MAKALAH KUALITAS PELAYANAN ANGKUTAN UMUM
MAKALAH KUALITAS PELAYANAN ANGKUTAN UMUM DI KOTA SALATIGA
Disusun guna memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik
Dosen Pengampu : Dra. Nina Widowati, M. Si
Disusun Oleh :
Fawwaz Aldi Tilano
NIM : 14020114130069
Manajemen Pelayanan Publik (Hari Senin)
DEPARTEMEN ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Cepatnya laju pertumbuhan dan pergeseran struktur ekonomi dari sector agraris
menjadi sektor industry disertai dengan peningkatan pendapatan mengakibatkan
peningkatan tuntutan hidup masyarakat akan pelayanan jasa trasnportasi. Tuntutan
tersebut semakin menjadi lebih berat jika dikaitakan dengan kemajuan IPTEK yang
sangat berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat dan mendorong tuntutan
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan jasa transportasi yang makin berkualitas,
biaya murah dan tepat waktu. Dalam proses pembangunan transportasi yang
berpengaruh terhadap jalannya proses kegiatan ekonomi, social budaya, politik dan
pertahanan keamanan, diwujudkan dengan transportasi yang handal, berkemampuan
tinggi dan diselenggarakan secara tertib, terpadu, lancar, aman, nyaman, dan efisien
dalam menunjang dinamika pembangunan, mobilitas manusia, barang dan jasa.
Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat
lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakan oleh manusia atau
mesin. Trasnportasi biasanya memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas seharihari. Manusia memilih alat transportasi yang paling menguntungkan, baik dilihat dan
segi ekonomis, efisiensi maupun tingkat pelayanan yang diinginkan. Dalam keadaan
tertentu pemakai alat transportasi dalam melakukan peijalanan dapat memilih antara
beberapa maeam alat transportasi yang tersedia. Pemilihan alat transportasi oleh
pengguna jasa transportasi ditentukan oleh : tipe peijalanan, karakteristik pelaku
perjalanan, maupun tingkat pelayanan dari sistem transportasi (Wright, 1989:149)
Untuk pembanguan transportasi di seluruh Indonesia, Pemerintah pusat memberikan
kewenangan kepada setiap Kepala Daerah dimana setiap daerah tersebut memiliki
program dalam pelayanan transportasi yang berbeda-beda. Program yang diusulkan
disesuaikan dengan kondisi geografis daerah masing-masing. Untuk Program
pembangunan transportasi dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan yang terdapat pada
masing-masing daerah baik tingkat provinsi ataupun kota/kabupaten. Dinas
Perhubungan di Kota Salatiga memiliki beberapa program yang termuat dalam RKPD
tahun 2015 yaitu Program Optimalisasi Kinerja pelayanan ruas jalan, Terciptanya
ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan, meningkatnya kualitas dan kuantitas
kendaraan bermotor yang laik jalan, Tersedianya fasilitas perlengkapan jalan dan
fasilitas pendukung LLAJ, serta Terwujudnya pelayanan angkutan umum yang
optimal.
Kota Salatiga berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Semarang, mempunyai luas
wilayah sebesar 56.781 km2 yang terbagi menjadi 4 Kecamatan dan 22 Kelurahan dan
memiliki jumlah penduduk sebesar 181.193 jiwa. (Salatiga dalam angka 2015).
Dalam konteks regional Jawa Tengah, Salatiga terletak diantara Kota Semarang dan
Surakarta, dimana terdapat jaringan jalan arteri yang menghubungkan dua pusat
pembangunan tersebut. Sebagai kota yang cukup berkembang karena mempunyai
potensi khususnya di bidang sumber daya manusia (SDM) dengan keberadaan 3 (tiga)
perguruan tinggi, Kota Salatiga diarahkan sebagai kota pendidikan, olah raga, pusat
kegiatan perdagangan skala lokal dan regional serta kota transit pariwisata. Hal ini
menyebabkan intensitas kegiatan ekonomi dalam kota cukup tinggi. Tingginya
intensitas kegiatan ekonomi, jumlah penduduk dan tenaga kerja membawa pengaruh
terhadap jumlah dan pola peijalanan orang dan barang.
Kebutuhan angkutan umum penumpang dari suatu tempat ke tempat lain di dalam
wilayah Kota Salatiga dilayani oleh angkutan kota (angkota) jenis mobil penumpang
(daihatsu/suzuki minibus). Angkota yang beroperasi di Kota Salatiga, pada kenyataan
di lapangan tidak hanya dibutuhkan warga kota Salatiga saja (internal), melainkan
juga merupakan kebutuhan sarana transportasi dari warga Kabupaten Semarang yang
berdomisili di sekitar batas wilayah administrasi Kota Salatiga (ekstemal). Dalam
melakukan aktifitas sehari-hari, mereka menggunakan jasa angkota Salatiga sebagai
sarana transportasinya. Sedangkan untuk menghubungkan wilayah kota dengan
wilayah kota kecamatan dalam Kabupaten Semarang dilayani oleh angkutan pedesaan
(trayek Salatiga - Suruh). Angkutan umum penumpang antar kota dilayani angkutan
Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) dan angkutan Antar Kota Dalam Propinsi
(AKDP).
Dalam makalah ini, penulis memilih locus pada Kota Salatiga dan berfokus pada
program Terwujudnya pelayanan angkutan umum yang optimal di Kota Salatiga,
karena perencanaan trayek dengan rute yang tidak tepat, menimbulkan permasalahan
tumpang tindih rute, kemacetan, angkutan umum menumpuk pada ruas jalan tertentu
terutama disekitar kawasan pusat kota, jumlah armada yang terlalu banyak pada satu
rute dan sebaliknya kurang jumlah armada pada rute lainnya. Untuk Kota Salatiga
masalah angkutan umum kota (angkota) ini telah banyak mempengaruhi kegiatan kota.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud tentang Pelayanan Publik?
2. Bagaimana gambaran umum Pelayanan Angkutan Kota di Kota Salatiga?
3. Bagaimana pelayanan Angkutan Kota di Kota Salatiga yang telah diberikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PELAYANAN PUBLIK
1. Konsep Pelayanan Publik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan adalah suatu
usaha untuk menolong menyediakan segala apa yang diperlukan orang lain seperti
tamu atau pembeli. Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa
pada dasarnya pelayanan adalah sesuatu yang tidak berwujud tetapi dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan atau masyarakat. Pelayanan tidak dapat mengakibatkan
peralihan hak atau kepemilikan dan terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan
pengguna jasa.
Menurut UU Nomor 25 Tahun 2009, Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.
Pengertian pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara ( Men-PAN ) Nomor 63 Tahun 2003 adalah segala bentuk kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, di daerah, dan
lingkungan Badan Usaha Milik Negara / Daerah dalam bentuk barang dan jasa, baik
dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang – undangan.
Zeithaml (1990:21-22) menyatakan bahwa kualitas pelayanan ditentukan oleh dua hal,
yaitu expected service dan perceived service. Expected service dan perceived service
ditentukan oleh dimention of service quality yang terdiri dari 10 dimensi, yaitu (1)
Tangibles,
Apprearance
of
physical
facilities,
equipment,
personel,
and
communication materials; (2) Reliability, Ability to perform the promised service
dependably and accurately; (3) Responsiveness, willingness to help costumers and
provide prompt service; (4) Competence, possession of required skill and knowledge
to perform service; (5) Courtesy,politeness, respect, consideration and friendliness of
contact personnel; (6) Credibility, trustworthiness, believability, honesty of the
service provider; (7) Feel secure, freedom from danger, risk, or doubt; (8) Access,
approachable and easy of contact; (9) Communication, listens to its costumers and
acknowledge their comments. Keep costumers informed. In a language which they can
understand; and (10) Understanding the costumer, making the effort to know
costumers and their needs.
Selanjutnya, Zeithaml-Parasuraman-Berry menyederhanakan kualitas pelayanan yang
dirasakan secara nyata oleh konsumen, dimana ada indikator ukuran kepuasan
konsumen yang terletak pada 5 dimensi kualitas pelayanan. Kelima dimensi
SERVQUAL itu mencakup dimensi sebagai berikut :
a.
Tangibles
(kualitas
pelayanan
yang
berupa
sarana
fisik
perkantoran,
komputerisasi administrasi, ruang tunggu dan tempat informasi). Dimensi ini
berkaitan dengan kemodernan peralatan yang digunakan, daya tarik fasilitas yang
digunakan, kerapian petugas serta kelengkapan peralatan penunjang (pamlet atau
flow chart).
b.
Reliability (kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang
terpercaya). Dimensi ini berkaitan dengan janji menyelesaikan sesuatu seperti
diinginkan, penanganan keluhan konsumen, kinerja pelayanan yang tepat,
menyediakan pelayanan sesuai waktu yang dijanjikan serta tuntutan pada
kesalahan pencatatan.
c.
Responsiveness (kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan
secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen). Dimensi
responsiveness mencakup antara lain : pemberitahuan petugas kepada konsumen
tentang pelayanan yang diberikan, pemberian pelayanan dengan cepat, kesediaan
petugas memberi bantuan kepada konsumen serta petugas tidak pernah merasa
sibuk untuk melayani permintaan konsumen.
d.
Assurance (kemampuan dan keramahan serta sopan sanun pegawai dalam
meyakinkan kepercayaan konsumen). Dimensi assurance berkaitan dengan
perilaku petugas yang tetap percaya diri pada konsumen, perasaan aman
konsumen dan kemampuan (ilmu pengetahuan) petugas untuk menjawab
pertanyaan konsumen.
e.
Emphaty (sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap konsumen).
Dimensi emphaty memuat antara lain : pemberian perhatian individual kepada
konsumen, ketepatan waktu pelayanan bagi semua konsumen, peusahaan
memiliki petugas yang memberikan perhatian khusus pada konsumen, pelayanan
yang melekat di hati konsumen dan petugas yang memahami kebutuhan spesifik
dari pelanggannya.
2. Konsep Pelayanan Angkutan Kota
Sektor transportasi angkutan kota sebagai sarana dalam kehidupan masyarakat harus
dapat
mengembangkan
diri
sesuai
dengan
peranannya
dalam
menunjang
perkembangan kota. Hal ini dituntut karena sektor transportasi angkutan kota harus
dapat mengikuti perkembangan dari faktor-faktor yang langsung maupun tidak
langsung mempengarahi terlaksananya kegiatan transportasi.
2.1.
Defenisi Angkutan Kota
Angkutan kota, menurut Setijowamo dan Frazila (2001 : 211), adalah angkutan dari
suatu tempat ke tempat lain dalam wilayah suatu kota dengan menggunakan mobil bis
umum dan/atau mobil penumpang umum yang terikat pada trayek tetap dan teratur.
Dapat juga angkutan kota berupa angkutan massal atau mass rapid transit yang dapat
mengangkut penumpang dalam jumiah banyak dalam satu kali perjaianan.
2.2.
Pola Aktifitas Angkutan Kota
Sebagai angkutan umum, pelayanan angkutan kota dalam mengangkut penumpang
dibagi dalam 3 (tiga) aktifitas operasional (Wells, 1975 : 23), yaitu:
2.
Kolektor, dari wilayah permukiman yang tersebar luas dan/atau tempat
keija dan tempat perbelanjaan. Karakterisrtik operasinya sering berhenti
untuk menaikturunkan penumpang, berpenetrasi ke kawasan penunahan.
3.
Line Haul, antara wilayah permukiman dan tempat keija dan tempat
perbelanjaan (dari kota ke kota). Karakteristik operasinya bergerak dengan
kecepatan yang tinggi dan jarang berhenti. Karena melakukan perhentian di
tengah-tengah operasi maka daya tank dan efektifitas operasinya akan
berkurang, meskipun tentu saja beberapa perhentian yang penting tetap
dilakukan.
4.
Distribusi, ke tempat keija dan tempat perbelanjaan dan/atau wilayah
permukiman. Karakteristik operasinya melakukan perhentian tetapi tidak
terlalu sering.
Operasi angkutan umum lainnya yang spesifik, dari rute tunggal ke sistem yang
kompleks dapat meliputi satu atau keseluruhan dari tiga aktifitas tersebut. Ketiga
aktifitas operasional tersebut diilustrasikan secara diagramatis pada gambar 2.1.
Gambar 2.1
Pola Aktivitas Angkutan Umum
2.3.
Kualitas Operasi Angkutan Umum
Faktor yang mempengaruhi kualitas operasi angkutan umum, antara lain :
1.
Load factor, yaitu perbandingan jumlah penumpang dengan kapasitas tempat
duduk mobil penumpang. Misalnya load factor 50%, ini berarti jumlah tempat
duduk yang kosong adalah setengah dari kapasitas yang ditetapkan. Load
factor cenderung tinggi pada jam-jam sibuk, apabila tidak diimbangi dengan
peningkatan frekuensi pelayanan akan menimbulkan kelebihan muatan
sehingga tingkat pelayanan menurun. Hal ini akan menimbulkan penurunan
tingkat kepuasan penumpang dan terjadi perpindahan moda, persepsi negatif
terhadap sistem, dan gangguan terhadap keamanan;
2.
Waktu tempuh rute, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menempuh suatu rute
secara utuh dari asal sampai ke akhir tujuan rute;
3.
Frekuensi pelayanan, yaitu jumlah perjalanan kendaraan dalam satuan waktu
tertentu.
4.
Jumlah armada, yaitu jumlah kendaraan yang beroperasi pada satu rute.
B. GAMBARAN UMUM PELAYANAN ANGKUTAN KOTA DI SALATIGA
Kota Salatiga berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Semarang, mempunyai luas
wilayah sebesar 56.781 km2 yang terbagi menjadi 4 Kecamatan dan 22 Kelurahan dan
memiliki jumlah penduduk sebesar 181.193 jiwa. (Salatiga dalam angka 2015) Dalam
konteks regional Jawa Tengah, Salatiga terletak diantara Kota Semarang dan
Surakarta, dimana terdapat jaringan jalan arteri yang menghubungkan dua pusat
pembangunan tersebut. Kebutuhan angkutan umum penumpang dari suatu tempat ke
tempat lain di dalam wilayah Kota Salatiga dilayani oleh angkutan kota (angkota)
jenis mobil penumpang (daihatsu/suzuki minibus).
Pada tahun 2014, jumlah kendaraan bermotor wajib uji di Salatiga mencapai 8.514
kendaraan. Sedangkan jumlah angkutan umum yang beroperasi di Salatiga 423 unit
angkot. Angkot tersebut terbagi dalam 15 jalur atau trayek yang dapat menjangkau
seluruh wilayah Salatiga.
Tabel 2.1
Jurusan Angkutan Kota di Kota Salatiga
No
Trayek
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jurusan
Tamansari – Karangrejo – Candirejo
Tamansari – Modangan – Blotongan
Tamansari – Kauman Kidul – Macanan
Tamansari – Kalibening
Tamansari – Tlogo – Cengek
Tamansari – Noborejo
Tamansari – Tegalrejo
Tamansari – Pasar Sapi – Jl Hasanudin – Ngawen
Tamansari – Grogol
Tamansari – Jl. Veteran – RSUD Salatiga – Bulu – Tegalrejo
Tamansari – Karangalit – Warak
Tamansari – Pattimura – Domas – Bugel – Sembir – Watugong (arah
Bringin)
14
Tamansari – Banyuputih – Cabean – Grogol
16
Tamansari – Randuacir
17
Tamansari – Gamol
Sumber: www.semarangpos.com
Untuk terminal angkutan umum sendiri dapat dibilang strategis karena berada pada
persimpangan Kaloka yang merupakan jalan utama yang dapat menuju ke semua arah.
Dulu sebenarnya ada Terminal di dalam Pasar Raya, tetapi sekarang tidak
diperbolehkan lagi. Untuk penumpang yang menggunakan angkot ini dikenakan tarif
sebesar Rp 1.500 untuk pelajar dan Rp 2.500 untuk orang dewasa(sesuai dengan SK
Walikota Salatiga No 551.2/101/2015).
Dinas Perhubungan Komunikasi Budaya dan Pariwisata Kota Salatiga mengadakan
beberapa program untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas angkutan umum serta
tercapainya ketertiban lalu lintas di Salatiga.
C. PELAYANAN ANGKUTAN UMUM YANG DIBERIKAN
Dengan diberlakukannya 15 trayek angkutan kota di Salatiga, terdapat beberapa
masalah yang ditimbulkannya seperti terjadinya kemacetan pada jam-jam sibuk di
pusat kota terutama pada persimpangan Kauman, persimpangan Jetis, persimpangan
Rejosari, persimpangan ABC, persimpangan DPU, persimpangan Jl. Pramuka dan
pada kawasan terminal Angkutan Kota di persimpangan Kaloka. Selain itu, masih
banyak kawasan-kawasan tertentu yang belum terlayani Angkutan kota secara
optimal, sehingga seseorang harus mengeluarkan biaya lebih untuk mencapai
tujuannya.
Dengan mengggunakan 5 dimensi dari Zeithaml, berikut akan dipaparkan pelayanan
angkutan kota di Salatiga sebagai berikut.
1. Tangible
Dalam dimensi ini dijelaskan bahwa untuk mengukur kualitas pelayanan
memerlukan pengukuran berupa fasilitas fisik yang digunakan dan reprsentasi fisik
dan jasa. Pelayanan angkutan kota di Salatiga memiliki fasilitas fisik berupa Mobil
angkutam yang sudah bagus kualitasnya dan kuantitasnya, tempat duduk yang
sudah mulai nyaman walaupun jika banyak penumpang terasa sempit dan pengap.
Terdapat jumlah angkutan dalam satu trayek dengan trayek lain yang tidak sama.
Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih dan kemacetan di beberapa
persimpangan. Fasilitas yang belum terpenuhi adalah terminal resmi untuk
angkutan kota yang memadai, karena saat ini terminal angkutan kota hanya berada
pada persimpangan Kaloka.
2. Realibility
Dalam dimensi reability, supir angkutan kota tidak memilih-milih penumpang,
jika dirasa masih cukup untuk mengangkut penumpang maka akan diangkut oleh
angkutan
tersebut.
Kemudian
dalam
mengantarkan
penumpang,
supir
mengantarkan sampai ke tempat tujuan penumpang, tidak diberhentikan di tempat
yang bukan tujuannya.
3. Responsiveness
Dalam dimensi ini, daya tanggap supir angkutan kota sangatlah baik. Dapat dilihat
dari menunggu penumpang dengan sabra dan telaten mencari penumpang, selain
itu supir-supir sangat ramah.
4. Assurance
Dalam dimensi ini, supir sangat mengutamakan dan menjaga keselamatan
penumpang. Mereka tidak berani jalan terlalu cepat. Supir juga memastikan para
penumpang sampai tujuan dengan selamat.
5. Empathy
Dimensi ini berhubungan dengan sikap supir terhadap penumpangnya. Sikap supir
yang ramah dan baik menunjukan bahwa pelayanan angkutan sudah mulai baik.
Inisiatif dari supir juga sangat baik, dimana ada beberapa angkutan kota yang
memasang audio agar para penumpang tidak bosan selama perjalanan walaupun
belum merata di semua trayek.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh penyelenggaran pelayanan
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat/publik yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang ada. Jenis pelayanan publik sangat beragam,
salah satunya adalah pelayanan transportasi. Salah satu contoh pelayanan transportasi
adalah pelayanan angkutan umum di Kota Salatiga. Kualitas pelayanan angkutan
umum di Salatiga sebenarnya sudah baik dari tahun-tahun sebelumnya. Dapat dilihat
dari keramahan sopir angkot tersebut, mobil-mobil yang bagus dan mulai nyaman
tempat duduknya, pelayanan yang maksimal karena mengantarkan penumpang sampai
tujuan dengan selamat. Walau disisi lain masih ada kekurangan, seperti jumlah armada
tiap trayek yang berbeda-beda sehingga menimbulkan kesan diskriminasi, sering
membuat macet karena terjadi tumpang tindih jalur treyek satu dengan trayek lainnya,
menunggu angkutan kota sampai penuh dulu baru jalan dan yang paling utama adalah
belum adanya Terminal Resmi untuk angkutan umum dalam kota.
DAFTAR PUSTAKA
Salim, H.A Abbas. 2006. Manajemen Trasnportasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik Konsep, Dimensi, Indikator dan
Implementasinya. Yogyakarta: Gava Media.
Wibowo, Susanto Adi. 2002. Kajian Kinerja dan Pengembangan Rute Angkutan Umum
Penumpang dalam Kota di Salatiga.
Rasyid, Rio Bagus Firmansyah Al. 2015. Kualitas Pelayanan Transportasi Publilk (Studi
Deskriptif tentang Kualitas Pelayanan Jasa Angkutan Umum Perum Damri Unit
Angkutan Bus Khusus Gresik-Bandara Juanda).
https://id.wikipedia.org/wiki/Transportasi. Diakses pada 30 Mei 2016
Saputra,
Imam
Yudha.
2016.
Inilah
Trayek
Angkot
di
Salatiga.
http://m.semarangpos.com/2016/05/26/transportasi-salatiga-inilah-trayek-angkot-disalatiga-723027. Diakses pada 4 Juni 2016
Aditya, Ivan. 2015. Tarif Angkuta Turun, Dishub Pasang Stiker. http://krjogja.com/web/news/
read/247045/index.html. Diakses pada 4 Juni 2016
Arisman. Artikel Mengukur Kepuasan Masyarakat dan Kualitas Pelayanan Publik.
http://jakarta.kemenkumham.go.id/download/karya-ilmiah/pelayanan-publik/71mengukur-kepuasan-masyarakat-dan-kualitas-pelayanan-publik/file. Diakses pada 5
Juni 2016
Lampiran Foto
Gambar Terminal Angkutan Kota di Persimpangan Kaloka
Gambar Angkutan Kota yang sedang menunggu penumpang
Gambar Angkutan Kota sedang Menurunkan Penumpang
Gambar kemacetan yang terjadi karena salah satu ruas jalur digunakan parkir
Disusun guna memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik
Dosen Pengampu : Dra. Nina Widowati, M. Si
Disusun Oleh :
Fawwaz Aldi Tilano
NIM : 14020114130069
Manajemen Pelayanan Publik (Hari Senin)
DEPARTEMEN ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Cepatnya laju pertumbuhan dan pergeseran struktur ekonomi dari sector agraris
menjadi sektor industry disertai dengan peningkatan pendapatan mengakibatkan
peningkatan tuntutan hidup masyarakat akan pelayanan jasa trasnportasi. Tuntutan
tersebut semakin menjadi lebih berat jika dikaitakan dengan kemajuan IPTEK yang
sangat berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat dan mendorong tuntutan
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan jasa transportasi yang makin berkualitas,
biaya murah dan tepat waktu. Dalam proses pembangunan transportasi yang
berpengaruh terhadap jalannya proses kegiatan ekonomi, social budaya, politik dan
pertahanan keamanan, diwujudkan dengan transportasi yang handal, berkemampuan
tinggi dan diselenggarakan secara tertib, terpadu, lancar, aman, nyaman, dan efisien
dalam menunjang dinamika pembangunan, mobilitas manusia, barang dan jasa.
Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat
lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakan oleh manusia atau
mesin. Trasnportasi biasanya memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas seharihari. Manusia memilih alat transportasi yang paling menguntungkan, baik dilihat dan
segi ekonomis, efisiensi maupun tingkat pelayanan yang diinginkan. Dalam keadaan
tertentu pemakai alat transportasi dalam melakukan peijalanan dapat memilih antara
beberapa maeam alat transportasi yang tersedia. Pemilihan alat transportasi oleh
pengguna jasa transportasi ditentukan oleh : tipe peijalanan, karakteristik pelaku
perjalanan, maupun tingkat pelayanan dari sistem transportasi (Wright, 1989:149)
Untuk pembanguan transportasi di seluruh Indonesia, Pemerintah pusat memberikan
kewenangan kepada setiap Kepala Daerah dimana setiap daerah tersebut memiliki
program dalam pelayanan transportasi yang berbeda-beda. Program yang diusulkan
disesuaikan dengan kondisi geografis daerah masing-masing. Untuk Program
pembangunan transportasi dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan yang terdapat pada
masing-masing daerah baik tingkat provinsi ataupun kota/kabupaten. Dinas
Perhubungan di Kota Salatiga memiliki beberapa program yang termuat dalam RKPD
tahun 2015 yaitu Program Optimalisasi Kinerja pelayanan ruas jalan, Terciptanya
ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan, meningkatnya kualitas dan kuantitas
kendaraan bermotor yang laik jalan, Tersedianya fasilitas perlengkapan jalan dan
fasilitas pendukung LLAJ, serta Terwujudnya pelayanan angkutan umum yang
optimal.
Kota Salatiga berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Semarang, mempunyai luas
wilayah sebesar 56.781 km2 yang terbagi menjadi 4 Kecamatan dan 22 Kelurahan dan
memiliki jumlah penduduk sebesar 181.193 jiwa. (Salatiga dalam angka 2015).
Dalam konteks regional Jawa Tengah, Salatiga terletak diantara Kota Semarang dan
Surakarta, dimana terdapat jaringan jalan arteri yang menghubungkan dua pusat
pembangunan tersebut. Sebagai kota yang cukup berkembang karena mempunyai
potensi khususnya di bidang sumber daya manusia (SDM) dengan keberadaan 3 (tiga)
perguruan tinggi, Kota Salatiga diarahkan sebagai kota pendidikan, olah raga, pusat
kegiatan perdagangan skala lokal dan regional serta kota transit pariwisata. Hal ini
menyebabkan intensitas kegiatan ekonomi dalam kota cukup tinggi. Tingginya
intensitas kegiatan ekonomi, jumlah penduduk dan tenaga kerja membawa pengaruh
terhadap jumlah dan pola peijalanan orang dan barang.
Kebutuhan angkutan umum penumpang dari suatu tempat ke tempat lain di dalam
wilayah Kota Salatiga dilayani oleh angkutan kota (angkota) jenis mobil penumpang
(daihatsu/suzuki minibus). Angkota yang beroperasi di Kota Salatiga, pada kenyataan
di lapangan tidak hanya dibutuhkan warga kota Salatiga saja (internal), melainkan
juga merupakan kebutuhan sarana transportasi dari warga Kabupaten Semarang yang
berdomisili di sekitar batas wilayah administrasi Kota Salatiga (ekstemal). Dalam
melakukan aktifitas sehari-hari, mereka menggunakan jasa angkota Salatiga sebagai
sarana transportasinya. Sedangkan untuk menghubungkan wilayah kota dengan
wilayah kota kecamatan dalam Kabupaten Semarang dilayani oleh angkutan pedesaan
(trayek Salatiga - Suruh). Angkutan umum penumpang antar kota dilayani angkutan
Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) dan angkutan Antar Kota Dalam Propinsi
(AKDP).
Dalam makalah ini, penulis memilih locus pada Kota Salatiga dan berfokus pada
program Terwujudnya pelayanan angkutan umum yang optimal di Kota Salatiga,
karena perencanaan trayek dengan rute yang tidak tepat, menimbulkan permasalahan
tumpang tindih rute, kemacetan, angkutan umum menumpuk pada ruas jalan tertentu
terutama disekitar kawasan pusat kota, jumlah armada yang terlalu banyak pada satu
rute dan sebaliknya kurang jumlah armada pada rute lainnya. Untuk Kota Salatiga
masalah angkutan umum kota (angkota) ini telah banyak mempengaruhi kegiatan kota.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud tentang Pelayanan Publik?
2. Bagaimana gambaran umum Pelayanan Angkutan Kota di Kota Salatiga?
3. Bagaimana pelayanan Angkutan Kota di Kota Salatiga yang telah diberikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PELAYANAN PUBLIK
1. Konsep Pelayanan Publik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan adalah suatu
usaha untuk menolong menyediakan segala apa yang diperlukan orang lain seperti
tamu atau pembeli. Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa
pada dasarnya pelayanan adalah sesuatu yang tidak berwujud tetapi dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan atau masyarakat. Pelayanan tidak dapat mengakibatkan
peralihan hak atau kepemilikan dan terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan
pengguna jasa.
Menurut UU Nomor 25 Tahun 2009, Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.
Pengertian pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara ( Men-PAN ) Nomor 63 Tahun 2003 adalah segala bentuk kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, di daerah, dan
lingkungan Badan Usaha Milik Negara / Daerah dalam bentuk barang dan jasa, baik
dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang – undangan.
Zeithaml (1990:21-22) menyatakan bahwa kualitas pelayanan ditentukan oleh dua hal,
yaitu expected service dan perceived service. Expected service dan perceived service
ditentukan oleh dimention of service quality yang terdiri dari 10 dimensi, yaitu (1)
Tangibles,
Apprearance
of
physical
facilities,
equipment,
personel,
and
communication materials; (2) Reliability, Ability to perform the promised service
dependably and accurately; (3) Responsiveness, willingness to help costumers and
provide prompt service; (4) Competence, possession of required skill and knowledge
to perform service; (5) Courtesy,politeness, respect, consideration and friendliness of
contact personnel; (6) Credibility, trustworthiness, believability, honesty of the
service provider; (7) Feel secure, freedom from danger, risk, or doubt; (8) Access,
approachable and easy of contact; (9) Communication, listens to its costumers and
acknowledge their comments. Keep costumers informed. In a language which they can
understand; and (10) Understanding the costumer, making the effort to know
costumers and their needs.
Selanjutnya, Zeithaml-Parasuraman-Berry menyederhanakan kualitas pelayanan yang
dirasakan secara nyata oleh konsumen, dimana ada indikator ukuran kepuasan
konsumen yang terletak pada 5 dimensi kualitas pelayanan. Kelima dimensi
SERVQUAL itu mencakup dimensi sebagai berikut :
a.
Tangibles
(kualitas
pelayanan
yang
berupa
sarana
fisik
perkantoran,
komputerisasi administrasi, ruang tunggu dan tempat informasi). Dimensi ini
berkaitan dengan kemodernan peralatan yang digunakan, daya tarik fasilitas yang
digunakan, kerapian petugas serta kelengkapan peralatan penunjang (pamlet atau
flow chart).
b.
Reliability (kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang
terpercaya). Dimensi ini berkaitan dengan janji menyelesaikan sesuatu seperti
diinginkan, penanganan keluhan konsumen, kinerja pelayanan yang tepat,
menyediakan pelayanan sesuai waktu yang dijanjikan serta tuntutan pada
kesalahan pencatatan.
c.
Responsiveness (kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan
secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen). Dimensi
responsiveness mencakup antara lain : pemberitahuan petugas kepada konsumen
tentang pelayanan yang diberikan, pemberian pelayanan dengan cepat, kesediaan
petugas memberi bantuan kepada konsumen serta petugas tidak pernah merasa
sibuk untuk melayani permintaan konsumen.
d.
Assurance (kemampuan dan keramahan serta sopan sanun pegawai dalam
meyakinkan kepercayaan konsumen). Dimensi assurance berkaitan dengan
perilaku petugas yang tetap percaya diri pada konsumen, perasaan aman
konsumen dan kemampuan (ilmu pengetahuan) petugas untuk menjawab
pertanyaan konsumen.
e.
Emphaty (sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap konsumen).
Dimensi emphaty memuat antara lain : pemberian perhatian individual kepada
konsumen, ketepatan waktu pelayanan bagi semua konsumen, peusahaan
memiliki petugas yang memberikan perhatian khusus pada konsumen, pelayanan
yang melekat di hati konsumen dan petugas yang memahami kebutuhan spesifik
dari pelanggannya.
2. Konsep Pelayanan Angkutan Kota
Sektor transportasi angkutan kota sebagai sarana dalam kehidupan masyarakat harus
dapat
mengembangkan
diri
sesuai
dengan
peranannya
dalam
menunjang
perkembangan kota. Hal ini dituntut karena sektor transportasi angkutan kota harus
dapat mengikuti perkembangan dari faktor-faktor yang langsung maupun tidak
langsung mempengarahi terlaksananya kegiatan transportasi.
2.1.
Defenisi Angkutan Kota
Angkutan kota, menurut Setijowamo dan Frazila (2001 : 211), adalah angkutan dari
suatu tempat ke tempat lain dalam wilayah suatu kota dengan menggunakan mobil bis
umum dan/atau mobil penumpang umum yang terikat pada trayek tetap dan teratur.
Dapat juga angkutan kota berupa angkutan massal atau mass rapid transit yang dapat
mengangkut penumpang dalam jumiah banyak dalam satu kali perjaianan.
2.2.
Pola Aktifitas Angkutan Kota
Sebagai angkutan umum, pelayanan angkutan kota dalam mengangkut penumpang
dibagi dalam 3 (tiga) aktifitas operasional (Wells, 1975 : 23), yaitu:
2.
Kolektor, dari wilayah permukiman yang tersebar luas dan/atau tempat
keija dan tempat perbelanjaan. Karakterisrtik operasinya sering berhenti
untuk menaikturunkan penumpang, berpenetrasi ke kawasan penunahan.
3.
Line Haul, antara wilayah permukiman dan tempat keija dan tempat
perbelanjaan (dari kota ke kota). Karakteristik operasinya bergerak dengan
kecepatan yang tinggi dan jarang berhenti. Karena melakukan perhentian di
tengah-tengah operasi maka daya tank dan efektifitas operasinya akan
berkurang, meskipun tentu saja beberapa perhentian yang penting tetap
dilakukan.
4.
Distribusi, ke tempat keija dan tempat perbelanjaan dan/atau wilayah
permukiman. Karakteristik operasinya melakukan perhentian tetapi tidak
terlalu sering.
Operasi angkutan umum lainnya yang spesifik, dari rute tunggal ke sistem yang
kompleks dapat meliputi satu atau keseluruhan dari tiga aktifitas tersebut. Ketiga
aktifitas operasional tersebut diilustrasikan secara diagramatis pada gambar 2.1.
Gambar 2.1
Pola Aktivitas Angkutan Umum
2.3.
Kualitas Operasi Angkutan Umum
Faktor yang mempengaruhi kualitas operasi angkutan umum, antara lain :
1.
Load factor, yaitu perbandingan jumlah penumpang dengan kapasitas tempat
duduk mobil penumpang. Misalnya load factor 50%, ini berarti jumlah tempat
duduk yang kosong adalah setengah dari kapasitas yang ditetapkan. Load
factor cenderung tinggi pada jam-jam sibuk, apabila tidak diimbangi dengan
peningkatan frekuensi pelayanan akan menimbulkan kelebihan muatan
sehingga tingkat pelayanan menurun. Hal ini akan menimbulkan penurunan
tingkat kepuasan penumpang dan terjadi perpindahan moda, persepsi negatif
terhadap sistem, dan gangguan terhadap keamanan;
2.
Waktu tempuh rute, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menempuh suatu rute
secara utuh dari asal sampai ke akhir tujuan rute;
3.
Frekuensi pelayanan, yaitu jumlah perjalanan kendaraan dalam satuan waktu
tertentu.
4.
Jumlah armada, yaitu jumlah kendaraan yang beroperasi pada satu rute.
B. GAMBARAN UMUM PELAYANAN ANGKUTAN KOTA DI SALATIGA
Kota Salatiga berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Semarang, mempunyai luas
wilayah sebesar 56.781 km2 yang terbagi menjadi 4 Kecamatan dan 22 Kelurahan dan
memiliki jumlah penduduk sebesar 181.193 jiwa. (Salatiga dalam angka 2015) Dalam
konteks regional Jawa Tengah, Salatiga terletak diantara Kota Semarang dan
Surakarta, dimana terdapat jaringan jalan arteri yang menghubungkan dua pusat
pembangunan tersebut. Kebutuhan angkutan umum penumpang dari suatu tempat ke
tempat lain di dalam wilayah Kota Salatiga dilayani oleh angkutan kota (angkota)
jenis mobil penumpang (daihatsu/suzuki minibus).
Pada tahun 2014, jumlah kendaraan bermotor wajib uji di Salatiga mencapai 8.514
kendaraan. Sedangkan jumlah angkutan umum yang beroperasi di Salatiga 423 unit
angkot. Angkot tersebut terbagi dalam 15 jalur atau trayek yang dapat menjangkau
seluruh wilayah Salatiga.
Tabel 2.1
Jurusan Angkutan Kota di Kota Salatiga
No
Trayek
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jurusan
Tamansari – Karangrejo – Candirejo
Tamansari – Modangan – Blotongan
Tamansari – Kauman Kidul – Macanan
Tamansari – Kalibening
Tamansari – Tlogo – Cengek
Tamansari – Noborejo
Tamansari – Tegalrejo
Tamansari – Pasar Sapi – Jl Hasanudin – Ngawen
Tamansari – Grogol
Tamansari – Jl. Veteran – RSUD Salatiga – Bulu – Tegalrejo
Tamansari – Karangalit – Warak
Tamansari – Pattimura – Domas – Bugel – Sembir – Watugong (arah
Bringin)
14
Tamansari – Banyuputih – Cabean – Grogol
16
Tamansari – Randuacir
17
Tamansari – Gamol
Sumber: www.semarangpos.com
Untuk terminal angkutan umum sendiri dapat dibilang strategis karena berada pada
persimpangan Kaloka yang merupakan jalan utama yang dapat menuju ke semua arah.
Dulu sebenarnya ada Terminal di dalam Pasar Raya, tetapi sekarang tidak
diperbolehkan lagi. Untuk penumpang yang menggunakan angkot ini dikenakan tarif
sebesar Rp 1.500 untuk pelajar dan Rp 2.500 untuk orang dewasa(sesuai dengan SK
Walikota Salatiga No 551.2/101/2015).
Dinas Perhubungan Komunikasi Budaya dan Pariwisata Kota Salatiga mengadakan
beberapa program untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas angkutan umum serta
tercapainya ketertiban lalu lintas di Salatiga.
C. PELAYANAN ANGKUTAN UMUM YANG DIBERIKAN
Dengan diberlakukannya 15 trayek angkutan kota di Salatiga, terdapat beberapa
masalah yang ditimbulkannya seperti terjadinya kemacetan pada jam-jam sibuk di
pusat kota terutama pada persimpangan Kauman, persimpangan Jetis, persimpangan
Rejosari, persimpangan ABC, persimpangan DPU, persimpangan Jl. Pramuka dan
pada kawasan terminal Angkutan Kota di persimpangan Kaloka. Selain itu, masih
banyak kawasan-kawasan tertentu yang belum terlayani Angkutan kota secara
optimal, sehingga seseorang harus mengeluarkan biaya lebih untuk mencapai
tujuannya.
Dengan mengggunakan 5 dimensi dari Zeithaml, berikut akan dipaparkan pelayanan
angkutan kota di Salatiga sebagai berikut.
1. Tangible
Dalam dimensi ini dijelaskan bahwa untuk mengukur kualitas pelayanan
memerlukan pengukuran berupa fasilitas fisik yang digunakan dan reprsentasi fisik
dan jasa. Pelayanan angkutan kota di Salatiga memiliki fasilitas fisik berupa Mobil
angkutam yang sudah bagus kualitasnya dan kuantitasnya, tempat duduk yang
sudah mulai nyaman walaupun jika banyak penumpang terasa sempit dan pengap.
Terdapat jumlah angkutan dalam satu trayek dengan trayek lain yang tidak sama.
Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih dan kemacetan di beberapa
persimpangan. Fasilitas yang belum terpenuhi adalah terminal resmi untuk
angkutan kota yang memadai, karena saat ini terminal angkutan kota hanya berada
pada persimpangan Kaloka.
2. Realibility
Dalam dimensi reability, supir angkutan kota tidak memilih-milih penumpang,
jika dirasa masih cukup untuk mengangkut penumpang maka akan diangkut oleh
angkutan
tersebut.
Kemudian
dalam
mengantarkan
penumpang,
supir
mengantarkan sampai ke tempat tujuan penumpang, tidak diberhentikan di tempat
yang bukan tujuannya.
3. Responsiveness
Dalam dimensi ini, daya tanggap supir angkutan kota sangatlah baik. Dapat dilihat
dari menunggu penumpang dengan sabra dan telaten mencari penumpang, selain
itu supir-supir sangat ramah.
4. Assurance
Dalam dimensi ini, supir sangat mengutamakan dan menjaga keselamatan
penumpang. Mereka tidak berani jalan terlalu cepat. Supir juga memastikan para
penumpang sampai tujuan dengan selamat.
5. Empathy
Dimensi ini berhubungan dengan sikap supir terhadap penumpangnya. Sikap supir
yang ramah dan baik menunjukan bahwa pelayanan angkutan sudah mulai baik.
Inisiatif dari supir juga sangat baik, dimana ada beberapa angkutan kota yang
memasang audio agar para penumpang tidak bosan selama perjalanan walaupun
belum merata di semua trayek.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh penyelenggaran pelayanan
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat/publik yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang ada. Jenis pelayanan publik sangat beragam,
salah satunya adalah pelayanan transportasi. Salah satu contoh pelayanan transportasi
adalah pelayanan angkutan umum di Kota Salatiga. Kualitas pelayanan angkutan
umum di Salatiga sebenarnya sudah baik dari tahun-tahun sebelumnya. Dapat dilihat
dari keramahan sopir angkot tersebut, mobil-mobil yang bagus dan mulai nyaman
tempat duduknya, pelayanan yang maksimal karena mengantarkan penumpang sampai
tujuan dengan selamat. Walau disisi lain masih ada kekurangan, seperti jumlah armada
tiap trayek yang berbeda-beda sehingga menimbulkan kesan diskriminasi, sering
membuat macet karena terjadi tumpang tindih jalur treyek satu dengan trayek lainnya,
menunggu angkutan kota sampai penuh dulu baru jalan dan yang paling utama adalah
belum adanya Terminal Resmi untuk angkutan umum dalam kota.
DAFTAR PUSTAKA
Salim, H.A Abbas. 2006. Manajemen Trasnportasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik Konsep, Dimensi, Indikator dan
Implementasinya. Yogyakarta: Gava Media.
Wibowo, Susanto Adi. 2002. Kajian Kinerja dan Pengembangan Rute Angkutan Umum
Penumpang dalam Kota di Salatiga.
Rasyid, Rio Bagus Firmansyah Al. 2015. Kualitas Pelayanan Transportasi Publilk (Studi
Deskriptif tentang Kualitas Pelayanan Jasa Angkutan Umum Perum Damri Unit
Angkutan Bus Khusus Gresik-Bandara Juanda).
https://id.wikipedia.org/wiki/Transportasi. Diakses pada 30 Mei 2016
Saputra,
Imam
Yudha.
2016.
Inilah
Trayek
Angkot
di
Salatiga.
http://m.semarangpos.com/2016/05/26/transportasi-salatiga-inilah-trayek-angkot-disalatiga-723027. Diakses pada 4 Juni 2016
Aditya, Ivan. 2015. Tarif Angkuta Turun, Dishub Pasang Stiker. http://krjogja.com/web/news/
read/247045/index.html. Diakses pada 4 Juni 2016
Arisman. Artikel Mengukur Kepuasan Masyarakat dan Kualitas Pelayanan Publik.
http://jakarta.kemenkumham.go.id/download/karya-ilmiah/pelayanan-publik/71mengukur-kepuasan-masyarakat-dan-kualitas-pelayanan-publik/file. Diakses pada 5
Juni 2016
Lampiran Foto
Gambar Terminal Angkutan Kota di Persimpangan Kaloka
Gambar Angkutan Kota yang sedang menunggu penumpang
Gambar Angkutan Kota sedang Menurunkan Penumpang
Gambar kemacetan yang terjadi karena salah satu ruas jalur digunakan parkir