Tugas APRESIASI SASTRA sosiologi sosiologi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hadirnya suatu karya sastra tentunya agar dinikmati oleh para pembaca. Untuk dapat
menikmati sebuah karya secara sungguh-sungguh dan baik diperlukan seperangkat
pengetahuan akan karya sastra. Tanpa pengetahuan yang cukup penikmatan akan sebuah
karya hanya bersifat dangkal dan sepintas karena kurangnya pemahaman yang tepat.
Dalam dunia kesusastraan penyair sering dilukiskan sebagai orang kerasukan yang
bicara secara tidak sadar tentang apa saja yang dirasakan dalam tingkatan sub dan supra
dan supra-rasional (Hardjana, 1981 : 61). Dalam dunia fiksi kadang ada sesuatu yang
tidak dapat diterima oleh akal sehat, karena memang dengan istilah seorang penyair
mengejewantahkan imajinasinya untuk diwujudkan dalam karya sastra.
Dalam dunia kesusastraan selalu identik dengan penjiwaan baik itu dari tingkat emosi
pengarang maupun dari penikmat karya sastra. Hasil karya sastra tertentu merupakan
hasil khayalan pengarang yang sedang mengalami keadaan jiwa tertentu (Hardjana,
1981 : 65). Dari sinilah dapat kita simpulkan bahwa karya sastra merupakan sebuah
bentukan (out put) dari proses pemikiran (imajinatif) pengarang dalam mengapresiasi
untuk menjadi sesuatu yang estetik.
Disamping itu, pengetahuan akan unsur-unsur yang membentuk karya sastra pun
sangat diperlukan untuk memahami karya sastra secara menyeluruh. Tanpa pengetahuan
akan unsur-unsur yang membangun karya sastra, pengetahuan kita akan dangkal dan

hanya terkaan saja sifatnya, jika pengetahuan dengan cara demikian, maka maksud dan
makna yang disampaikan pengarang kemungkinan tidak akan tertangkap oleh pembaca.
Unsur-unsur karya sastra tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.Unsur
intrinsik adalah unsur yang ada dalam tubuh karya sastra itu sendiri yang meliputi tema,
alur, setting, penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur
yang berbeda diluar tubuh karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi
zaman.

1

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja unsur intrinsik pada novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ?
2. Apa saja unsur ektrinsik pada novel “ Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ?
3. Bagaimanakah stratifikasi sosial itu digambarkan dalam novel Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui unsur intrinsik pada novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”
2. Untuk mengetahui unsur ektrinsik pada novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”
3. Untuk mengetahui stratifikasi sosial dalam novel “Tenggelamnya Kapal Van Der

Wijck

2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ANALISIS UNSUR-UNSUR INTRINSIK PADA NOVEL “TENGGELAMNYA
KAPAL VAN DER WIJCK” KARYA HAMKA
2.1.1 Tema
Dalam membuat karya sastra kita harus terlebih dahulu menentukan tema, hal ini
untuk membantu penulis agar tidak keluar dari jalur dan pembahasan didak terlalu luas. Tema
terdiri dari tema mayor dan tema minor, tema mayor merupakan tema utama yang sangat
ditekankan dalam membuat karya sastra, sedangkan tema minor adalah tema latar yang dapat
melengkapi tema mayor.
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Hamka ini tanyang kisah cinta
yang taksampai antara Zainuddin dengan Hayati karena dihalangi oleh tembok besar yang
disebut adat. Tema cinta tak sampai adalah tema pokok dari Roman Tenggelamnya Kapal Van
der wijck. Karena masalah yang menyaran pada tidak sampainya cinta Zainuddin kepada
Hayati. Selain ada tema utama dalam roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch juga ada
tema bawahan atau tema minor yakni kawin paksa antara tokoh Hayati dengan tokoh Aziz,

masalah adat dan lain sebagainya. Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh
akan peraturan adat.
Adapula penggalan ceritanya:
“…….apa yang dikerjakannya, padahal cinta adalah sebagai kemudi dari bahtera kehidupan.
Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia hendak berlabuh, teroleng terhempas kian kemari,
daratan tak nampak, pulau kelihatan. Demikianlah nasib anak muda yang maksudnya tiada
sampai”.(1986:123)
2.1.2 Tokoh
Tokoh dalam karya sastra merupakan subjek yang dibuat dalam karya sastra, biasanya
penulis akan menciptakan satu tokoh utama dan beberapa tokoh pembantu. Tokoh di dalam
karya sastra pada dasarnya dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu tokoh datar dan tokoh
bulat. Tokoh datar biasanya hanya di tonjol satu sisi saja, jadi penulis akan membuat tokoh
tersebut memiliki 1 sifat dasar, misalnya, tokoh memiliki sifat, introvert dan ekstrofert atau
antagonis dan protagonis, tergantung bagaimana penulis menciptakannya.

3

Dalam roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch ditampilkan tokoh utama yakni
Zainuddin, Hayati, Aziz, dan Khadijah. Keempat tokoh ini ditampilkan secara langsung dan
disajikan dengan cakapan/dialog, tingkah laku, tehnik arus kesadaran, tehnik reaksi tokoh,

tehnik reaksi tokoh lain, tehnik penulisan fisik, dasn pikiran tokoh. Di pihak lain selain
tokoh-tokoh utama ada juga tokoh tambahan yang menjadi penunjang hadirnya tokoh utama
yakni Base (orang tua angkat dari tokoh Zainuddin) yang ditampilkan secara langsung
dengan cakapan/dialog, tingkah laku, reaksi tokoh, lukisan fisik, dan pikiran tokoh. Tokoh
Mande Jamilah (bako tokoh Zainuddin) yang ditampilkan langsung, keluarga Hayati yang
ditampilkan dengan langsung, tokoh muluk dan orang tuanya yang ditampilkan secara
langsung pula. Semua tokoh-tokoh diatas baik tokoh utama maupun tokoh tambahan
kadangkala ditampilkan dengan penokohan campuran yaitu metode kombinasi dengan caracara yang ada agar lebih efektif dan menarik.
2.1.3 Alur/Plato
Alur dalam suatu karya sastra dapat disebut dnegan plot yang merupakan serangkaian
kejadian yang mempunyai hubungan sebab-akibat sehingga menjadi suatu peristiwa yang
utuh. Alur terdiri dari alur awal, alur tikaian, alur gawatan, alur puncak, alur leraian. Dan alur
akhir yang merupakan puncak cerita.
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan alur maju
mundur, karena menceritakan hal-hal yang sudah lampau atau masa lalu dan kembali lagi
membahas hal yang nyata atau kembali ke cerita baru dan berlanjut. Ada lima tingkatan alur
yakni:




Penyituasian
Tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar

dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, memberikan informasi
awal dan lain-lain.
Berikut ini merupakan tahap awal dari roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya
Hamka yang berkaitan dengan tahap penyituasian.
“Di tepi pantai, di antara kampong Bara dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk
Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut.

4

Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang
diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu
asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikiranya telah
melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan
khaya”.(1986: 10)


Konflik

Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut

terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya
konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik,
dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik
pada tahap berikutnya. Kejadian dan konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin dalam
roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka bisa dilihat dari penggalan cerita
berikut ini:
“Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua orang muda itu, kian lama
kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusun belumlah orang dapat memendang kejadian
ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang
terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan
Dt……..
telah ber “intaian” bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang Makasar itu.
Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari
satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak muda-muda yang duduk
di pelatar lepau petang hari.Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum. Orang-orang
perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi di
sana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut
mata.Anak-anak muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik darah.Bagi

mereka adalah perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan -akan kampung tak
berpenjaga.yang terutama sekali yang dihinakan orang adalah persukuan Hayati, terutama
mamaknya sendiri Dt…yang dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat
malu, melangkahi kepala ninik –mamak”.(1986:57)

5



Tahap Peningkatan Konflik
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan

dikembangkan kadar intensitasnya. Tahap peningkatan konflik dalam roman Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck karya Hamka terjadi ketika Zainuddin dan Aziz sama-sama
mengirimkan surat kepada orang tua Hayati, dari lamaran kedua pemuda itu, ternyata lamaran
Aziz yang diterima karena orang tua Hayati mengetahui latar belakang pemuda yang kaya
raya itu, sedangkan lamaran Zainuddin ditolak karena orang tua Hayati tidak ingin anaknya
bersuamikan orang miskin. Hal ini bisa terlihat dari penggalan cerita berikut ini:
”Kalam dia tertolak lantaran dia tidak ber-uang maka ada tersedia uang Rp.3000,- yang dapat
dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai seorang makhluk yang

tawakkal”.(1986:118)


Klimaks
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh (tokoh utama) yang berperan sebagai

pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck karya Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin menikahi
Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati, Zainuddin menolak
permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke kampung halamannya dengan
menggunakan Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut:
“Bila terjadi akan itu, terus dia berkata: “Tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali ke Padang!
Biarkan saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak
ditumpang hidup saya , orang tak tentu asal ….Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari
senin, ada Kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau
boleh menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”.(1986:198)


Penyelesaian
Tahap penyelasaian dalam novel Tenggelamya Kapal Van Der Wijck karya Hamka


ketika Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam,
sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya
Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu

6

Rupanya pertemuan mereka itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati
menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat
Zainuddin merasakan penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan
meninggal dunia. Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati.

2.1.4 Setting/latar
Setting merupakan tempat dimana cerita itu terjadi. Latar dalam
roman “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” karya Hamka tergolong k e d a l a m
l a t a r t i p i k a l y a n g m e m i l i k i d a n m e n o n j o l k a n s i f a t k h a s l a t a r tertentu, baik
yang menyangkut unsur tempat, waktu maupun sosial. Unsur latar yang ditekankan perannya
dalam sebuah fiksi, langsung ataupun tak langsung, akan berpengaruh terhadap elemen
fiksi yang lain, khusus nyaalut dan tokoh. Jika elemen tempat mendapat
penekanan dalam sebuah fiksi, ia akan dilengkapi dengan sifat khas keadaan

geografis setempat yang mencirikannya, yang sedikit banyak berbeda dengan
tempat-tempat y a n g l a i n . P e n e k a n a n l a t a r t e m p a t b a n y a k d i j u m p a i p a d a
k a r y a y a n g b e r l a t a r d a e r a h . R o m a n “ Te n g g e l a m n y a K a p a l Va n D e r
Wi j c k ” k a r y a H a m k a a d a l a h s a l a h s a t u f i k s i y a n g b e r l a t a r d a e r a h
yakni

di

d a e r a h Minangkabau dan Makasar sangat jelas penggambaran

keadaan daerah tersebut. Setting pada roman “Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck” karyaHamka terbagi dalam beberapa latar diantaranya:
a. Latar Tempat
Pada roman

“Tenggelamnya

KapalVan

Der


Wijck”

karya

Hamka

menggunakan beberapa lokasi seperti daerah Padang Panjang, Makasar, dan
Surabaya.Penggalan cerita yang menunjukkan latar tempat di Makasar
adalahsebagai berikut :
“Sebelah timur adalah tanah Karibosi yang luas dan dipandang sucioleh penduduk
Makasar. Menurut takhayul orang tua-tua, bilamanahari akan kiamat, Kara Eng Data akan
pulang

kembali

ditanah

lapang Karibosi

akan

beringin……………..”(1986:9)“………….gadis-gadis

seisi

tumbuh
rumah

7

batang

itu,

yang

selama ini turun sekali sejumat diiringkan dayang-dayang banyak, sekarang telah
mengepit kitab, melilitkan selendang pula, pergi menuntut ilmu.
Ada yang ke Ladang Lawas, ada yang ke Gunung dan Padang Panjang”
(1986

:29)

“Diberanda

sebuah

rumah

makan

yang

ramai

dalam

kota
7

Surabaya, s e h a b i s w a k t u m a g h r i b , d u d u k l a h Z a i n u d d i n s e o r a n g
d i r i n y a , mengepul asap rokoknya ke udara”. (1986 :184)
b. Latar Waktu
b e r h u b u n g a n d e n g a n m a s a l a h k a p a n p e r i s t i w a i t u terjadi pada
siang hari, atau malam.
“Diwaktu senja demikian kota Makasar kelihatan hidup. Kepanasandan dan
kepayahan orang bekerja siang, apabila telah sore diobat dengan menyaksikan
matahari yang hendak terbenam”. (1986 :9)

2.1.5 Sudut Pandang
Pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan sudut
pandang orang ketiga tunggal karena menyebutkan dan menceritakan secara langsung
karakter pelakunya secara gamblang. Penggalan cerita pada novel Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck karya Hamka sebagai berikut:
“Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah sampai ke negeri yang selama ini
jadi kenang-kenagannya”.(1986:26)
2.1.6 Penokohan/Karakter
Pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terdapat beberapa
karakter diantaranya:
Karakter utama (mayor karakter, protagonis) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya
dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh karakter utama yang ada
dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Zainuddin,
yang memiliki sopan santun dan kebaikan pada semua orang. Sedangkan yang lainnya yang
menjadi tokoh protagonisnya adalah tokoh Hayati yang menjadi kekasih Zainuddin.
Penggalan cerita yang menunjukkan Zainuddin adalah karakter yang baik adalah:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka
mengalah untuk kepentingan orang lain”.(1986:27)

8

Karakter pendukung (minor karakter, antagonis) sosok tokoh antagonis dalam roman
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Aziz, karena tokoh Aziz
disini mempunyai sikap yang kasar dan sering menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai
tanggung jawab dalam keluarga dan selalu berbuat kejahatan karena sering main judi dan
main perempuan.
“…..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata
yang tajam kesudut hati Hayati…..sial”. (1986:180)
Sedangkan yang menjadi karakter pelengkap adalah Muluk dan Mak Base karena keduanya
adalah sosok yang bijak dan selalu berada di samping tokoh utama untuk memberi nasehat
dan sangat setia menemani tokoh utama sampai akhir cerita.
2.1.7 Gaya Bahasa
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan
kalimat yang sangat kompleks karena menggunakan bahasa melayu yang baku. Seperti dalam
penggalan cerita berikut ini:
“Lepaskan Mak, jangan bermenung juga,” bagaimana Mamak tidak akan bermenung,
bagaimana hati mamak tidak akan berat………..”. (1986:22)
2.1.8 Amanat
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung nilai
moral yang tinggi ini terlihat dari para tokoh yang ada seperti Zainuddin. Hal tersebut bisa
kita lihat dari panggilan cerita berikut ini:
“Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang
menegakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh
cinta. Dan sampai matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun
riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup
menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi
kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak”. (1986:223)

9

2.2 UNSUR-UNSUR EKSTRINSIK PADA NOVEL “TENGGELAMNYA KAPALVAN
DER WIJK” KARYA HAMKA
2.2.1 Latar Belakang Penciptaan
Biografi pengarang Tahun 1928, ia menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah di Padang
Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah.
Dua tahun kemudian, ia menjadi konsultan Muhammadiyah di Makassar. Kemudian, ia juga
terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi
Muhammadiyah. Ia menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada 1946. Pada tahun 1947, Hamka
diangkat menjadi Ketua Barisan Pertahanan Nasional Indonesia. Pada 1953, Hamka terpilih
sebagai Penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama
Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia. Namun, pada 1981 ia meletakkan jabatan tersebut karena nasihatnya tidak
dipedulikan oleh pemerintah Indonesia. Dari 1964 hingga 1966, Hamka selalu dipenjarakan
oleh Presiden Soekarno. Ia dituduh pro-Malaysia. Selama di penjara, ia menulis Tafsir AlAzhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, ia diangkat
sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional Indonesia, anggota Majelis
Perjalanan Haji Indonesia, dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia. Selain
aktif dalam soal keagamaan dan politik. Hamka juga seorang wartawan, penulis, dan editor.
Sejak 1920-an, ia menjadi wartawan beberapa surat kabar, seperti Pelita Andalas, Seruan
Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada 1928, ia menjadi editor majalah
Kemajuan Masyarakat. Pada 1932, ia menerbitkan majalah Al-Mahdi di Makasar. Ia juga
pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.
Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif, seperti novel dan cerpen.
Karya ilmiah terbesarnya adalah Tafsir Al-Azhar (5 jilid). Di antara novel-novelnya yang
mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastra di Malaysia dan Singapura adalah
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dan Merantau ke Deli.
Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabaangsa,
seperti kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas Al-Azhar pada 1958, Doktor Honoris
Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia pada 1974, dan gelar Datuk Indono dan Pangeran
Wiroguno dari pemerintah Indonesia. Hamka wafat pada 24 Juli 1981.

10

Jasa dan pengaruh Hamka masih tersisa hingga kini dalam memartabatkan agama
Islam. Ia bukan saja diterima sebagai tokoh, ulama, sastrawan di tanah kelahirannya. Jasa
Hamka juga dikenal di Malaysia dan Singapura.

2.2.2 Nilai Moral yang ada pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Zainuddin tentu sangat kecewa kepada Hayati karena tidak memenuhi janjinya untuk
tetap setia bersama Zainuddin namun Hayati menolak Zainuddin dan menerima lamaran
Bang Aziz dengan alasan harta. Bahkan Zainuddin sangat terpukul dan terkena gangguan
jiwa. Namun Zainuddin akhirnya bangkit dan berhasil menjadi penulis sukses, terkenal, dan
kaya raya. Sebaliknya Hayati, hidupnya bagai “Makan Hati Berulam Jantung”, karena
pasangannya perilaku Bang Aziz. Selalu menunggu Bang Aziz pulang kerja dari Padang setiap
malam Sabtu, bahkan jika Bang Aziz pulang dan Hayati sudah tidur, Bang Aziz sangat marah
dan mengeluarkan kata-kata yang melukai hati Hayati. Mereka akhirnya jatuh miskin akibat
Bang Aziz dipecat dari kantornya dan semua hartanya disita akibat hutang dari judi. Namun
Zainuddin tidak dendam kepada Hayati dan Bang Aziz, bahkan Zainuddin mempersilahkan
tinggal di rumah Zainuddin dan membayar hutang Bang Aziz. Jangan Gegabah dalam
Memilih Pasangan Hidup Ini tentu menjadi pesan bagi anak-anak muda sekarang yang tidak
sabar untuk memiliki pasangan hidup. Dalam cerita ini, Hayati dan keluarganya hanya
melihat harta dan keturunan Bang Aziz semata, sehingga perkawinan mereka hanyalah
perkawinan harta dan kecantikan. Fenomena seperti ini tentu sudah marak terjadi, baik di
saudara, teman, atau mungkin diri kita yang hanya melihat penampilan dan kekayaan
pasangan hidup kita namun mengabaikan ketulusan cinta dan agama. Berikut adalah
potongan surat terakhir Hayati kepada Zainuddin.
“...Kalau kumati dahulu dari padamu, jangan kau berduka hati, melainkan sempurnakanlah
permohonan do'a kepada Tuhan, moga-moga jika banyak benar halangan pertemuan kita di
dunia, terlapanglah pertemuan kita di akhirat, pertemuan yang tidak akan diakhiri lagi oleh
maut dan tidak dipisahkan oleh rasam basi manusia...”
Di cerita ini Zainuddin banyak mengalami hati yang terluka, harapan yang hilang, cinta tak
terbalas, yang membuat Zainuddin terjatuh kedalam keputusasaan. Saat Zainuddin
mengalami gangguan jiwa akibat lamaran untuk mempersunting Hayati ditolak karena
dirinya bukan Minang tulen dan pemuda yang miskin. Tapi setelah sadar lagi, Zainuddin
memilih untuk bangkit hingga menjadi penulis yang terkenal dan kaya raya.
11

Saat Zainuddin kembali jatuh akibat cinta matinya Hayati telah meninggal akibat
keputusan dirinya meminta Hayati pulang ke padang dengan kapal Van Der Wijck. Zainuddin
merasa sangat menyesal dan bersalah. Bahkan dirinya jatuh pingsan dalam waktu yang lama.
Namun Zainuddin tetap memilih bangkit dan melanjutkan kehidupan. Tentu para penonton
sangat memahami perasaan Zainuddin, belum tentu kita bisa bangkit seperti itu setelah
terkena musibah yang demikian hebatnya. Mungkin musibah yang tidak seberat Zainuddin
pun sering membuat kita putus asa dan memilih jalan untuk lari dari masalah.

Tratifikasi Sosial
Dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, struktur sosial masih sangat dipengaruhi
oleh sistem adat istiadat, umumnya adat istiadat yang diberpegangi bukan sebagai tembok
sosial yang membatasi relasi antar kelompok masyarakat, melainkan untuk menjaga nilainilai dalam masyarakat adat, aturan-aturan adat yang sangat ketat umumnya berlaku dalam
hal pernikahan, karena menyangkut silsilah keturunan yang akan mempengaruhi struktur
sosial masyarakat, sehingga adat bertujuan memproteksi adanya pergeseran tatanan nilai
dalam masyarakat. Berbeda dalam kasus Zainuddin, adat justru digunakan sebagai alat untuk
meneguhkan paradigma materialistik, dimana stratifikasi sosial dipandang melalui kacamata
harta dan strata kebangsawanan, bukanlagi pada hal yang lebih subtansi, yakni pada
keteguhan, visi hidup, sikap beragama dan moralitas. Bagaimanapun tak ada adat istiadat
yang bertujuan merendahkan martabat kemanusiaan, oleh sebabnya ia dibuat sebagai sebuah
tatanan nilai yang akan menciptakan sikap saling menghargai, melindungi, dan
memanusiakan. Seringkali adat berusaha dibenturkan dengan keyakinan agama, padahal
keduanya bisa berjalan harmonis jika kita melihatnya sebagai sebuah suprastuktur sosial yang
akan menjadi sumber spirit, moralitas serta laku hidup dalam sebuah tatanan masyarakat.
Masyarakat Minang dikenal sebagai masyarakat yang taat pada ajaran agama Islam, sehingga
arus Islamisasi tidak serta merta menggusur tradisi yang telah berabad-abad dipelihara oleh
masyarakat, justru Islam begitu ramah dengan lokalitas tradisi dan budaya masyarakat
setempat, sehingga ajaran Islam justru semakin memperkuat adat istiadat masyarakat dan
sebaliknya tradisi masyarakat semakin menegaskan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin.
Agama dan adat tersebut berkolaborasi untuk menciptakan sebuah masyarakat yang humanis
yang jauh dari sifat-sifat individualis dan materialistis. Berbeda dengan novel tenggelamnya
kapan Van Der Wijck yang menitik beratkan pada stratifikasi sosial berkenaan dengan

12

perbedaan adat, perbedaan kelas sosial dari sudut pandang yang lain seperti perbedaan
kekayaan, perbedaan kedudukan sosial.
BAB III
SIMPULAN
hasil analisis novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Struktur Instrinsik terdiri dari tema, alur/plot, setting/latar, sudut pandang, karakter,
gaya bahasa, dan amanat, di mana hubungan antar unsur dalam roman ini
menunjukkan hubungan yang begitu padu sehinggga menghasilkan jalinan cerita yang
sangat menarik.
2. Struktur Ekstrinsik terdiri dari biografi pengarang, nilai moral yang terkandung pada
novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
3. Stratifikasi sosial dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, struktur sosial masih
sangat dipengaruhi oleh sistem adat istiadat, umumnya adat istiadat yang
diberpegangi bukan sebagai tembok sosial yang membatasi relasi antar kelompok
masyarakat, melainkan untuk menjaga nilai-nilai dalam masyarakat adat, aturanaturan adat yang sangat ketat umumnya berlaku dalam hal pernikahan, karena
menyangkut silsilah keturunan yang akan mempengaruhi struktur sosial masyarakat,
sehingga adat bertujuan memproteksi adanya pergeseran tatanan nilai dalam
masyarakat. Berbeda dalam kasus Zainuddin, adat justru digunakan sebagai alat untuk
meneguhkan paradigma materialistik, dimana stratifikasi sosial dipandang melalui
kacamata harta dan strata kebangsawanan, bukanlagi pada hal yang lebih subtansi,
yakni pada keteguhan, visi hidup, sikap beragama dan moralitas. Bagaimanapun tak
ada adat istiadat yang bertujuan merendahkan martabat kemanusiaan, oleh sebabnya
ia dibuat sebagai sebuah tatanan nilai yang akan menciptakan sikap saling
menghargai, melindungi, dan memanusiakan. Seringkali adat berusaha dibenturkan
dengan keyakinan agama, padahal keduanya bisa berjalan harmonis jika kita
melihatnya sebagai sebuah suprastuktur sosial yang akan menjadi sumber spirit,
moralitas serta laku hidup dalam sebuah tatanan masyarakat.

13

Daftar Pustaka
Anwar, M.Shoim. 2012. Sejarah Sastra Indonesia. Sidoarjo : Media Ilmu
Hamka, 1986. Tenggelamny Kapal Van Der Wijck . Jakarta: PT Bulan Bintang.
Sumardjono Jakop & Saini, KM. 1986. Apresiasi Kesusastraan. J a k a r t a ;
P T. G r a m m e d i a .

14

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.3 Tujuan..................................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................3
2.1 ANALISIS UNSUR-UNSUR INTRINSIK PADA NOVEL “TENGGELAMNYA
KAPAL VAN DER WIJCK” KARYA HAMKA................................................................3
2.1.1 Tema.............................................................................................................................3
2.1.2 Tokoh............................................................................................................................3
2.1.3 Alur/Plato.....................................................................................................................4


Penyituasian....................................................................................................................4



Konflik............................................................................................................................5



Tahap Peningkatan Konflik.............................................................................................6



Klimaks...........................................................................................................................6



Penyelesaian....................................................................................................................6

2.1.4 Setting/latar.................................................................................................................7
a.

Latar Tempat...................................................................................................................7

b.

Latar Waktu.....................................................................................................................8

2.1.5 Sudut Pandang............................................................................................................8
2.1.6 Penokohan/Karakter...................................................................................................8
2.1.7 Gaya Bahasa................................................................................................................9
2.1.8 Amanat.........................................................................................................................9
2.2 UNSUR-UNSUR EKSTRINSIK PADA NOVEL “TENGGELAMNYA
KAPALVAN DER WIJK” KARYA HAMKA..............................................................10
2.2.1 Latar Belakang Penciptaan..................................................................................10
2.2.2 Nilai Moral yang ada pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck..........11
Tratifikasi Sosial.............................................................................................................12
BAB III............................................................................................................................13
SIMPULAN....................................................................................................................13
Daftar Pustaka................................................................................................................14

15

16