BAB II KERANGKA TEORI - Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Produk Kosmetik Wardah pada Perempuan Muslim di Kota Medan
BAB II KERANGKA TEORI Neuman (2003) dalam Prasetyo dan Jannah (2005:64-65) menjelaskan
bahwa teori memberikan kepada kita suatu kerangka yang membantu dalam melihat permasalahan. Teori menyediakan konsep-konsep yang relevan, asumsi- asumsi dasar yang dapat digunakan, dan mengarahkan pertanyaan penelitian yang diajukan, serta membimbing kita dapat memberikan makna terhadap data.
Adapun teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang labelisasi halal, teori tentang keputusan pembelian dan teori tentang pengaruh labelisasi halal terhadap keputusan pembelian.
2.1 Labelisasi Halal
2.1.1 Pengertian Label Suatu produk di samping di beri merek, kemasan, juga harus diberi label.
Menurut Gitosudarmo (2000:199), label adalah bagian dari sebuah produk yang berupa keterangan/penjelasan mengenai barang tersebut atau penjualnya. Label merupakan suatu bagian dari sebuah produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau tentang penjualannya.
Angipora (1999:154) mengatakan bahwa label pada dasarnya dapat merupakan bagian dari sebuah kemasan (pembungkus) atau dapat merupakan etikat lepas yang ditempelkan pada produk. Dengan demikian, sudah sewajarnya kalau antara kemasan, merek dan label dapat terjalin satu hubungan yang erat sekali.
Gitosudarmo (2000:199) dalam bukunya menjelaskan bahwa ada beberapa hal terkait dengan label, seperti fungsi label dan beberapa macam label. Berikut penjelasannya :
Fungsi Label, yaitu : a.
Label mengidentifikasikan produk atau merek.
Contoh : nama Bintang menggolongkan produk b. Label berfungsi menggolongkan produk.
Contoh : buah persik dalam kaleng diberi label golongan A, B, C. Menjelaskan beberapa hal mengenai produk, yaitu siapa yang membuat, dimana dibuat, kapan dibuat, apa isinya, bagaimana cara menggunakan dengan aman.
c.
Sebagai alat promosi.
Label dapat dibedakan tiga macam yaitu : a.
Brand Label (Label Merek) Brand label adalah label yang semata-mata sebagai brand (merek).
Contoh : pada tepi kain tertera tulisan TETERON, TETREX.
b.
Grade Label (Label Mutu)
Grade label adalah label yang menunjukkantingkatan mutu (kualitas)
tertentu dari suatu produk. Contoh : pada oli kendaraan dengan brand name MESRAN ada yang memakai tambahan kata SUPER. Tambahan kata SUPER di sini adalah grade label. Jadi super menunjukkan tingkatan mutu.
c.
Descriptive Label/Imformative Label (Label Deskriptif)
Descriptive Label adalah label yang menggambarkan tentang cara
penggunaan, formula atau kandungan isi, pemeliharaan, hasil kerja, dari suatu produk dan sebagainya.
2.1.2 Pengertian Halal
Menurut LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan , Obat, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia), yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai syari’at islam (www.wikipedia.org).
Syarat kehalalan produk tersebut meliputi: a.
Tidak mengandung babi dan bahan bahan yang berasal dari babi b.
Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan yang berasal dari organ manusia, darah, dan kotoran-kotoran.
c.
Semua bahan yang berasal dari hewan yang disembelih dengan syariat Islam.
d.
Semua tempat penyimpanan tempat penjualan pengolahan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi; jika pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat.
2.1.3 Pengertian Labelisasi Halal
Label adalah bagian dari sebuah produk yang berupa keterangan/penjelasan mengenai barang tersebut atau penjualnya (Gitosudarmo,2000:199). Sedangkanyang dimaksud dengan produk halal menurut LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia), adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai syari’at islam.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa labelisasi halal adalah pencantuman keterangan/penjelasan halal pada kemasan sebuah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat islam.
Labelisasi halal merupakan salah satu poin penting di dalam penelitian ini. Menurut Rangkuti (2010:8), labelisasi halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal. Label halal sebuah produk dapat dicantumkan pada sebuah kemasan apabila produk tersebut telah mendapatkan sertifikat halal oleh BPPOM MUI.
Sertifikasi dan labelisasi halal bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap konsumen, serta meningkatkan daya saing produk dalam negeri dalam rangka meningkatkan pendapatan Nasional. Tiga sasaran utama yang ingin dicapai adalah: a.
Menguntungkan konsumen dengan memberikan perlindungan dan kepastian hukum.
b.
Menguntungkan produsen dengan peningkatan daya saing dan omset produksi dalam penjualan. c.
Menguntungkan pemerintah dengan mendapatkan tambahan pemasukan terhadap kas Negara.
Indikator labelisasi halal menurut Mahwiyah (2010:48) ada tiga, yaitu pengetahuan, kepercayaan, dan penilaian terhadap labelisasi halal. Berikut ini adalah arti dari masing-masing indikator di atas berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dan wikipedia : 1.
Pengetahuan, merupakan informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang.
2. Kepercayaan, merupakan suatu keadaan psikologis pada saat seseorang menganggap suatu premis benar. Atau dapat juga berarti anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata 3. Penilaian terhadap labelisasi halal, merupakan proses, cara, perbuatan menilai; pemberian nilai yang diberikan terhadap labelisasi halal.
2.1.4 Proses Labelisasi Halal
Ada beberapa proses yang harus dilalui oleh para pemasar yang ingin mendapatkan keterangan halal untuk produk yang diproduksinya. Tetapi sebelum mendapatkan keterangan halal, sebuah produk yang diproduksi oleh sebuah perusahaan harus terlebih dahulu memperoleh sertifikat halal dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau sering disebut dengan LPPOM MUI.
Untuk memperoleh sertifikat halal, maka LPPOM MUI memberikan ketentuan bagi perusahaan, seperti yang terdapat pada situs (www.riau1.kemenag.go.id).
Ketentuannya adalah sebagai berikut: a. Sebelum produsen mengajukan sertifikat halal terlebihdahulu harus mempersiapkan Sistem Jaminan Halal. Penjelasan rinci tentang Sistem
Jaminan Halal dapat merujuk kepada Buku Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal yang dikeluarkan oleh LP POM MUI.
b.
Berkewajiban mengangkat secara resmi seorang atau tim Auditor Halal Internal (AHI) yang bertanggungjawab dalam menjamin pelaksanaan produksi halal.
c.
Berkewajiban menandatangani kesediaan untuk diinspeksi secara mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya oleh LPPOM MUI.
d.
Membuat laporan berkala setiap 6 bulan tentang pelaksanaan Sistem Jaminan Halal.
Setelah semua ketentuan di atas telah dipenuhi, maka produsen dapat lanjut ke proses prosedur sertifikasi halal. Adapun prosedur yang harus dijalani adalah sebagai berikut : a.
Pertama-tama produsen yang menginginkan sertifikat halal mendaftarkan ke sekretariat LPPOM MUI. b.
Setiap produsen yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal bagi produknya,harus mengisi Borang yang telah disediakan. Borang tersebut berisi informasitentang data perusahaan, jenis dan nama produk serta bahan-bahan yangdigunakan.
c.
Borang yang sudah diisi beserta dokumen pendukungnya dikembalikan ke sekretariat LPPOM MUI untuk diperiksa kelengkapannya, dan bila belummemadai perusahaan harus melengkapi sesuai dengan ketentuan.
d.
LPPOM MUI akan memberitahukan perusahaan mengenai jadwal audit.
TimAuditor LPPOM MUI akan melakukan pemeriksaan/audit ke lokasi produsen danpada saat audit, perusahaan harus dalam keadaan memproduksi produk yangdisertifikasi.
e.
Hasil pemeriksaan/audit dan hasil laboratorium (bila diperlukan) dievaluasi dalamRapat Auditor LPPOM MUI. Hasil audit yang belum memenuhi persyaratandiberitahukan kepada perusahaan melalui audit memorandum. Jika telahmemenuhi persyaratan, auditor akan membuat laporan hasil audit guna diajukanpada Sidang Komisi Fatwa MUI untuk diputuskan status kehalalannya.
f.
Laporan hasil audit disampaikan oleh Pengurus LPPOM MUI dalam SidangKomisi Fatwa Mui pada waktu yang telah ditentukan.
g.
Sidang Komisi Fatwa MUI dapat menolaklaporan hasil audit jika dianggapbelum memenuhi semua persyaratan yangtelah ditentukan, dan hasilnya akandisampaikan kepada produsen pemohon sertifikasi halal. h.
Sertifikat Halal dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia setelah ditetapkanstatus kehalalannya olehKomisi Fatwa MUI. i.
Sertifikat Halal berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal penetapan fatwa. j.
Tiga bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir, produsen harusmengajukan perpanjangan sertifikat halal sesuai dengan aturan yang telahditetapkan LPPOM MUI.
Kemudian dilakukanlah tata cara pemeriksaan (Audit) mulai dari manajemen, bahan-bahan baku, dll. Pemeriksaan (audit) produk halal mencakup : a.
Manajemen produsen dalam menjamin kehalalan produk (Sistem Jaminan Halal).
b.
Pemeriksaan dokumen-dokumen spesifikasiyang menjelaskan asal-usul bahan,komposisi dan proses pembuatannya dan/atau sertifikat halal pendukungnya,dokumen pengadaan dan penyimpanan bahan, formula produksi serta dokumenpelaksanaan produksi halal secara keseluruhan.
c.
Observasi lapangan yang mencakup proses produksi secara keseluruhan mulaidari penerimaan bahan, produksi, pengemasan dan penggudangan serta penyajianuntuk restoran/catering/outlet.
d.
Keabsahan dokumen dan kesesuaian secara fisik untuk setiap bahan harusterpenuhi.
e.
Pengambilan contoh dilakukan untuk bahan yang dinilai perlu.
Setelah semua proses dilalui dan dinyatakan kehalalannya, maka sertifikat halal dapat dikeluarkan. Proses selanjutnya adalah pencantuman label halal di kemasan produk yang dinyatakan halal. Pencantuman label halal inilah yang sering kita dengar dengan sebutan labelisasi halal.
Bagi Perusahaan yang ingin mendaftarkan Sertifikasi Halal ke LPPOM MUI , baik industri pengolahan (pangan, obat, kosmetika), Rumah Potong Hewan (RPH), restoran/katering, maupun industri jasa (distributor, warehouse, transporter, retailer) harus memenuhi Persyaratan Sertifikasi Halal yang tertuang dalam Buku HAS 23000 (Kebijakan, Prosedur, dan Kriteria).
2.2 Keputusan Pembelian
2.2.1 Pengertian Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian merupakan salah satu bagian dalam tahap-tahap proses pembelian konsumen. Sebelum membahas tahap-tahap tersebut dan untuk memberikan gambaran mengenai keputusan pembelian, maka akan dikemukakan terlebih dahulu definisi mengenai keputusan pembelian menurut para ahli.
Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Sumarwan (2004:289) mendefinisikan bahwa suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif. Artinya bahwa seseorang dalam membuat keputusan, haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan. Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada bagaimana proses dalam pengambilan keputusan tersebut.
Menurut Setiadi (2003:413), pengambilan keputusan konsumen (consumer
decision making ) adalah suatu proses pengintegrasian yang menkombinasikan
pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan (choice) yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku.
Dari beberapa definisi yang dijelaskan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian merupakan sebuah proses yang dijalani oleh konsumen untuk melakukan kegiatan pembelian salah satu produk diantara berbagai macam alternatif pilihan yang ada.
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Dalam Keputusan Pembelian
Lamb, et al. (2001:201-202) mengatakan bahwa proses pengambilan keputusan konsumen tidak bisa terjadi dengan sendirinya, sebaliknya malah kebudayaan, sosial, individu dan psikologis secara kuat mempengaruhi proses keputusan tersebut. Mereka memiliki pengaruh dari waktu konsumen menerima rangsangan melalui perilaku pasca pembelian. Faktor budaya yang termasuk di dalamnya adalah budaya dan nilai, sub-budaya dan kelas sosial, secara luas mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. Faktor sosial menunjukkan interaksi sosial antara konsumen dan mempengaruhi sekelompok orang, seperti pada referensi kelompok, opini para pemimpin dan para anggota keluarga. Faktor individu termasuk jenis kelamin, umur, keluarga, dan daur hidup keluarga (family
life cycle stage ), pribadi, konsep hidup, dan gaya hidup adalah unik pada setiap individu dan memerankan aturan utama pada produk dan jasa yang diinginkan konsumen. Faktor psikologis menentukan bagaimana menerima dan berinteraksi dengan lingkungannya dan pengaruh pada keputusan yang akan diambil oleh konsumen yang di dalamnya terdiri dari persepsi, motivasi, pembelajaran, keyakinan, dan sikap. Gambar 2.1 akan meringkas pengaruh-pengaruh tersebut.
Gambar 2.1 Faktor yang mempengaruhi Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Faktor BudayaBudaya dan nilai Sub budaya Kelas sosial
Faktor Sosial
Kelompok acuan Pemimpin opini Keluarga Proses
Pengambilan Membeli atau Keputusan Tidak membeli Faktor Individual Konsumen
Tahap siklus hidup usaha dan keluarga Kepribadian, konsep diri, dan gaya hidup
Faktor Psikologi
Persepsi Motivasi Pembelajaran Kepercayaan dalam sikap
Sumber : Lamb, et al. (2001:201-202)
Berikut ini adalah penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen menurut Sunarto (2006:83-96).
a. Faktor Budaya
Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial merupakan hal yang sangat penting dalam perilaku pembelian.
- Budayamerupakan penentu perilaku yang paling mendasar. Anak- anak mendapatkan kumpulan nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarganya serta lembaga-lembaga penting lain.
Budaya
- Masing-masing budaya terdiri dari sub-budaya yang lebih kecil yang lebih memberikan banyak ciri-ciri dan sosialisasi khusus bagi anggota-anggotanya. Sub-budaya terdiri dari kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak sub-budaya yang membentuk segmen pasar penting, dan pemasar sering merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Sub-budaya
- Sedangkan kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen, yang tersusun secara hierarkis dan yang anggotanya menganut nilai-nilai, minat, dan perilaku yang serupa. Kelas sosial berbeda dalam hal busana, cara berbicara, preferensi rekreasi, dan memiliki banyak ciri-ciri lain.
Kelas Sosial
b. Faktor Sosial
Selain faktor budaya, perilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh faktor- faktor seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial.
- Kelompok acuan seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang.
Kelompok acuan
Orang sangat dipengaruhi oleh kelompok acuan mereka sekurang- kurangnya melalui tiga jalur. Kelompok acuan menghadapkan seseorang pada perilaku dan gaya hidup baru. Kelompok acuan juga mempengaruhi perilaku dan konsep pribadi seseorang. Dan kelompok acuan menciptakan tekanan untuk mengikuti kebiasaan kelompok yang mungkin mempengaruhi pilihan produk dan merek aktual seseorang.
- Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan ia telah menjadi obyek penelitian yang luas. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Kita dapat membedakan antara dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Keluarga orientasi terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang. Dari orang tua seseorang mendapatkan orientasi atas.
Keluarga
- Seseorang berpartisipasi ke dalam banyak kelompok keluarga, klub, dan organisasi. Kedudukan dan orang itu di masing-masing
Peran dan status kelompok dapat ditentukan berdasarakan peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status.
c. Faktor Pribadi Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi.
Karakteristik meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, dan lingkungan, gaya hidup, serta kepribadian.
- Orang pembeli barang dan jasa berbeda sepanjang hidupnya.
Usia dan Tahap Siklus Hidup
Mereka makan makanan bayi selama tahun-tahun awal hidupnya, banyak ragam makanan selama tahun-tahun pertumbuhan dan kedewasaan, serta diet khusus selama tahun-tahun berikutnya. Selera orang terhadap pakaian, perabot, dan rekreasi juga berhubungan dengan usia.
Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga. Sembilan tahap siklus hidup keluarga, bersama dengan situasi keuangan dan minat produk yang berbeda-beda untuk masing-masing kelompok. Pemasar sering memilih kelompok-kelompok berdasarkan siklus hidup sebagai pasar sasaran mereka. Pekerjaan dan Lingkungan Ekonomi
- Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya.
Pekerja kerah biru akan membeli pakaian kerja, sepatu kerja, dan kotak makan siang. Direktur perusahaan akan membeli pakaian yang mahal dan perjalanan dengan pesawat udara. Pemasar berusaha mengidentifikasikan kelompok profesi yang memiliki minat di atas rata-rata atas produk dan jasa mereka. Perusahaan bahkan dapat mengkhususkan produknya untuk kelompok profesi tertentu.
- Orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya.
Gaya Hidup
- Masing-masing orang memiliki kepribadian yang berbeda yang mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya.
Kepribadian
d. Faktor Psikologi
Pilihan pembelian banyak kebutuhan oleh empat faktor psikologi utama- motivasi, persepsi, pembelajaran serta keyakinan dan pendirian.
- Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Suatu kebutuhan akan menjadi motif jika ia didorong hingga mencapai tingkat
Motivasi intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan yang cukup mendorong seseorang untuk bertindak.
Para psikolog telah mengembangkan teori-teori motivasi manusia. Tiga teori yang paling terkenal-teori Sigmund Freud, Abraham Maslow, dan Frederick Herzberg-mempunyai implikasi yang berbeda terhadap analisis konsumen dan strategis pemasaran. Persepsi
- Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti.
Kata kunci dalam definisi persepsi adalah individu. Seseorang mungkin menganggap wiraniaga yang berbicara dengan cepat sebagai seorang yang agresif dan tidak jujur; yang lain mungkin menganggap orang yang sama sebagai seseorang yang pintar dan suka membantu.
Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas obyek yang sama karena tiga proses persepsi: perhatian selektif, distorsi selektif, dan ingatan selektif. Pembelajaran
- Saat orang bertindak, mereka bertambah pengetahuannya.
Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.
Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil dari belajar. Ahli teori pembelajaran yakni bahwa pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara dorongan, rangsangan, petunjuk, tanggapan, dan penguatan.
- Keyakinan dan sikap
Melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya kemudian mempengaruhi perilaku pembelian mereka.
Keyakinan (belief) adalah gambaran pemikiran yang dianut seseorang tentang suatu hal. Sikap (attitude) adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu obyek atau gagasan.
2.2.3 Tahap-Tahap Proses Pembelian Konsumen
Kotler dan Keller (2009:184-186) dalam bukunya mengatakan bahwa proses psikologis dasar memainkan peranan penting dalam memahami bagaimana konsumen benar-benar membuat keputusan pembelian mereka. Periset pemasaran telah mengembangkan “model tingkat” proses keputusan pembelian (lihat gambar 2.2), konsumen melalui lima tahap : pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Jelas, proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dan mempunyai konsekuensi dalam waktu lama setelahnya.
Konsumen tidak selalu melalui lima tahap pembelian produk itu seluruhnya. Mereka mungkin melewatkan atau membalik beberapa tahap. Model pada tabel memberikan kerangka referensi yang baik, karena model itu menangkap kisaran penuh pertimbangan yang muncul ketika konsumen menghadapi pembelian baru yang memerlukan keterlibatan tinggi.
a. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari suatu masalah atau kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Dengan rangsangan internal, salah satu dari kebutuhan normal seseorang naik ke tingkat maksimum dan menjadi dorongan; atau kebutuhan bisa timbul akibat rangsangan eksternal.
b. Pencarian Informasi Ternyata, konsumen sering mencari jumlah informasi yang terbatas.
Survei memperlihatkan bahwa untuk barang tahan lama, setengah dari semua konsumen hanya melihat satu toko, dan hanya 30% yang melihat lebih dari satu merek peralatan. Kita dapat membedakan antara dua tingkat keterlibatan dengan pencarian. Keadaan pencarian yang lebih rendah disebut perhatian tajam. Pada tingkat ini seseorang hanya menjadi lebih reseptif terhadap informasi tentang sebuah produk. Pada tingkat berikutnya, seseorang dapat memasuki pencarian
informasi aktif: mencari bahan bacaan, menelepon teman, melakukan kegiatan
online, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tersebut.Sumber informasi utama di mana konsumen dibagi menjadi empat kelompok: Pribadi: Keluarga, teman, tetangga, dan rekan.
- tampilan.
Komersial: Iklan, situs Web, wiraniaga, penyalur, kemasan, dan
Publik: Media massa, organisasi pemeringkat konsumen.
- Eksperimental: Penanganan, pemeriksaan, dan penggunaan produk.
- Jumlah dan pengaruh relatif dari sumber-sumber ini bervariasi dengan kategori produk dan karakteristik pembeli. Secara umum, konsumen menerima informasi terpenting tentang sebuah produk dari komersial. Meskipun demikian, informasi yang paling efektif sering berasal dari sumber pribadi atau sumber publik yang merupakan otoritas independen.
Setiap sumber informasi melaksanakan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Sumber komersial biasanya melaksanakan fungsi informasi, sementara sumber pribadi melaksanakan fungsi legitimasi atau evaluasi.
c. Evaluasi Alternatif
Tidak ada proses tunggal yang digunakan oleh semua konsumen, atau oleh seorang konsumen dalam semua situasi pembelian. Ada beberapa proses, dan sebagian besar model terbaru melihat konsumen membentuk sebagian besar penilaian secara sadar dan rasional.
Beberapa konsep dasar yang akan membantu kita memahami proses evaluasi: Pertama, konsumen berusaha memuaskan sebuah kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen melihat masing-masing produk sebagai sekelompok atribut dengan berbagai kemampuan untuk menghantarkan manfaat yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan ini.
d. Keputusan Pembelian
Lamb, et al. (2001:193) mengatakan bahwa sejalan dengan evaluasi atas sejumlah alternatif-alternatif tadi, maka konsumen dapat memutuskan apakah produk akan dibeli atau diputuskan untuk tidak dibeli sama sekali. Jika konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian, maka langkah berikutnya dalam proses adalah melakukan evaluasi terhadap produk tersebut setelah dibeli.
e. Perilaku Pascapembelian
Kotler dan Keller (2009:190) mengatakan bahwa setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami konflik dikarenakan melihat fitur mengkhawatirkan tertentu atau mendengar hal-hal menyenangkan tentang merek lain dan waspada terhadap informasi yang mendukung keputusannya. Komunikasi pemasaran seharusnya memasok keyakinan dan evaluasi yang memperkuat pilihan konsumen dan membantunya merasa nyaman tentang merek tersebut.
Karena itu tugas pemasar tidak berakhir dengan pembelian. Pemasar harus mengamati kepuasan pascapembelian, tindakan pascapembelian, dan penggunaan produk pascapembelian.
Gambar r 2.2
Mode el Lima Tah hap Proses Pembelian n Konsume en
Sumber : K Kotler dan K Keller (200 09:190)
2.2.4 odel Perila aku Pembel lian Konsu men Mo
Me enurut Sima amora (2003 3:31-33), se ebelumnya t telah dibaha as tentang t ahap- tahap pro oses pembe elian konsu umen. Pad da tahap it tu belum m menggamb arkan perilaku k konsumen se ecara utuh. Kalau kita bicara siste em input-pr roses-outpu t, apa yang disaj jikan pada g gambar 2.2 baru prose s. Input dan n output bar ru tampak d dalam model per rilaku konsu umen secara a utuh.
Ba anyak mode el yang dike embangkan oleh para a ahli tentang g model per rilaku konsumen n, mulai dar ri yang pali ing sederhan na sampai l lengkap. Da apat dilihat pada Gambar 2 .3 , mewaki ili model se ederhana. M Model perila aku pembeli ian konsume en ini merupakan n hasil dar i rangsanga an (stimuli) ) yang bera asal dari lu uar dirinya, yang diolah dal lam diri kon nsumen. Mo odel ini pula a yang mem mberikan ist tilah kotak h hitam
(black box x) untuk pr roses penga ambilan kep putusan dan faktor-fakt tor internal yang mempenga aruhinya.
Gambar r 2.3 M Model Peri ilaku Pemb belian Kon sumen
Sumber : S Simamora ( (2003:31-33 3)
2.2.5 eran Individ du Dalam K Keputusan n Pembelian n Pe
Pa ada saat yan ng bersama aan seseoran ng dapat m memerankan n beragam peran yang dapa at dilakuka annya pada a suatu pro oses pembel lian.Peran pembelian yang dapat dilak kukan seora ang individu u dapat terb bagi menjad di lima peran n.
Su unarto (2006 6:97) menga atakan bahw wa kita dap pat membed dakan lima peran yang dima ainkan oran g dalam kep putusan pem mbelian : a. ncetus: Se seorang ya ang pertam ma kali me engusulkan gagasan u untuk
Pe me embeli suatu u produk ata au jasa.
b. mberi pe ngaruh: S Seseorang yang pa andangan atau sara annya Pe me empengaruh hi keputusan n. c.
Pengambil keputusan: Seseorang yang mengambil keputusan untuk setiap komponen keputusan pembelian-apakah membeli, tidak membeli, bagaimana membeli, dan di mana akan membeli.
d.
Pembeli: Orang yang melakukan pembelian yang sesungguhnya.
e.
Pemakai: Seseorang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.
Amir (2005:67) dalam bukunya mendiskusikan peran-peran yang dimainkan individu dalam proses pembelian yaitu seperti inisiator, pemberi pengaruh, pengambil keputusan, pembeli, atau pengguna.
Peran inisiator terjadi ketika orang mencetuskan keinginan untuk membeli sebuah barang. Sementara itu, pemberi pengaruh mendorong seseorang untuk segera membeli atau tidak membeli sebuah barang. Anggota keluarga, seperti kakak, orang tua, dapat menjadi pemberi pengaruh yang kuat untuk kebutuhan seorang mahasiswa. Pengambil keputusan biasanya banyak diambil oleh orang yang sedang “punya kuasa”. Misalnya, seorang anak (sebagai inisiator) bisa merayu ibunya (untuk bertindak sebagai influencer) agar sang ayah memutuskan membelikannya sebuah alat musikyang ia idam-idamkan.
2.3 Pengaruh Labelisasi Halal terhadap Keputusan Pembelian
Mayoritas penduduk di Indonesia adalah perempuan yang umumnya menganut agama Islam.Perempuan muslim membutuhkankepastian tentang kehalalan produk pangan, minuman, obat, kosmetika, produk rekayasa genetik, dan barang gunaan lain, atau yang sering disebut produk halal yang beredar di Indonesia.
Di Indonesia pemerintah membuat suatu kebijakan untuk melindungi para konsumennya yaitu melalui suatu lembaga khusus yaitu LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia). Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau yang disingkat LPPOM MUI adalah lembaga yang bertugas untuk meneliti, mengkaji, menganalisa dan memutuskan apakah produk-produk baik pangan dan turunannya, obat-obatan dan kosmetika apakah aman dikonsumsi baik dari sisi kesehatan dan dari sisi agama Islam yakni halal atau boleh dan baik untuk dikonsumsi bagi umat Muslim khususnya di wilayah Indonesia, selain itu memberikan rekomendasi, merumuskan ketentuan dan bimbingan kepada masyarakat (www.wikipedia.org). Menurut Rangkuti (2010:8), labelisasi halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal. Produk tersebut harus sesuai syariat Islam.
Menurut LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia), yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai syari’at islam (www.wikipedia.org).
Syarat kehalalan produk tersebut meliputi: a.
Tidak mengandung babi dan bahan bahan yang berasal dari babi b.
Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan yang berasal dari organ manusia, darah, dan kotoran-kotoran.
c.
Semua bahan yang berasal dari hewan yang disembelih dengan syariat Islam.
d.
Semua tempat penyimpanan tempat penjualan pengolahan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi; jika pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat.
Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Sumarwan (2004:289) mendefinisikan bahwa suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif. Artinya bahwa seseorang dalam membuat keputusan, haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan. Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada bagaimana proses dalam pengambilan keputusan tersebut.
Dengan adanya label halal yang tercantum pada kemasan produk, maka secara langsung akan memberikan pengaruh bagi konsumen untuk menggunakan produk tersebut. Munculnya rasa aman dan nyaman dalam mengkonsumsi produk akan membuat seseorang melakukan keputusan pembelian.
Be erdasarkan u uraian terseb but, maka d dibuat keran ngka teori se ebagai berik kut :
Gamb bar 2.4 Kerangk ka Teori
Keputusan n Pembelian n Labelisasi Halal (X)
(Y Y) Sumb ber : Rangk kuti (2010:8 8) dan Suma arwan (200 4:289)
2.4 itian Terda ahulu Peneli
Ad da beberap pa penelitia an terdahul lu yang te elah melak kukan pene elitian berhub bungan den ngan labeli isasi halal dan keputu usan pemb belian. Beb berapa penelit tian terdahu ulu yang m memiliki hu ubungan de engan pene elitian ini a adalah sebaga ai berikut : 1. uliana Rofiq qoh (2012), merupakan n mahasisw a dari Instit tut Agama Islam
Zu Ne egeri Walis songo Sem marang den ngan skrips i yangberju udul “Peng garuh La abelisasi Ha alal Terhad dap Keputu san Konsum men Memb beli Produk k Mie Ins stant Indofo ood (Studi Kasus Pad da Mahasisw wa Jurusan Muamalah h Dan Ah hwal Al-Sy akhsiyyah S Semester V
VIII IAIN W Walisongo S Semarang). Dari ha sil peneliti ian ini me enunjukkan bahwa lab belisasi ha alal berpeng garuh po sitif terhad ap keputusa an konsum men dalam m membeli pro roduk mie i instan ind dofood. Ni lai t hitun ng adalah4, ,087, sedan ngkan nilai i t tabel a adalah 2,0 00575 yang lebih kecil l dibanding dengan thit tung. Artiny ya, ada peng garuh sig gnifikan an ntara vari abel label lisasi hala al (X)terha adap kepu utusan ko nsumen (Y Y). Sedang gkan dari hasil ana alisis koef fisiendeterm minasi diperoleh nilai sebesar 0,240, ini artinya bahwa variasi perubahanvariabel keputusan konsumen (Y) dipengaruhi oleh perubahan variabel bebaslabelisasi halal (X) sebesar 24%. Sedangkan sisanya 76% dipengaruhi oleh faktorlain diluar penelitian ini.
2. Ramadhan Rangkuti (2010), merupakan mahasiswa dari Universitas Sumatera Utara dengan skripsi yang berjudul “Pengaruh Labelisasi Halal terhadap Keputusan Pembelian Produk Makanan dalam Kemasan (snack merek Chitato) Pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Sumatera Utara”. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa labelisasi halal berpengaruh signifikan dengan nilai signifikan 0,000 akan tetapi memiliki kontribusi yang kecil karena menghasilkan nilai R square 0,221 atau 22,1 %.
3. Mahwiyah (2010), merupakan mahasiswa dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan skripsi yang berjudul “Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen (Studi Pada Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta)”.Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa labelisasi halal berpengaruh secara signifikan sebesar 54.7 %, hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang sedang antara labelisasi halal terhadap keputusan pembelian konsumen.