Resistensi Supir Angkutan Kota Terhadap Relokasi Terminal Sukadame Kota Pematang Siantar (Study Deskriptif Pada Supir Angkutan Kota dan Dinas Perhubunghan Kota Pematang Siantar)

(1)

RE

REL

(Studi Desk Gu FAKU

ESISTEN

OKASI T

kriptif Pada S

una Memen FAKU UNIVERS ULTAS ILM

NSI SUPIR

TERMINA

Supir Angkut

nuhi Salah S

DEPA ULTAS ILM UNIVERS SITAS SUM MU SOSIAL

R ANGKU

AL SUKA

SIANT

tan Kota Dan

SKRIP Diajukan Emby We

070901

atu Syarat U

ARTEMEN MU SOSIAL SITAS SUM

MEDAN

MATERA U L DAN ILM

UTAN KO

ADAME K

TAR

n Dinas Perhu

PSI n Oleh: eimski 1030 Untuk Mem SOSIOLO L DAN ILM MATERA U N 2014 UTARA MU POLIT

OTA TER

KOTA PE

ubungan Kota mperoleh Gel OGI MU POLIT UTARA TIK

RHADAP

EMATAN

a Pematang S

lar Sarjana

TIK

NG


(2)

DEPARTEMEN SOSIOLOGI LEMBAR PERSETUJUAN

  Skripsi ini di setujui untuk di pertahankan oleh:

Nama : Emby Weimski

NIM : 070901030

Departemen : Sosiologi

Judul : Resistensi Supir Angkutan Kota Terhadap Relokasi Terminal Sukadame Kota Pematang Siantar

(Study Deskriptif Pada Supir Angkutan Kota dan Dinas Perhubunghan Kota Pematang Siantar)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

dto dto

(Dra. Lina Sudarwati,M.Si) (Dra. Lina Sudarwati,M.Si) NIP 196603181989032001 NIP 196603181989032001

Dekan

dto

(Prof. Dr. Badaruddin,M.Si) NIP 196805251992031002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PENGESAHAN  

Skripsi ini Telah di pertahankan didepan Panitia Penguji Skripsi Departemen Sosiologi.

Hari :

Tanggal :

Pukul :

Tempat :

Tim Penguji

Ketua Penguji : Dra. Lina Sudarwati, M.Si ( dto )

Penguji I (Pembimbing) : Dra. Lina Sudarwati,M.Si ( dto )


(4)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Resistensi Supir Angkutan Kota Terhadap Relokasi Terminal Sukadame Kota Pematang Siantar “ Studi deskriptif pada Supir angkutan kota Pematang Siantar dilatarbelakangi dari Kebijakan Pemerintah untuk merelokasi terminal Sukadame/Parluasan dan timbulnya resistensi/Penolakkan dari Kalangan Supir angkutan yang berdampak pada tidak berfungsinya Terminal Sarantama yang Berada di kecamatan Tanjung Pinggir sebagai pengganti terminal Parluasan.

Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Bersifat deskriptif yaitu memberi gambaran atas apa yang dilihat dari situasi, kejadian dan perilaku. Lokasi penelitian ini di lakukan di kota pematang siantar tepatnya di Terminal Sukadame kecamatan Siantar Martoba, Sumatra Utara. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah Terjadinya resistensi/penolakan supir angkutan kota terhadap relokasi Terminal Sukadame dan Terminal Sukadame yang di anggap sudah tidak layak sebagai terminal penumpang tipe A. Teknik pengambilan data peneliti menggunakan teknik berupa observasi dimna peneliti mengamati secara langsung akan masalah penolakan supir angkutan kota yang tidak mengoptimalkan terminal Sarantama sebagai pengganti Eks Terninal Sukadame. Selanjudnya teknik pengumpilan data yang diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dengan menggunakan panduan wawancara (interview guide). Cara ini digunakan guna mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dianalisis untuk diinterpretasikan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada informan di ketahui bahwa Kebijakan pemerintah untuk merelokasi Terminal Sukadame/Parluasan menimbulkan suatu permasalahan sosial yaitu resistensi/perlawanan yang di lakukan para supir angkutan umum, dimana para supir menilai kebijakan pemerintah ini tidak memihak pada apa yang diharapkan oleh supir/pemilik usaha angkutan umum. Dan Resistensi yang dilakukan oleh sebagian besar supir angkutan kota Pematang siantar timbul dilatarbelakangi karena Sebagian besar supir merasa kecewa dengan kebikan pemerintah merelakasi Terminal Parluasan dan mengantikannya dengan Terminal Tanjung Pinggir yang di anggap supir tidak matang dalam hal pembanguannya seperti penyiadaan prasaran pendukung dalam hal ini pusat pasar dan pemukiman penduduk utuk memutar roda perekonomian.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulilah penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan hidayahnya yang senantiasa menyertai dan menaungi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan peyusunan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Berkat rahmat dan karuniaNya yang begitu besar sehingga penulis dapat merangkai kata dari kata dan menghadapi berbagai hambatan selama proses penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan judul Resistensi Supir Angkutan Kota Terhadap Relokasi terminal Sukadame Kota pematang Siantar ( Study Deskriptif pada Supir Angktan dan Dinas Perhubungan). Dengan ketulusan hati, skripsi ini penulis persembahkan sebagai tanda bakti dan cinta penulis kepada kedua orang tua penulis yaitu Ibunda Herliana Hrp dan Ayahanda Irwansyah yang telah banyak mencurahkan doa dan kasih sayang pengorbanan baik moril maupun materil yang sangat tulus dan tiada henti kepada penuis. Ungkapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada adikku tercinta Azja Vinda dan Billya Inchu yang telah memberikan dorongan,motivasi dan semangat yang sangat luar biasa dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat kerjasama,bantuan dan dukungan dari semua pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.


(6)

Dengan kerendahan hati izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan yang tulus dan terimakasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada.

1. Bapak Prof. Dr Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati M.Si selaku Ketua Jurusan

3. Bapak Drs. T.Ilham Saladin M.SP selaku Sekretaris Jurusan

4. Ibu Dra. Lina Sudarwati M.Si Selaku pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini dan selaku dosen pembimbing akademik yang telah selalu memberikan arahan-arahan positif selama dalam proses belajar

5. Staf Pengajar Khususnya Dosen-dosen sosiologi dan pegawai fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Khususnya Kak Beti dan Kak Feni dan juga yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut andil besar dalam studi penulis

6. Staf Dinas Perhubungan Kota Pematang Siantar yang telah memberikan data 7. Kepada adikku yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam

penyelesaian skripsi ini

8. Ungkapan terimakasih yang setulus-tulusnya penulis persembahkan kepada Maya Sartika Sari atas cinta dan sayang, canda, perhatian, dukungan semangat yang selalu memberikan warna-warni terindah kepada penulis


(7)

9. Buat sahabat-sahabat ku yang telah turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini terutama Dini Syahputri, Dea Ananda, Royan, Adrian, Ridwan, Ngadino, Hadi, Nanda, Aspipin Sinulingga dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini

10.Kepada informan-informan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai oleh penulis

Terimakasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas doa, dukungan dan partisipasinya, semoga amal kebaikan yang telah diberikan senantiasa mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin yarobbal alamin

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu masukan dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis hargai. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Penulis banyak mengucapkan terimakasih.

Medan September 2014

Emby Weimski


(8)

DAFTAR ISI Lembar Persetujuan

Lembar Pengesahan

Abstrak...i

Kata Pengantar...ii

Daftar Isi...v

Daftar Tabel...vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang...1

1.2Perumusan Masalah...9

1.3Tujuan Penelitian...9

1.4Manfaat Penelitian...10

1.5Defenisi Konsep...10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1Transportasi dan Pengembangan Wilayah...14

2.2Persfektif Resistensi Terhadap Perubahan sosial Dan Kebijakan Pemerintah...16

2.3Pertukaran Dan Kekuasaan Dalam Kehidupan Sosial...21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian...29

3.2Lokasi penelitian...30

3.3Unit Analisis Dan Informan...30

3.4Karakteristik Informan...31

3.5Teknik Pengumpulan Data...31


(9)

3.7Jadwal Kegiatan...34

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1Deskripsi Lokasi Penelitian...36

4.1.1 Sejarah dan Gambaran Umum Kota Pematang Siantar...36

4.1.2 Kondisi Geografis kota Pematang Siantar...39

4.1.3 Kondisi Transportasi Kota Pematang Siantar...40

4.1.4 Sejarah Dan Romantika Eks Terminal Sukadame...42

4.2Profil informan...46

4.3Kondisi Sistem Transportasi...56

4.3.1 Sistem Transportasi Kota Pematang Siantar...56

4.3.2 Trayek/Lin Angkutan Umum...57

4.3.3 Tarif/Ongkos Angkutan Umum...59

4.4Kebijakan Pemerintah Kota Untuk Merelokasi Terminal dalam hubungannya dengan Harapan Supir Angkutan Umum...60

4.4.1 Kebijakan Pemerintah Dalam Pembangunan yang Tidak Partisipatif...60

4.4.2 Pemerintah Kota Dalam Melihat Resistensi Supir Angkutan Umum....63

4.4.3 Bentuk Resistensi Supir Angkutan Dengan Kebijakan Pemerintah...66

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan...71

5.2 Saran...73 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABLE

Tabel 3.7 Jadwal Kegiatan...34 Tabel 4.1.3 Jumlah Perusahaan Angkutan di Kota Pematang Siantar...41

 


(11)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Resistensi Supir Angkutan Kota Terhadap Relokasi Terminal Sukadame Kota Pematang Siantar “ Studi deskriptif pada Supir angkutan kota Pematang Siantar dilatarbelakangi dari Kebijakan Pemerintah untuk merelokasi terminal Sukadame/Parluasan dan timbulnya resistensi/Penolakkan dari Kalangan Supir angkutan yang berdampak pada tidak berfungsinya Terminal Sarantama yang Berada di kecamatan Tanjung Pinggir sebagai pengganti terminal Parluasan.

Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Bersifat deskriptif yaitu memberi gambaran atas apa yang dilihat dari situasi, kejadian dan perilaku. Lokasi penelitian ini di lakukan di kota pematang siantar tepatnya di Terminal Sukadame kecamatan Siantar Martoba, Sumatra Utara. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah Terjadinya resistensi/penolakan supir angkutan kota terhadap relokasi Terminal Sukadame dan Terminal Sukadame yang di anggap sudah tidak layak sebagai terminal penumpang tipe A. Teknik pengambilan data peneliti menggunakan teknik berupa observasi dimna peneliti mengamati secara langsung akan masalah penolakan supir angkutan kota yang tidak mengoptimalkan terminal Sarantama sebagai pengganti Eks Terninal Sukadame. Selanjudnya teknik pengumpilan data yang diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dengan menggunakan panduan wawancara (interview guide). Cara ini digunakan guna mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dianalisis untuk diinterpretasikan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada informan di ketahui bahwa Kebijakan pemerintah untuk merelokasi Terminal Sukadame/Parluasan menimbulkan suatu permasalahan sosial yaitu resistensi/perlawanan yang di lakukan para supir angkutan umum, dimana para supir menilai kebijakan pemerintah ini tidak memihak pada apa yang diharapkan oleh supir/pemilik usaha angkutan umum. Dan Resistensi yang dilakukan oleh sebagian besar supir angkutan kota Pematang siantar timbul dilatarbelakangi karena Sebagian besar supir merasa kecewa dengan kebikan pemerintah merelakasi Terminal Parluasan dan mengantikannya dengan Terminal Tanjung Pinggir yang di anggap supir tidak matang dalam hal pembanguannya seperti penyiadaan prasaran pendukung dalam hal ini pusat pasar dan pemukiman penduduk utuk memutar roda perekonomian.


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan ruang perkotaan merupakan suatu proses perubahan perkotaan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Soroton perubahan keadaan tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk analisis ruang yang sama. Dalam hal ini pengertiannya dapat menyangkut suatu proses yang berjalan secara alami atau dapat menyangkut suatu proses perubahan yang berjalan artifasial dengan campur tangan manusia yang mengatur arah perubahan tersebut (Hendro, 2001:91).

Berkembangnya suatu kota, pasti berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat dari berbagai bidang atau aspek kehidupan. Perencanaan tata ruang kota selalu akan merupakan proses dinamis yang menerus dan berkesinambungan, yang didalamnya mengandung pengertian bahwa peluang perubahan kebijakan harus selalu ditampung dan dilakukan perubahan pada setiap saat diperlukan (Budiharjo, 1997). Kebijakan tata ruang sangat erat kaitannya dengan kebijakan transportasi, ruang merupakan kegiatan yang ditempatkan di atas lahan kota, sedangkan transportasi merupakan jaringan yang secara fisik menghubungkan satu ruang dengan ruang kegiatan yang lainnya (Tamin, 1997). Bila akses transportasi ke suatu ruang (lahan) dibentuk atau diperbaiki maka ruang kegiatan tersebut akan menjadi menarik dan menjadi lebih berkembang.


(13)

Sistem transportasi yang baik merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam menunjang perkembangan dan kelancaran aktivitas sosial ekonomi suatu kota, transportasi yang aman dan lancar, selain mencerminkan keteraturan kota juga mencerminkan kelancaran kegiatan perekonomian kota. Perwujudan kegiatan transportasi yang baik adalah dalam bentuk terkendalinya keseimbangan antara sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem kelembangan. Sistem transportasi kota merupakan satu kesatuan dari pada elemen-elemen, komponen komponen yang saling mendukung dan bekerja sama dalam pengadaan transportasi yang melayani wilayah perkotaan.

Komponen-komponen transportasi menurut Morlock (Miro,1997:5) adalah manusia dan barang (yang diangkut), kendaraan dan peti kemas (alat angkut), jalan (tempat alat angkut bergerak), terminal (tempat memasukan dan mengeluarkan yang diangkut oleh alat angkut) dan sistem pengoperasian (yang mengatur keempat komponen di atas). Sedangkan menurut Menheim (dalam Miro, 1997:5) membatasi komponen utama transportasi adalah jalan, terminal dan sistem pengoperasian. Dimana ketiganya terkait dalam memenuhi permintaan akan transportasi yang berasal dari manusia dan barang.

Dari ketiga komponen tersebut yang menjadi perhatian selain jalan adalah terminal. Terminal berfungsi sebagai penunjang kelancaran mobilisasi orang dan arus barang serta tempat perpaduan intra dan antar moda secara lancar dan tertib. Kebutuhan terminal bagi suatu kota dipengaruhi oleh beberapa hal, khususnya karateristik sistem transportasi kota yang juga dipengaruhi oleh sistem aktivitas (tata guna lahan), sistem pergerakan, sistem jaringan jalan. Sebagai fasilitas transfer


(14)

(perpindahan) lokasi terminal harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan tata ruang kota untuk menjamin terciptanya struktur kota yang baik dan harus sesuai dengan keinginan pengguna untuk menjamin pemanfaatan terminal tersebut secara optimal. Selain itu keberadaan terminal diharapkan dapat mampu memacu perkembangan dan pertumbuhan wilayah suatu kota.

Terminal juga sebagai prasarana transportasi jalan, dalam menjalankan fungsinya merupakan wujud simpul jaringan transportasi (UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) harus dapat bekerja secara optimal dan efesien, sehingga dapat mendukung mobilitas penduduk, ketertiban lalu lintas, selain itu terminal juga berfungsi sebagai sarana penunjang bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor restribusi.

Terminal Sarantama atau yang di sebut juga dengan Terminal Tanjung Pinggir ditetapkan sebagai Terminal penumpang tipe A di yang berada di Kelurahan Tanjung Pinggir, Kecamatan Martoba (pusat kegiatan sekunder), Kota Pematang Siantar, Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu simpul jaringan transportasi jalan sesuai dengan keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor : 1361/AJ.106/DRJD/2003, yang mana pembangunan Terminal Sarantama sebagai prasarana simpul transportasi tipe-A tentunya telah mengikuti ketentuan persyaratan yang ada. penempatan lokasi Terminal Sarantama telah mengikuti rencana tata ruang Kota Pematang Siantar dan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan.

Ditinjau dari tipenya Terminal penumpang tipe A, berfungsi melayani angkutan umum untuk antar kota antar propinsi (AKAP), atau angkutan lintas negara,


(15)

angkutan antar kota dalam propinsi (AKDP), angkutan kota (ANGKOT), angkutan pedesaan (ANGDES), dengan frekwensi 50 – 100 kenderaan/jam. Keberadaan Terminal Sarantama di sini tidak berfungsi efektif, tidak efektifnya fungsi Terminal Sarantama dapat dilihat dari rendahnya pemanfaatan Terminal tersebut dimana sebagian besar penumpang atau calon penumpang angkutan kota antar propinsi, angkutan kota dalam propinsi, angkutan pedesaan dan angkutan kota telah memanfaatkan lokasi-lokasi pool, kantor-kantor perusahaan angkutan/agen, pinggir jalan dan persimpangan jalan menuju lokasi terminal sebagai tempat kedatangan dan melanjutkan perjalanan penumpang dan yang lebih buruk lagi sebagian besar lokasi pool-pool dan kantor-kantor/agen tersebut berada disepanjang jalan pusat kota yang tentunya semua itu berdampak negatif terhadap lalu-lintas, keindahan dan kenyamanan kota Pematang Siantar sendiri.

Kota Pematang Siantar sebagai salah satu kota di Propinsi Sumatera Utara yang memiliki luas 79.91 Km2 yang terdiri dari 6 kecamatan dan 43 kelurahan dengan jumlah penduduk 246.277 jiwa ( kota Pematang Siantar dalam angka, BPSN Tahun 2007), sedang berbenah diri diberbagai sektor kehidupan guna mencapai visi Kota Pematang siantar yaitu “Sebagai Kota Perdagangan dan Jasa Yang Maju, Indah, Nyaman dan Beradap”. Artinya Kota Pematang Siantar diharapkan dimasa mendatang semakin memiliki peranan penting dalam perdagangan dan jasa.Untuk itu di perukan penataan dan rekontruksi pembangunan yang berwawasan lingkungan. Dari sudut pandang transport dimana arus distribusi orang, barang, dan jasa dari suatu lokasi ke lokasi lain, kemudian berhenti pada konsumen akhir, hanya dimungkinkan terjadi dengan baik bila didukung sarana dan prasarana transportasi yang baik.


(16)

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pematangsiantar, diakses pada 17 februari pukul 15.35 WIB).

Kota Pematang Siantar sebagai kota nomor dua terbesar setelah kota Medan yang sedang mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam bidang infrastruktur perlu melakuan pembenahan dalam sektor pembangunan penataan kota guna mencapai visi menjadi kota perdagangan dan jasa. Salah satunya dengan melakukan pembenahan sarana tranportasi guna kelancaran aktivitas perdagangan.

Pemerintah kota Pematang Siantar membentuk kebijakan untuk melakuakn relokasi terminal yang baru karena pemerintah menganggap terminal Parluasan yang sebelumnya di anggap tidak memenuhi standar sebagai terminal penumpang tipe A. Seiring dengan pertumbuhan trasnportasi dan kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi yang ada, masih kurang memadai untuk mencukupi kebutuhan masyarakat. Perlu dilakukan penambahan armada trasportasi umum sebagai penggerak ekonomi masyarakat. Untuk menampung armada transportasi umum tersebut dibutuhkan terminal yang memenuhi standar tipe A. Bila kita melihat tata letak terminal Parluasan yang yang ada sekarang ini, sudah tidak layak untuk di gunakan karena terminal tidak mampu menampung banyaknya armada transportasi umum yang singgah untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Dan masalah selanjutnya terminal Parluasan terletak pada inti kota menjadi salah satu penyebab kesemrautan transportasi diinti kota karena terjadi penumpukan bus-bus yang mengakhiri perjalanan. Ditambah lagi dengan masuknya bus-bus antar provinsi yang mempersempit ruas jalan dan ditambah lagi banyaknya kendaraan pribadi yang sudah


(17)

memenuhi jalan protokol. Dengan kesemrautan transportasi yang terjadi di kota Pematang siantar ini menjadikan masyarakat merasa tidak nyaman dan mengganggu keindahan kota dengan kemacetan yang terjadi pada inti kota.

Pertumbuhan armada transportasi yang tidak sebanding dengan pertumbuhan ruas jalan dan di tambah lagi dengan terminal yang sudah tidak memenuhi standar oprasional menjadi masalah utama yang harus dibenahi pemerintah kota Pematang Siantar. Dari masalah ini pemerintah membuat sutau kebijakan untuk merelokasi terminal yang ada di tengah kota menjadi di pinggir kota, agar inti kota menjadi lebih lapang dan tidak terjadi penumpukkan kendaraan umum. Dan bila dilihat dari Tingkat pertumbuhan wilayah pinggiran kota cenderung mempunyai tingkat yang lebih rendah apabila dibandingkan di pusat kota. Keberadaan prasarana transportasi berupa terminal mempunyai efek menyebar yakni untuk merangsang pemerataan pembangunan dari pusat kota ke pinggiran kota.

Aliran rangsangan pertumbuhan wilayah terutama sektor ekonomi dapat terjadi dengan didukung oleh adanya aksesibilitas yang baik untuk menghubungkan pusat Kota dengan daerah pinggiran Kota Pematang Siantar. Salah satu pendukung aksesibilitas yang menunjang pengembangan wilayah pinggiran adalah adanya jaringan transportasi yang baik. Hal inilah yang menjadi alasan penguat kebijakan pemerintah kota pematang siantar untuk merelokasi terminal ke pinggiran kota.

Dengan pembangunan dan penataan kota yang dilakukan pemerintah untuk merelokasi terminal Sukadame/Parluasan menimbulkan dampak pada masyarakat, khususnya pada sopir angkutan kota yang menilai kebijakan pemerintah tersebut


(18)

merupakan kebijakan sepihak karena tidak melakukan sosiolisasi dan pembangunan yang dinilai tidak partisivatif terhadap masyarakat sebagai pengguna terminal. Meski pembangun terminal Tanjung Pinggir sudah selesai pada 1998, saat Walikota Siantar dijabat Abu Hanifa, namun sampai kini Terminal Tanjung Pinggir belum juga maksimal di manfaatkan supir angkutan umum sebagai tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

Keberadaan terminal yang menggantikan Terminal Parluasan itu salah satu tujuannya untuk mengatasi kemacetan lalulintas. Pengoperasian terminal itu sudah beberapa kali diuji coba, namun gagal. Sejumlah angkutan kota dan bus antar kota dan propinsi lebih memilih terminal sendiri, dan mereka jarang masuk keterminal. Dalam upaya relokasi Terminal Sukadame ke terminal tanjung pinggir terdapat juga berbagai hambatan seperti penolakan para sopir angkutan yang mulanya menempati terminal suka dame sebagai tempat mencari nafkah.

Terdapat juga perselisihan antara masyarakat pengguna terminal dengan pemerintah daerah sebagai contoh kasus yang saya kutip dari media elektronik mengatakan. Dalam aturan daerah Dari Perda No 7 tahun 2003 disebutkan pemerintah kota harus menyediakan kawasan perdagangan dan jasa seluas 55,43 hektar di lokasi yang strategis dan terjangkau. Akan tetapi fakta yang ada tidak lebih dari 2ha lahan yang diperuntukkan sebagai terminal Sukadame. Hal inilah yang mnjadi alasan pemerintah kota merelokasi terminal Sukadame ke terminal tanjung pinggir. Selain alasan tata letak ruang yang tidak memadai terdapat juga masalah


(19)

yang dilakukan supir angkutan kota dengan tidak mengindahkan peraturan yang diberlakukan pemerintah kota.

Dinas Perhubungan melakukan penertiban setiap hari Senin sampai Jumat, saat siang, semua angkutan luar kota berada di Terminal Tanjung Pinggir. Akan tetapi Begitu pagi atau sore setiap harinya dan sepanjang hari pada Sabtu dan Minggu, terminal yang memang terpinggir itu sepi dan angkutan kembali ke terminal Sukadame. Tidak maksimalnya reoperasional terminal Tanjung Pinggir itu memang tak lepas dari perlakuan diskriminatif terhadap merek angkutan. Sampai sekarang masih beroperasi secara terbuka beberapa merek bus dan angkutan di inti kota. Hal itu memicu kecemburuan dan meletupkan hawa perlawanan dari bus merek lain. Bagaimana mungkin gula diletakkan di Sukadame sedangkan semut disuruh pindah ke Tanjung Pinggir. jika mau reoperasional Tanjung Pinggir sukses maka harus ada ‘gula’ di sana. Namun hingga saat ini program itu masih tidak efektif (http://bant orsmedia.blogspot.com/2007/05/ada apa dengan walikota-biru.html, di akses pada tanggal 20 februari pukul 10.15 WIB)

Untuk memenuhi tugas tersebut maka Terminal Sarantama harus efektif agar dapat memenuhi tuntutan pelayanan yang sebaik-baiknya, dimana pelayanan ini menyangkut pandangan pihak-pihak yang terkait yaitu pihak pengelola terminal dalam hal ini pemerintah (regulator) dan pihak pengguna jasa layanan (operator dan User). Melihat pembangunan Terminal Tanjung Pinggir merupakan proyek yang masih kurang efektif di operasikan yang diakibatkan adanya kesalahan dalam studi kelayakan dan pembangunan yang tidak parisipatif, juga kurangnya sosialisasi


(20)

pemerintah kepada para pengguna sarana terminal dan keadaan terminal secara cost benefit dan cost social masih pasif sampai sekarang, maka peneliti tertarik untuk melihat Relokasi terminal Sukadame.

1.2Perumusan Masalah

Hal yang sangat penting untuk memulai suatu penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka peneliti harus merumuskan masalahnya dengan jelas sehingga akan jelas bagi peneliti dari mana harus mulai, ke mana harus pergi dan dengan apa (Arikunto, 2006:24). Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini maka perumusan masalah yang dapat ditarik adalah: Mengapa terjadi resistensi supir angkutan kota terhadap relokasi terminal sukadame Pematang Siantar ?

1.3Tujuan Penelitian

Secara umum kegiatan penelitian dilakukan dengan satu tujuan pokok yaitu Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya penolakan supir angkutan kota terhadap relokasi terminal suka dame Pematang Siantar.

1.4 Manfaat Penelitian


(21)

1.4.1 Manfaat Teorits

1. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa sosiologi. sealain itu diharapkan juga dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan bidang kajian sosiologi perkotaan dan kepada pihak-pihak yang membutuhkannya. 2. Hasil penelitian dapat menambah rujukan bagi mahasiswa sosiologi

mengenai penelitian yang terkait dengan penelitian ini.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian diharapkan dapat membuka dan menambah wawasan bagi yang melakukan riset dan pemerintah kota yaitu dinas tata kota sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.

2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat pengguna saranan transportasi.

1.5 Definisi Konsep

Dalam sebuah penelitian, definisi konsep sangat diperlukan untuk memfokuskan penelitian sehingga memudahkan penelitian. Konsep adalah definisi abstraksi mengenai gejala suatu realita ataupun suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Maleong,2006:67). Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan konterks penelitian ini adalah :


(22)

1. Relokasi

Relokasi adalah perpindahan atau pemindahan lokasi, baik suatu industri ataupun tempat berdagang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan alasan-alasan tertentu. Definisi lain dari relokasi yaitu sebuah perubahan di fisik lokasi dari sebuah bisnis. Sebuah bisnis mungkin merelokasi karena meningkatnya biaya pada saat pengadaan fasilitas, karena keringanan pajak di lokasi yang berbeda, perubahan melalui pasar sasaran atau untuk alasan lain. Jadi relokasi yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah tindakan pengalihan tempat perusahaan beroperasi dari satu lokasi fisik yang lain. Yaitu dipindahkannya terminal Sukadame ke terminal Tanjung Pinggir.

2. Terminal

Terminal adalah tempat sekumpulan bis mengakhiri dan mengawali lintasan operasionalnya. Dengan mengacu pada pengertian tersebut, maka pada bangunan terminal penumpang dapat mengakhiri perjalanannya, atau memulai perjalananya atau juga dapat menyambung perjalanannya dengan mengganti (transfer) lintasan bis lainnya.

3. Supir angkutan kota

Supir angkutan kota adalah seseorang yang menjalankan kendaraan untuk mengangkut penumpang dari tempat asal menuju tempat tujuan tertentu. Di hal ini supir melakuakn suatu tindakan untuk menghasilkan uang dari penumpang yang telah di antar pada tujuan tertentu.


(23)

4. Resistensi

Resistensi merupakan suatu perlawanan yaitu semua ketakuatan di dalam diri individu atau kelompok untuk melawan prosedur-prosedur atau proses-proses yang menghalangi kepentingan asosiasi. Dalam pembahasan ini perlawanan timbul pada kelompok supir anggkutan umum yang menolak pindahnya terminal suka dame ke terminal tanjung pinggir.

5. Tata Ruang Kota

Tata ruang kota merupakan suatu usaha pemegang kebijakan untuk menentukan visi ataupun arah dari kota yang menjadi tanggung jawab pemegang kekuasaan di wilayah tersebut khususnya pemerintah kota Pematang Siantar.

6. Kebijakan Pengembangan kota

Kebijakan pengembangan kota merupahan suatu upaya untuk membangun infrastruktur kota guna menciptakan kota yang diharapkan sesuai dengan visi misi kota yang telah direncanakan.

7. Konflik Kepentingan

Konflik kepentingan merupakan Penolakan yang terjadi dan senantiasa menciptakan konnflik diantara dua posisi yang mempunyai kepentingan. Pemerintah sebagai pemegang posisi superordinat dan pemegang otoritas tertinggi dalam masyarakat memberikan kebijakan yang menurut mereka itu


(24)

baik untuk kepentingan bersama. Akan tetapi konfliklah yang terjadi akibat dari tidak terciptanya koordinasi antara superordinat dan subordinat yang membentuk suatu konsensus bersama.

8. Terminal Tipe A : terminal berfungsi melayani angkutan umum untuk antar kota antar propinsi (AKAP), atau angkutan lintas negara, angkutan antar kota dalam propinsi (AKDP), angkutan kota (ANGKOT), angkutan pedesaan (ANGDES), dengan frekwensi 50 – 100 kenderaan/jam.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transportasi dan Pengembangan Wilayah

Pembangunan transportasi yang baik dapat mempermudah pergerakan bahan baku mencapai lokasi pemrosesan atau mempermudah konsumen dalam menjangkau kebutuhan akan barang-barang. Dengan adanya transportasi, maka peningkatan aktivitas produksi pada suatu wilayah akan terdorong (siagian, 1991). Penataan transportasi yang baik dapat membentu karakteristik wilayah sesuai dengan pergerakan penduduk dan barang. Demikian pula sebaliknya, terjadinya peningkatan aktivitas sosial-ekonomi masyarakat dapat pula mempengaruhi permintaan akan tranportasi.

Pembangunan transportasi selanjudnya akan membentuk integrasi ruang bagi suatu wilayah, meliputi integrasi ke dalam dan integrasi keluar. Integrasi ruang inilah yang mengakibatkan transportasi mampu menjadi pendorong pembangunan wilayah. Oleh karena itu, jika suatu wilayah terdapat masyarakat yang miskin kendatipun wilayah tersebut memiliki sumberdaya alam yang cukup, hal ini di sebabkan oleh kurangnya perkembangannya kondisi transportasi yang ada pada wilayah tersebut. (Purnama, 2000).

Tamin (2000), menghatakan pada dasarnya, sistemprasarana transportasi mempunyai dua peran utama. Pertama, sebagai alat bantu mengarahkan pembangunan di daerah perkotaan. Kedua, sebagai perasarana bagi pergerakan


(26)

manusia dan /atau barang yang timbul akibat adanya kegiatan di daerah perkotaan tersebut.

Secara umum dikatakan bahwa peranan perencanaan transportasi sebenarnya adalah untuk dapat memastikan bahwa kebutuhan akan pergerakan dalam bentuk pergerakan manuasia, barang atau kendaraan dapat ditunjang oleh sistem prasarana transportasi yang ada dan harus beroperasi di bawah kapasitasnya.

Kebutuhan akan pergerakan itu sendiri mempunyai ciri yang berbeda-beda, seperti perbedaan tujuan perjalanan, moda transportasi yang digunakan, dan waktu terjadinya pergerakan. Sistem prasarana transportasinya sendiri terbentuk dari: pertama, sistem prasarana (penunjang), misalnya sistem jaringan jalan raya atau jalan rel termasuk terminal. Kedua, sistem manajemen trasnportasi, misalnya undang-undang, peraturan, dan kebijakan. Ketiga, beberapa jenis moda transportasi denagan berbagai macam opratornya.

Menurut Kamaluddin (1987), setiap bentuk transportasi terdapat empat unsur, yaitu: jalan; alat angkutan; tenaga penggerak dan terminal. Pada dasarnya pemindahan barang dan penumpang dengan transportasi adalah dengan maksud untuk dapat mencapai tempat tujuan dan menciptakan atau menaikkan kegunaan(utilitas) dari barang yang diangkut. Utilitas yang dapat diciptakan oleh transportasi khususnya untuk barang yang diangkut ada dua macam, yaitu: utilitas tempat dan utilitas waktu.

Sinulingga (1999), berpendapat bahwa suatu transportasi dikatakan baik apabila : pertama, waktu perjalanan cukup cepat. Kedua, frakuensi pelayanan cukup. Ketiga, aman (bebas dari kemungkinan kecelakaan) dan kondisi pelayanan yang nyaman. Untuk mencapai kondisi yang ideal seperti ini, sangat ditentukan oleh


(27)

berbagai faktor yang menjadi komponen transportasi, yaitu kondisi prasarana (jalan) dan kondisi sarana (kendaraan).

2.2 Persfektif Resistensi Terhadap Perubahan Sosial Dan Kebijakan Pemerintah Pandangan mainstream memisahkan secara tegas antara subyek dan obyek, organisasi-individu dan organisasi-lingkungan eksternal. Ada beberapa implikasi dari pandangan ini. Pertama, adanya subyek(pemko) sebagai agen yang berperan aktif dan obyek(sopir) yang menjadi agen pasif yang dikenai tindakan. Kedua, pandangan ini menjelaskan tindakan, hubungan dan hasil perubahan dengan mengacu pada karakter entitas subyek atau obyek. Ketiga, subyek diasumsikan yang menciptakan realitas sosial. Subyek adalah pihak yang mengetahui dan mempengaruhi “yang lain” sebagai obyek yang dapat diketahui dan dibentuk (Hosking, D.M., 2004, diakses dari situs htt p://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/197108171998021 S ARDIN/resistensi_perubahan_sosial_dari_berbagai_aspek_13_. ).

Perubahan merupakan proses perpindahan dari keadaan stabil yang satu menuju keadaan stabil yang lain (unfreeze-move-refreeze). Pemimpin atau agen perubahan berusaha melakukan perubahan berdasarkan analisis rasional-empiris tentang apa yang akan dicapai, memproduksi pengetahuan tentang bagaimana harus menjalakan perubahan, sebagai dasar dalam mempengaruhi, membentuk ulang, obyek perubahan (Hosking & Morley, 1991 dalam Hosking,2004).

Pandangan adanya realitas tunggal dan homogen mengakibatkan pengetahuan diukur dari dimensi tunggal dan itu berarti bersifat benar/salah. Pemimpin perubahan, sebagai pihak yang menciptakan realitas, mempunyai kekuasaan terhadap obyek,


(28)

anggota organisasi. Pandangan perubahan organisasi sebagai realitas tunggal membuat setiap resistensi terhadap perubahan itu merupakan tindakan yang tidak masuk akal. Pemimpin perubahan harus mempengaruhi, mendidik dan melakukan negosiasi terhadap anggota organisasi lain agar meyakini perubahan yang diyakini pemimpin perubahan (Hosking, 2004).

Pemimpin perubahan harus melakukan upaya agar anggota organisasi menyadari akan realitas tunggal perubahan organisasi serta mau dan mampu menjalankan perubahan. Pendekatan sosial konstruksionis berpandangan tidak ada realita yang homogen bagi setiap orang. Pengertian resistensi terhadap perubahan tidak mengacu pada sebuah obyek atau sebuah karakteritik dari realitas obyektif, tetapi sebuah fungsi dari konstruksi realitas dimana orang hidup. Pendekatan konstruksionis menyatakan bahwa realitas itu diinterpretasikan, dikonstruksikan melalui interaksi sosial.

Resistensi terhadap perubahan kemudian bukan ditemukan dalam individu, tetapi dalam realitas yang dikonstruksikan oleh individu. Partisipan yang mempunyai perbedaan realitas yang dikonstruksikan akan mempunyai sense yang berbeda terhadap diri mereka dan dunianya. Hasilnya, mereka akan menempuh tindakan yang berbeda, dan menunjukkan bentuk resistensi yang berbeda, tergantung pada realitas dimana mereka hidup. Resistensi kemudian dipahami sebagai sebuah respon terhadap suatu inisiatif perubahan, suatu respon hasil percakapan yang membentuk realitas dimana individu hidup (Ford, 1999, Ford dkk, 2001).


(29)

Dalam konteks ini, resistensi adalah sebuah realitas yang dikonstruksikan, oleh dan melalui percapakan. Hal ini menempatkan resistensi dalam pola percakapan dibandingkan dalam diri individu. Lebih lanjut, resistensi adalah fungsi dari tingkat persetujuan yang hadir untuk melakukan perubahan. Resistensi terhadap perubahan, kemudian, dapat dipandang sebagai sebuah fungsi dari latar belakang atau konteks percakapan. Dalam suatu konteks dan percakapan, maka segala sesuatunya adalah tepat. Ini berarti sangat sulit menantang sebuah realitas dari cara pandang yang berbeda. Sejumlah tantangan, mengasumsikan resistensi hadir secara terpisah dari percakapan yang membentuknya, dan respon terhadap resistensi itu tetaplah terpisah dari konteksnya (Ford dkk, 2001).

Dalam setiap percakapan yang mengajukan suatu perubahan organisasi terdapat sejumlah perbedaan konteks yang mengkontekstualisasikan, mewarnai dan memberi karakter terhadap perubahan organisasi itu. Mengacu pada Ford ddk. (2001), terdapat tiga tipe generik latar belakang percakapan yang menghasilkan perbedaan tipe resistensi terhadap perubahan. Tiga konteks tersebut adalah:

Konteks Kepuasan

Suatu konteks kepuasan adalah konstruksi yang didasarkan pada keberhasilan masa lalu: organisasi telah berhasil, entah dengan inovasi atau dengan gigih bertahan. Salah satu ungkapan yang muncul adalah “Kita akan sukses di masa depan, dengan cara kita di masa lalu”. Orang mengacu pada kesuksesan di masa lalu guna


(30)

membenarkan kesuksesan itu akan berlanjut atau mereka akan dengan mudah mengulangnya jika kita “membiarkan segala sesuatu apa adanya”.

Dalam realitas ini, sukses masa lalu dipandang sebagai kenyataan yang memadai dan orang menghindar membuat “perubahan yang merusak”. Konteks ini melahirkan sindrom ketakutan akan kegagalan yang merusak kesuksesan. Percakapan dalam konteks ini menggambarkan tema “sesuatu yang berbeda atau yang baru tidak dibutuhkan”. Ada percakapan tentang kenyamanan relatif dan kepuasan akan cara melakukan sesuatu dan kecenderungan meneruskan cara itu untuk memastikan kesuksesan di masa depan. Orang mengekspresikan kepuasan dengan ungkapan seperti “jika itu tidak rusak, jangan diperbaiki”, “Mengapa mengacaukan kesuksesan?”, serta “Jangan goyang perahunya” dan mengatribusikan kesuksesan pada atribut, kapabilitas dan perilaku individu atau kelompok. Akibatnya, setiap upaya menginspirasi atau menghasilkan sebuah perubahan akan dipandang tidak penting dan mengancam keberhasilan masa depan.

Konteks Menyerah

Konteks Menyerah terkonstruksikan karena kegagalan sejarah, daripada kesuksesan. Dalam organisasi dimana “sesuatu” telah berjalan salah, percakapan akan membentuk latar belakang menyerah yang terakumulasi dalam tema “Ini mungkin juga salah”. Tema dalam percakapan tersebut merefleksikan ketiadaan harapan pada orangorang untuk melakukan perubahan atas sesuatu itu. Secara normal, ketika orang terlibat dalam suatu kesalahan, mereka akan menyalahkan faktor diluar diri mereka


(31)

sebagai penyebab kesalahan. Dalam konteks menyerah, percakapan yang menyalahkan diri sendiri begitu dominan, dan individu menyalahkan diri atau organisasinya atas ketidakmampuan mencapai kesuksesan. Dalam kenyataan, orang mungkin akan berkata “Posisi saya tidak memberi saya kekuasaan apapun”, “Saya tidak mempunyai keterampilan, latar belakang atau keberuntungan”, “Kami tidak pernah mendapat dukungan yang kami butuhkan”, “Kelompok kami tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan besar”. Percakapan dalam konteks menyerah ini diwarnai oleh nada apatis, putus asa, tertekan, dan sedih.

Pengajuan sebuah usulan perubahan dalam konteks menyerah ini akan menghasilkan resistensi yang ditandai dengan tindakan setengah hati, dan merefleksikan rendahnya motivasi dan ketidakmauan berpartisipasi. Orang-orang sulit mendengarkan dan enggan merespon usulan perubahan, sebagaimana mereka menghindari area yang mereka merasa tidak mempunyai kekuasaan.

Konteks Sinisme

Konteks Sinisme terkonstruksi, sebagaimana Konteks Menyerah, dari kegagalan masa lalu secara langsung ataupun melalui cerita pengalaman orang lain. Akan tetapi percakapan mengenai penyebab kegagalan membedakan konteksi ini, yaitu penyebab kegagalan adalah realitas eksternal, orang dan kelompok lain. Pernyataan seperti, “Mereka bergurau, tidak ada yang dapat menjalankan”, “Saya tidak tahu mengapa mereka khawatir, itu tidak berjalan dengan benar”, dan “Itu merupakan sesuatu yang sama saja” mengilustrasikan konteks sinisme. Percakapan


(32)

ini menguatkan suatu realitas bahwa tidak ada yang dapat melakukan perubahan. Konteks sinisme merupakan sebuah konteks pesimistis yang ditandai dengan frustasi dan ketidaksetujuan. Tidak ada yang dapat merubah sampai saatnya berubah dengan sendirinya. Dalam konteks ini, tercakup juga tindakan serangan terhadap orang lain, serta menggambarkan orang yang melakukan perubahan sebagai tidak mampu dan malas, tidak jujur, mementingkan kepentingan diri sendiri, dan tidak dapat dipercaya.

Tiga konteks percakapan tersebut menunjukkan resistensi terhadap perubahan sebagai suatu kumpulan percakapan mengenai subtansi, makna dan penyebab kesuksesan dan keberhasilan masa lalu, daripada sebagai sebuah respon terhadap kondisi aktual dan situasi yang melingkupi usulan perubahan itu sendiri. Resistensi terhadap perubahan tidak hanya berkaitan dengan apa yang terjadi saat ini, tetapi juga mencakup apa yang telah terjadi dan pemaknaan akan kemungkinan di masa depan.

2.3 Pertukaran Dan Kekuasaan Dalam Kehidupan Sosial

Peter M Blau memandang bahwa tidak semua perilaku manusia dibimbing oleh pertimbangan pertukaran soial, tetapi dia berpendapat kebanyakan memang demikian. Dia mengetengahkan dua persyaratan yang harus dipenuhi bagi perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial : (1) perilaku tersebut “harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain”, dan (2) perilaku “harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaiaan tujuan-tujuan tersebut” (Blau, 1964:5). Tujuan yang diinginkan itu dapat berupa ganjaran ekstrinsik (seperti uang, barang-barang, atau jasa-jasa) atau interistik (status, dan kehormatan).


(33)

Prilaku manusia, yang dibimbing oleh proinsip-prinsip pertukaran soial, mendasari pembentukan struktur serta lembaga-lembaga sosial.

Blau juga mengakui bahwa tidak semua transaksi soaial bersifat simetris dan berdasarkan pertukaran soaial seimbang. Hal ini dapat terlihat, bahwa hubungan-hubungan antar pribadi dapat bersifat timbal balik atau sepihak. Dalam hal terjadi hubungan yang bersifat simetris dimana semua anggota menerima ganjaran yang sesuai dengan apa yang diberikannya, maka kit adapt menyebut hal demikian sebgai hubungan pertukaran. Didalam hubungannya dengan masalah stratifikasi, kita dapat bebicara tetang pertukaran sejauh hubungan-hubungan itu menguntungkan bagi para anggota yang berkedudukan tinggi dan rendah. Suatu hubungan kekuasaan yang bersifat memaksa merupakan hubungan terdapat pertukaran tidak seimbang yang di pertahankan melalui sangsi-sangsi negatif.

Diferensiasi Kekuasaan

Blau (1964: 117) member batasan kekuasaan sesuai dengan pengertian Weberian, yaitu”kemampuan orang atau kelompokmemaksakan kehendaknya pada pihak lain, walaupun terdapat penolakan melalui perlawanan, baik dalam bentuk pengurangan pemberian ganjaran secara teratur maupun dalam bentuk penghukuman, sejauh kedua hal itu ada, dengan memperlakukan sangsi negatif’. Dengan demikian kekuasaan hanya dapay dilihat sebagi pengendalian melalui sangsi-sangsi negative, dimana kekerasan fisik atau ancamannya merupakan bagian dari kekuasaan.


(34)

Untuk menjelaskan hubungan-hubungan ketergantungan kekuasaan (power dependence), Blau (1964:118)mengutip skema Richard Emerson, sebagai dasar untuk menganalisa ketimpangan kekuasaan yang terdapat didalam dan di antara kelompok-kelompok. Individu yang membutuhkan pelayanan orang lain harus memberikan alternative berikut ini:

1. Mereka dapat member pelayanan yang sangat ia butuhkan sehingga cukup untuk membuat orang tersebut memberikan jasanya sebagai imbalan, walau hanya apabila mereka memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk itu; hal ini akan menjurs pada pertukaran timbal balik.

2. Mereka dapat memperoleh pelayanan yang dibutuhkan itu di mana-mana (dengan asumsi bahwa ada penyedia alternative), yang menjurus pada pertukaran timbal balik, sekalipun dalam bentuk hubungan yang berbeda.

3. Mereka dapat memaksa seseorang menyediakan pelayanan (dengan asumsi orang tersebut mampu melakukannya). Bilamana pemaksaan yang demikan terjadi, maka mereka mampu memperoleh pelayanan tersebut menciptakan dominasi terhadap penyedia (supplier).

4. Mereka dapat belajar menari diri tanpa mengharap pelayanan atau menentukan beberapa pengganti pelayanan serupa itu.

Ke empat alternatif itu menunjukkan kondisi-kondisi ketergantungan sosial dari mereka yang membutuhkan pelayanan tertentu. Bilamana orang-orang yang menginginkan pelayanan itu tidak mampu memenuhi salah satu dari alternatif


(35)

tersebut (yang oleh karena itu menunjukan kebebasan penyedia) maka mereka tidak mempunyai pilihan kecuali menuruti kehendak dari penyedia “sebab keterlangsungan persediaan pelayanan yang dibutuhkan tersebut hanya dapat diperoleh sesuai dengan kepatuhan mereka” (Blau, 1964: 118). Ketergantungan ini menempatkan penyedia pada posisi kekuasaan. Agar dapat mempertahankan posisinya penyedia ini harus tetap bersikap wajar terhadap keuntungan yang diperoleh atas pertukaran pelayanan itu dan harus merintangi penyedia lain dalam kegiatan pelayanan yang sama (M.Poloma:85).

Gambaran Blau tentang orang mungkin lebih dekat dengan Parson atau Merton daripada dengan Homans. Walaupun Blau melihat motif-motif ekonomis dalam pengertian keuntungan atau laba secara tradisional. Homans secara tak langsung menyatakan bahwa semua tindakan rasional perdefinisi adalah “ekonomis” dan model ekonomi sesuai bagi semua perilaku. Sebagai mana dengan Parson dan Merton, Blau percaya bahwa setiap orang mencapai tujuan secara rasional tetapi tujuan-tujuan itu dirintangi oleh berbagi kendala dalam struktur sosial. Sebagaimana yang kita lihat, kekuasaan adalah suatu fenomena yang harus mendapat pertimbangan khusus dan tidak dapat diredusir ke dalam model pertukaran yang murni. Orang bebas memilih tujuan-tujuan mereka, tetapi hanya diantara alternative-alternatif yang telah ditentukan secara structural (M.Poloma : 99).


(36)

Adapun Kajian yang dapat mendukung penelitian ini adalah penelitian yang

dilakuakn oleh Trica Vidi Prasetyo(2010) dalam jurnal Tata Kota dan Daerah Volume

2, Nomor 1, Juli 2010 yang berjudul SKENARIO PENGEMBANGAN TERMINAL

DAN PASAR GONDANGLEGI. Dalam jurnalnya mengatakan Kecamatan Gondanglegi memiliki prasarana transportasi berupa terminal penumpang tipe C serta fasilitas perdagangan dan jasa berupa pasar tradisional. Keberadaan terminal dan pasar yang berdekatan seharusnya dapat saling menguntungkan, tetapi dalam perkembangannya peningkatan fungsi dan aktivitas dari masing-masing fasilitas tersebut tidak disertai dengan daya tampung yang memadai. Kondisi demikian mengakibatkan adanya rencana pemindahan terminal, dan lokasi yang akan dijadikan pilihan adalah satu diantara tiga lokasi yang terdapat di Kecamatan Gondanglegi.

Keberadaan terminal penumpang di Kecamatan Gondanglegi merupakan jenis pelayanan terminal tipe C, dimana sebagian besar angkutan penumpang yang beredar, beroperasi melayani pengangkutan antar desa dalam lingkup kecamatan maupun luar kecamatan. Terminal penumpang di Kecamatan Gondanglegi secara tidak langsung membantu bergeraknya roda perekonomian di wilayah Malang Selatan dengan pusat wilayah pengembangannya di Kecamatan Gondanglegi dengan subpusatnya adalah Kecamatan Gedangan, Kecamatan Pagelaran, dan Kecamatan Bantur1. Peran dari keberadaan terminal bagi keberlangsungan perekonomian wilayah pengembangan Kecamatan Gondanglegi adalah adanya penyaluran distribusi hasil pertanian maupun industri dari desa-desa yang tersebar di seluruh kecamatan tersebut.

Secara lokasi, terminal penumpang di Kecamatan Gondanglegi bersebelahan dengan Pasar Gondanglegi yang memiliki lingkup pelayanannya mencapai hampir


(37)

seluruh satu wilayah kecamatan dan sebagian kecamatan lainnya. Dengan lokasi yang bersebelahan dengan pasar maka hal ini menguntungkan berbagai pihak, pertama dari segi perdagangan pasar, yaitu menguntungkan para pedagang/penjual dan para pembeli/konsumen, karena proses berdagang/jual-beli lebih cepat karena dimudahkan dengan adanya angkutan yang telah tersedia setelah mereka melakukan proses transaksi berdagan, sedangkan keuntungan lokasi terminal bersebelahan dengan pasar yaitu dari segi perangkutan, mereka dengan mudah memperoleh banyak keuntungan finansial karena banyak penumpang yang manggunakan jasa angkutan mereka.

Keadaan ini telah berlangsung cukup lama, dan seiring perkembangan waktu dimana bertambahnya jumlah penduduk dan bertambah pula tingkat kebutuhan maka semakin banyak orang yang melakukan pergerakan dengan menggunakan jasa angkutan, hal ini yang mengakibatkan keterbatasan kapasitas terminal Kecamatan Gondanglegi, sehingga mengakibatkan munculnya dampak yang kurang baik bagi keberadaan pasar maupun terminal. Dengan keadaan yang seperti dijelaskan di atas maka pemerintah Kabupaten Malang dalam Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 1 993 tentang RUTRK/RDTRK IKK Gondanglegi, dalam dokumen rencana akan mela kukan upaya relokasi/pemindahan Terminal Gondanglegi (terminal penumpang tipe C) tersebut ke tempat yang lain.

Penelitian lain yang dilakukan oleh OA Sulaeman, D Widiyanto - Jurnal Bumi Indonesia, 2012 - lib.geo.ugm.ac.id yang berjudul KAJIAN PEMANFAATAN TERMINAL INDIHIANG TERKAIT DENGAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA TASIKMALAYA. Dalam jurnalnya menjelaskan strategi dan kebijakan pengembangan wilayah di Kota Tasikmalaya dengan upaya menempatakan


(38)

prasarana transportasi terminal ini pada kenyataannya sulit untuk diterapkan dengan baik di lapangan. Perkembangan wilayah di sekitar Terminal Indihiang cenderung tidak terlalu pesat.Hal ini dapat diamati dari perkembangan fisik wilayah sekitar Terminal Indihiang cenderung lambat.Fungsi yang dijalankan oleh keberadaan Terminal Indihiang sebagai pelayanan publik serta sumber pendapatan daerah belum tercapai secara maksimal. Hal ini dapat diindikasikan dari kebanyakan angkutan umum tidak masuk ke dalam terminal untuk menurunkan maupun menaikan penumpang, tetapi dilakukan di pinggir-pinggir jalan utama atau persimpangan jalan masuk ke terminal.

Fenomena ini berdampak pada minimnya sumber pendapatan dari kendaraan umum yang masuk terminal (retribusi). Belum optimalnya dari fungsi pemanfaatan Terminal Indihiang sebagai fasilitas pelayanan publik yaitu tempat untuk menurunkan maupun menaikkan penumpang membuat perkembangan aktifitas dan kegiatan yang ada di sekitar terminal kurang berjalan dengan baik, bangunan ruko serta gerai dagangan yang menjual berbagai produk khas Tasikmalaya dan lainnya sepi pembeli bahkan ada beberapa juga yang sudah tutup. Hal tersebut apabila terus dibiarkan begitu saja, selain menjadi permasalahan di dalam kondisi terminal itu sendiri juga akan berdampak pada pengembangan wilayah Kota Tasikmalaya.

Bila melirik dari masalah penolakan supir terhadap relokasi terminal dengan menggunakan sudut pandang teori pertukaran, terlihat relevan dengan keadaan yang ada. Hal ini dapat terlihat dari setiap elemen yang menjalankan fungsi sosialnya seperti pemerintah kota khususnya dinas perhubungan kota pematang siantar sebagai pemangku kekuasaan menberikan suatu kebijakan untuk merelokasi terminal suka


(39)

dame. Pemerintah mengaanggap relokasi terminal di kota itu penting, guna membenahi infrastruktur kota untuk mencapai visi Kota Pematang siantar yaitu “Sebagai Kota Perdagangan dan Jasa Yang Maju, Indah, Nyaman dan Beradap”. Artinya Kota Pematang Siantar diharapkan dimasa mendatang semakin memiliki peranan penting dalam perdagangan dan jasa.Untuk itu di perukan penataan dan rekontruksi pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Namun kebijakan pemerinmtah tersebut tidak mendapat respon yang baik dari supir angkutan kota sebagai efek dari pertukaran yang tidak seimbang antara pemerintah dan supir angkutan, yang merupakan elemen penting dari berjalannya transportasi kota. Para supir angkutan kota menilai kebijakan pemerintah tersebut timpang kepada mereka sehingga mempengaruhi aspek ekonomi para supir angkutan umum. Hal ini dikeluhkan para supir angkutan yang sulit untuk mencari penumpang dan letak terminal sarantama yang dianggap jauh oleh para supir sehingga hiungga kini terminal sarantama tidak optimal beroprasi.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan penelitian yang menghasilkann data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dan apa yang diamati dan juga untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Dengan menggunakan penelitian dengan pendekatan kualitatif peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam melihat mengenai berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya penolakan supir angkutan kota terhadap relokasi terminal suka dame Pematang Siantar.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, dan sebagainya yang merupakan objek penelitian. Pelaksanaannya tidak terbatas kepada pengumpulan data saja melainkan juga meliputi analisa dan interprestasi dari data itu. Dengan demikian penelitian ini berusaha menurutkan, menganalisa, mengklasifikasi, memperbandingkan, dan sebagainya. Sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan yang bersifat deduktif. Penelitian deskriftif sering disejajarkan dengan penelitian pengembangan dan merupakan persiapan bagi penelitian selanjutnya. (Ginting,2005:14 ).


(41)

Pendekatan kualitatif dengan menggunakan penelitian deskriptif akan menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, situasi dan realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi pusat perhatian.

3.2 Lokasi Penelitian

Peneltian di lakukan di kota pematang siantar tepatnya di Terminal Sukadame kecamatan Siantar Martoba, Sumatra Utara. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah:

1. Terjadinya resistensi/penolakan supir angkutan kota terhadap relokasi Terminal Sukadame.

2. Terminal Sukadame yang di anggap sudah tidak layak sebagai terminal penumpang tipe A.

3.3 Unit Analisis Dan Informan

Unit analisis data yang dimaksudkan dalam penelitian adalah satuan tertentu yang di perhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 2006:143). Adapun yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah mereka pengguna terminal yang rutin melakuan kegiatan hidupnya di dalam lingkup terminal yaitu pemerintah kota khususnya dinas perhubungan, supir angkutan umum, dan penumpang.


(42)

3.4 Karakteristik Informan

Adapun yang menjadi Informan adalah orang-orang yang masuk dalam karakteristik unit analisis dan dipilih menjadi sumber data yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti (Arikunto,2006:145). Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah pemerintah kota dalam hal ini yaitu pejabat dinas perhubungan dan supir angkutan kota yang melakukan aktifitas menaikkan dan menurunkan penumpang di terminal sukadame kota pematang siantar dan memiliki pengalaman menjadi supir minimal 5 tahun dan menjadi supir tetap, agar didapatkan keakuratan data yang benar mengenai pemahaman masalah yang terjadi.

3.5 Teknik Pengumpilan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan atau mengumpulkan informasi yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan penelitian yang menyangkut secara objektif. Dalam hal ini, terkait pengumpulan data yang dilakukan penelitian ini dibagi menjadi dua cara yaitu :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil dari sumber data atau sumber pertama dilapangan. Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan studi lapangan yaitu:

a. Metode observasi yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini peneliti hanya berperan sebagai pengamat. Observasi


(43)

dilakukan untuk mengamati objek dilapangan, meliputi pengguna terminal sukadame.

b. Metode wawancara, metode wawancara yang biasa disebut juga metode interfiew. Salah satu metode wawancara yang di pakai dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap dengan topik yang di terliti. Wawancaradilakukan dengan cara berulang-ulang untuk mendapatkan informasi yang akurat.

2. Data Skunder

Data skunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber skunder yaitu mengumpulkan data dan mengambil informasi dari beberapa literature diantaranya afdalah buku-buku referensi dukumen , majalah, jurnal, ataupun internet yang di anggap relevan dengan masalah yang diteliti. Oleh karena itu, sumber data skunder diharapkan dapat membantu, mengunmgkapkan data yang diharapkan, membantu member keterangan sebagai pelengkap dan bahan pembanding (Bungin,2001:129).


(44)

3.6 Interpretasi Data

Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia, yaitu pengamatan dan wawancara mendalam yang sudah dalam catatan lapangan. Data tersebut setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka langkah berikutnya ialah mangadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abtraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses sehingga tetap berada didalam fokus penelitian. Setelah data terkumpul dilakukan analisa data. Interpretasi data merupakan tahap penyederhanaan data, setelah data dan informasi yang dibutuhkan telah terkumpul. Data-data yang telah diperoleh dalam penelitian ini akan didinterpretasikan berdasarkan dukungan teori dalam kajian pustaka, sampai pada akhirnya sebagai laporan penelitian serta data tersebut akan diatur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu. Disini peneliti akan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, dan sebagainya, selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah secara seksama agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik. Dengan kata lain, data yang terkumpul akan disusun ke dalam pola tertentu. Kemudian data yang relevan dengan fokus permasalahan tersebut diorganisasikan dan diatur serta dikelompokan ke dalam kategori tertentu. Dan data tersebut diinterpretasikan berdasarkan dukungan kajian pustaka sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.


(45)

3.7 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan

Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Pra Observasi √

2. ACC judul √

3. Penyusunan Proposal Penelitian

√ √

4. Seminar Proposal penelitian

5. Revisi Proposal Penelitian √

6. Penelitian Kelapangan √

7. Pengumpulan dan Analisis Data

8. Bimbingan √ √ √

9. Penulisan Laporan Akhir √ √


(46)

3.8 Keterbatasan penelitian

Selama dalam penelitian penulis mempunyai banyak kendala-kendala dan keterbatsan penulis dalam mendapatkkan data yaitu:

1. Sangat sulit mencari waktu yang tepat untuk menemui informan kunci dikarenakan padasaat penelitian para sopir sudah banyak yang pergi narik.

2. Dalam mendapatkan data sekunder dari pengurus terminal sangat sulit dimana dalam pengambilan data sekunder itu mempunyai waktu yang lumayan lama sehingga penulis tidak dapat melanjutkanpenulisan karena data sekunder dari kantor dinas perhubungan belum lengkap, tapi akhirnya data tersebut saya dapatkan dengan waktu yang begitu lama.

3. Dikarenakan masalah yang kaji peneliti sangat sensitif dalam wawancara sebagian informan kurang terbuka, sehingga peneliti harus berusaha agar informan mau terbukan dan bisa bicara dengan leluasa bagaimana peran supir angkutan kota melakukan penolakan terhadap relokasi terminal suka dame pematang siantar.


(47)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah dan Gambaran Umum Kota Pematang Siantar

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Pematangsiantar merupakan daerah kerajaan. Pematangsiantar berkedudukan di Pulau holing dan Raja terakhir dari dinasti ini adalah keturunan marga Damanik yaitu Tuan sang Nawaluh Damanik yang memegang kekuasaan sebagai Raja tahun 1906.

Disekitar pulau holoing kemudian berkembang menjadi perkampungan tempat tinggal penduduk diantaranya kampung suhi haluan, siantar bayu, suhi kahaean, pantoan, suhi bah bosar, dan tomuan. Daerah-daerah tersebut kemudian menjadi daerah hukum kota pematangsiantar, yaitu:

1. Pulau Holing menjadi Kampung Pematang 2. Siantar Bayu menjadi Kampung Pusat Kota

3. Suhi Kahean menjadi Kampung Sipinggol-pinggol, kampung melayu, Martoba,Sukadame, dan Bane

4. Suhi Bah Bosar menjadi Kampung Kristen, Karo, Tomuan, Pantoan, Toba dan Martimbang.

Setelah belanda memasuki daerah Sumatera Utara, daerah Simalungun menjadi daerah kekuasaan belanda sehingga pada tahun 1907 berakhirlah kekuasaan Raja-raja. Sejak itu Pematangsiantar berkembang menjadi daerah yang banyak


(48)

dikunjungi pendatang baru, bangsa china mendiami kawasan timbang galung dan kampung melayu.

Pada tahun 1910 didirikan Badan Persiapan Kota Pematangsiantar. Kemudian pada tanggal 1 Juni 1917 berdasarkan Stad Blad No. 285 Pematangsiantar berubah menjadi Gemente yang mempunyai otonomi sendiri. Sejak Januari 1939 berdasarkan Stad Blad No. 717 berubah menjadi Gemente yang mempunyai Dewan.

Pada zaman penjajahan jepang berubah menjadi siantar state dan dewan dihapus. Setelah proklamasi kemerdekaan pematang siantar kembali menjadi daerah otonomi. Berdasarkan undang-undang No.27/ 1948 status Gemente menjadi Kota Kabupaten Simalungun dan Walikota dirangkap oleh bupati simalungun sampai tahun 1957 berdasarkan uu No1/1957. Berdasarkan UU No.1/1957 berubah menjadi Kota Praja penuh dan dengan keluarnya UU No.18/1965 berubah menjadi Kotamadya , dan dengan keluarnya UU No. 5/1974 tentang pokok-pokok pemerintah di daerah berbah menjadi daerah tingkat II pematang siantar sampai sekarang. Kemudian pada tanggal 10 Maret 1986 Kota Daerah Tingkat II Pematang Siantar diperluas dari 4 (empat) kecamatan menjadi 6 (enam) kecamatan , dimana 9 desa dari wilayah kabupaten Simalungun menjadi Wilayah Kota Pematang Siantar. Sehingga luas kota pematang siantar bertambah dari 12,48km2 menjadi 70,230 km2.

Berdasarkan Peraturan pemerintah No.15 tahun 1986 tanggal 10 Maret 1986 kota daerah tingkt II Pematang Siantar iperluas menjadi 6 (enam ) wilayah kecamatan yaitu :

1. Kecamatan Siantar Barat 2. Kecamatan Siantar Utara


(49)

3. Kecamatan Siantar Timur 4. Kecamatan Siantar Selatan 5. Kecamatan Siantar Marihat 6. Kecamatan Siantar Martoba

Kemudian pada tahun 2007, diterbitkan peraturan daerah tentang pemekaran wilayah admisnistrasi Kota Pematangsiantar yaitu:

1. Peraturan Daerah No.3 tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Sitalasari

2. Peraturan Daerah No.6 tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Marimbun

Sehingga secara administrasi wilayah Kota Pematangsiantar terbagi menjai 8 (Delapan) kecamatan yaitu:

1. Kecamatan Siantar Marihat

2. Kecamatan Siantar Marimbun

3. Kecamatan Siantar Selatan

4. Kecamatan Siantar Barat

5. Kecamatan Siantar Utara

6. Kecamatan Siantar Timur

7. Kecamatan Siantar Martoba


(50)

Wila

4.1.2. K K 01’ 09” – 0 wilayah K dengan ke dengan pe memberika wilayah se wilayah ten

ayah Kota P

Kondisi Geo Kota Pemata 020 54’ 40” Kabupaten S etinggian 40 mbagian w an peluang ekitar dalam ngah Sumat Pematangsi ografis Kota angsiantar y

” LU dan 99 Simalungun

00 meter di ilayah terdi untuk menj m mengump tera Utara. iantar Terb a Pematang yang secara 90 6’ 22” –

dan berada i atas perm iri dari 6 ke jadi kota de pulkan kom

bagi Menja

g Siantar geografis t 990 01’ 10” a dijalur ten mukaan laut. ecamatan da engan tingka moditas dan adi Delapan terletak pad ” BT, berad ngah Propin . Memiliki an 43 kelur at pelayanan n menyebar

n Kecamata

da garis anta da di tengah-nsi Sumatera luas 79,97 rahan. Hal t n kota efek rkan barang an ara 030 -tengah a Utara 1 Km2 tersebut ktif bagi g untuk


(51)

4.1.3. Kondisi Transportasi Kota Pematang Siantar 1. Simpul Transportasi Kota Pematang Siantar

Berdasarkan data Dinas Perhubungan Kota Pematang Siantar menyebutkan simpul transportasi di Kota Pematang Siantar sebagai berikut :

1. Terminal angkutan umum antar kota dan internal kota/ Terminal Sarantama berlokasi di Tanjung Pinggir (yang melayani pergerakan regional).

2. Terminal angkutan kota direncanakan di lokasi Pasar Dwikora dan Siantar Marihat.

3. Penyediaan sub Terminal di area Stasiun Kereta Api. 4. Penyediaan halte di Kawasan Pusat Kota.

2. Route Angkutan Umum Kota Pematang Siantar

Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kota Pematang Siantar, pada tahun 2013 terdapat 33 perusahaan angkutan dengan 1522 kenderaan yang melayani 88 trayek di seluruh wilayah Kota Pematang Siantar. Dilihat dari trayek yang melayani angkutan penumpang, di Kota Pematang Siantar terdapat 20 trayek Angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) dan Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) yang dilayani oleh 8 perusahaan angkutan dengan 218 armada kenderaan. Trayek AKAP ini melayani dari kota Medan – kota Pematang Siantar (jalur lintas tengah) - sampai kota yogyakarta. Angkutan kota di wilayah kota Pematang Siantar dan angkutan pedesaan (ANGDES) melayani 68 trayek dengan 25 perusahaan yang mengoperasikan 1304 kenderaan dengan berbagai tipe dan kondisi.


(52)

Table 4.1.3 Jumlah Perusahaan Angkutan di Kota Pematang Siantar

No Jenis Pelayanan Jumlah

Perusahaan Jumlah Trayek Jumlah Kendaraan 1 2 3 4 Angkutan Kota

Akutan Desa ANGDES Angkutan AKDP / AKAP Angkutan Taksi 13 12 8 - 40 28 20 - 1107 197 218

TOTAL 33 88 1522

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Pematang Siantar, 2013

3. Terminal Sarantama dalam Sistem Jaringan Transportasi Kota Pematang Siantar

Terminal Sarantama adalah Terminal tipe A, dalam sistem jaringan transportasi perkotaan Kota Pematang Siantar berada di kawasan pusat kegiatan sekunder di Kecamatan Martoba, Kelurahan Tanjung Pinggir yang posisinya diantara jalan arteri primer (lintas tengah) dan arteri sekunder, yang mana penentuan lokasi tersebut sesuai dengan rencana tata ruang kota yang salah satunya bertujuan untuk mengatasi kepadatan lalu-lintas pada pusat kegiatan primer dan pengembangan pusat kegiatan sekunder.

Sedangkan karakteristik Terminal dibagi 4 bagian yang terpisah, dalam arti masing-masing bagian mempunyai pintu masuk dan keluar sendiri, yaitu bagian I Terminal untuk bus angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP), bagian II Terminal


(53)

untuk bus Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP), bagian III Angkutan Desa (ANGDES) dan Angkutan Kota (ANGKOT) dan bagian IV untuk Terminal Taksi, dimana luas keseluruhan area parkir 8035.15 m2 dengan luas parkir AKAP 1258.00 m2 + luas parkir AKDP 3288.00 m2 + luas parkir ANGDES - ANGKOT 2958.15 m2 + luas parkir Taksi 491.40 m2. Jalan aksess masuk internal Terminal untuk AKAP dan AKDP lebar badan jalan 12 m’ dan ANGDES - ANGKOT - Taksi lebar badan jalan 7 m’. Sebagai jalan aksess dari ke Terminal terdapat ruas jalan AMD disebelah depan (pintu masuk – keluar) dengan lebar 14 m’ dan pengaturan arus lalu lintas sistem dua arah. Sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota Pematang Siantar kawasan sekitar Terminal Sarantama akan dipergunakan sebagai pusat kegiatan sekunder (pusat pendidikan, industri, rekreasi, permukiman dan pertanian yang mana pada saat ini kondisi kawasan tersebut masih belum berkembang dapat dikatakan masih sepi.

4.1.4. Sejarah dan Romantika Terminal Sukadame Siantar

Terminal Sukadame sebelum dibangun tahun 70-an, adalah rawa-rawa yang sering dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah. Namun karena lokasinya dianggap strategis, Pemerintah Kota Siantar meliriknya untuk dijadikan sebagai terminal.

Saat itu di Siantar telah ada dua terminal, yaitu terminal di Jalan Patuan Nagari dan di Jalan Pantoan. Laurimba Saragih yang saat itu menjabat Walikota Siantar menyatukan kedua terminal dengan membangun sebuah terminal yang terbilang megah. Terminal yang dibangun di Kelurahan Sukadame, Kecamatan Siantar Utara itu kemudian dinamai Terminal Sukadame Kota Siantar.


(54)

Dibangunnya terminal di daerah itu mendatangkan rezeki bagi warga setempat (sering disebut sebagai warga par Parluasan). Banyaknya angkutan umum yang melewati terminal itu membuka lowongan pekerjaan bagi warga Parluasan. Banyak warga yang bekerja di sekitar terminal sebagai pedagang, supir, agen bus, atau tukang semir sepatu. Warga dari daerah lainnya pun mulai berdatangan untuk mengadu nasib di tempat itu.

Geliat ekonomi yang cukup pesat kemudian menimbulkan persaingan untuk memperebutkan daerah kekuasaan. Misalnya untuk menjadi penguasa sektor bongkar muat barang, perebutan mandor bus, hingga menjadi ketua tukang semir. Perkelahian demi perkelahian pun kerap terjadi dalam perebutan itu.

Untuk memenangkan persaingan, masing-masing pihak mulai membangun organisasi (genk). Ngadu Purba, Jendam Damanik, Burhanudin Purba, Ramli Silalahi, serta beberapa orang lagi, bergabung dalam Organisasi Karvetri (Karyawan Veteran Republik Indonesia). Mereka kemudian menguasai bongkar muat angkutan di seluruh Siantar.

Kemudian Amir Damanik bersama Terem Sembiring, Rakyat, Nasib, dan beberapa nama lain, menguasai keamanan di sejumlah perusahaan yang saat itu mulai berkembang di Siantar. Selain itu, beberapa nama lainnya seperti Ater Siahaan, Dobur dan lainnya pun mulai bermunculan. Keberadaan mereka pun cukup disegani di dalam maupun di luar Kota Siantar.


(55)

Seiring waktu, di antara sejumlah nama itu ada dua nama yakni Amir Damanik dan Ramli Silalahi yang muncul menjadi penguasa Siantar. Keduanya oleh masyarakat setempat sering disebut dengan julukan Singa Siantar.

Mereka menjadi rival berat dalam perebutan kekuasaan di Siantar. Pertarungan antara keduanya selalu menjadi buah bibir. Saat tersiar kabar bahwa keduanya akan melakukan pertarungan di Terminal Sukadame, ribuan warga Siantar pasti berbondong-bondong datang untuk menyaksikannya.

Setelah Amir Damanik terbunuh oleh beberapa musuhnya dan ditambah dengan munculnya penembak misterius (petrus), nama-nama penguasa Siantar ini mulai jarang kedengaran. Beberapa di antaranya beralih profesi menjadi pengusaha, sedangkan sebagian lagi pergi meninggalkan Siantar. Terminal itu kemudian tak terkendali dan dikuasai preman-preman baru. Para pencopet sampai agen bus liar bermunculan dan menimbulkan keresahan bagi pengunjung terminal.

Tak jarang warga yang hendak bepergian melalui terminal itu harus menangis karena seluruh uangnya hilang diambil copet. Sementara agen bus liar sering memaksa penumpang untuk menaiki bus tertentu dengan tarif yang dibuat sesukanya. Akibatnya, terminal mulai sepi karena penumpang enggan naik atau turun di tempat itu. Oleh warga dari daerah lain, Siantar kemudian disebut sebagai ’kota copet’. Warga Siantar yang berada di perantauan pun kena getahnya karena sering disebut sebagai copet. Keadaan itu berlangsung hingga pertengahan 1990 sebelum kepolisian melakukan operasi preman secara rutin.

Pasca dipindahkannya terminal ke Tanjung Pinggir, Kecamatan Siantar Martoba, Oleh Walikota Siantar RE Siahaan, eks Terminal Sukadame kemudian


(56)

dijadikan sebagai terminal sayur dan buah-buahan yang menampung hasil pertanian dari daerah sekitar. Transaksi perdagangan di tempat itu biasanya dilakukan pada malam hari. Untuk menunjang aktivitas perdagangan malam hari, Pemerintah Kota Siantar membangun lampu jalan untuk menerangi seluruh area terminal. Pada siang hari, eks terminal ini masih disibukkan oleh aktivitas awak bus yang enggan pindah ke Terminal Tanjung Pinggir

“Walau telah berubah fungsi, namun segenap sejarah dan romantika yang terjadi terminal itu akan selalu menjadi kenangan bagi masyarakat Siantar,” ujar Mangatas Simanungkalit, Selasa (10/11). Dia adalah salah satu pelaku sejarah yang pada tahun 70-an menjabat sebagai Ketua Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Dia juga merupakan tokoh Eksponen 66.

Eks Terminal Sukadame, lanjut Simanungkalit, merupakan saksi bisu tentang kerasnya kehidupan di Kota Siantar. Terminal itu telah melahirkan beberapa nama yang sukses sebagai pengusaha. Misalnya Ramli, Ater Siahaan, dan Dobur, yang menjadi kontraktor papan atas di Siantar. Sementara sejumlah nama lainnya menjadi orang yang sangat disegani di tanah rantau (sumber : http://batakpos-online.com/content/view/11767/56/)


(57)

4.2 Profil Informan

1. Nama Lengkap : Drs. Jonny Panjaitan , MSi.

NIP : 1960082619860313003

Tempat dan tanggal lahir : Pematangsiantar, 26 Agustus 1960

Pangkat/ Gol. Ruang : Pembina Tk. I (IV/b)

Jabatan : Sekretaris pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Pematangsiantar

Drs. Jonny Panjaitan, MSi adalah pria yang berusia 53 tahun merupakan Pegawai Negeri Sipil di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Pematangsiantar sejak tahun 1988. Saat ini Beliau menjabat sebagai Sekretaris pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Pematangsiantar sejak April 2012. Sejak menjabat sebagai Sekretaris pada Dinas Perhubungan Beliau melaksanakan tugasnya dengan baik dan penuh tanggung jawab.

Adapun yang menjadi job description dari pekerjaannya sebagai Sekretaris pada Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Pematangsiantar antara lain sebagai berikut : 1. Pelaksanaan pengelolaan administrasi surat menyurat , ketatausahaan, arsip dan perlengkapan. 2. Pengelolaan administrasi kepegawaian, keuangan dan inventaris kantor. 3. Pelaksanaan urusan rumah tangga kantor serta perawatan dan pemeliharaan asset dinas. 4. Perumusan anggaran operasional dan anggaran pembangunan dinas. 5. Pembinaan pegawai dalam rangka


(58)

pengembangan kualitas sumber daya manusia. Track record Beliau selama menjadi Sekretaris yaitu Beliau telah berhasil menciptakan tata keusahaan yang baik di lingkungan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Pematangsiantar.

2. Nama Lengkap : Samsuddin Hutasuhut

NIP : 196701201990071001

Tempat dan tanggal lahir : Pematangsiantar, 20 Januari 1967

Pangkat/ Gol. Ruang : Penata (III/c)

Jabatan :Kepala Seksi Terminal dan Parkir pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Pematangsiantar

Samsuddin Hutasuhut adalah pria yang berusia 46 tahun merupakan Pegawai Negeri Sipil di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Pematangsiantar sejak tahun 1995. Saat ini Beliau menjabat sebagai Kepala Seksi Terminal dan Parkir pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Pematangsiantar sejak Februari 2012. Pekerjaan menjadi penanggung jawab tata kelola terminal di kota Pematangsiantar menjadi suatu tantangan bagi Beliau. Alasannya karena di kota Pematangsiantar dibutuhkan strategi yang efektif untuk menciptakan situasi yang kondusif terhadap tata kelola terminal yang baik.

Adapun yang menjadi job description dari pekerjaanya sebagai Kepala Seksi Terminal dan Parkir adalah : 1. Menyelenggarakan dan pengelolaan terminal di


(59)

Bidang ketertiban dan kinerja. 2. Menyusun rencana penyelenggaraan bidang jasa perparkiran dan sarana penyebrangan. 3. Memberi izin penyelenggaraan dan pembangunan fasilitas parkir untuk umum. 4. Penetapan Lokasi Terminal penumpang Tipe “C” . 5. Pengesahan rancangan bangunan terminal penumpang Tipe “C”. 6. Pembangunan pengoperasian terminal Tipe “A”, Tipe “B”, dan Tipe “C”. 7. Pembangunan terminal angkutan barang. 8. Menyusun rencana kerja pengoperasian terminal angkutan barang dan orang. 9. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Teknik Sarana dan Prasarana.

Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut Beliau mempunyai strategi dengan cara memberikan pengarahan kepada para anggotanya untuk bekerja dengan penuh tanggung jawab dan berkomitmen untuk mau bekerja keras. Track record Beliau selama menjadi Kepala Seksi Terminal dan Parkir diantaranya yaitu Beliau telah berhasil menciptakan akselarasi yang cukup baik terhadap Tata Kelola Terminal Suka Damai kota Pematangsiantar. Resistensi Supir Angkutan Umum terhadap Relokasi terminal menurut Beliau adalah hal yang wajar mengingat Terminal yang baru tersebut terletak di daerah yang cukup jauh dari pusat kota.

3. Nama : Fendi Siregar Umur : 46 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki


(60)

Om regar begitulah sehari-hari ia dipanggil oleh rekan-rekannya sesama kawana supir lainnya, saat ini ia berusia 46 tahun dan beragama islam. Pria berketurunan batak ini sudah 16 tahun menjadi supir Bus Intra sejak awal tahun 1997. Sebelum ia menjadi supir awalnya Om regar adalah seorang kernet pada bus yang di kemudikan ayah angkatnya, 4 tahun ia menjadi kernet dengan rute perjalanan kota medan – kota siantar yang berjarak kurang lebih 130km. Perjalanan di mulai dari Titik keberangkatan Terminal Amplas kota Medan hingga berakhir perjalanan pada kota Pematang Siantar denagan titik Pemberhentian pada saat itu masih pada Terminal Sukadame atau Terminal Parluasan.

Dengan pengalamannya yg sudah lama menjadi supir tak heran bila om regar banyak dikenal kalangan supir bus lainnya, dan dengan pembawaannya yg humoris menjadikan orang-orang mudah akrab dengannya. Dan untuk menjalin silahturahmi om regar juga sering mengajak rekan-rekannya utk berkumpul di warung nasi miliknya, selain utuk ngumpul dan bertukar fikiran juga satu sisi juga menguntungkan baginya. Begitulah tutur om regar yang bertempat tinggal di jalan Amd Terminal baru no.3 Kecamatan Siantar Martoba, Kelurahan Tanjung Pinggir.

Om Regar adalah orang yang termasuk senior diantara kawanan supir karena ia adalah salah satu dari pengerak kemajuan perusahaan angkutan Cv. INTRA yang pada saat itu tahun 1995 di bentuk PO. INTRA yang hanya memiliki tiga unit armada saja dan berkembang sampai saat ini menjadi Cv.INTRA dan memiliki kurang lebih 80 unit armada baik itu bus besar maupun bus ¾.


(61)

4. Nama : Yazid Harahap Umur : 30 tahun

Pekerjaan : Supir angkot CV. Bandar Jaya Lama Bekerja : 8 tahun

Bang ajid adalah sapaan akrab teman sekawan bila sedang mengumpul di Terminal, bang ajid adalah salah satu dari supir angkutan kota (ANGKOT) yang berlabel Bandar Jaya (BJ), sesuai dengan marganya ia berasal dari suku mandailing dan seorang muslim. Ia tinggal di jalan Sunda No. 14 Kampung Bantan Pematang Siantar. Pria 30 tahun ini memiliki usaha bengkel angkot di rumahnnya serta menjadikan salah satu ruangan dirumahnya sebagai tempat ngumpul seusai rekan kawan supir menarik sewa. Ia sudah menikah dan memiliki dua orang anak, dalam keseharian dia orang yang senang bercanda terutama dengan rekan-rekannya sehingga orang-orang yang ada disekitarnnya nyaman dan ia juga mudah akrab dengan orang lain.

Sudah 8 tahun ia menarik sewa dengan angkot kesayangannya itu, sehingga ia memberi nama mesin pencari nafkah itu dengan sebutan Mr. Tic-tic. Ia selalu menjaga kebersihan angkotnya agar penumpang merasa nyaman bila menaiki angkotnya. Setiap harinya ia berangkat menarik sewa dimulai dari jam 8 pagi hingga jam istirahat tengah hari jam 12 siang, dimulai dari ngetem di terminal sarantama menuju pasar horas dan menuju pasar parluasan dan berakhir di kelurahan tanjung pinggir ke tempa semula yaitu terminal sarantama. dalam selang waktu istirahtnya itu ia sering nongkrong (berkumpul) di eks Terminal parluasan sekedar melepas lelah


(62)

dan makan siang di warung Buk Ina. Seusai ia makan siang maka ia akan lanjudkan bergegas kembali menjalankan angkotnya untuk mengais rezeki, dan setelah ia pulang menarik sewa di sore hari ia dan kawan-kawan sesama supir sering berkumpul di bengkel kecil milik kluargannya.

Di dalam perkumpulannya bang ajid termasuk orang bersuara vokal di antara kawannya karna ia selain mengerti banyak tentang mesin. Selain itu d engan sifat nya yang ramah maka bang ajid memiliki teman yang banyak dan tak jarang dari supir line (jalur) lain menjadi teman akrabnya juga.

5. Nama : Rony Purba

Umur : 40 tahun

Perkerjaan : Supir AKDP CV. Sinar Sepadan Lama Berkerja : 16 tahun

Roni Purba adalah seorang pria berusia 40 tahun yang sudah 16 tahun terakhir menjadi supir bus antar kota dalam provinsi (AKDP) pada perusahaan CV. Sinar Sepadan. Pak Purba adalah nama pangformgilannya sehari-hari, pria berbadan gemuk ini memiliki tiga orang anak yang semuanya masih bersekolah. Pak purba juga aktif dan dalam kesehariannya pak purba di kenal sebagai orang yang ramah dan penolong, hal ini terlihat dari kemurahan hatinya mengangkat seorang anak dan mengurusnya hingga remaja yang bernama wawan dan ia bekerja sebagai kernet bus yang dikendarai pak purba, wawan telah menamani pak purba sudah 4 tahun melintasi beberapa kota setiap harinnya.


(63)

6. Nama : Suhartono

Umur : 39 tahun

Perkerjaan : Supir CV. Sinar Siantar Lama Berkerja : 12 tahun

Pak Suhartono merupakan seorang supir angkutan kota yang sudah lebih dari 6 tahun menjalankan profesinya ini. Dia bekerja mulai dari pukul 6 pagi hingga sore hari. Dia merupakan supir resmi dari angkutan kota Sinar Siantar (SS) yang melayani rute perjalanan dimulai dari Terminal Perluasan melewati jalan Kartini hingga jalan Medan dan memutar kembali ke terminal Perluasan. Pak Suhartono berumur 39 tahun, memiliki 3 orang anak. Kehidupan ekonomi keluarganya hanya mengandalkan dari penghasilan dari pekerjaannya sebagai supir angkot. Pak tono begitu sapanya sehari-hari, mendapatkan penghasilannya yaitu berdasarkan hasil setoran yang diberikannya senilai Rp. 40.000 setiap hari kepada tokenya. Penghasilan yang bisa dibawa pulang untuk kebutuhannya sehari-hari adalah penghasilan yang melebihi dari nilai setorannya tersebut. Dalam kesehariannya dia mengakui bahwa pendapatannya tidak tetap, dan sering juga dirinya mengakui kekurangan terhadap penghasilannya, dan pada saat ramai penumpang tidak jarang dirinya mendapatkan penghasilan yang lebih dari biasanya. Kehidupannya ekonominya juga dibantu oleh istrinya yang membuka warung kopi kecil-kecilan. Hal ini dilakukannya untuk menutupi kekurangan terhadap kebutuhan hidup yang semakin meningkat.


(64)

Pak tono memaparkan bahwa profesi supir angkot terkadang memiliki kendala yang harus dihadapi seperti pungutan liar yang dilakukan oleh oknum-oknum yang sering meminta pungutan yang harus dikeluarkan di luar setoran kepada tokenya. Pungutan liar ini diberikannya setiap kali melewati jalan Kartini senilai RP. 2.000. Pak Tono juga mengungkapkan tentang pendapatannya yang semakin berkurang dikarenakan terminal tempat dirinya mencari penumpang sudah terlalu penuh denan angkot-angkot saingan dari cv lain. Dirinya mengakui bahwa Terminal suka dame tempatnya mencari penumpang tersebut notabene tempat yang ramai sedangkan terminal sekarang yaitu Terminal Sarantama tempatnya lebih jauh dan sepi penumpang.

7. Nama : Pak Kocu

Umur : 43 tahun

Pekerjaan : supir angot cv. Putra GOK lama berkerja : 10 tahun

Pak Kocu begitulah sapanya diatara teman sepergaulan supir angutan kota lainnya adalah seorang yang berusia 43 tahun yang sudah menjalankan profesinya sebagai supir angkot selama 10 tahun. Kehidupan sehari-harinya tidak jauh beda dengan supir lainnya yang melayani penumpang dari rute terminal perluasan. Kehidupan sehari-harinya hanya mengandalkan dari penghasilan menjadi supir angkot. Dirinya memiliki 4 orang anak yang harus dia hidupinya. Dirinya mengakui bahwa kebutuhannya jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Hal yang sering dilakukannya untuk menambahkan pendapatannya dengan cara memanfaatkan


(65)

mobil angkotnya untuk melayani sewa selain melayani penumpang dari wilayah kota Siantar, melainkan melayani penumpang yang menyewa angkot untuk keperluan lain seperti untuk mobil carter untuk mengantarkan penumpang ke Danau Toba. Hal ini dikerjakannya setiap hari minggu, dan dia mengakui sudah memiliki pelanggan tetap.

8. Nama : Pak Aliamsyah

Umur : 44 tahun

Pekerjaan : supir AKAP CV. INTRA Lama berkerja : 17 tahun

Pak Ali begitulah ia disapa kerabat-kerabatnya, pak Ali bekerja sebagai supir AKAP (Antar Kota Antar Propinsi) dari CV. INTRA. Pak Ali berdomisil di jalan timbang galung selama 17 tahun dan juga selama itu dia bekerja sebagai supir angkutan. Sebelum Pak Ali bekerja resmi sebagai supir di Terminal Eks Parluasan Pak Ali sering bekerja sebagai kernet pada angkutan kota orangtuanya. Hal tersebut juga terjadi pada anak Pak Ali yang paling tua, yang dulunya sebagai kernet dan sekarang sudah menjadi supir juga.

Pak Ali mempunyai tiga orang anak laki-laki dan salah satu dari anak Pak Ali juga menjadi supir dan yang lainnya masih bersekolah. Istri dari Pak Ali bekerja membuka kios kecil di terminal Eks Parluasan untuk membantu perekonomian keluarga.

Pak Ali yang bekerja sebagai supir AKAP dan mendapatkan gaji perbulan membuat anak-anak Pak Ali juga harus membantu perekonomian keluarga untuk memenuhi kebutuhan harian. Pak Ali juga mempunyai harapan untuk dapat memiliki angkutan


(1)

Sumber lain :

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pematangsiantar, (diakses pada 17 februari pukul 15.35 WIB).

http://bantorsmedia.blogspot.com/2007/05/ada-apa-dengan-walikota-biru.html, (di akses pada tanggal 20 februari pukul 10.15 WIB)

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/197108171998021 SARDIN/resistensi_perubahan_sosial_dari_berbagai_aspek_13_.pdf ( di akses pada tanggal 13 Desember pukul 13.15 WIB)


(2)

  Lampiran

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gbr 1 Gbr 2

Gbr 3 Gbr 4

Gbr 5 Gbr 6

Gambar 1,2,3,4,5,6: Merupakan gambaran keadaan kondisi dari Terminal Sarantama/Tanjung Pinggir yang di bangun utk menggantikan


(3)

Terminal parluasan dengan standar tipe A, namun kini sudah tidak terawat.

Gambar 7

Gambar 8

Gambar 7,8 : Merupakan gambaran Terminal Sukadame/Parluasan yang sudah di relokasi namun supir enggan untuk meninggalkan tempat ini.


(4)

(5)

Gambar 10: bangunan hunian yang kosong dan tidak terawat yg terdapat di kawasan Terminal Tanjung Pinggir mengambarkan masih enggannya masyarakat untuk bertempat tinggal dikawasan ini.


(6)

Gambar 11: Armda AKDP/AKAP yang melakukan pelanggaran dengan menbuat terminal liar di inti kota.