Relasi Rusia dengan Dunia Islam pada Mas

Relasi Rusia dengan Dunia Islam pada Masa Pemerintahan Vladimir Putin
Naldo Helmys

Rusia dan Islam memiliki akar kesejarahan yang panjang dan telah berinteraksi di
sepanjang zaman dalam bentuk konflik atau kerjasama. Munculnya Putin pada Abad ke21 sebagai Presiden Rusia, keran kerjasama Rusia-Dunia Islam itu perlahan kembali
dibuka. Dengan menggali relasi tersebut dengan menempatkan Rusia dan Dunia Islam
sebagai agen-agen yang bertindak dalam struktur mikro sosial konstruktivis, maka
penting untuk menjelaskan bahwa bermitra dengan Dunia Islam merupakan pilihan yang
tepat bagi Rusia.

Keyword: Rusia, Dunia Islam, Vladimir Putin, Konstruktivis, Struktur Mikro

Pendahuluan
Rusia sebagai sebuah bangsa memiliki identitas yang terbangun dari kesejarahan yang
panjang. Bangsa ini telah lama eksis sebagai salah satu suku Bangsa Slavia yang kemudian
mengorganisir diri mereka secara politik ke dalam sebuah monarki yang dipimpin oleh seorang
‘tsar’. Monarki yang eksis ratusan tahun di Rusia ini berinteraksi baik yang bersifat konfliktual
maupun koperatif dengan berbagai peradaban dalam lintas zamannya. Peradaban Islam
merupakan salah satu dari beberapa peradaban yang berinteraksi dan turut serta berkontribusi
dalam membentuk identitas Rusia. Interaksi paling awal yang berhasil direkam antara Rusia
dengan Islam adalah sepuluh tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad, ketika Suraqa bin Amr

memimpin sebuah pasukan Arab yang berhasil mencapai Derbent, bagian selatan Dagestan.
Wilayah Dagestan ini kemudian benar-benar berhasil ditaklukan pada tahun 652 dan banyak
pg. 1

penduduknya yang menjadi Muslim.1 Dengan cepat kawasan Dagestan, yang dikenal juga
sebagai bagian dari Kaukasus telah menjadi salah satu tempat dimana Islam berkembang.
Kawasan lain di Rusia yang juga tidak bisa dilepaskan dari Islam selain Kaukasus adalah
kawasan Kazan. Kontak pertama antara Rusia dengan Islam di daerah Kazan adalah pada masa
pemerintahan Tsar Vladimir (980-1015) yang sering berperang dengan Bangsa Kazan yang
Muslim.2
Selama berabad-abad, meskipun tetap didominasi oleh Bangsa Slavia yang menganut
Kristen Ortodoks, tetapi masyarakat Muslim tetap menjadi bagian dari Rusia. Namun, pada
tahun 1917 ketika terjadi Revolusi Bolshevick di saat-saat Perang Dunia I dimana Turki Ottoman
sebagai representasi politik Islam terkuat pada masa itu mengalami kekalahan, maka seiring
dengan itu pula, masyarakat Muslim di Rusia juga tidak bernasib baik. Ketsaran Rusia berubah
menjadi sebuah negara sosialis-komunis yang tidak bersikap pro terhadap identitas keagamaan
sehingga sejumlah simbol agama seperti masjid dialihfungsikan menjadi barak-barak militer.
Identitas keagamaan kembali muncul dalam ranah sosial politik Rusia seiring dengan
berakhirnya era Uni Soviet. Akhir-akhir ini, sejak pemerintahan Vladimir Putin, wacana yang
coba menjadikan Islam sebagai bagian dari identitas masyarakat Rusia kembali dimunculkan,

bahkan oleh Putin sendiri yang memberikan pandangan positif terhadap ini. Putin menyatakan
bahwa masyarakat Rusia banyak mempraktekan ajaran Islam yang didasarkan pada nilai-nilai
kebaikan, kasih sayang, dan keadilan.3 Sangat beralasan kiranya Putin mengatakan hal tersebut
mengingat sekitar 10-15 persen dari penduduk Rusia adalah Muslim. Tidak hanya itu, kebijakan
luar negeri yang diambil oleh Putin terhadap perpolitikan Dunia Islam juga lebih bersifat proaktif
1 Robert Bruce & Enver Kisriev.2010.Dagestan: Russian Hegemony and Islamic Resistance in the North
Caucasus.New York & London: M.E. Sharpe. Hal 5-6
2 DJ.Q. Nasution,Sejarah Romawi Timur,tanpa tahun, direproduksi oleh Tim Repro Jurusan Sejarah UNP
2011,Kompilasi Buku Modul Sejarah Eropa.Hal 161-168
3 Sebagaimana diberitakan oleh RT dalam situsnya, http://rt.com/politics/islam-inseparable-russias-society-915/
diakses pada 30 September 2013 pada pukul 10:47

pg. 2

dibandingkan negara adidaya yang selama ini menjadi rival Rusia, Amerika Serikat. Rusia lebih
bersikap moderat terhadap Hamas yang menjadi simbol perjuangan Palestina melawan Israel
ketika Amerika Serikat mengkategorikannya sebagai teroris. Belum lagi sikap Rusia yang
mencoba mempertahankan Saddam Hussein ketika Amerika Serikat mengintervensi, mencoba
bersikap moderat terhadap program nuklir Iran, dan terakhir membela posisi Bashar al-Assad di
Suriah.4 Dalam hubungannya dengan aktor non-negara, Rusia juga telah menjalin aliansi

kebudayaan dengan Dunia Islam dengan menggandeng tokoh-tokoh Islam dunia guna
berkontribusi dalam menyelesaikan persoalan dunia sejak tahun 20065 dan di dalam negeri
sendiri Rusia telah mengembangkan pusat keuangan syariah.6
Melihat begitu seringnya Putin menyibukan dirinya dengan Dunia Islam baik itu di dalam
maupun luar negeri maka yang tampak di sini adalah, Rusia sedang mencoba membangun relasi
yang lebih serius lagi dengan Dunia Islam. Dengan mempertanyakan kenapa relasi dengan Dunia
Islam ini menjadi penting dan apa konsekuensinya terhadap eksistensi kedua belah pihak sebagai
agen-agen yang bertindak di level internasional, maka tulisan ini akan dilihat dari sudut pandang
konstruktivis.

Melihat Rusia dan Dunia Islam Sebagai Agen-Agen yang Bertindak dalam Struktur Sosial
Terminologi Dunia Islam sebenarnya merupakan bentuk yang lebih kontemporer dari
istilah ummah yang ada di dalam Islam itu sendiri. Sebagaimana yang digambarkan oleh
Reinhard Schulze, terminologi ‘Dunia Islam’ merupakan istilah yang menyeluruh dimana
meliputi setiap negara, kawasan, dan masyarakat yang mana di dalamnya Muslim hidup bersama

4 Seperti yang dipetakan oleh Mike Bowker (2007). Russia, America, and the Islamic World. Ashgate : Hampshire,
England. Hal.7-10
5 Kompas, 31 Agustus 2006
6 Republika, 18 September 2013


pg. 3

sebagai mayoritas, dan yang mana secara historis mereka terhubung dengan kemajuan peradaban
Islam yang telah dimulai sejak Abad ke-7. 7 Memberikan pemahaman ini penting di awal, karena
seringkali peneliti terjebak dengan melihat Dunia Islam sebagai sesuatu yang terpisah-pisah.
Esensi kesatuan Tuhan, menjadi identitas bersama dari Muslim dimanapun mereka berada, yang
disebut dengan Ummah.
Ada dua poin yang dapat ditarik dari pengertian yang diberikan oleh Schulze. Pertama
apa yang disebut dengan Dunia Islam, haruslah sekelompok masyarakat apakah mereka
menempati sebuah negara atau kawasan, dimana mereka menjadi mayoritas. Untuk
mengidentifikasi ini secara jelas tentu tidaklah sulit dimana kita dapat melihat kepada negaranegara yang mengakui diri mereka sebagai negara Islam seperti Iran dan Afghanistan pada masa
pemerintahan Taliban, ataupun negara berpenduduk mayoritas Muslim seperti Indonesia dan
Suriah.
Kedua, Dunia Islam tidak hanya secara geografis dimana Muslim menjadi mayoritas
ataupun menjalankan kekuasaan negara. Dunia Islam secara kesejarahan juga terkait dengan
kemajuan Islam yang sudah dimulai sejak Abad ke-7. Proses yang panjang ini –setidaknya
sampai pada kejatuhan Turki Usmani pada tahun 1923 –telah membentangkan Dunia Islam
menjadi begitu luas, termasuk pada tempat di mana Muslim sekarang menjadi minoritas. Dengan
kata lain, meskipun di wilayah yang sebelumnya dikenal dengan Eretz Israel, Muslim Arab yang

kita sebut dengan Palestina adalah minoritas karena masih berada di bawah dominasi Yahudi
Israel; Muslim Bosnia yang berada di bawah dominasi Bangsa Serbia; atau Muslim Kaukasus
yang berada di bawah dominasi Rusia; akan tetapi mereka tetap dikategorikan sebagai Dunia
Islam karena secara historis mereka adalah bagian dari ummah. Rusia, khususnya semasa
diperintah oleh Vladimir Putin, berinteraksi dengan Dunia Islam dalam kedua pengertian di atas.
7 Reinhard Schulze (2002). A Modern History of the Islamic World. London & New York : I.B. Tauris Publishers. Hal.1

pg. 4

Kajian mengenai Rusia dengan Dunia Islam sebetulnya cukup menyeret perhatian dari
kalangan para akademisi, khususnya mereka melihat relasi Rusia-Dunia Islam sejak
pemerintahan Putin. Salah satu yang menarik dan cukup lengkap datang dari tulisan Mike
Bowker dalam Russia, America and the Islamic World yang melakukan studi komparasi sikap
Rusia dengan Amerika Serikat terhadap Dunia Islam yang pada kesimpulannya, melihat Rusia
lebih bersikap proaktif terhadap Dunia Islam dibanding rivalnya tersebut. Bowker juga
menyatakan bahwa di Rusia tidak terjadi apa yang dibesar-besarkan oleh Barat sebagai clash of
civilization.8 Namun Bowker kurang menganalisa bagaimana sikap Rusia terhadap Dunia Islam
yang berada di lingkungan domestiknya sendiri.
Kajian yang dilakukan oleh Roland Dannreuther yang dipublikasikan oleh sebuah pusat
studi di London, Chatham House, juga membahas mengenai hubungan antara Rusia dengan

Timur Tengah dan Politik Islam. Namun, kajian ini hanya sebatas menjelaskan arti penting Timur
Tengah dan Dunia Islam dari segi geopolitik bagi Rusia, dan belum mengeksplorasi bagaimana
proses sosial dari kedua belah pihak ini dan implikasinya bagi eksistensi keduanya. 9 Maka untuk
membongkar relasi Rusia dan Dunia Islam dengan memandang keduanya sebagai agen-agen
sosial sehingga dapat dilihat bagaimana proses relasi itu berjalan, dan apa konsekuensi dari relasi
tersebut bagi keduanya, kembali ditelusuri dari teori sosial politik internasional yang
diformulasikan oleh Alexander Wendt sebagai salah satu pakar konstruktivis.
Alexander Wendt menggambarkan konstruktivis sebagai sebuah teori struktural sistem
internasional dengan asumsi: 1) negara adalah unit yang paling prinsipil dalam menganalisa
politik internasional; 2) struktur utama dalam sistem negara adalah intersubjektif ketimbang
material; dan 3) identitas negara dan kepentingan negara adalah hal yang penting yang
8 Mike Bowker,2007,Russia, America and the Islamic World.Hampshire: Ashgate
9 Roland Dannreuther,2009,Russia, the Middle East and Political Islam: Internal and External Challenges.London:
Chatham House

pg. 5

dikonstruksi oleh struktur sosial, bukan ada begitu saja dari luar sistem yang berasal dari politik
domestik dan sifat alamiah manusia.10 Lebih lanjut, Wendt menegaskan terdapat tiga elemen
dalam struktur sistem sosial yaitu kondisi material, kepentingan, dan ide. Tanpa ide, tidak ada

yang namanya kepentingan, tanpa kepentingan tidak akan ada kondisi material, dan tanpa
kondisi material tidak ada yang namanya realitas.11 Realitas hubungan Rusia dengan Dunia
Islam, tidak lepas dari kondisi material pada saat hubungan itu berlangsung. Di balik kondisi
material tidak dapat dipungkiri bahwa Rusia memiliki kepentingan nasional seperti mengejar
stabilitas kawasan di Kaukasus. Namun, konstruktivis melihat bagaimana berlangsungnya proses
yang melibatkan kumpulan ide-ide tersebut. Sementara itu ide-ide atau gagasan yang di
dalamnya tersimpan makna, hanya bisa terungkap apabila yang memiliki ide atau gagasan dilihat
sebagai subjek yang memiliki identitas yang bertindak di dalam suatu struktur sosial.
Rusia sebagai subjek memiliki identitas tersendiri dalam struktur sosial. Sebagaimana
identitas yang muncul pada negara-negara pemenang Perang Dunia II, Rusia melihat dirinya
sendiri sebagai negara besar pada masa Perang Dingin. Tampil sebagai rival Amerika Serikat
dalam menghadang liberalisme-kapitalisme dan mempromosikan sosialisme-komunisme kepada
sejumlah negara menjadi perhatian utama yang coba dibangun oleh Rusia di masa lampau. Rusia
pun dalam beberapa hal dinilai sukses tampil sebagai agen sosial yang bertindak sebagai
pembela negara-negara progresif seperti Kuba dan Indonesia pada kurun waktu 1960an. Namun,
kondisinya sekarang adalah runtuhnya Uni Soviet, dan terlepasnya sejumlah wilayah menjadi
negara merdeka, serta tertinggal jauh dari segi perekonomian dari Amerika Serikat, telah
mengubah identitas Rusia sebagai sebuah bangsa di dalam hubungan sosial di level internasional.

10 Maja Zehfuss (2004). Constructivism in International Relations: The Politics of Realitiy. Cambridge: Cambridge

University Press. Hal.39
11 Alexander Wendt (1999).Social Theory of International Politics.Cambridge: Cambridge University Press.Hal.139

pg. 6

Negara yang tadinya adidaya, kini tengah berada pada kondisi dimana mereka harus merangkul
mitra yang tepat untuk kembali mencapai hegemon.
Sementara itu Dunia Islam juga berada pada posisi yang tidak menguntungkan pasca
Perang Dunia II. Identitas yang terfragmentasi menjadi nasionalisme yang eksklusif, ternyata
membawa Dunia Islam dalam hubungan politik dan sosial di level internasional menjadi
kelompok kelas dua, padahal sebelum era kolonial mereka adalah kekuatan hegemon di dunia
internasional. Kendati demikian, keinginan Dunia Islam untuk kembali merebut posisi hegemon
masih ada, sehingga untuk kembali muncul sebagai kekuatan yang mendominasi, membutuhkan
proses yang panjang dan mitra yang tepat, yang pilihannya sepertinya jatuh kepada Rusia.
Ketika telah jelas menempatkan Rusia dan Dunia Islam sebagai agen-agen sosial yang
satu sama lain saling berinteraksi sehingga proses hubungan keduanya dianggap sebagai sebuah
konstruksi, maka yang penting selanjutnya adalah pada struktur apa mereka harus bertindak.
Alexander Wendt menggambarkan terdapat dua bentuk struktur sosial yaitu struktur mikro dan
stuktur makro. Letak beda keduanya bukan pada istilah luasnya suatu struktur. Struktur mikro
merupakan struktur yang didasarkan pada cara pandang unit aktor. Dengan kata lain, struktur

tempat Rusia dan Dunia Islam berinteraksi, dilihat dari pandangan masing-masing agen.
Sederhananya melihat dunia dari cara pandang Rusia atau Dunia Islam. Sedangkan struktur
makro yaitu melihat struktur dari sistem itu sendiri. Dengan kata lain, menganalisis relasi Rusia
dan Dunia Islam dari cara pandang sistem yang menaungi keduanya. 12 Guna memberikan limitasi
dari skop kajian mengenai relasi Rusia dengan Dunia Islam, maka analisis yang dilihat hanya
dari struktur mikro dengan mengkhususkan pada bagaimana Rusia melihat pentingnya bermitra
dengan Dunia Islam serta bagaimana proses relasi tersebut dikonstruksi.

12 Ibid. Hal 145-152

pg. 7

Proses yang Berlangsung dalam Pembentukan Relasi Rusia-Dunia Islam semasa
Pemerintahan Vladimir Putin
Ketika Rusia dan Dunia Islam telah ditempatkan sebagai agen sosial pada struktur yang
tepat, maka selanjutnya yang perlu dibongkar adalah bagaimana proses tersebut berlangsung
sehingga Rusia merasa perlu bermitra dengan Dunia Islam. Untuk melihat hal ini, tidak bisa
lepas dari sejarah panjang Rusia dengan Dunia Islam yang telah dimulai sejak Abad ke-7.
Setelah Islam dan Rusia sama-sama berkembang, maka keduanya menjadi saling berebut
pengaruh atas wilayah Asia Tengah, Kaukasus, dan Laut Hitam sehingga tidak jarang Turki

Ottoman berperang melawan Rusia.13 Di masa moderen pun Rusia beberapa kali terlibat konflik
dengan Dunia Islam seperti menduduki wilayah Asia Tengah, Kaukasus, dan mencoba
menguasai Afghanistan. Namun, apa yang ditunjukan oleh Rusia pada masa pemerintahan
Vladimir Putin, berbeda dari sejarah masa lalu Rusia yang sering memosisikan diri sebagai
musuh politik Islam. Namun, itu semua cukup beralasan karena dulunya Dunia Islam memang
menjadi kekuatan hegemon dan sekarang baik Islam maupun Rusia sama-sama berada di bawah
dominasi Barat, sehingga alternatif yang dilihat Putin adalah, Rusia harus merengkul Islam
sebagai mitra. Namun, proses ini tidak mudah, karena awalnya Putin harus bersikap tegas
terhadap Chechnya yang merupakan bagian dari Dunia Islam.
Vladimir Putin sudah bertindak sebagai presiden pada akhir tahun 1999 ketika Presiden
Boris Yeltsin mendadak mengundurkan diri dari jabatannya. Sebelumnya Putin adalah Perdana
Menteri Rusia. Permasalahan awal yang dihadapi oleh Putin ketika menjabat sebagai presiden
adalah gerkan kelompok militan di Chechnya. Pejuang-pejuang Muslim dari Kaukasus Utara ini
telah menjadi permasalahan di Rusia sejak menjelang keruntuhan Uni Soviet. Berbeda dengan

13 Ali Muhammad Ash-Shalabi,2011,Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah diterjemahkan oleh Samson
Rahman dari Daulah ‘Utsmaniyah.Jakarta: Pustaka Al Kautsar.Hal 400

pg. 8


Boris Yeltsin yang memandang Chechnya hanya sebagai kelompok separatis atau teroris lokal,
Putin melihat militan di Chechnya adalah bagian dari terorisme global. Namun sebetulnya hal ini
hanya alasan Putin untuk mengambil langkah aman agar tuntutan orang-orang Chechnya untuk
merdeka tidak sampai mempengaruhi etnis lain di Rusia untuk melakukan aksi separatisme
serupa sehingga Rusia mengajak dunia global untuk bersama-sama memerangi terorisme. 14
Dalam konferensi G8 di Okinawa pada Juli 2000, Putin menyatakan bahwa dunia harus
bersungguh-sungguh melawan ‘bulan sabit terorisme Islam’ yang merentang dari Filipina
melalui Afghanistan, Chechnya dan Kosovo. Konsep Keamanan dan Doktrin Militer Rusia yang
dipublikasikan pada tahun 2000, memperlihatkan bahwa Putin lebih menekankan permasalahan
terorisme internasional dibandingkan pendahulunya (Bowker 2007:91). 15 Ketika Amerika Serikat
melempar isu memerangi terorisme global pasca kejadian 9/11, Rusia mengulurkan tangan,
bersikap yang sama. Dalam hal ini, keinginan Rusia untuk mengkonsolidasi permasalahan
Chechnya belum tampak, justru terjebak dengan konstruksi yang dibangun oleh Amerika Serikat,
dan tentu saja di sini belum muncul keinginan untuk bermitra dengan Dunia Islam.
Sikap-sikap yang dibangun oleh Putin telah memberikan identitas bahwa di satu sisi,
Rusia adalah negara yang memiliki peran dalam melindungi dunia dari ancaman terorisme,
namun di sisi lain, Putin telah menghadirkan Dunia Islam sebagai ancaman. Meski tidak separah
Amerika Serikat dalam mengalami islamophobia, tetapi Putin juga tidak kalah berdarah ketika
memberantas terorisme di Chechnya. Sikap Putin yang gagal mengupayakan rekonsiliasi
terhadap Muslim Chechnya, bahkan secara tidak adil melebeli gerakan yang menginginkan
kemerdekaan ini sebagai teroris, membuat gerakan di Chechnya semakin brutal. Salah satu
bentuk aksi teror yang dilakukan oleh militan Chechnya ini adalah serangan dan pembantaian

14 Paolo Calzini,2005,Vladimir Putin and the Chechen War.Instituto Affari Internazionali
15 Mike Bowker.op.cit.,Hal.90-91.

pg. 9

terhadap sekolah di Beslan yang dipimpin oleh Shamil Basayev. Identitas yang dibangun oleh
Putin terhadap Chechnya adalah bahwa mereka adalah teroris yang harus ditumpas, bahkan saat
ini pandangan Putin terhadap Chechnya tidak berubah.16 Konstruksi yang diciptakan oleh Putin,
pada dasarnya mempertahankan status quo bagi Dunia Islam, khususnya dalam pandangan
gerakan-gerakan Islam yang lebih global seperti Hizbut Tahrir bahwa Muslim Chechnya harus
dibebaskan dari penjajahan Rusia.
Tahun 2003, Amerika Serikat melempar isu bahwa perlu dilakukan intervensi militer ke
Irak dengan alasan: 1) Irak dipimpin oleh Saddam Hussein yang diktator, perlu untuk mengubah
Irak menjadi lebih demokratis; 2) Saddam Hussein dituduh menggunakan senjata biologis
terhadap minoritas Kurdi di Irak. Namun, di sisi lain, Saddam Hussein menghadirkan dirinya
sebagai figur heroik yang berani menentang Barat dalam Dunia Islam. Rusia memandang rezim
Saddam Hussein harus dipertahankan dengan berupaya menghentikan perang. Rusia dengan Irak
memang memiliki hubungan ekonomi yang kompleks. Akan tetapi, sikap Rusia yang dipimpin
oleh Putin mencoba mencegah jatuhnya rezim Saddam Hussein adalah berangkat dari gagasan
dan idea bahwa Putin memiliki rasa takut bahwa investasi Rusia, hutang yang belum
terbayarkan, dan kontrak di masa depan, semuanya akan hilang begitu saja andaikata Saddam
tumbang. Moskow juga memiliki rasa takut bahwa invasi ke Irak akan membangkitkan militansi
Islam.17 Kondisi ini memberikan gambaran bahwa Rusia masih berada dalam proses untuk
menarik simpati Dunia Islam, dan meskipun dukungan Rusia terhadap rezim Saddam Hussein
kurang jelas tetapi hal ini tidak dipandang buruk oleh Dunia Islam karena Saddam sendiri pada
saat-saat intervensi kurang populer bagi Dunia Islam.

16 Suara Karya http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=116753 diakses pada 20 September 2013 pada
09.01 WIB, dan Okezone http://international.okezone.com/read/2013/04/26/414/798187/putin-bom-bostonbuktikan-separatis-chechnya-teroris diakses pada 20 September 2013 pada pukul 09.03 WIB
17 Mike Bowker.op.cit.Hal.104-107

pg. 10

Pada tahun 2006, naiknya Mahmoud Ahmadinejad sebagai Presiden Republik Islam Iran
memunculkan kekhawatiran dunia bahwa Iran akan mengembangkan senjata nuklir. Amerika
Serikat melihat pengayaan nuklir Iran sebagai mimpi buruk. Rusia memiliki cara pandang
tersendiri mengenai nuklir Iran. Putin tetap berkomitmen untuk tidak melakukan pengayaan
nuklir, tetapi sikap Moskow terhadap Tehran, berbeda dengan Washington. 18 Putin mengkritik
‘metode tangan besi’ yang sering ditonjolkan oleh A.S dengan memberikan penilaian bahwa
metode itu hanya akan mampu memberikan sedikit pencapaian dan bahkan konsekuensinya
dapat menjadi lebih menakutkan daripada ancaman awal.19
Menganalisa sikap negara tertentu, termasuk Rusia, terhadap Dunia Islam, kurang
lengkap memang, jika tidak melihat sikap mereka terhadap konflik berkepanjangan antara Israel
dan Palestina. Konflik ini menjadi pusat perhatian Dunia Islam sejak berakhirnya Perang Dunia
Kedua. Konflik ini juga yang paling ampuh untuk menggalang rasa solidaritas Dunia Islam,
membuatnya menjadi lebih emosional. Ide dan gagasan yang ada pada Rusia mengenai konflik
ini, berbeda dengan yang dipahami Amerika Serikat dan Israel. Kedua pihak tersebut jelas
menjadi yang paling bersemangat melawan eksistensi Palestina, terutama keberadaan Hamas.
Rusia, memiliki cara pandang yang berbeda, ketika pada tahun 2006 menyambut Hamas dan
berdialog agar Hamas mau bersatu dengan Fatah, meninggalkan aksi kekerasan dan mengakui
Israel.20 Baik Rusia maupun Amerika sama-sama mengakui keberadaan Israel sejak negara ini
pertama kali diproklamirkan. Akan tetapi pendekatan kedua negara jelas berbeda. Rusia di satu
sisi tetap mengakui Israel, tetapi tidak memperlakukan Hamas sebagai musuh.21

18 Mark N. Katz,2006,Putin, Ahmadinejad and the Iranian Nuclear Crisis.Journal Compilation, Middle East Policy
Council
19 Mike Bowker,op.cit.Hal.121
20 Mark A.Smith,2006,The Russia-Hamas Dialogue, and the Israeli Parliamentary Elections.Conflic Studies Research
Centre, Middle East Series
21 Mike Bowker,op.cit.Hal.132-134

pg. 11

Manuver terkini dari Rusia pada politik internasional dalam hubungannya dengan Dunia
Islam adalah bagaimana Rusia memosisikan dirinya

dalam konflik Suriah. Rusia

mempertahankan pemerintahan Bashar Al Assad sementara A.S menginginkan sebaliknya.
Bentuk tindakan Rusia yang melindungi Suriah dari intervensi militer A.S tampak seolah sama
secara ide, meski secara praksis tampak berbeda, ketika mereka dulu mempertahankan Saddam
Hussein. Perbedaan secara praksisnya adalah, jika dulu Rusia tidak populer ketika mendukung
Saddam karena konstruksi ide dalam Masyarakat Internasional pada masa itu menerima dan
membenarkan tindakan Amerika, meski ditentang oleh Dunia Islam; maka dalam kasus Suriah,
konstruksi ide yang berhasil dimainkan Rusia bahwa tindakan mereka menghalangi intervensi
dipandang sebagai langkah bijak oleh Dunia Internasional, tetapi Dunia Islam berbeda sikap
menanggapinya dengan hadirnya Turki yang menginginkan kekuasaan Bashar Al Assad berakhir.
Proses relasi yang berlangsung antara Rusia dengan Dunia Islam tidak muncul hanya
dengan aktor-aktor negara semata atau yang berhubungan dengan konflik politik semata. Rusia
juga membangun relasi dengan Dunia Islam dalam bentuk adanya aliansi kebudayaan yang
pertama kali diselenggarakan pada 27-28 Maret 2006 dengan menggandeng sejumlah individu
populer sebagai tokoh Islam dari beberapa negara, termasuk Din Syamsuddin sebagai Ketua
Muhammadiyah dari Indonesia. Aliansi kebudayaan ini merupakan kesempatan Rusia untuk
menjalin hubungan yang baik dengan Dunia Islam secara internasional dan domestik karena
sentral dari terselenggaranya aliansi kebudayaan ini adalah Tatarstan, salah satu negara bagian
Rusia yang dihuni oleh Bangsa Kazan yang memiliki sejarah keislaman yang panjang. Proses
yang berjalan lancar ini pada akhirnya membawa hubungan Kazan dengan Rusia lebih harmonis
yang tampak dari didirikannya pusat keuangan syariah yang dikelola oleh Badan Pengembangan
Investigasi Tatarstan (TIDA).

pg. 12

Pentingya Berhubungan dengan Dunia Islam bagi Rusia
Sebagaimana yang dipaparkan juga pada bagian awal, bahwa cukup banyak Muslim di
Rusia, maka penting bagi Rusia untuk membangun hubungan yang baik dengan Dunia Islam.
Bahkan studi yang dilakukan oleh Mark A. Smith menunjukan bahwa gejala yang muncul sejak
tahun 2006 adalah pertumbuhan penduduk Muslim lebih tinggi di Rusia dibandingkan dengan
pertumbuhan Bangsa Slavia sendiri, dan pengaruh Muslim dalam masyarakat, politik, dan
kebijakan luar negeri Rusia akan tampak jelas di kemudian hari meskipun pada saat penelitian
berlangsung (2006) Muslim belum memainkan lobi politik yang berarti di Rusia. 22 Tahun 2013
lobi-lobi Muslim terutama dari Tatarstan jelas mulai mempengaruhi kebijakan luar negeri Rusia
meskipun sebatas di bidang ekonomi.
Apabila proses ini tetap terjaga dengan baik antara Dunia Islam dengan Rusia, maka
karena analisanya adalah dari struktur mikro, maka penting untuk mengemukakan beberapa
kemungkinan keuntungan yang diperoleh oleh Rusia sehingga dirinya mau bermitra dengan
Dunia Islam, yaitu:
1) Bermitra dengan Dunia Islam bisa meningkatkan kepercayaan Dunia Islam secara umum
terhadap Rusia. Artinya akses Rusia akan lebih mudah dibandingkan rivalnya, Amerika
Serikat. Ketika kepercayaan antar agen ini meningkat, maka relasi kerjasama akan
semakin banyak. Jika sekarang Rusia hanya terlibat dalam urusan politik, ketika ada
konflik yang melanda Dunia Islam, maka ke depannya keduanya bisa membangun relasi
ekonomi yang bisa menjadi modal bagi Rusia untuk menjadi kekuatan hegemon.
2) Pentingnya bermitra dengan Dunia Islam juga akan memberikan kestabilan politik dan
sosial dalam ranah domestik Rusia sendiri. Setidaknya tidak lagi semua Muslim yang
22 Mark A.Smith,2006,Islam in the Russian Federation,Conflict Studies Research Centre, Russian Series

pg. 13

harus dikhawatirkan oleh Rusia, melainkan hanya sebatas kelompok garis keras. Hal ini
juga berdampak baik terhadap pembentukan identitas Dunia Islam sekarang ini yang
apabila mereka berkontribusi dalam membangun Rusia yang lebih beradab ke depannya,
maka kepercayaan diri Dunia Islam akan meningkat karena ada sifat yang dari dulu
mereka miliki, yaitu rasa bangga ketika berkontribusi dalam sebuah kemajuan peradaban.
3) Apabila relasi yang baik dengan Dunia Islam ini juga secara efektif bisa diterapkan dalam
kontur sosial domestik, maka Rusia bisa menjadi penghubung antara Timur dan Barat
sehingga jurang pemisah di antara keduanya menjadi kabur. Jika ini terjadi, tentunya
Rusia sendiri akan lebih kaya secara budaya, dan dengan memahami Timur sebaik
memahami Barat maka diharapkan benturan peradaban sebagaimana yang sering dibesarbesarkan oleh Barat tidak terlalu tampak lagi. Bangsa Rusia yang dari dulunya dikenal
sebagai masyarakat yang relijius dengan Kristen Ortodoks mereka, akan menghasilkan
sebuah peradaban yang maju apabila dikawinkan dengan nilai-nilai universal yang
apabila sukses ditonjolkan oleh Dunia Islam.

pg. 14

Daftar Pustaka


Ash-Shalabi, Ali Muhammad.Bangkit dan Runtuhna Khilafah Utsmaniyah.Jakarta:




Pustaka Al Kautsar.2011
Bowker, Mike.Russia, America, and the Islamic World.Hampshire: Ashgate.2007
Bruce, Robert & Enver Kisriev.Dagestan: Russian Hegemony and Islamic Resistance in




the North Caucasus.New York & London: M.E. Sharpe.2010
Calzini, Pablo.Vladimir Putin and the Chechen War.Instituto Affari Internazionali.2005
Dannreuther, Roland.Russia, the Middle East and Political Islam: Internal and External



Challenges.London: Chatham House.2009
Katz, Mark N.Putin, Ahmadinejad and the Iranian Nuclear Crisis.Journal Compilation,



Middle East Policy Council
Nasution, DJ. Q.Sejarah Romawi Timur.Direproduksi oleh Tim Repro Jurusan Sejarah



UNP 2011,Kompilasi Buku Modul Sejarah Eropa
Schulze, Reinhard.A Modern History of the Islamic World.London & New York: I.B.



Tauris Publisher.2002
Smith, Mark A.The Russia-Hamas Dialogue, and the Israeli Parliamentari



Elections.Conflict Studies Research Centre,Middle East Series,2006
------.Islam in the Russian Federation,Conflict Studies Research Centre, Russian



Series.2006
Wendt, Alexander.Social Theory of International Politics.Cambridge: Cambridge



University Press.1999
Zehfuss, Maja.Constructivism





Reality.Cambridge: Cambridge University Press.2004
Kompas, 31 Agustus 2006
Republika, 18 September 2013
http://rt.com/politics/islam-inseparable-russias-society-915/ diakses pada 30 September



2013 pada pukul 10:47 WIB
http://international.okezone.com/read/2013/04/26/414/798187/putin-bom-boston-

in

International

Relations:

The

Politics

of

buktikan-separatis-chechnya-teroris diakses pada 20 September 2013 pada pukul 09.03
WIB

pg. 15



http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=116753 diakses pada 20 September
2013 pada 09.01 WIB

pg. 16

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Berburu dengan anjing terlatih_1

0 46 1

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5