SASTRA KLASIK SASTRA KLASIK SASTRA KLASIK

SASTRA KLASIK: Puisi Lama

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Sastra Klasik: Puisi
Lama”. Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian sastra dan sastra klasik serta
salah satu jenis sastra klasik yaitu puisi lama dan jenis-jenisnya.
Makalah ini penulis buat guna memenuhi syarat penyelesaian tugas mata kuliah
Prosa, Fiksi, dan Drama yang diasuh oleh Ibu Anni Rahimah, S.Pd pada semester ganjil kelas
VA Bahasa Indonesia, selain itu juga sebagai bahan perkuliahan yang dapat menambah
wawasan dan pengetahuan pembaca, khususnya bagi para mahasiswa calon guru.
Dalam penulisan makalah ini, penulis tentunya tidak dapat bekerja sendiri tetapi juga
dibantu oleh pihak lain yang bersangkutan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Anni Rahimah, S.Pd selaku dosen pengampu yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Selanjutnya kepada sumber rujukan yang
tulisannya kami gunakan sebagai referensi dalam makalah ini. Tak lupa juga kepada rekan
satu kelas yang turut membantu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna perbaikan
makalah ini selanjutnya.
Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat sebagaimana mestinya.
Praya 20 Mei 2015
Penulis,

Muhamad Syamsul
NIM. 11211.0010

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra adalah karya indah yang dapat kita nikmati sebagi media hiburan dan juga
media pendidikan. Melalui sastra kita dapat menuangkan pikiran dan perasaan kita dan kita
juga dapat membaca atau mengetahui pikiran dan perasaan orang lain melalui karyanya.
Sastra di Indonesia mengalami perkembangan dari masa ke masa sehingga kita mengenal
adanya sastra klasik (lama) dan sastra modern (baru) jika kita tinjau dari segi waktu ataupun
zamannya.
Sastra klasik dan sastra modern memiliki ciri khas masing-masing yang dapat kita
jadikan indikator untuk mengetahui suatu karya apakah termasuk ke dalam sastra modern
atau sastra klasik. Ciri ini dapat kita lihat jelas pada penulis dan bahasanya. Pada sastra klasik
pengarangnya biasanya tidak diketahui atau disebut anonim dan bahasa yang digunakan

cenderung berbahasa daerah atau tradisional, sedangkan pada sastra modern penulisnya
diketahui dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan bahasa asing atau bias kita
sebut bahasa modern.
Begitu juga halnya dengan pengklasifikasian jenis kedua sastra tersebut. Sastra
modern terdiri dari puisi modern, prosa, dan drama yang kita kenal sejak angkatan 20-an
hingga kini. Sedangkan sastra klasik terdiri dari puisi lama sebagai dominator dan sebagian
kecil prosa. Oleh karena itu, kita harus bisa membedakan mana karya berjenis sastra klasik
atau sastra modern. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai sastra klasik
khususnya puisi lama.
Puisi yang sering kita sebut kata-kata indah yang bermakna dan mengandung pesan
kerap kali hadir dalam kehidupan kita sehari-hari. Memang pemahaman tentang puisi secara
baik jarang kita temui pada masyarakat umum dan bahkan pada anak sekolah atau pelajar.
Kita sering sekali mengatakan puisi hanya sebatas kata-kata indah, padahal sejatinya puisi
ada yang mengandung kata-kata kasar, serapah, dan mengutuk.
Membuat sebuah puisi dianggap segelintir orang adalah pekerjaan yang mudah begitu
juga memaknainya. Tetapi dalam prakteknya membuat puisi ataupun memaknainya adalah
pekerjaan yang sukar dan tidak bisa dilakukan begitu saja. Kita harus memiliki pemahaman
tentang puisi yang cukup agar kita mampu memahaminya.
Jenis puisi sangat beragam dan sangat banyak pihak yang membuatnya. Pada
umumnya kita mengenal adanya puisi lama dan puisi baru. Puisi lama adalah puisi yang


terikat oleh suatu peraturan tertentu dan puisi baru adalah puisi yang lebih bebas walaupun
masih mengandung peraturan tertentu. Kita sering kali salah dalam menentukan jenis suatu
puisi yang kita baca. Oleh karenanya, kita harus mengetahui makna dan jenis puisi yang ada
agar kita bisa mengetahui jenisnya saat kita membacanya dan dapat juga melestarikannya
sebagai suatu budaya dan kekayaan bangsa kita.
Oleh karena itu, penulis menyusun makalah ini yang berisi materi penjelasan salah
satu jenis puisi yaitu puisi lama dengan tujuan agar pembaca mengetahui dan memiliki
pemahaman yang baik tentang puisi lama sebagai suatu wawasan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
a) Pengertian sastra;
b) Pengertian dan jenis sastra modern;
c) Pengertian dan jenis sastra klasik;
d) Pengertian puisi baru dan jenisnya; dan
e) Pengertian puisi lama dan jenisnya.
1.3 Batasan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini tidak mengambang maka penulis membatasinya
pada sastra klasik khususnya puisi lama dan jenisnya.

1.4 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut:
a) Apakah pengertian sastra?
b) Apakah pengertian sastra klasik?
c) Apakah pengertian dari puisi lama?
d) Apa sajakah yang yang tergolong puisi lama?
1.5 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah selain untuk memenuhi penyelesaian tugas mata
kuliah Prosa, Fiksi, dan Drama, juga untuk memberi penjelasan berupa materi untuk
menambah pengetahuan atau wawasan pembaca mengenai sastra klasik khususnya puisi
lama.
1.6 Manfaat
Manfaat penulisan makalah adalah memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada
pembaca mengenai sastra klasik khususnya puisi lama.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sastra
Berdasarkan asal usulnya, istilah kesusastraan berasal dari bahasa sansekerta, yakni
susastra. “Su” berarti bagus atau indah, sedangkan “sastra” berarti buku, tulisan atau huruf.

Sehingga susastra di artikan tulisan yang indah. Sedangkan menurut Purwadi (2009:1) sastra
berasal dari kata “sas” yang artinya mengajar dan “tra” yang artinya alat, sehingga sastra
siartikan sebagai alat untuk mengajar. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa sastra adalah karya
yang bersifat indah dan memiliki nilai ajaran yang baik. Nilai ajaran yang baik ini berupa
pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya yang dapat kita jadikan sebagai panutan
sebagai fatwa alama (nasihat baik dari pengarangnya).
Berdasarkan pengertian di atas, Plato dalam Suroso, dkk (2008:11) mengatakan
bahwa sastra dipandang baik apabila mengandung tiga nilai syarat utama, yaitu :
a) memberikan ajaran moral yang lebih tinggi;
b) memberikan kenikmatan; dan
c) memberikan ketepatan dalam ujud pengungkapannya.
Di Indonesia kita mengenal dua jenis sastra secara umum, yaitu sastra klasik (lama)
dan sastra modern (baru). Sastra klasik adalah sastra yang hidup sebelum abad 20. Sedangkan
sastra modern adalah sastra yang hidup pada abad 20 hingga sekarang. Sastra modern ini
telah ditulis dengan kata-kata yang lebih bagus dan mudah dimengerti. Contohnya adalah
cerpen. Cerpen adalah tulisan berupa cerita tentang suatu hal yang lebih pendek dari novel
(jenis sastra modern lainnya). Fungsi sastra modern dan sastra klasik pada umumnya sama.
Fungsi cerpen bukan hanya untuk menyenangkan hati saja, melainkan menggali perasaan
seseorang untuk mencurahkan secara spontan (Nursito, 2000:124). Dari uraian tersebut, kita
dapat merangkum bahwa sastra berfungsi sebagai suatu karya yang dapat dijadikan sebagai

media untuk menuangkan pikiran dan perasaan.
2.2 Pengertian Sastra Klasik
Karya sastra klasik atau disebut juga sastra “melayu lama” pertama kali dihasilkan
sebelum abad 20, atau sekitar 1870-an tepatnya. Pada era ini karya sastra yang dihasilkan
kebanyakan masih berupa syair, hikayat, dan novel yang berupa terjemahan dari Barat (Agni,
2008:13). Sastra klasik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Bahasa pada karya sastra klasik menggunakan bahasa Melayu, bahasa Arab, dan
Bahasa daerah.
b) Tema yang digunakan cenderung kaku, bersifat istanasentris, dan mistis.

c) Latar belakang penciptaan terpengaruh pada kesastraan Hindu, Islam, dan budaya
tradisional.
d) Bersifat anonim (nama pengarang tidak diketahui).
e) Berkembang secara statis dan disampaikan secara lisan turun temurun.
Sastra klasik didominasi oleh karya berbentuk puisi yang kita sebut sebagai puisi
lama, tetapi ada juga karya yang berbentuk prosa atau cerita, namun dalam hal ini penulis
akan membahas atau memaparkan mengenai puisi lama.
2.3 Pengertian Puisi Lama
Puisi adalah untaian kata-kata yang merupakan ungkapan perasaan penyair yang
memiliki nilai keindahan dengan kata-kata yang singkat namun bermakna amat luas sesuai

dengan penafsiran atau penggambaran pembacanya. Dunton (dalam Pradopo, 1993:6)
berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan
artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Sedangkan menurut Uned (2010:36) puisi
adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik
dan bait. Jadi, puisi adalah ragam sastra sebagai media pengungkapan perasaan dan pikiran
yang bernilai indah dan bersifat fiksi.
Brooks, dkk (dalam Tarigan, 2008:76) menyatakan bahwa fiksi adalah suatu istilah
yang dipergunakan untuk membedakan uraian yang tidak bersifat historis dari uraian yang
bersiat historis, dengan penunjukan khusus atau penekanan khusus pada segi sastranya.
Artinya, dalam memaknai sebuah karya yang bersifat fiksi, kita sebagai pembaca atau
penikmat memiliki kebebasan untuk menafsirkan maksud dan tujuan penyair dalam karyanya
sesuai dengan pemahaman kita. Kita dapat menemukan sendiri ide dan perasaan penyair
sesuai daya imaji yang kita miliki.
Berdasarkan waktunya, salah satu jenis puisi yang kita kenal adalah puisi lama.
Menurut Uned (2010:36) puisi lama adalah puisi Indonesia yang belum terpengaruh puisi
barat. Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan tertentu. Puisi yang lahir
sebelum masa penjajahan Belanda. Sifat masyarakat lama yang statis dan objektif,
melahirkan bentuk puisi yang statis pula, yaitu sangat terikat pada aturan tertentu. Aturanaturan yang mengikat tersebut antara lain:
a) Jumlah kata dalam 1 baris;
b) Jumlah baris dalam 1 bait;

c) Persajakan (rima), yaitu pengulangan bunyi yang berselang;

d) Irama, yaitu alunan yang tercipta oleh kalimat, panjang pendek, dan kemerduan
bunyi;
e) Banyak suku kata tiap baris.
Puisi lama juga memiliki ciri-ciri sebagai berikut (http://www.wikipedia.com) :
a) Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya (anonim);
b) Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan; dan
c) Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata
maupun rima.
2.4 Jenis Puisi Lama
Puisi lama memiliki beragam jenis, yaitu sebagai berikut (http://www.okrek.com):
a. Mantra
Menurut Uned (2010:37) mantra adalah puisi yang berisi ucapan-ucapan yang
dianggap mengandung kekuatan gaib dan biasanya diucapkan oleh seorang atau beberapa
orang pawang. Mantra adalah kata atau ucapan yang mengandung hikmah dan kekuatan gaib.
Kekuatan mantra dianggap dapat menyembuhkan atau mendatangkan celaka. Keberadaan
mantra dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih
banyak berkaitan dengan adat kepercayaan. Hanya orang yang ahli yang boleh mengucapkan
mantera, misalnya pawang atau dukun.

Ciri-ciri mantra:
1) Berirama akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde.
2) Bersifat lisan, sakti atau magis
3) Adanya perulangan
4) Metafora merupakan unsur penting
5) Bersifat esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan
misterius
6) Lebih bebas dibanding puisi rakyat lainnya dalam hal suku kata, baris dan
persajakan (http:www.okrek.com).

Contoh Mantra

Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayan
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu

Komentar:

Dari contoh di atas kita bisa melihat dan merasakan dengan jelas mengapa tulisan itu
disebut sebagai mantra. Kalimat pertama yang berbunyi

“Assalammu’alaikum...”

menggambarkan bahwa hal itu ayat khusus yang digunakan untuk membuka suatu ritual atau
mengawali suatu acara yang dalam hal ini bertujuan untuk memulai percakapan dengan
makhluk asing. Hal ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang karena mantra hanya akan
efektif atau memiliki reaksi seperti yang diharapkan jika dilakukan atau dilafalkan oleh
orang-orang tertentu seperti pawang misalnya.
Mantra dapat menimbulkan kekuatan gaib yang tidak dapat dicerna oleh akal sehat
kita karena hasilnya berupa sulap ataupun sihir. Oleh karena itulah mantra disebut bersifat
esoferik, yaitu bahasa khusus yang dipergunakan antara seorang yang ahli di dalamnya
dengan lawan bicara khusus. Lawan bicara khusus maksudnya adalah pihak lain di luar
manusia sebagai makhluk yang belum tentu dapat kita tangkap ataupun kita gambarkan
dengan panca indera kita. Untuk dapat memahami mantra, kita harus memiliki kemampuan
khusus yang tidak dimiliki semua orang. Hal ini bisa saja kita pelajari dari seorang “guru”
ataupun bakat yang telah ada sejak kita dilahirkan. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa mantra
adalah ayat khusus yang digunakan untuk menimbulkan kekuatan gaib oleh orang yang ahli
di dalamnya.

b. Pantun
Pantun adalah sajak pendek, tiap-tiap kolet biasanya empat baris ab ab dan dua baris
yang dahulu biasanya untuk tumpuan saja (Ali, 2006:288) Pantun merupakan salah satu jenis
puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Lazimnya pantun terdiri
atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b (tidak

boleh a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun
sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian, yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah
dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat
pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan
maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang
merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Ciri-ciri pantun:
1) Setiap bait terdiri 4 baris
2) Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
3) Baris 3 dan 4 merupakan isi
4) Bersajak a – b – a – b
5) Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
6) Berasal dari bahasa Melayu
Contoh :
Berburu ke padang datar (a)
Mendapat rusa belang kaki (b)
Berguru kepalang ajar (a)
Bagai bunga kembang tak jadi (b)
(Balai Pustaka, 2008:217)
Pantun yang kita kenal dalam masyarakat Indonesia memiliki keanekaragaman atau
variasi (http:www.sekolahdi.blogspot.com).
1) Pantun Anak-anak
Contoh :
Elokrupanya sikumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
(Balai Pustaka, 2008:20)
2) Pantun Muda-mudi
Contoh :
Dari jauh kapallah datang
Berlabuh dekat pulau Pandan
Dari jauh kakanda datang
Rasa semangat pulang ke badan

(Balai Pustaka, 2008:117-118)
3) Pantun Orang Tua
Contoh :
Bagai puisi, puisi indah
Dipetik hidup di pucuk belati
Bagai bocah, bocah bermadah
Lupa diri menyusur di lorong mati
(S. Wiraatmadja dalam H.B. Jassin, 1982:283)

4) Pantun Jenaka
Contoh:
Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
Biar marah tertawa juga
(Balai Pustaka, 2008:206)
5) Pantun Teka-teki
Contoh :
Kalau puan, puan cemara
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki
Komentar:
Karya sastra seperti contoh di atas disebut pantun karena memenuhi bentuk yang
bericirikan terdiri dari empat baris dan bersajak a-b-a-b. Pantun merupakan karya sastra
klasik yang digunakan untuk menyampaikan suatu hal dengan menggunakan bahasa yang
ditata sedemikian rupa. Kalimat pertama dan kedua adalah sampiran yang merupakan
pengantar maksud yang ingin diutarakan, sedangkan kalimat ketiga dan keempat adalah isi
yang merupakan pesan atau maksud yang ingin di sampaikan.
Pengklasifikasian pantun terdiri dari 5 bagian, yaitu pantun anak-anak, muda-mudi,
orang tua, jenaka, dan teka-teki. Pantun anak-anak adalah pantun yang dipergunakan oleh
anak-anak untuk menunjukkan keriangan atau perasaan lainnya dengan menggunakan kata-

kata seperti ‘ibu’, ‘bapak’, ‘tangis’, tawa’, dan sebagainya yang merupakan bahasa anakanak. Pantun muda-mudi adalah pantun yang diperuntukkan untuk remaja atau anak muda
sebagai media ungkapan perasaan dan pikiran dengan menggunakan bahasa yang cenderung
bermakna kias romantis, perih, dan sebagainya. Pantun ini terdiri dari pantun perkenalan,
berkasih-kasihan, perpisahan, dan sebagainya. Pantun orang tua berisikan nasehat, adatistiadat, dan sebagainya yang biasanya bertujuan memberi nasehat kepada anak-anaknya
ataupun orang lain. Disebut pantun jenaka karena isi dari pantun ini berisi kelucuan yang
bertujuan member kesenangan bagi pembaca atapun pendengarnya. Sama halnya dengan
pentun teka-teki, disebut demikian karena isinya berupa teka-teki yang meminta pembaca
atau pendengarnya memberi jawaban atas apa yang ditanyakan dalam pantun tersebut.
c. Sajak
Menurut H.B. Jassin (dalam http:www.okrek.com) sajak itu adalah suara hati
penyairnya, sajak lahir daripada jiwa dan perasaan tetapi sajak yang baik bukanlah hanya
permainan kata semata-mata. Sajak yang baik membawa gagasan serta pemikiran yang dapat
menjadi renungan masyarakat .Sedangkan Abdul Hadi W.M. (dalam http:www.okrek.com)
menjelaskan bahwa sajak itu ditulis untuk mencari kebenaran. Katanya lagi, "dalam sajak
terdapat tanggapan terhadap hidup secara batiniah". Oleh karena itu, di dalam sajak harus ada
gagasan dan keyakinan penyair terhadap kehidupan, atau lebih tepat lagi, nilai kemanusiaan.
Ciri-ciri sajak antara lain berasal dari perkataan Arab “saj” yang bermaksud karangan
puisi, bentuknya bebas dari pada puisi dan syair, pemilihan kata-kata yang indah.
Contoh Sajak
"Sebatang Lisong"
Penyair-penyair salon
Yang bersajak tentang anggur dan rembulan
Sementara ketidakadilan terjadi disampingnya
Dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
Termangu-mangu di kaki dewi kesenian

Komentar:
Sajak lebih menekankan pada sisi keindahan bahasa dengan pemilihan kata yang
sebaik mungkin sehingga kita mendengar untaian bunyi yang sangat menarik. Keindahan
bunyi ini bukan hanya sekedar permainan kata-kata semata untuk menghibur tetapi juga

untuk menyampaikan maksud pengarangnya secara mendalam. Oleh karena itu, dibutuhkan
pemahaman yang tinggi untuk memaknai sebuah sajak.
Memahami sajak bukan hanya dengan menggunakan pikiran semata tetapi harus
menggunakan unsur batiniah karena makna yang terkandung dalam sajak tidak dapat kita
temukan begitu saja tertulis dalam kalimat-kalimatnya. Coba kita lihat dua baris terakhir dari
sajak di atas yang berbunyi “...dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan, termangumangu di kaki dewi kesenian...”. Untaian kalimat di atas memiliki makna yang begitu dalam
dan juga sangat luas jika kita nilai dari sudut pandang kita masing-masing. Akan terdapat
begitu banyak persepsi yang timbul sesuai dengan interpretasi per individu yang
membacanya. Dari untaian tersebut timbul pertanyaan besar untuk kita jawab, yaitu
“siapakah dewi kesenian itu?”. Penulis menyerahkan jawabannya kepada semua pembaca
untuk menunjukkan sedalam apa makna yang terkandung dalam sajak itu.
d. Syair
Menurut Uned (2010:37) syair adalah puisi lama yang terdiri atas 4 (empat) baris
yang berakhir dengan bunyi yang sama (berirama a-a-a-a). Puisi lama yang berasal dari Arab,
yang memiliki ciri-ciri setiap bait terdiri dari 4 baris dan semua baris merupakan isi, jadi
tidak memiliki sampiran, setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata yang biasanya berisi nasehat,
dongeng ataupun cerita.
Contoh Syair
Padazaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita(a)
Sebuah negeri yang amansentosa (a)
Dipimpin sang raja nanbijaksana (a)
Padazaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita(a)
Sebuah negeri yang amansentosa (a)
Dipimpin sang raja nanbijaksana (a)
Negeribernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur(a)
Rakyat teratur hidupnyamakmur (a)
Rukun raharja tiadaterukur (a)

Komentar:
Jika pantun terdiri dari 4 baris dan bersajak a-b-a-b maka syair terdiri dari 4 baris
sebait tetapi bersajak a-a-a-a. Jika baris pertama dan kedua pada pantun adalah sampiran serta
baris ketiga dan keempat adalah isi maka pada syair tidak terdapat hal itu karena pada syair
mulai dari baris pertama langsung memasuki isi dari cerita atau pesan yang ingin
disampaikan.
Syair di atas sama halnya dengan pantun dan sajak juga bermaksud menyampaikan
pesan kepada pembaca atau pendengarnya. Tetapi syair lebih menggunakan kata-kata yang
awam dengan unsur penceritaan yang lebih tampak jika dibandingkan dengan pantun dan
sajak. Penceritaan ini lebih mementingkan pada tersampaikannya pesan secara efektif dengan
memperhatikan keteraturan bunyi akhirnya. Kita lebih mudah memahami makna yang
terkandung dalam syair. Seperti contoh di atas dengan membaca sekali saja kita telah bisa
menangkap makna bahwa syair tersebut menceritakan sebuah negeri yang damai dan
memberikan ajaran kepada kita bahwa sebaiknya kita juga menjadikan negeri kita seperti apa
yang digambarkan dalam syair tersebut.
e. Karmina
Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek (http:www.wikipedia.com).
Ciri-ciri:
1) Setiap bait terdiridari 2 baris
2) Baris pertama merupakan sampiran
3) Baris kedua merupakan isi
4) Bersajak a-a
5) Setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata

Contoh Karmina
Dahulu parang sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)

Komentar:
Contoh di atas adalah karmina yang juga disebut sebagai pantun kilat. Disebut pantun
kilat karena bentuknya yang pendek. Karmina hanya terdiri dari 2 baris dalam sebait. Baris
pertama disebut sampiran dan baris kedua disebut sebagai isi dan bersajak a-a. Hal inilah
yang dapat kita lihat jelas untuk membedakan karmina dari pantun dan syair yang terdiri dari
4 baris dalam satu bait.
Dari contoh tersebut dapat kita analisis makna yang terkandung di dalamnya. Kalimat
pertama yang berbunyi “dahulu parang sekarang besi” tidak memiliki makna karena hanya
merupakan sampiran atau pengantar dari kalimat berikutnya pada baris kedua. Sampiran
hanya mementingkan keselarasan bunyi baik di awal, di tengah, maupun di akhir kalimat.
Sehingga kita bebas memilih kata sebagai diksi dalam kalimat pertama dengan
memperhatikan bunyi pada kalimat baris berikutnya. Kalimat kedua yang berbunyi “dahulu
sayang sekarang benci” merupakan isi atau pesan yang ingin disampaikan pengarangnya.
Dari kalimat tersebut kita dapat menginterpretasikan maknanya sebagai ungkapan pikiran
pengarangnya mengenai perasaannya kepada orang lain yang mungkin saja pada saat itu
sedang sakit hati. Hal ini ditunjang dari pemilihan katanya yang menghubungkan
kata”sayang” dan “benci”. Dari situ kita menangkap bahwa dahulu ia menyayangi pihak yang
ia maksud tetapi puntuk sekarang perasaan itu telah berubah menjadi rasa benci.
Pengungkapannya lewat puisi yang hanya terdiri dari dua baris dan bersajak a-a membuatnya
tergolong dalam jenis karmina. Mungkin jika pengarangnya mengungkapkannya dengan
tulisan empat baris dan bersajak a-b-a-b maka tidak kita sebut karmina tetapi pantun.
f. Talibun
Menurut Ali (2006:486) talibun adalah sajak yang lebih dari empat baris, biasanya
terdiri dari 6 atau 20 baris yang bersamaan bunyi akhirnya. Berirama abc-abc, abcd-abcd,
abcde-abcde, dan seterusnya.
Ciri-ciri:
1) Jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan
seterusnya.
2) Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
3) Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.
4) Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.
5) Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d.

Contoh Talibun
Kalau anak pergi ke pekan (a)
Yu beli belanak pun beli (b)
Ikan panjang belidahulu (c)
Kalau anak pergi berjalan (a)
Ibu cari sanak pun cari (b)
Induk semang caridahulu (c)

Komentar:
Talibun memiliki ciri khas yang membedakannya dengan jenis puisi lama lainnya
yaitu lebih panjang dari pantun atau lebih dari empat baris tetapi diikat oleh persajakan. Jika
terdiri dari 6 baris maka 3 baris pertama adalah sampiran dan 3 baris terakhir adalah isi. Jika
terdiri dari 8 baris maka 4 baris pertama adalah sampiran dan 4 baris terakhir adalah isi,
begitu seterusnya.
Talibun memiliki tingkat yang lebih sulit dalam pembuatannya karena harus lebih dari
4 baris dan harus memperhatikan pilihan kata agar bunyi sebagai persakannya selaras dengan
bunyi pada kalimat isi. Selain itu, tentu saja kalimat pertama, kedua, dan ketiga pada
sampiran dan isinya harus memiliki keterkaitan sehingga kita harus berpikir lebih keras untuk
merangkai kata-kata yang tepat agar terbentuk sesuai dengan ketetapan atau ciri-ciri talibun.
Talibun di atas menyampaikan pesan kepada pembaca atau pendengar mengenai
nasihat atau saran. Jika kita hendak pergi ke suatu tempat misalnya merantau, kita harus
terlebih dahulu menentukan tempat tujuan kita atau tempat kita tinggal. Tetapai interpretasi
penulis ini bukan jadi makna satu-satunya karena sastra bebas dimaknai oleh setiap pembaca
atau pendengar sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing.
g. Seloka
Seloka adalah sajak yang mengandung ajaran, sindiran, dan sebagainya (Ali,
2006:405). Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun
berkait merupakan jalinan atas beberapa bait. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk
pantun atau syair, terkadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris.
Ciri-ciri:
1) Ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair,
2) Namun ada seloka yang ditulis lebih dari empat baris.

Contoh Seloka
Lurusjalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati takkan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan

Komentar:
Jika kita tinjau dari segi jumlah baris dalam satu bait dan juga persajakannya maka
akan kita temui persamaan seloka dengan pantun maupun syair. Tetapi yang dapat kita lihat
sebagai pembeda di antara seloka dan pantun maupun syair adalah seloka merupakan pantun
berkait. Pantun berkait adalah pantun yang terdiri dari tidak boleh satu bait atau dengan kata
lain bentuk ini harus lebih dari satu bait karena pantun berkait adalah jalinan dari beberapa
bait yang menjadi satu kesatuan.
Keterkaitan antara bait yang satu dengan bait yang lain dalam seloka dapat kita lihat
dari kalimat yang dituliskan. Baris kedua pada bait pertama memiliki bunyi yang sama
dengan baris pertama bait kedua, yaitu “kayu jati bertimbal jalan”. Baris keempat bait
pertama meiliki bunyi yang sama dengan baris ketiga bait kedua, yaitu “ibu mati bapak
berjalan”. Untuk lebih jelasnya lagi coba kita perhatikan contoh di atas. Kata yang tegak dan
bercetak tebal pada bait pertama sama dengan kata yang tegak dan bercetak tebal pada bait
kedua. Begitupun kata bercetak miring dan tebal pada bait pertama sama dengan kata
bercetak miring dan tebal pada bait kedua. Hal ini yang menjadi karakteristik puisi lama
berjenis seloka dari jenis lainnya sehingga disebut dengan pantun berkait.
h. Gurindam
Menurut Uned (2010:37) gurindam adalah sajak dua baris yang mengandung petuah
atau nasehat. Gurindam adalah satu bentuk puisi yang berasal dari Tamil (India) yang terdiri
dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang
utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian dan baris kedua
berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi.
Ciri-ciri:

1) Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian
2) Baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris
pertama tadi.
3) Isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatu
sebab akibat.
Contoh Gurindam
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang (a)
Bagai rumah tiada bertiang (a)
Jika suami tiada berhati lurus(a)
Istri pun kelak menjadi kurus(a)

Komentar:
Jika kita lihat dari jumlah baris dalam satu bait dan persajakannya maka gurindam
sama dengan karmina, yaitu terdiri dari dua baris sebait dan bersajak a-a. Tetapi yang
membedakan keduanya adalah peran setiap baris dalam tiap bait. Jika dalam karmina baris
pertama disebut sampiran dan baris kedua disebut isi maka hal ini tidak sama dengan
gurindam. Pada gurindam tidak ditemui kedua istilah tersebut karena baris pertama adalah
soal dan baris kedua adalah jawaban.
Kita lihat bait kedua. Baris pertama berbunyi “barang siapa tinggalkan
sembahyang”. Hal ini menunjukkan permasalahan tentang apa yang akan terjadi atau apa
akibat bila kita meninggalkan ibadah berupa sembahyang dan akan terjawab oleh baris kedua
yang berbunyi “bagai rumah tiada bertiang” yang artinya tidak memiliki penopang. Jadi,
dari bait kedua tersebut dapat kita simpulkan bahwa apabila kita meninggalkan ibadah maka
kita akan hidup tanpa penopang atau tidak memiliki sandaran dalam menjalani hidup, kita
akan rapuh.
i. Bidal
Menurut Ali (2006:40) bidal adalah pribahasa atau pepatah yang mengandung
nasehat. Bidal merupakan jenis peribahasa yang memiliki arti lugas, memiliki rima dan
irama, sehingga digolongkan ke dalam bentuk puisi. Dalam kesustraan Melayu, bidal yang
mengandung kiasan, sindiran atau pengertian tertentu ini termasuk salah satu bentuk sastra
tertua. Ciri-ciri bidal yaitu bidal biasanya berupa kalimat singkat yang memiliki makna

kiasan atau figuratif yang bertujuan menangkis, menyanggah, dan menyindir. Pengungkapan
pikiran dan perasaan demikian tidak secara langsung, tetapi dengan sindiran, ibarat, dan
perbandingan. Dalam tataran teori makna bidal sering disamakan dengan ungkapan atau
pepatah. Kategori bidal yaitu ungkapan, peribahasa, perumpamaan, tamsil, pepatah, dan
pameo (http://www.okrek.com):
1) Ungkapan yaitu peribahasa yang berbentuk kelompok kata.
Contoh: Tebal muka artinya tidak punya malu.
2) Peribahasa yaitu bahasa kiasan atau figuratif yang bisa berupa kalimat atau kelompok
kata yang tetap susunannya.
Contoh: Bagai kerbau dicocok hidungnya artinya tidak ada pendirian.
3) Perumpamaan adalah peribahasa yang berisi perbandingan-perbandingan, biasanya
menggunakan kata-kata bak, laksana, umpama, dan bagai.
Contoh: Bagai kucing lepas senja artinya sangat senang hingga lupa pulang.
4) Tamsil yaitu seperti perumpamaan yang diikuti bagian kalimat yang menjelaskan.
Contoh: Ada ubi ada talas, ada budi ada balas.
5)
Pepatah yaitu kiasan tetapi yang dinyatakan dalam kalimat selesai.
Contoh: Hancur badan dikandung tanah, budi baik dikenang jua, artinya budi baik seseorang
itu jangan dilupakan.
6) Pameo merupakan peribahasa yang berupa semboyan, berfungsi untuk mengobarkan
semangat/menghidupkan suasana.
Contoh: Gantungkan cita-citamu setinggi langit artinya agar kita tidak pesimis dan berusaha
untuk mencapai cita-cita itu.
Komentar:
Kita lihat dari beragam contoh di atas terdapat permainan kata-kata sebagai diksi
untuk mengungkapkan maksud yang ingin disampaikan. Kata-kata yang dipilih cenderung
berbentuk pengibaratan. Pengibaratan adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan
sesuatu dengan menggunakan kata lain atau kalimat lain untuk menggambarkan hal yang
dimaksud. Tetapi antara kata-kata yang diutarakan tidak memiliki hubungan wajib dengan
maksud yang dituju. Hal ini hanya merupakan kesepakatan umum sebagai suatu konvensi
yang hidup di dalam masyarakat pemakainya. Jadi, hal ini hampir sama dengan ciri bahasa
yang bersifat arbitrer.
Kita ambil salah satu contoh dari bidal yaitu ungkapan yang berbunyi “tebal muka”.
Jika kita tinjau dari segi makna kata maka tebal muka berarti orang yang meiliki muka yang
tebal, tetapi dalam hal ini karena merupakan ungkapan maka tebal muka bermakna orang
yang tidak punya rasa malu. Hubungan keduanya kita lihat dari penalaran. Tebal muka
diasumsikan sebagai orang yang tidak punya malu karena hal memalukan telah ia lakukan

berulang-ulang. Ia tidak merasa malu walaupun ia melakukan kesalahan atau tindak
memalukan lebih dari satu kali. Ia masih berani menampakkan muka atau wajahnya di depan
umum makanya disebut bermuka tebal.
Selain jenis di atas sebenarnya masih ada jenis lain dari puisi lama tetapi masih
kurang popular penggunaanya di kalangan masyarakat kita. Jenis tersebut antara lain
masnawi, ruba’i, khit’ah, nazam, dan gazal. Bentuknya sudah hampir mirip dengan puisi
modern. Oleh karena itu, penulis tidak membahasnya dalam makalah ini.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sastra adalah karya yang bersifat indah dan memiliki nilai ajaran yang baik. Nilai
ajaran yang baik ini berupa pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya yang dapat kita
jadikan sebagai panutan sebagai fatwa alama (nasihat baik dari pengarangnya). Karya sastra
klasik atau disebut juga sastra “melayu lama” pertama kali dihasilkan sebelum abad 20, atau
sekitar 1870-an tepatnya. Pada era ini karya sastra yang dihasilkan kebanyakan masih berupa
syair, hikayat, dan novel yang berupa terjemahan dari Barat.
Sastra klasik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a)

Bahasa pada karya sastra klasik menggunakan bahasa Melayu, bahasa Arab, dan

Bahasa daerah.
b) Tema yang digunakan cenderung kaku, bersifat istanasentris, dan mistis.
c) Latar belakang penciptaan terpengaruh pada kesastraan Hindu, Islam, dan budaya
tradisional.
d) Bersifat anonim (nama pengarang tidak diketahui).
e) Berkembang secara statis dan disampaikan secara lisan turun temurun
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan tertentu. Puisi yang lahir
sebelum masa penjajahan Belanda. Sifat masyarakat lama yang statis dan objektif,
melahirkan bentuk puisi yang statis pula, yaitu sangat terikat pada aturan tertentu.
Adapun aturan-aturan yang mengikat tersebut, yaitu jumlah kata dalam 1 baris,
jumlah baris dalam 1 bait, persajakan (rima), yaitu pengulangan bunyi yang berselang, irama,
yaitu alunan yang tercipta oleh kalimat, panjang pendek, dan kemerduan bunyi, banyak suku
kata tiap baris. Puisi lama memiliki beragam jenis, yaitu mantra, pantun, sajak, syair,
karmina, talibun, seloka, gurindam, bidal, masnawi, ruba’i, khit’ah, nazam, dan gazal.

3.2 Saran
Kita sebagai mahasiswa khususnya yang duduk di jurusan Bahasa Indonesia harus
memiliki pengetahuan yang baik tentang bahasa yang dalam hal ini mengenaisastra klasik
seperti puisi lama. Hal itu tentu saja akan terwujud apabila kita rajin membaca dan menulis.
Dengan membaca dan menulis wawasan kita akan berkembang dan akan semakin matang.
Sebagai guru kita harus memiliki pemahaman yang baik mengenai materi yang akan
kita ajarkan agar kita bisa menyampaikannya dengan baik. Siswa yang pandai akan tercipta
dari pendidikan seorang guru yang pandai pula serta kritis.

DAFTAR PUSTAKA
Agni. 2008. Sastra Indonesia Lengkap. Jakarta : Hi-Fest Publishing.
Ali, Muhammad. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Imani
Balai Pustaka. 2008. Pantun Melayu. Jakarta: Balai Pustaka
Jassin, H.B. 1982. Angkatan 66 Prosa dan Puisi. Jakarta: Gunung Agung
Junaedi, Uned. 2010. Materi Penting Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Ciamis: Mekar
Mandiri
Nursito. 2000. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa.
Pradopo, R.D. 1993. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Purwadi. 2009. Sejarah Sastra Jawa Klasik. Yogyakarta: Panji Pustaka.
Suroso, dkk. 2008. Kritik Sasta: Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Almatera
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa
Website:
http://www.abdularief78.blogspot.com/search/label/pendidikan diakses 10:16 28/10/2013
http://www.okrek.com diakses 10:23 28/10/2013
http://www.sekolahdi.blogspot.com diakses 10:25 28/10/2013
http://www.wikipedia.com diakses 10:02 28/10/2013

Dokumen yang terkait

ANALISIS FINANSIAL DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRO INDUSTRI KERAJINAN TANGAN DI UD. BAMBU KLASIK LAMONGAN

1 38 2

GAMBARAN STRUKTUR SOSIAL DALAM NOVEL BEKISAR MERAH KARYA AHMAD TOHARI DAN SUMBANGANNYA BAGI UPAYA TERCAPAINYA TUJUAN PENGAJARAN SASTRA Dl SMU

0 48 14

GAYA BAHASA DALAM TINDAK TUTUR MAHASISWA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS JEMBER (KAJIAN PRAGMATIK) THE IDIOLECT IN SPEECH ACTS OF THE FACULTY OF LETTERS JEMBER UNIVERSITY STUDENTS (PRAGMATIC STUDY)

1 12 20

KAJIAN TEMA DALAM ANTOLOGI CERPEN BANTEN SUATU KETIKA DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMP

1 51 51

INTERTEKSTUAL CERPEN “ROBOHNYA SURAU KAMI” KARYA A.A. NAVIS DENGAN “BURUNG KECIL BERSARANG DI POHON” KARYA KUNTOWIJOYO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

34 414 108

LAPORAN BACA KARYA SASTRA BALAI PUSTAKA

0 23 34

WARNA LOKAL DALAM KUMPULAN CERPEN PEREMPUAN DI RUMAH PANGGUNG KARYA ISBEDY STIAWAN ZS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP

3 21 60

GAYA BAHASA RETORIS DAN KIASAN DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK KARYA TERE LIYE DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

23 172 81

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA CERPEN-CERPEN KARYA SISWA SMP DALAM MAJALAH HORISON DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMP

2 33 89

View of PENINGKATAN KEMAMPUAN BERCERITA DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA PADA MAHASISWA YANG PERAKTIK DI LABORATORIUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

0 0 7