne antara lain dengan metode resurfacing (seperti

  

chemical peeling dan laser), dermabrasi, subsisi, filler, teknik punch

4,16,20-23

  (menggunakan alat biopsi plong), dermal grafting, transplantasi lemak,

  8,11,24,25

  dan skin needling. Karakteristik parut individual yang mencakup warna,

  19,26 tekstur, dan morfologi menentukan pilihan penanganan.

Gambar 2.1. Parut akne atropi. Garis kuning menunjukkan kedalaman kemampuan ablasi dan resurfacing laser CO

  2 . Garis hijau

  menunjukkan sistem muskuloaponeurotik superfisial dimana pita fibrosa melekat, menimbulkan parut tipe rolling. Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 20.

2.2 Proses Penyembuhan Luka

  Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu fase koagulasi dan inflamasi (sering dikelompokkan bersamaan), fase proliferasi-migrasi

  27,28 (pembentukan jaringan), dan fase remodelling.

  2.2.1 Fase inflamasi Reaksi awal terhadap terjadinya luka dapat dibagi menjadi respon vaskuler dan seluler, yang secara keseluruhan bermanifestasi sebagai respon inflamasi. Sel- sel inflamasi dan bahan kimia utamanya didaftarkan pada tabel 2.1. Cedera jaringan menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan perdarahan. Langkah pertama dari penyembuhan luka adalah hemostasis, yang dapat dibagi menjadi

  28 dua bagian yaitu pembentukan suatu fibrin clot dan koagulasi.

  Trombosit adalah sel pertama yang tampak setelah cedera. Dengan terjadinya cedera pada sel-sel endotelial dan pembuluh darah maka kolagen serta protein matriks ekstraseluler yang lain menjadi terpapar. Terpaparnya matriks ekstraseluler, terutama kolagen fibrilar, menyebabkan trombosit diaktifkan oleh trombin pada tempat cedera, kemudian trombosit mengalami adhesi dan agregasi. Selama aktivasinya, trombosit melepaskan banyak mediator dari granulnya, yaitu serotonin, adenosine diphospate (ADP), thromboxane A

  2 , fibrinogen, fibronectin,

thrombospondin , dan von Willebrand factor VIII. Oleh karena bahan-bahan kimia

  ini diinduksi, trombosit yang lain melekat pada matriks ekstraseluler yang terpapar dari dinding endotelial, menimbulkan suatu platelet plug yang relatif stabil. Secara bersamaan, sel-sel endotelial menghasilkan prostacyclin, yang menghambat agregasi trombosit, dengan demikian membatasi luasnya agregasi trombosit. Trombin mengubah platelet-derived fibrinogens menjadi fibrin, yang menumpuk pada platelet plug dan membentuk inti dari fibrin clot (yang lebih stabil daripada platelet aggregation plug) yang memperlambat atau menghentikan perdarahan. Fibrin clot ini berperan sebagai scaffold matrix untuk migrasi infiltrasi leukosit dengan melepaskan faktor-faktor kemotaktik. Trombosit juga berperanan dalam regenerasi jaringan baru dengan melepaskan beberapa faktor pertumbuhan yang terlibat dalam penyembuhan luka, termasuk transforming

  growth factor- α (TGF-α), transforming growth factor-β (TGF-β), dan platelet- derived growth factor (PDGF). Faktor-faktor pertumbuhan ini memiliki efek yang besar dalam migrasi dan proliferasi sel serta pembentukan jaringan granulasi.

  Fungsi-fungsi ini menunjukkan bahwa trombosit tidak hanya penting dalam hemostasis, tetapi juga berperanan dalam re-epitelisasi, fibroplasia, dan

  27,28,29 angiogenesis.

  2.2.2 Fase proliferasi Proliferasi memerlukan adanya pembentukan sawar permeabilitas (re- epitelisasi), pembentukan asupan darah yang sesuai (neovaskularisasi) dan

  28 penguatan jaringan yang telah mengalami cedera (fibroplasia).

  Re-epitelisasi.

  a. Re-epitelisasi merupakan proses yang bertanggungjawab dalam mengembalikan suatu epidermis yang utuh setelah cedera pada kulit. Secara umum, re-epitelisasi melibatkan beberapa proses, yaitu: migrasi keratinosit epidermal dari tepi luka, proliferasi keratinosit yang digunakan untuk menambah epithelial tongue yang meningkat dan bermigrasi, diferensiasi

  neo-epithelium menjadi epidermis yang berlapis, pengembalian zona

  membran basal yang utuh yang menghubungkan epidermis dengan dermis di bawahnya, dan repopulasi sel-sel khusus yang mengatur fungsi sensoris (sel stimulus yang dianggap penting untuk re-epitelisasi adalah TGF- β,

  28,29 keratinocyte growth factor (KGF), dan epidermal growth factor (EGF).

  Fibroplasia.

  b.

  Istilah fibroplasia digunakan untuk menggambarkan suatu proses proliferasi fibroblas, migrasi fibrin clot, produksi kolagen baru dan produksi protein matriks lainnya, demikian juga regulasi sitokin. Proses ini berperanan dalam

  28

  pembentukan jaringan granulasi selama penyembuhan luka. Sebagai respon awal terhadap cedera, fibroblas pada tepi luka mulai berproliferasi dan sekitar hari keempat mulai bermigrasi menuju matriks sementara dari clot. Fibroblas memiliki beberapa fungsi dan dapat melakukan perubahan fenotip selama suatu periode waktu untuk melaksanakan fungsi yang berbeda tersebut. Pertama, fibroblas bermigrasi kemudian menghasilkan banyak materi matriks, termasuk kolagen, proteoglikan, dan elastin. Bila fibroblas telah bermigrasi ke luka, fibroblas secara bertahap mengganti fungsi utamanya untuk sintesis protein dan berubah menjadi fenotip profibrotik. Pada lingkungan yang asam, rendah oksigen, fibroblas berproliferasi, sehingga pada kondisi optimal, menghasilkan protein matriks. Fibroblas juga dimodulasi menjadi fenotip miofibroblas yang berperanan pada kontraksi luka. Beberapa faktor pertumbuhan berperan dalam migrasi fibroblas (tabel

  27,28,29 2.2).

  Angiogenesis.

  c.

  Angiogenesis merupakan perkembangan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi melalui pertumbuhan dari pembuluh yang telah ada penting dalam angiogenesis luka termasuk VEGF, angiopoietin, FGF, dan TGF- β.

Tabel 2.1. Sel-sel inflamasi dan protease/ bahan kimia

  Heparan sulfate proteoglycans

  Gelatin, kolagen VI, V, dan I, laminin, fibronektin, proMMP-9, -13 Gelatin, kolagen IV dan V

  MMP-2 MMP-9

  Limfosit T

  Gelatin, kolagen IV dan V Elastin, kolagen IV, laminin, fibronektin ProMMP-2, -13, kolagen I, III, fibronektin Plasminogen (tabel 2)

  MMP-9 MMP-12 MT1-MMP tPA PDGF, IGF-1, FGF,TGF,EGF

  Basofil Histamin Vasopermeabilitas, vasodilatasi, proliferasi sel endotelial Monosit/ makrofag

  Kolagen I,III,VII, dan X Gelatin, kolagen IV dan V Proteoglikan

  Eosinofil MMP-1 MMP-9 β- glukuronidase

  Elastin, proteoglikan, kolagen III, V Kolagen I, III, VII, dan X Gelatin, kolagen IV dan V ProMMP-2, -13, kolagen I, III, fibronektin

  28,29

  Neutrofil Elastase MMP-8 MMP-9 MT1-MMP Heparanase

  Gelatin, kolagen IV dan V ProMMP-3, uPA ProMMP-1, -3 Kemotaksis untuk granulosit

  Trypsin-like effect

  Leukotrien Vasopermeabilitas, vasodilatasi, proliferasi sel endotelial Antikoagulasi, fibrinolisis Vasokonstriksi Proliferasi fibroblas, collagen cross-linking Plasminogen Aktivasi dan agregasi platelet

  Chymase

  Heparin Serotonin tPA PAF Protease-3 MMP-9 Triptase

  BAHAN KIMIA EFEK ATAU SUBSTRAT UTAMA Sel mast Histamin

  29 PROTEASE/

  TIPE SEL

  2.2.3 Fase remodelling Fase remodelling mencakup deposisi materi matriks dan perubahan selanjutnya. Remodelling berlangsung melalui seluruh proses perbaikan luka, dari matriks sementara fibrin clot yang mengandung banyak fibronektin, hingga jaringan granulasi yang kaya kolagen tipe III dan pembuluh darah serta parut

  27,28,29 matur yang predominan kolagen tipe I dengan lebih sedikit pembuluh darah. 28,29

Tabel 2.2. Faktor-faktor pertumbuhan dalam penyembuhan luka

  FAKTOR EFEK PERTUMBUHAN EGF Migrasi, proliferasi, diferensiasi, re-epitelisasi keratinosit epidermal FGF-1,-2 Proliferasi fibroblas dan keratinosit; proliferasi, migrasi, ketahanan sel endotelial, angiogenesis

  IGF Proliferasi sel KGF/FGF-7 Proliferasi keratinosit PDGF Kemotaksis, proliferasi, kontraksi fibroblas TGF- Sama dengan EGF

  α TGF- Kemotaksis fibroblas, deposisi matriks ekstraseluler,

  β1,-β2,-β3 inhibisi proliferasi sel, inhibisi sekresi inhibitor protease; migrasi, ketahanan sel endotelial, angiogenesis

  VEGF Proliferasi, migrasi, ketahanan sel endotelial, peningkatan vasopermeabilitas, angiogenesis

  2.2.4 Kolagen dalam penyembuhan luka Kolagen bervariasi secara genetik dan struktural. Semua kolagen memiliki struktur tripel heliks tetapi berbeda dalam struktur primer dari rantai polipeptidanya. Kolagen merupakan komponen yang penting dari semua fase penyembuhan luka. Setelah cedera, kolagen yang terpapar kontak dengan darah dan menimbulkan agregasi trombosit serta aktivasi faktor kemotaksis yang terlibat dalam respon terhadap cedera. Kemudian kolagen menjadi dasar dari matriks ekstraseluler luka. Fibroblas yang berinvasi mensintesis dan mensekresikan kolagen tipe I dan III untuk membentuk matriks baru. Jumlah total kolagen meningkat pada awal perbaikan luka, mencapai maksimum antara dua dan tiga minggu setelah cedera. Selama awal penyembuhan luka, kolagen tipe III merupakan kolagen utama yang disintesis. Kolagen tipe III pertama dijumpai setelah 48-72 jam dan maksimal disekresikan setelah 5-7 hari. Dengan penutupan luka, terjadi pergantian kolagen secara bertahap, dimana kolagen tipe III

  28,30 mengalami degradasi dan sintesis kolagen tipe I meningkat.

  Regulasi sintesis kolagen dikendalikan pada beberapa tingkatan. Sejumlah faktor pertumbuhan termasuk TGF- β dan FGF memiliki pengaruh yang besar pada ekspresi gen kolagen. Deposisi dan remodelling kolagen juga dikendalikan

  28 oleh berbagai proteinase yang mendegradasi kolagen (Gambar 2.2).

  DNA genomik kolagen transkripsi sitokin, faktor pertumbuhan Messenger RNA 2+ 2+ translasi Mg , Zn Rantai polipeptida

hidroksilasi, glikosilasi O , vitamin C

2 Prokolagen tripel heliks pembelahan peptida terminal

  Tropokolagen

cross linking O

2 fibril kolagen degradasi Matrix metalloproteinases fragmen kolagen Gambar 2.2. Sintesis, degradasi, dan regulasi kolagen pada perbaikan luka.

  

2.3 Terapi Microneedling (Terapi Induksi Kolagen Perkutaneus/ Dermaroller/

Skin Needling)

Microneedling merupakan suatu proses dimana produksi kolagen fisiologis

  dirangsang tanpa menyebabkan kerusakan permanen pada lapisan epidermis kulit dengan menggunakan roller yang terdiri dari jarum-jarum. Untuk parut akne, biasa digunakan roller yang terdiri dari 96 jarum dengan ukuran panjang jarum 1,5 mm (Gambar 2.3). Selain ukuran tersebut, juga terdapat roller yang terdiri dari 192 jarum, dengan panjang jarum 0,13 mm, 0,3 mm, dan 1,5 mm. Microneedle yang halus akan menembus jaringan parut (Gambar 2.4). Pengguliran silinder pada permukaan kulit menimbulkan micro-channels pada stratum korneum, melalui micro-channels ini setiap substansi yang digunakan pada kulit akan mendapatkan jalur menuju lapisan kulit yang lebih dalam. Pada saat yang sama, pengguliran yang dilakukan dengan arah star-like mengakibatkan terjadinya trauma kecil yang terkontrol pada dermis, yang secara fisiologis bereaksi

  24,25

  menghasilkan kolagen. Tekanan yang diperlukan dalam menggulirkan roller

  6 tersebut adalah sebesar 5 N (500 gram).

  Induksi kolagen perkutaneus dihasilkan dari respon alami terhadap luka pada

  30

  kulit, meskipun luka tersebut kecil. Pada terapi microneedling, jarum akan mencapai dermis dan fase inflamasi dimulai. Kapiler kulit ruptur dan kemudian sel darah dan serum menuju sekeliling jaringan. Platelet menyebabkan clotting dan melepaskan faktor kemotaktik seperti platelet-derived growth factor (PDGF),

  (TGF) dan fibroblast growth factor (FGF) yang

  transforming growth factor 24,25

  menginisiasi invasi platelet yang lain, leukosit dan fibroblas. Neutrofil bekerja lama dan telah dirusak. Reaksi ini bersifat otomatis dan menimbulkan aktifitas yang mengakibatkan fibroblas diinstruksi untuk memproduksi lebih banyak kolagen dan elastin. Re-epitelisasi terjadi dalam beberapa jam setelah needling, dan berkaitan dengan migrasi keratinosit. Bila keratinosit telah bergabung, mulai dihasilkan seluruh komponen untuk menyusun kembali membran basal dengan laminin dan kolagen tipe IV dan VII. TGF merupakan agen kemotaktik yang kuat untuk fibroblas yang bermigrasi ke kulit dalam 48 jam setelah cedera dan mulai menghasilkan kolagen tipe I, kolagen tipe III, elastin, glikosaminoglikan, dan proteoglikan. Remodelling jaringan berlanjut dalam beberapa bulan setelah cedera. Dalam masa 6-12 bulan, kolagen tipe III secara bertahap digantikan oleh kolagen tipe I. Kombinasi dari trauma yang terkontrol pada dermis dan masukan bahan eksternal menyebabkan produksi kolagen alami yang optimal dan deposisi

  25 kolagen pada taut epidermodermal.

  Penghantaran bahan-bahan terapetik transdermal untuk terapi kosmetik terbatas pada molekul kecil dan lipofilik oleh adanya sawar stratum korneum. Teknologi

  31

microneedle dapat mengatasi sawar ini. Kim dkk (2012) meneliti tentang

  penghantaran obat transdermal menggunakan disk microneedle roller pada model tikus tidak berambut, dan menyimpulkan bahwa disk microneedle roller dapat digunakan untuk penghantaran obat transdermal dan microneedle dapat dipilih

  32 sesuai dengan panjang yang sesuai untuk masing-masing aplikasi.

Gambar 2.3. Roller yang digunakan pada terapi microneedling

  Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 24

Gambar 2.4. Gambaran histologis kulit menunjukkan tempat tusukan jarum, dimana jarum berpenetrasi (tanda panah) dan secara umum

  membagi sel-sel satu dengan yang lainnya, bukan cenderung memotong melalui sel-sel tersebut. Jalur yang terbentuk melengkung, mencerminkan jalur jarum saat digulirkan ke arah dalam dan luar pada kulit. Lubang berkisar sebesar empat sel dan akan cepat menyembuh. Tampak epidermis, khususnya stratum korneum intak kecuali pada lubang-lubang kecil ini. (hematoxylin-

  eosin, original magnification -40).

  Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan 33. Majid melaporkan penelitian tentang terapi microneedling pada 36 pasien dengan parut atropi pada wajah, dan menyimpulkan bahwa terapi ini merupakan pilihan terapi yang sederhana dan efektif untuk penatalaksanaan parut atropi pada

  34

  wajah. Terapi ini juga pernah dilaporkan penggunaannya untuk penanganan

  35

  kerut dan kelemahan kulit. Huh dkk (2008) melaporkan bahwa penggunaan

  36

microneedle dapat meningkatkan penghantaran obat transepidermal. Dalam hal

  penanganan parut akne, Kim dkk (2009), melaporkan bahwa parut tipe ice pick merupakan indikasi terbaik untuk terapi microneedle, meskipun tipe rolling dan

  

8

  juga menunjukkan perbaikan. Banyaknya terapi yang dibutuhkan

  boxcar tergantung pada respon kolagen individual dan hasil yang diharapkan.

  37,38 Kebanyakan pasien memerlukan 3-4 kali terapi dengan jarak sekitar 4 minggu. Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Aust dkk (2008), setelah terapi menggunakan microneedling, secara histologis didapatkan bahwa kolagen tampak tersusun dalam suatu pola ‘lattice’ yang normal dan bukan berupa berkas-berkas

  35

  paralel seperti yang tampak pada parut. (Gambar 2.5) Keuntungan utama dari induksi kolagen perkutaneus adalah pasien tidak mengalami luka terbuka, dengan demikian memerlukan fase penyembuhan yang singkat. Karena proses ini hanya menimbulkan celah pada epidermis, dan epidermis tidak terbuang, tidak ada paparan terhadap udara dan tidak ada resiko

  35,39

  hiperpigmentasi atau hipopigmentasi paska inflamasi. Data yang ditunjukkan oleh Aust, dkk (2008) dalam penelitian tentang efek terapi induksi kolagen perkutaneus pada epidermis, melanosit, dan penanda pigmentasi interleukin-10 dan melanocyte-stimulating hormone pada hewan percobaan tampak bahwa

  40 terapi ini tidak menginduksi dispigmentasi setelah tindakan terapi.

  Microneedling umumnya dapat ditoleransi dengan baik, tetapi setelah terapi dapat dijumpai adanya eritema, hingga 2-3 hari. Kulit mungkin juga terasa hangat,

  41 ketat, dan gatal yang sementara, secara nomal menghilang dalam 12-48 jam.

2.4 Subsisi

  Pada tahun 1995, Orentreich mendefenisikan subsisi sebagai metode

  

undermining subkutikuler untuk penatalaksanaan jaringan parut kulit yang tertarik

  dan kerutan dengan menggunakan jarum hipodermis tri-beveled. Metode ini

  42

  merupakan terapi pilihan untuk jaringan parut tipe rolling. Mekanisme kerja subsisi adalah dengan merusak perlekatan parut akne atropi, melepaskan

  43 Balighi dkk dalam laporan penelitiannya menyimpulkan bahwa subsisi merupakan metode yang aman untuk jaringan parut akne dengan perbaikan jangka

  42 panjang.

2.5 Platelet Rich Plasma (PRP)

  PRP merupakan suatu bagian fraksi plasma dari darah autolog dengan

  40

  konsentrasi di atas baseline. Prinsipnya, darah pasien diambil dan disentrifugasi dengan kecepatan yang bervariasi hingga terpisah menjadi tiga lapisan, yaitu

  platelet poor plasma (PPP), PRP, dan sel-sel darah merah (Gambar 2.6). Bahan 40,44

  dengan gravitas spesifik tertinggi akan tertumpuk pada dasar tabung. PRP mengandung beberapa faktor pertumbuhan, termasuk PDGF, TGF-beta 1 dengan

  12

  kadar yang tinggi dan vascular endothelial growth factor (VEGF). PRP aman digunakan karena diperoleh dari darah pasien sendiri melalui plebotomi dan menghindarkan resiko penularan penyakit seperti HIV, Hepatitis B, C, atau D, dan

  11

  penyakit lain yang ditularkan melalui darah. Pada kultur jaringan, PRP dapat

  14 merangsang proliferasi fibroblas dan pelepasan kolagen. a b Gambar 2.5.

  a. gambaran histologis sebelum tindakan terapi microneedling

  b. gambaran histologis 6 bulan setelah terapi microneedling, kolagen tersusun dalam pola ‘lattice’ Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 35. a b c d

  Gambar 2.6.a. Darah yang telah disentrifugasi. b. Platelet poor plasma

  c. Pengambilan PRP d. PRP yang telah terkumpul Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 45 Fabbrocini dkk (2011) melaporkan hasil penelitian tentang penggunaan kombinasi skin needling dan PRP pada penatalaksanaan parut akne yang menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi skin needling dan PRP lebih efektif

  46 dibandingkan dengan penatalaksanaan hanya menggunakan skin needling.

  2.6 Kerangka Teori

  • Larutan isotonis
  • Menjaga kelembababan sekitar luka
  • Membantu proses penyembuhan luka

  Keterangan:

  • PRP: platelet rich plasma
  • PDGF: platelet-derived growth factor
  • TGF: transforming growth factor
  • VEGF: vascular endothelial growth factor

  2.7 Kerangka Konsep Microneedling dan subsisi

  • PRP pembentukan kolagen baru pada parut akne:
    • susunan kolagen
    • kepadatan kolagen

  Microneedling dan subsisi NaCl 0,9%

Dokumen yang terkait

Perbandingan efikasi klinis antara elektrodesikasi disertai kuretase dengan pengolesan larutan fenol 80% dalam pengobatan veruka vulgaris

0 48 66

Perbandingan histopatologis kolagen parut akne dengan terapi kombinasi microneedling dan subsisi antara yang disertai platelet rich plasma dengan disertai larutan salin fisiologis

5 63 91

Perbandingan indeks glikemik dan beban glikemik antara bubur kacang hijau dan bubur kacang hijau yang disertai ketan hitam

2 24 65

Penatalaksanaan kasus maloklusi yang disertai dengan gigi sulung ankilosis tanpa benih gigi permanen

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perbankan Syariah - Analisis Perbandingan Tingkat Efisiensi antara BPR Syariah dengan BPR Konvensional di Indonesia dengan Menggunankan Metode Data Envelopment Analysis (DEA)

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perbandingan Kekuatan Balok Beton Tanpa Perkuatan dengan Balok Beton Menggunakan Pelat Baja yang Diangkur

1 12 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angular Cheilitis Angular cheilitis merupakan inflamasi akut atau kronis pada sudut mulut yang ditandai dengan adanya fisur-fisur, retak-retak pada sudut bibir, berwarna kemerahan, mengalami ulserasi disertai rasa terbakar, ny

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perbandingan antara Regresi Logistik dengan Analisis Diskriminan - Perbandingan Metode Regresi Logistik dengan Analisis Diskriminan untuk Mengetahui Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Tindakan Diet Penurunan Berat Badan pa

0 0 21

Perbandingan efikasi klinis antara elektrodesikasi disertai kuretase dengan pengolesan larutan fenol 80% dalam pengobatan veruka vulgaris

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. BELL’S PALSY ll.1.1. Definisi - Perbandingan efek metil prednisolon tunggal dengan kombinasi metil prednisolon dan rehabilitasi kabat terhadap perbaikan klinis pasien Bell’s palsy

0 0 40