PRINSIP KERJA REAKTOR FUKUSHIMA DAI CHI

Analisis fukushima

Reaktor

Mitranikasih laia

BAB I
PENDAHULUAN
Grafik peningkatan kebutuhan energi listrik untuk menjalankan berbagai aktivitas
manusia modern saat ini cenderung menunjukkan pola berkembang secara eksponensial. Hal
tersebut disebabkan karena berbagai kemajuan teknologi sera perubahan pola hidup masyarakat
dunia yang cenderung menyukai berbagai hal yang instan. Pola hidup yang demikian mendorong
peningkatan penggunaan berbagai alat modern dalam kehidupan sehari-hari yang dalam
pengoperasiannya memerlukan energi listrik. Sayangnya, berbagai sumber energi yang ada
dewasa ini bersifat terbatas. Keterbatasan tersebut seringkali menyebabkan terjadinya krisis
energy listrik yang mendesak manusia untuk mencari berbagai sumber energi listrik alternatif
yang lebih efisien. Pembangkit energi listrik konvensional yang lazim digunakan saat ini,
misalnya dengan memanfaatkan minyak bumi; batu bara; uap air; maupun gas, dirasa tidak lagi
dapat mencukupi kebutuhan hidup manusia secara maksimal. Sumber energi listrik alternatif
yang jauh lebih efisien telah mulai digagas dan digarap sejak lama. Salah satu sumber energi
listrik yang dirasa akan sangat efisien adalah pembangkiti listrik tenaga nuklir (PLTN).

PLTN memang memiliki tingkat efisisiensi yang tinggi dalam menghasilkan listrik
apabila dibandingkan dengan sumber energi listrik konvensional. Dewasa ini PLTN
menyumbang 15% kebutuhan listrik dunia. PLTN juga berperan dalam upaya mengurangi emisi
CO2 yang biasa dihasilkan dalam penggunaan energi konvensional. Namun sayangnya,
pengoperasian reaktor nuklir untuk penelitian dan pembangkit energi akan berdampak kepada
masyarakat dan lingkungan apabila terjadi kedaruratan nuklir . Kedaruratan tersebut terjadi
apabila reaksi pembelahan inti yang terjadi tidak lagi terkendali dan menyebar ke lingkungan.
Dampak yang ditimbulkan akan sangat luar biasa, berlangsung dalam kurun waktu yang lama,
serta mengancam keberlangsungan hidup manusia. Contoh nyata kasus yang hangat dibicarakan
mengenai kedaruratan nuklir antara lain adalah bencana nuklir di Hirosima dan Nagasaki-Jepang,
bencana nuklir PLTN Chernobhyl, dan yang paling baru adalah bencana nuklir di PLTN
Fukushima-Daicchi di Jepang.

Analisis fukushima

Reaktor

Mitranikasih laia

BAB II

PEMBAHASAN
1. PRINSIP KERJA REAKTOR FUKUSHIMA DAI-CHI (REAKTOR TIPE BWR)
PLTN Fukushima Dai-Chi merupakan tipe Reaktor Air Didih atau Boiling Water
Reactor (BWR) .Pada reaktor air didih, air pendingin dididihkan di dalam bejana reaktor
sehingga menghasilkan uap. Uap ini kemudian secara langsung dialirkan ke turbin yang
memutar generator listrik. Setelah uap air menggerakkan turbin,uap disalurkan ke kondenser
dan diubah menjadi air kembali. Dengan pompa utama, air kemudian dikembalikan ke bejana
reaktor. Sebagian air pendingin yang berada dalam bejana reaktor disirkulasi dengan pompa
(disebut pompa resirkulasi). Air yang keluar dari pompa resirkulasi disalurkan ke bagian
bawah teras reaktor melalui katup yang bekerja sebagai pompa jet. Tekanan dari pompa
resirkulasi ini akan menaikkan kecepatan aliran air pendingin dalam teras reaktor.
Secara umum bentuk konstruksi dari reaktor BWR diperlihatkan pada gambar 1.

Analisis fukushima

Reaktor

Mitranikasih laia

Reaktor tipe ini menggunakan air (H2O) sebagai pendingin dan moderator, Air

pendingin digunakan untuk mengambil panas yang dihasilkan dalam teras reaktor (reactor
core) sehingga temperatur air akan naik. Temperatur air dibiarkan meningkat hingga
mencapai titik didih. Uap yang dihasilkan pada proses pendidihan air kemudian disalurkan
untuk memutar turbin yang terhubung dengan generator listrik.

2. PRINSIP KERJA SISTEM PROTEKSI
Pada saat terjadi penyesuaian terhadap permintaan beban, tekanan pendingin dalam
bejana reaktor dapat naik atau turun. Untuk mengatasi kenaikan dan penurunan tekanan dalam
bejana reaktor, digunakan cara pengendalian dengan mengatur bukaan katup uap dari reaktor
ke turbin. Metode ini disebut Reactor-master/Turbin-slave (metode mengikuti beban). Jika
pada suatu ketika, oleh suatu sebab yang tak terduga, turbin mendadak berhenti,aliran uap
yang menuju turbin dibelokkan ke jalur pintas (tidak melalui turbin) melalui katup pintas.
Dengancara ini kenaikan tekanan yang cukup tinggi dalam bejana reaktor dapat dihindarkan.
Bila suatu ketika terjadi kecelakaan yang menyebabkan pipa saluran air pendingin terputus
atau bocor sehingga pendinginan reaktor tidak cukup, maka fasilitas sistem pendinginan teras
darurat (Emergency Core Cooling System, ECCS) bekerja. Dalam sistem ECCS ini terdapat
sistem penyemprot teras (core spray system), sistem susut tekanan mandiri (selfdepressurization system) dan penyemprot teras tekanan rendah.
Sebelumnya telah dijelaskan salah satu sistem keselamatan yang dapat menjamin
reaktor akan berhenti jika terjadi kondisi anomali / kecelakaan. Bila suatu ketika terjadi
kecelakaan yang menyebabkan pipa saluran air pendingin terputus atau bocor sehingga

pendinginan reaktor tidak cukup, maka fasilitas sistem pendinginan teras darurat (Emergency
Core Cooling System, ECCS) akan bekerja. Dalam sistem ECCS ini terdapat sistem
penyemprot teras (core spray system), sistem susut tekanan mandiri (self-depressurization
system) dan penyemprot teras tekanan rendah.
Pada saat terjadi kerusakan batang bahan bakar, air pendingin dari teras yang
bertekanan tinggi dan bertemperatur tinggi akan mengandung bahan radioaktif yang berasal

Analisis fukushima

Reaktor

Mitranikasih laia

dari batang bahan bakar. Air pendingin yang mengandung bahan radioaktif tidak boleh keluar
dari reaktor karena berbahaya. Untuk menghindari lepasnya bahan radioaktif dalam reaktor
terdapat bejana reaktor yang berfungsi sebagai pengungkung (containment) material
berbahaya jika terjadi kecelakaan, dan terdapat juga katup isolasi yang mengisolasi bejana
reaktor dan sistem di luarnya. Peningkatan tekanan pada saat terjadi isolasi bejana reaktor
dihindari dengan sistem supresi. Sistem ini akan mengalirkan uap yang terbentuk ke kolam
supresi. Dalam kolam supresi yang berisi air, uap akan besentuhan dengan air dan mengalami

kondensasi yang mengakibatkan turunnya tekanan uap.
Apabila kecelakaan berlangsung dalam waktu yang lama, teras reaktor dapat meleleh.
Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan yang diikuti dengan kenaikan
temperatur dalam bejana reaktor.Apabila bejana reaktor tidak didinginkan, struktur bejana
kemungkinan akan rusak. Untuk mengatasi hal ini, disediakan sistem penyemprot untuk
melakukan tugas-tugas pendinginan dan penurunan tekanan. Dalam hal terjadi kebocoran
bejana reaktor, disediakan pula sistem pengelolaan bocoran gas agar tetap tidak menyebarluas
ke lingkungan.
Pada kecelakaan kebocoran pendingin, temperatur bahan bakar dan kelongsongnya
akan naik. Kenaikan temperatur ini akan memicu reaksi antara air dan logam yang
menghasilkan gas hidrogen. Hidrogen yang bertemperatur tinggi ini dapat mengancam
keutuhan struktur bejana reaktor. Untuk mencegah kejadian ini,bejana reaktor dilengkapi
dengan ruang kosong khusus untuk menampung gas bentukan. Di samping itu,terdapat
fasilitas untuk mereaksikan hidrogen yang timbul, agar dapat bergabung kembali dengan
oksigen menjadi air.

Analisis fukushima

Reaktor


Mitranikasih laia

3. GAGASAN PERBAIKAN AGAR TIDAK TERJADI KEGAGALAN PENDINGIN
APABILA TERJADI TSUNAMI
Ledakan hydrogen yang terjadi di PLTN Fukushima Daichi unit I adalah karena supply
pendingin yang seharusnya dipompa oleh pompa gagal. Kegagalan ini disebabkan karena pompa
yang seharusnya memompa air pendingin mati dan menyebabkan tidak adanya supply air
kebagian core reactor.
Kegagalan ini bisa diantisipasi dengan menggunakan system pendingin pasif, yaitu
menggunakan siklus alam sebagai siklus pendingin. Dalam kasus ini kita memanfaatkan
perbedaan ketinggian yang bisa menyebabkan air pendingin mengalir. Air yang berada pada
daerah sekitar core akan menguap, uap air tersebut diarahkan kebagian “hulu” dan di
kondensasikan sehingga kembali menjadi fase air yang kemudian akan mengalir kembali
kebagian core reactor.
4. OVERVIEW BENCANA NUKLIR PLTN FUKUSHIMA-DAICCHI
JEPANG
Bencana

nukir di PLTN Fukushima-Daicchi berawal dengan adanya gempa bumi


berkekuatan 9,0 skala richter yang menghempas Jepang terutama wilayah Tohoku pada tanggal
11 Maret 2011 yang memacu terjadinya tsunami. Tsunami tersebut menghantam reaktor 1 pada
PLTN Fukushima-Daicchi Secara prosedural, telah ada system keamanan pada PLTN
Fukushima-Daicchi yang disebut cold- shutdown. Artinya bahwa dalam keadaan darurat, reaktor
nuklir akan mengalami shutdown disertai penurunan suhu oleh mekanisme sistem pendingin.
Detik-detik menjelang permasalahan besar di PLTN tersebut terjadi mulai pada jam 14:46.
Sebenanya sistem keamanan darurat PLTN Fukushima-Daicchi pada saat itu telah
memungkinkan semua reactor berhasil shutdown sehingga reaktor nuklir berada dalam keadaan
aman. Permasalahan utama yang terjadi sebenarnya disebabkan oleh kegagalan operasional
sistem pendingin PLTN sehingga prosedur keamanan reactor nuklir menjadi prematur.
Kegagalan sistem pendingin disebabkan karena pada saat tersebut jaringan listrik juga
rusak karena tsunami sehingga terjadi loss of normal power. Namun sebenarnya generator diesel
darurat tetap beroperasi secara otomatis sehingga secara desain, kejadian loss of normal power
bukan merupakan kecelakaan dan reaktor akan tetap aman. Namun pada jam 15:41, semua

Analisis fukushima

Reaktor

Mitranikasih laia


generator di PLTN Fukushima padam secara mendadak dan kemungkinan disebabkan karena
tsunami.

Maka

terjadi

station

blackout-loss

of

all

alternative

power


(SBO)

(Anonim2, 2011).
Pada dasarnya. desain keselamatan pada generator juga masuk dalam kategori kelas-1
(kelas tertinggi dalam standar keselamatan PLTN). Namun desain tersebut memiliki persyaratan
tinggi gelombang tsunami sebesar 5.7 meter. Kenyataan pada saat itu tsunami terjadi lebih dari
15 meter, sehingga air masuk ke ruang generator dalam PLTN Fukushima-1. (Anonim2 , 2011)
Dengan kata lain, sebenarnya ledakan

yang terjadi bukan bersumber dari ledakan nuklir,

melainkan ledakan gas hidrogen yang disebabkan karena tidak berfungsinya sistem pendingin
pada reaktor. Hal ini menyebabkan selongsong tabung pembungkus bahan bakar yang terbuat
dari zirconium alloy bereaksi dengan air pada suhu tinggi menghasilkan gas hydrogen Sebagai
akibatnya, tekanan dalam reaktor meningkat dan menjadikan aktivitas radioaktif bahan bakar
nuklir ini menjadi meningkat 1000-10.000kali, bahkan jutaan kali di dalam teras reaktor. Selain
itu, kegagalan dalam sistem pendingin juga menyebabkan bahan bakar nuklir meleleh sehingga
sangat berbahaya bagi lingkungan sekitar. Kecelakaan yang dialami oleh reaktor 1 juga dialami
oleh reaktor lain di PLTN Fukushima-Daicchi.
Segera setelah peristiwa tersebut, radioaktif yang terkandung dalam reaktor nuklir

Fukushima mulai menyebar ke lingkungan bahkan menjangkau bagian Negara lain (Gambar 3).
Inilah yang menyebabkan permasalahan serius terhadap lingkungan hidup. Unsur radioaktif
yang paling banyak menyebar dari PLTN Fukushima-Daicchi adalah Iodine-131 serta cesium137. Selain itu juga dideteksi penyebaran radioaktif plutonium. Tingkat Penyebaran radioaktif
inilah yang menyebabkan Bencana Nuklir Fukushima menjadi salah satu menjadi bencana nuklir
terbesar di dunia menyamai bencana Chernobyl. Level bahaya nuklir akibat bencana nuklir
PLTN Fukushima Daiichi di Fukushima telah dinyatakan oleh Badan Pengatur Nuklir Jepang
pada level 7 atau tingkat paling bahaya. Tidak tanggung-tanggung level bahaya langsung naik 2
level dari 5 ke level 7 skala 1-7 menurut International Nuclear Event Scale (INES) (Anonim3,
2011).
Level bencana kecelakaan Pembangkit Listrik Nuklir menurut badan atom internasional
dijelaskan skala kebencanaan dibagi dalam 7 level. Suatu peristiwa yang masuk dalam level 1-3
disebut insiden (incident). Sedangkan jika sudah masuk ke level 4-7 disebut kecelakaan
(accident). Level kecelakaan Pembangkit Listrik Nuklir secara rinci adalah sebagi berikut:

Analisis fukushima

Reaktor

Mitranikasih laia


o Level 1 (anomali) : Paparan radiasi berada di atas ambang batas. Terdapat
masalah kecil dengan komponen pengamanan dan berdampak minimal.Misalnya
terjadi ketika ada pelanggaran operasi fasilitas nuklir.
o Level 2 (insiden) : Paparan radiasi ke publik mencapai 10 mSV. Tingkat radiasi di
daerah operasi lebih dari 50 mSv. Terdapat kegagalan signifikan terkait ketentuan
keselamatan namun tidak ada konsekuensi.
o Level 3 (insiden serius) : Paparan radiasi sepuluh kali dari batas aman pekerja.
Tidak mematikan namun memberikan dampak kesehatan.
o Level 4 (kecelakaan dengan dampak lokal) : Terjadi kebocoran radioaktif dalam
jumlah kecil. Setidaknya satu orang tewas akibat radiasi. Bahan bakar meleleh
atau kerusakan bahan bakar, menghasilkan kebocoran lebih dari 0,1% pasokan
inti.
o Level 5 (kecelakaan dengan dampak lebih luas) : Kebocoran radioaktif dalam
jumlah terbatas sehingga membutuhkan tindakan penanganan. Beberapa orang
tewas akibat radiasi. Beberapa kerusakan terjadi di reaktor inti. Kebocoran radiasi
dalam jumlah besar terjadi dalam instalasi, hal itulah yang memungkinkan publik
terpapar. Hal ini bisa timbul akibat kecelakaan besar atau kebakaran.
o Level 6 (kecelakaan serius) : Terjadi kebocoran radioaktif dalam jumlah cukup
besar yang membutuhkan tindak penanganan.
o Level 7 (kecelakaan besar) : Kebocoran radioaktif dengan jumlah besar terjadi
sehingga berdampak luas pada kesehatan dan lingkungan. Karena itu butuh
respons dan tindakan jangka panjang. (Anonim4, 2011).
Penetapan menaikkan level bahaya ke level 7 PLTN Fukushima Daiichi di Fukushima
karena kebocoran radiasi telah menyebar melalui udara, sayuran, air, dan samudera. Pejabat
NISA itu menambahkan salah satu faktor yang mendorong dinaikkannya level bahaya ini adalah
jumlah radiasi yang telah dilepaskan ke atmosfer. Menurut NISA, saat ini sekitar 370 ribu
terabecquerel (terabq) bahan radioaktif Iodine 131 (I-131) dan Cesium 137 (Cs-137) telah
dilepaskan PLTN. Sehingga total telah terlepas 630 ribu terabq total I-131 dan Cs-137
(Anonim3, 2011).

Analisis fukushima

Reaktor

Mitranikasih laia

BAB III
KESIMPULAN
 PLTN Fukushima Dai-Chi merupakan tipe Reaktor Air Didih atau Boiling Water
Reactor (BWR)

 Bencana nukir di PLTN Fukushima-Daicchi berawal dengan adanya gempa bumi
berkekuatan 9,0 skala richter yang menghempas Jepang terutama wilayah Tohoku pada
tanggal 11 Maret 2011 yang memacu terjadinya tsunami.
 Penyebab utama dari kejadian adalah berhentinya sistem pendinginan darurat (emergency
cooling system) setelah satu jam beroperasi, dan hal ini diduga besar disebabkan karena
tsunami. Pendinginan yang terhenti ini mengakibatkan akumulasi panas (decay heat)
yang akhirnya mengakibatkan ada bagian bahan bakar yang tidak tertutup air, dan
selanjutnya menghasilkan gas H2 dari reaksi cladding dari bahan zirkonium dengan uap
air pada suhu tinggi. Saat mendekati batas maksimum, kandungan uap air dan gas H2 itu
dilepas ke ruang kontaimen luar di sisi atas bangunan pengukur reaktor. Gas H2 ini
karena suatu pemicu bereaksi dengan oksigen yang menimbulkan ledakan.
Sumber:
www.scribd.com/doc/.../Analisis-Kecelakaan-Di-PLTN-Fukushima-D...

fukushima/200.htm