BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Resistensi Supir Angkutan Kota Terhadap Relokasi Terminal Sukadame Kota Pematang Siantar (Study Deskriptif Pada Supir Angkutan Kota dan Dinas Perhubunghan Kota Pematang Siantar)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Perkembangan ruang perkotaan merupakan suatu proses perubahan perkotaan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Soroton perubahan keadaan tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk analisis ruang yang sama. Dalam hal ini pengertiannya dapat menyangkut suatu proses yang berjalan secara alami atau dapat menyangkut suatu proses perubahan yang berjalan artifasial dengan campur tangan manusia yang mengatur arah perubahan tersebut (Hendro, 2001:91).

  Berkembangnya suatu kota, pasti berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat dari berbagai bidang atau aspek kehidupan. Perencanaan tata ruang kota selalu akan merupakan proses dinamis yang menerus dan berkesinambungan, yang didalamnya mengandung pengertian bahwa peluang perubahan kebijakan harus selalu ditampung dan dilakukan perubahan pada setiap saat diperlukan (Budiharjo, 1997). Kebijakan tata ruang sangat erat kaitannya dengan kebijakan transportasi, ruang merupakan kegiatan yang ditempatkan di atas lahan kota, sedangkan transportasi merupakan jaringan yang secara fisik menghubungkan satu ruang dengan ruang kegiatan yang lainnya (Tamin, 1997). Bila akses transportasi ke suatu ruang (lahan) dibentuk atau diperbaiki maka ruang kegiatan tersebut akan menjadi menarik dan menjadi lebih berkembang.

  Sistem transportasi yang baik merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam menunjang perkembangan dan kelancaran aktivitas sosial ekonomi suatu kota, transportasi yang aman dan lancar, selain mencerminkan keteraturan kota juga mencerminkan kelancaran kegiatan perekonomian kota. Perwujudan kegiatan transportasi yang baik adalah dalam bentuk terkendalinya keseimbangan antara sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem kelembangan. Sistem transportasi kota merupakan satu kesatuan dari pada elemen-elemen, komponen komponen yang saling mendukung dan bekerja sama dalam pengadaan transportasi yang melayani wilayah perkotaan.

  Komponen-komponen transportasi menurut Morlock (Miro,1997:5) adalah manusia dan barang (yang diangkut), kendaraan dan peti kemas (alat angkut), jalan (tempat alat angkut bergerak), terminal (tempat memasukan dan mengeluarkan yang diangkut oleh alat angkut) dan sistem pengoperasian (yang mengatur keempat komponen di atas). Sedangkan menurut Menheim (dalam Miro, 1997:5) membatasi komponen utama transportasi adalah jalan, terminal dan sistem pengoperasian.

  Dimana ketiganya terkait dalam memenuhi permintaan akan transportasi yang berasal dari manusia dan barang.

  Dari ketiga komponen tersebut yang menjadi perhatian selain jalan adalah terminal. Terminal berfungsi sebagai penunjang kelancaran mobilisasi orang dan arus barang serta tempat perpaduan intra dan antar moda secara lancar dan tertib. Kebutuhan terminal bagi suatu kota dipengaruhi oleh beberapa hal, khususnya karateristik sistem transportasi kota yang juga dipengaruhi oleh sistem aktivitas (tata guna lahan), sistem pergerakan, sistem jaringan jalan. Sebagai fasilitas transfer

  (perpindahan) lokasi terminal harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan tata ruang kota untuk menjamin terciptanya struktur kota yang baik dan harus sesuai dengan keinginan pengguna untuk menjamin pemanfaatan terminal tersebut secara optimal. Selain itu keberadaan terminal diharapkan dapat mampu memacu perkembangan dan pertumbuhan wilayah suatu kota.

  Terminal juga sebagai prasarana transportasi jalan, dalam menjalankan fungsinya merupakan wujud simpul jaringan transportasi (UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) harus dapat bekerja secara optimal dan efesien, sehingga dapat mendukung mobilitas penduduk, ketertiban lalu lintas, selain itu terminal juga berfungsi sebagai sarana penunjang bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor restribusi.

  Terminal Sarantama atau yang di sebut juga dengan Terminal Tanjung Pinggir ditetapkan sebagai Terminal penumpang tipe A di yang berada di Kelurahan Tanjung Pinggir, Kecamatan Martoba (pusat kegiatan sekunder), Kota Pematang Siantar, Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu simpul jaringan transportasi jalan sesuai dengan keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor : 1361/AJ.106/DRJD/2003, yang mana pembangunan Terminal Sarantama sebagai prasarana simpul transportasi tipe-A tentunya telah mengikuti ketentuan persyaratan yang ada. penempatan lokasi Terminal Sarantama telah mengikuti rencana tata ruang Kota Pematang Siantar dan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan.

  Ditinjau dari tipenya Terminal penumpang tipe A, berfungsi melayani angkutan umum untuk antar kota antar propinsi (AKAP), atau angkutan lintas negara, angkutan antar kota dalam propinsi (AKDP), angkutan kota (ANGKOT), angkutan pedesaan (ANGDES), dengan frekwensi 50 – 100 kenderaan/jam. Keberadaan Terminal Sarantama di sini tidak berfungsi efektif, tidak efektifnya fungsi Terminal Sarantama dapat dilihat dari rendahnya pemanfaatan Terminal tersebut dimana sebagian besar penumpang atau calon penumpang angkutan kota antar propinsi, angkutan kota dalam propinsi, angkutan pedesaan dan angkutan kota telah memanfaatkan lokasi-lokasi pool, kantor-kantor perusahaan angkutan/agen, pinggir jalan dan persimpangan jalan menuju lokasi terminal sebagai tempat kedatangan dan melanjutkan perjalanan penumpang dan yang lebih buruk lagi sebagian besar lokasi pool-pool dan kantor-kantor/agen tersebut berada disepanjang jalan pusat kota yang tentunya semua itu berdampak negatif terhadap lalu-lintas, keindahan dan kenyamanan kota Pematang Siantar sendiri.

  Kota Pematang Siantar sebagai salah satu kota di Propinsi Sumatera Utara yang memiliki luas 79.91 Km2 yang terdiri dari 6 kecamatan dan 43 kelurahan dengan jumlah penduduk 246.277 jiwa ( kota Pematang Siantar dalam angka, BPSN Tahun 2007), sedang berbenah diri diberbagai sektor kehidupan guna mencapai visi Kota Pematang siantar yaitu “Sebagai Kota Perdagangan dan Jasa Yang Maju, Indah, Nyaman dan Beradap”. Artinya Kota Pematang Siantar diharapkan dimasa mendatang semakin memiliki peranan penting dalam perdagangan dan jasa.Untuk itu di perukan penataan dan rekontruksi pembangunan yang berwawasan lingkungan. Dari sudut pandang transport dimana arus distribusi orang, barang, dan jasa dari suatu lokasi ke lokasi lain, kemudian berhenti pada konsumen akhir, hanya dimungkinkan terjadi dengan baik bila didukung sarana dan prasarana transportasi yang baik.

  (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pematangsiantar, diakses pada 17 februari pukul 15.35 WIB).

  Kota Pematang Siantar sebagai kota nomor dua terbesar setelah kota Medan yang sedang mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam bidang infrastruktur perlu melakuan pembenahan dalam sektor pembangunan penataan kota guna mencapai visi menjadi kota perdagangan dan jasa. Salah satunya dengan melakukan pembenahan sarana tranportasi guna kelancaran aktivitas perdagangan.

  Pemerintah kota Pematang Siantar membentuk kebijakan untuk melakuakn relokasi terminal yang baru karena pemerintah menganggap terminal Parluasan yang sebelumnya di anggap tidak memenuhi standar sebagai terminal penumpang tipe A. Seiring dengan pertumbuhan trasnportasi dan kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi yang ada, masih kurang memadai untuk mencukupi kebutuhan masyarakat. Perlu dilakukan penambahan armada trasportasi umum sebagai penggerak ekonomi masyarakat. Untuk menampung armada transportasi umum tersebut dibutuhkan terminal yang memenuhi standar tipe A. Bila kita melihat tata letak terminal Parluasan yang yang ada sekarang ini, sudah tidak layak untuk di gunakan karena terminal tidak mampu menampung banyaknya armada transportasi umum yang singgah untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Dan masalah selanjutnya terminal Parluasan terletak pada inti kota menjadi salah satu penyebab kesemrautan transportasi diinti kota karena terjadi penumpukan bus-bus yang mengakhiri perjalanan. Ditambah lagi dengan masuknya bus-bus antar provinsi yang mempersempit ruas jalan dan ditambah lagi banyaknya kendaraan pribadi yang sudah memenuhi jalan protokol. Dengan kesemrautan transportasi yang terjadi di kota Pematang siantar ini menjadikan masyarakat merasa tidak nyaman dan mengganggu keindahan kota dengan kemacetan yang terjadi pada inti kota.

  Pertumbuhan armada transportasi yang tidak sebanding dengan pertumbuhan ruas jalan dan di tambah lagi dengan terminal yang sudah tidak memenuhi standar oprasional menjadi masalah utama yang harus dibenahi pemerintah kota Pematang Siantar. Dari masalah ini pemerintah membuat sutau kebijakan untuk merelokasi terminal yang ada di tengah kota menjadi di pinggir kota, agar inti kota menjadi lebih lapang dan tidak terjadi penumpukkan kendaraan umum. Dan bila dilihat dari Tingkat pertumbuhan wilayah pinggiran kota cenderung mempunyai tingkat yang lebih rendah apabila dibandingkan di pusat kota. Keberadaan prasarana transportasi berupa terminal mempunyai efek menyebar yakni untuk merangsang pemerataan pembangunan dari pusat kota ke pinggiran kota.

  Aliran rangsangan pertumbuhan wilayah terutama sektor ekonomi dapat terjadi dengan didukung oleh adanya aksesibilitas yang baik untuk menghubungkan pusat Kota dengan daerah pinggiran Kota Pematang Siantar. Salah satu pendukung aksesibilitas yang menunjang pengembangan wilayah pinggiran adalah adanya jaringan transportasi yang baik. Hal inilah yang menjadi alasan penguat kebijakan pemerintah kota pematang siantar untuk merelokasi terminal ke pinggiran kota.

  Dengan pembangunan dan penataan kota yang dilakukan pemerintah untuk merelokasi terminal Sukadame/Parluasan menimbulkan dampak pada masyarakat, khususnya pada sopir angkutan kota yang menilai kebijakan pemerintah tersebut merupakan kebijakan sepihak karena tidak melakukan sosiolisasi dan pembangunan yang dinilai tidak partisivatif terhadap masyarakat sebagai pengguna terminal. Meski pembangun terminal Tanjung Pinggir sudah selesai pada 1998, saat Walikota Siantar dijabat Abu Hanifa, namun sampai kini Terminal Tanjung Pinggir belum juga maksimal di manfaatkan supir angkutan umum sebagai tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

  Keberadaan terminal yang menggantikan Terminal Parluasan itu salah satu tujuannya untuk mengatasi kemacetan lalulintas. Pengoperasian terminal itu sudah beberapa kali diuji coba, namun gagal. Sejumlah angkutan kota dan bus antar kota dan propinsi lebih memilih terminal sendiri, dan mereka jarang masuk keterminal.

  Dalam upaya relokasi Terminal Sukadame ke terminal tanjung pinggir terdapat juga berbagai hambatan seperti penolakan para sopir angkutan yang mulanya menempati terminal suka dame sebagai tempat mencari nafkah.

  Terdapat juga perselisihan antara masyarakat pengguna terminal dengan pemerintah daerah sebagai contoh kasus yang saya kutip dari media elektronik mengatakan. Dalam aturan daerah Dari Perda No 7 tahun 2003 disebutkan pemerintah kota harus menyediakan kawasan perdagangan dan jasa seluas 55,43 hektar di lokasi yang strategis dan terjangkau. Akan tetapi fakta yang ada tidak lebih dari 2ha lahan yang diperuntukkan sebagai terminal Sukadame. Hal inilah yang mnjadi alasan pemerintah kota merelokasi terminal Sukadame ke terminal tanjung pinggir. Selain alasan tata letak ruang yang tidak memadai terdapat juga masalah yang dilakukan supir angkutan kota dengan tidak mengindahkan peraturan yang diberlakukan pemerintah kota.

  Dinas Perhubungan melakukan penertiban setiap hari Senin sampai Jumat, saat siang, semua angkutan luar kota berada di Terminal Tanjung Pinggir. Akan tetapi Begitu pagi atau sore setiap harinya dan sepanjang hari pada Sabtu dan Minggu, terminal yang memang terpinggir itu sepi dan angkutan kembali ke terminal Sukadame. Tidak maksimalnya reoperasional terminal Tanjung Pinggir itu memang tak lepas dari perlakuan diskriminatif terhadap merek angkutan. Sampai sekarang masih beroperasi secara terbuka beberapa merek bus dan angkutan di inti kota. Hal itu memicu kecemburuan dan meletupkan hawa perlawanan dari bus merek lain.

  Bagaimana mungkin gula diletakkan di Sukadame sedangkan semut disuruh pindah ke Tanjung Pinggir. jika mau reoperasional Tanjung Pinggir sukses maka harus ada ‘gula’ di sana. Namun hingga saat ini program itu masih tidak efektif (http://bant orsmedia.blogspot.com/2007/05/ada apa dengan walikota-biru.html, di akses pada tanggal 20 februari pukul 10.15 WIB)

  Untuk memenuhi tugas tersebut maka Terminal Sarantama harus efektif agar dapat memenuhi tuntutan pelayanan yang sebaik-baiknya, dimana pelayanan ini menyangkut pandangan pihak-pihak yang terkait yaitu pihak pengelola terminal dalam hal ini pemerintah (regulator) dan pihak pengguna jasa layanan (operator dan

  

User ). Melihat pembangunan Terminal Tanjung Pinggir merupakan proyek yang

  masih kurang efektif di operasikan yang diakibatkan adanya kesalahan dalam studi kelayakan dan pembangunan yang tidak parisipatif, juga kurangnya sosialisasi pemerintah kepada para pengguna sarana terminal dan keadaan terminal secara cost benefit dan cost social masih pasif sampai sekarang, maka peneliti tertarik untuk melihat Relokasi terminal Sukadame.

  1.2 Perumusan Masalah

  Hal yang sangat penting untuk memulai suatu penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik- baiknya, maka peneliti harus merumuskan masalahnya dengan jelas sehingga akan jelas bagi peneliti dari mana harus mulai, ke mana harus pergi dan dengan apa (Arikunto, 2006:24). Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini maka perumusan masalah yang dapat ditarik adalah: Mengapa terjadi resistensi supir angkutan kota terhadap relokasi terminal sukadame Pematang Siantar ?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Secara umum kegiatan penelitian dilakukan dengan satu tujuan pokok yaitu Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya penolakan supir angkutan kota terhadap relokasi terminal suka dame Pematang Siantar.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Dalam penelitian iniyangmenjadi manfaat penelitian adalah:

1.4.1 Manfaat Teorits 1.

  Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa sosiologi. sealain itu diharapkan juga dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan bidang kajian sosiologi perkotaan dan kepada pihak-pihak yang membutuhkannya.

2. Hasil penelitian dapat menambah rujukan bagi mahasiswa sosiologi mengenai penelitian yang terkait dengan penelitian ini.

1.4.2 Manfaat Praktis 1.

  Hasil penelitian diharapkan dapat membuka dan menambah wawasan bagi yang melakukan riset dan pemerintah kota yaitu dinas tata kota sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.

2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat pengguna saranan transportasi.

1.5 Definisi Konsep

  Dalam sebuah penelitian, definisi konsep sangat diperlukan untuk memfokuskan penelitian sehingga memudahkan penelitian. Konsep adalah definisi abstraksi mengenai gejala suatu realita ataupun suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Maleong,2006:67). Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan konterks penelitian ini adalah :

  1. Relokasi Relokasi adalah perpindahan atau pemindahan lokasi, baik suatu industri ataupun tempat berdagang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan alasan- alasan tertentu. Definisi lain dari relokasi yaitu sebuah perubahan di fisik lokasi dari sebuah bisnis. Sebuah bisnis mungkin merelokasi karena meningkatnya biaya pada saat pengadaan fasilitas, karena keringanan pajak di lokasi yang berbeda, perubahan melalui pasar sasaran atau untuk alasan lain.

  Jadi relokasi yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah tindakan pengalihan tempat perusahaan beroperasi dari satu lokasi fisik yang lain.

  Yaitu dipindahkannya terminal Sukadame ke terminal Tanjung Pinggir.

  2. Terminal Terminal adalah tempat sekumpulan bis mengakhiri dan mengawali lintasan operasionalnya. Dengan mengacu pada pengertian tersebut, maka pada bangunan terminal penumpang dapat mengakhiri perjalanannya, atau memulai perjalananya atau juga dapat menyambung perjalanannya dengan mengganti (transfer) lintasan bis lainnya.

  3. Supir angkutan kota Supir angkutan kota adalah seseorang yang menjalankan kendaraan untuk mengangkut penumpang dari tempat asal menuju tempat tujuan tertentu. Di hal ini supir melakuakn suatu tindakan untuk menghasilkan uang dari penumpang yang telah di antar pada tujuan tertentu.

  4. Resistensi Resistensi merupakan suatu perlawanan yaitu semua ketakuatan di dalam diri individu atau kelompok untuk melawan prosedur-prosedur atau proses-proses yang menghalangi kepentingan asosiasi. Dalam pembahasan ini perlawanan timbul pada kelompok supir anggkutan umum yang menolak pindahnya terminal suka dame ke terminal tanjung pinggir.

  5. Tata Ruang Kota Tata ruang kota merupakan suatu usaha pemegang kebijakan untuk menentukan visi ataupun arah dari kota yang menjadi tanggung jawab pemegang kekuasaan di wilayah tersebut khususnya pemerintah kota Pematang Siantar.

  6. Kebijakan Pengembangan kota Kebijakan pengembangan kota merupahan suatu upaya untuk membangun infrastruktur kota guna menciptakan kota yang diharapkan sesuai dengan visi misi kota yang telah direncanakan.

  7. Konflik Kepentingan Konflik kepentingan merupakan Penolakan yang terjadi dan senantiasa menciptakan konnflik diantara dua posisi yang mempunyai kepentingan.

  Pemerintah sebagai pemegang posisi superordinat dan pemegang otoritas tertinggi dalam masyarakat memberikan kebijakan yang menurut mereka itu baik untuk kepentingan bersama. Akan tetapi konfliklah yang terjadi akibat dari tidak terciptanya koordinasi antara superordinat dan subordinat yang membentuk suatu konsensus bersama.

  8. Terminal Tipe A : terminal berfungsi melayani angkutan umum untuk antar kota antar propinsi (AKAP), atau angkutan lintas negara, angkutan antar kota dalam propinsi (AKDP), angkutan kota (ANGKOT), angkutan pedesaan (ANGDES), dengan frekwensi 50 – 100 kenderaan/jam.

Dokumen yang terkait

Resistensi Supir Angkutan Kota Terhadap Relokasi Terminal Sukadame Kota Pematang Siantar (Study Deskriptif Pada Supir Angkutan Kota dan Dinas Perhubunghan Kota Pematang Siantar)

7 94 93

Sikap tentang HIV/AIDS dan Perilaku Seksual Kalangan Supir Angkutan Kota Di Kota Tebing Tinggi Tahun 2003

0 39 86

Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkutan Di Kota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style

8 55 107

Analisis Prioritas Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Terminal Sarantama (Study Kasus Terminal Sarantama Kota Pematang Siantar)

5 72 171

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Strategi Buruh Dalam Mempertahankan Hidup (Studi kasus di PT.Putra Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar)

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Lama Kerja dan Masa Kerja dengan Neuropati Perifer Pada Supir Angkutan Kota Trayek 95 di Kota Medan Tahun 2015

0 0 9

Hubungan Lama Kerja dan Masa Kerja dengan Neuropati Perifer Pada Supir Angkutan Kota Trayek 95 di Kota Medan Tahun 2015

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah - Peranan Aparatur Pemerintah Kota Pematang Siantar Dalam Pelayanan Pengurusan Kartu Tanda Penduduk Elektronik Studi Pada Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar

0 0 23

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Transformasi Struktural Perekonomian di Kota Pematang Siantar

0 0 9

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi dan Pengembangan Wilayah - Resistensi Supir Angkutan Kota Terhadap Relokasi Terminal Sukadame Kota Pematang Siantar (Study Deskriptif Pada Supir Angkutan Kota dan Dinas Perhubunghan Kota Pematang Siantar)

0 1 15