REVIEW BOOK HUKUM PIDANA LINGKUNGAN Mahr

HUKUM PIDANA LINGKUNGAN
Adib Nor Fuad
[email protected]
DATA BUKU
Nama/Judul Buku : HUKUM PIDANA LINGKUNGAN Sistem Pemidanaan Berbasis
Konservasi Lingkungan Hidup
Penulis/Pengarang
: Mahrus Ali dan Ayu Izza Elvany
Penerbit
: UII Press Yogyakarta
Tahun Terbit
: 2014
Kota Penerbit
: Yogyakarta
Bahasa Buku
: Bahasa Indonesia
Jumlah halaman : 192 Halaman
ISBN Buku
: 978-979-3333-69-4
Buku yang berjudul “Hukum Pidana Lingkungan Sistem Pemidanaan
Berbasis Konservasi Lingkungan Hidup” ditulis oleh Mahrus Ali dan Ayu Izza

Elvany. Mahrus Ali Merupakan salah satu dosen hukum pidana Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta sejak tahun 2009 hingga sekarang,
beliau telah menyusun buku hingga 9 buku. Prestasi-prestasi beliau sangatlah
membanggakan, pada tahun 2014 Mahrus Ali menjadi peserta terbaik ke-2
pelatihan “ Asas-asas hokum pidana dan kriminologi serta perkembangannya
dewasa ini” bagi dosen hokum pidana se-Indonesia yang diselenggarakan oleh
Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (MAHUPIKI) yang pada saat itu
bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Sedangkan Ayu Izza Elvany, adalah alumnus dari Fakultas Hukum Universitas
Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, dan menjadi mahasiswa pascasarjana
Universitas Islam Indonesia (UII) yang sekarang bekerja sebaagai pembela
umum tetap di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Islam
Indonesia.
Karya-karya Mahrus Ali salah satunya adalah buku “Hukum Pidana
Lingkungan Sistem Pemidanaan Berbasis Konservasi Lingkungan Hidup” yang
disusun bersama dengan Ayu Izza Elvany, merupakan buku ajar bagi
mahasiswa yang mengambil mata kuliah Hukum Lingkungan Hidup atau
Hukum Pidana Industri. Di dalam buku ini mengkaji dan menganalisis undangundang di bidang industri dan lingkungan hidup, meliputi Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1990 Tentang Kehutanan,

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan dan sebagainya.
Jika kita membaca dalam buku ini, pada dasarnya buku yang terbit pada
tahun 2014 membahas tentang lingkungan hidup, pandangan secara normatif
yang berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang
mendefinisikan lingkungan hidup adalah sebagai kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya,
yang
mempengaruhi
alam
itu
sendiri,
kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Jika
merujuk pada Pasal 32 dapat kita jabarkan beberapa asas yang terkandung
didalamnya Pasal 32 yaitu; Pertama, asas tanggung jawab negara yang berarti

negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam yang akan memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat,

baik masa sekarang ataupun masa yang akan datang sebagai warisan generasi
selanjutnya. Kedua, asas kelestarian dan berkelanjutan yang memiliki makna,
semua orang memiliki tanggung jawab yang sama terhadap generasi yang
akan datang untuk melestarikan alam dan seisinya agar tetap terjaga
kelestariannya.
Ketiga,
asas
keserasian
dan
keseimbangan
yaitu
memperhatikan segala aspek seperti budaya, ekonomi, sosial, dan
perlindungan serta pelestarian ekosistem dalam pemanfaatannya. Keempat,
asas keterpaduan yang berarti memadukan berbagai unsur dan berbagai
komponen terkait dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup. Dan asas-asas lainya yang terkait pada upaya pengelolaan lingkungan
hidup.
Dalam menyikapi perbedaan pendapat tentang istilah yang cocok untuk
dipergunakan terkait kajian hukum lingkungan yang beraspek pidana, maka
penulis memakai istilah yang digunakan pada buku ini yaitu Hukum Pidana

Lingkungan. dikarenakan apa yang dikaji dalam buku ini adalah masalahmasalah lingkungan hidup ditinjau dari perspektif hukum pidananya. Pada
dasarnya, buku ini ditulis dengan menitikberatkan pada kajian hukum pidana
terhadap sejumlah undang-undang pidana di luar Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) yang isinya terkait lingkungan hidup.
Isi buku ini juga menjelaskan akan dasar pembenar atau justifikasi
pengenaan atau penjatuhan tidak pidana secara ideal konsepsional tidak hanya
pada “tindak pidana” sebagai syarat objektif dan “kesalahan” sebagai syarat
subjektif, tetapi disisi lain juga pada “tujuan pemidanaan”. Pada dasarnya
pengenaan pidana bukan sekedar menetapkan atau menjatuhkan jenis dan
lamanya sanksi, tetapi juga menetapkan apakah suatu perbuatan itu adalah
tindak pidana, apakah perbuatan itu melawan hukum atau tidak, apakah
orangnya bermasalah atau tidak dan apakah pidana yang akan dijatuhkan
sesuai dengan tujuan pemidanaan atau tidak, maka dalam hal ini, penulis tidak
sekedar menjelaskan dan memaparkan teori-teori saja tetapi penulis juga
melihat dari segala aspek dalam pembahasan tindak pidana.
Seperti yang telah disinggung diatas, buku ini ditulis khusus membahas
dan menganalisi tentang tindak pidana, pertanggung jawaban pidana, sanksi
tindakan, dan teori pemidanaan dalam tindak pidana bidang lingkungan hidup
tentunya. Oleh karena itu di dalam buku ini kajian hanya dibatasi pada hukum
pidana materiil saja, tidak meliputi hukum pidana formil.

Di dalam buku ini terdapat juga penjelasan sanksi pidana dan tindakan
dalam Undang-undang bidang Lingkungan Hidup, yaitu sanksi pidana seperti,
pidana penjara yang memiliki batas minimum pidana penjara yang diancamkan
terhadap pelaku tindak pidana perlindungan dan lingkungan hidup adalah 1
(satu) tahun, dan batas maksimalnya adalah 15 (lima belas) tahun. Jika yang
melakukan tindak pidana adalah badan usaha, maka ancamannya pidana
penjara yang dijatuhkan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak
pidana diperberat sepertiga. Membahas tentang perbuatan pidana, di dalam
buku yang terbit pada tahun 2014 ini mendefinisikan perbuatan pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai sanksi yang
berupa pidana tertentu bagi pelanggar larangan tersebut, sedangkan
pengertian delik mengambil definisi dari Simons, yang menurutnya delik
adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja
maupun tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat

dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai
suatu perbuatan yang dapat dihukum.
Seperti yang ada dalam kitab Undang-undang pidana, di buku ini juga
menjelaskan tentang sifat melawan hukum dan tindak pidana. Istilah melawan
hukum di ambil dari bahasa Belanda yaitu wederrechtelijk, yang oleh Van

Hamel berpendapat bahwa fari kata tersebut harus dibatasi hanya pada hukum
yang tertulis atau bertentangan dengan hukum yang tertulis. Pengertian
melawan hukum sendiri yang dikemukakan oleh Van Hamel, Simons, Vos,
Enschede dan Bemmelen menunjukkan bahwa terdapat dua arti melawan
hukum, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau
aturan hukum tertulis dan perbuatan yang bertentangan dengan aturan hukum
tidak tertulis.
Dalam memahami cakupan hukum pidana yang terdiri atas hukum
pidana materiil dan pidana formil dan pidana eksekutoriil serta dikaitkan
dengan kehadiran berbagai perundang-undangan pidana bidang lingkungan
hidup, maka ruang lingkup hukum pidana setidaknya memiliki dua hal yang
meliputi, semua undang-undang yang melarang perbuatan tertentu disertai
ancaman sanksi pidana atau tindakan di bidang lingkungan hidup, serta
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan,
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan, Undang-undang
Perikatan, Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010
Tentang Benda Cagar Budaya. Pada dasarnya buku ini tidak menguraikan

semua undang-undang pidana tersebut yang masuk dalam ruang lingkup
hukum pidana lingkungan. Ruang lingkup yang selanjutnya adalah peraturan
daerah
yang bersanksi pidana atau tindakan yang mengatur bidang
lingkungan hidup, yang oleh penulis tidak mampu menyebutkan satu persatu
dikarenakan jumlah dan jenisnya terlalu banyak.
Suatu pemidanaan haruslah ada unsur melawan hukum terlebih dahulu.
Dalam Kitab Undang-undang Pidana (KUHP) istilah melawan hukum dirumuskan
secara tegas dan eksplisit didalam rumusan delik, dengan demikian memiliki
arti penting untuk memberikan perlindungan atau jaminan tidak dipidananya
orang yang berhak atau berwenang melakukan perbuatan-perbuatan
sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang. Jika perkataab melawan
hukum disebutkan atau dicantumkan secara tegas dan eksplisit dalam
rumusan delik, maka unsur melawan hukum tersebut tidak perlu dibuktikan,
karena unsur mellawan hukumnya perbuatan itu secara otomatis telah terbukti
dengan telah terbuktinya berbuatan yang dilarang.
Dalam buku ini selanjutnya menjelaskan secara rinci tentang tindak
pidana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pada dasarnya tindak
pidana ini dimaksudkan yaitu, pertama, melakukan perbuatan yang
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku

mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Atau dalam
subtansi Pasal 98 ayat (1) yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku
mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda
paling sedikit Rp. 3.000.000.000 dan paling banyak Rp. 10.000.000.000”.

Dapat kita tarik kesimpulan bahwa perbuatan apa saja sepanjang perbuatan
tersebut merupakan sebab bagi timbulnya akibat beerupa silampauinya baku
mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
Membahan tentang baku mutu lingkungan hidup, Pasal 1 angka 13
UUPPLH menerangkan bahwa baku mutu lingkungan hidup merupakan ukuran
batas atau kadar makhluk hidup, zat, energy, atau komponen yang ada atau
harus ada. Jika suatu unsur baku mutu lingkungan hidup dilampaui maka
terjadilah pencemaran lingkungan hidup. Sedangkan pengertian dari kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup jika dilihat dari Pasal 1 angka 15 adalah
ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan hayati lingkungan hidup untuk
tetap dapat melestarikan fungsinya, jika terlampaui maka yang terjadi adalah

kerusakan lingkungan hidup.
Jadi pada dasarnya subjek dari pasal tersebut diatas yaitu berupa ‘orang’
atau ‘setiap orang’ yang dengan sengaja melakukannya. Unsur yang berupa
‘setiap orang’ bermakna, orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berdadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Ketentuan delik itu
sendiri telah diatur dalam ketentuan Pasal 98 ayat (1) yang sudah diterangkan
diatas.
Kedua, Kelalaian mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien,
baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup. Jadi setiap orang karena kelalaianya dapat mengakibatkan dilampauinya
unsur-unsur tersebut dan dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun penjara dan paling lama 3 (tiga) tahun penjara serta denda paling
sedikit Rp. 1.000.000.000 dan paling lama Rp. 3.000.000.000.
Ketiga, Melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku
mutu gangguan. Dalam Pasal 100 secara langsung menegaskan bahwa, setiap
orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu
gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun penjara
dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000. Delik pada pasal ini merupakan
delik yang unsur-unsur deliknya dianggap terbukti dengan dilakukannya
perbuatan yang dilarang tanpa harus memperhatikan akibatnya atau disebut

juga dengan delik formil. Pelanggaran pada pasal ini erat hubungannya dengan
pelanggaran administratife, maka dari itu dalam penjatuhan sanksi kepada
pelakunya tidak secara otomatis dijatuhi sanksi pidana melainkan sanksi
administrasi. Hanya saja penjatuhan sanksi pidana dapat diberikan apabila
dalam melakukan perbuatan pelanggaran dan dijatuhi sanksi administrasi lebih
dari satu kali, agar muncul rasa jera dan tidak akan mengulanginya kembali.
Dalam buku ini juga membahas tentang tindak pidana pengelolaan
limbah B3 tanpa izin. Pada dasarnya perbuatan ini merupakan pelanggaran
administrative yang diancam dengan sanksi pidana karena titik tekannya pada
pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Unsur objektifnya yaitu berupa pengelolaan
limbah B3 tanpa izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dengan
kewenangannya. Di samping itu unsur subjektifnya adalah setiap orang.
Sorotan utama saya sebagai pembaca adalah dalam buku ini membahas
tindak pidana pertambangan mineral dan batu bara. Dalam menjalankan usaha
pertambangan yang dilakukan dengan cara manual ataupun masal perlu
adanya izin terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang, seperti yang ada
dalam ketentuan Pasal 158 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, yang berisi:
“Setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa Izin Usaha
Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR) atau Izin Usaha


Pertambangan Khusus (IUPK) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh miliar
rupiah)”.
Suatu hal yang menarik untuk dibahas, karena di Indonesia banyak sekali
lokasi pertambangan, mulai dari yang kecil samapai yang besar seperti
pertambangan emas PT. Preeport yang berada di tanah Papua. Banyak sekali
kasus di Indonesia tentang kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
kegiatan pertambangan, kasus terkecil seperti penutupan lokasi penambangan
di lereng gunung Merapi kabupaten Magelang. Penambang pasir manual
dengan skala kecil bahkan dapat dibilang usaha rumahan dapat ditutup oleh
Pemerintah Kabupaten Magelang, dikarenakan tidak memiliki izin secara resmi
seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Berbeda dengan pertambangan emas terbesar di Asia yang dipegang oleh
perusahaan asing yaitu PT. Preeport yang telah mengeruk hasil bumi Indonesia
dan merusak ekosistem yang ada di Tembagapura, Papua sampai sekarang
hukum Indonesia belum mampu menanganinya. Berapa kerugian karena
kerusakan yang disebabkan oleh penambangan tersebut dibandingkan
penambang kecil yang hanya mencari pasir kali untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
Dalam hal penegakkan hukum lingkungan di Indonesia khususnya,
haruslah dengan tegas dan sesuai dengan aturan yang ada, karena pada
masa sekarang ini telah banyak terjadi kerusakan-kerusakan lingkungan yang
nantinya akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup masyarakat
Indonesia. Dan juga pemerintah harus gencar dalam sosialisasi dan
penyuluhan akan pentingnya menjaga kelestarian alam, dengan itu akan ada
rasa kepedulian terhadap lingkungan oleh masyarakat kita sendiri dan nantinya
akan menjaga dan melestarikannya.
Guna memudahkan pembaca dalam meresap teori dan materi yang
ditulis dalam buku “Hukum Pidana Lingkungan Sistem Pemidanaan Berbasis
Konservasi Lingkungan Hidup” penulis mencoba mencari teori ataupun
penjelasan-penjelasan untuk memperkuat dan menganalisis suatu kasus
mengenai lingkungan dari literasi buku, artikel, jurnal yang terpercaya. Didalam
buku ini juga dilengkapi dengan foodnote dan bodynote untuk mempermudah
pembaca dalam mencari literasi yang ada dalam buku tersebut.
Jika dilihat pada bagian cover depan, buku “Hukum Pidana Lingkungan
Sistem Pemidanaan Berbasis Konservasi Lingkungan Hidup” serasa menarik
untuk dibaca, dan membuat penasaran bagi orang yang melihatnya. Cover
dengan warna hijau dan coklat (gelap) dengan gambar pohon rindang dan
berakar timbangan terbalik adalah tema cover yang sesuai dengan isi
didalamnya, ditambah dengan tulisan yang sederhana semakin menambah
nilai estetika (keindahan) pada buku ini.
Dalam mempermudah pembaca dalam meresapi materi yang
disampaikan dalam buku, penulis memaparkan pembahasan dengan dilengkapi
contoh real dan dilengkapi dengan dasar yuridis. Dengan ini dalam menyusun
buku haruslah ada kepastihan atau unsur yuridis did dalamnya, tidak hanya
argumentasi pribadi atau bersumber pemikiran penulis saja tapi harus ada
pemikiran-pemikiran atau teori-teori dari tokoh yang terpercaya. Hal ini dapat
muncul rasa kepercayaan dan dapat dijadikan dasar argumentasi seorang
pembaca.
Penulis tidak secara rinci dalam menjelaskan dan menguraikan semua
undang-undang yang melarang perbuatan-perbuatan yang disertai ancaman
sanksi pidana atau tindakan dibidang lingkungan hidup. Dalam buku inii hanya

dijumpai beberapa undang-undang mengenai aturan dibidang lingkungan
hidup, padahal hal ini sangat diperlukan oleh pembaca untuk mencari dan
menganalisis perbuatan-perbuatan pidana lingkungan hidup yang sering terjadi
di lapangan. Serta dalam buku ini tidak menjelaskan secara rinci tentang
peraturan daerah yang bersanksi atau tindakan yang mengatur dibidang
lingkungan hidup.
Pada halaman pertama BAB 1 terdapat kesalahan dalam pengulangan
kata Undang-undang yang ditulis “Undang-Undang No. 32 Tahun 2009”. Di
dalam penulisan yang benar adalah seharusnya huruf U pada kata undang
yang kedua adalah menggunakan huruf kecil bukan huruf capital.
Selain itu dalam pembahasan dan menguraikan atau menganalisis suatu
perbuatan pelanggaran terhadap lingkungan hidup, penulis hanya
menguraikan secara sekilas saja dasar-dasar hukumnya dan unsur-unsur di
dalam dasar hukum tersebut, dengan ingin sangat menyulitkan pembaca
dalam memahami, disamping itu bahasa yang digunakan oleh penulis juga
terkadang susah untuk mengerti oleh pembaca. Hal ini sangat disayangkan
sekali, karena buku Hukum Pidana Lingkungan Sistem Pemidanaan Berbasis
Konservasi Lingkungan Hidup sangatlah membantu dalam menganalisis suatu tindak
pidana lingkungan hidup itu sendiri.