Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual

(1)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SMA

WIYATA DHARMA MEDAN TERHADAP INFEKSI

MENULAR SEKSUAL

Oleh:

LINDA CHIUMAN

060100112

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SMA

WIYATA DHARMA MEDAN TERHADAP INFEKSI

MENULAR SEKSUAL

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

LINDA CHIUMAN

NIM: 060100112

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan terhadap Infeksi Menular Seksual

Nama : Linda Chiuman Nim : 060100112

__________________________________________________________________

Pembimbing Penguji

(dr. Kristo A. Nababan, Sp.KK) (dr. T. Ibnu Alferally, Sp.PA) NIP: 19630208 198903 1 004 NIP: 19620212 198911 1 001

(Dr. Zulham, M. Biomed) NIP: 19740702 200212 1 002

Medan, 2 Desember 2009 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

ABSTRAK

Sampai saat ini, infeksi menular seksual masih menjadi masalah kesehatan, sosial maupun ekonomi di berbagai negara. Di beberapa negara disebutkan bahwa pelaksanaan program penyuluhan yang intensif akan menurunkan insidens infeksi menular seksual atau paling tidak insidensnya relatif tetap. Namun demikian, di sebagian besar negara insidens infeksi menular seksual relatif masih tinggi. Kebanyakan penderita infeksi menular seksual adalah remaja usia 15-29 tahun, tetapi ada juga bayi yang tertular karena tertular dari ibunya. Tingginya kasus penyakit infeksi menular seksual, khususnya pada kelompok usia remaja, salah satu penyebabnya adalah tingkat pengetahuan remaja yang relatif masih rendah. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi sikap remaja terhadap infeksi menular seksual.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap siswa/i SMA Wiyata Dharma Medan terhadap infeksi menular seksual. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dan dilakukan dengan metode survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh siswa/i SMA Wiyata Dharma Medan. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 84 orang dengan tingat ketepatan relatif (d) sebesar 0,1. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Sampel kemudian didistribusikan secara proposional berdasarkan tingkatan kelas. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket dan analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif.

Hasil uji tingkat pengetahuan dan sikap siswa/i SMA Wiyata Dharma Medan terhadap infeksi menular seksual menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan siswa/i SMA Wiyata Dharma Medan berada dalam kategori kurang baik (52,4%) dan sikap siswa/i tersebut termasuk dalam kategori cukup baik (57,1%).

Dari hasil penelitian tersebut diharapkan pihak sekolah maupun luar sekolah dapat memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi dan pendidikan seks kepada siswa/i tersebut.

Kata kunci: Pengetahuan, Sikap, Remaja, Infeksi menular seksual


(5)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

ABSTRACT

Sexually Transmitted Infections (STIs) remains as a current health problem, affecting both social and economic sectors in various countries. It is mentioned that intensive health education programmes in some places have indeed lowered the STIs incidents occurrence level, or at least preventing it from increasing. Nonetheless, in most countries, STIs incidents level is relatively still high. Youth, aged 15-29, forms the biggest population of STIs patients, followed by infants that vertically infected by the mothers. One of probable cause of high STIs incidents level among teenagers is the poor level of knowledge about STIs. This hence affects to the behavior of teenagers towards STIs.

This research aimed to find out the level of knowledge and attitude of students of SMA Wiyata Dharma Medan towards STIs. The research was a descriptive study and was conducted with cross-sectional approach survey method. The research population was the entire students of SMA Wiyata Dharma Medan. A total of 84 samples were collected with relatively accuracy (d) of 0,1. Sampling was conducted through stratified random sampling technique. Subsequently, the samples were distributed proportionally based on class level. Data was collected using questionnaires and then analyzed by using descriptive statistic method.

The result of the study shows that the level of knowledge for most of the students in SMA Wiyata Dharma Medan towards STIs is categorized as insufficient (52,4%). However, on the other hand, the attitude of the students towards STIs is categorized as sufficient (57,1%).

Therefore, as shown in the result of the study, it is strongly recommended that both the school administers and family members could work together in educating the students regarding health reproduction issue as well as sex education concurrently.


(6)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Gambaran Pengetahuan dan Sikap

Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual”.

Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Kristo A. Nababan, Sp.KK dan dr. Rina Amelia, MARS, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Bapak Drs. Satria Kamal, selaku Kepala Sekola SMA Wiyata Dharma Medan, yang telah memberikan izin dan banyak bantuan kepada penulis dalam melakukan proses pengumpulan data di lokasi penelitian.

4. Seluruh staf SMA Wiyata Dharma Medan yang telah membantu administrasi perizinan untuk melakukan penelitian.

5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. Terima kasih yang tiada tara penulis persembahkan kepada Ayahanda tercinta, Irwanto, dan Ibunda tercinta, Rita Hamdani, yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.


(7)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

7. Seluruh siswa/i SMA Wiyata Dharma Medan, atas bantuan dan partisipasinya dalam proses pengumpulan data penelitian ini.

8. Seluruh teman-teman Stambuk 2006,atas dukungan dan bantuannya. Untuk seluruh bantuan baik moril maupun materiil yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan pahala yang sebasar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, 21 November 2009 Penulis

Linda Chiuman


(8)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN……….………..………. i

ii iii iv vi viii ix x ABSTRAK……… ABSTRACT………. KATA PENGANTAR………..………... DAFTAR ISI………...………. DAFTAR TABEL……… DAFTAR SINGKATAN………..………... DAFTAR LAMPIRAN……..……….

BAB 1 PENDAHULUAN………. 1

1.1. Latar Belakang……….. 1 3 3 3 1.2. Rumusan Masalah……….

1.3. Tujuan Penelitian……….. 1.4. Manfaat Penelitian………

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……..………. 4

2.1. Infeksi Menular Seksual………... 4 2.1.1. Definisi dan Epidemiologi Infeksi Menular

Seksual………. 4

5 5 6 7 7 8 2.1.2. Penyebab Infeksi Menular Seksual…………..

2.1.3. Cara Penularan Infeksi Menular Seksual……. 2.1.4. Manifestasi Klinis dan Diagnosa Infeksi

Menular Seksual………... 2.1.5. Komplikasi Infeksi Menular Seksual………... 2.1.6. Pencegahan Infeksi Menular Seksual………... 2.1.7. Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual…...

2.2. Pengetahuan dan Sikap………. 9 2.2.1. Pengetahuan………. 9 10 2.2.2. Sikap……….

2.3. Remaja……….. 11

2.3.1. Definisi Remaja……… 11 12 2.3.2. Perilaku Seksual Remaja………..

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN


(9)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

3.1. Kerangka Konsep Penelitian……… 13 13 3.2. Definisi Operasional……….

BAB 4 METODE PENELITIAN……….………... 15

4.1. Jenis Penelitian………. 15 15 15 16 16 17 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian……… 4.4. Metode Pengumpulan Data………..

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas………... 4.5. Metode Analisis Data………...

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN……… 18

5.1. Hasil Penelitian………. 18

18 18 19 19 21 24 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………..

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden………….. 5.1.3. Hasil Analisis Data………... 5.1.3.1. Pengetahuan……….. 5.1.3.2. Sikap………. 5.2. Pembahasan………...

5.2.1. Tingkat Pengetahuan……… 24

5.2.2. Sikap………. 26

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN……….. 29

6.1. Kesimpulan………... 29

29 6.2. Saran……….

DAFTAR PUSTAKA………...………... 30


(10)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas angket……… 17 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia... 18 5.2. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis

kelamin……… 19

5.3. Distribusi frekuensi hasil uji tingkat

pengetahuan……… 19

5.4. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel

pengetahuan……… 20

5.5. Distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan

usia……….. 20

5.6. Distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan jenis kelamin………... 21

5.7. Distribusi frekuensi hasil uji

sikap……… 21

5.8. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel sikap………... 22 5.9. Distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan

usia………... 22

5.10. Distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan jenis

kelamin……… 23

5.11. Distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan tingkat


(11)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

DAFTAR SINGKATAN

AAFP American Academy of Family Physician

AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome

BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Depkes RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia Dinkes Dinas Kesehatan

ICA International Christian Assembly

IMS Infeksi Menular Seksual

IUD Intra Uterine Device

K.I.E. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi KRR Kesehatan Reproduksi Remaja SMA Sekolah Menengah Atas SMP Sekolah Menengah Pertama

SPSS Statistic Package for Social Science


(12)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2. Angket Penelitian

Lampiran 3. Lembar Penjelasan dan Persetujuan Responden Lampiran 4. Surat Izin Penelitian


(13)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea, chlamydia,

syphilis, trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi human

immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Beberapa diantaranya, yakni HIV

dan syphilis, dapat juga ditularkan dari ibu ke anaknya selama kehamilan dan kelahiran, dan melalui darah serta jaringan tubuh.

Sampai sekarang, infeksi menular seksual masih menjadi masalah kesehatan, sosial maupun ekonomi di berbagai negara (WHO, 2003). Peningkatan insidens infeksi menular seksual dan penyebarannya di seluruh dunia tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa pelaksanaan program penyuluhan yang intensif akan menurunkan insidens infeksi menular seksual atau paling tidak insidensnya relatif tetap. Namun demikian, di sebagian besar negara insidens infeksi menular seksual relatif masih tinggi (Hakim, 2003). Angka penyebarannya sulit ditelusuri sumbernya, sebab tidak pernah dilakukan registrasi terhadap penderita yang ditemukan. Jumlah penderita yang terdata hanya sebagian kecil dari penderita sesungguhnya (Lestari, 2008).

Di Indonesia, infeksi menular seksual yang paling banyak ditemukan adalah syphilis dan gonorrhea. Prevalensi infeksi menular seksual di Indonesia


(14)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

sangat tinggi ditemukan di kota Bandung, yakni dengan prevalensi infeksi

gonorrhea sebanyak 37,4%, chlamydia 34,5%, dan syphilis 25,2%; Di kota

Surabaya prevalensi infeksi chlamydia 33,7%, syphilis 28,8% dan gonorrhea 19,8%; Sedang di Jakarta prevalensi infeksi gonorrhea 29,8%, syphilis 25,2% dan

chlamydia 22,7%. Di Medan, kejadian syphilis terus meningkat setiap tahun.

Peningkatan penyakit ini terbukti sejak tahun 2003 meningkat 15,4% sedangkan pada tahun 2004 terus menunjukkan peningkatan menjadi 18,9%, sementara pada tahun 2005 meningkat menjadi 22,1%. Setiap orang bisa tertular penyakit menular seksual. Kecenderungan kian meningkatnya penyebaran penyakit ini disebabkan perilaku seksual yang bergonta-ganti pasangan, dan adanya hubungan seksual pranikah dan diluar nikah yang cukup tinggi. Kebanyakan penderita penyakit menular seksual adalah remaja usia 15-29 tahun, tetapi ada juga bayi yang tertular karena tertular dari ibunya (Lestari, 2008).

Tingginya kasus penyakit infeksi menular seksual, khususnya pada kelompok usia remaja, salah satu penyebabnya adalah akibat pergaulan bebas. Sekarang ini di kalangan remaja pergaulan bebas semakin meningkat terutama di kota-kota besar. Hasil penelitian di 12 kota besar di Indonesia termasuk Denpasar menunjukkan 10-31% remaja yang belum menikah sudah melakukan hubungan seksual. Pakar seks juga spesialis Obstetri dan Ginekologi dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar 5% pada tahun 1980-an, menjadi 20% pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut didapat dari berbagai penelitian di beberapa kota besar di Indonesia. Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut umumnya masih bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) atau mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) (Rauf, 2008).

Pengetahuan tentang infeksi menular seksual dapat ditingkatkan dengan pemberian pendidikan kesehatan reproduksi yang dimulai pada usia remaja. Pendidikan kesehatan reproduksi di kalangan remaja bukan hanya memberikan


(15)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi juga mengenai bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan kehamilan yang belum diharapkan atau kehamilan berisiko tinggi (BKKBN, 2005). Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap remaja terhadap infeksi menular seksual agar dapat diketahui apakah diperlukan tambahan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja dalam upaya menghambat peningkatan insidens infeksi menular seksual di kalangan remaja dewasa ini.

1.2. Rumusan Masalah

Masalah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini adalah bahwa penulis ingin mengetahui:

Bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap remaja SMA Wiyata Dharma Medan terhadap infeksi menular seksual?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja SMA Wiyata Dharma Medan terhadap infeksi menular seksual.

Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Memperoleh informasi tentang pengetahuan remaja SMA Wiyata Dharma Medan tentang infeksi menular seksual.

2. Memperoleh informasi tentang sikap remaja SMA Wiyata Dharma Medan terhadap infeksi menular seksual.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan mengenai gambaran pengetahuan dan sikap remaja terhadap infeksi menular


(16)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

seksual sehingga dapat direncanakan suatu strategi untuk menindaklanjutinya.

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah dalam memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi pada kalangan remaja.

3. Sebagai bahan masukan bagi orang tua dalam upaya merangsang kepedulian orang tua terhadap pendidikan seksual anak yang dimulai pada usia remaja.

4. Sebagai bahan masukan bagi remaja dalam menyikapi hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Menular Seksual

2.1.1. Definisi dan Epidemiologi Infeksi Menular Seksual

Infeksi menular seksual adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual. Cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara genito-genital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital, atau ano-genital, sehingga kelainan yang timbul akibat penyakit ini tidak terbatas pada daerah kelamin (genital) saja, tetapi dapat juga pada daerah-daerah ekstragenital. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa semuanya harus melalui hubungan kelamin, karena ada beberapa yang dapat juga ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat, handuk, thermometer, dan ada juga yang dapat ditularkan dari ibu kepada bayinya yang ada di dalam kandungan (Daili, 2007).

Infeksi menular seksual didapatkan akibat berhubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi sebelumnya. Setiap orang yang sudah melakukan hubungan seksual, mempunyai risiko untuk terkena infeksi menular seksual. Risiko akan semakin tinggi apabila seseorang berhubungan seksual dengan banyak pasangan yang berbeda, atau pasanganya mempunyai banyak partner yang berbeda ataupun melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan kondom (AAFP, 2007).


(17)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Selama dekade terakhir ini, insidens infeksi menular seksual cukup meningkat di berbagai negera di dunia. Banyak laporan mengenai penyakit ini, tetapi angka-angka yang dilaporkan tidak menggambarkan angka yang sesungguhnya. Hal tersebut (Daili, 2007) disebabkan antara lain oleh:

1. Banyak kasus yang tidak dilaporkan, karena belum ada undang-undang yang mengharuskan melaporkan setiap kasus baru infeksi menular seksual yang ditemukan.

2. Bila ada laporan, sistem pelaporan yang berlaku belum seragam.

3. Fasilitas diagnostik yang ada sekarang ini kurang sempurna sehingga seringkali terjadi salah diagnosa dan penanganan.

4. Banyak kasus yang asimtomtik (tanpa gejala yang khas) terutama pada wanita.

5. Pengontrolan terhadap infeksi menular seksual ini belum berjalan baik.

2.1.2. Penyebab Infeksi Menular Seksual

Menurut Handsfield (2001), infeksi menular seksual dapat diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, yakni:

a. Dari golongan bakteri, yakni Neisseria gonorrhoeae, Treponema

pallidum, Chlamydia trachomatis, Haemophilus ducreyi, Calymmatobacterium granulomatis, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, Salmonella sp., Shigella

sp., Campylobacter sp., Streptococcus group B, Mobiluncus sp.

b. Dari golongan protozoa, yakni Trichomonas vaginalis, Entamoeba

histolytica, Giardia lamblia, dan protozoa enterik lainnya.

c. Dari golongan virus, yakni Human Immunodeficiency Virus (tipe 1 dan 2), Herpes Simplex Virus (tipe 1 dan 2), Human Papiloma Virus (banyak tipe), Cytomegalovirus, Epstein-Barr virus, Molluscum

contagiosum virus, dan virus-virus enteric.


(18)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Sedangkan menurut Daili (2007), selain disebabkan oleh agen-agen di atas, infeksi menular seksual juga dapat disebabkan oleh jamur, yakni jamur

Candida albicans.

2.1.3. Cara Penularan Infeksi Menular Seksual

Cara penularan infeksi menular seksual (Karang Taruna, 2001), sesuai dengan sebutannya, terutama melalui hubungan seksual yang tidak terlindungi, baik pervaginal, anal, maupun oral. Cara penularan lainnya adalah:

a. Perinatal, yakni dari ibu ke bayinya, baik selama kehamilan, saat kelahiran ataupun setelah lahir.

b. Melalui transfusi darah atau kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah.

Menurut Depkes RI (2006), penularan infeksi menular seksual dapat melalui beberapa cara, yakni bisa melalui hubungan seksual, berkaitan dengan prosedur medis (iatrogenik), dan bisa juga berasal dari infeksi endogen. Infeksi endogen adalah infeksi yang berasal dari pertumbuhan organisme yang berlebihan yang secara normal hidup di vagina dan juga ditularkan melalui hubungan seksual. Sedangkan infeksi menular seksual akibat iatrogenik disebabkan oleh prosedur-prosedur medis seperti pemasangan IUD (Intra Uterine Device), aborsi dan atau proses kelahiran bayi.

Infeksi menular seksual tidak ditularkan bila seseorang duduk di samping orang yang terinfeksi, penggunaan kamar mandi umum, kolam renang umum, bersalaman, bersin-bersin dan keringat (Dinkes Surabaya, 2009).

2.1.4. Manifestasi Klinis dan Diagnosa Infeksi Menular Seksual

Terkadang infeksi menular seksual tidak memberikan gejala, baik pada pria maupun pada wanita. Beberapa infeksi menular seksual baru menunjukkan gejalanya berminggu-minggu, berbulan-bulan, maupun bertahun-tahun setelah terinfeksi (Lestari, 2008). Mayoritas infeksi menular seksual tidak memberikan gejala (asimptomtik) pada perempuan (60-70% dari infeksi gonore dan klamidia).


(19)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Pada perempuan, konsekuensi infeksi menular seksual sangat serius dan kadang-kadang bersifat fatal (misalnya kanker serviks, kehamilan ektopik dan sepsis). Konsekuensi juga terjadi pada bayi yang dikandung jika perempuan terinfeksi pada saat hamil (bayi lahir mati, kebutaan) (Kesrepro, 2007).

Gejala infeksi menular seksual bisa berupa gatal dan adanya sekret di sekitar alat kelamin, bejolan atau lecet di sekitar alat kelamin, bengkak di sekitar alat kelamin, buang air kecil yang lebih sering dari biasanya, demam, lemah, kulit menguning dan rasa nyeri sekujur tubuh, kehilangan berat badan, diare, keringat malam, pada wanita bisa keluar darah di luar masa menstruasi, rasa panas seperti terbakar atau sakit saat buang air kecil, kemerahan di sekitar alat kelamin, rasa sakit di bawah perut pada wanita di luar masa menstruasi, dan bercak darah setelah berhubungan seksual (Lestari, 2008; Murtiastutik, 2008). Menurut

American Academy of Family Physician (2007), selain gejala-gejala diatas, juga

dijumpai gejala berupa sakit tenggorokan pada orang yang melakukan hubungan seks secara oro-genital dan sakit di sekitar anus pada orang yang melakukan hubungan seks ano-genital.

Diagnosa infeksi menular seksual dilakukan melalui proses anamnesa, diikuti pemeriksaan fisik dan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium (Daili, 2007; Murtiastutik, 2008). Untuk menegakkan diagnosa infeksi menular seksual, diperlukan anamnesa yang akurat mengenai riwayat sosial dan seksual seseorang, termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas, seperti penyalahgunaan obat-obatan (Handsfield, 2001).

2.1.5. Komplikasi Infeksi Menular Seksual

Infeksi menular seksual yang tidak ditangani dapat menyebabkan kemandulan, merusak penglihatan, otak dan hati, menyebabkan kanker leher rahim, menular pada bayi, rentan terhadap HIV, dan beberapa infeksi menular seksual dapat menyebabkan kematian (Dinkes Surabaya, 2009).


(20)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Suatu studi epidemiologi menggambarkan bahwa pasien dengan infeksi menular seksual lebih rentan terhadap HIV. Infeksi menular seksual diimplikasikan sebagai faktor yang memfasilitasi penyebaran HIV (WHO, 2004).

2.1.6. Pencegahan Infeksi Menular Seksual

Menurut WHO (2006), pencegahan infeksi menular seksual terdiri dari dua bagian, yakni pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer terdiri dari penerapan perilaku seksual yang aman dan penggunaan kondom. Sedangkan pencegahan sekunder dilakukan dengan menyediakan pengobatan dan perawatan pada pasien yang sudah terinfeksi dengan infeksi menular seksual. Pencegahan sekunder bisa dicapai melalui promosi perilaku pencarian pengobatan untuk infeksi menular seksual, pengobatan yang cepat dan tepat pada pasien serta pemberian dukungan dan konseling tentang infeksi menular seksual dan HIV.

Langkah terbaik untuk mencegah infeksi menular seksual (Depkes RI, 2006) adalah menghindari kontak langsung dengan cara sebagai berikut:

a. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensia), b. Menghindari bergonta-ganti pasangan seksual, c. Memakai kondom dengan benar dan konsisten.

Pencegahan termasuk pengenalan diagnosis yang cepat dan pengobatan yang efektif terhadap infeksi menular seksual, akan mengurangi kemungkinan komplikasi pada masing-masing individu dan mencegah infeksi baru di masyarakat (Depkes RI, 2006; Dinkes Surabaya, 2009). Selain pencegahan di atas, pencegahan infeksi menular seksual juga dapat dilakukan dengan mencegah masuknya transfusi darah yang belum diperiksa kebersihannya dari mikroorganisme penyebab infeksi menular seksual, berhati-hati dalam menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan darah segar, mencegah pemakaian alat-alat yang tembus kulit (jarum suntik, alat-alat tindik) yang tidak steril, dan menjaga


(21)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

kebersihan alat reproduksi sehingga meminimalisir penularan (ICA, 2009; Dinkes Surabaya, 2009).

2.1.7. Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual

Penanganan infeksi menular seksual yang ideal adalah penanganan berdasarkan mikroorganisme penyebabnya. Namun, dalam kenyataannya penderita infeksi menular seksual selalu diberi pengobatan secara empiris (Handsfield, 2001; Murtiastutik, 2007).

Penanganan infeksi menular seksual (Daili, 2007) secara komprehensif mencakup diagnosa yang tepat, pengobatan yang efektif, pemberian konseling kepada pasien dalam rangka memberikan K.I.E. (komunikasi, informasi, dan edukasi), dan penanganan pasangan seksualnya. Menurut Barakbah (2003), konseling adalah suatu proses yang dapat membantu seseorang untuk mengetahui dan menyelesaikan masalah dengan baik, serta mampu memotivasi individu tersebut untuk merubah perilakunya. Dalam praktiknya, konseling perlu dibedakan dengan bimbingan (guidance). Oleh karena infeksi menular seksual terdiri dari bermacam-macam penyakit dengan derajat kesakitan yang berbeda, maka konseling untuk setiap penyakit tidak akan sama.

Menurut WHO (2003), penanganan pasien infeksi menular seksual terdiri dari dua cara, bisa dengan penanganan berdasarkan kasus (case management) ataupun penanganan berdasarkan sindrom (syndrome management). Penanganan berdasarkan kasus yang efektif tidak hanya berupa pemberian terapi antimikroba untuk menyembuhkan dan mengurangi infektifitas mikroba, tetapi juga diberikan perawatan kesehatan reproduksi yang komprehensif. Sedangkan penanganan berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi dari sekelompok tanda dan gejala yang konsisten, dan penyediaan pengobatan untuk mikroba tertentu yang menimbulkan sindrom.

2.2. Pengetahuan dan Sikap 2.2.1. Pengetahuan


(22)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Menurut Rogers (1974) dalam Soekidjo (2007), sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui ada stimulus (objek) terlebih dahulu, b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus,

c. Evaluation, yakni sikap responden menimbang-nimbang apakah

stimulus tersebut baik atau tidak terhadap dirinya,

d. Trial, yakni orang mulai mencoba perilaku baru,

e. Adoption, yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

2.2.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Dari berbagai batasan tentang sikap, dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial,


(23)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Menurut Allport (1954) dalam Soekidjo (2007), sikap mempunyai 3 komponen pokok, yakni:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju) (Notoatmodjo, 2007).


(24)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

2.3. Remaja

2.3.1. Definisi Remaja

Ada beberapa definisi mengenai remaja. Menurut Hurlock (1993), masa remaja adalah masa yang penuh kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan periode yang paling berat. Remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari anak-anak menuju dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Darajad, 1990).Menurut Darajad (1995) dalam bukunya yang lain, mendefinisikan remaja sebagai tahap umur yang datang setelah masa anak-anak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat yang terjadi pada tubuh remaja luar dan membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja. Bisri (1995), mengartikan remaja adalah mereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Calon (1953) dalam Monks (2002), masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memiliki status dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Perkembangan fisik dan psikis menimbulkan kebingungan dikalangan remaja sehingga masa ini disebut oleh orang barat sebagai periode sturm und

drung dan akan membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku,

kesehatan, serta kepribadian remaja (Monks, 2002).

Lebih jelas pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja secara lebih konseptual, yakni remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2001).


(25)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Kaplan & Sadock (2007), menyatakan bahwa fase remaja terdiri atas fase remaja awal (12-14 tahun), fase remaja pertengahan (14-16 tahun), dan fase remaja akhir (17-19) tahun.

2.3.2. Perilaku Seksual Remaja

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual yang dilakukan sebelum waktunya justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan agresi (Reiss, 2006).

Selama masa remaja, seksualitas dan masalah-masalah seksual diperkirakan sebagai masalah yang sangat penting bagi sebagian remaja, dan pada masa ini, banyak remaja yang sudah aktif secara seksual (Goodenov et al., 2008).

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Pengetahuan Remaja


(26)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

3.2. Definisi Operasional

Pengetahuan adalah apa yang diketahui para remaja tentang pengertian infeksi menular seksual, jenis dan penyebab infeksi menular seksual, cara penularan, gejala, pencegahan, pengobatan, dan komplikasi infeksi menular seksual.

Pengukuran tingkat pengetahuan remaja mengenai infeksi menular seksual dilakukan berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan oleh responden. Instrumen yang digunakan berupa angket dengan jumlah pertanyaan sebanyak 9 pertanyaan. Apabila jawaban responden benar, akan diberi nilai 1, dan bila jawaban responden salah diberi nilai 0. Dengan demikian, skor tertinggi adalah 9.

Pengukuran tingkat pengetahuan responden dilakukan dengan menggunakan sistem skoring (Arikunto, 2007), yakni dengan skala ordinal sebagai berikut:

a. Tingkat pengetahuan baik, apabila jawaban responden benar > 75% dari nilai tertinggi, yaitu skor > 7

b. Tingkat pengetahuan cukup, apabila jawaban responden benar antara 56-75% dari nilai tertinggi, yaitu skor 6-7

c. Tingkat pengetahuan kurang, apabila jawaban responden benar antara 40-55% dari nilai tertinggi, yaitu skor 4-5

d. Tingkat pengetahuan buruk, apabila jawaban responden benar < 40 % dari nilai tertinggi, yaitu skor < 4

Sikap adalah tanggapan atau respon remaja terhadap hal-hal yang berhubungan dengan infeksi menular seksual. Pengukuran sikap remaja mengenai infeksi menular seksual dilakukan berdasarkan jawaban pertanyaan yang

Sikap Remaja


(27)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

diberikan oleh responden. Instrumen yang digunakan berupa angket dengan jumlah pertanyaan sebanyak 6 pertanyaan.

Untuk pertanyaan nomor 1, 2, 4, dan 5 apabila responden menjawab pilihan ‘b’ (tidak setuju), maka akan diberi nilai 1, dan untuk pertanyaan nomor 3 dan 6 apabila responden menjawab pilihan ‘a’ (setuju), akan diberi nilai 1. Sedangkan untuk pilihan jawaban selain ketentuan di atas akan diberi nilai 0. Dengan demikian, jumlah skor total adalah 6.

Pengukuran sikap responden dilakukan dengan menggunakan sistem skoring dengan skala ordinal sebagai berikut:

a. Baik, apabila skor yang diperoleh responden > 75% dari skor maksimum, yaitu > 5

b. Cukup, apabila skor yang diperoleh responden antara 56-75% dari skor maksimum, yaitu 4-5

c. Kurang, apabila skor yang diperoleh responden antara 40-55% dari skor maksimum, yaitu 2-3

d. Buruk, apabila skor yang diperoleh responden < 40 % dari skor maksimum, yaitu <2

Remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari anak-anak menuju dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa.

Infeksi menular seksual adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual.

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan


(28)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

informasi mengenai pengetahuan dan sikap remaja SMA Wiyata Dharma Medan terhadap infeksi menular seksual. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah “cross sectional study” dimana data dikumpulkan pada satu waktu tertentu.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Wiyata Dharma Medan, provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini berlangsung selama 10 bulan, sejak peneliti menentukan judul, menulis proposal hingga seminar hasil yang berlangsung sejak bulan Februari hingga Desember 2009.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa/i SMA Wiyata Dharma Medan. Populasi penelitian terdiri dari 446 orang. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari siswa/i SMA Wiyata Dharma Medan. Dalam menentukan besarnya sampel, dilakukan perhitungan sampel dengan menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2005):

n = N 1 + N (d2)

N= besar populasi n= jumlah sampel

d= tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan.

Dengan tingkat ketepatan relatif 10%, maka jumlah sampel yang diperoleh dari rumus di atas berjumlah sekitar 84 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratified random sampling. Sampel tersebut kemudian di distribusikan merata pada siswa/i di SMA tersebut:

• Siswa SMA tingkat X : 28 orang


(29)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

• Siswa SMA tingkat XII : 28 orang

4.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan dengan dua cara, yakni menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden dimana pengumpulan data dilakukan dengan metode angket yang dibagikan kepada responden untuk mendapatkan jawaban pertanyaan. Sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak sekolah yang berhubungan dengan jumlah dan karakteristik siswa/i di SMA Wiyata Dharma Medan.

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Angket yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi “product moment” dan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan program SPSS 15.0. Sampel yang digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel dalam penelitian. Jumlah sampel dalam uji validitas dan reliabilitas ini adalah sebanyak 20 orang. Setelah uji validitas dilakukan, hanya pada soal-soal yang telah dinyatakan valid saja yang diuji reliabilitasnya. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas angket Variabel No. Total Pearson

Correlation Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0,478 Valid 0,735 Reliabel

2 0,478 Valid Reliabel

3 0,458 Valid Reliabel


(30)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

5 0,551 Valid Reliabel

6 0,538 Valid Reliabel

7 0,567 Valid Reliabel

8 0,446 Valid Reliabel

9 0,666 Valid Reliabel

Sikap 1 0,534 Valid 0,647 Reliabel

2 0,584 Valid Reliabel

3 0,507 Valid Reliabel

4 0,582 Valid Reliabel

5 0,534 Valid Reliabel

6 0,857 Valid Reliabel

4.5. Metode Analisis Data

Data dari setiap responden dimasukkan ke dalam komputer oleh peneliti. Analisis data yang diperoleh dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan program komputer SPSS 15.0 .

BAB 5

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN


(31)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah SMA Wiyata Dharma Medan. Sekolah ini terdapat di Jalan Dr. Wahidin No. 31, Kelurahan Pandau Hulu II, Kecamatan Medan Area, Sumatera Utara. Sekolah ini didirikan pada tanggal 14 November 1985 dan merupakan salah satu sekolah di Medan yang terakreditasi dengan peringkat A (sangat baik). Sekolah ini mempunyai ruang kelas, ruang sholat, ruang multimedia, ruang laboratorium, ruang tata usaha, aula, kantin, dan lapangan olahraga, dengan jumlah siswa sebanyak 446 orang.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, responden yang terpilih sebanyak 84 siswa/i yang terdiri dari 28 siswa/i tingkat X, 28 siswa/i tingkat XI, dan 28 siswa/i tingkat XII.

Dari keseluruhan responden gambaran karakteristik yang diamati meliputi usia dan jenis kelamin. Data lengkap bila ditinjau dari segi usia dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia

Kelompok usia Frekuensi Persentase(%)

15 22 26,2

16 38 45,2

17 24 28,6

Jumlah 84 100

Dari tabel di atas terlihat bahwa kelompok terbesar responden terdapat pada usia 16 tahun, yaitu sebanyak 45,2%, diikuti usia 17 tahun sebanyak 28,6%, dan terendah pada kelompok usia 15 tahun, yaitu sebesar 26,2%. Data lengkap bila didistribusikan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase(%)


(32)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Perempuan 40 47,6

Jumlah 84 100

Dari tabel di atas terlihat bahwa kelompok terbesar responden adalah laki-laki yaitu sebanyak 44 orang (52,4%) dan terendah adalah kelompok perempuan yaitu sebanyak 40 orang (47,6%).

5.1.3. Hasil Analisis Data 5.1.3.1. Pengetahuan

Hasil uji tingkat pengetahuan mengenai infeksi menular seksual dengan menggunakan angket dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan

Pengetahuan Frekuensi Persentase(%)

Baik 4 4,8

Cukup 28 33,3

Kurang 44 52,4

Buruk 8 9,5

Total 84 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai infeksi menular seksual paling banyak berada pada kategori kurang, yaitu sebanyak 44 orang (52,4%), diikuti dengan kategori cukup sebanyak 28 orang (33,3%), kategori buruk sebanyak 8 orang (9,5%), dan kategori baik sebanyak 4 orang (4,8%). Data lengkap distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan


(33)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

No. Pertanyaan

Jawaban Responden

Benar Salah

n % n %

1. Pengertian infeksi menular seksual 16 19 68 81 2. Jenis infeksi menular seksual 82 97,6 2 2,4 3. Penyebab infeksi menular seksual 33 39,3 51 60,7 4. Cara penularan infeksi menular seksual 50 59,5 34 40,5 5. Gejala infeksi menular seksual 51 60,7 33 39,3 6. Pencegahan infeksi menular seksual 31 36,9 53 63,1 7. Pengobatan infeksi menular seksual 45 53,6 39 46,4 8. Komplikasi infeksi menular seksual 53 63,1 31 36,9 9. Faktor resiko infeksi menular seksual 72 85,7 12 14,3

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar oleh responden adalah pertanyaan nomor 2 yaitu dengan persentase sebesar 97,6%, sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan salah oleh responden adalah pertanyaan nomor 1 yaitu dengan persentase sebesar 81%. Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan usia

Usia

Tingkat Pengetahuan

Total

Baik Cukup Kurang Buruk

n % n % n % n %

15 0 0 9 40,9 12 54,5 1 4,5 22

16 2 5,3 14 36,8 17 44,7 5 13,2 38

17 2 8,3 5 20,8 15 62,5 2 8,3 24

Total 4 4,8 28 33,3 44 52,4 8 9,5 84

Dari tabel di atas dapat dilihat pada kelompok responden dengan usia 15 tahun yang mempunyai pengetahuan cukup sebanyak 9 orang (40,9%), pengetahuan kurang sebanyak 12 orang (54,5%), dan pengetahuan buruk sebanyak 1 orang (4,5%). Pada kelompok responden usia 16 tahun yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 2 orang (5,3%), pengetahuan cukup sebanyak 14 orang (36,8%), pengetahuan kurang sebanyak 17 orang (44,7%), dan pengetahuan buruk sebanyak 5 orang (13,2%), dan pada kelompok responden usia


(34)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

17 tahun yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 2 orang (8,3%), cukup sebanyak 5 orang (20,8%), kurang sebanyak 15 orang (62,5%), dan buruk sebanyak 2 orang (8,3%). Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan jenis kelamin.

Jenis Kelamin

Tingkat Pengetahuan

Total

Baik Cukup Kurang Buruk

n % n % N % n %

Laki-laki 1 2,3 17 38,6 25 56,8 1 2,3 44

Perempuan 3 7,5 11 27,5 19 47,5 7 17,5 40

Total 4 4,8 28 33,3 44 52,4 8 9,5 84

Dari tabel di atas dapat dilihat pada kelompok responden laki-laki yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 1 orang (2,3%), pengetahuan cukup sebanyak 17 orang (38,6), pengetahuan kurang sebanyak 25 orang (56,8), dan pengetahuan buruk sebanyak 1 orang (2,3%), dan pada kelompok responden perempuan yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 3 orang (7,5%), pengetahuan cukup sebanyak 11 orang (27,5%), pengetahuan kurang sebanyak 19 orang (47,5%), dan pengetahuan buruk sebanyak 7 orang (17,5%).

5.1.3.2. Sikap

Hasil uji sikap terhadap infeksi menular seksual yang dilakukan dengan menggunakan angket dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Distribusi frekuensi hasil uji sikap

Sikap Frekuensi Persentase(%)

Baik 5 6

Cukup 48 57,1

Kurang 31 36,9

Buruk 0 0


(35)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sikap responden terhadap infeksi menular seksual paling banyak berada dalam kategori cukup yaitu sebanyak 48 orang (57,1%), diikuti dengan sikap kurang sebanyak 31 orang (36,9%), dan sikap baik sebanyak 5 orang (6%). Data lengkap distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel sikap dapat dilihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel sikap No. Pertanyaan/Pernyataan

Jawaban Responden Sikap Positif Sikap Negatif

n % n %

1. Setuju terhadap seks bebas 79 94 5 6 2. Menjauhi orang yang terkena IMS 39 46,4 45 53,6

3.

Tetap berbagi barang kebutuhan sehari-hari dengan penderita IMS setelah dicuci bersih dengan deterjen

21 25 63 75

4. IMS terjadi karena nasib yang

kurang baik 74 88,1 10 11,9

5.

Penderita IMS pasti adalah seorang pemakai narkoba suntik ataupun homoseksual

47 56 37 44

6.

Penggunaan kondom merupakan tanggung jawab seimbang antara pria dan wanita

71 84,5 13 15,5

Dari tabel di atas terlihat bahwa pernyataan yang paling banyak dijawab dengan sikap positif adalah pernyataan nomor 1 yakni sebesar 94% dan pernyataan yang paling sedikit dijawab dengan sikap positif adalah pernyataan nomor 3, yaitu sebesar 25%. Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9. Distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan usia

Usia

Sikap

Total

Baik Cukup Kurang

n % n % n %

15 1 4,5 13 59,1 8 36,4 22

16 3 7,9 23 60,5 12 31,6 38


(36)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Total 5 6 48 57,1 31 36,9 84

Dari tabel di atas dapat dilihat pada kelompok responden usia 15 tahun yang mempunyai sikap yang baik sebanyak 1 orang (4,5%), sikap cukup sebanyak 13 orang (59,1%), dan sikap kurang sebanyak 8 orang (36,4%). Pada kelompok responden usia 16 tahun yang mempunyai sikap baik sebanyak 3 orang (7,9%), sikap cukup sebanyak 23 orang (60,5%), dan sikap kurang sebanyak 12 orang (31,6%), dan pada kelompok responden usia 17 tahun yang mempunyai sikap baik sebanyak 1 orang (4,2%), sikap cukup sebanyak 12 orang (50%), dan sikap kurang sebanyak 11 orang (45,8%). Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.10.

Tabel 5.10. Distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan jenis kelamin Jenis

Kelamin

Sikap

Total

Baik Cukup Kurang

n % n % n %

Laki-laki 0 0 29 65,9 15 34,1 44

Perempuan 5 12,5 19 47,5 16 40 40

Total 5 6 48 57,1 31 36,9 84

Dari tabel di atas dapat dilihat pada kelompok respoden laki-laki yang mempunyai sikap cukup sebanyak 29 orang (65,9%), sikap kurang sebanyak 15 orang (34,1%) dan pada kelompok responden perempuan yang mempunyai sikap baik sebanyak 5 orang (12,5%), sikap cukup sebanyak 19 orang (47,5%), dan sikap kurang sebanyak 16 orang (40%). Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan tingkat pengetahuan dapat dilihat pada tabel 5.11.

Tabel 5.11. Distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan tingkat pengetahuan

Hasil Uji

Sikap

Total

Baik Cukup Kurang

n % n % n %

Tingkat Pengetahuan

Baik 1 25 2 50 1 25 4


(37)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Kurang 2 4,5 22 50 20 45,5 44

Buruk 0 0 6 75 2 25 8

Total 5 6 48 57,1 31 36,9 84

Dari tabel di atas dapat dilihat banyaknya responden dengan pengetahuan baik yang mempunyai sikap baik sebanyak 1 orang (25%), sikap cukup sebanyak 2 orang (50%), dan sikap kurang sebanyak 1 orang (25%). Responden dengan tingkat pengetahuan cukup yang mempunyai sikap baik sebanyak 2 orang (7,1%), sikap cukup sebanyak 18 orang (64,3%), dan sikap kurang sebanyak 8 orang (28,6%). Responden dengan tingkat pengetahuan kurang yang mempunyai sikap baik sebanyak 2 orang (4,5%), sikap cukup sebanyak 22 orang (50%), dan sikap kurang sebanyak 20 orang (45,5%). Responden dengan tingkat pengetahuan buruk yang mempunyai sikap cukup sebanyak 6 orang (75%) dan sikap kurang sebanyak 2 orang (25%).

5.2. Pembahasan

5.2.1. Tingkat Pengetahuan

Dari hasil analisis data dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan siswa/i SMA Wiyata Dharma Medan mengenai infeksi menular seksual berada dalam kategori kurang baik. Pada penelitian ini memperlihatkan bahwa kebanyakan responden mengetahui jenis-jenis infeksi menular. Ini dikarenakan jenis-jenis infeksi menular seksual sudah terdapat dalam kurikulum pembelajaran responden yaitu dalam mata pelajaran biologi dalam topik sistem reproduksi manusia sejak SMP. Pada penelitian ini juga memperlihatkan bahwa kebanyakan responden tidak mengerti secara konkrit pengertian dan cara penularan infeksi menular seksual. Para responden hanya mempunyai pengetahuan mengenai pengertian infeksi menular seksual secara etimologis, yaitu pengertian bahwa infeksi menular seksual adalah infeksi yang hanya bisa ditularkan melalui hubungan seksual, padahal sebenarnya infeksi menular seksual bisa ditularkan melalui cara lain selain hubungan seksual.


(38)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Berdasarkan hasil penelitian Sarwanto dan Ajik (2004) dan data BKKBN (2009), pengetahuan remaja mengenai infeksi menular seksual masih rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di atas. Hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan ini juga sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Notobroto (1999) yang mengemukakan bahwa pengetahuan siswa SMA mengenai infeksi menular seksual masih dikategorikan dalam tingkat pengetahuan yang cukup baik, meskipun masih ada yang kurang baik.

Berdasarkan hasil analisis data distribusi frekuensi hasil uji pengetahuan berdasarkan usia, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari tingkat pengetahuan responden berdasarkan usia. Ditemukan bahwa proporsi responden yang memiliki pengetahuan baik paling besar pada usia 17 tahun, yaitu 8,3%, dibandingkan dengan usia 16 tahun yaitu 5,3%. Untuk pengetahuan cukup, paling banyak ditemukan pada usia 15 tahun yaitu sebesar 40,9%. Pengetahuan kurang terbanyak ditemukan pada usia 17 tahun, yaitu 62,5%, dan pengetahuan buruk pada usia 16 tahun yaitu sebesar 13,2%.

Hasil ini tidak sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Hadi, et al (2008), bahwa pertambahan usia seseorang akan berhubungan dengan perkembangan kognitif, penalaran moral, perkembangan psiko seksual dan perkembangan sosial yang artinya semakin dewasa seseorang seharusnya pengetahuan dan pengalamannya semakin bertambah. Hasil ini juga tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prihyugiarto (2008), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang mengenai infeksi menular seksual adalah usia, yaitu pada kelompok usia yang lebih tua akan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik dibandingkan pada kelompok usia yang muda.

Menurut Hanifah (2007) di masyarakat, gender menentukan bagaimana dan apa yang harus diketahui oleh laki-laki dan perempuan mengenai masalah seksualitas, termasuk perilaku seksual, kehamilan dan penyakit menular seksual (PMS). Konstruksi sosial mengenai atribut dan peran feminin ideal menekankan bahwa ketidaktahuan seksual, keperawanan, dan ketidaktahuan perempuan


(39)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

mengenai masalah seksual merupakan tanda kesucian sehingga dikatakan bahwa laki-laki lebih mengetahui masalah seksualitas daripada perempuan, karena perempuan dianggap lebih pasif sedangkan laki-laki lebih aktif dalam mencari informasi mengenai seksualitas.

Berdasarkan hasil analisis data distribusi frekuensi hasil uji pengetahuan berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari tingkat pengetahuan responden berdasarkan jenis kelamin. Pada responden dengan jenis kelamin laki-laki didapatkan pengetahuan kurang sebanyak 56,8%, dibandingkan dengan perempuan sebesar 47,5%. Namun hal ini tidak bermakna karena memang pada penelitian ini proporsi responden laki-laki lebih besar (52,4%), dibandingkan dengan responden perempuan (47,6%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Prihyugiarto (2008), bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai infeksi menular seksual.

Menurut asumsi peneliti, usia dan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap pengetahuan remaja karena saat ini, remaja mempunyai kesempatan yang sama untuk mengakses informasi mengenai infeksi menular seksual.

5.2.2. Sikap

Dari hasil analisis data dapat dilihat bahwa sikap siswa/i SMA Wiyata Dharma Medan terhadap infeksi menular seksual adalah cukup baik. Pada penelitian ini memperlihatkan bahwa kebanyakan remaja mempunyai sikap yang positif dalam menanggapi masalah seks bebas dan pencegahan infeksi menular seksual. Namun, kebanyakan remaja masih mempunyai sikap yang negatif dalam mengahadapi seseorang yang menderita infeksi menular seksual. Para remaja lebih cenderung untuk manjauhi penderita infeksi menular seksual oleh karena takut tertular. Hal ini sesuai dengan hasil analisis pengetahuan sebelumnya yang mendapatkan bahwa pengetahuan remaja SMA Wiyata Dharma Medan masih kurang baik, terutama dalam hal pengertian dan cara penularan infeksi menular seksual. Berdasarkan hasil penelitian Sarwanto dan Ajik (2004) dan data BKKBN


(40)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

(2009), sikap remaja terhadap infeksi menular seksual masih rendah. Hasil penelitian mengenai sikap remaja ini juga sejalan dengan hasil penelitian peneliti.

Berdasarkan hasil analisis data distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan usia, dapat dilihat bahwa seiring dengan pertambahan usia, sikap responden terhadap infeksi menular seksual tidak mengalami perubahan. Ditemukan bahwa proporsi responden yang memiliki sikap baik paling besar pada usia 16 tahun (7,9%), dibandingkan dengan usia 17 tahun (4,2%). Responden dengan sikap cukup paling banyak terdapat pada usia 16 tahun (60,5%), dibandingkan dengan usia 17 tahun (50%), dan responden dengan sikap kurang paling banyak pada usia 17 tahun (45,8%), dibandingkan dengan usia 16 tahun (31,6%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Prihyugiarto (2008), bahwa usia tidak berpengaruh terhadap sikap seseorang terhadap infeksi menular seksual.

Berdasarkan hasil analisis data distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari sikap responden berdasarkan jenis kelamin. Pada jenis kelamin laki-laki didapatkan sikap responden yang cukup sebanyak 65,9%, lebih banyak dibanding perempuan 47,5% sedangkan sikap kurang pada perempuan (40%) lebih banyak dibandingkan pada laki-laki (34,1%). Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan remaja yang seragam pada setiap umur dan jenis kelamin dapat menyebabkan sikap yang seragam juga terhadap infeksi menular seksual, tanpa memandang umur dan jenis kelamin.

Dari data distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan tingkat pengetahuan, dapat dilihat bahwa responden dengan tingkat pengetahuan baik, cukup, kurang, dan buruk cenderung mempunyai sikap yang cukup yaitu sebesar 50%, 64,3%, 50%, dan 75%. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Notoatmodjo (2007), bahwa pengetahuan lebih banyak bergantung pada paparan informasi mengenai suatu hal. Dengan demikian, tingkat pengetahuan seseoarang tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memperoleh informasi, seperti motivasi untuk mendapatkan informasi, serta akses terhadap


(41)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

berbagai sumber informasi yang ada. Sedangkan sikap adalah tanggapan berdasarkan hasil penalaran atau pengolahan terhadap informasi serta keyakinan yang ada. Jadi hubungan antara pengetahuan dan sikap ditentukan oleh seberapa baik penalaran responden untuk memilah informasi mana yang benar dan mana yang tidak.

Pentingnya remaja mempuyai pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi bertujuan agar remaja memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya (Muhammad, 2006). Pendidikan kesehatan reproduksi di kalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi juga mengenai bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan kehamilan yang belum diharapkan atau kehamilan berisiko tinggi (BKKBN, 2005).

Permasalahan utama kesehatan reproduksi di Indonesia adalah kurangnya informasi mengenai kesehatan reproduksi, pergeseran perilaku remaja, pelayanan kesehatan yang buruk, dan perundang-undangan yang tidak mendukung. Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sangat tergantung pada informasi yang diterimanya melalui penyuluhan, media massa maupun orang tua serta kemampuan seseorang untuk menyerap dan menginterpretasikan informasi tersebut (Muhammad, 2006).

Dalam upaya untuk menurunkan angka kejadian infeksi menular seksual, promosi kesehatan dengan metode peer education terbukti efektif meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja terhadap infeksi menular seksual (Mau, 2007).


(42)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

BAB 6

KESIMPULAN dan SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat diambil kesimpulan:

1. Tingkat pengetahuan siswa/i SMA Wiyata Dharma Medan mengenai infeksi menular seksual mayoritas berada dalam kategori kurang baik, yaitu sebesar 52,4%.

2. Sikap siswa/i SMA Wiyata Dharma Medan terhadap infeksi menular seksual mayoritas berada dalam kategori cukup baik, yaitu sebesar 57,1%.

6.2. Saran

1. Pengetahuan dan sikap siswa/i SMA Wiyata Dharma Medan terhadap infeksi menular seksual masih relatif rendah, untuk itu perlu dilakukan pemberian pegetahuan kepada remaja secara merata, baik melalui jalur sekolah maupun luar sekolah. Melalui jalur sekolah, disarankan kepada pihak sekolah untuk memberikan penyuluhan tentang kesehatan reprosuksi pada siswa/i-nya. Sedangkan melalui jalur diluar sekolah disarankan kepada para orang tua dalam meningkatkan kepedulian mereka terhadap pendidikan seksual anak yang dimulai pada usia remaja.


(43)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

2. Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian selanjutnya oleh peneliti-peneliti lain dengan memperluas variabel-variabel lainnya, misalnya perilaku.

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Family Physicians, 2007. STIs: Common Symptoms & Tips

on Prevention. Available at:

Arikunto, S., 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2005. Isu Pokok Kesehatan

Reproduksi Remaja. Diperoleh dari:

[Diakses pada17 Maret 2009].

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2009. Lomba Karya Tulis Ilmiah

KRR. Diperoleh dari:

[Diakses pada 3 November 2009].

Barakbah, J., 2003. Konseling infeksi menular seksual. Dalam: Daili, S. F., Makes, W. I. B., Zubier, F., Judarsono, J. (eds). 2003. Penyakit Menular Seksual. Edisi ke-2. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 172-177.


(44)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Daili, S. F., 2007. Tinjauan penyakit menular seksual (P.M.S.). Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. (eds). 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 363-365.

Darajad, Z., 1990. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang. _______, 1995. Remaja Harapan dan Tantangan. Jakarta: Ruhana.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003. Kebijaksanaan program pencegahan dan pemberantasan PMS termasuk AIDS di Indonesia. Dalam: Daili, S. F., Makes, W. I. B., Zubier, F., Judarsono, J. (eds). 2003. Penyakit

Menular Seksual.

Edisi ke-2. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 178-184.

_______, 2003. Penatalaksanaan penyakit menular seksual. Dalam: Daili, S. F., Makes, W. I. B., Zubier, F., Judarsono, J. (eds). 2003. Penyakit Menular

Seksual. Edisi ke-2. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta: 185-216.

_______, 2006. Pedoman Dasar Infeksi Menular Seksual dan Saluran Reproduksi

Lainnya pada Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu. [pdf] Jakarta:

Departemen Kesehatan. Diperoleh dari:

_______, 2008. Monitoring HIV Prevalence through STBP. Available at:

Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2009. Waspada terhadap Infeksi Menular Seksual

(IMS). Diperoleh dari:

Hadi, et al., 2008. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku remaja Jakarta tentang Seks

Aman dan Faktor yang Berhubungan. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Pembangunan Nasional.

Hakim, L., 2003. Epidemiologi penyakit menular seksual. Dalam: Daili, S. F., Makes, W. I. B., Zubier, F., Judarsono, J. (eds). 2003. Penyakit Menular


(45)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Seksual. Edisi ke-2. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta: 1-15.

Handsfield, H. H., 2001. Color Atlas and Synopsis of Sexually Transmitted

Diseases. 2nd ed. USA: Mc Graw-Hill.

Hanifah, Laily, 2007. Gender dan HIV/ AIDS. Diperoleh dari : Hurlock, E. B., 1993. Psikologi Perkembangan. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.

International Christian Assembly, 2009. Infeksi Menular Seksual. Diperoleh dari: [Diakses pada 25 Maret].

Karang Taruna, 2001. Bahaya & Akibat Penyakit Menular Seksual. Diperoleh dari: pada 25 Maret 2009].

Kesrepro, 2007. Perempuan dan Infeksi Menular Seksual. Diperoleh dari:

Lestari, C. I., 2008. Penyakit Menular Seksual. Diperoleh dari:

[Diakses pada 28 Februari 2009].

Mau, D. T., 2007. Promosi Kesehatan dengan Metode Peer Education terhadap

Pengetahuan dan Sikap Siswa SMU dalam Upaya Pencegahan Penularan HIV/ AIDS di Kabupaten Belu-NTT. Diperoleh dari:

2009].

Monks, F. J. et al., 2002. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Muhammad, A. G., 2006. Perbedaan Pengetahuan dan Sikap tentang Kesehatan

Reproduksi Pada Siswa SMA Negeri 1 Makasar dan SMA Negeri 6 Makasar tahun 2006.

Diperoleh dari:


(46)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Murtiastutik, D. (eds), 2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya: Airlangga University Press.

Notoatmodjo, S., 2007. Konsep perilaku dan perilaku kesehatan. Dalam: Promosi

Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta, Jakarta: 133-151.

_______, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notobroto, H. B., 1999. Pengetahuan dan Sikap Siswa SMU dan Guru Bimbingan

Konseling di Jawa Timur terhadap Penyakit Menular Seksual dan AIDS.

Diperoleh dari: [Diakses pada 3 November 2009].

Prihyugiarto, T. Y., 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap terhadap Perilaku Seks Pranikah pada Remaja di Indonesia. Dalam: Jurnal Ilmiah

Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi II (2). Diperoleh dari:

2009].

Rauf, A., 2008. Dampak Pergaulan Bebas bagi Remaja. Diperoleh dari:

Reis, M. H., 2006. Pendidikan Seks Bagi Remaja. Yogyakarta: Alenia Press.

Sadock, B. J., Sadock, V. A., 2007. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry:

Behavioural Sciences/ Clinical Psychiatry. 10th ed. USA: Williams & Wilkins. Sarwanto, Ajik, S., 2004. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Remaja

terhadap Penyakit Menular Seksual serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Hubungan Seks Pranikah. Diperoleh dari:

Sarwono, S. W., 2001. Psikologi Remaja. Jakarta: Radja Grafindo Persada.

World Health Organization, 1999. Sexually Transmitted Infections Prevalence Study

Methodology: Guidelines for the Implementation of STI Prevalence Surveys.


(47)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

_______, 2003. Guidelines for the Management of Sexually Transmitted Infections. [pdf] Switzerland: World Health Organization. Available at: March 2009].

_______, 2004. Prevalence Surveys of Sexually Transmitted Infections among

Seafarers and Women Attending Antenatal Clinics in Kiribati. Available at:

[Accessed 18 March 2009].

_______, 2004. Sexually Transmitted Infection: Issue in Adolescent Health and

Development. [pdf] Geneva: World Health Organization. Available at:

_______, 2006. Sexually Transmitted Diseases: Policies and Priciples for

Prevention and Care. Available at:

2009].

_______, 2009. Sexually Transmitted Infections. Available at:

March 2009].


(48)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

Tempat / Tanggal Lahir Agama

Alamat

: : : :

Linda Chiuman Binjai / 20 Juni 1988 Budha


(49)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Lampiran 2

Angket Penelitian

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SMA TERHADAP INFEKSI MENULAR SEKSUAL

I.Karakteristik Responden:

Jenis kelamin :

Umur :

Kelas :

Riwayat Pendidikan

Riwayat Organisasi

:

: 1.

2.

3. 4. 1. 2.

3.

TK Perguruan Kristen Methodist Indonesia Binjai

SD Perguruan Kristen Methodist Indonesia Binjai

SMP Sutomo 1 Medan SMA Sutomo 1 Medan

Peserta Bakti Sosial KMB 2007

Panitia Bakti Sosial KMB 2008 sebagai koordinator seksi medis

Panitia PMB FK-USU 2009 sebagai seksi kakak asuh


(50)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

II.Pengetahuan

Petunjuk: Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!

1. Apakah anda pernah mendengar tentang IMS (Infeksi Menular Seksual) ? a. Pernah

b. Tidak pernah

2. Apa yang dimaksud dengan IMS?

a. Penyakit akibat melakukan hubungan seksual

b. Penyakit yang hanya bisa ditularkan melalui hubungan seksual c. Penyakit yang bisa menular, dengan atau tanpa berhubungan seksual 3. Salah satu contoh infeksi menular seksual adalah:

a. Influenza b. Syphilis c. TBC

4. Manakah yang merupakan IMS yang disebabkan oleh “bakteri”?

a. Gonorrhea

b. Trichomonas vaginalis

c. Acne vulgaris

5. IMS dapat ditularkan melalui: a. Penggunaan kamar mandi umum b. Duduk di samping penderita IMS c. Tindakan aborsi yang tidak steril

6. Salah satu gejala IMS pada wanita bisa berupa: a. Haid diluar masa menstruasi

b. Kehamilan

c. Haid yang terlambat

7. Pencegahan IMS bisa dilakukan dengan: a. Abstinensia (menunda kegiatan seksual)

b. Membersihkan alat kelamin sebelum berhubungan seksual c. Memakan obat sebelum melakukan hubungan seksual


(51)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

8. Pengobatan IMS dilakukan dengan: a. Pemberian obat antibiotik

b. Pemakaian kondom yang tepat dan konsisten c. IMS bisa sembuh sendiri tanpa pemberian obat

9. Apakah yang bisa terjadi apabila IMS tidak ditangani/ diobati dengan benar?

a. Kehamilan b. Kemandulan c. Kecacatan fisik

10.Resiko seseorang menderita IMS dapat dikurangi dengan: a. Memakan obat sebelum melakukan hubungan seksual b. Melakukan hubungan seksual di tempat yang bersih c. Mempunyai pasangan seksual tunggal

III.Sikap

1. Apakah anda setuju dengan seks bebas? a. Setuju

b. Tidak setuju

2. Saya akan menjauhi orang yang terkena IMS a. Setuju

b. Tidak setuju

3. Saya akan tetap berbagi barang kebutuhan sehari-hari saya dengan penderita IMS setelah dicuci bersih dengan deterjen.

a. Setuju b. Tidak setuju

4. IMS terjadi bukan karena perilaku seks yang salah, tapi karena nasib yang kurang beruntung.

a. Setuju b. Tidak setuju


(52)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

5. Seseorang yang menderita IMS pasti adalah seorang pemakai narkoba suntik ataupun seorang homoseksual.

a. Setuju b. Tidak setuju

6. Penggunaan kondom untuk mencegah IMS merupakan tanggung jawab seimbang antara wanita dan pria.

a. Setuju b. Tidak setuju

Lampiran 3

LEMBAR PENJELASAN DAN PERSETUJUAN RESPONDEN

Saudara/i Yth.,

Saya yang bernama Linda, untuk selanjutnya disebut sebagai peneliti, adalah seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang melakukan penelitian mengenai “Gambaran Pengetahuan dan Sikap

Remaja SMA Wiyata Dharma Medan terhadap Infeksi Menular Seksual”.


(53)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

sebagai subjek dalam penelitian. Partisipasi saudara/i dalam penelitian ini bersifat sukarela. Pada penelitian ini identitas saudara/i akan disamarkan. Kerahasiaan data saudara/i akan dijamin sepenuhnya. Bila hasil penelitian ini dipublikasikan, kerahasiaan data saudara/i akan tetap dijaga. Responden diminta untuk mengisi angket sesuai petunjuk.

Peneliti sangat berterima kasih atas waktu yang Anda luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.


(1)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Scale Statistics

3.70 2.958 1.720 6

Mean Variance Std. Deviation N of Items

Karakteristik Responden

Usia responden

22 26.2 26.2 26.2

38 45.2 45.2 71.4

24 28.6 28.6 100.0

84 100.0 100.0

15 16 17 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Jenis Kelamin

44 52.4 52.4 52.4

40 47.6 47.6 100.0

84 100.0 100.0

laki-laki perempuan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Hasil Uji Variabel Pengetahuan

Pertanyaan 1

68 81.0 81.0 81.0

16 19.0 19.0 100.0

84 100.0 100.0

salah benar Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pertanyaan 2

2 2.4 2.4 2.4

82 97.6 97.6 100.0

84 100.0 100.0

salah benar Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Pertanyaan 3

51 60.7 60.7 60.7

33 39.3 39.3 100.0

84 100.0 100.0

salah benar Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pertanyaan 4

34 40.5 40.5 40.5

50 59.5 59.5 100.0

84 100.0 100.0

salah benar Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pertanyaan 5

33 39.3 39.3 39.3

51 60.7 60.7 100.0

84 100.0 100.0

salah benar Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pertanyaan 6

53 63.1 63.1 63.1

31 36.9 36.9 100.0

84 100.0 100.0

salah benar Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pertanyaan 7

39 46.4 46.4 46.4

45 53.6 53.6 100.0

84 100.0 100.0

salah benar Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pertanyaan 8

31 36.9 36.9 36.9

53 63.1 63.1 100.0

84 100.0 100.0

salah benar Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Pertanyaan 9

12 14.3 14.3 14.3

72 85.7 85.7 100.0

84 100.0 100.0

salah benar Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Tingkat pengetahuan

4 4.8 4.8 4.8

8 9.5 9.5 14.3

28 33.3 33.3 47.6

44 52.4 52.4 100.0

84 100.0 100.0

baik buruk cukup kurang Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Usia responden * Tingkat pengetahuan Crosstabulation

0 1 9 12 22

.0% 4.5% 40.9% 54.5% 100.0%

2 5 14 17 38

5.3% 13.2% 36.8% 44.7% 100.0%

2 2 5 15 24

8.3% 8.3% 20.8% 62.5% 100.0%

4 8 28 44 84

4.8% 9.5% 33.3% 52.4% 100.0%

Count

% within Usia responden Count

% within Usia responden Count

% within Usia responden Count

% within Usia responden 15

16 17 Usia responden

Total

baik buruk cukup kurang

Tingkat pengetahuan

Total

Jenis Kelamin Responden * Tingkat pengetahuan Crosstabulation

1 1 17 25 44

2.3% 2.3% 38.6% 56.8% 100.0%

3 7 11 19 40

7.5% 17.5% 27.5% 47.5% 100.0%

4 8 28 44 84

4.8% 9.5% 33.3% 52.4% 100.0%

Count % within Jenis Kelamin Responden Count

% within Jenis Kelamin Responden Count

% within Jenis Kelamin Responden laki-laki

perempuan Jenis Kelamin

Responden

Total

baik buruk cukup kurang

Tingkat pengetahuan

Total


(4)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Sikap 1

5 6.0 6.0 6.0

79 94.0 94.0 100.0

84 100.0 100.0

Negatif Positif Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Sikap 2

45 53.6 53.6 53.6

39 46.4 46.4 100.0

84 100.0 100.0

Negatif Positif Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

SIkap 3

63 75.0 75.0 75.0

21 25.0 25.0 100.0

84 100.0 100.0

Negatif Positif Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Sikap 4

10 11.9 11.9 11.9

74 88.1 88.1 100.0

84 100.0 100.0

Negatif Positif Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Sikap 5

37 44.0 44.0 44.0

47 56.0 56.0 100.0

84 100.0 100.0

Negatif Positif Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

SIkap 6

13 15.5 15.5 15.5

71 84.5 84.5 100.0

84 100.0 100.0

Negatif Positif Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(5)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Sikap

5 6.0 6.0 6.0

48 57.1 57.1 63.1

31 36.9 36.9 100.0

84 100.0 100.0

Baik Cukup Kurang Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Usia responden * Sikap Crosstabulation

1 13 8 22

4.5% 59.1% 36.4% 100.0%

3 23 12 38

7.9% 60.5% 31.6% 100.0%

1 12 11 24

4.2% 50.0% 45.8% 100.0%

5 48 31 84

6.0% 57.1% 36.9% 100.0%

Count

% within Usia responden Count

% within Usia responden Count

% within Usia responden Count

% within Usia responden 15

16 17 Usia responden

Total

Baik Cukup Kurang

Sikap

Total

Jenis Kelamin Responden * Sikap Crosstabulation

0 29 15 44

.0% 65.9% 34.1% 100.0%

5 19 16 40

12.5% 47.5% 40.0% 100.0%

5 48 31 84

6.0% 57.1% 36.9% 100.0%

Count

% within Jenis Kelamin Responden Count

% within Jenis Kelamin Responden Count

% within Jenis Kelamin Responden laki-laki

perempuan Jenis Kelamin

Responden

Total

Baik Cukup Kurang

Sikap


(6)

Linda Chiuman : Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual, 2009.

Tingkat pengetahuan * Sikap Crosstabulation

1 2 1 4

25.0% 50.0% 25.0% 100.0%

0 6 2 8

.0% 75.0% 25.0% 100.0%

2 18 8 28

7.1% 64.3% 28.6% 100.0%

2 22 20 44

4.5% 50.0% 45.5% 100.0%

5 48 31 84

6.0% 57.1% 36.9% 100.0%

Count

% within Tingkat pengetahuan Count

% within Tingkat pengetahuan Count

% within Tingkat pengetahuan Count

% within Tingkat pengetahuan Count

% within Tingkat pengetahuan baik

buruk

cukup

kurang Tingkat

pengetahuan

Total

Baik Cukup Kurang

Sikap